Anda di halaman 1dari 28

M Ed

ar isi
et 1
20 01
15

P RESTSI
Media Silaturahmi, Informasi dan Analisa

Teras

Wawancara
bersama

Bedol Masisir;
Komunitas dan Perubahan

Opini
Sudah Saatnya Masisir di-Bedol (?)

M. Yunus Masrukhin, MA.


(Penulis Buku Biogra Ibn 'Arobi
dan Kandidat Doktor Universitas al-Azhar)

Timur Tengah
Masisir 'Melek' Mesir (?)

Menurut saya, sulit menerangkan makna


ideal itu. karena saya adalah orang yang
realistis, dan ideal itu artinya
jauh di atas langit.

* Kairo - Mesir *

Dari Redaksi

P RESTSI
Media Silaturahmi, Informasi dan Analisa

Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.


Alhamdulillah, sampai pada waktunya matahari terbit
m e nya m b u t h a r i , ta k h a b i s - h a b i s nya ka m i
menyematkan rasa syukur kepada Tuhan semesta
alam atas rahmat dan nikmat-Nya, karena tanpa
rahmat dan nikmat-Nya, bisa dipastikan kami sebagai
makhluk-Nya tak mungkin lagi dapat melihat matahari
terbit kala menyambut hari. Shalawat beserta salam
tak lupa kami haturkan kepangkuan junjungan nabi
besar Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, yang
kepadanya Tuhan menurunkan wahyu pertama-Nya;
bacalah. Sehingga dengan keterbatasan pengetahuan,
kami mencoba untuk membaca Masisir dari
lingkungan-lingkungan sekitar, bermula dari ruang
lingkup hubungan interaksi sesama mahasiswa,
kinerja organisasi sampai komunitas-komunitas.
Bejibunnya kegiatan yang terjadi di dinamika Masisir,
membuatnya tak akan pernah selesai untuk dibaca.
Oleh karenanya, Buletin PRESTSI Edisi Ke-101 ini lahir
dari pembacaan yang tak pernah usai atas problemproblem baru yang akhir-akhir ini hadir dalam
dinamika Masisir, kali ini kami akan membahas tema
Bedol Masisir, sebuah problem baru yang lahir dari
hasil pembacaan para kru, terhadap suatu kenyataankenyataan sosial yang sekarang ini sedang terjadi
dalam dinamika Masisir. Problem yang berawal dari
individu-individu Masisir yang kian hari mengalami
penyusutan dengan menggandrungi hal-hal yang
berbau praktis; kemudian organisasi-organisasi yang
kini sedang mengalami penurunan dalam hal
kinerjanya; lalu fenomena menumbuh-mekarnya
komunitas-komunitas yang baru muncul di Masisir,
memiliki permasalahan tersendiri untuk diurai. Dari
permasalahan-permasalahan di atas, seolah memberi
kesan bahwa ada suatu "musykil" pada diri Masisir,
yang harus dicerabut. Masisir harus dibedol ke zona
yang sesuai dengan orientasinya; sebagai mahasiswa,
seorang yang bermukim di Mesir dan seorang
manusia. Namun, bagaimanakah proses bedol ini,
atau bahkan perlukah gerakan bedol semacam ini?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan disinggung di
edisi kali ini. Kemudian, selamat membaca! []

Tim Redaksi
PELINDUNG
Ketua KSW
DEWAN REDAKSI
Muhammad Fardan Satrio Wibowo
Landy T. Abdurrahman
Muhammad Fadhilah Rizqi
Iis Is 'anah
Pimpinan Umum
Zulfah Nur Alimah
Pemimpin Redaksi
Wais Al-Qorny
Sekretaris Redaksi
Zuhal Qobili
Pimpinan Usaha
Mahfud Washim
Redaktur Pelaksana
Rizqi Fitrianto
Muhammad Samsul Arin
Muhammad Al Chudlori
Fathimatuz Zahro
Lailatuz Zakiyah
Izzatun Nafsiyah
Zakiyah Murnia
Aminatuz Zahroh
Reporter
Muhamad Koirul Anas
Saiful Umam
Indira Rizqi Ardiani
Izzatu Dzihny
Laila Nur Hidaya
Distributor
Hisyam Zainul Musthafa
Muhammad Mahfudz
Layouter
Muhammad Amna Mushoa
Ahmad Muikhul Muna
Editor
Nanang Fahlevi
Nashifudin Luth
Choiriya Dina Sana

Daftar Isi
Dari Redaksi 02 Editorial 03 Teras 04 Analisa Nusantara 06
Kajian 12 Lensa KSW 16
Timur Tengah 08 Opini 10 Opini II
Wawancara 18 Resensi 20 Oase 22 Sastra 24
Serba-serbi 26 Catatan Pojok 28

02

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Redaksi Menerima
Tulisan dan Artikel
yang Sesuai
Dengan Visi Misi Buletin.
Saran dan Kritik
Kirim ke Facebook Kami:
Prestsi Ksw

Editor

WACANA GERAKAN MASISIR


Mahfudz Putra At-Tauqi

Ilustrasi (google.com)

ehidupan Mahasiswa Indonesia di


Mesir (baca; Masisir) begitu beragam.
B e r b a g a i ke g i a t a n a l i a f,
kelembagaan, kajian, organisasi, kepani aan
hing ga sekedar kegiatan nongkrong,
semuanya ada di kehidupan Masisir. Warna
kehidupan Masisir ini bisa kita rasakan
dengan berbaur sesama Masisir sendiri, baik
dari teman satu kamar, rumah, kekeluargaan,
hingga kekeluargaan yang lain. Begitu pun,
merasakan hiruk-pikuk kondisi Mesir yang
serba-serbi. Al-Azhar, Universitas Islam tertua
di dunia dan kiblat khazanah keislaman, serta
memiliki nilai istemewa dalam pandangan
m a sya ra kat d i d u n i a , ta k te r ke c u a l i
masyarakat Indonesia. Namun sistem
birokrasi al-Azhar yang masih menggunakan
cara manual, membuat Mahasiswa harus
lebih bekerja keras untuk mengurus studinya.
Di samping itu, sistem ujian yang
menggunakan esai dan soalnya dak bisa
diprediksi, serta jawabannya benar-benar
membutuhkan pemahaman yang benar.
Terkadang pula, materi ujian yang telah
dipelajari dak menjamin keluar dalam ujian,
sedangkan yang dak dipelajari bahkan
keluar dalam ujian. Kalau sudah begini,
mahasiswa hanya bisa pasrah dengan apa
yang ada.
Lantas, apa yang mus dilakukan Masisir?
Apakah Masisir sudah buta Mesir, al-Azhar
dan lain sebagainya? Ataukah Masisir hanya
mampu berjalan stagnan?
Munculnya komunitas baru di Masisir, adalah
sebagai pendobrak dalam pembaharuan
ak vitas. Masisir bisa dikatakan memiliki
inovasi baru yang terbuk telah mewarnai

ak vitas mahasiswa. Seiring berjalannya


tahun ini, keilmuan Masisir, mampu
menunjukkan peranan yang kuat dalam
melahirkan komunitas baru itu. Di samping
i t u , p e ra n m a h a s i s wa s e n i o r d a l a m
menyeimbangkan kesadaran tradisi lama dan
tradisi baru, dak bisa dipungkiri sebagai
salah satu faktor juga yang bisa mendobrak
pembaharuan ini. Mahasiswa senior di sini,
paling dak mengayomi mahasiswa junior di
dalam perkembangan yang terjadi saat ini.
Wacana Gerakan Masisir dalam Kesadaran
Kehidupan mahasiswa di Mesir adalah
intensitas ak vitas yang marak kita ketahui;
dimulai dari bimbingan belajar, kegiatan
dise ap kekeluargaan dan organisasi, tahsinu
al-Qur'an, kajian kitab dan keilmuan,
pela han dan seminar. Banyaknya kegiatan
membuat para mahasiswa harus bisa memanage diri dan waktu dengan baik, supaya
t u j u a n u ta m a m e n u nt u t i l m u d a k
terlupakan. Selain kegiatan dan ak vitas
organisasi, barangkali mahasiswa lain ada
yang berkecimpung mencari tambahan
pemasukkan dengan berbisnis. Oleh karena
itu, kita dituntut untuk me-manage diri dan
waktu supaya dak melupakan tujuan
utamanya; sebagai penuntut ilmu di bumi
kinanah ini.
Banyaknya mahasiswa Indonesia inilah yang
bisa menjadikan sosio-kehidupan Masisir
begitu berwarna. Bisa menciptakan rasa
persaudaraan dan memupuk solidaritas
keluarga yang erat. Seberapapun banyaknya
rintangan hidup di negeri orang, dak
melemahkan spirit kita untuk menambah
keilmuan kita. Pada edisi kali ini, bule n
Prestasi akan menyajikan tema Bedol
Masisir. Yang akan memberikan wahana bagi
Masisir ke depan dan lebih kompeten dalam
hidup di arus global. Selamat membaca! []

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

03

Teras

Bedol Masisir;

Komunitas dan Perubahan


Wais al Qarni
Kuncaraning negeri gumantung
pangruk ning budoyo lan seni, kurang lebih
seper itu pepatah Jawa menyebutnya.
Ungkapan yang lahir-dari rahim salah satu
suku di Indonesia-ini bukan saja sebagai
bentuk slogan atau kata-kata peman k,
namun lebih kepada sebuah 'paham' dan
'pakem'. Paham yang pada proses setelahnya
mewujud menjadi prinsip laku hidup,
biasanya muncul dan terdengar dalam
sebentuk nasihat yang kemudian ditularkan
terhadap mereka, yang tetes keringatnya
terkuras demi memajukan bangsa dengan
upaya menjaga kemurnian produk lokal
bangsanya agar tetap ada dan utuh, meski
dak jarang, dalam perjalanannya gempurangempuran produk luar terlihat lebih
menantang, dalam bentuk kemasan yang
sangat melenakan. Sehingga, ungkapan tadi
selain menjadi paham juga dapat dimaknai
sebagai pakem terhadap kenyataan sosial
atas keadaan yang membuat produk dalam
semakin kehilangan bentuk aslinya. Hadirnya
pakem ini sebagai kompas bagi mereka yang
kehilangan arah, dengan menjauhnya mereka
dari nilai-nilai lokal yang tanpa mereka sadari
dapat melenyapkan peradaban ja diri
bangsanya. Karenanya, kemajuan dan
tenggelamnya suatu bangsa ada di pundak
mereka yang pada akhirnya, mereka ini biasa
dikenal sebagai mahasiswa atau kaum
terdidik.
Lalu kemudian, bagaimana dengan Masisir
sendiri yang di dalamnya kaum mahasiswa
bisa dikatakan paling mendominasi?
Memang, menyoal Masisir bisa dipas kan
dak akan pernah lepas dengan mahasiswa
(sekelompok kaum yang biasanya disebutsebut ke ka suatu hal itu menyangkut masa
depan bangsa), meski Masisir sendiri bukan
hanya mahasiswa, namun kontribusi mereka
( m a h a s i s wa ) d a l a m p ro s e s m e n o l a k
kebodohan dan membuat bangsa dan tanah
airnya agar lebih dipandang tetap menjadi

04

suatu yang harus mendapat perha an.


Perha an ini mungkin bisa terlihat dari
beberapa pertemuan antara Atdik dan
kawan-kawan mahasiswa dalam beberapa
bulan terakhir. Pertemuan hangat yang bisa
dikatakan sebagai perha annya seorang
bapak terhadap anaknya yang sedang
menggelu dunia pendidikan agar dak
melenceng dari gelarnya sebagai mahasiswa.
Dalam pertemuan itu, kiranya bagi si bapak,
mahasiswa haruslah menjadi patron bagi
perubahan dan pembaharuan, dengan terus
berada dalam iklim-iklim yang itu berayun
kepada pelajaran kuliah dan dinamika
kampus, yang secara otoma s itu akan
membuat kita, sebagai anak dan mahasiswa,
akan cepat dalam menempuh masa-masa
kuliah di Mesir.
Komunitas, sebuah kumpulan yang di
dalamnya menjadi tempat dalam
mengekspresikan sebuah ide, gagasan atau
tujuan dari mahasiswa, barangkali dapat
menjadi sebuah iklim atau jalan yang
dimaksud oleh si bapak agar mahasiswa tetap
dalam rencana awal sebagai mahasiswa
d a l a m ko n t r a k n y a d a l a m m i s i a n kebodohan. Jika melihat kondisi komunitas di
Masisir sekarang ini, maka bisa kita lihat
betapa dorongan apa s itu dak tampak
mengambang di dalam diri mereka ke ka
membicarakan masa depan, akhirnya di sini
komunitas nampak meribu dan menjamur
sehat. Banyaknya komunitas yang muncul
dipermukaan-semisal Rumah Syariah,
Kawaakib al-Fushaha, Rumah Tahdz dllbelakangan ini, merupakan bentuk
perwujudan mereka dalam mengembangkan
pengetahuan yang posi f dan juga sebagai
reaksi terhadap kondisi-dinamika intelektual
yang bernuansa religius-Masisir yang dapat
dikatakan gering. Sehingga, satu sisi ada
kewajaran di sini ke ka sebuah komunitas
menggiring penghuninya agar tampil lebih
reformis, di lain sisi aroma ke dakwajaran

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Teras
dapat tercium, mengingat posisi komunitaskomunitas baru ini, jika diagendakan sebagai
bentuk perlindungan bagi mahasiswa baru
supaya terjaga dari iklim Masisir lama yang
sudah kadung melestari.
Bersamaan hadirnya komunitas-komunitas
baru di tengah riuh rendahnya dinamika
Masisir, dengan tampil reformis-religius
dalam agenda dan program-programnya,
hadir pula gelagat yang dak stabil dalam
proses dinamika di Masisir itu sendiri. Alamat
ke dakstabilan itu se daknya dapat terlihat
dari sepinya komunitas-komunitas-nonkuliah-lain, semisal, sedikitnya mahasiswa
yang ingin terjun dan ikut terlibat langsung ke
dalam dunia pemikiran, sehingga di sini
terlihat damai dan lengangnya ruang-ruang
pemikiran dalam komunitas-komunitas kajian
di Masisir; begitu juga dak hangatnya
dinamika Masisir dari suara-suara mahasiswa
yang lebih suka mengikat diri dengan memilih
membujang di kamar melalui cara
menjauhkan diri dari pergolakan sosial, dari
pada bebas dan meyuarakan semangat
zaman melalui puisi, kuas, nta dan kord-kord
nada, akhirnya betapa dinginnya teras-teras
komunitas budaya (yang dibangun dari
kesadaran emosional jiwa, perlawan bahkan
rasa keterpojokan mereka terhadap hidup
yang dielu-elukan sebagian orang), dari kakikaki para mahasiswa.
Mengama kondisi yang seper ini dengan
absennya para mahasiswa dalam menghidupi
komunitas-komunitas non-kuliah, memang
suatu keadaan yang nisyaca terjadi dan tentu
saja tak mudah untuk di segarkan begitu saja.
Ke a d a a n t a k m u d a h i n i m b u l d a r i
kekhawa ran-khawa ran seorang bapak
terhadap anaknya yang dak sedikit
m e n ga l a m i l o n j a ka n d a l a m d u n i a
kuliahnya, sehingga di sini munculnya
per mbangan: sejauh komunitas itu bersifat
refo r m i s d a n m e n ga nta r ka n ke p a d a
kesuksesan dalam dunia perkuliahan, maka
dengan memilihnya merupakan langkah yang
tepat untuk di ambil.
Dari sudut ini bahwa keganjilan yang terjadi
pada mahasiswa yang katakanlah datang

lebih awal, dengan komunitas-komunitas


yang bernuansa kesenian dan budaya atau
dari komunitas yang berkecendrungan
pemikiran, adalah lebih kepada problem
perjalanan akademik mereka yang terlihat
at bahkan menukik kebawah. Merekamahasiswa yang ikut serta dalam
menghangatkan dunia seni budaya dan
pemikiran-terlalu berkecimpung dalam iklimiklim di luar kampus, yang kemudian sedikit
banyak orientasi awal mereka sowan ke AlAzhar semakin dak jelas dan terkesan
berlarut-larut. Karenanya, terkadang
ungkapan-ungkapan tentang mahasiswa
sebagai kaum pendobrak yang terlanjur
menempel akan terdengar sangat geli ke ka
di sini mahasiswanya dak lagi mampu
mendobrak nilai-nilai mereka sendiri dalam
capaiannya minimal lancarnya dalam hal
kuliah. Sehingga komunitas-komunitas yang
konsen kepada dunia perkuliahan dan
bernuansa religius, lebih memandang
perlunya perubahan paradigma pada diri
mahasiswa dalam hal perbaikan akademik,
yang nan nya proses itu akan besar
pengaruhnya kepada perubahan bangsa.
Ada keselarasan paham di sini, bahwa bentuk
paling sederhana yang dilakukan mahasiswa
paling dak adalah dengan dak memotong
kompas, dalam penger annya yang paling
mudah dapat diar kan bahwa mahasiswa
haruslah mulai serius kembali dengan
kuliahnya dan sebagai bentuk tanggung
jawabnya kepada orang tua, lebih-lebih
kepada tanah airnya. Namun jika melihat
pada sisi lainnya, ke ka kata sukses
dikembalikan pada kontribusinya terhadap
tanah air, maka keselarasan paham di sini
daklah mudah untuk cepat dipahami, dan
banyak hal yang mus diper mbangkan.
Mungkin ini kiranya yang dilupakan oleh
mereka, bahwa komunitas-komunitas yang
lebih cenderung kepada seni dan budaya atau
komunitas yang ber-genre olah pemikiran
daklah sepenuhnya berbeda dengan
komunitas-komunitas yang beraliran religius
dengan bentuknya yang lebih islami, ...
(Bersambung ke halaman 26)

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

05

Analisa Nusantara

Dua Jengkal Indonesia


M.S. Arin
Tabik. Mari, saya ajak kamu untuk meniriskan
diri dari dunia konsep dan teori. Tak usah
ribet-ribet. Pikiran dan logika banyak
menciptakan dunia, tapi lebih banyak
melenyapkan kehidupan. Saya hanya
bermaksud memberi sebuah reeksi; dunia
tak hanya diciptakan oleh otaknya kepala, tapi
juga diciptakan oleh ha nya dada.
Seorang teman berkata pada saya: Dua
jengkal paling jauh adalah otak dan ha .
Sayangnya kalimat ini bukan doa, tapi sebuah
armasi. Maka saya hanya bisa meng-iya-kan
tanpa mengamini. Dua jengkal itu yang
menentukan sebuah pilihan; tentu dengan
dak mengatakan bahwa tak adanya banyak
pilihan di antara dua jengkal yang jauh.
Membaca apa saja, cukup dengan dua jengkal
yang jangan-jangan belum pernah kau ukur
itu. Saya akan mengajakmu untuk berjalanjalan santai keliling Indonesia melalui dua
jengkal yang jauh itu.
***
Indonesia kita adalah dua jengkal yang
memang jauh. Pikiran menciptakan nalarnalar, dan nalar, katanya memberikan banyak
ke m a j u a n . I n d o n e s i a d i ke p u n g o l e h
kecemasan-kecemasan akan masa depan.
Anak-anak kecil masih sekolah, meski banyak
dari mereka yang dak sekolah (entah atas
alasan tak ada biaya atau memang anaknya
yang bandel). Yang masih sekolah, banyak
yang dak bisa menjadi anak kecil dengan ar
yang sesungguhnya. Anak kecil diciptakan
oleh tayangan televisi dan drama-drama
Korea. Imajinasi mereka mandeg daripada
lm-lm roman s dan lm-lm horor yang
semurah kolor.
Indonesia memang sedang dalam
kecemasan. Anak-anak kehilangan masa
mereka. Media-media menghilangkan
mereka ap harinya. Tiap yang merangkak di
otak mereka, diciptakan oleh dunianya yang
kini bias; bias antara dunia dewasa dan dunia
anak kecil. Tak ada lagi kata sahabat. Anak
kecillaki-laki dan perempuansekarang

06

telah berani beradegan seper dalam lm


Korea. Inilah zaman di mana anak-anak
dihilangkan. Rilke, seorang penyair itu,
memekik keras lewat mulut Goenawan
Mohamad:
sebab telah kita balikkan arah anak-anak
memandang
Hingga mereka menatap ke belakang, ke arah
apa yang mapan
B u ka n ke s a n a y a n g t e r b u ka , y a n g
tersembunyi
Dalam tatapan hewan: bebas dari kema an
Dan hampir ap hari kita menyaksikan anakanak yang dihilangkan
Lain daripada itu, yang muda banyak yang
keliru. Masa mereka mundur satu dekade,
atau bahkan maju dua dekade. Banyak dari
yang muda berlaku laiknya anak-anak. Dunia
mereka diciptakan oleh kekonyolan yang
berbahaya. Membunuh teman sebaya boleh
jadi adalah hal yang lumrah dan sah
dilakukan. Memperkosa teman perempuan
sepermainan bukanlah suatu hal yang
menakjubkan. Banyak dari mereka yang
menjalani lelucon orang tua. Tentang
permainan pu-menipu; tentang permainan
suap-mensuap; tentang cuci-mencuci uang
negara; tentang seabrek kebusukan akal
orang-orang dewasa yang nakal.
Inilah dia akal. Ia banyak menciptakan dunia
tapi lebih banyak melenyapkan kehidupan.
Belum lagi melihat kelakuan-kelakuan orangorang dewasa. Dunia mereka mundur entah
berapa dekade. Mereka inilah yang banyak
menciptakan dunia generasi sebelumnya;
banyak pula menghancurkan kehidupan
generasi setelahnya. Mereka yang dewasa ini
telah kehilangan kebijaksanaan hidup.
Mereka enggan belajar dari 'Ajaran Hidup'
seper yang dipekikkan oleh Sapardi Djoko
Damono:
jika ada jenazah lewat

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Analisa Nusantara
sini;
ada yang masih ingin kupandang
yang selama ini senan asa luput;
sesaat adalah abadi
sebelum kausapu tamanmu se ap pagi

hidup juga telah mengajarimu merapikan


rambutmu yang sudah memu h
membetulkan letak kacamatamu
dan menggumamkan beberapa larik doa
jika ada jenazah lewat
agar masih dianggap menghorma
lambang kekalahannya sendiri
Mereka yang dewasa ini banyak melupakan
batu nisan. Mereka alpa bahwa: hidup
hanya menunda kekalahan. Mereka semakin
lagi lupa bahwa mereka terlalu tergesa-gesa
dan gegabah; dunia yang mereka ciptakan
sendiri ternyata telah menghancurkan
generasi sesudahnya. Jika mereka tetap tak
menyadari: Dunia anak kecil dan dunia anak
muda telah berubah menjadi dunia mereka.
Dan sebaliknya; dunia mereka telah berubah
menjadi dunia anak kecil dan dunia anak
muda. Kita cukup priha n dengan hal ini. Tapi
benarkah 'cukup' adalah jawaban?
***
Puncak dari semua kelampusan dunia kita
adalah semakin banyaknya sesuatu yang tak
bisa dijelaskan. Tak bisa dijelaskan; sebab
antara tak patutnya kata-kata mewakili
kegelisahan kita, atau kata-kata benar-benar
tak mewakili apapun dari ha kita. Mari, saya
ajak lagi kamu, kali ini bukan untuk keliling
Indonesia. Tapi kali ini, mari keliling dua
jengkal yang jauh itu. Mari kembali pada
nurani, kembali pada ha . Tentu, tak
bermaksud mewartakan kema an otak.
Tentu hanya bermaksud mengabarkan bahwa
otak, tetaplah berada dalam ranah dan
fungsinya. Biarkan ha , lagi dan lagi, bicara
dalam hal ini.
Jika otak tak mampu menjawab kegelisahan
kita, serahkanlah pada ha . Jika otak kita tak
menger kenapa semua kebusukan dunia kita
bisa terjadi, pasrahkan pada ha . Biarkan,
untuk kesekian kali, ha yang berkata.
Serahkan pada ha , seper yang terwakili
lewat puisi Sapardi Djoko damono ini:
ha ku selembar daun
melayang jatuh di rumput
nan dulu, biarkan aku sejenak terbaring di

Ha , seper kata Al-Ghazali, adalah sebuah


kelembutan yang berorientasi ketuhanan. Ia
tak hanya memadang luas dunia, tapi juga
memandang kebesaran ilahiyyah. Ia tak
hanya mampu menentukan benar atau salah,
tapi juga menuntun pada jalan pasrah.
Serahkan semuanya pada ha . Tidak
kebusukan yang kita saksikan di muka, dak
pula kebusukan yang luput dari mata kita.
Serahkan semuanya. Tak terkecuali. Tanpa
kata 'tapi'. Serahkan. Serahkan. Serahkan.
Masalah Indonesia kita sesungguhnya tak lain
adalah masalah ha . Otak benar-benar
mampu menciptakan dunia. Mampu. Tapi
ha yang lebih mampu menjaga kehidupan.
Otak yang berambisi menguasai dunia. Tapi
ha yang dengan tulus mengurus kehidupan.
Krisis mental. Ya, krisis ini yang tengah kita
hadapi. Bukan rahasia. Sungguh bukan. Kita
telah mengetahuinya. Lewat zaman yang
bergerak cepat ini, lewat ap de k yang
menjadi berita ini, semua semakin jelas. Bullym e m b u l l y j a d i b u d a y a . Ya n g d a k
sependapat, pantas mendapat cemooh. Yang
baik, tak kalah pantas dilecehkan. Dunia jadi
tumpang- ndih. Dunia jadi entah!, jika kata
lain tak mampu mewakili kekacauan (chaos)
itu.
Tak perlu banyak teori dan konsep. Tak perlu,
kegelisahan harus dioba dengan sebuah
ketulusan yang mulai memudar dan
digan kan dengan kapitalisme di segala
bidang. Kehidupan harus memulai langkah
baru dan mengambil jejak yang juga baru.
Sungguh, seper memulai-memulai hal yang
lainnya, memulai dari yang pernah ada lebih
sulit daripada memulai yang sebelumnya
belum pernah ada. Inilah masa di mana,
seper pekik penyair Masisir, Mochammad
Mundir Ikhsan: duka ada lagi dikisahkan
airmata dan kema an memang takdir logika.
Tabik. []

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

07

Timur Tengah

Masisir 'Melek' Mesir (?)


Zulfah Nur Alimah

elek adalah suatu keadaan di


m a n a ke d u a m ata te r b u ka ,
melihat apa yang ada di depan
kedua mata dan juga sekitarnya. Melek sering
kali digunakan dalam konteks kesadaran, di
mana seorang yang 'melek' adalah seorang
ya n g d a k h a nya m e l i h at , ta p i j u ga
mengetahui, menyadari dan memahami. Dari
sini, kita dapat mengatakan bahwa 'melek'
memiliki beberapa tahap fase. Dan melihat
adalah fase paling awal, yang mana seseorang
h a r u s m e n u j u ke fa s e b e r i ku t nya ;
mengetahui, menyadari dan memahami,
sehingga ia dapat dikatakan benar-benar
'melek'. Tapi terkadang dan tak jarang, kita
temui orang yang mencukupkan dirinya pada
fase awal dan berhen di situ. Dan menjadi
sebuah pertanyaan menarik; apakah Masisir
'melek' Mesir?
Pertanyaan di atas bukanlah pertanyaan yang
bersifat jus ce ataupun vonis, tapi ia tak lain
merupakan pertanyaan reek f. Biar masingmasing kita, sebagai Masisir, yang menilai
bagaimana pertanyaan tersebut harus
dijawab, apakah dengan kata 'iya' atau ' dak'.
Baik, kita akan mengawali dengan isu paling
hangat yang ada di Mesir: laku ekstrimisme
dan terorisme di utara Sinai. Pada awal bulan
ini, presiden Mesir, Abdul Fa ah Al-Sisi,
membentuk pasukan khusus yang terdiri dari

08

anggota militer dan kepolisian, untuk


menghadapi kaum takriyyah yang gencar
melancarkan serangan pengeboman di utara
Sinai. Kelompok ini disebut-sebut sebagai
anshr al-bait al-muqaddas, yang menginduk
pada gerakan Al-Qaeda. Dikabarkan juga
bahwa kelompok ini telah membaiat Abu
Bakar Al-Bagdhadi sebagai pemimpin
mereka. Ia adalah pemimpin gerakan ISIS,
dan mereka bergabung pada gerakan yang
telah diancam oleh hampir seluruh negara.
Apakah kita tahu?
Laku ekstrim dan terorisme dak hanya
terjadi di utara Sinai. Beberapa waktu lalu,
tepatnya pada tanggal 6 Februari, terjadi
sebuah pengeboman di sebuah taman
bernama Khalidin, di Iskandariah.
Sebelumnya, tepat pada tanggal revolusi
Mesir, di mana rezim Mubarak runtuh, 25
Januari lalu, terjadi sebuah kerusuhan antara
aparat kepolisian dan kaum ekstrimis di
depan Carrefour. Kelompok ini juga membuat
ke r u s u h a n d i M a t h a r i y y a h , d e n g a n
mengepung sebuah bus biru yang merupakan
transportasi umum milik negara, merusaknya
dan menghancurkan kaca bus tersebut. Laku
onar semacam ini tentu meresahkan berbagai
pihak maupun kalangan tertentu, termasuk
pemerintah Mesir dan mendorong mereka
untuk melakukan sesuatu untuk langkah yang

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Timur Tengah
solu f. Sebagai permisalan, presiden Mesir
menyerukan pembaharuan wacana
keagamaan dan memandatkannya kepada
syeikh Al-Azhar, Ahmad Thayyib. Begitu juga
Mu i Mesir, Syauqi 'Allam, bekerja sama
d e n g a n A l - M i s y r i A l -Ya u m u n t u k
menerangkan kepada publik ajaran Islam
yang moderat, penuh toleran dan cinta
perdamaian. Apakah kita tahu?
Bagaimana otoritas Mesir dalam menghadapi
konik Mesir-Ethiopia yang dilakukan dengan
cara diplomasi merupakan hal yang patut
diacungi jempol. Sang presiden ditemani oleh
uskup Thowadros, diibaratkan layaknya
seorang syeikh bagi para penganut kop k
ortodoks di Mesir, menyambut kedatangan
para uskup dari Ethiopia untuk membahas
sengketa sungai Nil antara dua negara
tersebut. Sungai Nil bagi Ethiopia adalah
sumber pengembangan negara, sedangkan
bagi Mesir, Nil adalah sumber kehidupan. Tapi
kedua negara berhasil memendam egoitas
masing-masing dan dapat berbagi. Karena
sungai Nil adalah anugrah yang Tuhan berikan
untuk seluruh makhluknya. Dan juga, pada
abad sebelum Masehi, kaum ortodoks
Ethiopia sudah menjalin hugungan yang erat
dengan kaum ortodoks Mesir. Apakah kita
tahu?
Pemadaman listrik bergilir yang dilakukan
oleh pemerintah pada musim panas lalu,
dak akan terulang pada musim panas yang
akan datang. Pemerintah telah berjanji
bahwa tak akan ada gelap pada musim panas.
Salah satu upaya ini dilakukan dengan
menambah daya Megawa di beberapa
stasiun pemasok listrik. Dan jika harga-harga
naik, kita tak perlu kaget. Hal ini dikarenakan
krisis, di mana mata uang Mesir anjlok dan
nilai mata uang dolar naik. Apakah kita tahu?
Pemaparan di atas adalah beberapa potret
gambar dari beberapa fenomena yang ada di
Mesir. Sebagaimana kita jelaskan di awal, agar
masing-masing dari kita yang menjawab
'apakah kita tahu?' Yang jelas adalah bahwa
kita, terlepas apapun statusnya; pelajar
ataupun pekerja, sedang berada di Mesir,
baik ruhani maupun jasmani. Sebagai pelajar,

kita dak hanya datang untuk bertemu dan


menimba ilmu dari para ulama Mesir, tapi
kita, mau tak mau, akan bersinggungan
dengan masyarakat lokalnya, peraturan
negaranya dan juga koniknya. Sangat
disayangkan, jika ilmu tentang kehidupan
yang berserak di depan kedua mata kita,
hanya menjadi tontonan yang kita lihat, tanpa
kita ketahui dan pahami lebih jauh.
Barangkali, ilmu tersebut dapat kita jadikan
sebagai bahan perbandingan ataupun
referensi saat kita pulang ke tanah air suatu
saat nan .
Adalah hal yang wajar, ke ka para kerabat
ataupun kawan bertanya kepada kita tentang
keadaan ataupun peris wa yang terjadi di
Mesir. Karena menurut mereka bahkan
siapapun itu, termasuk diri kita sendiri,
keberadaan jasmani di suatu tempat adalah
dalil meleknya seseorang tentang tempat itu.
Dan akan terdengar lucu, ke ka jawaban yang
kita lontarkan adalah gelengan kepala alias
dak tahu. Tentu saja, hal ini bukan menjadi
alasan dasar 'mengapa kita harus tahu', lebih
dari itu, karena ke daktahuan kita bisa
berakibat fatal untuk keselamatan diri kita
sendiri. Katakanlah misalnya, ke ka kita
sedang pergi ke suatu tempat, dan kebetulan
kita dak 'melek' bahwa tempat itu sedang
rawan terjadi kerusuhan ataupun bentrokan,
bisa-bisa kita menjadi korban dengan dua
kemungkinan; terluka ataupun tewas. Nama
dan foto kita akan terpampang di lembaran
berita Koran, di mana di situ tertulis 'seorang
warga asing menjadi korban; 'saya dak tahu'.
Untuk menjadi 'melek', kita bisa melakukan
beberapa hal. Di antaranya, berkomunikasi
dan bertanya langsung dengan warga lokal
Mesir, membeli koran yang hanya berharga
satu setengah pound, ataupun membuka
situs berita yang sudah banyak tersedia linknya di internet. Di zaman modern yang
ditandai dengan kemajuan pengetahuan dan
teknologi, rasanya, daklah sulit untuk
menjadi 'melek'. Dari sini, sudahkah Masisir
'melek' Mesir? Jika sudah, sudah sampai
tahap mana Masisir 'melek'? Hanya kita yang
bisa menjawab. []

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

09

Opini

Sudah Saatnya Masisir di-Bedol (?)

Rizki Fitrianto

esir dikenal dengan negeri seribu


menara yang memiliki berbagai
macam keindahan alam dan
monumen termegah di dunia dengan piramid
dan peradaban kunonya. Secara geogras
terletak di kawasan Timur Tengah dan
merupakan salah satu negara berkembang di
benua Afrika. Terlepas dari keindahan negeri
seribu menara tersebut, rasanya kurang
lengkap kalau kita melupakan yang satu ini,
Al-Azhar. Ya Al-Azhar adalah universitas yang
terkenal sebagai universitas pertama kali di
dunia, walaupun ada yang mengatakan
bahwa Al Azhar merupakan universitas kedua
setelah Al-Karaouine University. Akan tetapi
orang banyak mengira bahwa Al-Azhar lah
universitas yang pertama kali berdiri. Terlepas
dari yang mana yang lebih dulu berdiri, di situ
teramat banyak pendapat, sehingga kawankawan bisa menelaahnya lebih dalam.
Universitas yang satu ini telah diisi dengan
berbagai mahasiswa dari berbagai negara,
bermacam adat dari berbagai suku, begitu
pula dengan sifat manusianya yang berbedabeda. Mereka berkumpul di salah satu
perguruan nggi yang masih menjaga sistem
kunonya dan selalu menjaga ke-wasathiyahannya, yang merupakan manhaj Azhar itu
sendiri.
Berbicara mengenai mahasiswanya yang
pada umumnya merupakan anak muda yang
masih semangat untuk mengetahui banyak
hal, yang masih memiliki ghiroh untuk
merubah dunia dan yang selalu berambisi
untuk dak kalah dari siapapun dan selalu
merasa bahwa diri tersebut selalu kurang dan
kurang. Kata mahasiswa itu sendiri berasal
dari 2 kata maha yang berar besar,
sedangkan siswa yang berar murid.
Sehingga ar dari mahasiswa itu sendiri
murid yang besar. Nah kata besar bisa
diar kan dengan besar ingin tahunya dalam
h a l a p a p u n , b i s a j u ga b e s a r d a l a m
emosionalnya, atau lain sebagainya. Nah kata
muda bisa kita sandarkan ke-mahasiswa
pada umumnya, karna rata-rata dari

10

mahasiswa pada umumnya adalah anak-anak


muda, meskipun dak dipungkiri sebagian
dari mereka ada yang sudah berumur.
Masisir sebuah kata yang dak asing lagi
didengar oleh telinga kita semua atau
mahasiswa Indonesia yang berada di Mesir.
Akhir-akhir ini kita banyak mendengar, bahwa
Masisir yang dahulu atau bisa disebut Masisir
yang sudah lama berada di Mesir, bisa juga
disebut mereka adalah orang-orang turots.
Dalam ar an orang-orang lama itu berbeda
dengan Masisir saat ini atau sebut saja
dengan Masisir baru. Dan hal ini dak bisa
dipungkiri, bahwa sebagian dari realita
kehidupan Masisir lama dengan Masisir baru
tersebut bergeser, meskipun ada kesamaan
antara Masisir lama dengan Masisir baru.
Terlebih atas semua hal tersebut, Masisir
lama maupun baru memiliki segi posi f
maupun nega f. Nah dari sini muncul sebuah
pernyataan perlukah bedol Masisir itu di
lakukan?
Sebelum menelaah lebih dalam lagi, harus
dipahami terlebih dahulu apa ar kata
bedol tersebut. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia (KBBI), ar kata bedol itu sendiri
yaitu cabut, adapun untuk ar bedol desa,
yaitu pemindahan suatu desa ke tempat lain,
atau disebut juga transmigrasi. Kata bedol
di sini bukan bera apa yang ada di atas, akan
tetapi yang dimaksud bedol Masisir di sini
yaitu, perlukah diadakannya pemindahan dari
Masisir yang lama ke Masisir yang baru, dari
segi kehidupannya atau pendidikannya dan
lain sebagainya yang sekiranya hal tersebut
perlu untuk dirubah. Kalapun hal tersebut
dianggap perlu, apakah merubah semua hal
posi f maupun nega f yang sudah Masisir
lama perjuangkan untuk generasi berikutnya?
Atau sebagian dari segi nega fnya saja?
Tentu merubah dari sisi nega fnya saja,
kalaupun hanya memahami untuk merubah
dari Masisir yang lama ke-dalam Masisir yang
baru, pernyataan tersebut, seolah-olah
Masisir lama terkesan kurang baik dan perlu
untuk diadakannya pembedolan. Dan hal ini

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Opini
akan memberikan kesan nega f terhadap
Masisir lama. Akan sangat naif, jikalau rasanya
melupakan peran orang-orang terdahulu
(Masisir lama), bahkan merekalah yang
berjuang ma -ma an untuk regenerasi
Masisir di masa mendatang. Contoh saja
mereka yang selalu memberikan arahanarahan kepada anak-anak baru, mereka yang
is qomah membimbing untuk selalu belajar
dan talaqi, begitu juga bimbingan muqoror
dan juga masih banyak hal yang seharusnya
mahasiswa lakukan pada umumnya.
Peran mahasiswa pada umumnya, mereka
yang dak keluar dari koridor kemahasiswaan
dan selalu sadar benar bahwa dirinya
(Masisir) sadar sebagai mahasiswa. Atau
mungkin kita sadar bahwa diri ini sebagai
mahasiswa, akan tetapi kalah dengan
keadaan yang terkadang keadanlah yang
memaksa untuk lupa bahwa diri ini sebagai
mahasiswa. Atau memang sengaja
melupakan peran dari mahasiswa yang
seharusnya dilakukan. Kalau yang seper ini
harus bahkan wajib dilakukannya bedol
Masisir karena sudah melenceng dari tujuan
yang seharusnya dilakukan.
Di sinilah peran pen ng Masisir baru untuk
melengkapi sesuatu yang dianggap kurang
dari Masisir lama dan juga meluruskan dari
sesuatu yang melenceng. Bukan bera hanya
memberikan laqob kepada Masisir lama
dengan suatu yang nega f. Sering dijumpai
bahwa Masisir baru atau yang sekarang pada
umumnya lebih bersifat individualis. Hal
seper ini bisa dilihat dari ke ka suatu
lembaga atau kekeluargaan mengadakan
suatu acara, dak sedikit dari mereka yang
dak hadir. Entah hal tersebut dikarenakan
padatnya jadwal yang dimiliki oleh mahasiswa
tersebut atau sebenarnya mereka yang
kurang minat dengan acara yang sudah
diselenggarakan oleh lembaga tertentu. Ada
p u l a m e re ka ya n g d a k m e n g h a d i r i
dikarenakan berbenturan dengan jadwal lain.
Maka hal yang demikian dak begitu
dipermasalahkan jika masih dalam ruang
lingkup yang posi f.
Sedang yang sedikit dipermasalahkan adalah

mereka yang dak mau ikut andil dalam


memajukan kualitas Masisir saat ini.
Sedangkan Masisir baru, maukah diajak untuk
ikut andil dalam meningkatkan kualitas
Masisir? Atau malah menghambat dalam
peningkatan kualitas? Di sinilah peran Masisir
baru untuk merubah yang sudah saatnya
untuk dirubah dan mau memberikan
kontribusi untuk Masisir yang lebih baik.
Sedangkan mereka yang sudah lama atau
mereka yang sudah melupakan orientasi
sebagai mahasiswa yang sebenarnya, maka
alangkah baiknya mereka mencoba
kehidupan baru. Supaya mahasiswa baru
dak terkontaminasi dari hal nega f yang
masih mengakar pada kehidupan Masisir.
Sehingga peran Masisir baru bisa
mensterilkannya. Dengan cara, Masisir baru
bisa melakukan ak tas yang mendukung
dengan keilmuannya atau hal-hal lain yang
pas masih layak disebut sebagai mahasiswa,
bukan mahasiswa yang perlu dibedol.
Sebagai mahasiswa Al-Azhar -entah mau
menyadari peranya atau malah melupakanseyogyanya kita sadar dan benar-benar
memahami bahwa kita berada dalam rotasi
sebagai mahasiswa. Perlu menyadari bahwa
yang membuat kita masih berada di Mesir,
dak lain kecuali hanya Al Azhar. Mereka yang
mau berpuluh-puluh tahun berada di Mesir,
entah mau apa kegiatannya, asal hal tersebut
masih mendukung untuk memajukan kualitas
Masisir saat ini dan yang akan datang, dan
juga membantu generasi muda untuk
melangkah yang berujung kepada kesuksesan
dan membimbing kepada kebaikan, maka
dirasa yang seper ini dak perlu diadakanya
pembedolan. Masisir baru, yang mungkin
s u d a h s e r i n g m e n d e n ga r ka i d a h a l
mufadzatu 'ala al qadm al shli wa al
akhdzu bi al jadd al ashla maka ke ka
sudah paham dengan kaidah tersebut, dak
perlu khawa r untuk tantangan yang akan
datang, yang pas , sudah mempersiapkan
bagaimana menanggulanginya. Selanjutnya
tantangan yang paling besar adalah yang
datang dari diri masing-masing se ap
individu. []

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

11

Kajian

Bedol Masisir;

Polemik Integrasi Perubahan Tradisi ke Arah Baru


Choiriya Sana

Prolog
Masisir, sejak adanya sampai sekarang
memang tak pernah habis untuk dibahas,
dikaji, diperbincangkan sampai dijadikan
bahan peneli an. Sebut saja sebagai miniatur
masyarakat Indonesia. Dinamika perubahan
yang cukup pesat bersamaan dengan
perkembangan zaman yang ada, menjadikan
Masisir selalu menarik untuk dibahas. Masisir
dengan sejuta warna karakter dan
kompleksitas kehidupannya, dari se ap masa
yang berbeda selalu menawarkan
pergeseran-pergeseran sosial yang perlu
untuk diselami agar pada akhirnya dak
menimbulkan kesenjangan sosial di Masisir.
Masisir dan organisasinya, sebut saja PPMI
(Persatuan Pelajar dan Mahasiswa
Indonesia), adalah organisasi ter nggi yang
m e n a u n g i b e b e ra p a o r ga n i s a s i d a n
ko m u n i ta s d i M a s i s i r . B e r m u l a d a r i
serentetan kegiatan PPMI yang ditujukan
kepada anak baru kedatangan tahun 2014:
dari bimbingan, pembekalan dan pengajian
hingga dauroh, kesemuanya mengarah pada
pengembangan akademik pelajar. Salah satu
yang cukup menonjol adalah kegiatan dauroh
yang dilaksanakan bertepatan dengan masa
ujian mahasiswa Al Azhar. Dauroh ini
bertempat di Alexandria dan Kairo. Maba
(mahasiswa baru) diberikan pilihan untuk
mengiku dauroh di salah satunya: di
Alexadaria dan di Kairo. Inilah kegiatan maba
yang dak ditemui di periode-periode PPMI
sebelumnya. Sebagai lembaga ter nggi
mahasiswa, kesan PPMI ingin membenahi
generasi Masisir pun tak terelakkan. Wacana
ini hadir begitu saja dari beberapa Masisir.
Kemudian, jika hal ini merupakan upaya

12

perubahan, pembenahan karakteris k untuk


Masisir yang lebih baik, lebih bermartabat
dengan merubah sejak sedini mungkin pada
diri generasi baru yang siap berbaur atau
membaurkan diri di tengah-tengah
kehidupan Masisir yang telah ada. Dengan
is lah yang lebih sarkasme, bedol Masisir,
mengindikasikan keinginan besar dari PPMI
dalam melakukan perubahan karakter
generasi untuk Masisir baru dari Masisir lama.
Masisir lama vs Masisir baru. Maka se daknya
perlu diulas dan di njau lebih dalam 'Masisir'
itu, berikut beberapa capaian yang telah
dihadirkan Masisir lama.
I
Is lah bedol Masisir yang diangkat,
mengadopsi dari is lah bedol desa. Dalam
KBBI, bedol desa berar pemindahan seluruh
penduduk desa ke tempat lain. Dan bedol
desa ini biasanya dilakukan karena ada
bencana alam besar atau dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dengan memberikan kesempatan
untuk merubah nasib. Maka makna bedol
dikaitkan dengan Masisir menjadi suatu
bentuk upaya pembenahan, perbaikan yang
dilakukan oleh pihak tertentu untuk Masisir
dari segala kebiasaan yang kurang baik
bahkan sudah masuk kategori sangat buruk.
Termasuk hal yang sudah mengakar dalam
diri se ap individu Masisir pada khususnya
dan kehidupan Masisir pada umumnya.
Sehingga terwujudlah Masisir yang sadar
akan tanggungjawab kemahasiswaannya.
II
Masisir dengan segala kompleksitasnya,
memiliki ga orientasi paling mendasar, yaitu:

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Kajian
study oriented, organiza on oriented dan
business oriented. Pertama, study oriented;
adalah Masisir yang fokus dengan dunia
perkuliahan dan keilmuan lainnya yang dapat
mendukung kemajuan keilmuannya serta
menunjang dunia perkuliahannya. Biasanya
mereka mencari kesibukan di luar bangku
kuliah yang masih berbau keilmuan. Seper
mengiku talaqi yang diampu oleh beberapa
syeikh Azhar atau mengiku kajian keilmuan
dan mengiku dauroh tahsin atau tahdz.
Kedua, organiza on oriented; adalah Masisir
yang sibuk atau menyibukkan diri di dunia
organisasi atau kepani aan, baik dari
kekeluargaan, ormas, almamater atau PPMI.
Ke ga, business oriented; adalah Masisir yang
berorientasi atau mengorientasikan dirinya
dalam dunia bisnis. Biasanya mereka adalah
mahasiswa yang hidup dengan keterbatasan
biaya, sehingga perlu kuliah sambil bekerja
untuk mencukupi kebutuhannya di sini. Atau
ada juga yang memang berlama-lama di sini
dengan menanam saham di beberapa
tempat untuk dunia bisnisnya. Kelompok
yang seper ini bisa diasumsikan, bahwa
mereka di sini dak lain adalah bekerja untuk
masa depan kehidupannya atau untuk
mencukupi kebutuhan keluarganya karena
tuntutan peran sebagai kepala keluarga yang
diembannya.
Sebelum melangkah lebih jauh tentang
pembahasan antara Masisir lama dan Masisir
baru, perlu adanya penjernihan antara
keduanya. Penjernihan baik dari segi
kebiasaan atau tatanan sosial yang ada dan
kurun waktunya. Agar apa yang diwacanakan
yang kemudian dijadikan pembahasan yang
panjang lebar ini, mempunyai pijakan yang
pas . Bukan sekedar tentang sebuah sebutan
atau is lah yang digunakan (Masisir lama dan
baru), melainkan tentang bagaimana kedua
is lah itu diis lahkan. Pertama, wacana yang
diis lahkan dengan 'bedol Masisir' hadir dari
akhir tahun 2014 sampai sekarang. Lebih
tepatnya, sekitar sebulan setelah kedatangan
mahasiswa baru, sejak diadakannya beberapa
kegiatan yang bersifat akademis selagi maba

menunggu kepas an dauroh lughoh. Maka


sebut saja, Masisir baru adalah mereka
mahasiswa baru kedatangan tahun 2014.
Selanjutnya yang kedua, Masisir lama adalah
mereka mahasiswa yang telah ada dan
menghiasi kancah dunia Masisir sejak
sebelum tahun 2014. Kurun waktu Masisir
lama memang menjadi lebih dak bisa
dipas kan daripada Masisir baru, karena
anggap saja Masisir dan kompleksitas di
dalamnya merupakan hasil daya cipta dan
prakarsa orang-orang lama/Masisir lama.
Sehingga terwujudlah tatanan sosial Masisir
yang sekarang bisa dinikma bersama.
Terkesan dak setara memang, perihal
penjernihan kurun waktu antara keduanya
dengan pembahasan atau data yang akan
menjadi pembanding, tapi inilah adanya.
Jika yang menjadi permasalahan bedol
Masisir adalah bermula dari kebiasaaan
buruk Masisir lama yang telah menjamur dan
mengakar sebagai sebuah kelaziman, meski
dari beberapa individunya, banyak
menyelesaikan strata satu/S1 dalam jangka
waktu lebih dari standar, tetap dianggap
problem dalam is lah bedol Masisir. Sehingga
kesan yang didapat adalah memberikan
pengaruh buruk kepada generasi baru dalam
proses regenerasinya dan menelurkan lulusan
Timur Tengah Mesir yang kurang kompeten
dalam bidang akademik. Maka, kembali kita
perlu menyelami lebih dalam realita Masisir
lama agar dak melulu mendapatkan
sambutan nega f. Karena bedol Masisir
sendiri berkaca dari realita Masisir lama.
Dua objek yang menjadi fokus pembahasan
kajian adalah perihal organisasi dan
akademis. Pertama, organisasi; menurut hasil
riset tentang Ak tas Kampus Dan Luar
Kampus Mahasiswa/i Indonesia Di Mesir yang
dilakukan pada 25-30 Maret 2014,1 Masisir
ak f di organisasi dengan hasil prosentase
45% dan kadang-kadang ak f dengan
prosentase 37%, selebihnya dak ak f dalam
organisasi. Maka dari hasil riset ini, se daknya
82% Masisir berorganisasi, melipu yang

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

13

Kajian
ak f, terkadang ak f dan 18% lainnya dak.
Dari sini cukup memberi gambaran bahwa
se daknya kebanyakan Masisir tetap
mempunyai kegiatan dalam organisasinya
atau komunitasnya. Se daknya mereka tetap
p u nya ke s i b u ka n s e l a i n u n t u k d a k
menghadiri muhadhoroh yang dak wajib.
Terbuk banyak ditemukan organisasi yang
m a s i h b e r ta h a n ke b e ra d a a n nya d a n
ditemukan pula komunitas-komunitas
independen yang hadir atas prakarsa Masisir
lama. Sedangkan Masisir baru nggal
menikma dan meneruskan apa yang telah
diwujudkan dan dipertahankan orang lama.
Kedua, yang bersifat akademis; poin ini
melipu perkuliahan dan lebih mengarah
pada gairah kepenulisan di Masisir yang
mencangkup keikut-sertaan dalam dunia
kepenulisan baik di forum kajian maupun
media cetak. Untuk perkuliahan, masih dari
divisi riset yang sama, Masisir yang ak f kuliah
mencapai prosentase 37%, sedangkan yang
kadang-kadang kuliah sebanyak 46% dan
sisanya dak ak f kuliah. Walaupun
prosentase ak f kuliah lebih rendah daripada
yang hanya kadang-kadang kuliah, tapi
prestasi yang diraih Masisir dalam bangku
pekuliahan masih terus mengalir dan melaju
cukup pesat. Contohnya, di tahun 2014-2015
ini, Masisir yang diwakili orang-orang lama,
akan menelurkan lebih dari ga doktor
lulusan Al Azhar. Mereka adalah Masisir lama
yang akan menyelesaikan pendidikan strata
ga/S3. Selain itu, semakin banyak Masisir
yang meraih nilai jayyid, jayyid jiddan dan
mumtaz di bangku perkuliahannya.
Kemudian mengenai gairah kepenulisan di
Masisir, bisa di lik dari penerbitan media
cetak di Masisir, keak fan dalam forum kajian
dan karya yang dihasilkan. Dari hasil riset yang
dilakukan oleh SMW (Sekolah Menulis
Walisongo) tentang media cetak dari kurun
waktu tahun 2008-2012 kepada tujuh media
di Masisir, di antaranya, A ar, Sinar, Citra,
Suara PPMI, Informa ka, Terobosan dan
Sinai, paling nggi jumlah penerbitan ada

14

pada tahun 2008. Sampai pada tahun 2012,


tujuh sampel media mengalami pasang surut
penerbitan dan kebanyakan lebih cenderung
menurun. Contoh, terobosan pada tahun
2008 menerbitkan 9, 2009/6, 2010/5, 2011/3
dan 2012/5. Selanjutnya dari tahun 20132014 terobosan menerbitkan 10.
Berikutnya forum-forum kajian di Masisir
seper di antaranya, Al-Mizan Study Club,
SASC, Lakpesdam, Pakeis, dan Fordian pun
juga mengalami pasang surut gairah
kepenulisan. Hal ini dapat dilihat dari
regenerasi anggotanya. Sampai saat ini, dari
beberapa forum kajian tersebut mempunyai
kendala regenerasi karena minimnya
mahasiswa yang mau benar-benar ak f
mengiku kajian (berkomitmen). Jumlah yang
semakin sedikit dari beberapa tahun terakhir
ini, cukup memberikan gambaran bahwa
gairah kepenulisan di Masisir cukup menurun.
Ditambah dengan perbincangan dari insan
media dalam acara memperinga edisi ke100 bule n Prestasi beberapa waktu lalu yang
dilaksanakan di Aula Griya Jateng, mereka,
perwakilan Prestasi, Terobosan, Informa ka
dan Sinar menyatakan bahwa regenerasi
selalu menjadi PR berat dan tantangan
tersendiri. Perekrutan anggota selalu
dilakukan dengan mengangkat beberapa
anggota baru untuk menjadi kru, namun tak
jarang pula hanya beberapa yang mampu
bertahan.
Meskipun kebiasaan Masisir lama yang dak
ak f kuliah atau hanya bermalas-malasan
dengan menghabiskan waktu di dunia maya
atau main game sering dielu-elukan sebagai
faktor terbesar dalam penurunan kualitas
akademis Masisir. Apalagi untuk Maba yang
sudah berbaur dan menyelam dalam
kehidupan Masisir lama, akibatnya untuk
beberapa kegiatan yang berbau
pengembangan akademik/kogni f, Masisir
cenderung dak begitu tertarik untuk
mengiku nya. Lebih daripada itu, kita dak
boleh melupakan karya-karya yang lahir dari
rahim Masisir lama. Seper belum lama ini,

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Kajian
dua karya Mohammad Yunus Masrukhin telah
hadir mewarnai kancah dunia Masisir yaitu,
Al-wujd wa az-Zamn al-Khithb as-Sh
'inda Muhyiddn Ibn Arab yang diterbitkan
oleh Mansyurat al-Jamal, Beirut, Lebanon dan
Biogra Ibn Arabi yang diterbitkan oleh
Keira Publishing, Indonesia. Selain itu salah
satu karya Kamaludin Nuruddin Marjuni Al
Bugisi yang berjudul al-Aqdah al-Islmiyah
wa al-Qadhy al-Khilyah 'inda 'Ulama' alKalm yang diterbitkan oleh Dar Al-Kotob AlIlmiyah, Beirut, Lebanon.
Keduanya 2 adalah sosok yang mewakili
Masisir lama namun mampu untuk tetap
berprestasi. Keduanya mampu membuahkan
karya besar di tengah kompleksitas kehidupan
Masisir, di tengah segala kebiasaan buruk
yang mengakar yang berulang kali dijadikan
kambing hitam untuk suatu ke dakberkembangan Masisir. Dari ulasan ini
ditemukan satu
k penemuan. Bahwa
sebenarnya problem permasalahan bukan
terletak pada suatu tatanan sosial yang telah
ada melainkan ada pada diri individu.
Bukan pernyataan bijak untuk kembali
menyalahkan suatu tatanan sosial. Karena
tatanan sosial ini yang pada akhirnya
mewujud menjadi suatu miniatur masyarakat
Indonesia di Mesir hadir atau dibangun bukan
dalam waktu sekejap, melainkan melalui
proses panjang sejak manusia Indonesia
pertama menginjakkan kaki untuk menuntut
ilmu di bumi kinanah ini. Kesalahan terdapat
dalam diri individu bagaimana menyikapi dan
menghadapi suatu tatanan sosial yang telah
ada. Merubah tatanan itu bukan perkara yang
mudah, bukan dengan hanya menggerakkan
satu generasi kemudian dapat merubah
segalanya.

memberi perubahan dengan menghadirkan


karya-karya atau prakarsa yang dapat
memberi kemanfaatan. Mahasiswa bukan
lagi pelajar sekolah dasar, sekolah menengah
atau menegah ke-atas, melainkan mahasiswa
adalah manusia yang dalam tatarannya sudah
mentas dari dunia remaja yang sarat akan
pencarian ja diri dan ke dak-pas an sikap,
dak lagi mewujud dengan mengiku arus
tren yang ada tanpa memegang prinsipprinsip pakem. Akan tetapi mentas bermakna
bisa lebih stabil dan seimbang sehingga
perubahan ke arah posi f bisa dicapai dengan
sebaik-baiknya.
Masalahnya untuk saat ini adalah bagaimana
kita sebagai mahasiswa sekaligus Masisir
membaca lingkungan sekitar kemudian
mencernanya dan mengambil sikap tegas atas
diri kita. Mau menjadi apa atau seper apa?
Itu adalah pilihan kita masing-masing. Jikalau
kita mau mengaca pada ayat al-Qur'an,
tentunya kita harus selalu intropeksi diri dan
selalu cerdas membaca situasi untuk belajar
lebih baik. Seper sejarah dan cerita dari ayat
al-Qur'an pertama yang turun berbunyi
Iqra', bacalah. Pesan ini, tentu menjadi
pijakan mendasar kita untuk
mengembangkan pribadi lebih baik untuk
tetap belajar dan membaca keadaan. Dari
sini, pertanyaan penegas untuk kita adalah
bukankah menjadi mahasiswa berar belajar
menjadi dewasa? Yakni dewasa segala hal.
Akan tetapi, jikalau saat menjadi mahasiswa
masih terbawa arus suasana, mengalir
mengiku trend, nampaknya masih perlu
berkaca siapa diri ini sebenarnya. Karena
tanpa berkaca, kita dak bisa menembus
proses pencarian ja diri sesungguhnya.
[_enbe]
__________________

Epilog
Agent of change sebagai slogan mahasiswa
bukan hanya berar , kita sebagai mahasiswa
adalah penerus estafet bangsa atau tonggak
penerus kepemimpinan di tanah air, tapi juga
mahasiswa yang mampu berubah dan

1. Riset ini dilaksanakan oleh PCINU Mesir Reseach


Center Periode 2012-2014 dan telah dibedah pada
22 September 2014 di Aula Griya Jateng.
2. Penulis hanya mengambil dua sosok ini sebagai
contoh, meskipun masih banyak sosok Masisir
lama yang juga berprestasi dengan karya-karyanya.

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

15

Lensa KSW

Peran KSW

dalam Dinamika Masisir


Ahmad Ulinnuha

KSW

Mesir merupakan salah satu


organisasi kekeluargaan di bawah naungan
PPMI, dan PPMI sendiri adalah induk dari
seluruh organisasi yang ada di Masisir. Secara
de jure, KSW adalah sebuah organisasi
kekeluargaan yang menaungi seluruh
mahasiswa yang berasal dari Jawa Tengah dan
DIY, namun secara de facto masih ada
mahasiswa yang berasal dari luar Jawa tengah
dan DIY. Karena memang pada awal mulanya
anggota KSW memang bukan hanya orang
Jawa Tengah dan DIY saja, tapi KSW pada
waktu itu merupakan sebuah kelompok
kajian yang anggotanya berasal dari berbagai
seluruh penjuru nusantara. Pada
perkembangannya, KSW kini menjadi sebuah
organisasi kedaerahan yang di dalamnya
bukan hanya menggelu sebuah kajian saja,
tapi juga sebagai wadah untuk menyalurkan
minat dan bakat dari berbagai cabang
keahlian, baik di dunia intelektual, kesenian,
olahraga, IT maupun yang lainnya. Sampai
saat ini KSW masih menjadi sebuah organisasi
yang mempunyai anggota terbanyak. Terbuk
dengan jumlah data lapor pendidikan dari
KBRI pada tahun 2015 mencapai 333 orang,
itu mencakup seluruh anggota baik yang
masih dauroh lughoh, s1 bahkan yang pasca
sarjana.
Untuk meneruskan ide kelompok kajian di
atas, KSW mempunyai wadah kajian yang
bernama Walisongo Studi Club (WSC). WSC
dibentuk pada tahun 2013. Kajian ini dibentuk
u nt u k m ewa d a h i kawa n - kawa n ya n g
mempunyai kecenderungan di dalam dunia
kajian dan pemikiran. Adanya WSC ini sebagai
wujud eksistensi dan relevansi dari kata KSW
yaitu Kelompok Studi Walisongo dari lanjuan
ide di atas. Karena KSW terdapat kata studi,
yang bisa merepresentasikan kata studi

16

sebagai gure intelektual. Untuk acara kajian


WSC ini, proses pertama yang diajarkan
adalah meresensi sebuah buku. Di dalam
WSC kawan-kawan akan diperkenalkan dan
diajari tentang bagaimana memahami
sebuah tulisan dari sebuah buku yang
kemudian ditulis dan dipresentasikan ke
dalam forum kajian. Kemudian se ap anggota
kajian diwajibkan untuk menulis kajian
intrak f sebagai tahap lanjutan dari menulis
resensi, dan tahap selanjutnya adalah
menulis makalah grand tema besar. Untuk
pelaksanaannya, Kajian WSC berjalan selama
dwi mingguan yang waktunya se ap hari
senin. Namun, jika seandainya hari senin
semua berhalangan untuk hadir, bisa
dilaksanakan di hari lainnya sesuai situasi dan
kondisi.
Selain WSC, KSW juga mempunyai wadah di
bidang kepenulisan yang bernama Sekolah
Menulis Walisongo (SMW). Di dalam SMW
dibentuk seper halnya sekolah pada
umumnya, ada kepala sekolah, guru, ketua
kelas dan juga murid tentunya. Sekolah
Menulis Walisongo sudah berdiri sejak tahun
2012. Munculnya SMW ini diharapkan
mampu membantu menopang
perkembangan dan kemajuan bule n Prestsi
serta web kswmesir.org. Kalau kita lihat
secara seksama, SMW sekarang ini bisa
dikatakan sukses dalam programnya, yaitu
mencetak peserta didik yang mumpuni dan
berkualitas dalam dunia tulis menulis.
Terbuk dengan meningkatnya penerbitan
bule n Prestsi dan juga web kswmesir.org.
Bule n Prestsi sendiri pada tahun kemarin
mampu menjadi bule n kekeluargaan terbaik
mengalahkan seluruh bule n kekeluargaan
yang ada di Masisir. Begitu juga dengan web
kswmesir.org, sampai saat ini masih terus

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Lensa KSW
menyebarkan tulisan-tulisan, baik berupa
berita, opini atau yang lainnya. SMW, dalam
perjalanannya sendiri juga sudah
menerbitkan buku. Sekolah ini bersifat santai
dan eksibel dan tentunya dak formal
seper sekolah pada umumnya. SMW sendiri
dalam pelaksanaannya juga sama dengan
WSC yaitu dilaksanakan se ap dua minggu
sekali atau dwi mingguan, namun di sini yang
membedakan hanya harinya pertemuannya
saja. Namun yang menarik dari SMW ini
kegiatannya bukan hanya di ruangan
tertutup, terkadang juga dilakukan di luar
ruangan atau bisa disebut out bound.
Selain komunitas tulis-menulis dan kajian
(dunia Intelektual), KSW juga mewadahi dan
memfasilitasi minat-bakat semua
anggotanya. Seper Seni. KSW mempunyai
berbagai kelompok seni, seni musik, seni
pantomime dan lain sebagainya. Dalam seni
music, KSW mampu mengorbitkan tunastunas baru untuk masa depan, terbuk
dengan adanya beberapa band yang tampil
pada acara atau event-event tertentu seper
acara bulanan Khatulis wa Monthly Cafe
(KMC). Sebuah event baru atau wadah bagi
M a s is ir u nt u k m en a m p ilka n s elu r u h
krea tas seninya tanpa terkecuali. Yang
mana acara ini dilaksanankan hari kamis
malam se ap akhir bulan. Untuk bidang seni
ya n g l a i n nya , K S W m e m p u nya i s e n i
pantomim yang bernama Koepadja. Koepadja
sendiri sering mendapatkan undangan di
berbagai event acara KBRI, selain Koepadja
sebagai seni pantomim yang unik dan
menghibur Koepadja juga merupakan satusatunya pantomim yang ada di Masisir.
Hampir diberbagai ajang pertunjukan seni,
K S W hampir selalu turut ak f dalam
berpar sipasi.
Dalam wadah minat dan bakat yang lain, di
KSW juga ada departemen Olahraga yang
mana departemen tersebut menfasilitasi
berbagai olahraga yang populer di Masisir.
Semisal sepak bola, futsal, bulu tangkis,
basket, voli dll. Di bidang olahraga KSW bisa di
bilang mempunyai m yang di perhitungkan
dan disegani. Contoh di sepakbola, dari

sepuluh ajang Jawa Cup (ajang sepak bola


yang diiku seluruh kekeluargaan yang ada di
pulau jawa), KSW mampu menggondol
sembilan kali trophy juara. Di bidang Voli,
dalam beberapa tahun terakhir di ajang voli
antar kekeluargaan, KSW mampu membawa
pulang piala yang di selenggarakan oleh
kekeluargaan tertentu. Begitu juga dengan
bulu tangkis, m KSW hampir jadi langganan
juara di pentas olahraga ini.
Dalam semua cabang minat dan bakat yang
ada, baik dari bidang intelektual maupun yang
lainnya, semua program dan kegiatan yang
ada di KSW, SMW dan WSC, misalnya, kedua
wadah ini, hadir kepada kawan-kawan semua,
sebagai wujud dedikasi dan perjuangan KSW
untuk seluruh warganya secara khusus dan
juga untuk Masisir dan Indonesia secara
umum. Bagi siapa saja yang ingin ikut
bergabung untuk belajar di dalam dunia
intelektual maupun dunia tulis menulis, KSW
membuka pintu selebar-lebarnya, karena
KSW ingin kita maju bersama-sama, bukan
sendirisendiri demi kamajuan kita bersama,
kemajuan Masisir kita tercinta dan juga demi
kemajuan Bangsa Indonesia. []
HOTEL - AUDITORIUM PACKAGE TOUR & TRAVEL
EGYPT
Senyaman Rumah Sendiri

Facilities :
- Cool & Warm
Airconditioner
- Wi
- Breakfast
- Hot & Drink
- Kitchen
Strategic Location :
- 15 Minutes From Cairo
Airport
- Near Shopping Center
7/1 Ahmed El-zumr St.
10th District,
Block 21, Nasr City,
Cairo, Egypt
For More Information
And Reservation :
Mobile : +201158890081
Email :
griyajateng@gmail.com
Website :
www.griyajateng.com

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

17

Wawancara

Wawancara
dengan

Bapak Yunus Masruhin, MA.

(Penulis Buku Biogra Ibn 'Arobi dan Kandidat Doktor Universitas al-Azhar)

Bagaimana sejarah terbentuknya is lah


Masisir?
Sebelumnya, saya ingin mengatakan, bahwa
saya hanya seorang yang melihat fenomena
Masisir dari ruang yang aman, bukan pelaku
sejarah. Is lah Masisir sendiri muncul dari
is lah kebahasaan, dari sebuah singkatan,
yang secara kebahasaan cocok untuk
diucapkan dan meruyak menjadi is lah yang
populer. Is lah Masisir sendiri juga dak
mempunyai rumusan ideologis dan rumusan
ilmiah, kecuali kekuatannya berasal dari
aspek bahasa itu sendiri. Batas ini
memberikan pemaknaan kepada is lah
Masisir bahwa selama mempunyai
keterkaitan sebagai mahasiswa maka dia akan
dianggap sebagai Masisir.
Sedangkan mengenai asal-mula
kemunculannya, saya dak yakin, ada
seseorang yang mampu untuk menelusuri
pencetus is lah Masisir pertama kali. Karena
is lah Masisir lahir dengan sifat linguis knya;
dak mempunyai muatan ilmiah dan ideologi,
kecuali singkatan dari kata Masisir itu sendiri.
Sehingga ada semacam epistemologi break
retakan unsur sejarah.
Bagaimana dinamika Masisir dari masa ke
masa?
Menurut saya, dinamika sifatnya itu uktua f.
Dalam ilmu sosiologi, masyarakat selalu
bergerak se ap harinya meskipun pelaku
sosialnya sendiri dak merasa ada
perubahan. Berbeda dengan para pengamat
sosial, baginya, terdapat perubahanperubahan dalam dinamika sosial, baik yang
bersifat progress dan regress. Dan perubahan
ini berlaku juga untuk komunitas di Masisir:
terjadi perubahan dinamika sosial di
dalamnya.
Mengama dinamika Masisir dari masa ke
masa, bagi saya sulit untuk mengurutkannya

18

secara konkrit. Contoh saja


paling sederhana adalah
melacak dinamika masisir pada zaman gus
Mus saja, untuk saat ini sulit untuk dilakukan,
apalagi tempo dulu. Tapi kita bisa melihat
struktur Masisir itu dalam bentuk saat ini
secara topogras dari se ap karakter lapisan
yang ada di Masisir.
Dalam bayangan saya, Jika Masisir itu semakin
heterogen, semakin kompleks dan beragam,
maka ak tasnya juga semakin beragam
beserta dengan kecendrungannya, semakin
beragam pula. Perihal ini bisa dibandingkan
dengan mahasiswa yang non-Masisir,
meskipun jumlah mereka banyak tetapi
cenderung
dak kompleks dan beragam.
Maka kecenderungan mereka pula pun rela f
monoton. Semisal, masyarakat Malaysia,
mereka sangat banyak, tetapi kita bisa
men pologikan mereka hanya dalam
berbagai corak. Berbeda dengan Masisir.
Misalnya, seseorang ingin belajar ilmu agama,
tetapi kualitas niatnya mempunyai intensitas
yang berbeda-beda, ada yang serius,
is lahnya bondo nekat, ada juga yang datardatar saja karena merasa sudah cukup
mapan.
Bagaimanapun ragam kompleksnya Masisir,
tetaplah ada yang bersifat ilmiah, tetapi
permasalahannya, apakah ragam yang
bersifat ilmiah ini mampu mempengaruhi
dinamika Masisir secara makro? Hal ini bisa
dilihat dari 7-10 tahun-an ke belakang, bisa
dikatakan ak tas ilmiah dan organisatoris
Masisir sangat menonjol. Tetapi dengan
membludaknya kebutuhan anak baru dan
kecenderungan seseorang untuk berla h
mandiri serta maraknya inisia f-inisia f yang
bersifat ekonomis, memunculkan gejolakgejolak baru dan membentuk gejala
kebudayaan baru dalam membentuk

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Wawancara
dinamika di Masisir. Sehingga muncul
kegiatan bersifat kebudayaan, bisnis dan halhal baru di Masisir. Apakah hal ini posi f atau
n e ga f, t e r ga n t u n g d a r i m a n a
memandangnya.
Secara keseluruhan dalam tubuh dewasa
Masisir, apakah ada kesalahan (rendahnya
minat keilmuan) dalam dinamika keilmuan
baik di Masisir lama ataupun Maba?
Ada sebuah is lah yang dinamakan syndrom
golden age bahwa se ap generasi yang lebih
tua pas mempunyai penilaian terhadap
generasinya lebih baik dari generasi
setelahnya. Tapi menurut saya, nilai dari
se ap generasi adalah sama, baik dalam
kesempatan dan kualitasnya. Hanya saja yang
membedakan adalah kemampuan dalam
mengekspos kesalahan itu. Misalnya, dahulu
seseorang dak pernah masuk kuliah maka
kesalahan ini hanya dijadikan masalah pribadi
atau jadi bahan obrolan, dak lebih.
Sedangkan sekarang, media sosial begitu
cepat dan masif mengekspos perihal itu.
Seolah Masisir hidup di rumah kaca sehingga
apapun bisa dibaca. Sehingga
ke dakberhasilannya dalam melibatkan diri
dalam akademik secara ak f ataupun di
dalam keorganisasian makro di Masisir, akan
menjadikannya sebagai tokoh Masisir yang
dur atau komunitas yang dak terbaca. Dan
fenomena ini terjadi pada Masisir lama dan
baru.
Dalam dunia keilmuan, perkembangan
teknologi memudahkan seseorang
mendapatkan informasi, dan terkadang,
seseorang menjadikannya (teknologi)
sebagai rujukan. Seberapa pen ngkah
kegiatan intelektual bagi Masisir?
Media sosial selain memberikan fasilitas
komunikasi juga memberikan dampak
signikan dalam proses komunika f dan
i n t e l e k t u a l p a d a ko m u n i t a s . Ya k n i ,
berdampak dalam membentuk pengetahuan
prak s yang mandul. Dahulu, semua
informasi dan pengetahuan dak begitu
mudah diperoleh, kecuali dengan usahausaha penalaran yang komprehensif.
Sehingga apa yang didapatkan akan benar-

benar merasuk dalam dirinya dan menjadi


suatu bagian dari cara hidupnya, misalnya
akdemik menjadi tradisi cara hidup sekarang
ini.
Karenanya, sangatlah pen ng mengadakan
kegiatan-kegiatan bersifat akademis yang
lebih dari sekedar prak s, untuk
mengembalikan kecenderungan akademis
sebagai sebuah cara hidup, bukan sebagai
penyelesaian temporer atau darurat. Untuk
mengan sipasi efek kemajuan teknologi:
maraknya plagiat yang dak mudah untuk
dideteksi, maka harus diimbangi dengan
kegiatan yang bersifat serius, ilmiah, agar
membentuk intelektual yang berkarakter.
Kalau dia adalah seorang intelektual, maka
akan membentuk pribadi intelektual yang
bertanggungjawab secara ilmiah. Berbeda
apabila dia adalah budayawan, maka akan
memperluas pengalamannya dan keorisinilan
miliknya. Dan hal itu, semakin sulit di cari di
era saat ini.
Apabila demikian bagaimana kiat-kiat untuk
menjadi Masisir yang ideal?
Menurut saya, sulit menerangkan makna
ideal itu. Karena saya adalah orang yang
realis s, yaitu bagaimana kita melihat
kemungkinan orang itu dan keadaan yang
ada. Ideal itu ar nya jauh di atas langit. Jadi
yang menurut saya, orang ideal (bagus)
adalah orang yang berhasil melalui proses
yang disadari. Orisinil di dalam berkarakter
dan mendapatkan hasil maksimal secara
maksimal pula. Oleh karena itu, saya
mempunyai semacam keyakinan dalam hal
apapun, ke ka seseorang dak mengalami
proses, dia akan cepat oleng. Maka oleh
sebab itu, laku berproses ini harus dilalui oleh
seseorang untuk bisa mencapai karakter
dirinya sehingga itu bisa dianggap sebagai
ideal. Mungkin itu ideal tapi saya dak
menggunakan kata itu. Dan terpen ng
sekarang ini adalah membudidayakan laku
berproses untuk mencapai kesadaran
mendasar sebagai Masisir. Sehingga Masisir
mempunyai karakter pribadi untuk
dipertanggungjawabkan pada komunitas.
(Bersambung ke halaman 26)

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

19

Resensi
'Bedol' Mentalitas Para Penulis Kebebasan;
Mendidik Lebih Dekat
Judul Film
Sutradara
Pemain 
Tahun Rilis
Durasi 

: Freedom Writers
: Richard LaGravenese
: Hilary Swank, Imelda Staunton, Sco Glenn, Patrick
Dempsey dan lain-lain
: 2007
: 123 menit

"Jika aku melakukan pekerjaanku (dengan


baik), mereka pas mengantri di depan
kelasku", begitulah yang dikatakan Erin
Gruwell dalam lm Freedom Writers, seorang
guru baru di SMA Wilson di kota Long Beach,
Amerika Serikat, ke ka para guru sudah
terlalu pesimis dengan para murid kelas 203
yang benar-benar dak menginginkan
pendidikan. Alkisah, sekitar tahun 1992,
kekerasan geng dan ketegangan rasial
memuncak nggi di kota Long Beach, Amerika
Serikat. Kondisi ini telah menyebabkan lebih
dari 120 orang terbunuh dan juga
menyebabkan tatanan masyarakat yang
te r ko ta k- ko ta k s e s u a i s u ku d a n ra s .
Ketegangan ini pun terbawa sampai ke
sekolah. Anak-anak geng yang tak ingin
bersekolah, terpaksa bersekolah, karena
pemerintah distrik ini menetapkan suatu
peraturan; bersekolah atau dipenjara.
Freedom Writers yang berdurasi 123 menit
adalah lm yang diambil dari sebuah kisah
nyata inspira f yang didasarkan pada The
Freedom Writers Diary, kumpulan diari
murid-murid kelas 203 SMA Wilson yang
diterbitkan pertama kali pada tahun 1999.
Film yang diliris 5 Januari 2007 ini, berkisah
tentang seorang guru muda bernama Erin
Gruwell (Hilary Swank), yang mendapatkan
kelas 203 di S M A Wilson untuk awal
pengalaman mengajarnya. Kelas 203 dak
seper kelas yang dibayangkannya. Muridmurid kelas ini kebanyakan adalah anak-anak
geng yang sudah akrab dengan kekerasan,
perkelahian, (bahkan) senjata api dan
pembunuhan di usia muda. Mereka dak
respect kepada peraturan sekolah, pelajaran,
guru dan juga pendidikan. Di dalam kelas, Erin
dapat begitu merasakan nuansa ketegangan

20

rasial. Para murid


terkotak-kotak; Oranggoogle.com
orang La n, Kamboja
(Orang Asia), kulit hitam
dan pu h.
Erin Gruwell adalah pe guru yang dak
mudah berputus asa dan pesimis terhadap
para murid yang tak sesuai bayangannya ini.
Salah satu usaha unik yang dilakukan Erin
untuk menghapus sensi fana sme ras adalah
membuat sebuah permainan dalam kelas
yang disebutnya sebagai line game. Siapa saja
yang pernah mengalami atau melakukan
se ap yang ditanyakan Erin harus maju ke
garis, maka akan mereka sadari baik kulit
pu h, coklat maupun hitam pas pernah
mengalami berbagai kebahagiaan dan
kesedihan yang sama.
Erin memposisikan diri dak hanya sebagai
guru yang menyampaikan dan menjelaskan
apa yang ada dalam buku dan selesai. Lebih
dari itu, ia berusaha menjadi sahabat untuk
para muridnya; mendengar jeritan ha dan
memahami segala lara yang mereka derita. Ia
membagikan buku tulis kosong dan meminta
para muridnya untuk menuliskan apapun
dalam buku itu se ap hari. Kemudian, jika
mereka ingin Erin membacanya, mereka
dapat menaruh buku mereka di dalam lemari
kelas yang akan selalu terbuka pada saat jam
sekolah. Pendekatan secara psikologis ini,
berhasil mengubah kelas 203 menjadi kelas
tanpa batas. Semuanya menyatu tanpa
tesekat warna kulit. Se ap orang saling
mengenal dan menyapa. Dan yang lebih
drama s, kelas menjadi rumah, di mana
se ap orang merasa aman dan nyaman
berada di dalamnya.
Sebagai seorang guru, sosok Erin menyen l

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Resensi
ke s a d a ra n s e m e nta ra o ra n g , b a h wa
kegagalan murid adalah karena kebodohan
atau ke daksiapannya. Sebaliknya, justru
semuanya kembali pada sang guru itu sendiri.
Seorang guru pantang untuk menyerah
kepada para muridnya dan memberikan
tatapan sinis seolah mereka adalah muridmurid yang tak berguna dan tak memiliki
masa depan. Sebaliknya, seorang guru adalah
yang selalu mengajarkan tentang harapan,
op misme dan rasa percaya diri. Dan hal
inilah yang dilakukan oleh Erin Gruwell. Ia
berhasil mengubah cara pandang para
muridnya, bahwa membela geng ras sampai
ma adalah bukanlah suatu kehormatan dan
dak akan ada yang mengenang karena hanya
kerusakan dari keresahan yang ter nggal. Erin
berusaha memperluas cakrawala pemikiran
mereka dengan buku-buku yang dibelinya
dari biaya kantong sendiri, karena pihak
sekolah -khususnya Kepala Staf Guru
Margaret Campbell (Imelda Staunton- dak
mau memberikan fasilitas. Ia dak percaya
pada kemampuan membaca murid-murid
berandal itu dan ia dak percaya pada mereka
karena yang sudah-sudah mereka selalu
merusak -mencoret hingga merobek- bukubuku milik sekolah.
Murid-murid kelas 203 begitu antusias
dengan kisah Holocaust, pembantaian orangorang Yahudi oleh Nazi. Mereka membaca
buku Diary of Anne Frank, buku harian yang
ditulis oleh Anne Frank, seorang perempuan
Yahudi, yang dipublikasikan oleh ayahnya
yang selamat dari pembantaian setelah
kema an Anne. Ke ka membaca sosok Anne
Frank yang mengalami dan merasakan
pedihnya penindasan, mereka seakan sedang
membaca diri mereka masing-masing.
Melihat antusiasme ini, selain mengajak para
muridnya untuk bertemu dan mengobrol
dengan para korban Holocoast yang masih
hidup, Erin berhasil mengundang Miep Gies
yang nggal di Amsterdam, wanita yang
berani mempertaruhkan nyawanya demi
menyembunyikan keluarga Anne Frank.
Film ini memenuhi kriteria standar untuk
dijadikan list lm yang wajib ditonton,

terlebih melihat realita profesi favorit di


Indonesia adalah guru. Para guru, calon guru
atau pengamat pendidikan di Indonesia dapat
belajar dari lm ini bahwa seorang guru dak
hanya harus pandai dalam pelajaran, tapi juga
harus pandai membaca situasi dan kondisi
para murid. Ia harus krea f dalam proses
mengajar dan berdialog dengan para
muridnya. Kemudian kisah Erin Gruwell ini
juga memberi sebuah pelajaran pen ng,
bahwa manusia secara tabiat, sulit membagi
kefokusan untuk dua hal secara bersamaan.
Pada akhirnya seorang harus rela
mengorbankan salah satu dari dua hal
tersebut. Dalam kasus Erin, meski ia berhasil
mengarahkan murid-muridnya, ia harus
menelan ludah menerima kenyataan
kandasnya hubungan rumah tangganya
dengan Sco (Patrick Dempsey), suami yang
dicintainya.
Dengan penataan ligh ng dan se ng yang
profesional, lm yang disutradarai sekaligus
ditulis oleh Richard LaGravenese ini, mampu
membawa penonton kembali pada tahun 90an. Misalnya saja dari gaya berpakaian yang
jadul, kendaraan jadul ataupun komputer
jadul. Dan tentu saja, hal ini menambah nilai
apik dari lm ini, terlebih sang sutradara
berhasil mengajak para korban Holocaust
yang masih hidup dan juga Miep Gies untuk
bermain dalam lm yang diliris tahun 2007 ini.
Mungkin menonton Freedom Writers ini,
akan mengingatkan kita kembali pada The
Ron Clark Story (2006) ataupun Dead Poet
Society (1989), yang juga berkisah tentang
seorang guru krea f dan inspira f. Walaupun
kebanyakan pemain dalam lm ini adalah
wajah-wajah baru dan masih terlihat sedikit
kaku, hal ini ter-cover oleh peran Hilary
Swank, yang telah memenangkan Piala Oscar
1999, Sco Glenn yang berperan sebagai ayah
Erin Gruwell, seorang aktor senior yang telah
berkarir di Hollywod sejak 1972 dan juga
Imelda Staunton yang juga pernah meraih
beberapa penghargaan. Dalam lm ini,
penonton akan mendapatkan serpihanserpihan pelajaran kehidupan.
(Bersambung ke halaman 26)

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

21

Oase

Keluarga Masisir
Mahfud Washim

Seseorang yang melanggar aturan itu


seper sampah, tapi seseorang yang
meninggalkan temannya lebih buruk dari
sampah.
Semilir udara dingin semakin larut menjadi
badai debu selama kurang lebih dua hari.
Debu-debu secara perlahan nan halus
mendarat kedalam at-at di Kairo. Hal yang
mungkin membuat sebagian ak tas masisir
dak berjalan seper biasanya. Begitupun
denganku, yang baru beberapa hari kemarin
melakukan pindahan rumah dari Qu amea ke
kawasan Hay Sabi'. Yah, pindahan itu memang
sangat melelahkan, apalagi di saat musim
dingin kembali menuju derajat rendah setelah
sebelumnya Kairo menampakkan sengatan
m e n t a r i h a n ga t nya . Ta p i s e m u a i t u
memberikan sedikit banyak pelajaran bagiku,
sebagaimana kata bijak se ap hal yang kita
lakukan pas ada hikmahnya.
Seper sebagian masisir seper umumnya
yang kurang lebih melakukan suatu ak tas
secara ter b. Tiba- ba berkat dari cuaca dan
kondisi tadi membuatku melakukan hal yang
dak biasa. Untuk itu ijinkanlah aku
mengambil kata-kata dari seseorang yang
mungkin terdengar basi di kalangan masisir,
Seseorang yang melanggar aturan itu seper
sampah, tapi seseorang yang meninggalkan
temannya lebih buruk dari sampah. Dari
perkataan ini, menghadirkan makna bahwa
ikatan pertemanan, persahabatan, apalagi
keluarga adalah harga mutlak terutama bagi
seseorang yang merantau jauh ke luar negeri.
Mungkin agak sedikit sulit jika kita memahami
kalimat diatas, karena kandungan kalimat di
atas juga seandainya teman kita melanggar
aturan. Di sini yang agak menarik, apakah kita
tetap membantu teman kita yang melanggar
aturan atau kita biarkan teman kita menerima
konsekuensi dari apa yang telah dia lakukan.

22

Mungkin dalam hal ini mengandung


pandangan antara posi f dan nega f, karena
se ap hal bisa dipas kan memendarkan dua
pandangan tersebut. Sebuah pandangan yang
berlaku di kehidupan ini, khususnya di jagat
masisir.
Membicarakan secuil tentang masisir, sangat
menarik jika kita mencoba mengobrolkan
t e n t a n g ke l u a rga - b u ka n o rga n i s a s i
kekeluargaan- di rumah masisir. Mungkin
banyak hal-hal yang dianggap aneh oleh
orang-orang yang baru datang ke Mesir.
Ke ka seseorang yang baru datang ke Mesir
dan menjadi bagian dari keluarga baru di
suatu rumah, pada mulanya seseorang tadi
akan merasa agak canggung serta butuh
waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan
keluarganya. Hal itu sesuai dengan perilaku
dan karakter pribadi masing-masing di
Indonesia dulu. Biasanya orang yang baru
datang masih terbawa euforia dan kebiasaankebiasaan dari sekolah masing-masing
dimana mereka belajar sebelumnya.
Sehingga suatu kesadaran yang cenderung
dilupakan adalah bahwa dirinya bukan lagi
seorang siswa. Belum sadar sepenuhnya
bahwa dirinya sudah naik ngkat yaitu
sebagai mahasiswa. Maka dalam ngkatan
ini, kesadaran untuk memahami orang lain
terutama orang yang lebih dewasa darinya
harus dilakukan. Jika dak, maka yang akan
terjadi adalah ke dakharmonisan dalam
keluarga. Seper , makan sendiri, masak
sendiri dan jarang menyempatkan waktu
untuk sekedar berbicang santai dengan
anggota rumah. Yang terpen ng bagi dirinya,
urusan yang berkenaan dengan dirinya
selesai, tanpa memikirkan kebersamaan
dalam keluarganya.
Seyogjanya tanpa menjudge orang baru,
ke ka seseorang sudah masuk dalam
keluarga, berpikir untuk dirinya sendiri

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Oase
s e b a i k nya d i n o m o r- d u a - ka n . Ka re n a
keutuhan serta keharmonisan keluarga
menjadi hal urgen untuk didahulukan,
walaupun sampai mengorbankan kewajiban
kita sendiri. Namun sebagaimana kalimat
yang telah disebutkan di atas, se ap hal yang
kita lakukan pas ada hikmahnya.
Apalagi akhir-akhir ini jagat masisir
digemparkan dengan munculnya komunitaskomunitas baru yang sangat menarik simpa
buat anak baru. Memang, komunitas baru itu
daklah buruk buat anak baru, tapi sebagai
seorang mahasiswa yang baik tentunya harus
pandai memilah waktu dan dak lupa dengan
urusan yang ada dalam keluarga rumahnya.
Tak lain agar seseorang dak lebih buruk dari
sampah, serta lancar dalam studi di Al Azhar;
khususnya. Cukup mempriha nkan, ke ka
aku dapat wejangan dari mas-mas yang
pernah serumah denganku mengenai betapa
misteriusnya ujian Al Azhar. Banyak
mahasiswa yang rajin kuliah, giat belajar,
bahkan yakin nan nilainya mumtaz, namun
yang terjadi saat pengumuman justru di luar
prediksi; rasib ( dak naik kelas). Sebab dari
kejadian tersebut adalah ke dakharmonisan
dalam keluarga mereka sendiri, ucap salah
satu mas yang memberi wejangan.
Yah, mungkin tadi hanya salah satu cerita yang
pernah aku dengar. Terlepas benar daknya
sebab dari kisah tersebut, hanya saja, dak
ada salahnya selain menyibukkan diri dengan
segudang ak tas, kita tetap dak melupakan
hal-hal yang bisa mempererat keharmonisan

keluarga kita sendiri, walaupun harus


mengorbankan ak vitas ru n kita. Sebab
dengan mereka lah keluarga rumah di
masisir- kita menjalani kehidupan ini bersama
sebagai mahasiswa perantauan. Karena
keluarga, kita bisa menjalani hidup dengan
nyaman penuh dengan kasih sayang. Coba
bayangkan, seandainya kita dak punya
keluarga, betapa hampanya kehidupan kita,
hidup terasa sepi, dak ada tempat buat
menuangkan cerita keluh kesah kita ke ka
ter mpa masalah.
Dan dak dipungkiri lagi, bahwa se ap insan
menginginkan keluarga yang damai nan
harmonis. Terlebih di masisir, keluarga yang
seper itu bisa terwujud apabila se ap dari
anggota keluarga saling menghargai dan
menger satu sama lain. Menjaga
kepercayaan dan komunikasi juga sangat
pen ng. Agar dak terjadi perselisihan atau
salah penger an. Terkadang bagi seseorang
yang baru masuk dalam keluarga agak sulit
untuk memahami apa yang sedang diinginkan
oleh orang yang lebih dewasa dalam
keluarganya. Jangan juga mudah
berprasangka buruk terhadap anggota
keluarga sendiri. Itu semua dak lain agar
selalu terjaga keharmonisan keluarga.
Percayalah, semua orang dalam keluarga
adalah orang yang paling baik buat kita di saat
kita jauh dari keluarga asli kita. Akhirnya,
kalau boleh memberikan kata manis buat
keluarga masisir, ijinkanlah aku menulis kalau
keluarga adalah tempat dimana kita kembali.

Express
Fotocopy

Menerima Segala Jenis Fotocopy


Mahatthah Mutsallats,
Hay Asyir
Building 102 Sweesry.
Hp. 01001726484
Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

23

Sastra
Aku dan Buku Kusam Itu
Lela Fidella

Belajarlah di waktu kecil dan amalkanlah di waktu


besar.
Kata mutiara ini yang pertama aku baca dari lembaran
kusam di perpustakaan sekolah. Buku ini ternyata
kumpulan kata mutiara entah milik siapa, buku tipis
bersampul coklat itu baru aku buka beberapa lembar.
Aku membukanya karena penasaran dengan bentuknya
yang kusam dan tak berdaya. Tiba-tiba suara serak
memanggilku, aku cari suara itu di setiap sudut
perpustakaan. Nihil. Tidak ada siapa-siapa.
Dor! Dari belakang Melna menepuk pundakku.
Tiba-tiba.
Huu, ngagetin aku aja kamu Mel, untung Aku nggak
jantungan. Kataku kesal. Melna langsung mengajakku
bertemu Bu Tuti di kantor. Bentar, Mel! Teriakku,
sayang Melna menarikku cepat sekali, tanganku tak
sempat menggapai buku kusam itu, buku itu terjatuh
dibawah meja perpustakaan.
Sampai di kantor Bu Tuti menyuruh kami membagikan
buku ulangan minggu lalu. Kebiasaanku dan Melna
mengintip nilai milik Bayu, anak paling pintar di kelas
kami. Ternyata benar nilainya sempurna. Belum sempat
ngintip punya yang lain, Bu Tuti keluar kantor seraya
berkata Eh, kalian ngapain ngintip-ngintip? Cepat
bagikan! Kami langsung berlari menuju kelas dan
membagikan hasil ulangan itu di atas meja masing
masing.
Setelah selesai membagikan buku ulangan aku teringat
dengan buku kusam tadi, aku berlari menuju
perpustakaan tanpa menghiraukan Melna. Kamu mau
kemana, Dina? Tungguin! Teriak Melna dan
kemudian mengejarku ke perpustakaan.
Kamu nyari apa sih, Din? Tanya Melna penasaran.
Buku kusam yang tadi, Mel. Jawabku.
Melna hanya melongo. Bantu cari dong, Mel!
Nadaku agak tinggi. Sayang buku kusam itu sudah
dirapihkan penjaga perpustakaan. Aku mencarinya di
setiap rak yang tersusun panjang disana, namun aku dan
Melna tak menemukannya. Aku tanyakan kepada
penjaga perpustakaan, namun bel nyaring bernyunyi
tanda istirahat selesai. Akhirnya, aku kembali ke kelas
tanpa hasil.
Di kelas, teman-teman sudah ramai dengan buku
ulangan mereka. Bu Tuti masuk dan memberi selamat
kepada Bayu karena mendapat nilai sempurna, begitu
juga teman-teman sekelas. Nilaiku hanya kurang satu
poin dari dia, tapi selalu saja Bayu yang jadi pertama.
Di sela pelajaran bersama Bu Tuti aku terpikirkan lagi
oleh buku kusam itu, aku merasa ada 'ibrah yang bisa
aku ambil darinya.
***
Sepulang sekolah aku diajak Mamak ke masjid
Baiturohman di kampung sebelah. Kata Mamak, di sana
banyak remaja sepertiku dan juga teman-teman

24

sekelasku. Sebenarnya aku malas ikut ajakan Mamak


tapi karena ada teman-teman sekelasku jadi aku ikuti
saja ajakan beliau.
Setelah ashar aku dan Mamak pergi ke masjid itu,
ternyata benar aku bertemu Melna disana. Dan kami
duduk berdampingan di dalam masjid itu untuk
mendengarkan ceramah Kyai Abdullah, beliau adalah
guru spiritual terkemuka di kampung ini. Aku dan
Melna mempersiapkan note kami untuk mencatat
singkat ceramah Kyai.
Eh, itu Bayu, Din. Melna menunjuk Bayu yang baru
datang dan duduk di barisan remaja laki-laki. Melna
memang sedang mengabsen teman-teman yang ikut
menghadiri ceramah Kyai Abdullah. Melna juga
menunjuk Bu Tuti yang hendak duduk di barisan ibuibu. Tak lama kemudian Kyai membuka ceramahnya
dengan salam yang menggugah semangat hadirin, tak
tertinggal pantun sapaan yang membuat hadirin antusias
mendengarkannya, sepertinya hadirin tidak mau
ketinggalan sedikitpun kata-kata beliau yang baru saja
melesat. Kyai Abdullah memang terkenal dengan
kedermawaan ilmu dan murah senyumnya serta tidak
membosankan dalam menyampaikan materi. Setelah itu
Kyai menyambungnya dengan puji-pujian kepada
Tuhan dan shalawat untuk Nabi. Kyai baru mulai masuk
pada isi ceramah setelah panjang lebar menceritakan
perjuangan penuntut ilmu seorang ulama besar, Ibnu
Hajar, yang mendapatkan hidayah dari sebuah batu
besar dan keras. Batu yang keras seperti itu saja bisa di
berlubang hanya karena tetesan air, singkat isi cerita
Kyai. Lalu beliau masuk pada isi ceramah.
Yang aku dengar pertama setelah cerita itu adalah kata
mutiara yang indah: Ilmu pengetahuan di waktu kecil
bagaikan ukiran diatas batu. Aku cepat-cepat
menulisnya di note merah jambuku. Aku semakin
antusias dengan tema ceramah Kyai. Kembali aku ingat
buku kusam itu, rasanya tak jauh berbeda dengan kata
mutiara yang pernah aku baca waktu itu, penuh makna.
Aku mencoba membandingkannya dengan peribahasa
yang selama ini aku pelajari di pelajaran Bahasa
Indonesia, tapi sekarang aku sudah memperoleh versi
Bahasa Arab-nya. Yah, bahasa yang hanya aku pelajari
saat masih duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah empat
tahun lalu. Dari kata mutiara itu, aku memahami satu
hal bahwa ilmu pengetahuan yang kita dapatkan di
waktu kecil tak akan mudah hilang.
Selesai mengikuti ceramah itu aku langsung pulang
bersama Mamak, Melna juga pulang bersama ibunya,
namun aku lihat Bayu pulang bersama Bu Tuti.
Keesokan harinya aku kembali lagi ke perpustakaan
untuk mencari buku kusam itu. Lagi-lagi Melna
mengejutkanku dari belakang. Dan lalu kuceritakan
tentang kata mutiara yang ada di buku itu.
Aku dan Melna memang sehati. Setelah aku ceritakan

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Sastra

tentang buku itu, Melna juga antusias ingin mengetahui


isi buku itu. Akhirnya kami mencari bersama sampai
waktu istirahat habis ditelan waktu. Entah kenapa
begitu sulit mencari satu buku itu, justru kami
menemukan foto jadul bertuliskan kata mutiara:
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat.
Lagi-lagi aku menemukan kata mutiara tentang ilmu.
Foto itu sekilas mirip Bu Tuti semasa remaja, tampak
lebih muda dan cantik. Lalu kami bawa foto itu ke
kelas.
Sayang sekali, kali ini pelajaran fisika oleh Bu Tuti
digantikan Pak Anto. Kalau saja Bu Tuti tidak
berhalangan mengajar, aku berniat akan menanyakan
foto itu pada beliau. Kebetulan Bayu duduk didepanku,
Aku menanyakan tentang Bu Tuti padanya. Bay,
kamu tahu Bu Tuti kemana?
Bu Tuti ada rapat diluar kota. Katanya.
Kok kamu tahu? Tanyaku lagi, penasaran.
Kemarin beliau bilang kepadaku. Jawabnya singkat.
Begitu dekatnya Bayu dengan Bu Tuti, seperti kemarin
seusai pengajian Kyai Abdullah mereka pulang
bersama, pantaslah ia menjadi murid kesayangannya.
Pulang sekolah aku dan Melna menanyakan kembali
soal Bu Tuti pada bayu. Bayu, Bu Tuti kok deket
banget sama kamu? Tanya Melna polos.
Minggu ini aku menginap di rumahnya karena orang
tuaku harus ke luar kota, dia tanteku. Jawabnya santai.
Oh! Kami tertegun. Kami melanjutkan perjalanan
pulang ke rumah kami masing-masing.
Sampai rumah aku tanyakan tiga kata mutiara yang
sempat aku dapatkan dengan kebetulan kepada Mamak,
Mak, Mamak pernah belajar kata mutiara Bahasa
Arab? Tanyaku. Apa itu, Nak? Beliau malah tanya
balik. Aku sodorkan note merah jambuku dan foto
kusam itu. Oh, ini tanyakan saja sama Mbak Yuli.
Pasti dia tahu bahasa arab. Usul Mamak dan
membuatku teringat. Aku lalu cepat-cepat ke rumah
Mbak Yuli yang lulusan pondok pesantren satu tahun
lalu itu. Aku mengetuk pintu rumahnya tiga kali, tak
lama kemudian Mbak Yuli keluar. Eh, Dik Dina, ayo
masuk! Sapanya ramah kepadaku. Aku langsung saja
menanyakan tiga kata mutiara itu dan sekaligus
meminta versi Bahasa Arab-nya. Mbak Yuli tertawa
melihat tingkah lakuku kemudian masuk ke dalam
rumah dan kembali lagi keruang tamu dengan buku
coklatnya.
Ini yang kamu maksud, Din? Tanya Mbak Yuli
sembari menyodorkan buku catatannya. Aku tertegun
tengelam dalam halaman demi halaman buku catatan
Mbak Yuli, hatiku mengiyakan tak percaya. Akhirnya
aku menemukan buku yang isinya sama seperti buku
kusam itu. Mbak Yuli memberitahu bahwa itu adalah
buku Mahfuzhat-nya saat ia duduk di bangku Madrasah
Tsanawiyah di pesantren dulu. Seperti sebuah pesta
mulai dirayakan dalam hatiku. 'Hore! Yes! Yes! Yes!'
Kemudian akupun meminta izin padanya untuk
meminjam buku itu.

Pagi harinya, aku memperlihatkan buku itu pada Melna


di halaman sekolah sebelum bel masuk berbunyi. Mel,
kesini! Lihat! Aku membukakan buku itu untuk
Melna.
Ini yang kamu maksud buku kata mutiara itu, Din?
Tanya Melna dengan senyum khasnya.
Iya, Mel. Ini namanya Mahfuzhat, hanya ada di
pesantren loh! Jawabku layaknya salesman yang
sedang promosi.
Tiba-tiba Bu Tuti lewat, reflek kami langsung menyapa
beliau sekaligus menanyakan foto kusam kemarin. Dan
ternyata benar, foto kusam itu milik Bu Tuti. Ibu dulu
pernah belajar Mahfuzhat, ya? Tanyaku penasaran.
Iya, dulu waktu masih SMA, Din. Jawabnya singkat.
Aku bertanya lagi, Berarti Ibu dulu tinggal di
pesantren?
Tidak juga. Dulu Ibu belajarnya di masjid kampung
bersama Kyai Sulaiman. Jawab Bu Tuti sambil
menyodorkan sebuah buku kusam, yang tampaknya
merupakan buku yang kucari-cari beberapa hari ini.
Seperti ini pelajarannya, Nak. Terangnya. Teryata
buku kusam itu sudah berada di tangan pemiliknya.
Beliau bercerita bahwa ia mengambilnya dari meja
penjaga perpustakaan. Waktu itu para petugas sedang
membereskan buku-buku yang terlantar. Aku lega
sekarang. Aku sudah tahu keberadaan buku kusam itu.
Aku baru belajar dari tiga Mahfuzhat yang tertuang
dalam buku itu. Maknanya yang sangat luas dan dalam,
padahal baru membahas satu tema yaitu ilmu,
membuatku terheran-heran sekaligus terkagumkagum. Maka aku putuskan untuk tinggal di pesantren
secepatnya.
***
Dua tahun kemudian aku bersama Melna diperkenalkan
dengan dunia pesantren, belajar ilmu agama lebih
mendalam, teman-teman perempuan yang mengenakan
jilbab dan yang paling aku tunggu-tunggu adalah
pelajaran Mahfuzhat-nya. Alhamdulillah, di pesantren
An-Najah ini aku memperoleh pelajaran Mahfuzhat
setiap sore seusai sholat ashar, tepat setelah aku pulang
kuliah. Dua tahun aku menunggu untuk belajar
Mahfuzhat di pesantren setelah terinspirasi buku kusam
milik Bu Tuti. Kata-kata mutiara sederhana yang
mengantarkanku ke gerbang pendalaman agama dan
mengajarkanku hakikat ilmu yang sebenarnya.
Kini aku siap melangkah lebih jauh, naik lebih tinggi
dan belajar lebih banyak. Mungkin dengan prolog yang
lebih tepat untuk pelajaran Mahfuzhat ini; beliau
mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi,
mengepalkannya dengan sedikit berlebihan. Aku
terkikik pelan bersama Melna sebelum terkejut oleh
gema suara yang lantang.
Ulangi, anak-anak!
Man jadda wajada! []

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

25

Serba-serbi
(Sambungan halaman 05, Bedol Masisir; Komunitas dan Perubahan)
dalam peranannya menolak kebodohan. Mereka yang terjun dalam tradisi pemikiran dan mereka
yang menghidupkan kembali budaya kesenian, merupakan komunitas yang lahir dari rahim
Masisir. Dengan lingkungan kajiannya, seorang mahasiswa dididik untuk dak prak s dalam
membaca dan mendapatkan informasi; pun juga dengan mahasiswa yang ada dalam komunitas
seni dan budaya, bagaimana seni itu bukanlah sekedar kesenangan dan hiburan tapi lebih kepada
medium religiusitasnya, dan yang paling pen ng ia adalah iden tas sebuah bangsa, seper
ungkapan Kuncaraning negeri gumantung pangruk ning budoyo lan seni, bahwa harumnya
negeri tergantung bagaimana negeri itu memelihara atau melestarikan budaya luhur dan seni
adiluhung. []
(Sambungan halaman 21, Bedol Mentalitas Para Penulis...)
Menyaksikan bagaimana harapan bisa tumbuh di ruang bawah sadar para murid yang
terpinggirkan dan masih menjalani dunia damai ini sebagai medan perang yang penuh
kekerasan, bagaimana dedikasi gurunya yang luar biasa menggiring mereka untuk mengabadikan
eksistensi mereka dalam karya tulis yang mungkin tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Karenanya, menonton lm ini dak akan menyia-nyiakan waktu berharga Anda. Maka, selamat
menonton!
***
How can I give an A or a B for wri ng the truth, right? -Miss G. []
(Sambungan halaman 19, Wawancara...)
Eksistensi Masisir sebagai komunitas mendapatkan pemaknaan baru sebagai wujud kelompok
sosial sekaligus intelektual, karena mereka adalah mahasiswa dan juga kumpulan dari
masyarakat berbagai kekeluargaan yang masih membawa budaya lokal ke Mesir. Di sini,
apakah adanya kontrak sosial baru di atas kontrak primodial Masisir adalah sebuah
kewajaran?
Kontrak sosial baru lebih dari sebuah kewajaran, karena dalam kancah sosial manusia itu
berkelompok-kelompok menurut kepen ngannya, kemaslahatannya dan menurut akses
kemanfaatannya. Sehingga dia akan mengelompokkan diri kedalam kecenderungan yang
senyawa dengan kecenderungan itu.
Oleh karena itu, menurut saya fragmentasi atas keanekaragaman kelompok-kelompok sosial itu
dak bisa dihindari. Yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana kita bisa
mengkomunikasikan kelompok-kelompok kecil ini menjadi komunikasi yang ak f dan produk f.
Salah satu caranya adalah memberikan kesadaran berproses, bahwa dia adalah seorang pelaku
sosial. Sehingga dia akan sadar bahwa kelompoknya itu dak bisa terisolir dari seluruh sistem
sosial secara makro. Dia butuh kerja sama dengan kelompok lain. Sejauh mana kerja sama itu
terjadi? Dari sini akan terjadi bargaining kepen ngan (tawar-menawar kepen ngan). Semisal,
kamu adalah kaum intelektual, di sisi lain ada komunitas budaya. Dari sini, ada satu kepen ngan
berbeda dari keduanya dan dak mungkin kamu mengisolir diri dari komunitas budaya atau
sebaliknya. Nah, bagaimana antara dua kepen ngan ini mendapatkan satu bentuk komunikasi
yang mutualis k, sehingga dia bisa menyerap dan membumikan intelektual sebagai sistem
budaya. Pada saat yang sama, budaya mendapat sentuhan intelektual yang selama ini disebut
budaya. Dan di sini terjadi semacam dialog atau bargaining kepen ngan (dialek ka).
Bagaimana menyikapi pertentangan yang terjadi pada komunitas Masisir, terutama dalam
perebutan hak alia f berdinamika? Apakah ini akan mengancam iden tas Masisir dalam
menjalankan janji primodialnya?
Menurut saya, ini suatu masalah yang terjadi di mana saja, dak hanya di Masisir. Barangkali bisa
dijadikan dua pendekatan. Pertama, pendekatan yang bersifat kelembagaan. Kedua, pendekatan
yang bersifat personal. Di sini terdapat tantangan bagi yang bersangkutan. Kalau pendekatan

26

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Serba-serbi
yang bersangkutan dengan kelembagaan ar nya bagaimanakah dalam benturan kepen ngan itu
masing-masing menyadari bahwa di sini ada ke daksepahaman kepen ngan. Kalau itu kemudian
diteruskan secara berkelanjutan maka akan terjadi ketegangan komunika f. Maka yang menjadi
korban adalah objek kepen ngan dari dua lembaga itu.
Sedangkan, untuk pendekatan personal tergantung kepada kedewasaan dari pelaku yang
menjadi objek kepen ngan ini. Ar nya dia harus melakukan telaah prefensial, yaitu sebuah
mulhadhoh awlawiyah. Yakni, di antara kepen ngan dari dua lembaga ini, mana yang menurut
dia patut dikedepankan. Ini bisa bermacam-macam sudut pandang. Misalnya, lebih bersifat
lokal-alia f atau bersifat lebih makro. Ar nya kalau dia lebih memilih alia f maka dia berusaha
baik untuk berkomunikasi dengan orang-orang sebelumnya, di mana ia mempunyai kontrak
primodial. Akan tetapi, kalau dia memandang bahwa organisasi non-alia f mempunyai
kemaslahatan yang lebih makro, baik atas nama kemanusiaan atau untuk pembentukan dia
sebagai sebuah karakter, cenderung dia akan memilih ini. Tapi masalahnya bagaimana dia
mengkomunikasikan dengan lembaga primodial ini? Cara ini, bagi saya, butuh kedewasaan lebih
untuk memecahkan problem ini. Sehingga secara pendekatan personal dia mampu mencari hal
yang bijaksana untuk keduanya.
Ada empat kategori dalam hal seper ini. Ada orang yang memilih lembaga primodialnya dan
mengesampingkan kepen ngan makro, sehingga ia ingin dianggap baik oleh lembaga
primodialnya. Ada orang memilih mengedapankan kepen ngan makro dan mengesampingkan
kepen ngan primodialnya. Ada orang yang berhasil mencari jalan tengah, sehingga dia
mengambil kepen ngan yang paling subtans f dari dua kepen ngan yang ada. Ini adalah
kemampuan untuk menelaah di mana asas sebetulnya berada. Keempat adalah La ila haulai wala
ila haula. Ar nya dia gagal dalam menjaga kepen ngan primodialnya dan juga gagal dalam
kepen ngan makro. Dan kita bisa mencari bentuk-bentuknya di komunitas Masisir ini.
Saran anda terhadap Masisir?
Saya adalah orang yang menghargai proses, saya dak melihat seseorang itu pintar atau bodoh,
malas atau rajin, miskin atau kaya. Karena dari proses itulah kita bisa membangunkan orang yang
ter dur, mengingatkan orang yang lupa dan memberikan semangat bagi orang yang sedang
berjalan. Ar nya proses ini adalah sesuatu yang harus dilalui, melalui try dan error. Tetapi harus
berusaha untuk peka terhadap apa yang dijalani dan ini harus dijadikan sebagai sebuah gejala
makro. Sehingga komunitas-komunitas yang ter dur itu pada akhirnya tersadarkan, bahwa ada
kecendrungan yang besar menuju kesadaran sebagai seorang manusia yang berkarakter.
Sehingga pada akhirnya, cenderung mereka akan hanyut pada proses itu. Kalau proses ini hanya
dibudayakan dalam skala mikro, maka dak akan berdampak apa-apa. Tapi bagaimana kita dari
sesuatu yang minoritas ini, kemudian dibudidayakan menjadi suatu kecendrungan yang masif.
Barangkali yang akan memberikan iklim baru dan akan membangunkan orang-orang yang
sedang ter dur tanpa harus bicara kepada mereka. Dan ini termasuk Mahasiswa baru juga.
Ar nya satu proses ini bisa menunjukkan siapa saja yang terkena arus tradisi tersebut dan
mempengerahi paradigmanya untuk terlibat, baik dengan sembunyi-sembunyi atau terbuka.
Bagaimana bentuk riil dari proses tersebut?
Bisa dimulai misalnya, kalau anda adalah pelaku budaya, bagaimana menciptakan budaya yang
mempunyai karakter dengan Masisir, mempunyai keterikatan dengan karakter al-Azhar.
Bagaimana budaya ini dibentukkan? Apa kegiatan yang harus dilakukan untuk menuju
pembudayaan ini? Misal lain, kalau anda seorang pegiat intelektual, bagaimana mengajukan
problem-problem intelektual, bagaimana kita berusaha menjawab itu sebagai sebuah kajian
yang serius dan mempunyai akses kepada Masisir. Dan itu harus dilakukan secara kon nu.
Ar nya kita dak hanya berhasil dalam generasi kita, tapi juga harus bisa melakukan regenerasi
dan melakukan semacam perluasan. Oleh karena itu dak bisa hanya dalam satu bentuk
komunitas atau kelompok kecil. Itulah yang sejak awal saya katakan sebagai bargaining dari
kepen ngan kelompok sosial. [Izzatun Nafsiyah & Izzatu Dzihny]

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

27

Catatan Pojok

Pilihan
Fadhilah R.*
Untuk kesekian kalinya waktu berlalu begitu
cepat. Tuan tergesa membetulkan kerah
kemejanya, lalu beranjak dan pergi.
Sedemikian panjang percakapan kami,
sehingga kami dak merasakannya sama
sekali. Mau kemana, Tuan?
Berlari! Atau semua kesempatan pergi.
Kesempatan. Pada berbagai dilema yang
terjadi di kehidupan manusia, mungkin
kesempatan adalah yang paling ironis. Aku
dan Tuan berbincang mengenai semesta
Indonesia. KPK versus POLRI, Jokowi versus
realita, generasi muda versus kelatahannya,
sampai mungkin Masisir versus kesadaran
sebagai wajah Indonesia di semesta yang lain.
Tidak semua yang manusia bayangkan di
pikirannya terjadi demikian pada kenyataan,
jadi bisa dikatakan bayangan dan realita
berada di dua dimensi yang berbeda; harapan
dan kenyataan. Bayangan sering kali
tergambar pada harapan dan realita tentu
terjadi di kehidupan nyata. Kita berharap
menang namun kenyataannya kalah, atau
sebaliknya. Atau juga kita berharap menang
dan kenyataannya menang, itu adalah hal
yang biasa. Namun pada beberapa kejaiban
mereka sering tertukar atau yang biasa kita
sebut di luar dugaan seper kita sudah tahu
p a s b a h wa k i ta p a s ka l a h , s e b a b
ke daksiapan atau kekurangan banyak hal
ya n g m e n d u ku n g ke m e n a n ga n , ta p i
kenyataannya justru malah menang. Berar
realita ada pada harapan, sedang bayangan
atau ekspektasi ada pada kenyataan. Dan
kesempatan, kesempatan adalah zona paling
abu-abu dari sekian sisi kehidupan yang harus
dihadapi manusia, ia berada pada dua
dimensi seringkali dalam waktu bersamaan.
Antara mengambil suatu kesempatan atau
dak, manusia sering ragu akan hasil yang
diperoleh. Atau katakan saja saya sendiri yang
sering kali terjebak pada pilihan yang salah,
menurut pandangan orang lain. Apa saya
menyesal? Tentu saja. Bagaimana kehidupan
seseorang dijalani tergantung pada pilihan

28

yang ia ambil. Tapi apa hanya sampai disitu?


Kita menjadi baik atas pilihan dan
kesempatan baik yang kita ambil, lalu menjadi
nakal atas pilihan dan kesempatan yang
buruk. Tentu dak. Tentu kita masih bisa
memilih lagi. Saya menyesal hanya sebab
mengingat kesalahan yang pernah dibuat.
Tapi lain waktu kita masih bisa memilih, dan
lain waktu kesempatan akan datang lagi.
Maka saya katakan enyah pada ungkapan
Kesempatan dak datang dua kali pilihan
yang diambil adalah representasi akan
kebutuhan manusia. Yang membuat berbeda
adalah keputusan kita dalam memilih, apa itu
hal yang buruk? Lagi-lagi, tentu saja dak.
Manusia hanya akan berkembang saat
menyadari ada yang salah dalam
keputusannya, keputusan memilih kata,
keputusan menjawab pertanyaan, keputusan
memarahi teman, keputusan membenci
musuh, keputusan memutuskan kekasih.
Ke dakpuasan akan keputusan yang disesali
di kemudian hari adalah kemajuan. Atau
se daknya kesadaran.
Pertanyannya: sampai mana manusia,
khususnya Masisir, merasa sudah betul-betul
sadar? Katakanlah Masisir sebagai ruang
lingkup batas pandangan kita, menghadiri
perkuliahan se ap hari, mengiku se ap
pengajian di masjid-masijd, mengemban
kewajiban sebagai pelajar yang
mengkhawa rkan. Kekhawa ranke k h a wa ra n i n i a ka n m e n g h a m b a t
kebijaksanaan manusia sebagai mahluk
sosial. Khawa r tersaingi, khawa r dak
tercapai, khawa r rosib, khawa r gagal.
Khawa rkan saja dirimu sendiri! Tuan
mengingatkan sebelum berlalu.
Kesadaran ter nggi adalah saat kita dak
hanya sadar akan apa yang harus kita lakukan
di perantauan, tapi kita juga sadar akan apa
yang ingin kita lakukan. Ia memilih untuk
mengakhiri percakapan ini. Sedang saya dak,
dan saya dak menyesal. Semoga.
*Seorang Perenung

Prestsi Edisi 101 | Maret - 2015

Anda mungkin juga menyukai