BAB I
PENDAHULUAN
A;
Latar Belakang
Novel adalah suatu cerita dengan suatu alur yang cukup panjang
mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan manusia yang
bersifat imajinatif.1 Di era modern ini novel masih menjadi salah satu
bacaan yang sangat digemari dari berbagai kalangan, mulai dari anak
anak, dewasa, sampai orang tua. Pembaca akan dibawa hanyut dalam alunan
cerita yang telah ditulis oleh pengarang. Seolah olah pembaca berimajinasi
masuk dalam cerita yang ada dalam novel tersebut.
Salah satu novel yang menjadi best seller tahun 2006 2007 di
Indonesia adalah novel karangan Andrea Hirata. Novel dengan judul Laskar
Pelangi ini banyak mengandung nilai nilai seni dalam tutur bahasa yang
digunakan. Novel ini menceritakan kehidupan penulis dengan tokoh di
dalamnya yaitu Ikal. Yakni kehidupan masyarakat pinggiran Belitong yang
berada dibawah garis kemiskinan ditengah kaya raya sumber daya alam
yang dimiliki. Dan juga perjuangan anak anak pinggiran Belitong untuk
memperoleh pendidikan.
Dalam novel Laskar Pelangi ini Andrea Hirata banyak mengusung
pesan pesan pendidikan di dalamnya. Novel ini telah memberikan
1 Endah Tri Priyani, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis (Jakarta: Bumi Aksara,
2010), 124.
Menurut
Akhmad
Muhaimin
Azzel
mengemukakan
tentang
menyebutkan
3 Akhmad Muhaimin Azzel, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia (Jogjakarta: Ar-Ruz
Media, 2011), 27.
Rumusan Masalah
1;
Apa saja karakter yang terkandung dalam novel Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata?
2;
C;
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian di dalam karya ilmiah merupakan target yang
hendak dicapai melalui serangkaian aktivitas penelitian, karena segala
sesuatu yang diusahakan pasti mempunyai tujuan tertentu sesuai dengan
permasalahannya.
2;
D; Kegunaan Penelitian
2;
3;
E;
Kajian Teoritik
1;
Pendidikan Karakter
Sebelum membahas pengertian pendidikan karakter maka disini
dibahas dahulu pengertian pendidikan. Dalam buku pengantar dasar
dasar pendidikan dijelaskan, Pendidikan adalah aktivitas dan usaha
manusia unuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina
8 Departemem Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1997), 37.
9 Laskar Pelangi , http://id.wikipedia.org/wiki/Laskar_Pelangi, diakses 20 Mei 2012.
10 Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar Dasar Pendidikan, (Malang: Usaha
Nasional, 1988), 7.
11 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak,
Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai (Bandung: Alfabeta, 2009 ),102.
12 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai.,101-102.
F;
1;
2;
3;
Kejujuran / amanah
4;
5;
6;
7;
8;
9;
Metode Penelitian
13 Ibid.,102.
14 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter.,67.
15 Akhmad Muhaimin Azzel, Urgensi Pendidikan Karakter.,29.
10
1; Jenis Penelitian
16 Suharsini Arikunto, prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta:
1996), 13
17 Arikunto, Prosedur., 129.
11
Karakter
Strategi
Membangun
Karakter
Bangsa
12
menurut
Edi
Endaswara,
Analisis
konten
13
1;
2;
3;
harus
mendasarkan
pada
prinsip
obyektivitas,
adanya
14
15
tugas yang diberikan Bu Mus pada Ikal dan Syahdan. Walaupun harga
kapur tidak seberapa, namun ini merupakan media pembelajaran yang
efektif untuk melatih anak memiliki karakter yang bertanggung jawab.
G;
Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian ini secara bertahap mengikuti sistematika
sebagai berikut:
BAB I
: PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
kajian teoritik, metode penelitian, serta sistematika
pembahasan.
BAB II
: LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang kajian pustaka yang menguraikan
tentang
beberapa
hal
yang
menyangkut
tentang
mengisahkan
perjuangan
sepuluh
anak
SD
16
dengan
menggunakan
analisis
isi,
yakni
: PENUTUP
Pada bagian ini berisi kesimpulan dan saran saran
sebagai akhir dari pembahasan.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A; Novel
1;
Pengertian Novel
Kata novel memang sudah tidak asing lagi didengar di telinga kita.
18
19
2;
Nilai moral yaitu nilai baik dan buruk yang terkandung dalam novel.
b;
c;
3;
Novel fiksi
Sesuai namanya, novel ini berkisah tentang hal yang fiktif
dan tidak pernah terjadi. Cerita, tokoh, alur, maupun latar
belakangnya semuanya hanyalah karangan penulis saja.
20
2;
1; Novel romantis
Cerita dari jenis novel yang satu ini berkisar seputar percintaan
dan kasih sayang. Dari awal hingga akhir, pembaca akan disuguhi
sebuah konflik percintaan yang dibumbui oleh romantisme.
2; Novel horor
21
a;
Unsur Intrinsik
Mengenai pengertian unsur intrinsik Burhan Nurgiantoro
menjelaskan:
22
1;
Tema
Pengertian tema menurut Zainuddin Fananie yaitu:
2;
Judul
Wiyatmi menjelaskan, Judul merupakan hal pertama yang
paling mudah dikenal oleh pembaca karena sampai saat ini tidak
ada karya yang tanpa judul. Judul seringkali mengacu pada
tokoh, latar, tema, maupun kombinasi dari beberapa unsur
tersebut.36
Judul sangatlah penting untuk mengetahui suatu buku yang
telah ditulis. Maka dari itu judul biasanya dibuat semenarik
mungkin untuk membuat penasaran orang yang melihatnya,
sehingga orang yang dengan membaca judul tersebut orang
ingin membaca isinya.
3;
Alur (Plot)
Menurut Wiyatmi alur (plot) adalah:
35 Zainuddin Fananie, Telaah Sastra (Surakarta: Muhammadiyah University Pers, 2000), 84.
36 Wiyatmi, Pengantar Kajian Satra (Yogyakarta: Pustaka, 2006), 40.
23
memiliki
kebebasan
untuk
menentukan
plot.
2;
Latar (setting)
37Ibid.,36.
38 Burhan Nurgiyanto, Teori Pengkajian Fiksi.,12.
39 Wiyatmi, Pengantar Kajian Satra.,37.
24
sosial,
yaitu
berkaitan
dengan
kehidupan
masyarakat.40
Latar memiliki fungsi untuk memberi konteks cerita. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa sebuah cerita terjadi dan
dialami oleh tokoh di suatu tempat tertentu, pada suatu masa,
dan lingkungan masyarakat tertentu.
5;
Tokoh
Pengertian tokoh menurut wiyatmi yaitu:
Para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh
dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang, meskipun
dapat juga merupakan gambaran dari orang orang yang
hidup di alam nyata. Oleh karena itu, dalam sebuah fiksi
tokoh hendaknya dihadirkan secara alamiah. Sama
halnya dengan manusia yang ada dalam alam nyata, yang
bersifat tiga dimensi, maka tokoh dalam fiksi pun
hendaknya memiliki dimensi fisiologis, sosiologis dan
psikologis. Dimensi fisiologis meliputi usia, jenis
kelamin, keadaan tubuh, dan ciri ciri muka. Dimensi
sosiologis meliputi status sosial, pekerjaan, jabatan,
peranan dalam masyarakat, pendidikan, agama,
pandangan hidup, ideologi, aktivitas sosial, organisasi,
40 Ibid.,40.
25
7;
Amanat
Amanat adalah pesan yang dapat diambil dari cerita yang
ditulis oleh pengarang.
26
b;
Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar
karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun
cerita sebuah karya. Yang termasuk unsur ekstrinsik karya sastra
antara lain sebagai berikut.
1; Keadaan subjektifitas pengarang
keyakinan, dan pandangan hidup.
yang
memiliki
sikap,
5;
Fungsi Novel
Setidak tidaknya sudah seribu tahun sastra menduduki fungsinya
yang penting dalam masyarakat Indonesia. Fungsi novel menurut Jakob
Sumardjo, yaitu:
Sastra dibaca oleh para raja dan bangsawan, serta kaum terpelajar
pada zamannya. Pentingnya kedudukan sastra dalam masyarakat
Indonesia lama, disebabkan oleh fokus budaya mereka pada unsur
agama dan seni. Sastra jawa kuno malah menduduki fungsi
religio-magis. Pada zaman Islam sastra digunakan para raja untuk
memberikan ajaran rohani kepada rakyatnya. Jadi, pada zaman
dahulu sastra mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
masyarakat Indonesia. Akan tetapi, fungsi ini mulai tergeser
dengan masuknya kebudayaan barat ke Indonesia. 45
27
28
Karakter, yaitu:
Pendidikan
karakter
adalah
pendidikan
yang
mengembangkan nilai nilai karakter bangsa pada diri
peserta didik, sehingga mereka memiliki nilai dan karakter
sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai nilai tersebut
dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan
warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan
kreatif.50
29
grand
karakter
desain
pendidikan
merupakan
proses
karakter
dijelaskan,
pembudayaan
dan
51Ibid.,36.
52 Oos M. Anwas, Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan Tantangan, dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Kemendiknas, Vol. 16. Edisi Khusus III, Oktober
2010), 258.
53 Sri Jundani, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Melalui Penguatan
Pelaksanaan Kurikulum, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang
Kemendiknas, Vol. 16, Edisi Khusus III, Oktober 2010), 282.
30
Menurut
Zubaedi,
pendidikan
karakter
dilakukan
melalui
pendidikan nilai nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter
bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya
adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan karakter pada dasarnya adalah
pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi
bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam
tujuan pendidikan nasional.54
Nilai nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di
Indonesia diidentifikasi berasal dari empat sumber, yaitu:
a; Agama
31
32
Deskripsi perilaku
sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
33
2.
Jujur
Tanggung jawab
Disiplin
Kerja keras
Percaya diri
Berjiwa wiarusaha
Berpikir logis, kritis,
kreatif, dan inovatif
34
Mandiri
3.
tidak
lain
mudah
dalam
Ingin tahu
Cinta ilmu
4.
5.
Nasionalis
35
Menghargai
keberagaman
59
berikut:
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses
dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter
dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang,
sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan
pendidikan. Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan
mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasikan serta
mempersonalisasikan nilai nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari hari.60
36
nalai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam
rangka membina kepribadian generasi muda.61
Dari beberapa rumusan tujuan pendidikan karakter di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan utama pendidikan karakter adalah penanaman
nilai nilai yang baik pada peserta didik agar peserta didik mempunyai
karakter dan akhlak mulia. Sehingga peserta didik dapat berperilaku yang
baik baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan masyarakat.
5; Prinsip Pendidikan Karakter
membangun karakter.
4; Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
5; Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan
perilaku yang baik.
6; Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan
menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun
karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses.
7; Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri dari peserta didik.
8; Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral
yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia
kepada nilai dasar yang sama.
9; Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas
dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.
10;Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra
dalam usaha membangun karakter.
11; Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru
guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan
peserta didik. 62
61 Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter,34-35.
62 Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter.,17-18.
37
2;
3;
38
4;
2;
3;
Kejujuran / amanah
Kejujuran dan amanah ini adalah kunci sukses seseorang
dalam menjalin hubungan dengan siapa pun. Barangsiapa yang
mengabaikan kejujuran, apalagi tidak berjiwa amanah, akan
ditinggalkan atau tidak disukai oleh sahabat dan kenalannya.
4;
39
6;
7;
8;
9;
40
1;
2;
3;
4;
5;
6;
7;
8;
9;
10;
Jujur
Tanggung jawab
Disiplin
Visioner
Adil
Peduli
Kerja sama67
41
Mengajarkan
Pemahaman konseptual tetap dibutuhkan sebagai bekal
konsep-konsep-konsep nilai yang kemudian menjadi rujukan
bagi perwujudan karakter tertentu. Mengajarkan karakter
berarti memberikan pemahaman pada peserta didik tentang
struktur nilai tertentu, keutamaan (bila dilaksanakan), dan
maslahatnya (bila tak dilaksankan). Mengajarkan nilai
memiliki dua faedah, pertama memberikan pengetahuan
konseptual baru, kedua menjadi pembanding atas pengetahuan
yang telah dimiliki oleh peserta didik. Karena itu, maka proses
mengajarkan tidaklah menolong, melainkan melibatkan
peranserta peserta didik.
2;
Keteladanan
Manusia lebih banyak belajar dari apa yang mereka
lihat. Keteladanan menempati posisi yang sangat penting. Guru
harus terlebih dahulu memiliki karakter yang hendak diajarkan.
Guru adalah yang digugu dan ditiru, peserta didik akan meniru
apa yang dilakukan gurunya. Bahkan, sebuah pepatah kuno
memberi peringatan pada para guru bahwa peserta didik akan
meniru karakter negatif secara lebih ekstrim ketimbang
gurunya, Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
Keteladanan tidak hanya bersumber dari guru,
melainkan juga dari seluruh manusia yang ada di lembaga
pendidikan tersebut. juga bersumber dari orang tua, karib
kerabat, dan siapapun yang sering berhubungan dengan peserta
didik. Pada titik ini, pendidikan karakter membutuhkan
42
Menentukan prioritas
Penentuan prioritas yang jelas harus ditentukan agar
proses evaluai atas berhasil tidaknya pendidikan karakter dapat
menjadi jelas. Tanpa prioritas, pendidikan karakter tidak dapat
terfokus dan karenanya tidak dapat dinilai berhasil atau tidak
berhasil.
4;
Praksis prioritas
Unsur lain yang sangat penting setelah penentuan
prioritas karakter adalah bukti dilaksanakannya prioritas
karakter tersebut. Lembaga pendidikan harus mampu membuat
verifikasi sejauh mana prioritas yang telah ditentukan telah
dapat direalisasikan dalam lingkup pendidikan melalui
berbegai unsur yang ada dalam lembaga pendidikan itu.
5;
Refleksi
Refleksi berarti dipantulkan ke dalam diri. Apa yang
telah dialami masih tetap terpisah dengan kesadaran diri sejauh
ia belum dikaitkan, dipantulkan dengan isi kesadaran
seseorang.69
43
Menurut Heri Gunawan yang mengutip pendapat Abdurrahman AnNahlawi, mengemukakan ada beberapa metode pembelajaran pendidikan
karakter, yaitu:
70 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi.,246-247.
44
Artinya:
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan
api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah
hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.71
Metode perumpamaan juga baik digunakan oleh para guru
dalam mengajari peserta didiknya terutama dalam
menanamkan karakter kepada mereka. Cara penggunaan
metode amtsal ini hampir sama dengan metode kisah, yaitu
dengan berceramah.
4; Metode Uswah atau Keteladanan
45