I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian menjadi
salah satu sektor pilar dalam pembangunan perekonomian. Pertanian merupakan
kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hayati yang diusahakan oleh
manusia untuk menghasilkan kemanfaatan bagi kelangsungan hidup manusia.
Kehidupan agraris sangat melekat dalam kultur masyarakat Indonesia disertai pula
dengan kearifan lokal yang dimiliki. Sebagian besar masyarakat Indonesia
menggantungkan hidupnya dalam sektor pertanian sebagai sumber mata
pencaharian. Sektor pertanian juga memiliki peran penting sebagai penyedia
pangan bagi masyarakat Indonesia.
Semakin meningkatnya kebutuhan pangan mendorong berbagai upaya yang
dilakukan baik pemerintah maupun insan pertanian untuk meningkatkan
produktivitas tanaman. Penggunaan pupuk anorganik serta penggunaan pestisida
yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dilakukan demi memenuhi
tuntunan kebutuhan pangan yang terus meningkat, yang dikenal sebagai pertanian
anorganik (konvensional) saat itu ketika Revolusi Hijau. Dampak negatif akibat
pertanian anorganik yang bermula dari Revolusi Hijau mulai bermunculan seperti
dari kerusakan lahan, hama penyakit tanaman yang sulit dikendalikan, dan
ketergantungan terhadap pupuk kimia sintesis menjadi salah satu alasan petani
beralih menerapkan pertanian organik. Sehingga mulai muncul istilah good
agricultural practice yang menjadi suatu prinsip pertanian yang baru. Prinsip
pertanian modern (good agricultural practices) mengutamakan produktivitas
tinggi, efisiensi produksi (peningkatan pendapatan petani), ketahanan pangan,
kelestarian lingkungan, dan sumber daya. (BPTP, 2005)
Berkembangnya pertanian organik mendukung program pemerintah dalam
hal keamanan pangan yaitu suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia. UU No. 17 Tahun
2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
menegaskan bahwa pembangunan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas
sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi hingga konsumsi pangan dengan
kandungan gizi yang cukup, seimbang serta terjamin keamanannya.
Pertanian organik makin banyak diterapkan pada beberapa komoditi
pertanian, salah satunya adalah padi sebagai komoditi penghasil beras dan sebagai
bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Di Indonesia, padi
tidak hanya berperan penting sebagai makanan pokok, tetapi juga merupakan
sumber perekonomian sebagian besar masyarakat di pedesaan. Kekurangan
produksi berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial,
ekonomi, dan bahkan politik. Karena itu upaya peningkatan produksi padi untuk
memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk tentu perlu mendapat perhatian utama dalam pembangunan
pertanian.
Kabupaten Ngawi merupakan salah satu sentra produsen padi di Provinsi
Jawa Timur. Luas lahan sawah di Kabupaten Ngawi mencapai 38,94% sebesar
504,76 Ha dari seluruh luas wilayah Kabupaten Ngawi yaitu sebesar 1.295,98 Ha
(BPSb, 2014). Komoditas padi merupakan komoditas pertanian unggulan di
Kabupaten Ngawi. Hal tersebut dapat dilihat dari data PDRB Kabupaten Ngawi
pada Tabel 1.
1
Tabel 1. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Sektor Perekonomian Kabupaten Ngawi Tahun 20082012 (Jutaan Rupiah)
N
o
1
Sektor
Perekonomian
Pertanian
TBM
Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan
dan Penggalian
Industri
Pengolahan
2008
2009
2010
2011
2012
1.039.356,6
5
838.220,97
55.180,5
69.635,11
62.834,62
13.485,45
16.286,8
1.092.374,15
887.646,05
53.287,81
72.591,82
64.874,23
13.974,24
1.145.589,74
927.707,11
54.868,17
77.479,33
70.085,23
15.449,9
1.182.083,93
945.489,15
60.263,75
83.902,44
75.860,48
16.568,11
1.251.535,05
1.009.396,90
62.243,13
88.757,01
73.159,85
17.978,17
16.983,88
17.526,39
18.145,41
18.624,92
173.860,51
184.792,71
196.280,68
209.719,3
223.872,69
Listrik, Gas
dan Air Bersih
16.013,48
17.819,46
19.108,85
20.651,62
23.048,17
Bangunan
120.634,7
127.066,94
135.663,44
147.557,05
157.375,92
Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
Pangangkutan
dan
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Usaha
Jasa-Jasa
793.681,83
848.170,35
923.010,01
1.012.315,75
1.097.748,36
70.403,69
75.655,53
81.775,64
88.463,67
94.242,95
173.209,38
180.511,25
190.048,44
201.371,53
213.730,45
381.888,39
399.228,25
412.818,32
433.126,72
451.305,03
2.785.335,43
2.942.602,51
3.121.821,49
3.313.434,98
3.531.483,53
7
8
9
Jumlah
Produksi (Ton)
749.092
141.922
14.133
174.921
11.902
28.487
275
yaitu dengan luas panen paling luas sebesar 122.162 Ha dengan produksi paling
tinggi pula sebesar 749.092 Ton. Sedangkan, tanaman pangan lainnya masih
berada dibawah padi baik dilihat dari luas panen maupun produksinya, dimana
jagung memiliki luas panen 22.690 Ha dengan produksi 141.922 ton, kedelai
dengan luas panen 9.893 Ha dengan produksi 14.133 Ton, ubi kayu dengan luas
panen 7.487 Ha dengan produksi 174.921 Ton, kacang tanah dengan luas panen
6.074 Ha dengan produksi 11.902 Ton, ubi jalar dengan luas panen 1.292 Ha
dengan produksi 28.487 Ton, dan yang paling kecil adalah kacang hijau dengan
luas panen 165 Ha dengan produksi 275 Ton.
Pertanian tanaman pangan merupakan prioritas program kemajuan usaha
pertanian di Kabupaten Ngawi, dengan membangun sistem pertanian terpadu
berbasis organik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (Pertanian Input
Rendah). Antusiasme petani di Ngawi yang cukup tinggi untuk mewujudkan hal
tersebut, terlebih dengan adanya dukungan program Agribisnis Padi Organik
(APO) yang dilaksanakan oleh Kantor Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh
Pertanian serta Gerakan 1000 Ha penanaman padi organik yang dilaksanakan oleh
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. Melimpahnya hasil pertanian tanaman
pangan tersebut, dengan dikembangkannya sistem pertanian terpadu berbasis
organik, maka peluang usaha terbuka lebar khususnya untuk industri pengolahan
hasil
pertanian
tanaman
pangan,
utamanya
padi
organik
(RTRW Kabupaten Ngawi, 2010)
Pengembangan pertanian padi organik di Kabupaten Ngawi tidak terlepas
dari peranan Komunitas Ngawi Organik Center (KNOC) yang diakui secara legal
berdiri sebagai sebuah lembaga masyarakat pada tahun 2012 berdasarkan surat
Nomor84/KNOC/2012/PN Ngw. KNOC merupakan sebuah organisasi masyarakat
yang menjadi suatu komunitas para petani padi organik yang akhirnya membentuk
suatu klaster sekaligus ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi menjadi
pusat budidaya padi organik di Kabupaten Ngawi. Sekretariat KNOC bertempat di
Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi. Meskipun demikian, anggota
petani padi organik KNOC tidak hanya berada di sekitar wilayah Desa Guyung,
Kecamatan Gerih saja namun tersebar di beberapa daerah di Kabupaten Ngawi.
Perkembangan pertanian padi organik di Kabupaten Ngawi tidak selalu
berjalan lancar tanpa hambatan. Salah satu hambatan yang cukup menantang
adalah tanggapan petani yang masih pesimis bahwa melalui pertanian organik
dapat memberikan hasil yang baik, sehingga masih banyak petani yang belum mau
mengadopsi pertanian organik dalam usahatani padi mereka dan cenderung
mempertahankan praktek pertanian konvensional. Usahatani padi organik memiliki
perbedaan dengan usahatani padi anorganik (konvensional) baik dari penggunaan
input, penerapan usahatani di lahan, penggunaan tenaga kerja, pemeliharaan
tanaman dan berbagai aspek lain seperti pembiayaan, penerimaan, sampai
pendapatan yang diterima dari usahatani.
Suatu usahatani memiliki tujuan untuk menghasilkan kemanfaatan bagi
pelakunya, demikian pula pada usahatani padi organik yang sedang dikembangkan
di Kabupaten Ngawi harus mampu memberikan pendapatan bagi petani padi
organik. Analisis kelayakan usahatani dilakukan untuk menentukan apakah
usahatani tersebut layak untuk diusahakan dan dikembangkan atau tidak. Sehingga
ketika usahatani padi organik terbukti layak secara finansial untuk diusahakan,
maka dapat menepis keraguan petani padi konvensional untuk beralih menjadi
petani padi organik. Usahatani padi organik yang sedang berkembang di
Kabupaten Ngawi dimana khususnya berada di sentra padi organik yang dilakukan
KNOC perlu dilakukan sebuah analisis kelayakan usahatani. Sehingga tujuan dari
setiap pihak yang terlibat dalam pengembangan pertanian padi organik di
Kabupaten Ngawi dapat tercapai, baik dari pihak Pemerintah Kabupaten Ngawi
sebagai penentu kebijakan maupun petani padi organik sebagai pelaku utama
dalam usahatani.
B. Perumusan Masalah
1. Berapa besar pendapatan usahatani padi organik yang dilaksanakan oleh petani
anggota KNOC di Kabupaten Ngawi?
2. Apakah usahatani padi organik yang dilaksanakan oleh petani anggota KNOC
di Kabupaten Ngawi layak secara finansial untuk diusahakan?
3. Bagaimana sensitivitas kelayakan usahatani padi organik yang dilaksanakan
oleh petani anggota KNOC di Kabupaten Ngawi?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui besar pendapatan usahatani padi organik yang dilaksanakan oleh
petani anggota KNOC di Kabupaten Ngawi.
2. Mengetahui kelayakan finansial usahatani padi organik yang dilaksanakan oleh
petani anggota KNOC di Kabupaten Ngawi.
3. Mengetahui sensitivitas kelayakan ushatani padi organik yang dilaksanakan
oleh petani anggota KNOC di Kabupaten Ngawi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
2. Bagi Petani
3. Bagi Pemerintah dan KNOC
4. Bagi Pembaca
adalah layak dan menguntungkan dengan tingkat RCR secara finansial sebesar
1,99 sedangkan secara ekonomis sebesar 1,20. Nilai NPV layak secara finansial
sebesar
Rp 215.621.617,50,- sedangkan secara ekonomis mengalami
penurunan menjadi Rp 71.066.519,85,-. Nilai IRR lebih tinggi yaitu 11,17%
dibanding tingkat suku bunga bank sebesar 10%. Persentase ROI secara finansial
adalah 99,17% sedangkan secara ekonomis sebesar 19,60%.
Penelitian Suprapto (2010) dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen memiliki tujuan
untuk mengetahui hasil pendapatan petani padi organik di Kabupaten Sragen,
menganalisis faktor-faktor seperti luas lahan, modal, biaya tenaga kerja, biaya
bibit, biaya pupuk, biaya pestisida organik dan penyuluhan terhadap pendapatan
usahatani padi organik, dan menganalisis faktor dominan antara luas lahan, modal,
biaya tenaga kerja, biaya bibit, biaya pupuk, biaya pestisida organik dan
penyuluhan terhadap pendapatan. Tipe5 penelitian yang digunakan adalah
penelitian survey. Teknik analisa data yang digunakan meliputi Regresi Linier
Berganda, uji statistik, dan uji asumsi klasik. Hasil penelitian menunjukan bahwa
luas lahan terbukti sebagai faktor dominan yang berpengaruh terhadap pendapatan
petani padi organik. Beberapa faktor yang terbukti memiliki pengaruh terhadap
pendapatan petani adalah luas lahan, modal, biaya pupuk, dan penyuluhan.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak terbukti memiliki pengaruh terhadap
pendapatan petani adalah biaya tenaga kerja, biaya bibit, dan biaya pestisida
organik.
B. Tinjauan Pustaka
1. Pertanian Organik
2. Sertifikasi Pangan Organik Indonesia
3. Padi
4. Budidaya Padi Organik
5. Usahatani
6. Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Usahatani
7. Studi Kelayakan Investasi Agribisnis
8. Kelayakan Finansial
a. NPV (Net Present Value)
b. IRR (Internal Rate Return)
c. Net B/C (Net Benefit Cost Ratio)
d. Pd (Payback Periods)
9. Sensitivitas
Masa Tanam I
Masa Tanam II
Analisis Kelayakan
Finansial
NPV
IRR
Layak
Pendapatan (Sepanjang
Periode Umur Proyek)
Analisis
Sensitivitas
Net B/C
Pb
Tidak Layak
10
digunakan yang dihitung dalam satuan kilogram (Kg) dan dinilai dalam
rupiah (Rp) yang termasuk biaya mengusahakan.
16. Pestisida organik merupakan bahan cair yang memiliki kandungan
mikrooorganisme lokal dan agen hayati yang digunakan sebagai pengendali
hama dan penyakit tanaman padi organik yang dihitung dalam satuan liter
(Lt) dan dinilai dalam rupiah (Rp) yang termasuk biaya mengusahakan.
17. Teknologi adalah penerapan teknologi usahatani melalui penggunaan mesin
dan sistem usahatani tertentu dalam proses produksi. Teknologi yang
digunakan petani meliputi penggunaan traktor dan sistem irigasi sehingga
memunculkan biaya sewa traktor, biaya iuran irigasi, dan biaya bahan bakar
minyak yang dinilai dalam rupiah (Rp) yang termasuk biaya mengusahakan.
18. Pengangkutan adalah proses distribusi hasil panen dari lahan petani menuju
lokasi dijualnya hasil panen tersebut di KNOC yang dinilai dalam rupiah (Rp)
yang termasuk biaya mengusahakan.
19. Penyusutan merupakan pengganti kerugian atau pengurangan nilai
disebabkan karena waktu dan cara penggunaan modal tetap oleh petani yang
meliputi alat dan mesin pertanian yang dinilai dalam rupiah (Rp) yang
termasuk biaya mengusahakan.
20. Pendapatan usahatani merupakan penerimaan usahatani dikurangi dengan
biaya usahatani yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
21. Pendapatan per tahun merupakan jumlah pendapatan usahatani padi organik
selama tiga kali musim tanam berturut yang dinyatakan dalam satuan rupiah
(Rp).
22. Periode umur proyek merupakan umur ekonomis proyek usahatani padi
organik yang digunakan berupa asumsi yang dinyatakan dalam tahun.
23. Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan pelaku usaha yang
tidak dapat dikembalikan dalam satu periode yang dinyatakan dalam rupiah
(Rp).
24. Umur ekonomis adalah masa dimana asset diperkirakan masih dapat
beroperasi pada tingkat efisiensi yang diharapkan yang dinyatakan dalam
tahun.
25. Nilai akhir (residu) adalah nilai uang dari modal tetap yang diperkirakan
masih bias dijual pada akhir umur ekonomis yang dinyatakan dalam rupiah
(Rp).
26. Benefit adalah manfaat yang diperoleh atau dihasilkan dari suatu kegiatan
usaha yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
27. Analisis kelayakan finansial adalah suatu kegiatan pengkajian layak atau
tidaknya suatu usaha dijalankan yang ditinjau dengan pendekatan NPV, IRR,
Net B/C, dan Pb.
28. NPV (Net Present Value) adalah nilai sekarang dari selisih manfaat dan biaya
setiap periode yang dinyatakan dalam rupiah (Rp). Pendekatan kelayakan
NPV memenuhi kriteria layak apabila NPV > 0.
29. IRR (Internal Rate of Return) adalah tingkat bunga yang merupakan
persentase keuntungan investasi setiap periode dan merupakan alat ukur
kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga pinjaman yang dinyatakan
11
H.
12
III.
METODE PENELITIAN
Jember
Lamongan
Ngawi
Bojonegoro
Banyuwangi
Luas Panen
(Ha)
161.851
135.925
120.929
134.546
111.446
Produktivitas
(Kw/Ha)
59,26
58,68
63.68
57,13
62,48
Produksi
(Ton)
959.082
797.596
770.125
768.656
696.279
13
N
1+ N e 2
14
15
NPV =
x Df
t =0
Dimana:
NPV
= Nilai manfaat sekarang
Df
= Discount factor pada tingkat bunga yang berlaku
t
= Period ke-t
n
= Lama periode waktu
Net Benefit = Manfaat bersih tiap periode
Kriteria:
NPV > 0 : usaha Layak dijalankan
16
IRR = i1 +
x (i2 i1)
NPV
NPV
Dimana:
IRR
= Persentase keuntungan tiap tahun
i1
= Discount factor pertama dimana diperoleh nilai NPV Positif
i2
= Discount factor kedua dimana diperoleh nilai NPV Negatif
NPV (+) = NPV pada tingkat discount factor i1
NPV (-) = NPV pada tingkat discount factor i2
Kriteria:
IRR > discount factor : Usaha menguntungkan, Layak dijalankan
IRR = discount factor : Usulan usaha diterima
IRR < discount factor : Usaha merugi, Tidak Layak dijalankan
c. Net B/C (Net Benefit Cost Ratio)
Net B/C dapat menggambarkan berapa kali lipat benefit akan
diperoleh dari cost yang dikeluarkan. Rumus yang digunakan dalam
perhitungan Net B/C adalah sebagai berikut:
+
Dimana:
Net B/C
NPV Positif
NPV Negatif
Kriteria:
Net B/C > 1
Net B/C = 1
Investasi
Net Benefit ratarata tiap tahun
17
Kriteria:
Pb < umur ekonomis proyek, maka proyek Layak dijalankan,
Pb > umur ekonomis proyek, maka proyek Tidak Layak dijalankan.
3. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan menggunakan asumsi-asumsi akan
kondisi-kondisi tertentu yang akan memberikan penilaian kepekaan proyek
yang membentuk skenario proyek. Skenario sensitivitas yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan tiga skenario, yaitu penurunan harga jual
(output), peningkatan biaya variabel, dan kombinasi keduanya secara bersamasama dalam satuan persen (%). Perhitungan analisis sensitivitas akan
menunjukan batas-batas tertentu atas perubahan-perubahan yang mungkin
terjadi yang dapat ditoleransi dan tetap memberikan penilaian layak terhadap
proyek usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi 2006. Prosedur Penelitian : Status Pendekatan Praktik.
Rineka Cipta. Jakarta.
BPS 2013. Pendapatan Domestik Regional Bruto Kabupaten Ngawi Tahun 20082012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi. Ngawi.
BPSa 2014. Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2014.
Kabupaten Ngawi. Ngawi.
BPSb 2014. Statistik Daerah Kabupaten Ngawi 2014. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Ngawi. Ngawi.
BPSc 2014. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik
Provinsi Jawa Timur. Surabaya.
BPTP 2005. Sudah Perlukah Organik?. Balai Penelitian Tanaman Padi. Subang.
Choliq A, Wirasasmita R, dan Hasan S 1996. Evaluasi Proyek (Suatu Pengantar),
Edisi Revisi. Pionir Jaya. Bandung.
Kristiawan, AD 2013. Analisis Kelayakan Usahatani Padi di Kecamatan Matesih
Kabupaten Karanganyar. Universitas Sebelas Maret. Surakarta [Skripsi]
Nugraheni, Maruti 2012. Analisis Kelayakan Usahatani Teh Rakyat di Desa
Mojotengah Kecamatan Reban Kabupaten Batang. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta [Skripsi]
Prasetya, Priya 1995. Ilmu Usahatani II. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret.
Purnomo, Irwan 2008. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis
Nanas. Institut Pertanian Bogor. Bogor [Skripsi]
RTRW Kabupaten Ngawi 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Ngawi. Pemerintah Kabupaten Ngawi. Ngawi.
18