Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Fokus Penelitian

Pendidikan merupakan usaha untuk ngubah sikap dan prilaku seseorang

atau kelompok melalui proses pembelajaran. Pendidikan adalah proses sadar yang

dilakukan oleh seseorang melalui berbagai pengalaman dengan tujuan untuk

mengubah prilakunya (Arslantas, 2015:49). Pendidikan dapat diartikan secara

sempit dan secara luas (Gupta 2014:4).

Pengertian pendidikan secara sempit diukur sebagai derajat dan

sertifikasi. Pendidikan diartikan untuk menghasilkan tenaga profesional seperti

guru, dosen, dokter, dan hakim. Kemudian pendidikan dalam arti luas

didefinisikan sebagai proses pendidikan seumur hidup. Proses tersebut mencakup

pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari tahapan kehidupan baik formal,

informal dan kebetulan. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai perubahan

sosial, akan tetapi perupahan sikap, prilaku, dan aset pembangunan bangsa.

Pendidikan merupakan jalan untuk membawa orang menuju masa depan yang

baik. Selain itu, pendidikan berperan penting dalam membangun suatu negara

yang maju. Maju tidaknya suatu negara dilihat dari kualitas pendidikan warganya

(Johan dan Harlan, 2014:53).

Pendidikan dapat diperoleh secara formal dan nonformal. Secara formal

pendidikan terikat dengan instansi atau lembaga pendidikan dan diatur oleh sistem

pendidikan. Pendidikan nonformal diperoleh melalui aktivitas dan perilaku sehari-

hari. Merujuk pada definisi di atas, pendidikan formal dan nonformal

1
menghasilkan manusia yang memiliki pengetahuan, sikap yang baik, masa depan

yang baik, dan memberikan kontribusi bagi pembangunan.

Wacana pendidikan dapat diproduksi melalui bahasa tulis dan bahasa

lisan. Wacana pendidikan yang terdapat dalam novel diproduksi melalui bahasa

tulis. Menurut Onuekwusi hubungan sastra dan pendidikan terletak pada nilai

yang terkandung dalam sastra. Adapun nilai yang terdapat dalam sastra, yaitu

tentang perjuangan manusia memperoleh pendidikan (Ihejirika, 2014:86). Pada

sastra terdapat pikiran atau renungan dari pengarang yang sanggup

mentransformasikan nilai-nilai kepada pembacanya. Nilai yang terkandung dalam

karya sastra diperoleh pembaca melalui kegiatan apresiasi sastra (Baribin, 1985).

Sastra memegang peranan penting dalam menanamkan nilai religiusitas terhadap

manusia (Mangunwijaya, 1992:7).

Ikal dan Arai merupakan tokoh yang memiliki perbedaan pandangan

dengan tokoh lainnya, khusunya dalam pendidikan. Bila dilihat dari perspektif

sosial dan ekonomi, keadaan Ikal dan Arai tidak jauh berbeda dengan tokoh

lainnya. Ikal dan Arai memliki mimpi besar agar dapat kuliah di negara Prancis.

Salah satu inspirator yang membuat Ikal dan Arai ingin kuliah di luar Negeri

adalah Pak Balia. Pak Balia sering menceritakan keindahan kota Sorbonne di

negara Prancis. Kota indah yang memiliki daya tarik bagi semua orang di dunia.

Kata indah dan daya tarik tidak hanya bermakna keindahan alam, melainkan juga

daya tarik untuk menuntut ilmu di Sorbonne.

Mimpi besar Ikal dan Arai juga didukung oleh keluarga. Pandangan orang

tua Ikal dan Arai tentang pendidikan berbeda dengan pandangan masyarakat. Pada

umumnya masyarakat memandang pendidikan tidak penting. Banyak orang

2
memandang bahwa masa depan masyarakat Belitong saat itu adalah bekerja di PN

Timah. Oleh karena itu, banyak orang tua memilih tidak menyekolahkan anaknya.

Orang tua Ikal dan Arai tidak ingin anaknya bekerja sebagai buruh di PN timah

Belitong. Mereka menginginkan agar anaknya dapat bersekolah dan mempunyai

masa depan yang lebih baik dari orang tuanya.

Wacana pendidikan yang terdapat dalam karya sastra disampaikan oleh

penulis melalui kisah, dialog, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam novel.

Penulis dalam menyampaikan wacana pendidikan dapat menggunakan dua

metode. Metode deskripsi secara langsung dan metode tidak langsung. Metode

deskriptif secara langsung dapat ditangkap dengan mudah oleh pembaca.

Sedangkan metode tidak langsung memerlukan pembacaan dan apresiasi yang

lebih intensif dari pembaca.

Wacana pendidikan yang terdapat dalam tetralogi novel Laskar Pelangi

pada akhirnya membentuk suatu identitas bagi tokoh Ikal, Arai dan keluarganya.

Identitas yang membedakan meraka dengan tokoh-tokoh lain tentang wacana

pendidikan. Santoso (2012:6), mengatakan bahwa identitas memiliki sifat yang

dinamis. Karena bersifat dinamis, identitas dapat mengalami perubahan.

Perubahan identitas terjadi karena pengaruh lingkungan sosial. Identitas dapat

dibentuk dari pengetahuan, nilai dan emosi dari suatu masyarakat (Fina, 2003:15).

Identitas menurut Baggioni dan Kasbarian (dalam Versluys, 2007:89)

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu identitas pribadi dan identitas kolektif.

Sedangkan menurut Djite (2006), identitas adalah kata-kata yang sering diucapkan

untuk mempertanyakan siapa mereka (Versluys, 2007:89). Identitas dalam wacana

merupakan masalah kompleks yang melampaui masalah identitas sosial dan

3
identitas pribadi (Scollon, 1996;1). Meneliti struktur identitas dalam wacana

menurut Scollon terdapat dua pendekatan. Pertama, wacana identitas dilihat dari

peran produksi dan penerima. Kedua, wacana identitas dilihat dari peran interaksi

sosial.

Identitas dalam karya sastra dapat diartikan dari dua aspek. Aspek

pertama, sastra yang mengandung nilai-nilai dan membentuk identitas. Aspek

kedua, sastra sebagai penanam identitas bagi pembaca. Kedua aspek tersebut

saling berkaitan satu dengan lainnya. Aspek pertama menjadi acuan kepada aspek

kedua. Sastra ditinjau dari segi isinya mengandung nilai-nilai, moral, pendidikan,

dan budaya. Nilai moral yang terdapat dalam karya sastra biasanya mencerminkan

nilai kebenaran yang dinyakini oleh pengarangnya (Noor, 2011:64).

Proses penciptaan sastra tidak lepas dari peristiwa-peristiwa sosial dan

masyarakat. Menurut Laurenson dan Swingewood keterkaitan sastra dan sosial

dibedakan menjadi tiga (Endraswara, 2012). Pertama, sastra merupakan dokumen

sosial yang di dalamnya merefleksikan kondisi masyarakat pada saat sastra

diciptakan. Kedua, sastra merupakan refleksi sosial dari penulis atau pengarang.

Ketiga, sastra merupakan peristiwa sejarah dan menifestasi kebudayaan.

Tetralogi novel Laskar Pelangi terdiri dari empat buah novel. Novel

pertama berjudul Laskar Pelangi diterbitkan tahun 2005. Novel kedua berjudul

Sang Pemimpi diterbitkan tahun 2006. Novel ketiga berjudul Edensor diterbitkan

tahun 2007. Kemudian novel terakhir berjudul Maryamah Karpov diterbitkan

tahun 2008. Keempat novel tetralogi Laskar Pelangi merupakan edisi serial.

Cerita dalam novel tetralogi Laskar Pelangi berkaitan dengan pengalaman

kehidupan pengarang, interaksi sosial dan masyarakat Belitong. Artinya

4
pengalaman kehidupan pengarang turut andil mempengaruhi isi, bentuk, dan

struktur karya sastra. Andrea Hirata sebagai pengarang merefleksikan pengalaman

kehidupannya ke dalam novel. Salah satu yang direfleksikan adalah tentang

wacana pendidikan.

Keberhasilan seseorang dalam menempuh pendidikan ditentukan oleh

faktor internal dan eksternal. Faktor internal dan eksternal merupakan dualitas

yang saling mempengaruhi tingkat keberhasilan pendidikan seseorang. Faktor

internal menurut Brown ditentukan oleh motivasi, kebiasaan belajar, sikap, dan

praktik pribadi setiap individu (dalam Mirhadizadeh, 2016: 189). Kemudian

faktor ekternal menurut Mirhadizadeh (2016:191), ditentukan diluar sikap

individu pembelajar. Faktor eksternal antar individu dapat berbeda satu dengan

yang lainnya bergantung kondisi sosial dan masyarakat. Faktor eksternal yang

dimaksudkan dapat berupa, orang tua, guru, sekolah, lingkungan sekolah, dan

masyarakat.

Berdasarkan hasil dari penelitian, peran keluarga, sekolah, dan masyarakat

dapat meningkatkan kualitas hasil belajar dan kualitas membaca. Selain itu,

hubungan tersebut dapat meningkatkan kehadiran siswa, meningkatkan tingkat

kelulusan tepat waktu, dan meningkatkan prilaku sosial dan emosional (Bryan,

Young, Griffin, dan McCoy, 2018). Pentingnya peran keluarga, sekolah dan

budaya juga dijelaskan dalam penelitian Granata, Mejri, dan Rizzi (2016).

Penelitian ini dilakukan untuk mencari pengaruh hubungan sekolah, keluarga dan

budaya, khususnya untuk sekolah di Italia. Penelitian menginvestigasi tiga faktor

yang mempengaruhi hubungan keluarga dan sekolah terhadap pendidikan anak.

Ketiga faktor tersebut, yaitu interpersonal, struktural, dan budaya. Faktor

5
interpersonal memfokuskan pada aspek keterampilan mendengar, emosi, dan

hubungan orang tua dan guru. Faktor struktural memfokuskan pada aspek kondisi

kehidupan kelurga dan sistem kesejahteraan di Italia. Kemudian faktor budaya

memfokuskan pada aspek nilai-nilai, gaya hidup, dan pendidikan orang tua dan

guru.

Konstruksi pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini menganalisis

peran keluarga, sekolah, dan budaya dalam pendidikan tokoh tetralogi novel

Laskar Pelangi. Definisi konstruksi dalam penelitian dilihat dari perspektif sosial.

Konstruksi merupakan teori sosiologi pengetahuan dan komunikasi yang

mengkaji perkembangan pemahaman manusia tentang dunia (Galbin, 2014;82).

Teori konstruksionisme sosial pada awalnya digunakan untuk mamahami sifat

realitas. Teori ini merupakan bagian dari sosiologi yang mempunyai hubungan

dengan era pasca-modern dalam penelitian kualitatif (Andrews, 2012;39).

Secara umum terdapat dua tanda pembeda tentang teori konstruksi sosial

menurut para ahli. Pertama, penolakan asumsi tentang sifat pikiran dan teori

kausalitas. Kedua, memberikan perhatian pada kompleksitas dan keterkaitan antar

individu dan kelompok (Galbin, 2014;83). Konstruksi pendidikan dalam

penelitian ini dilihat dari peran keluarga, sekolah dan budaya. Guna mendukung

pengkajian, peran keluarga, sekolah, dan budaya dilihat dari perspektif sosiologi

pendidikan. Menurut Idi & Safarina (2011:25), sosiologi dan pendidikan

membicarakan lima aspek. Kelima aspek tersebut, yaitu (a) kelas, (b) sekolah, (c)

keluarga, (d) masyarakat desa, dan (e) kelompok masyarakat.

Pertama, kelas secara umum memiliki tiga definisi, yaitu kelas dalam

pengertian sekolah, kelas dalam pengertian kelompok, dan kelas dalam pengertian

6
periode atau tingkatan siswa. (Adiwikarta, 1988:93). Kelas diartikan sebagai

interaksi sosial pendidikan anak di sekolah. Di kelas anak-anak belajar melalui

interaksi antar teman dan guru. Proses interaksi yang baik dapat mendukung

keberhasilan pendidikan di sekolah. Damsar mengkategorikan kelas menjadi lima

(Damsar, 2015:93). Kelima kategori itu adalah; (1) kelas sebagai suatu sistem, (2)

teori ruang kelas, (3) ruang kelas dan pemeliharaan ketertiban dan kedisiplinan,

(4) ruang kelas dan penggunaan bahasa, dan (5) dinamika hubungan guru dan

murid dalam kelas.

Kedua, sekolah merupakan salah satu lembaga formal pendidikan.

Sekolah memiliki struktur formal untuk memudahkan perancanaan pendidikan.

Struktur formal di sekolah terdiri dari kepala sekolah, guru, pegawai, dan siswa

(Nasution, 1999:72). Kepala sekolah menempati posisi paling tinggi di sekolah.

Kepala sekolah berperan mengatur seluruh kegiatan di dalam sekolah. Guru

merupakan elemen penting bagi pendidikan di sekolah. Guru banyak berinteraksi

dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Kemudian pegawai

merupakan fungsi pendukung dari proses pembelajaran di sekolah. Fungsi

pegawai melakukan proses administrasi kepala sekolah, guru dan siswa.

Ketiga, keluarga secara definisi dapat diartikan keluarga batih dan luas

(Adiwikarta, 1988:66). Keluarga batih atau keluarga inti terdiri dari suami/ayah

dan isteri/ibu. Pasangan suami dan isteri mempunyai anak yang lahir dari

hubungan keduanya. Anak dalam keluarga batih bisa juga anak tiri yang belum

berkeluarga. Keluarga luas adalah sebuah keluarga yang keanggotaannya tidak

hanya keluarga batih. Keanggotaan keluarga luas meliputi mertua (orang tua

7
suami/isteri), adik dan kakak ipar. Keluarga luas mencakup seluruh anggota

keluarga yang memiliki hubungan kedekatan dengan keluarga batih.

Keluarga dapat didefinisikan hubungan darah daging yang terdiri dari

orang tua (Ibu dan Ayah). Ibu dalam keluarga mempunyai peran penting kepada

anaknya. Menurut Bagus Ibu adalah pembentuk identitas yang penting bagi

perkembangan anak. Hal ini dikarenakan Ibu mempunyai hubungan biologis yang

terikat sebelum anak lahir ke dunia (Ceka dan Murati, 2016:62). Menurut Ceka

dan Murati (2016:63), Ibu memiliki dua peran penting kepada anaknya; peran

pembelaan anak dan perkembangan anak.

Keempat, para ahli ilmu sosial seperti Maclver, Gillin L, dan Gillin P

mengartikan bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang saling

berinteraksi sesuai dengan adat-istiadat tertentu yang telah disepati dan bersifat

tetap (Soelaeman, 1987;26). Interaksi antar anggota masyarakat diatur oleh nilai,

norma, dan prosedur dalam kelompok masyarakatnya. Masyarakat adalah

kumpulan sekelompok orang yang menempati suatu daerah tertentu. Nasution

(1999:152), membagi masyarakat berdasarkan peran nilainya menjadi dua

golongan, yaitu masyarakat pedesaan dan masyarakat kota. Masyarakat pedesaan

memegang prinsip yang kuat terhadap nilai-nilai agama, sikap dan prilaku.

Masyarakat pedesaan penduduknya tergolong homogen. Masyarakat perkotaan

memiliki sikap yang lebih heterogen. Kebanyakan penduduknya telah memiliki

intelektual yang baik. masyarakat perkotaan lebih terbuka terhadap budaya dan

kebiasaan baru.

Brookever membagi kajian sosiologi pendidikan menjadi empat kategori

(Adiwikarta, 1988:5). Keempat kategori tersebut, yaitu (a) hubungan pendidikan

8
dan sosial, (b) hubungan sekolah dan lingkungan, (c) hubungan antara manusia

dalam pendidikan, dan (d) pengaruh sekolah kepada anak didik. Sosiologi

pendidikan secara umum mempunyai dua pengertian. Pertama hubungan antar

masyarakat, interaksi sosial dan pendidikan. Kedua, pendekatan sosiologis kepada

fenomena pendidikan (Damsar, 2015:11).

Tetralogi novel Laskar Pelangi mengangkat fenomena wacana pendidikan

melibatkan aspek keluarga, sekolah, dan budaya. Pada tetralogi novel Laskar

Pelangi wacana pendidikan banyak terjadi di SD Muhammadiyah Gantung. Siswa

SD Muhammadiyah Gantung berjumlah sepuluh orang. Sekolah SD

Muhammadiyah Gantung dilihat dari kondisi bangunannya sudah tidak layak

disebut dengan sekolah. Jumlah guru yang terdapat di SD Muhammadiyah hanya

dua orang, yaitu Pak Harfan dan Bu Muslimah. Pak Harfan merupakan kepala

sekolah sekaligus guru di SD Muhammadiyah Gantung. Sedangkan Bu Muslimah

adalah guru dari semua mata pelajaran di sekolah. Siswa yang bersekolah di SD

Muhammadiyah Gantung kebanyakan dari kalangan rendahan atau miskin.

Keadaan yang di alami SD Muhammadiyah Gantung, tidak berbeda dengan

sekolah kebanyakan di Belitong. Hanya SD PN timah yang merupakan sekolah

elit. Sekolah yang hanya diisi oleh anak-anak gedongan para penguasa PN timah.

Di SD PN timah fasilitas pendidikan sangat terjamin seperti; perpustakaan,

gedung sekolah, kelas, ekstrakulikurel, dan seragam sekolah.

Pada novel Sang Pemimpi wacana pendidikan bercerita tentang tiga anak

muda penuh mimpi. Perjuangan ketiga anak tersebut dimulai ketika sekolah di

SMP dan SMA. Ketiga anak muda itu bernama Arai, Ikal, dan Jimbron. Ikal dan

Arai termasuk siswa yang pandai, sedangkan Jimbron siswa yang menduduki

9
ranking 78 dari 160 siswa. Arai dan Ikal mempunyai mimpi yang sangat tinggi,

yaitu sekolah di Sorbonne Prancis. Mimpi tersebut timbul karena cerita Pak Balia

yang menceritakan indahnya kota itu. Setelah lulus dari SMA, Ikal kuliah di

universitas Indonesia dan Arai kuliah di universitas Mulawarman. Setelah lulus

kuliah, Ikal dan Arai mengikuti tes beasiswa studi S2 keluar negeri. Pada akhirnya

mereka berdua diterima kuliah di Sorbonne Prancis.

Pada novel Edensor wacana pendidikan bercerita tentang Arai dan Ikal

diterima kuliah S2 di Sorbonne. Mereka berdua bertemu dengan mahasiswa dari

negara lain seperti Amerika, Inggris, Jerman, India, Meksiko, Georgia dan tuan

rumah Prancis. Ikal dan Arai kagum dengan sifat dan prilaku beberapa

mahasiswa dari Prancis dan luar negeri. Mahasiswa tersebut mempunyai semangat

dalam menempuh pendidikan di Sorbonne. Selama kuliah di luar negeri Ikal dan

Arai banyak menjumpai berbagai macam sifat dan karakter manusia. Kelas saat

mereka kuliah di Sorbonne disebut sebagai kelas laboraturium prilaku. Pada

akhirnya Ikal dan Arai bersama teman-temannya memutuskan untuk keliling

Eropa untuk menambah pengalaman hidup.

Kemudian dalam novel Maryamah Karpov wacana pendidikan

menceritakan tentang Ikal. Perjuangan Ikal untuk melaksanakan ujian akhir tesis

S2 di luar negeri menghadapi beberapa masalah. Ikal pada saat itu jatuh sakit,

sehingga mengganggu persiapan ujian tesisnya. Selain itu, Ikal juga masih

memikirkan A Ling, gadis pujaan Ikal dari kecil. Setelah Ikal sukses menjalankan

ujian tesis S2, Ikal segera kembali ke kampung halamannya di Belitong. Sesudah

sampai di Belitong, Ikal langsung mencari keberadaan A Ling. Selama mencari A

Ling, Ikal dikejutkan dengan kabar Arai. Arai mendapatkan beasiswa untuk studi

10
di luar negeri hingga P.hd. Setelah mendengar kabar mendapatkan beasiswa, Arai

mengalami kebingungan untuk menerima atau tidak menerima. Arai pada saat

menerima kabar beasiswa, telah menunggu kedatang Cut Mala pujaan hati Arai

dari kecil. Sementara itu, Ikal dan teman-teman Laskar Pelangi mencari A Ling

dengan menaiki perahu buatan Ikal. Pada akhirnya, Ikal dan teman-teman Laskar

Pelanginya berhasil menemukan A Ling di tempat yang jauh.

Wacana pendidikan yang terdapat dalam tetralogi novel Laskar Pelangi di

sosialisasi oleh agen-agen pendidikan baik di dalam keluarga, sekolah dan

budaya. Sosialisasi merupakan proses belajar atau pembelajaran bagi setiap orang

untuk dapat hidup ditengah masyarakat dan mendapatkan kehidupan yang layak

(Idi & Safarina, 2011:100). Kemudian konsep sosialisasi lebih rinci dijelaskan

oleh Damsar. Damsar membagi sosialisasi dalam dua konsep, yaitu sosialisasi

proses dan sosialisasi tujuan. Sosialisasi proses merupakan kegiatan transmisi

pengetahuan, sikap, nilai, norma, dan prilaku essensial. Sosialisasi tujuan

diperlukan agar mampu berperan efektif dalam masyarakat (damsar, 2015:66).

Menurut Damsar (2015:68), sosialisasi berdasarkan keberadaannya

dibedakan menjadi dua, yaitu sosialisasi terencana dan sosialisasi tak terencana.

Sosialisasi terencana dapat ditemukan dalam lembaga pendidikan formal.

Lembaga-lembaga tersebut termasuk, sekolah, universitas, dan lembaga pelatihan.

Segala kegiatan pendidikan dalam sosialisasi terencana telah diukur, dirancang

dan disusun sehingga dapat di evaluasi dalam penerapannya. Sosialisasi tak

terencana dapat ditemukan dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Sosialisasi

tanpa perencanaan dilakukan dengan sikap dan prilaku keteladanan dari orang tua

dan anggota masyarakat.

11
Wacana pendidikan dalam tetralogi laskar pelangi disampaikan melalui

proses sosialisasi terencana dan tidak terencana. Sosialisasi terencana melalui

lembaga formal pendidikan seperti, SD Muhammadiyah Gantung, SD PN timah,

sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), universitas

Indonesia, universitas Mulawarman, dan perguruan tinggi Sorbonne di Prancis.

Sosialisasi tidak terencana melalui contoh sikap, prilaku, keteladanan dari orang

tua dan anggota masyarakat.

Beberapa penelitiaan yang telah dilakukan untuk meneliti novel Laskar

Pelangi karya Andrea Hirata. Penelitian yang dilakukan Hajarwati (2009) meneliti

tentang pengaruh sosial dan setting dalam novel Laskar Pelangi. Kemudian

penelitian yang dilakukan oleh Herianto (2009) meneliti tentang kehidupan

masyarakat Belitong. Penelitian Imelda (2008) meneliti tentang aspek pendidikan

dalam novel Laskar Pelangi.

Penelitian Kadir (2010) meneliti tentang pandangan dunia pengarang

terhadap pendidikan dan sosial budaya dalam novel Laskar Pelangi. Adapun

persamaan penelitian Kadir dengan penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek.

Aspek pertama, objek kajian yang diteliti sama-sama novel Laskar Pelangi. Aspek

kedua, fokus kajian yang diteliti sama-sama tentang pendidikan. Adapaun

perbedaan penelitian Kodir dengan penelitian ini dapat dilihat dari dua aspek.

Aspek pertama, penelitian pendidikan yang dilakukan Kodir memfokuskan pada

persoalan keinginan masyarakat, pemerataan pendidikan, dan keikhlasan.

Sedangkan dalam penelitian ini meneliti konstruksi pendidikan yang difokuskan

pada peran keluarga, sekolah, dan budaya terhadap pendidikan tokoh. Aspek

kedua, penelitian yang dilakukan Kodir hanya meneliti satu novel yaitu Laskar

12
Pelangi. Kemudian dalam penelitian ini meneliti tetralogi novel Laskar Pelangi

yang terdiri dari empatnovel serial.

Penelitian tentang Pertumbuhkembangan Kepribadian Tokoh

dalamTetralogi Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata yang dilakukan oleh

Kustyarini (2013). Penelitian Kustyarini memusatkan penelitiannya pada aspek

motivasi internal tokoh utama, aturan-aturan yang digunakan dalam tokoh (nilai,

etis, tanggang jawab), pemenuhan kebutuhan tokoh dalam menjalani kehidupan,

dan pertumbuhkembangan kepribadian tokoh. Persamaan penelitian Kustyarini

dengan penelitian ini terletak pada objek kajian tentang tetralogi novel Laskar

Pelangi. Adapun perbedaan penelitian Kustyarini dengan penelitian ini terletak

pada fokus permasalahan. Permasalahan penelitian Kustyarini memfokuskan pada

aspek pertumbuhkembangan tokoh, sedangkan penelitian ini mengkaji konstruksi

pendidikan berdasarkan peran keluarga, sekolah, dan budaya yang mempengaruhi

pendidikan tokoh dalam tetralogi novel Laskar Pelangi.

Penelitian tentang Simbol Verbal Nilai Kependidikan dalam Tetralogi

Laskar Pelangi yang dilakukan oleh Sihyati (2015). Penelitian Sihyati

memfokuskan penelitiannya pada bentuk, makna, dan fungsi simbol verbal nilai

pendidikan. Bentuk, makna, dan fungsi verbal nilai pendidikan dikaitkan dengan

tanggung jawab sesama manusia, lingkungan alam, dan tanggung jawab kepada

tuhan. Adapun persamaan penelitian Sihyati dengan penelitian ini sama-sama

mengkaji pendidikan dalam tetralogi novel Laskar Pelangi. Adapun perbedaan

penelitian Sihyati dengan penelitian ini, yaitu penelitian Sihyati mengkaji bentuk,

makna, dan fungsi nilai bendidikan. Kemudian penelitian ini mengkaji konstruksi

13
pendidikan berdasarkan peran keluarga, sekolah, dan budaya yang mempengaruhi

pendidikan tokoh dalam tetralogi novel Laskar Pelangi.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, dalam penelitian ini

terdapat tiga fokus penelitian. Adapun ketiga fokus penelitian tersebut adalah

sebagai berikut.

a. Bagaimanakah konstruksi pendidikan keluarga dalam tetralogi Laskar

Pelangi karya Andrea Hirata?

b. Bagaimanakah konstruksi pendidikan sekolah dalam tetralogi Laskar

Pelangi karya Andrea Hirata?

c. Bagaimanakah konstruksi pendidikan budaya dalam tetralogi Laskar

Pelangi karya Andrea Hirata?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu (a) menafsirkan dan

menjelaskan konstruksi pendidikan keluarga dalam tetralogi novel Laskar Pelangi,

(b) menafsirkan dan menjelaskann konstruksi pendidikan sekolah dalam tetralogi

novel Laskar Pelangi, dan (c) menafsirkan dan menjelaskan konstruksi pendidikan

budaya dalam tetralogi novel Laskar Pelangi.

1.4 Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat dalam penelitian ini. Adapun kedua manfaat

tersebut adalah manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian dapat memberikan sumbangsih wawasan

sebagai berikut.

14
a. Sebagai sumbangan teoretis pada teori wacana dan sosiologi pendidikan

khususnya dalam kajian karya sastra.

b. Menambah pemahaman kepustakaan yang lebih baik tentang kajian sastra

pada ranah wacana dan sosiologi pendidikan.

c. Menambah pemahaman peneliti tentang peran keluarga, sekolah, dan

Budaya terhadap wacana pendidikan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk berbagai

kepentingan sebagai berikut.

a. Penerapan teori wacana dan sosiologi pendidikan dapat meningkatkan

pemahaman peran keluarga, sekolah, dan budaya terhadap peserta didik.

b. Sebagai pertimbangan dijadikan bahan ajar tentang pendidikan khusunya

peran keluarga, sekolah dan budaya dalam wacana pendidikan.

c. Bagi pendidik, berguna untuk mengenal peran-peran pendidik di sekolah

untuk mendukung proses pembelajaran peserta didik

1.4 Landasan Teori

Pada bagian ini akan dipaparkan landasan teori yang digunakan dalam

penelitian. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (a) teori

konstruksi, (b) kontruksi pendidikan, (c) novel sebagai wacana pendidikan, (d)

wacana identitas pendidikan dalam novel, (e) konstruksi pendidikan keluarga, (f)

konstruksi pendidikan sekolah, dan (g) konstruksi pendidikan budaya.

1.4.1 Teori Konstruksi

Teori konstruksi merupakan salah satu karya fenomenal dari Berger dan

Luckmann. Teori konstruksi sosial memandang bahwa kenyataan dibangun secara

15
sosial. Istilah kunci untuk memahami teori Berger dan Luckmaan yaitu keyataan

dan pengetahuan. Kenyataan merupakan fenomena-fenomena realitas yang telah

diakui keberadaanya. Oleh karena itu, keberadannya tidak bersifat subjektif

melainkan objektif. Kemudian pengetahuan merupakan kepastian bahwa

fenomena realitas itu nyata dan bersifat spesifik (Berger dalam Manuaba,

2008;221).

Menurut Berger dan Luckmann (2013:30), terdapat kenyataan utama

diantara kenyataan yang ada dalam masyarakat. Kenyataan utama yang dimaksud

adalah kenyataan par excellence, yaitu kenyataan yang menampilkan diri sebagai

kenyataan. Kenyataan diri merujuk pada kehadiran “diri sendiri, sekarang, dan di

sini”. Lebih lanjut Berger dan Luckmann (2013:31), mengatakan bahwa

kenyataan tidak selalu merujuk pada kehadiran “sekarang dan di sini”, ia dapat

merujuk pada fenomena-fenomena yang tidak hadir “di sini dan sekarang”

Pada tetralogi novel Laskar Pelangi kenyataan hidup yang diungkapkan

dalam kehidupan sehari-hari bagitu natural. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam

novel saling berinteraksi satu dengan yang lain dalam masyarakat. Kehidupan

tokoh Laskar Pelangi juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor

internal merujuk pada keinginan diri tokoh dalam menjalani kehidupan di

masyarakat. Kemudian faktor eksternal di pengaruhi oleh aturan kebudayaan yang

ditetapkan di masyarakat.

Teori konstruksi sosial merupakan wacana ilmu interdisipliner. Realitas

kehidupan manusia diatur dan dipengaruhi oleh budaya dan sosial masyarakat

(Santos, 2015;1). Realitas yang dimaksud dipengaruhi oleh hubungan interaksi

sosial, prilaku sosial, gagasan tentang gender, dan seksualitas. Pendekatan

16
konstruksi sosial mengkaji peran teori sosiologi, antropologi, filsuf, biologi, dan

sejarawan (Santos, 2015;1). Semua teori tersebut digunakan untuk mengkaji

realitas kehidupan manusia di masyarakat.

Objek kajian konstruksi sosiologi pengetahuan terdiri dari dua. Pertama,

realitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kedua, proses-proses

pengetahuan yang terjadi sebagai bentuk dari kenyataan. Dalam pandangan

sosiologi pengetahuan realitas yang terjadi di masyarakat merupakan pengetahuan

dan proses melahirkan pengetahuan.

Teori sosiologi pengetahuan Berger dan Luckmann dikembangkan dari

realitas kehidupan dunia sehari-hari dalam masyarakat. Bagi Berger dan Luckman

kehidupan sehari-hari merupakan realitas sebenarnya dari kehidupan masyarakat

(Berger dan Luckman, 2013;32). Manusia menafsirkan kehidupan sehari-hari

berdasarkan realitas yang terjadi di masyarakat. Adapun alasan memilih

kehidupan sehari-hari sebagai objek kajian sosiologi pengetahuan, karena

kehidupan masyarakat sehari-hari telah nyata terjadi dan tidak memerlukan

verifikasi (Berger dan Luckmann, 2013:33).

Wacana pendidikan yang diungkapkan dalam novel melalui lembaga

pendidikan formal dan nonformal. Wacana pendidikan dibangun melalui interaksi

sosial kehidupan di masyarakat. Artinya terjadi interaksi sosial dalam proses

sosialisasi wacana pendidikan di lembaga formal dan nonformal. Interaksi di

lembaga formal melibatkan guru, kepala sekolah, dan peserta didik. Kemudian

interaksi di lembaga nonformal melibakan keluarga, masyarakat dan kebudayaan.

Bila dilihat dari aspek kebudayaan baik lembaga pendidikan formal dan

nonformal merupakan bagian dari interaksi sosial dan kemasyarakatan.

17
Berger dan Luckman memandang kehidupan masyarakat sehari-hari tidak

hanya bersifat relitas atau nyata, melainkan juga bermakna. Metz (dalam

Poettcker, 2015:83), menyatakan bahwa kehidupan dapat bermakna bila manusia

bersikap subjektif dan objektif. Menurut Berger dan Luckmann (2013;21), dasar

sosiologi pengetahuan adalah suatu realitas atau kenyataan yang memiliki dasar

dan bersifat objektif. Pengobjektivan sosiologi pengetahun dalam kehidupan

masyarakat sehari-hari berawal dari kebermaknaan subjektif manusia terhadap

realitas.

Kehidupan masyarakat terdiri dari realitas subjektif dan objektif (Berger

dan Luckmann 1990:67). Pada pandangan subjektif individu memposisikan

dirinya berada dalam masyarakat. Setiap individu tidak pernah lepas dari

kehidupan masyarakat sehari-hari. Kemudian dalam pandangan objektif, individu

berada di luar dirinya dan berhadapan dengannya. Dengan berada diluar

pandangan individu, maka akan lebih objektif dalam menilai kehidupan

masyarakat sehari-hari.

Lebih lanjut Berger dan Luckmann (1990:30), mengatakan bahwa proses

pengobjektivan manusia terhadap realitas berlangsung secara sadar. Konsep

kesadaran merujuk pada pandangan manusia terhadap objek yang diamati dalam

kehidupan sehari-hari di masyarakat, berdasarkan fenomena yang benar-benar

terjadi di masyarakat. Fenomena-fenomena tersebut sifatnya telah tertata dan

berlangsung lama dalam masyarakat.

1.4.1 Kontruksi Pendidikan

Konstruksi pendidikan dalam penelitian ini menganalisis peran lembaga

pendidikan formal dan peran pendidikan nonformal. Konstruksi pendidikan dalam

18
penelitian ini, dilihat dari peran keluarga, sekolah dan budaya. Keluarga, sekolah

dan budaya memiliki peran yang penting dalam pendidikan anak. Aspek keluarga,

sekolah dan budaya dalam penelitian ini ditinjau dari teori sosiologi pendidikan.

Sosiologi pendidikan menurut pandangan Durkheim merupakan bagian

dari sistem yang mentransmisikan sosial masyarakat dan budaya kepada generasi

baru. Kemudian Marx dan Weber mengembangkan pendekatan multidimensional.

Pendekatan ini menggabungakan struktur, agen manusia, material, dan norma-

norma menjadi konsep dalam sosiologi pendidikan. Sosiologi pendidikan

memandang pendidikan sebagai bagian dari reproduksi sosial masyarakat dan

budaya (Dworkin, 2013;2).

Sosiologi pendidikan menurut Idi & Safarina (2011:25), membicarakan

lima aspek. Kelima aspek tersebut, yaitu (a) kelas, (b) sekolah, (c) keluarga, (d)

masyarakat desa, dan (e) kelompok masyarakat. Sosiologi pendidikan secara

umum mempunyai dua pengertian. Pertama hubungan antar masyarakat, interaksi

sosial dan pendidikan. Kedua, pendekatan sosiologis kepada fenomena pendidikan

(Damsar, 2015:11).

Menurut Nasution (1999;2) sosiologi pendidikan memiliki tujuh tujuan.

Ketujuah tujuan tersebut, yaitu (a) proses sosialisasi, (b) pendidikan dalam

masyarakat, (c) interaksi sosial di sekolah dan sekolah dengan masyarakat, (d)

kemajuan dan perkembangan sosial, (e) dasar merumuskan tujuan pendidikan, (f)

sosiologi terapan, dan (g) latihan untuk pegawai pendidikan.

Berdasarkan teori sosiologi pendidikan yang dijabarkan di atas, wacana

pendidikan dalam tetralogi novel Laskar Pelangi melibatkan lembaga pendidikan

formal. Lembaga pendidikan formal yang dimaksud adalah sekolah. Sekolah

19
dalam tetralogi novel Laskar Pelangi disebutkan mulai dari lembaga SD, SMP,

SMA dan Universitas. Keberhasilan lembaga pendidikan formal dalam Tetralogi

Laskar Pelangi dipengaruhi oleh pendidikan nonformal. Pandidikan nonformal

yang dimaksud adalah peran keluarga dalam pendidikan. Keluarga menjadi kunci

utama bagi anak-anak Laskar Pelangi dalam memperoleh pendidikan. Anak-anak

Laskar Pelangi memperoleh pendidikan pertama kali dalam keluarga. Ayah dan

ibu merupakan guru pertama yang mendidik dan mengajar anak-anak Laskar

Pelangi.

Selain sekolah dan keluarga, juga terdapat faktor budaya yang berperan

dalam pendidikan. Faktor budaya yang dinyakini masyarakat berperan dalam

membentuk dan mendukung anak-anak dalam pendidikan. Nilai-nilai budaya di

masyarakat dapat membentuk sikap dan prilaku anak-anak. Peran budaya tidak

hanya sebagai pembentuk, melainkan juga aplikasi dari pendidikan. Anak-anak

yang telah memperoleh pendidikan seharusnya dapat memiliki sikap, prilaku,

pengetahuan, dan komunikasi yang dapat diterima dalam kehidupan di

masyarakat.

Pendidikan yang disampaikan dalam lembaga formal dan nonformal

memerlukan proses sosialisasi. Sosialisasi merupakan proses transfer

pengetahuan, nilai, sikap, moral, prilaku dan agama. Proses sosialisasi,

memerlukan agen untuk sosialisasi pengetahuan pendidikan, nilai, sikap, moral,

prilaku dan agama. Menurut Damsar (2015:70), terdapat tujuh agen sosialisasi,

yaitu (1) keluarga, (2) sekolah, (3) kelompok teman sebaya, (4) media massa, (5)

agama, (6) lingkungan tempat tinggal, dan (7) tempat kerja.

20
1.4.2 Novel Sebagai Wacana Pendidikan

Novel dapat berperan sebagai fungsi sosial. Novel membahas dan

menampakkan masalah sosial-masyarakat seperti norma, tradisi, simbol, dan

mitos (Wellek dan Warren, 2016:109). Wacana pendidikan merupakan salah satu

masalah sosial yang dapat diangkat dan diungkapkan dalam novel. Persoalan

pendidikan yang dibahas dalam novel dapat membentuk suatu perspektif dan

sudut pandang kepada pembaca. Pembaca dibentuk melalui proses pemahaman

pesan yang terkandung dalam novel. Pesan yang disampaikan pengarang secara

sadar dan tidak sadar membuat perspektif baru kepada pembaca.

Novel atau roman merupakan salah satu bentuk prosa yang mengandung

sebuah cerita. Novel lebih cenderung menunjukkan sifat atau watak dari tokoh-

tokohnya (Nurgiyantoro, 2010:10). Novel merupakan sebuah prosa yang

menampilkan isi cerita paling lengkap. Masalah yang terdapat dalam cerita novel

mengandung ke kompleksitasan ide (Teeuw (1984:67). Ide, sifat, dan watak

dalam novel terikat dengan unsur-unsur pembentuk dalam novel. Kemudian unsur

pembentuk dalam novel disampaikan melalui bahasa (Sumardjo, 1999).

Novel dan wacana pendidikan mempunyai hubungan satu dengan lainnya.

Wacana pendidikan yang terdapat dalam novel disampaikan melalui alur,

peristiwa dan konflik yang terjadi pada tokoh. Hubungan novel dan wacana

pendidikan dapat dilihat dari novel Tuan Guru. Wacana pendidikan yang

dibangun dalam novel Tuan guru adalah pendidikan religius. Tuan Guru dalam

novel dijadikan sebagai model ideal dalam pendidikan religius. Masyarakat

menganggap Tuan Guru sebagai kunci atau jalan menuju surga. Bahkan

masyarakat menyakini doa yang dititipkan melalui tuan guru lebih cepat

21
dikabulkan. Selain novel Tuan Guru juga terdapat novel Negeri 5 Menara. Pada

novel Negeri 5 Menara wacana pendidikan dibangun berdasarkan pendidikan

pesantren. Pendidikan pesantren yang diangkat dalam novel tidak hanya

menceritakan nilai pendidikan religius. Di pesantren pendidikan telah diajarkan

tentang pengetahuan modern seperti yang diajarkan di sekolah umum.

Hubungan sastra dan pendidikan dapat diterapkan dalam pembelajaran.

Menurut Coles, Klob & Burner (dalam Marek, 2006:146), menggunakan sastra

dalam proses pembelajaran jauh lebih efektif. Penggunaaan intuisi dan imajinatif

membantu dalam proses penemuan sains dalam pembelajaran, khususnya untuk

peserta didik penyandang kebutuhan khusus. Penggunaan teks sastra dalam

pembelajaran dapat membantu proses pemahaman terhadap siswa berkebutuhan

khusus (Morrison dan Rude, 2002;114).

Siswanto (2013;153), hubungan sastra dan pendidikan setidaknya dapat

dilihat dari tiga perspektif, pendidikan tentang sastra, pendidikan sastra, dan

pendidikan melalui sastra. Pendidikan sastra yang dimaksud mengambangkan

kemampuan teori sastra. Pendidikan tentang sastra menekankan pada aspek

apresiasi sastra. Sedangkan pendidikan sastra adalah meningkatkan kemampuan

apresiasi sastra. Pendidikan sastra merupakan lanjutan dari pendidikan tentang

sastra. Kemudian yang terakhir, pendidikan melalui sastra dengan tujuan untuk

memanfaatkan karya sastra dalam kehidupan; moral, prilaku, berbahasa,

menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia.

Wacana pendidikan yang terdapat dalam karya sastra disampaikan oleh

penulis melalui kisah, dialog, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam novel.

Hubungan wacana dan novel dapat dilihat dari pandangan penulis terhadap suatu

22
objek sosial. Pengalaman yang dimiliki pengarang diekspresikan secara langsung

ke dalam bahasa dengan menggunakan pernyataan yang logis (Eriyanto, 2011:4).

Bahasa (pilihan gramatika dan pilihan kata) yang disampaikan pengarang

melalui karya sastra dipilih pengarang untuk menyampaikan ideologi tertentu

(Eriyanto 2005;15). Fitur bahasa yang dapat digunakan pengarang untuk

mengungkapkan ideologi dalam teks adalah (a) leksikal, (b) ketransittifan, (c)

piranti sintaksis, (d) modalitas, (e) tindak ujaran, (f) implikatur, (g) gilir tutur, (h)

sapaan, dan (i) fonologi (Fowler dalam Santoso, 2006:47). Makna suatu teks tidak

terlepas dari penulis teks (pengarang). Pemikiran pengarang tentang wacana

pendidikan dipengaruhi oleh pengalaman sosial, pendidikan dan kebudayaan yang

terjadi pada masyarakat Belitong.

1.4.3. Wacana Identitas Pendidikan dalam Novel

Identitas memiliki definisi yang yang unik. Identitas berkaitan dengan

kepentingan diri, kelompok sosial, kelompok politik dan kelompok-kelompok

tertentu (Sinaga, 2004:5). Identitas secara umum memiliki dua pengertian.

Pertama, pengertian identitas yang diakaitkan dengan fenomena sosial. Kedua,

pengertian identitas yang dikaitkan dengan identitas politik (Machsum, 2013;409).

Identitas tidak bisa dilepaskan dari sosial dan kemanusiaan. Identitas dibangun

melalui interaksi antar manusia dengan sosial kemasyarakatan. Suatu identitas

menjadi penanda dan pembeda dari kelompok.

Sebagai bagian dari interaksi sosial, identitas sering merepresentasikan jati

diri dan memungkinkan terjadinya resistensi terhadap pihak yang kuat atau

dominan. Oleh karena itu, persoalan identitas lebih menjadi persoalan routes

daripada roots (Sinaga, 2004:6). Dengan demikian persoalan identitas dan wacana

23
bersifat sementara. Menurut Hall (dalam Sinaga, 2004:6), identitas merupakan

titik yang belum baku yang telah diidentifikasi dalam wacana sosial dan

kebudayaan.

Menurut pandangan McMohan identitas tidak hanya persoalan

merepresentasikan jati diri. Identitas menampatkan jati diri ke dalam interaksi

sosial. Identitas bertransaksi dalam interaksi sosial melalui pengakuan dan

penempatan. Konsep pengakuan merupakan identitas yang dapat dikleim bagi diri

seseorang. Kemudian penempatan merupakan identitas yang dipahami oleh orang

lain. Identitas dalam interaksi sosial merupakan gabungan dari konsep

penempatan dan pengakuan (Mapiare, 2009:18).

Menurut Norton (1997) suatu identitas dibangun melalui suatu hubungan.

Identitas merupakan cara seseorang memahami hubungannya dengan sosial dan

masyarakat (Almeciga, 2012;48). Pada dasarnya seseorang berhubungan melalui

interaksi sosial dan masyarakat melalui banyak faktor, salah satunya melalui

hubungan kebahasaan. Bahasa sebagai identitas merujuk pada penggunaan

keahlian bahasa, afiliasi bahasa, dan warisan bahasa (Blok, 2007).

Maksud dari keahlian bahasa merujuk pada kemahiran berbahasa,

penggunaan dialek bahasa, dan sosiodialek bahasa. Sedangkan konsep afiliasi

merujuk pada penggunaan dialek bahasa dan dialek sosial. Kemudian yang

terakhir adalah warisan bahasa. Konsep warisan bahasa adalah suatu bahasa yang

diperoleh melalui warisan keluarga dan warisan kelompok. Warisan bahasa

tersebut mempunyai penggunaan dialek bahasa dan dialek sosial yang khas.

Bucholtz dan Hall memberikan penjelasan lebih detail tentang bahasa dan

identitas. Bucholtz dan Hall menggunakan istilah “kesamaan” dan “perbedaan”.

24
Guna melihat kesamaan identitas dengan suatu kelompok. Setiap individu diminta

mencatat kemungkinan yang membuat meraka memiliki kesamaan dalam satu

kelompok. Kemudian perbedaan adalah penanda jarak yang membuat mereka

berbeda dari kelompok. Guna mengatur kesamaan dan perbedaan mereka

menggunakan konsep tanda. Konsep tanda memungkinkan seseorang memahami

kesamaan dan perbedaan (Almeciga, 2012;48).

Wacana identitas dan pendidikan juga tidak dapat dipisahkan. Sebagai

contoh, di Colombia wacana identitas pendidikan digunakan untuk meningkatkan

kompetensi pembelajaran bahasa Inggris. Dengan menggunakan indikator bahasa

dan identitas, dapat memperoleh model pembelajaran yang baik, khususnya

pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (Almeciga, 2012;51). Wacana

identitas pendidikan juga terdapat dalam tetralogi novel Laskar Pelangi. Tokoh

yang terdapat dalam tetralogi novel Laskar Pelangi membentuk identitas baru

khusunya tentang pendidikan.

Kajian wacana identitas dalam novel merupakan kajian penting, karena

karya sastra (novel) mengungkapkan masalah sosial yang ada di masyarakat.

Masalah sosial di masyarakat diangkat oleh pengarang ke dalam karya sastra

melalui proses kreatif dan imajinatif. Sebagai contoh tetralogi novel Laskar

Pelangi mengangkat fenomena pendidikan yang terjadi di Belitong. Wacana

pendidikan dalam novel diangkat dengan tujuan memberikan pesan dan

membentuk pandangan baru tentang pendidikan kepada pembaca.

Dalam karya sastra wacana identitas pendidikan dapat diperoleh dalam

kegiatan membaca. Menurut Tarigan (1995;7), membaca adalah proses untuk

memperoleh pesan dari penulis atau pengarang. Dengan memperoleh pesan

25
melalui proses membaca, diharapkan dapat memetik dan memahami makna yang

terkandung di dalamnya (Somadyo, 2011:1). Melalui proses pemaknaan pesan

ketika membaca, karya sastra mempengaruhi pandangan, pola pikir, prinsip, dan

prilaku para pembacanya.

1.4.3 Konstruksi Pendidikan Keluarga

Keluarga dapat didefinisikan hubungan darah daging yang terdiri dari

orang tua dan anak. Menurut Frank dan Sydney (1982:264), secara sederhana

keluarga didefinisikan dengan ikatan dua orang atau lebih yang terikat oleh

hubungan darah atau perkawinan. Keluarga merupakan satu kesatuan terkecil

dalam kehidupan sosial (Soelaeman, 2001;115). Definisi keluarga dapat disebut

keluarga fatih dan keluarga luas (Horton dan Hunt, 1999;269).

Pada tetralogi novel Laskar Pelangi ikatan keluarga juga dibangun

berdasarkan hubungan darah daging. Unit-unit keluarga yang ditampilkan dalam

novel memiliki karakteristik yang beraneka ragam. Misalnya keluarga A ling yang

ditampilkan sebagai keluarga keturunan Tionghoa yang berprofesi sebagai

pedagang. Keluarga Arai yang ditampilkan menjadi keluarga miskin yang bekerja

sebagai nelayan. Kemudian keluarga Ikal ditampilkan sebagai keluarga miskin

yang bekerja sebagai buruh timah.

Hubungan kelurga Ikal tidak hanya dibangun berdasarkan ikatan darah

daging, melainkan juga dibangun berdasarkan kekerabatan. Arai yang tidak

mempunyai hubungan darah dengan Ikal dan orangtunya diangkat menjadi bagian

keluarga. Diangkatnya Arai menjadi bagian dari keluarga Ikal bemula pada saat

orang tua Arai meninggal saat bekerja. Meskipun sebagai anak angkat, Arai

mendapatkan perlakuan yang sama dengan Ikal di dalam keluarga.

26
Keluarga sebagai sistem sosial memiliki subsistem di dalamnya.

Subsistem sosial dalam keluarga memiliki keterkaitan dengan unit-unit subsistem

(Adiwikarta, 1988;68). Unit dalam keluarga terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak.

Kualitas keluarga dipengaruhi oleh hubungan unit-unit keluarga. Kualitas

interaksi antara ayah dengan anak, ibu dengan anak, dan anak dengan anak

dipengaruhi oleh kualitas interaksi ayah dengan ibu. Pola interaksi yang baik

antara ayah dan ibu akan membuat interaksi yang baik terhadap ayah dengan anak

dan ibu dengan anak.

Kemudian pola interaksi yang baik antara orang tua dengan anak akan

berdampak pada interaksi yang baik antara anak dengan anak. Keluarga yang

memiliki interaksi yang baik antar unit-unit keluarga dapat mendukung proses

pendidikan anak. Kolaborasi keluarga dan sekolah memberikan kontribusi yang

penting dalam pembelajaran dan perkembangan interaksi sosial anak (Garbacz

dan Sheridan, 2011).

Pola interaksi yang terjadi dalam keluarga Arai dan Ikal berjalan dengan

baik. Ayah dalam keluarga berperan sebagai pemimpin dan mencari nafkah.

Selain itu, ayah dalam keluarga memberi contoh dan pemberi semangat kepada

kedua anaknya. Kemudian ibu dalam keluarga menjadi pelindung bagi kedua

anaknya. Ibu juga menjadi guru dalam bersikap dan berprilaku di masyarakat.

Nilai-nilai yang ditanamkan oleh kedua orang tua menjadi bekal bagi Ikal dan

Arai dalam mewujudkan mimpi agar dapat kuliah di Prancis.

Menurut Bagus Ibu adalah pembentuk identitas yang penting bagi

perkembangan anak. Hal ini dikarenakan Ibu mempunyai hubungan biologis yang

terikat sebelum anak lahir ke dunia (Ceka dan murati, 2016:62). Menurut Ceka

27
dan Murati (2016:63), Ibu memiliki dua peran penting kepada anaknya; peran

pembelaan anak dan perkembangan anak. Ayah dalam keluarga mempunyai peran

yang sangat penting. Ayah dalam keluarga berperan sebagai pimpinan keluarga.

Sebagai pimpinan keluarga, ayah akan menjadi contoh bagi seluruh unit keluarga.

Dalam memimpin keluarga, ayah harus menghadirkan suasana yang aman dan

nyaman. Suasanan aman dan nyaman dalam keluarga akan menguntungkan bagi

anak-anaknya (Ceka dan Murati, 2016;63).

Costantine mengatakan pengaruh peran ibu untuk pendidikan lebih besar

daripada peran ayah. Dalam penelitiannya, ibu lebih siap mengambil peran

pendidikan terhadap anak-anaknya. Kualitas pendidikan ibu mempengaruhi

perkembangan kognitif anak (Jackson, Kiernan, dan McLanahan, 2017). Seorang

ayah lebih berperan Memberi kekuatan atau motivasi dan menantang anaknya

melakukan kegiatan lebih baik (Ceka dan Murati, 2016;63).

Isu penting dalam keluarga terkait perannya dalam pendidikan adalah cara

mendidik anak. Terdapat tiga gaya dalam mendidik anak dalam keluarga menurut

(Adiwikarta, 1988:73). Ketiga gaya tersebut, yaitu (a) otoriter, (b) kontinuum, dan

(c) moderat. Gaya otoriter lebih cenderung tidak memberikan kebebasan kepada

anak. Orang tua menjadi pedoman yang harus ditaati oleh anaknya. Sikap, prilaku,

dan cara berpikir anak harus mengikuti orang tuanya. Pada gaya otoriter ini, anak

cenderung tertekan dan tidak memiliki kebebasan.

Gaya kontinuum cendurung memberikan kebebasan penuh kepada anak.

Orang tua pada gaya mendidik ini mengikuti semua kehendak anak. semua sikap,

prilaku, dan cara berpikir anak diikuti oleh orang tuanya. Gaya kontinuum

cenderung memanjakan anaknya. Dampak negatifnya, tidak ada kontrol moral dan

28
nilai dalam keluarga pada diri anak. Kemudian gaya moderat cenderung

memberikan contoh, petunjuk, kesempatan, pujian, dan larangan kepada anaknya.

Mendidik anak pada gaya ini memberikan kebebasan sekaligus memberikan

kontrol.

Keluarga sebagai sumber mentransfer nilai, sikap, dan norma (Mifflen dan

Mifflen, 1982; 268). Nilai merupakan kepercayaan yang telah diyakini. Nilai

merupakan sikap dari penilaian suatu objek yang telah disepakati perorangan atau

masyarakat. Konsep nilai dalam perkembangannya dibagi menjadi dua. Kedua

konsep tersebut, yaitu pengakuan nilai dan pembentukan nilai (Mifflen dan

Mifflen, 1982; 282). Pengakuan nilai lebih mengarah pada ranah aplikasi. Anak-

anak belajar pengakuan nilai dari orang tua dan lingkungan sekitarnya. Seorang

anak dapat membela nilai baik, buruk, dan jahat karena orang tua telah

mengatakan dan mengajarkan kepadanya. Pembentukan nilai lebih mengarah pada

proses perkembangan nilai. Seseorang yang telah memahami nilai-nilai yang

dianut dengan orang lain dan memahami akibat ketika mendukung suatu nilai,

pada akhirnya memilih untuk mendukung atau tidak mendukungnya. Nilai-nilai

yang dapat diajarkan dalam keluarga, yaitu nilai religius, moral, kebenaran, dan

keindahan.

Nilai religius merupakan nilai yang bersumber dari ajaran agama. Melalui

penanaman nilai religius diharapkan dapat mengubah prilaku dan tindakan

manusia (Rifa’i, 2016:120). Sementara itu Muhaimin (2009:111), menjelaskan

bahwa akhlak yang mulia merupakan salah satu dari implementasi nilai religius.

Penanaman nilai-nilai religius dalam kehidupan bermasyarakat akan memberikan

dampak bagi nilai moral suatu masyarakat.

29
Nilai moral merupakan tolak ukur dari baik tidaknya manusia. Manusia

dapat dipandang sebagai manusia bila memiliki nilai moral yang baik (Suseno,

1987:19). Sementara Bartenz (2007:4) mendefinisikan moral sebagai bagian dari

kebiasaan dan adat yang telah disepakati di masyarakat. Nilai moral perlu

disosialisasikan kepada generasi muda. Proses sosialisasi perlu didukung oleh

lingkungan sosial yang baik agar nilai moral tertanam dan diaplikasikan dalam

kehidupan masyarakat (Budiningsih, 2008:7).

Membicarakan nilai keindahan maka tidak lepas dari estetika. Istilah

estetika mempunyai hubungan yang erat dengan konsep Yunani. Konsep nilai

keindahan dapat didefinisikan secara sempit dan luas (Kartika dan Perwira,

2004:3). Pada pengertian sempit nilai keindahan hanya tertuju pada benda yang

dapat dilihat dan pada warna. Kemudian secara luas pengertian keindahan dapat

merujuk pada watak, hukum, dan kebiasaan. Istilah estetika juga dapat dikaitkan

dengan seniman, proses penciptaan seni dan karya seni (Kartika dan Perwira,

2004).

1.4.4 Konstruksi Pendidikan Sekolah

Sekolah diartikan sebagai lembaga formal pendidikan. Sebagai lembaga

pendidikan formal, sekolah dipercaya masyarakat sebagai tempat menuntut ilmu.

Sekolah dilihat dari konsep maknanya memiliki tiga pandangan. Ketiga konsep

makna tersebut memiliki hubungan satu dengan lainnya (Adiwikarta, 1988;85).

Ketiga makna tersebut, yaitu (a) sekolah sebagai suatu tempat, (b) sekolah suatu

proses belajar, dan (c) sekolah sebagai suatu organisasi. Ketiga pengertian yang

dijelaskan Adiwikarta saling berhubungan, karena proses belajar akan

30
berlangsung bila terdapat sebuah tempat atau bangunan yang mempunyai struktur

dan tujuan tertentu.

Sekolah sebagai suatu bangunan atau tempat dipandang sebagai bentuk

dari lingkungan fisik dan perlengkapan untuk menyelenggarakan pendidikan.

Sekolah dalam makna yang pertama berarti sarana dan prasarana atau fasilitas

dalam menyelenggarakan pendidikan. Sarana yang dibutuhkan oleh sekolah dapat

diidentifikasi menjadi empat kategori, yaitu (1) bangunan sekolah, (2) lahan, (3)

ruangan sekolah, (4) perabot, dan (5) alat dan media pendidikan.

Pertama, Bangunan sekolah yang dimaksud adalah wujud keseluruhan

gedung sekolah. Kedua, lahan yang dimaksud adalah tempat untuk mendirikan

sekolah. Lahan sekolah mempunyai dua fungsi, yaitu lahan kegiatan praktek dan

lahan pengembangan. Ketiga, ruangan sekolah digunakan sebagai pusat dari

aktivitas belajar dan mengajar. Ruangan di sekolah dilihat dari fungsinya dibagi

menjadi tiga, yaitu (1) ruang pendidikan, (2) ruangan administrasi, dan (c)

ruangan penunjang. Ruang pendidikan dapat dikalsifikasi sebagai barikut; (a)

ruangan kelas, (b) ruangan perpustakaan, (c) ruangan laboraturium, dan (d)

ruangan kesenian. Kemudian ruangan administrasi dapat diklasifikasi sebagai

berikut; (a) ruangan kepala sekolah, (b) ruangan guru, (c) ruangan tata usaha, dan

(d) gudang. Ruangan yang terakhir adalah ruangan penunjang. Ruangan

penunjang dapat dikalsifikasi sebagai berikut; (a) ruangan ibadah, (b) ruangan

serbaguna, (c) ruangan UKS, (d) ruangan OSIS, dan (e) ruangan kamar mandi.

Keempat, perabot disekolah digunakan untuk mendukung seluruh kegiatan

di sekolah. Perebot diihat dari fungsinya dibagi menjadi tiga. Ketiga fungsi

perabot, yaitu (a) pendidikan, (b) administrasi, dan (c) penunjang. Perabot

31
pendidikan yang dimasud adalah segala bentuk barang yang berkaitan dengan

proses pembelajaran di kelas. Perabot administrasi yang dimaksud adalah segala

barang yang dapat mendukung keperluan kantor. Kemudian perabot penunjang

segala barang yang dibutuhkan di perpustakaan, OSIS, dan UKS. Kelima, alat dan

media pendidikan yang digunakan dalam proses pembelajaran. Adapun yang

dibutuhkan adalah buku dan alat peraga yang dapat digunakan dalam proses

pembelajaran.

Sekolah sebagai pusat kegiatan belajar berkaitan dengan peran struktur

organisasi. Struktur organisasi yang terlibat dalam kegiatan belajar adalah guru

dan kepala sekolah. Guru mempunyai peran sentral dalam kegiatan pembelajaran

di sekolah. Pada kasus tertentu, kepala sekolah dapat berperan sebagai pendidik

(guru). Sekolah sebagai suatu organisasi berarti melihat sekolah sebagai struktur

yang terdiri dari orang-orang yang memiliki tugas tertentu (Adiwikarta,1988:85).

Kepala sekolah, guru, pegawai, pesuruh, dan siswa merupakan struktur material

yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi (Nasution, 1999;72).

Berdasarkan dari pembagian peran kepala sekolah mempunyai peran yang

paling tinggi dari struktur organisasi sekolah. Kepala sekolah dalam struktur

sekolah memiliki empat tugas (Nasution, 1999:76). Ketujuh tugas kepala sekolah

dipaparkan sebagai berikut; (1) kepala sekolah merupakan perantara atasan

pendidikan (mentri pendidikan dan kanwil) dengan guru, (2) kepala sekolah

sebagai konsultan yang memberikan nasehat, dan saran pada guru, (3) kepala

sekolah harus mampu memberi pimpinan tentang sekolah ketika berhadapan

dengan murid, guru, pegawai, dan sosial masyarakat, dan (4) kepala sekolah juga

32
dapat berfungsi menjadi seorang guru, dan pegawai administrasi di sekolah kecil

dan terpencil.

Peran guru di sekolah berkaitan dengan proses pendidikan memiliki peran

yang sangat penting. Guru berperan sebagai pendidik dan pengajar di sekolah

(Nasution, 1999;91). Dilihat dari fungsi perannya seorang guru memili fungsi

manifes dan fungsi laten (Damsar, 2015;156). Fungsi manifes adalah tindakan

yang diharapkan dapat dilakukan oleh guru telah disadari oleh masyarakat.

Kemudian fungsi laten adalah tindakan yang tidak diharapkan dilakukan oleh

seorang guru.

Fungsi manifes dan laten menurut (Damsar, 2015;156), dikelompokkan

menjadi tiga. Ketiga kelompok fungsi manifes, yaitu (a) guru sebagai pengajar,

(b) guru sebagai pendidik, dan (c) guru sebagai teladan. Kemudian ketiga fungsi

laten, yaitu (a) guru sebagai pelabel, (b) guru sebagai penyambung dari kelas

menengah atas, dan (c) guru sebagai pengekal status quo.

Guru sebagai fungsi pengajar bertugas mensosialisasikan ilmu

pengetahuan kepada peserta didik. Proses pembelajaran yang dilakukan guru

harus dilakukan dengan perencanaan yang baik. Menurut Idi dan Safarina

(2010:136), terdapat sembilan prinsip proses edukasi antara pendidik dan peserta

didik. Kesembilan proses tersebut, yaitu (1) motivasi, (2) persepsi, (3)

pemfokusan, (4) keterpaduan, (5) pemecahan masalah, (6) menacari, menemukan,

dan mengembangkan, (7) belajar sambil mengaplikasikan, (8) hubungan sosial,

dan (9) perbedaan individu.

Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, melainkan juga sebagai

pendidik. Sebagai pendidik guru tidak hanya mengajarkan siswa tentang ilmu

33
pengetahuan. Guru harus menyiapkan peserta didik menjadi pribadi yang baik dan

dapat menghadapi sendiri persoalan kehidupan dimasyarakat. Menurut Damsar

(2015;156), tugas guru sebagai pendidik, yaitu membina budi pekerti (akhlak),

spft skill, budaya, simbolik, dan spiritual. Tugas guru sebagai pendidik dapat

dilaksanakan dalam pembelajaran. Bentuk pelaksanaannya bisa berupa

memotivasi siswa, cara menjelaskan, dan berdiskusi (Damsar, 2015;156).

Selain sebagai pengajar dan pendidik, guru juga sebagi teladan terutama

untuk sekolah tingkat kana-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD) (Damsar,

2015;157). Guru bagi peserta didik pada tingkat TK dan SD dipandang sebagai

orang yang mulia. Maka tidak jarang peserta didik pada tingkat TK dan SD lebih

menenuruti kata-kata gurunya daripada orang tuanya. Oleh karena itu, hendaknya

guru pada tingkat ini memberikan contoh yang baik, memberikan saran yang baik,

menyuruh anak untuk melakukan yang baik, dan membiasakan anak berprilaku

baik.

Sebagai lembaga formal yang mengajarkan pendidikan, sekolah memiliki

wacana perspektif yang berbeda dalam memandang pendidikan. Perbedaan

wacana perspektif dipengaruhi oleh sistem dan struktur yang telah dijalankan di

sekolah. Sekolah memandang pendidikan tidak hanya sebagai proses sosialisasi

ilmu pengetahuan, melainkan juga proses penanaman etika kepada peserta didik.

Keberhasilan pendidikan juga tidak semata-mata dilihat dari nilai, melainkan juga

dilihat dari sikap dan prilaku peserta didik.

Pengertian perspektif menurut KBBI merujuk pada sudut pandang

terhadap suatu benda. Sedangkan menurut wikipedia bahasa Indonesia perspektif

dapat merujuk pada empat kategori, yaitu visual, grafis, kognitif, dan geometri.

34
Nampaknya perspektif wacana pendidikan disekolah merupakan gabungan dari

prespektif visual dan perspektif kognitif. Perspektif visual muncul dari pandangan

mata manusia terhadap suatu objek atau keadaan. Kemudian perspektif kognitif

merupakan ekspresi dari bentuk pilihan atau legitimasi dari suatu kepercayaan,

ideologi, paradigma, dan kenyataan.

Wacana perspektif pendidikan di lembaga formal bermula dari sekolah

dasar hingga perguruan tinggi di negara Prancis. Wacana perspektif yang

dibangun di sekolah dasar tentu berbeda dengan yang dibangun di SMP, SMA dan

perguruan tinggi. Perbedaan wacana perspektif tentang pendidikan setidaknya

dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, tingkat usia, kepribadian dan kognisi

peserta didik. Kedua, tujuan pembelajaran dan cara guru mengajar. Ketiga,

kondisi sosial dan kemasyarakatan.

1.4.5 Kontruksi Pendidikan Budaya

Kebudayaan menurut Horton dan Hunt (1999;58), dapat dikategorikan

menjadi kebudayaan materi dan kebudayaan nonmateri. Pertama, kebudayaan

dalam pengertian materi segala bentuk benda yang diciptakan manusia untuk

digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian kebudayaan dalam pengertian

nonmateri merupakan hasil dari pemikiran manusia yang dijadikan pedoman

kehidupan di masyarakat (Saleh dan Mundzir, 2006:231).

Hasil dari kebudayaan materi berupa benda-benda misalnya, mobil,

bangunan, jalan, jembatan, irigasi, dan segala benda yang dapat dipergunakan dan

dipakai oleh orang-orang dalam masyarakat. Kemudian hasil dari kebudayaan

nonmateri terdiri, adat istiadat, kenyakinan, dan kebiasaan yang telah di anut oleh

masyarakat (Horton dan Hunt 1999;58). Budaya merupakan gaya hidup seseorang

35
yang diperoleh secara sosial yang dipengaruhi oleh kelompok. Nilai yang

diperoleh dari suatu budaya berupa pola pikir, prilaku dan kebiasaan (Harris

dalam Giunchiglia, 2009).

Kebudayaan dan masyarakat mempunyai hubungan yang tidak dapat

dipisahkan satu dengan lainnya (Soekanto, 1976:63). Setiap masyarakat memiliki

kebudayaan yang dianut, bagitu juga setiap kebudayaan dianut oleh kelompok

masyarakat. Kebudayaan melahirkan sistem nilai dan norma yang menjadi aturan

dalam kehidupan masyarakat. Nilai merupakan bagian penting dari kebudayaan.

Suatu tindakan dikatakan benar jika sesuai dengan moral di masyarakat dan sesuai

dengan nilai-nilai yang disepakati (Harton dan Hunt, 1999:71).

Nilai merupakan ide atau gagasan penting yang dipikirkan oleh manusia

dan bersifat abstrak. Nilai mengacu pada keindahan, prilaku dan penilaian benar

atau salah (Fraenkel, 1977:6). Sementara itu menurut Horton dan Hunt (1999:71),

nilai merupakan gagasan tentang pengalaman yang berarti atau tidak. Suatu

kebudayan disatukan oleh nilai-nilai budaya yang telah disepakati. Menurut

Holden (2006:14), terdapat tiga konsep nilai budaya, yaitu nilai intrinsik, nilai

instruental dan nilai institusional.

Nilai intrinsik merupakan nilai yang bersifat subjektif terhadap suatu

budaya seperti nilai intelektual, nilai emosional, dan nilai spiritual. Nilai

instrumental merupakan nilai yang dijadikan sebagi pedoman dalam

melaksanakan sesuatu. Nilai instrumental belum bermakna bila belum dikaitkan

dengan konteks kebudaan tertentu. Kemudian nilai institutional berkaitan dengan

nilai yang diadopsi dan dibuat oleh lembaga. Nilai ini digunakan untuk

meningkatkan etos kerja dan sikap kerja berkaitan dengan ranah publik.

36
Setiap kebudayaan memiliki sistem kepercayaannya masing-masing.

Kebudayan meliputi seluruh kepercayaan, pengetahuan, keterampilan, kesenian,

moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan (Nasution, 1999;63). Kebudayaan

dapat diamati melalui perilaku verbal dan nonverbal melalui anggota masyarakat.

Masyarakat adalah kumpulan orang-orang yang menempati suatu daerah tertentu.

Individu-individu dalam masyarakat memiliki pola interaksi yang teratur dan

disepakati oleh semua anggota kelompok masyarakat. Di masyarakat terdapat

individu yang memiliki fungsi dan peran yang berbeda. Perbedaan yang ada di

masyarakat disatukan oleh nilai dan norma yang disepakati.

Nasution (1999:152), membagi masyarakat berdasarkan peran nilainya

menjadi dua golongan, yaitu masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan.

Masyarakat pedesaan memegang prinsip yang kuat terhadap nilai-nilai agama,

sikap dan prilaku. Masyarakat pedesaan penduduknya tergolong homogen. Oleh

karena itu, bila terdapat sikap, prilaku, dan praktik keagamaan yang menyimpang,

segera mendapatkan teguran dan nasehat. Masyarakat perkotaan memiliki sikap

yang lebih heterogen. Kebanyakan penduduknya telah memiliki intelektual yang

baik. masyarakat perkotaan lebih terbuka terhadap budaya dan kebiasaan baru.

Oleh karena itu, mereka lebih terbuka terhadap sikap, prilaku, pikiran, moral, dan

pergaulan yang baru. Kebudayaan dipengaruhi oleh lingkungan fisik, iklim dan

kekayaan alam (Nasution, 1999;62). Kebudayaan nelayan tidak sama dengan

kebudayaan hutan, begitu juga dengan kebudayaan industri. Kebudayaan dapat

mengalami perubahan atau menghasilkan kebudayaan yang baru.

Pada tetralogi novel Laskar Pelangi lingkungan kebudayaan diungkapkan

melalui kebudayaan masyarakat industri dan kebudayaan masyarakat nelayan.

37
Kebudayaan masyarakat industri ditandai dengan pabrik PN timah. Masyarakat

yang tidak bekerja di PN timah, memilih menjadi sebagai nelayan. Kedua

lingkungan kebudayaan di atas, menjadi latar dalam kebudayaan yang

diungkapkan dalam tetralogi novel Laskar Pelangi.

Budaya, masyarakat dan pendidikan saling melengkapi. Masyarakat tidak

dapat berjalan tanpa pendidikan begitu pula sebaliknya. Dalam masyarakat,

pendidikan berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial (Turkkahraman,

2012; 38). Pendidikan dalam konsep masyarakat dijadikan sebagai sarana.

Sedangkan masyarakat merupakan tujuan dari proses pendidikan.

Suatu kebudayaan perlu diwariskan kepada generasi muda. Mewariskan

nilai-nilai budaya kepada generasi muda memerlukan proses sosialisasi. Proses

sosialisasi memerlukan agen untuk mentransfer nilai-nilai budaya. Agen yang

dapat mensosialisasikan biasanya tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat

merupakan representasi dari kebudayaan yang diyakini. Menurut Surbakti

(1992;40), tokoh masyarakat adalah orang yang disegani, dipercaya, dan

dihormati secara luas. Kehadiran tokoh masyarakat sebagai pemersatu antar unit-

unit kebudayaan. Tokoh masyarakat menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan

dari suatu kebudayaan. Tokoh masyarakat mempunyai peran yang besar dan

mempunyai kekuasan dalam keanggotaan masyarakat. Sering kali anggota

masyarakat meminta masukan dan saran untuk melaksanaan adat istiadat kepada

tokoh masyarakat.

Kategori tokoh masyarakat menurut Hanafi (dalam Koentjaraningrat,

1983), terdiri dari tokoh formal dan informal. Tokoh formal biasanya menduduki

jabatan struktural di masyarakat. Adapun yang tergolong tokoh formal, yaitu

38
kepala desa, camat, RT dan RW. Kemudian tokoh informal dianggap menjadi

tokoh karena pengaruh dan kekuasaannya di masyarakat. Adapun tokoh informal,

yaitu tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh kepemudaan.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian ini meliputi pendekatan dan jenis penelitian, data dan

sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, analisis data, teknik

validasi temuan penelitian, dan tahap-tahap penelitian.

1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian konstruksi pendidikan yang terdapat dalam novel tetralogi

Laskar Pelangi karya Andrea Hirata termasuk dalam pendekatan penelitian

kualitatif. Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini sesuai dengan

data yang digunakan dalam peneliti. Data penelitian ini berupa teks dari tetralogi

novel Laskar Pelangi. Pendekatan penelitian kualitatif menurut Bogdan & Biglen

(2003:35), memiliki lima karakteristik.

Kelima karakteristik penelitian kualitatif, yaitu (1) pendekatan kualitatif

menggunakan latar alamiah, (2) data penelitian bersifat deskriptif karena wujud

data berupa dialog, monolog, deskripsi, dan narasi yang terdapat dalam teks

sastra, (3) penelitian mengutamakan proses dan hasil, karena hasil penelitian

kualitatif dikatakan valid ketika melalui proses penelitian yang benar, (4) analisis

data dimulai dengan logika induktif dengan mengabstraksikan data secara

kontekstual, dan (5) makna yang terdapat dalam dialog, monolog, deskripsi, dan

narasi yang terdapat dalam novel dipandang sesuatu yang esensial, artinya analisis

data dan temuan penelitian bermakna dalam konteksnya. Jenis penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini berupa kajian teks. Teks yang dianalisis berupa

39
karya sastra (novel). Pengkajian teks memusatkan pada rekonstruksi makna yang

terdapat dalam teks. Selanjutnya makna dalam teks ditafsirkan dan dikaitkan

dengan konteks maknanya.

Kontruksi pendidikan bertujuan untuk mendeskripsikan peran keluarga,

sekolah dan budaya terhadap pendidikan. Penelitian ini menggunakan teori

wacana kritis yang dipadukan dengan teori sosiologi pendidikan. Sesuai dengan

kerangka penelitian kualitatif, logika induktif digunakan untuk mendeskripsikan

konstruksi pendidikan dalam teks. Teori sosiologi pendidikan dalam penelitian ini

digunakan untuk melihat peran keluarga, sekolah dan budaya terhadap

pendidikan. Guna mengkaji interaksi sosial dan interaksi kebahasaan dalam

konstruksi pendidikan, maka digunakan teori analisis wacana kritis perspektif

Fairclough. Fairclough (1989:26), membagi analisis teks ke dalam tiga tahapan,

yaitu deskripsi, interpretasi, dan eksplanasi.

Tahap deskripsi, pada tahapan ini terdapat dua sub aspek tahapan, yaitu

kosa kata dan gramatika. Kosakata dan gramatia digunakan untuk mengungkap

fenomena ideologi dan kekuasaan. Tahap interpretasi, berkaitan dengan hubungan

dalam teks dan interaksi dalam teks. Pada tahapan ini konteks sosial dihubungkan

dengan teks. Tahap eksplanasi, berkaitan dengan konteks interaksi dan sosial.

Pada tahapan ini dijelaskan mengenai bentuk sosial dan bentuk bahasa yang

digunakan dan yang tidak digunakan.

1.5.2 Data dan Sumber Data

Data penelitian dalam penelitian ini berupa dialog, monolog, deskripsi,

dan narasi yang berkaitan dengan peran keluarga, sekolah, dan budaya terhadap

pendidikan pada tokoh-tokoh tetralogi novel Laskar Pelangi. Adapun sumber data

40
dari penelitian ini terdiri dari tetralogi novel Laskar pelangi. Novel pertama

berjudul Laskar Pelangi (terbit tahun 2015 cetakan ketiga puluh satu). Novel

kedua berjudul Sang Pemimpi (terbit tahun 2013 cetakan kedua puluh tujuh).

Novel ketiga berjudul Edensor (terbit tahun 2017 cetakan kedua belas). Novel

keempat berjudul Maryamah Karpov (terbit tahun 2014 cetakan ketujuh).

1.5.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan teknik dokumentasi. Penggunaan teknik dokumentasi dalam

penelitian ini dikarenakan sumber data berupa teks novel. Selain itu, data

penelitian yang digunakan berupa interpretasi dari sebuah teks. Pengumpulan data

dilakukan dengan menyusun kriteria berdasarkan teori sosiologi pendidikan.

Kriteria yang telah disusun berdasarkan teori digunakan untuk

mengklasifikasi dan mengidentifikasi konstruk pendidikan dalam tetralogi novel

Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Kriteria tersebut meliputi tiga aspek,

konstruksi pendidikan keluarga (peran ayah, peran ibu, gaya mendidik dan sumber

nilai), konstruksi pendidikan sekolah (kepala sekolah, fungsi guru, sekolah

dipandang suatu tempat, dan wacana perspektif), dan konstruksi pendidikan

budaya (tokoh yang mensosialisasikan, cara mensosialisasikan, masyarakat desa,

dan masyarakat kota).

Berdasarkan pembagian kriterisa tersebut, peneliti menggunakan teknik

dokumentasi yang berupa tetralogi novel Laskar Pelangi. Adapun langkah-

langkah yang digunakan dalam proses pengumpulan data sebagai berikut ini. (1)

peneliti melakukan proses pembacaan secara berulang-ulang terhadap tetralogi

novel Laskar Pelangi. (2) mengidentifikasi unit-unit teks yang mengandung

41
konstruksi pendidikan meliputi keluarga, sekolah, dan budaya. (3) mengklasifikasi

data, dan (4) pengkodean data berdasarkan klasifikasi yang telah dibuat.

1.5.4 Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen kunci. Peneliti

menggunakan tabel instrumen dalam pengumpulan data dan pemaknaan data.

Adapun tabel instrumen yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut.

Tabel 1.1 Instrumen Pengumpulan Data

Fokus Subfokus Aspek Kode Data


Keluarga Peran ayah Memberi teladan KPK/PA/MT
sebagai pemimpin
Memotivasi KPK/PA/MM

Mencari nafkah KPK/PA/MN

Menjadi pembimbing KPK/PA/MP

Peran ibu sebagai Membela anak KPK/PI/MB


manejer
Merawat anak KPK/PI/MW

Menjadi guru KPK/PI/MJ

Gaya mendidik Gaya otoriter KPK/GM/GO


anak
Gaya kontinum KPK/GM/GK

Gaya moderat KPK/GM/GT

Sebagai sumber Nilai religius KPK/SN/NR


nilai
Nilai moral KPK/SN/NM

Nilai keindahan KPK/SN/KD

Sekolah Kepala sekolah Perantara atasan KPS/KP/PA

42
Fokus Subfokus Aspek Kode Data

Konsultan KPS/KP/KN

Memimpin KPS/KP/MN

Mengajar dan pegawai KPS/KP/MP

fungsi guru Mengajar KPS/FG/MR

Mendidik KPS/FG/MK

Memberi teladan KPS/FG/MT

Sekolah suatu Wujud bangunan KPS/ST/WB


tempat
Lahan sekolah KPS/ST/LS

Ruangan sekolah KPS/ST/RS

Perabot sekolah KPS/ST/PS

Alat dan media KPS/ST/AM

wacana perspektif Sekolah Dasar KPS/WP/SD

SMP dan SMA KPS/WP/PA


Perguruan Tinggi KPS/WP/PT
Budaya Tokoh yang Tokoh adat KPB/TM/TT
mensosialisasi
Tokoh agama KPB/TM/TA

Tokoh kepemudaan KPB/TM/TN

Tokoh pemerintah KPB/TM/TH

Cara Kepercayaan KPB/CM/KN


mensosialisasika
Kesenian KPB/CM/KI

43
Fokus Subfokus Aspek Kode Data
Adat istiadat KPB/CM/AI

Masyarkat Lingkungan budaya KPB/MD/LB


pedesaan
Sistem nilai KPB/MD/SN

Adat istiadat KPB/MD/AI

Kepercayaan KPB/MD/KN

Prilaku KPB/MD/PU

Masyarakat Lingkungan budaya KPB/MP/LB


perkotaan
Sistem nilai KPB/MP/SN

Adat istiadat KPB/MP/AI

Kepercayaan KPB/MP/KN

Prilaku KPB/MP/PU

1.5.5 Analisis Data

Analisis data penelitian merupakan proses untuk mengidentifikasi data

penelitian berdasarkan konstruksi pendidikan keluarga, konstruksi pendidikan

sekolah, dan konstruksi pendidikan masyarakat. Prosedur yang dilakukan dalam

menganalisis data adalah sebagai berikut.

1. Tahapan analisis data dimulai dengan melakukan pengumpulan data

penelitian dan mengelompokkan berdasarkan fokus penelitian, yaitu

tentang konstruksi pendidikan keluarga, konstruksi pendidikan sekolah,

dan konstruksi pendidikan budaya.

44
2. Melakukan identifikasi data dan kalsifikasi data berdasarkan fokus

penelitian. Guna mempermudah proses Indentifiksi dan klasifikasi data,

digunakan tabel penelitian. Selain itu, tabel penelitian digunakan untuk

melihat kelengkapan data penelitian.

3. Melakukan penafsiran kembali terhadap data yang telah diidentifikasi dan

diklasifikasi untuk melihat kesesuaian data dan kepaduan data dari

masing-masing fokus masalah penelitian.

4. Bila terdapat data yang belum sesuai dengan fokus penelitian, maka

peneliti kembali melakukan langkah-langkah prosedur analisis data dari

awal.

1.5.6 Pengecekan Keabsahan Penelitian

Penggunaan keabsahan data penelitian digunakan untuk memvalidasi

temuan data dalam penelitian. Adapun langkah-langkah atau prosedur penggunaan

pengecekan keabsahan penelitian dalam penelitian ini dipaparkan sebagai berikut.

1. Melakukan pembacaan secara cermat dan berulang-ulang untuk

memahami, menafsirkan dan menghayati isi teks tetralogi Novel Laskar

Pelangi.

2. Menemukan data dari fokus permasalahan yang dikaji berkaitan dengan

konstruksi pendidikan dari aspek keluarga, sekolah dan masyarakat.

3. Mengkonsultasikan isi temuan data kepada dosen pembimbing.

4. Melalakukan proses pengoreksian dengan teman sejawat yang memiliki

pengetahuan tentang kajian wacana pendidikan dalam novel dan sosiologi

pendidikan.

5. Penggunaan triangulasi penelitian.

45
1.5.7 Tahapan-tahapan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat tiga tahapan penelitian yang digunakan. Ketiga

tahapan penelitian tersebut dipaparkan sebagai berikut.

1. Tahap Awal

a. Menyusun draf proposal yang berisi tentang ide-ide atau pokok-pokok yang

berkaitan dengan topik penelitian.

b. Mengkonsultasikan draf proposal yang telah disusun kepada dosen

pembimbing.

c. Menyusun secara detail proposal berdasarkan referensi dari buku bacaan

yang berkaitan dengan topik penelitian.

d. Melaksanakan seminar proposal.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan pengumpulan data penelitian dari sumber data yang telah

ditentukan berdasarkan fokus masalah dalam penelitian.

b. Melakukan analisis data penelitian dari sumber data yang telah

dikumpulkan berdasarkan fokus masalah dalam penelitian.

c. Mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing.

3. Tahap Akhir

a. Melakukan perbaikan penulisan laporan penelitian.

b. Melakukan penggandaan laporan hasil penelitian.

46

Anda mungkin juga menyukai