Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Fokus Penelitian

Pendidikan merupakan usaha untuk mengubah sikap dan prilaku seseorang

atau kelompok melalui proses pembelajaran. Pendidikan adalah proses sadar yang

dilakukan oleh seseorang melalui berbagai pengalaman dengan tujuan untuk

mengubah prilakunya (Arslantas, 2015;49). Pendidikan menurut Gupta (2014:4)

dapat diartikan secara sempit dan secara luas.

Pengertian pendidikan secara sempit diukur sebagai derajat dan

sertifikasi. Pendidikan hanya diartikan untuk menghasilkan tenaga profesional

seperti guru, dosen, dokter, dan hakim. Kemudian pendidikan dalam arti luas

didefinisikan sebagai proses pendidikan seumur hidup. Proses tersebut mencakup

pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh berbagai tahapan kehidupan baik

formal, informal dan kebetulan. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai

perubahan sosial, akan tetapi perupahan sikap, prilaku, dan aset pembangunan

bangsa. Pendidikan merupakan jalan untuk membawa orang menuju masa depan

yang baik. Selain itu, pendidikan berperan penting dalam membangun suatu

negara yang maju. Maju tidaknya suatu negara dilihat dari kualitas pendidikan

warganya (Johan & Harlan, 2014:53).

Pendidikan dapat diperoleh secara formal dan non formal. Secara formal

pendidikan terikat dengan instansi atau lembaga pendidikan dan diatur oleh sistem

pendidikan. Pendidikan non formal diperoleh melalui aktivitas dan perilaku

sehari-hari. Merujuk pada definisi pendidikan, pendidikan formal dan non formal

1
harus menghasilkan manusia yang memiliki pengetahuan, sikap yang baik, masa

depan yang baik, dan memberikan kontribusi bagi pembangunan.

Wacana pendidikan dapat diproduksi melalui bahasa tulis dan bahasa

lisan. Sastra sebagai wacana bahasa tulis memuat wacana tentang pendidikan yang

ingin disampaikan kepada pembaca. Pendidikan dan sastra mempunyai hubungan

yang sangat erat. Tarigan (1995:10), mengatakan bahwa hubungan sastra dan

pendidikan dapat dilihat dalam tiga aspek, yaitu (a) kognitif, (b) kepribadian, dan

(c) sosial.

Menurut Onuekwusi hubungan sastra dan pendidikan terletak pada nilai

yang terkandung dalam sastra. Adapun nilai yang terdapat dalam sastra yaitu

tentang perjuangan manusia memperoleh pendidikan (Ihejirika, 2014:86). Pada

karya sastra terdapat pikiran atau renungan dari pengarang yang sanggup

mentransformasikan nilai-nilai kepada pembacanya. Nilai yang terkandung dalam

karya sastra diperoleh oleh pembaca melalui kegiatan apresiasi sastra (Baribin,

1985). Sastra memegang peranan penting dalam menanamkan nilai religiusitas

terhadap manusia (Mangunwijaya, 1992:7)

Ikal dan Arai merupakan tokoh yang memiliki perbedaan pandangan

dengan tokoh-tokoh lain, khusunya dalam pendidikan. Bila dilihat dari keadaan

sosial dan ekonomi, keadaan Ikal dan Arai tidak jauh berbeda dengan tokoh-tokoh

lainnya. Ikal dan Arai memliki mimpi besar agar dapat menempuh pendidikan di

Prancis. Salah satu inspirator yang membuat Ikal dan Arai ingin kuliah di luar

Negeri adalah Pak Balia. Pak Balia sering menceritakan keindahan kota Sorbonne

di Prancis. Kota indah yang memiliki daya tarik bagi semua orang di dunia. Kata

2
indah dan daya tarik yang dimaksud tidak hanya bermakna keindahan alam,

melainkan juga daya tarik untuk menuntut ilmu di Sorbonne.

Mimpi besar Ikal dan Arai juga didukung oleh peran keluarga. Pandangan

orang tua Ikal dan Arai tentang pendidikan berbeda dengan pandangan

masyarakat pada umumnya. Masyarakat memandang pendidikan tidak penting.

Banyak orang memandang bahwa masa depan masyarakat Belitong saat itu adalah

bekerja di PN Timah. Oleh karena itu, banyak orang tua yang memilih tidak

menyekolahkan anaknya. Orang tua Ikal dan Arai tidak ingin anaknya bekerja

sebagai buruh di PN timah Belitong. Mereka menginginkan agar anaknya dapat

bersekolah dan mempunyai masa depan yang lebih baik dari orang tuanya.

Wacana pendidikan yang terdapat dalam karya sastra disampaikan oleh

penulis melalui kisah, dialog, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam novel.

Penulis dalam menyampaikan wacana pendidikan menggunakan dua metode.

Metode deskripsi secara langsung dan metode tidak langsung. Metode deskriptif

secara langsung dapat ditangkap dengan mudah oleh pembaca. Sedangkan metode

tidak langsung memerlukan pembacaan dan apresiasi yang lebih intensif dari

pembaca.

Wacana pendidikan yang terdapat dalam tetralogi novel Laskar pelangi

pada akhirnya membentuk suatu identitas bagi tokoh Ikal, Arai dan keluarganya.

Identitas yang membedakan meraka dengan tokoh-tokoh lain tentang wacana

pendidikan. Santoso (2012:6), mengatakan bahwa identitas memiliki sifat yang

dinamis. Karena bersifat dinamis, identitas dapat mengalami perubahan karena

pengaruh lingkungan. Identitas dapat dibentuk dari pengetahuan, nilai dan emosi

dari suatu masyarakat (Fina, 2003:15).

3
Identitas menurut Baggioni & Kasbarian (1996) dibedakan menjadi dua

jenis, identitas pribadi dan identitas kolektif. Sedangkan menerut Djite (2006),

identitas adalah kata-kata yang sering diucapkan untuk mempertanyakan siapa

mereka (Versluys, 2007;89). Identitas dalam wacana merupakan masalah

kompleks yang melampaui masalah identitas sosial dan identitas pribadi (Scollon,

1996;1). Meneliti struktur identitas dalam wacana menurut Scollon terdapat dua

pendekatan. Pertama, wacana identitas dilihat dari peran produksi dan penerima.

Kedua, wacana identitas dilihat dari peran interaksi sosial.

Identitas dalam karya sastra dapat diartikan dari dua aspek. Aspek

pertama, sastra yang mengandung nilai-nilai dan membentuk identitas. Aspek

kedua, sastra sebagai penanam identitas bagi pembaca. Kedua aspek tersebut

saling berkaitan satu dengan lainnya. Aspek pertama yang menjadi acuan kepada

aspek kedua. Sastra ditinjau dari segi isinya mengandung nilai-nilai, moral,

pendidikan, dan budaya. Nilai moral yang terdapat dalam karya sastra biasanya

mencerminkan nilai kebenaran yang dinyakini oleh pengarangnya (Noor,

2011:64).

Sastra pada proses penciptaannya tidak terlepas dari peristiwa-peristiwa

sosial dan masyarakat. Menurut Laurenson dan Swingewood keterkaitan sastra

dan sosial dibedakan menjadi tiga (Endraswara, 2008). Pertama, sastra

merupakan dokumen sosial yang di dalamnya merefleksikan kondisi masyarakat

pada saat sastra diciptakan. Kedua, sastra merupakan refleksi sosial dari penulis

atau pengarang. Ketiga, sastra merupakan peristia sejarah dan menifestasi

kebudayaan.

4
Tetralogi novel Laskar Pelangi terdiri dari empat buah novel. Novel

pertama berjudul Laskar Pelangi yang diterbitkan tahun 2005. Novel kedua

berjudul Sang Pemimpi yang diterbitkan tahun 2006. Novel ketiga berjudul

Edensor yang diterbitkan tahun 2007. Kemudian novel terakhir berjudul

Maryamah Karpov diterbitkan tahun 2008. Keempat novel tetralogi Laskar

Pelangi merupakan edisi serial.

Novel tetralogi Laskar Pelangi berkaitan dengan pengalaman kehidupan

pengarang, sosial dan masyarakat Belitong. Artinya pengalaman kehidupan

pengarang, sosial dan kemasyrakatan tempat pengarang lahir, turut andil

mempengaruhi isi, bentuk, dan struktur karya sastra. Andrea Hirata sebagai

pengarang merefleksikan pengalaman kehidupannya ke dalam novel. Salah satu

yang direfleksikan adalah tentang pendidikan.

Keberhasilan seseorang dalam menempuh pendidikan ditentukan oleh

faktor internal dan eksternal. Faktor internal dan eksternal merupakan dualitas

yang saling mempengaruhi tingkat keberhasilan pendidikan seseorang. Faktor

internal menurut Brown ditentukan oleh motivasi, kebiasaan belajar, sikap, dan

praktik pribadi setiap individu (Mirhadizadeh, 2016: 189). Kemudian faktor

ekternal menurut Mirhadizadeh (2016:191), ditentukan dengan diluar sikap

individu pembelajar. Faktor eksternal antar individu dapat berbeda satu dengan

yang lainnya bergantung kondisi sosial dan masyarakat. Faktor eksternal yang

dimaksudkan dapat berupa, orang tua, guru, sekolah, lingkungan sekolah, dan

masyarakat.

Berdasarkan hasil dari penelitian keluarga, sekolah, dan masyarakat dapat

meningkatkan kualitas hasil belajar dan kualitas membaca. Selain itu, hubungan

5
tersebut dapat meningkatkan kehadiran siswa, peningkatan tingkat kelulusan tepat

waktu, dan meningkatkan prilaku sosial dan emosional (Bryan, dkk, 2018).

Konstruksi pendidikan dalam penelitian ini menganalisis peran sturktur

pendidikan dalam tetralogi novel Laskar Pelangi. Struktur pendidikan dilihat dari

perspektif sosiologi dan pendidikan. Menurut Idi & Safarina (2011:25), sosiologi

dan pendidikan membicarakan lima aspek. Kelima aspek tersebut, yaitu (a) kelas,

(b) sekolah, (c) keluarga, (d) masyarakat desa, dan (e) kelompok masyarakat.

Pertama, kelas diartikan sebagai interaksi sosial pendidikan anak di

sekolah. Di kelas anak-anak belajar melalui interaksi antar teman dan guru. Proses

interaksi yang baik dapat mendukung keberhasilan pendidikan di sekolah. Damsar

mengkategorikan kelas menjadi lima (Damsar, 2015:93). Kelima kategori itu

adalah; (1) kelas sebagai suatu sistem, (2) teori ruang kelas, (3) ruang kelas dan

pemeliharaan ketertiban dan kedisiplinan, (4) ruang kelas dan penggunaan bahasa,

dan (5) dinamika hubungan guru dan murid dalam kelas.

Kedua, sekolah merupakan salah satu lembaga formal pendidikan.

Sekolah memiliki struktur formal untuk memudahkan perancanaan pendidikan.

Struktur formal di sekolah terdiri dari kepala sekolah, guru, pegawai, dan siswa

(Nasution, 1999:72). Kepala sekolah menempati posisi paling tinggi di sekolah.

Kepala sekolah berperan mengatur seluruh kegiatan di dalam sekolah. Guru

merupakan elemen penting bagi pendidikan di sekolah. Guru banyak berinteraksi

dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Kemudian pegawai

merupakan fungsi pendukung dari proses pembelajaran di sekolah. Fungsi

pegawai melakukan proses administrasi kepala sekolah, guru dan siswa.

6
Ketiga, keluarga dapat didefinisikan hubungan darah daging yang terdiri

dari orang tua (Ibu dan Ayah). Ibu dalam keluarga mempunyai peran penting

kepada anaknya. Menurut Bagus Ibu adalah pembentuk identitas yang penting

bagi perkembangan anak. Hal ini dikarenakan Ibu mempunyai hubungan biologis

yang terikat sebelum anak lahir ke dunia (Murati & Ceka, 2016:62). Menurut

Murati & Ceka (2016:63), Ibu memiliki dua peran penting kepada anaknya; peran

pembelaan anak dan perkembangan anak.

Keempat, definisi masyarakat adalah kumpulan sekelompok orang yang

menempati suatu daerah tertentu. Nasutian (1999:152), membagi masyarakat

berdasarkan peran nilainya menjadi dua golongan, yaitu masyarakat pedesaan dan

masyarakat kota. Masyarakat pedesaan memegang prinsip yang kuat terhadap

nilai-nilai agama, sikap dan prilaku. Masyarakat pedesaan penduduknya tergolong

homogen. Oleh karena itu, bila terdapat sikap, prilaku, dan praktik keagamaan

yang menyimpang, segera mendapatkan teguran dan nasehat. Masyarakat

perkotaan memiliki sikap yang lebih heterogen. Kebanyakan penduduknya telah

memiliki intelektual yang baik. masyarakat perkotaan lebih terbuka terhadap

budaya dan kebiasaan baru. Oleh karena itu, mereka lebih terbuka terhadap sikap,

prilaku, pikiran, moral, dan pergaulan yang baru.

Brookever membagi kajian sosiologi pendidikan menjadi empat kategori

(Adiwikarta, 1988:5). Keempat kategori tersebut, yaitu (a) hubungan pendidikan

dan sosial, (b) hubungan sekolah dan lingkungan, (c) hubungan antara manusia

dalam pendidikan, dan (d) pengaruh sekolah kepada anak didik. Sosiologi

pendidikan secara umum mempunyai dua pengertian. Pertama hubungan antar

7
masyarakat, interaksi sosial dan pendidikan. Kedua, pendekatan sosiologis kepada

fenomena pendidikan (Damsar, 2015:11).

Tetralogi novel Laskar Pelangi mengangkat fenomena wacana pendidikan

melibatkan aspek keluarga, sekolah, sosial dan masyarakat. Pada novel pertama,

berjudul Laskar Pelangi. Wacana pendidikan banyak terjadi di SD

Muhammadiyah Gantong. Siswa SD Muhammadiyah Gentong berjumlah sepuluh

orang. Sekolah tersebut dilihat dari kondisi fisiknya sudah tidak layak disebut

dengan sekolah. Jumlah guru yang ada di sekolah itu hanya dua orang, yaitu Pak

Harfan dan Bu Muslimah. Pak Harfan adalah seorang guru dan sekaligus seorang

kepala sekolah di SD Muhammadiyah Gentong. Sedangkan Bu Muslimah adalah

guru dari semua mata pelajaran di sekolah. Siswa yang bersekolah di SD

Muhammadiyah Gentong kebanyakan dari kalangan rendahan atau miskin.

Keadaan yang di alami SD Muhammadiyah Gentong, tidak berbeda dengan

sekolah kebanyakan di Belitong. Hanya sekolah PN timah yang merupakan

sekolah elit. Sekolah yang hanya diisi oleh anak-anak gedongan para penguasa PN

timah. Di SD PN timah fasilitas pendidikan sangat terjamin seperti; perpustakaan,

gedung sekolah, kelas, ekstrakulikurel, dan seragam sekolah.

Novel kedua, berjudul Sang Pemimpi. Wacana pendidikan dalam novel

ini bercerita tentang tiga anak muda penuh mimpi. Perjuangan ketiga anak

tersebut dimulai ketika sekolah di SMP dan SMA. Ketiga anak muda itu bernama

Arai, Ikal, dan Jimbron. Ikal dan Arai termasuk siswa yang pandai, sedangkan

Jimbron siswa yang menduduki ranking 78 dari 160 siswa. Arai dan Ikal

mempunyai mimpi yang sangat tinggi, yaitu sekolah di Sorbonne Prancis. Mimpi

tersebut timbul karena cerita Pak Balia yang menceritakan indahnya kota itu.

8
Setelah lulus dari SMA, Ikal kuliah di universitas Indonesia dan Arai kuliah di

universitas Mulawarman. Setelah lulus kuliah, Ikal dan Arai mengikuti tes

beasiswa studi S2 keluar negeri. Pada akhirnya mereka berdua diterima kuliah di

Sorbonne Prancis.

Novel Ketiga, berjudul Edensor. Wacana pendidikan bercerita tentang

Arai dan Ikal diterima kuliah S2 di Sorbonne. Mereka berdua bertemu dengan

mahasiswa dari negara lain seperti Amerika, Inggris, Jerman, India, Meksiko,

Georgia dan tuan rumah Prancis. Selain itu, mereka kagum kepada sifat dan

prilaku beberapa mahasiswa dari Prancis dan luar negeri. Mahasiswa tersebut

mempunyai semangat dalam menempuh pendidikan perguruan tinggi di

Sorbonne. Selama kuliah di luar negeri Ikal dan Arai banyak menjumpai berbagai

macam sifat dan karakter manusia. Kelas saat mereka kuliah di Sorbonne disebut

sebagai kelas laboraturium prilaku. Pada akhirnya Ikal dan Arai bersama teman-

temannya memutuskan untuk keliling Eropa untuk menambah pengalaman hidup.

Novel keempat, berjudul Maryamah Karpov. Wacana pendidikan pada

novel ini menceritakan tentang Ikal. Perjuangan Ikal untuk melaksanakan ujian

akhir tesis S2 di luar negeri menghadapi beberapa masalah. Ikal pada saat itu jatuh

sakit, sehingga mengganggu persiapan ujian tesisnya. Selain itu, Ikal juga masih

memikirkan A Ling, gadis pujaan Ikal dari kecil. Setelah Ikal sukses menjalakan

ujian tesis S2, Ikal segera kembali ke kampung halamannya di Belitong. Ketika

samapai di Belitong, Ikal langsung mencari keberadaan A Ling. Selama mencari

A Ling, Ikal dikejutkan dengan kabar Arai yang mendapatkan beasiswa untuk

studi di luar negeri hingga P.hd. Arai ketika mendapat beasiswa mulai bimbang

untuk menerima atau tidak menerima. Arai pada saat menerima kabar beasiswa,

9
telah menunggu kedatang Cut Mala pujaan hati Arai dari kecil. Sementara itu, Ikal

dan teman-teman Laskar Pelangi mencari A Ling dengan menaiki perahu buatan

Ikal. Pada akhirnya, Ikal dan teman-teman Laskar Pelanginya berhasil

menemukan A Ling di tempat yang jauh.

Berkaitan dengan pendidikan dan institusi sosial pendidikan, peserta didik

dalam proses pendidikan memperoleh bimbingan melalui proses sosialisasi.

Sosialisasi merupakan proses belajar atau pembelajaran bagi setiap orang untuk

dapat hidup ditengah masyarakat dan mendapatkan kehidupan yang layak (Idi &

Safarina, 2011:100). Kemudian konsep sosialisasi lebih rinci dijelaskan oleh

Damsar. Damsar membagi sosialisasi dalam dua konsep, yaitu sosialisasi proses

dan sosialisasi tujuan. Sosialisasi proses merupakan kegiatan transmisi

pengetahuan, sikap, nilai, norma, dan prilaku essensial. Sosialisasi tujuan

diperlukan agar mampu berperan efektif dalam masyarakat (damsar, 2015:66).

Menurut Damsar (2015:68), sosialisasi berdasarkan keberadaannya

dibedakan menjadi dua, yaitu sosialisasi terencana dan sosialisasi tak terencana.

Sosialisasi terencana dapat ditemukan dalam lembaga pendidikan formal.

Lembaga-lembaga tersebut termasuk, sekolah, universitas, dan lembaga pelatihan.

Segala kegiatan pendidikan dalam sosialisasi terencana telah diukur, dirancang

dan disusun sehingga dapat di evaluasi dalam penerapannya. Sosialisasi tak

terencana dapat ditemukan dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Sosialisasi

tanpa perencanaan dilakukan dengan sikap dan prilaku keteladanan dari orang tua

dan anggota masyarakat.

Wacana pendidikan dalam tetralogi laskar pelangi disampaikan melalui

proses sosialisasi terencana dan tak terencana. Sosialisasi terencana melalui

10
lembaga formal pendidikan seperti, SD Muhammadiyah Gantong, SD PN timah,

sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), universitas

Indonesia, universitas Mulawarman, dan perguruan tinggi Sorbone di Prancis.

Sosialisasi tak terencana melalui contoh sikap, prilaku, keteladanan dari orang tua

dan anggota masyarakat.

Beberapa penelitiaan telah dilakukan terhadap novel Laskar Pelangi karya

Andrea Hirata. Penelitian yang dilakukan Hajarwati (2009) meneliti tentang

pengaruh sosial dan setting dalam novel Laskar Pelangi. Kemudian penelitian

yang dilakukan oleh Herianto (2009) meneliti tentang kehidupan masyarakat

Belitong. Penelitian Imelda (2008) meneliti tentang aspek pendidikan dalam

novel Laskar Pelangi.

Penelitian Kadir (2010) meneliti tentang pandangan dunia pengarang

terhadap pendidikan dan sosial budaya dalam novel Laskar Pelangi. Adapun

persamaan penelitian Kadir dengan penelitian dapat dilihat dari dua aspek. Aspek

pertama, objek kajian yang diteliti tentang novel Laskar Pelangi. Aspek kedua,

fokus kajian yang diteliti tentang pendidikan. Adapaun perbedaan penelitian

Kodir dengan penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek. Aspek pertama,

penelitian pendidikan yang dilakukan Kodir memfokuskan pada persoalan tentang

keinginan masyarakat, pemerataan pendidikan, dan keikhlasan. Sedangkan dalam

penelitian ini meneliti konstruksi pendidikan yang difokuskan pada peran

keluarga, sekolah, dan masyarakat terhadap pendidikan tokoh. Aspek kedua,

penelitian yang dilakukan Kodir hanya meneliti satu novel yaitu Laskar Pelangi.

Sedangkan dalam penelitian ini meneliti tetralogi novel Laskar Pelangi.

11
Penelitian tentang Pertumbuhkembangan Kepribadian Tokoh

dalamTetralogi Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata yang dilakukan oleh

Kustyarini (2013). Penelitian Kustyarini memusatkan penelitiannya pada aspek

motivasi internal tokoh utama, aturan-aturan yang digunakan dalam tokoh (nilai,

etis, tanggang jawab), pemenuhan kebutuhan tokoh dalam menjalani kehidupan,

dan pertumbuhkembangan kepribadian tokoh. Persamaan penelitian Kustyarini

dengan penelitian ini terletak pada objek kajian tentang tetralogi Laskar Pelangi.

Adapun perbedaan penelitian Kustyarini dengan penelitian ini terletak pada fokus

permasalahan. Permasalahan penelitian Kustyarini memfokuskan pada aspek

pertumbuhkembangan tokoh, sedangkan penelitian ini mengkaji konstruksi

pendidikan berdasarkan aspek keluarga, sekolah, dan masyarakat yang

mempengaruhi tokoh dalam tetralogi Laskar Pelangi menempuh pendidikan.

Penelitian tentang Simbol Verbal Nilai Kependidikan dalam Tetralogi

Laskar Pelangi yang dilakukan oleh Sihyati (2015). Penelitian Sihyati

memfokuskan penelitiannya pada bentuk, makna, dan fungsi simbol verbal nilai

pendidikan. Bentuk, makna, dan fungsi verbal nilai pendidikan dikaitkan dengan

tanggung jawab sesama manusia, lingkungan alam, dan tanggung jawab kepada

tuhan. Adapun persamaan penelitian Sihyati dengan penelitian ini sama-sama

mengkaji pendidikan dalam tetralogi Laskar Pelangi. Adapun perbedaan

penelitian Sihyati dengan penelitian ini, yaitu penelitian Sihyati mengkaji bentuk,

makna, dan fungsi nilai bendidikan. Kemudian penelitian ini mengkaji konstruksi

pendidikan berdasarkan aspek keluarga, sekolah, dan masyarakat yang

mempengaruhi tokoh dalam tetralogi Laskar Pelangi menempuh pendidikan.

12
1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, dalam penelitian ini

terdapat tiga fokus penelitian. Adapun ketiga fokus penelitian tersebut adalah

sebagai berikut.

a. Bagaimanakah Konstruksi Pendidikan Keluarga dalam Tetralogi Laskar

Pelangi Karya Andrea Hirata?

b. Bagaimanakah Konstruksi Pendidikan Sekolah dalam Tetralogi Laskar

Pelangi Karya Andrea Hirata?

c. Bagaimanakah Konstruksi Pendidikan Budaya dalam Tetralogi Laskar

Pelangi Karya Andrea Hirata?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu (a) menafsirkan dan

menjelaskan konstruksi pendidikan keluarga dalam tetralogi novel Laskar Pelangi,

(b) menafsirkan dan menjelaskann konstruksi pendidikan sekolah dalam tetralogi

novel Laskar Pelangi, dan (c) menafsirkan dan menjelaskan konstruksi pendidikan

budaya dalam tetralogi novel Laskar Pelangi.

1.4 Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat dalam penelitian ini. Adapun kedua manfaat

tersebut adalah manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian dapat memberikan sumbangsih wawasan

sebagai berikut.

a. Sebagai sumbangan teoritis pada teori wacana dan sosiologi pendidikan

khususnya dalam kajian dalam karya sastra.

13
b. Menambah pemahaman kepustakaan yang lebih baik tentang kajian sastra

pada ranah wacana dan sosiologi pendidikan.

c. Menambah pemahaman peneliti tentang peran struktur pendidikan

khususnya keluarga, sekolah, dan Budaya terhadap wacana pendidikan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk berbagai

kepentingan sebagai berikut.

a. Penerapan teori wacana dan sosiologi pendidikan dapat meningkatkan

pemahaman peran keluarga, sekolah, dan masyarakat terhadap peserta

didik.

b. Sebagai pertimbangan dijadikan bahan ajar tentang pendidikan khusunya

peran keluarga, sekolah dan masyarakat dalam wacana pendidikan.

c. Bagi pendidik, berguna untuk mengenal peran-peran pendidik di sekolah

untuk mendukung proses pembelajaran peserta didik

1.4 Landasan Teori

Pada bagian ini akan dipaparkan tentang landasan teori yang digunakan

dalam penelitian ini. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (a)

kontruksi pendidikan, (b) novel sebagai wacana pendidikan, (c) wacana identitas

pendidikan dalam novel, (d) konstruksi pendidikan keluarga, (e) konstruksi

pendidikan sekolah, dan (f) konstruksi pendidikan budaya.

1.4.1 Kontruksi Pendidikan

Konstruksi pendidikan dalam penelitian ini menganalisis peran lembaga

pendidikan formal dan peran pendidikan non formal. Konstruksi pendidikan

dalam penelitian ini, dilihat dari wujud struktur pendidikan. Sosiologis pendidikan

14
menurut Idi & Safarina (2011:25), membicarakan lima aspek. Kelima aspek

tersebut, yaitu (a) kelas, (b) sekolah, (c) keluarga, (d) masyarakat desa, dan (e)

kelompok masyarakat. Sosiologi pendidikan secara umum mempunyai dua

pengertian. Pertama hubungan antar masyarakat, interaksi sosial dan pendidikan.

Kedua, pendekatan sosiologis kepada fenomena pendidikan (Damsar, 2015:11).

Menurut Nasution (1999;2) sosiologi pendidikan memiliki tujuh tujuan.

Ketujuah tujuan tersebut, yaitu (a) proses sosialisasi, (b) pendidikan dalam

masyarakat, (c) interaksi sosial di sekolah dan sekolah dengan masyarakat, (d)

kemajuan dan perkembangan sosial, (e) dasar merumuskan tujuan pendidikan, (f)

sosiologi terapan, dan (g) latihan untuk pegawai pendidikan.

Berdasarkan teori sosiologi pendidikan yang dijabarkan di atas, wacana

pendidikan dalam tetralogi novel Laskar Pelangi melibatkan beberapa aspek.

Aspek pertama adalah lembaga formal pendidikan. Lembaga formal pendidikan

yang dimaksud adalah sekolah. Sekolah dalam tetralogi novel Laskar Pelangi

disebutkan mulai dari lembaga SD, SMP, SMA dan Universitas. Lembaga formal

dalam Tetralogi Laskar Pelangi dipengaruhi oleh pendidikan non formal. Aspek

kedua adalah peran keluarga dalam pendidikan. Keluarga menjadi pendorong

utama bagi anak-anak laskar pelangi untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan

formal. Selain itu, keluarga merupakan pembentuk identitas anak, dan pemberi

teladan bagi anak-anak Laskar Pelangi.

Pengetahuan tentang pendidikan yang disampaikan dalam lembaga formal

dan non formal memerlukan proses sosialisasi. Sosialisasi merupakan proses

transfer pengetahuan pendidikan, nilai, sikap, moral, prilaku dan agama. Proses

sosialisasi, memerlukan agen untuk sosialisasi pengetahuan pendidikan, nilai,

15
sikap, moral, prilaku dan agama. Menurut Damsar (2015:70), terdapat tujuh agen

sosialisasi, yaitu (1) keluarga, (2) sekolah, (3) kelompok teman sebaya, (4) media

massa, (5) agama, (6) lingkungan tempat tinggal, dan (7) tempat kerja.

1.4.2 Novel Sebagai Wacana Pendidikan

Novel atau roman merupakan salah satu bentuk prosa yang mengandung

sebuah cerita. Novel lebih cenderung menunjukkan sifat atau watak dari tokoh-

tokohnya (Nurgiantoro, 2010:10). Novel merupakan sebuah prosa yang

menampilkan isi cerita paling lengkap. Masalah yang terdapat dalam cerita novel

mengandung ke kompleksitasan ide (Teeuw (1984:67). Ide, sifat, dan watak

dalam novel terikat dengan unsur-unsur pembentuk dalam novel. Unsur

pembentuk dalam novel disampaikan melalui bahasa (Sumardjo, 1999).

Novel dan wacana pendidikan mempunyai hubungan satu dengan lainnya.

Wacana pendidikan yang terdapat dalam novel disampaikan melalui alur,

peristiwa dan konflik yang terjadi pada tokoh. Hubungan novel dan wacana

pendidikan dapat dilihat dari novel Tuan Guru. Wacana pendidikan yang

dibangun dalam novel Tuan guru adalah pendidikan religius. Tuan Guru dalam

novel dijadikan sebagai model ideal dalam pendidikan religius. Masyarakat

menganggap Tuan Guru sebagai kunci atau jalan menuju surga. Bahkan

masyarakat menyakini doa yang dititipkan melalui tuan guru lebih cepat

dikabulkan. Selain novel Tuan Guru juga terdapat novel Negeri 5 Menara. Pada

novel Negeri 5 Menara wacana pendidikan dibangun berdasarkan pendidikan

pesantren. Pendidikan pesantren yang diangkat dalam novel tidak hanya

menceritakan nilai pendidikan religius. Di pesantren pendidikan telah diajarkan

tentang pengetahuan modern seperti yang diajarkan di sekolah umum.

16
Hubungan sastra dan pendidikan dapat diterapkan dalam pembelajaran.

Menurut Coles, Klob & Burner (dalam Marek, 2006:146), menggunakan sastra

dalam proses pembelajaran jauh lebih efektif. Penggunaaan intuisi dan imajinatif

membantu dalam proses penemuan sains dalam pembelajaran, khususnya untuk

peserta didik penyandang kebutuhan khusus. Penggunaan teks sastra dalam

pembelajaran dapat membantu proses pemahaman terhadap siswa berkebutuhan

khusus (Morrison dan Rude, 2002;114).

Siswanto (2013;153), hubungan sastra dan pendidikan setidaknya dapat

dilihat dari tiga perspektif, pendidikan tentang sastra, pendidikan sastra, dan

pendidikan melalui sastra. Pendidikan sastra yang dimaksud mengambangkan

kemampuan teori sastra. Pendidikan tentang sastra menekankan pada aspek

apresiasi sastra. Sedangkan pendidikan sastra adalah meningkatkan kemampuan

apresiasi sastra. Pendidikan sastra merupakan lanjutan dari pendidikan tentang

sastra. Kemudian yang terakhir, pendidikan melalui sastra dengan tujuan untuk

memanfaatkan karya sastra dalam kehidupan; moral, prilaku, berbahasa,

menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia.

Wacana pendidikan yang terdapat dalam karya sastra disampaikan oleh

penulis melalui kisah, dialog, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam novel.

Hubungan wacana dan novel dapat dilihat dari pandangan penulis terhadap suatu

objek sosial. Pengalaman yang dimiliki pengarang diekspresikan secara langsung

ke dalam bahasa dengan menggunakan pernyataan yang logis (Eriyanto, 2011:4).

Bahasa (pilihan gramatika dan pilihan kata) yang disampaikan pengarang

melalui karya sastra dipilih pengarang untuk menyampaikan ideologi tertentu

(Eriyanto 2005;15). Lebih lanjut Eriyanto mengungkapkan bahwa makna suatu

17
teks tidak terlepas dari penulis teks (pengarang). Pemikiran pengarang tentang

wacana pendidikan dipengaruhi oleh pengalaman sosial, pendidikan dan

kebudayaan yang terjadi pada masyarakat Belitong.

1.4.3. Wacana Identitas Pendidikan dalam Novel

Menurut Norton (1997) suatu identitas dibangun melalui suatu hubungan.

Identitas merupakan cara seseorang memahami hubungannya dengan sosial dan

masyarakat (Almeciga, 2012;48). Pada dasarnya seseorang berhubungan melalui

sosial dan masyarakat melalui banyak faktor, salah satunya melalui hubungan

kebahasaan. Bahasa sebagai identitas merujuk pada penggunaan keahlian bahasa,

afiliasi bahasa, dan warisan bahasa (Blok, 2007).

Keahlian bahasa yang dimaksud tentang kemahiran bahasa, dialek bahasa,

dan sosiodialek. Afiliasi mengacu pada bagaimana seseorang memandang suatu

dialek bahasa dan dialek sosial. Kemudian yang terakhir adalah warisan bahasa.

Warisan bahasa sering dikaitkan dengan warisan keluarga dan warisan kelompok

yang dikaitkan dengan dialek bahasa dan dialek sosial.

Bucholtz dan Hall memberikan penjelasan lebih detail tentang bahasa dan

identitas. Bucholtz dan Hall menggunakan istilah “kesamaan” dan “perbedaan”.

Guna melihat kesamaan identitas dengan suatu kelompok. Setiap individu diminta

mencatat kemungkinan yang membuat meraka memiliki kesamaan dalam suatu

kelompok. Kemudian perbedaan adalah penanda jarak yang membuat mereka

berbeda dari kelompok. Guna mengatur kesamaan dan perbedaan mereka

menggunakan konsep tanda. Konsep tanda memungkinkan seseorang memahami

kesamaan dan perbedaan (Almeciga, 2012;48).

18
Wacana identitas dan pendidikan juga tidak dapat dipisahkan. Sebagai

contoh, di Colombia wacana identitas pendidikan digunakan untuk meningkatkan

kompetensi pembelajaran bahasa Inggris. Dengan menggunakan indikator bahasa

dan identitas, dapat memperoleh model pembelajaran yang baik, khususnya

pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (Almeciga, 2012;51). Wacana

identitas pendidikan juga terdapat dalam novel Laskar Pelangi. Tokoh Ikal dan

Arai yang berpendidikan tinggi memiliki perbedaan identitas dari tokoh-tokoh

lainnya.

Dalam karya sastra wacana identitas pendidikan dapat diperoleh dalam

kegiatan membaca. Menurut Tarigan (2008;7), membaca adalah proses untuk

memperoleh pesan dari penulis atau pengarang. Dengan memperoleh pesan

melalui proses membaca, diharapkan dapat memetik dan memahami makna yang

terkandung di dalamnya (Somadyo, 2011:1). Melalui proses pemaknaan pesan

ketika membaca, karya sastra mempengaruhi pandangan, pola pikir, prinsip, dan

prilaku para pembacanya.

1.4.3 Konstruksi Pendidikan Keluarga

Keluarga dapat didefinisikan hubungan darah daging yang terdiri dari

orang tua dan anak. Menurut Frank dan Sydney (1982:264), secara sederhana

keluarga didefinisikan dengan ikatan dua orang atau lebih yang terikat oleh

hubungan darah atau perkawinan. Keluarga sebagai sistem sosial memiliki

subsistem di dalamnya. Subsistem sosial dalam keluarga memiliki keterkaitan

dengan unit-unit subsistem (Adiwikarta, 1988;68). Unit dalam keluarga terdiri

dari Ayah, Ibu, dan Anak. Kualitas keluarga dipengaruhi oleh hubungan unit-unit

keluarga. Kualitas interaksi antara ayah dengan anak, dan ibu dengan anak,

19
dipengaruhi oleh kualitas interaksi ayah dengan ibu. Keluarga yang memiliki

interaksi yang baik antar unit-unit keluarga dapat mendukung proses pendidikan

anak. Kolaborasi keluarga dan sekolah memberikan kontribusi yang penting

dalam pembelajaran dan perkembangan interaksi sosial anak (Sheridan dan

Garbacz, 2011).

Menurut Bagus Ibu adalah pembentuk identitas yang penting bagi

perkembangan anak. Hal ini dikarenakan Ibu mempunyai hubungan biologis yang

terikat sebelum anak lahir ke dunia (Murati dan Ceka, 2016:62). Menurut Murati

& Ceka (2016:63), Ibu memiliki dua peran penting kepada anaknya; peran

pembelaan anak dan perkembangan anak. Ayah dalam keluarga mempunyai peran

yang sangat penting. Ayah dalam keluarga berperan sebagai pimpinan keluarga.

Sebagai pimpinan keluarga, ayah akan menjadi contoh bagi seluruh unit keluarga.

Dalam memimpin keluarga, ayah harus menghadirkan suasana yang aman dan

nyaman. Suasanan aman dan nyaman dalam keluarga akan menguntungkan bagi

anak-anaknya (Murati dan Ceka, 2016;63).

Costantine mengatakan pengaruh peran ibu untuk pendidikan lebih besar

daripada peran ayah. Dalam penelitiannya, ibu lebih siap mengambil peran

pendidikan terhadap anak-anaknya. Kualitas pendidikan ibu mempengaruhi

perkembangan kognitif anak (Jackson dkk, 2017). Seorang ayah lebih berperan

Memberi kekuatan dan menantang anaknya melakukan kegiatan lebih baik

(Murati dan Ceka, 2016;63).

Keluarga sebagai sumber mentransfer nilai, sikap, dan norma (Mifflen dan

Mifflen, 1982; 268). Nilai merupakan kepercayaan yang telah diyakini. Nilai

merupakan sikap dari penilaian suatu objek yang telah disepakati perorangan atau

20
masyarakat. Konsep nilai dalam perkembangannya dibagi menjadi dua. Kedua

konsep tersebut, yaitu pengakuan nilai dan pembentukan nilai (Mifflen dan

Mifflen, 1982; 282). Pengakuan nilai lebih mengarah pada ranah aplikasi. Anak-

anak belajar pengakuan nilai dari orang tua dan lingkungan sekitarnya. Seorang

anak dapat membela nilai baik, buruk, dan jahat karena orang tua telah

mengatakan dan mengajarkan kepadanya. Pembentukan nilai lebih mengarah pada

proses perkembangan nilai. Seseorang yang telah memahami nilai-nilai yang

dianut dengan orang lain dan memahami akibat ketika mendukung suatu nilai,

pada akhirnya memilih untuk bersikap untuk mendukung atau tidak

mendukungnya.

Sikap merupakan reaksi dari seseorang terhadap sebuah obyek

berdasarkan dari satu kepercayaan atau lebih terhadap obyek. Sikap yang diambil

terhadap suatu obyek mempengaruhi terbentuknya maksud terhadap obyek. Sikap

merupakan reaksi yang cenderung mendahulukan perasaan daripada kepercayaan,

walaupun didasarkan atas rasa saling percaya. Kemudian norma merupakan suatu

aturan, kebiasaan, kelakuaan, yang diharapkan. Norma dalam suatu masyarakat

tidak bersifat obyektif. Suatu norma dalam masyarakat bergantung individu-

individu dan kelompok masyarakat yang berlaku.

Isu penting dalam keluarga terkait perannya dalam pendidikan adalah cara

mendidik anak. Terdapat tiga gaya dalam mendidik anak dalam keluarga menurut

(Adiwikarta, 1988:73). Ketiga gaya tersebut, yaitu (a) otoriter, (b) kontinuum, dan

(c) moderat. Gaya otoriter lebih cenderung tidak memberikan kebebasan kepada

anak. Orang tua menjadi pedoman yang harus ditaati oleh anaknya. Sikap, prilaku,

21
dan cara berpikir anak harus mengikuti orang tuanya. Pada gaya otoriter ini, anak

cenderung tertekan dan tidak memiliki kebebasan.

Gaya kontinuum cendurung memberikan kebebasan penuh kepada anak.

Orang tua pada gaya mendidik ini mengikuti semua kehendak anak. semua sikap,

prilaku, dan cara berpikir anak diikuti oleh orang tuanya. Gaya kontinuum

cenderung memanjakan anaknya. Dampak negatifnya, tidak ada kontrol moral dan

nilai dalam keluarga pada diri anak. Kemudian gaya moderat cenderung

memberikan contoh, petunjuk, kesempatan, pujian, dan larangan kepada anaknya.

Mendidik anak pada gaya ini memberikan kebebasan sekaligus memberikan

kontrol.

1.4.4 Konstruksi Pendidikan Sekolah

Sekolah diartikan sebagai lembaga formal pendidikan. Sebagai lembaga

pendidikan, sekolah dipercaya masyarakat sebagai tempat menuntut ilmu. Sekolah

secara definisi masih memiliki makna yang ganda. Setidaknya terdapat tiga makna

dari konsep sekolah sebagai sistem sosial (Adiwikarta, 1988;85). Ketiga makna

tersebut, yaitu (a) sekolah sebagai suatu bangunan, (b) sekolah suatu proses

belajar, dan (c) sekolah sebagai suatu organisasi.

Sekolah sebagai suatu bangunan dipandang sebagai bentuk dari

lingkungan fisik dan perlengkapan untuk menyelenggarakan pendidikan. Sekolah

dalam makna yang pertama berarti sarana dan prasarana atau fasilitas dalam

menyelenggarakan pendidikan. Sarana yang dibutuhkan oleh sekolah dapat

diidentifikasi menjadi empat kategori, yaitu (1) bangunan sekolah, (2) lahan, (3)

ruangan sekolah, (4) perabot, dan (5) alat dan media pendidikan.

22
Pertama, Bangunan sekolah yang dimaksud adalah wujud keseluruhan

gedung sekolah. Syarat utama dapat dikatakan sekolah harus memiliki gedung

sekolah. Kedua, lahan yang dimaksud adalah tempat untuk mendirikan suatu

sekolah, harus jelas kepemilikan lahannya. Dilihat secara fungsi lahan kegiatan

pendidikan dapat dibagi menjadi dua, yaitu lahan kegiatan praktek dan lahan

pengembangan. Lahan kegiatan praktek digunakan untuk pelaksanaan kegiatan

praktek. Kemudian lahan pembangunan digunakan untuk kepentingan

pengembangan pembangunan sekolah.

Ketiga, ruangan sekolah digunakan sebagai pusat dari aktivitas belajar dan

mengajar. Ruangan di sekolah dilihat dari fungsinya dibagi menjadi tiga, yaitu (1)

ruang pendidikan, (2) ruangan administrasi, dan (c) ruangan penunjang. Ruang

pendidikan dapat dikalsifikasi sebagai barikut; (a) ruangan kelas, (b) ruangan

perpustakaan, (c) ruangan laboraturium, dan (d) ruangan kesenian. Kemudian

ruangan administrasi dapat diklasifikasi sebagai berikut; (a) ruangan kepala

sekolah, (b) ruangan guru, (c) ruangan tata usaha, dan (d) gudang. Ruangan yang

terakhir adalah ruangan penunjang. Ruangan penunjang dapat dikalsifikasi

sebagai berikut; (a) ruangan ibadah, (b) ruangan serbaguna, (c) ruangan UKS, (d)

ruangan OSIS, dan (e) ruangan kamar mandi.

Keempat, perabot disekolah digunakan untuk mendukung seluruh kegiatan

di sekolah. Perebot diihat dari fungsinya dibagi menjadi tiga. Ketiga fungsi

perabot, yaitu (a) pendidikan, (b) administrasi, dan (c) penunjang. Perabot

pendidikan yang dimasud adalah segala bentuk barang yang berkaitan dengan

proses pembelajaran di kelas. Perabot administrasi yang dimaksud adalah segala

barang yang dapat mendukung keperluan kantor. Kemudian perabot penunjang

23
segala barang yang dibutuhkan di perpustakaan, OSIS, dan UKS. Kelima, alat dan

media pendidikan yang digunakan dalam proses pembelajaran. Adapun yang

dibutuhkan adalah buku dan alat peraga yang dapat digunakan dalam proses

pembelajaran.

Sekolah sebagai suatu proses belajar berarti suatu kegiatan pembelajaran

yang dilakukan antara pendidik dan peserta didik. Sekolah dalam pengertian ini

diposisikan sebagai proses pendidikan. Proses pendidikan di sekolah terjadi antara

murid dan guru (pendidik). Proses interaksi pembelajaran murid dan guru dapat

berlangsung di dalam kelas atau di luar kelas.

Proses pembelajaran antara guru dan siswa harus dilakukan dengan

optimal. Hal ini berkaitan dengan tarnsformasi nilai pendidikan kepada siswa.

Menurut Idi dan Safarina (2010:136), terdapat sembilan prinsip proses edukasi

antara pendidik dan peserta didik. Kesembilan proses tersebut, yaitu (1) motivasi,

(2) persepsi, (3) pemfokusan, (4) keterpaduan, (5) pemecahan masalah, (6)

menacari, menemukan, dan mengembangkan, (7) belajar sambil mengaplikasikan,

(8) hubungan sosial, dan (9) perbedaan individu.

Pertama, peserta didik memiliki motivasi yang berbeda satu dengan

lainnya. Mengetahui motivasi peserta didik dapat membantu dalam proses

pembelajaran. Peserta didik dapat memberikan motivasi kepada pendidik

berdasarkan tingkat kebutuhan pesrta didik. Kedua, yang dimaksud persepsi

adalah pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik. Setiap peserta didik memiliki

pengalaman yang berbeda-beda. Pengalaman itu diperoleh berdasarkan latar

belakang peserta didik. Dalam proses pembelajaran, pendidik harus mengaitkan

proses pengalaman peserta didik guna memaksimalkan proses pembelajaran

24
Ketiga, pemfokusan materi digunakan pendidik agar peserta didik mampu

memahami bahasan yang dibahas dalam pembelajaran. Selain itu, pemfokusan

materi diharapkan berkaitan dengan kehidupan peserta didik. Keempat, prinsip

keterpaduan adalah mengaitkan materi pembelajaran dengan materi pelajaran lain

yang memiliki hubungan. Keterpaduan materi akan memudahkan peserta didik

memahami dan memadukan materi pembelajaran dalam interaksi edukatif.

Kelima, pembelajaran perlu menerapkan proses pemecahan masalah.

Pembelajaran berbasis masalah akan mendorong peserta didik terampil dalam

memecahkan masalah, terutama berkaitan dengan kebutuhan dan kehidupan

peserta didik. Keenam, pembelajaran berbasis mencari, menemukan, dan

mengembangkan. Pembelajaran ini berfungsi mengembangkan potensi peserta

didik. Pembelajaran diharapkan dapat mendorong peserta didik lebih mandiri

dalam mencari, menemukan dan mengembangkan informasi secara mandiri.

Pendidik dalam bembelajaran ini sebagai pendorong dan fasilitator.

Ketujuh, pembelajaran dengan bekerja diterapkan dengan tujuan peserta

didik dapat mengingat, meresapi dan mempraktekkan. Kedelapan, praktik

pembelajaran sosial adalah membiasakan peserta didik agar dapat bekerja sama

dengan teman-temannya. Kerjamasa akan lebih meningkatkan motivasi belajar

dan pengetahuan peserta didik. Kesembilan, peserta didik di sekolah memiliki

kemampuan yang berbeda-beda. Pendidik diharapkan mengetahui perbedaan

kemampuan peserta didiknya baik dari segi psikologis, intelektual, dan biologis.

Mengetahui perbedaan peserta didik dapat membantu pendidik melakukan

pendekatan kepada peserta didik.

25
Sekolah sebagai suatu organisasi berarti melihat sekolah sebagai struktur

yang terdiri dari orang-orang yang memiliki tugas tertentu (Adiwikarta,1988:85).

Kepala sekolah, guru, pegawai, pesuruh, dan siswa merupakan struktur material

yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi (Nasution, 1999;72). Berdasarkan

dari pembagian peran kepala sekolah mempunyai peran yang paling tinggi dari

struktur organisasi sekolah. Kepala sekolah dalam struktur sekolah memiliki tujuh

tugas (Nasution, 1999:76). Ketujuh tugas kepala sekolah dipaparkan sebagai

berikut; (1) kepala sekolah merupakan perantara atasan pendidikan (mentri

pendidikan dan kanwil) dengan guru, (2) kepala sekolah sebagai konsultan yang

memberikan nasehat, dan saran pada guru, (3) kepala sekolah harus mampu

memberi pimpinan tentang sekolah ketika berhadapan dengan murid, guru,

pegawai, dan sosial masyarakat, dan (4) kepala sekolah juga dapat berfungsi

menjadi seorang guru, dan pegawai administrasi di sekolah kecil dan terpencil.

Peran guru di sekolah berkaitan dengan proses pendidikan memiliki peran

yang sangat penting. Guru berperan sebagai pendidik dan pengajar di sekolah

(Nasution, 1999;91). Sebagai pendidik dan pengajar di sekolah, seorang guru

harus memiliki sikap, prilaku dan pengetahuan yang baik. Dilihat dari fungsi

perannya seorang guru memili fungsi manifes dan fungsi laten (Damsar,

2015;156). Fungsi manifes adalah tindakan yang diharapkan dapat dilakukan oleh

guru telah disadari oleh masyarakat. Kemudian fungsi laten adalah tindakan yang

tidak diharapkan dilakukan oleh seorang guru.

Fungsi manifes dan laten menurut (Damsar, 2015;156), dikelompokkan

menjadi tiga. Ketiga kelompok fungsi manifes, yaitu (a) guru sebagai pengajar,

(b) guru sebagai pendidik, dan (c) guru sebagai teladan. Kemudian ketiga fungsi

26
laten, yaitu (a) guru sebagai pelabel, (b) guru sebagai penyambung dari kelas

menengah atas, dan (c) guru sebagai pengekal status quo.

Guru dalam mendidik dan mengajar siswa di sekolah dapat dilakukan di

dalam kelas dan luar kelas. Kegiatan mendidik dan mengajar yang dilakukan di

dalam kelas mendapat banyak perhatian dari kalangan peneliti, khususnya

pengkaji pendidikan dan sosiologi. Oleh pengkaji ilmu sosiologi pendidikan,

terdapat tiga pendekatan terhadap ruang kelas, yaitu interaksi, interpretatif, dan

radikal (Damsar, 2015:104)

Pendekatan interaksi secara khusus mengkaji tentang metode pengajaran

dalam mengelola kelas yang efisien dari seorang guru. Pendekatan interaksi

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (a) perilaku dominatif versus integratif, (b)

gaya kepemimpinan guru, dan (c) teacher centred versus learner centred.

Pendekatakan interpretatif memandang bahwa ruang kelas sebagai realitas sosial

banyak interaksi interpersonal yang dipenuhi simbol. Individu secara aktif

melakukan interpretatif terhadap simbol dari interpersonal. Selanjutnya melalui

proses interpretatif melakukan tindakan yang sesuai dengan komunikasi simbol.

Pendekatan radikal yang dimaksud adalah penggunaan teori pelabelan

dalam proses belajar dan mengajar. Label adalah sebutan dari penamaan dan

reputasi yang diberikan oleh seseorang (guru, teman, orang tua, masyarakat)

kepada peserta didik. Pelabelan merupakan konsep yang dapat membuat

prasangka dan persepsi baru kepada orang lain. Dalam kegiatan belajar mengajar

pelabelan yang negatif akan berdampak buruk kepada peserta didik.

27
1.4.5 Kontruksi Pendidikan Budaya

Budaya merupakan gaya hidup seseorang yang diperoleh secara sosial

yang dipengaruhi oleh kelompok. Nilai yang diperoleh dari suatu budaya berupa

pola pikir, prilaku dan kebiasaan (Harris dalam Giunchiglia, 2009). Suatu

kebudayaan dipengaruhi oleh lingkungan fisik, iklim dan kekayaan alam

(Nasution, 1999). Kebudayaan nelayan tidak sama dengan kebudayaan hutan,

begitu juga dengan kebudayaan industri. Kebudayaan dapat mengalami perubahan

atau menghasilkan kebudayaan yang baru.

Pendidikan dan kebudayan memiliki hubungan yang saling terkait.

Pendidikan seharusnya menjadi pembudayaan masyarakat (Djazifa dkk, 2015;29).

Masyarakat pedesaan masih menganggap bahwa pendidikan tidak penting.

Sedangkan masyarakat perkotaan menganggap pendidikan dan intelektual itu

penting.

Di Jawa Timur umumnya dipengaruhi oleh budaya Jawa dan budaya

Madura. Kedua budaya tersebut telah memiliki kepercayaan sesuai dengan

kebudayaanya masing-masing. Kontak antara budaya Jawa dan budaya Madura

menghasilkan budaya Pandalungan. Pandalungan menurut Wikipedia merupakan

kebudayaan hasil asimilasi antara budaya Jawa dan Madura. Masyarakat

Pandalungan banyak menempati di wilayah pesisir utara Jawa Timur.

Setiap kebudayaan telah memiliki sistem kepercayaannya masing-masing.

Kebudayan meliputi seluruh kepercayaan, pengetahuan, keterampilan, kesenian,

moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan (Nasutin, 1999;63). Kebudayaan dapat

diamati melalui perilaku verbal dan non verbal melalui anggota masyarakat.

Masyarakat adalah kumpulan orang-orang yang menempati suatu daerah tertentu.

28
Orang-orang dalam masyarakat telah memiliki pola interaksi yang teratur dan

disepakati oleh semua anggota kelompok masyarakat. Suatu masyarakat terdiri

dari berbagai jenis manusia yang memiliki fungsi dan peran yang berbeda.

Berbagai perbedaan yang terdapat dalam masyarakat disatukan oleh nilai dan

norma yang diatur dalam suatu masyarakat.

Masyarakat dan pendidikan saling melengkapi. Suatu masyarakat tidak

dapat berjalan tanpa pendidikan begitu pula sebaliknya. Dalam masyarakat,

pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial (Turkkahraman,

2012; 38). Pendidikan dalam konsep masyarakat dijadikan sebagai sarana.

Sedangkan masyarakat merupakan tujuan dari proses pendidikan.

Nasutian (1999:152), membagi masyarakat berdasarkan peran nilainya

menjadi dua golongan, yaitu masyarakat pedesaan dan masyarakat kota.

Masyarakat pedesaan memegang prinsip yang kuat terhadap nilai-nilai agama,

sikap dan prilaku. Masyarakat pedesaan penduduknya tergolong homogen. Oleh

karena itu, bila terdapat sikap, prilaku, dan praktik keagamaan yang menyimpang,

segera mendapatkan teguran dan nasehat. Masyarakat perkotaan memiliki sikap

yang lebih heterogen. Kebanyakan penduduknya telah memiliki intelektual yang

baik. masyarakat perkotaan lebih terbuka terhadap budaya dan kebiasaan baru.

Oleh karena itu, mereka lebih terbuka terhadap sikap, prilaku, pikiran, moral, dan

pergaulan yang baru.

Kepercayaan, adat istiadat, kebiasaan, dan pengetahuan dalam budaya

memerlukan sosialisasi kepada anggota budayanya. Proses sosialisasi memerlukan

agen untuk mentransfer nilai-nilai budaya. Agen yang dapat mensosialisasikan

biasanya tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat merupakan representasi dari

29
kebudayaan yang diyakini. Menurut Surbakti (1992;40), tokoh masyarakat adalah

orang yang disegani, dipercaya, dan dihormati secara luas. Kehadiran tokoh

masyarakat sebagai pemersatu antar unit-unit kebudayaan.

Tokoh masyarakat menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu

kebudayaan. Tokoh masyarakat mempunyai peran yang besar dan mempunyai

kekuasan dalam keanggotaan masyarakat. Sering kali anggota masyarakat

meminta masukan dan saran untuk melaksanaan adat istiadat kepada tokoh

masyarakat.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian ini meliputi pendekatan dan jenis penelitian, data dan

sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data, teknik validasi temuan

penelitian, dan tahap-tahap penelitian.

1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian konstruksi pendidikan yang terdapat dalam novel tetralogi

Laskar Pelangi karya Andrea Hirata termasuk dalam penelitian kualitatif dengan

menggunakan teks untuk memahami strukturnya. Kontruksi pendidikan bertujuan

untuk mendeskripsikan struktur pendidikan (keluarga, sekolah dan budaya).

Penelitian ini menggunakan pendekatan wacana kritis yang dipadukan dengan

teori sosiologi pendidikan. Sesuai dengan kerangka penelitian kualitatif, logika

induktif digunakan untuk mendeskripsikan konstruksi pendidikan dalam teks.

Pendekatan wacana kritis digunakan dengan alasan bahwa bahasa tidak

pernah lepas dari konteks sosial dan konteks pemakainya. Penggunaan bahasa

merefleksikan adanya perbedaan relasi, ideologi dan makna yang perlu

diinterpretasikan. Analisis wacana kritis dalam penelitian ini digunakan untuk

30
mengungkap konstruksi pendidikan berdasarkan struktur keluarga, struktr sekolah

dan struktur budaya.

Teori sosiologi pendidikan dalam penelitian ini digunakan untuk melihat

struktur dari konstruksi pendidikan. Struktur pendidikan yang dimaksud yaitu,

keluarga, sekolah dan budaya. Guna mengkaji interaksi sosial dan interaksi

kebahasaan di dalam struktur pendidikan, maka digunakan teori analisis wacana

kritis. Analisis wacana kritis yang digunakan untuk mengkaji konstruksi

pendidikan menggunakan teori (Fairclough, 1989:26). Fairclough membagi

analisis teks ke dalam tiga tahapan, yaitu deskripsi, interpretasi, dan eksplanasi.

Tahap deskripsi, pada tahapan ini terdapat dua sub aspek tahapan, yaitu

kosa kata dan gramatika. Pada tahapan ini bertujuan untuk mengungkap fenomena

ideologi dan kekuasaan. Tahap interpretasi, berkaitan dengan hubungan dalam

teks dan interaksi dalam teks. Pada tahapan ini konteks sosial dihubungkan

dengan teks. Tahap eksplanasi, berkaitan dengan konteks interaksi dan sosial.

Pada tahapan ini dijelaskan mengenai bentuk sosial dan bentuk bahasa yang

digunakan dan yang tidak digunakan.

1.5.2 Data dan Sumber Data

Data penelitian dalam penelitian ini adalah teks tulis dari tetralogi novel

Laskar Pelangi. Teks tulis yang dimaksud berupa kata-kata, kalimat, paragraf,

yang berkaitan dengan peran keluarga, sekolah, dan masyarakat terhadap

pendidikan pada tokoh-tokoh tetralogi novel Laskar Pelangi.

Adapun sumber data dari penelitian ini terdiri dari tetralogi novel Laskar

pelangi. Novel pertama berjudul Laskar Pelangi (terbit tahun 2015 cetakan ketiga

puluh satu). Novel kedua berjudul Sang Pemimpi (terbit tahun 2013 cetakan

31
kedua puluh tujuh). Novel ketiga berjudul Edensor (terbit tahun 2017 cetakan

kedua belas). Novel keempat berjudul Maryamah Karpov (terbit tahun 2014

cetakan ketujuh).

1.5.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan teknik dokumentasi. Penggunaan teknik dokumentasi dalam

penelitian ini dikarenakan sumber data berupa teks novel. Selain itu, data

penelitian yang digunakan berupa interpretasi dari sebuah teks. Pengumpulan data

dilakukan dengan menyusun kriteria berdasarkan teori sosiologi pendidikan.

Kriteria yang telah disusun berdasarkan teori digunakan untuk

mengklasifikasi dan mengidentifikasi konstruk pendidikan dalam tetralogi novel

Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Kriteria tersebut meliputi tiga aspek,

konstruksi pendidikan keluarga (nilai spiritual, nilai moral, nilai kebenaran, dan

nilai keindahan), konstruksi pendidikan sekolah (sekolah dipandang suatu

bangunan, sekolah sebagai proses belajar, dan sekolah sebagai organisasi), dan

konstruksi pendidikan budaya (tokoh yang mensosialisasikan dan cara

mensosialisasikan).

Berdasarkan pembagian kriteris tersebut, peneliti menggunakan teknik

dokumentasi yang berupa tetralogi novel Laskar Pelangi. Adapun langkah-

langkah yang digunakan dalam proses pengumpulan data sebagai berikut ini. (1)

peneliti melakukan proses pembacaan secara berulang-ulang terhadap tetralogi

novel Laskar Pelangi. (2) mengidentifikasi unit-unit teks yang mengandung

konstruksi pendidikan meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. (3)

32
mengklasifikasi data, dan (4) pengkodean data berdasarkan klasifikasi yang telah

dibuat.

1.5.4 Analisis Data

Analisis data penelitian merupakan proses untuk mengidentifikasi data

penelitian berdasarkan konstruksi pendidikan keluarga, konstruksi pendidikan

sekolah, dan konstruksi pendidikan masyarakat. Prosedur yang dilakukan dalam

menganalisis data adalah sebagai berikut.

1. Tahapan analisis data dimulai dengan melakukan pengumpulan data

penelitian dan mengelompokkan berdasarkan fokus penelitian, yaitu

tentang konstruksi pendidikan keluarga, konstruksi pendidikan sekolah,

dan konstruksi pendidikan masyarakat.

2. Melakukan identifikasi data dan kalsifikasi data berdasarkan fokus

penelitian. Guna mempermudah proses Indentifiksi dan klasifikasi data,

digunakan tabel penelitian. Selain itu, tabel penelitian digunakan untuk

melihat kelengkapan data penelitian.

3. Melakukan penafsiran kembali terhadap data yang telah diidentifikasi dan

diklasifikasi untuk melihat kesesuaian data dan kepaduan data dari

masing-masing fokus masalah penelitian.

4. Bila terdapat data yang belum sesuai dengan fokus penelitian, maka

peneliti kembali melakukan langkah-langkah prosedur analisis data dari

awal.

1.5.5 Pengecekan Keabsahan Penelitian

33
Penggunaan keabsahan data penelitian digunakan untuk memvalidasi

temuan data dalam penelitian. Adapun langkah-langkah atau prosedur penggunaan

pengecekan keabsahan penelitian dalam penelitian ini dipaparkan sebagai berikut.

1. Melakukan pembacaan secara cermat dan berulang-ulang untuk

memahami, menafsirkan dan menghayati isi teks tetralogi Novel Laskar

Pelangi.

2. Menemukan data dari fokus permasalahan yang dikaji berkaitan dengan

konstruksi pendidikan dari aspek keluarga, sekolah dan masyarakat.

3. Mengkonsultasikan isi temuan data kepada dosen pembimbing.

4. Melalakukan proses pengoreksian dengan teman sejawat yang memiliki

pengetahuan tentang kajian wacana pendidikan dalam novel dan sosiologi

pendidikan.

5. Penggunaan triangulasi penelitian.

1.5.6 Tahapan-tahapan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat tiga tahapan penelitian yang digunakan. Ketiga

tahapan penelitian tersebut dipaparkan sebagai berikut.

1. Tahap Awal

a. Menyusun draf proposal yang berisi tentang ide-ide atau pokok-pokok yang

berkaitan dengan topik penelitian.

b. Mengkonsultasikan draf proposal yang telah disusun kepada dosen

pembimbing.

c. Menyusun secara detail proposal berdasarkan referensi dari buku bacaan

yang berkaitan dengan topik penelitian.

d. Melaksanakan seminar proposal.

34
2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan pengumpulan data penelitian dari sumber data yang telah

ditentukan berdasarkan fokus masalah dalam penelitian.

b. Melakukan analisis data penelitian dari sumber data yang telah

dikumpulkan berdasarkan fokus masalah dalam penelitian.

c. Mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing.

3. Tahap Akhir

a. Melakukan perbaikan penulisan laporan penelitian.

b. Melakukan penggandaan laporan hasil penelitian.

35

Anda mungkin juga menyukai