Anda di halaman 1dari 18

1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian menjadi
salah satu sektor pilar dalam pembangunan perekonomian. Pertanian merupakan
kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya hayati yang diusahakan oleh
manusia untuk menghasilkan kemanfaatan bagi kelangsungan hidup manusia.
Kehidupan agraris sangat melekat dalam kultur masyarakat Indonesia disertai pula
dengan kearifan lokal yang dimiliki. Sebagian besar masyarakat Indonesia
menggantungkan hidupnya dalam sektor pertanian sebagai sumber mata
pencaharian. Sektor pertanian juga memiliki peran penting sebagai penyedia
pangan bagi masyarakat Indonesia.
Semakin meningkatnya kebutuhan pangan mendorong berbagai upaya yang
dilakukan baik pemerintah maupun insan pertanian untuk meningkatkan
produktivitas tanaman. Penggunaan pupuk anorganik serta penggunaan pestisida
yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dilakukan demi memenuhi
tuntunan kebutuhan pangan yang terus meningkat, yang dikenal sebagai pertanian
anorganik (konvensional) saat itu ketika Revolusi Hijau. Dampak negatif akibat
pertanian anorganik yang bermula dari Revolusi Hijau mulai bermunculan seperti
dari kerusakan lahan, hama penyakit tanaman yang sulit dikendalikan, dan
ketergantungan terhadap pupuk kimia sintesis menjadi salah satu alasan petani
beralih menerapkan pertanian organik. Sehingga mulai muncul istilah good
agricultural practice yang menjadi suatu prinsip pertanian yang baru. Prinsip
pertanian modern (good agricultural practices) mengutamakan produktivitas
tinggi, efisiensi produksi (peningkatan pendapatan petani), ketahanan pangan,
kelestarian lingkungan, dan sumber daya. (BPTP, 2005)
Berkembangnya pertanian organik mendukung program pemerintah dalam
hal keamanan pangan yaitu suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang
dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia. UU No. 17 Tahun
2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
menegaskan bahwa pembangunan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas
sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi hingga konsumsi pangan dengan
kandungan gizi yang cukup, seimbang serta terjamin keamanannya.
Pertanian organik makin banyak diterapkan pada beberapa komoditi
pertanian, salah satunya adalah padi sebagai komoditi penghasil beras dan sebagai
bahan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Di Indonesia, padi
tidak hanya berperan penting sebagai makanan pokok, tetapi juga merupakan
sumber perekonomian sebagian besar masyarakat di pedesaan. Kekurangan
produksi berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial,
ekonomi, dan bahkan politik. Karena itu upaya peningkatan produksi padi untuk
memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk tentu perlu mendapat perhatian utama dalam pembangunan
pertanian.
Kabupaten Ngawi merupakan salah satu sentra produsen padi di Provinsi
Jawa Timur. Luas lahan sawah di Kabupaten Ngawi mencapai 38,94% sebesar

504,76 Ha dari seluruh luas wilayah Kabupaten Ngawi yaitu sebesar 1.295,98 Ha
(BPSb, 2014). Komoditas padi merupakan komoditas pertanian unggulan di
Kabupaten Ngawi. Hal tersebut dapat dilihat dari data PDRB Kabupaten Ngawi
pada Tabel 1.
1
Tabel 1. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Sektor Perekonomian Kabupaten Ngawi Tahun 20082012 (Jutaan Rupiah)
N
o
1

Sektor
Perekonomian
Pertanian
TBM
Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan

Pertambangan
dan Penggalian

Industri
Pengolahan

2008

2009

2010

2011

2012

1.039.356,6
5
838.220,97
55.180,5
69.635,11
62.834,62
13.485,45
16.286,8

1.092.374,15
887.646,05
53.287,81
72.591,82
64.874,23
13.974,24

1.145.589,74
927.707,11
54.868,17
77.479,33
70.085,23
15.449,9

1.182.083,93
945.489,15
60.263,75
83.902,44
75.860,48
16.568,11

1.251.535,05
1.009.396,90
62.243,13
88.757,01
73.159,85
17.978,17

16.983,88

17.526,39

18.145,41

18.624,92

173.860,51

184.792,71

196.280,68

209.719,3

223.872,69

Listrik, Gas
dan Air Bersih

16.013,48

17.819,46

19.108,85

20.651,62

23.048,17

Bangunan

120.634,7

127.066,94

135.663,44

147.557,05

157.375,92

Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
Pangangkutan
dan
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Usaha
Jasa-Jasa

793.681,83

848.170,35

923.010,01

1.012.315,75

1.097.748,36

70.403,69

75.655,53

81.775,64

88.463,67

94.242,95

173.209,38

180.511,25

190.048,44

201.371,53

213.730,45

381.888,39

399.228,25

412.818,32

433.126,72

451.305,03

2.785.335,43

2.942.602,51

3.121.821,49

3.313.434,98

3.531.483,53

7
8
9

Jumlah

Sumber : BPS, 2013


Tabel 2. Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Ngawi Tahun
2013
Jenis Tanaman Pangan
Padi
Jagung
Kedelai
Ubi kayu
Kacang Tanah
Ubi jalar
Kacang Hijau

Luas Panen (Ha)


122.162
22.690
9.893
7.487
6.074
1.292
165

Produksi (Ton)
749.092
141.922
14.133
174.921
11.902
28.487
275

Sumber : BPSa, 2014


Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa dari ketujuh jenis tanaman pangan,
padi merupakan tanaman pangan yang paling mendominasi di Kabupaten Ngawi

yaitu dengan luas panen paling luas sebesar 122.162 Ha dengan produksi paling
tinggi pula sebesar 749.092 Ton. Sedangkan, tanaman pangan lainnya masih
berada dibawah padi baik dilihat dari luas panen maupun produksinya, dimana
jagung memiliki luas panen 22.690 Ha dengan produksi 141.922 ton, kedelai
dengan luas panen 9.893 Ha dengan produksi 14.133 Ton, ubi kayu dengan luas
panen 7.487 Ha dengan produksi 174.921 Ton, kacang tanah dengan luas panen
6.074 Ha dengan produksi 11.902 Ton, ubi jalar dengan luas panen 1.292 Ha
dengan produksi 28.487 Ton, dan yang paling kecil adalah kacang hijau dengan
luas panen 165 Ha dengan produksi 275 Ton.
Pertanian tanaman pangan merupakan prioritas program kemajuan usaha
pertanian di Kabupaten Ngawi, dengan membangun sistem pertanian terpadu
berbasis organik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (Pertanian Input
Rendah). Antusiasme petani di Ngawi yang cukup tinggi untuk mewujudkan hal
tersebut, terlebih dengan adanya dukungan program Agribisnis Padi Organik
(APO) yang dilaksanakan oleh Kantor Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh
Pertanian serta Gerakan 1000 Ha penanaman padi organik yang dilaksanakan oleh
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura. Melimpahnya hasil pertanian tanaman
pangan tersebut, dengan dikembangkannya sistem pertanian terpadu berbasis
organik, maka peluang usaha terbuka lebar khususnya untuk industri pengolahan
hasil
pertanian
tanaman
pangan,
utamanya
padi
organik
(RTRW Kabupaten Ngawi, 2010)
Pengembangan pertanian padi organik di Kabupaten Ngawi tidak terlepas
dari peranan Komunitas Ngawi Organik Center (KNOC) yang diakui secara legal
berdiri sebagai sebuah lembaga masyarakat pada tahun 2012 berdasarkan surat
Nomor84/KNOC/2012/PN Ngw. KNOC merupakan sebuah organisasi masyarakat
yang menjadi suatu komunitas para petani padi organik yang akhirnya membentuk
suatu klaster sekaligus ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi menjadi
pusat budidaya padi organik di Kabupaten Ngawi. Sekretariat KNOC bertempat di
Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi. Meskipun demikian, anggota
petani padi organik KNOC tidak hanya berada di sekitar wilayah Desa Guyung,
Kecamatan Gerih saja namun tersebar di beberapa daerah di Kabupaten Ngawi.
Perkembangan pertanian padi organik di Kabupaten Ngawi tidak selalu
berjalan lancar tanpa hambatan. Salah satu hambatan yang cukup menantang
adalah tanggapan petani yang masih pesimis bahwa melalui pertanian organik
dapat memberikan hasil yang baik, sehingga masih banyak petani yang belum mau
mengadopsi pertanian organik dalam usahatani padi mereka dan cenderung
mempertahankan praktek pertanian konvensional. Usahatani padi organik memiliki
perbedaan dengan usahatani padi anorganik (konvensional) baik dari penggunaan
input, penerapan usahatani di lahan, penggunaan tenaga kerja, pemeliharaan
tanaman dan berbagai aspek lain seperti pembiayaan, penerimaan, sampai
pendapatan yang diterima dari usahatani.
Suatu usahatani memiliki tujuan untuk menghasilkan kemanfaatan bagi
pelakunya, demikian pula pada usahatani padi organik yang sedang dikembangkan
di Kabupaten Ngawi harus mampu memberikan pendapatan bagi petani padi
organik. Analisis kelayakan usahatani dilakukan untuk menentukan apakah
usahatani tersebut layak untuk diusahakan dan dikembangkan atau tidak. Sehingga

ketika usahatani padi organik terbukti layak secara finansial untuk diusahakan,
maka dapat menepis keraguan petani padi konvensional untuk beralih menjadi
petani padi organik. Usahatani padi organik yang sedang berkembang di
Kabupaten Ngawi dimana khususnya berada di sentra padi organik yang dilakukan
KNOC perlu dilakukan sebuah analisis kelayakan usahatani. Sehingga tujuan dari
setiap pihak yang terlibat dalam pengembangan pertanian padi organik di
Kabupaten Ngawi dapat tercapai, baik dari pihak Pemerintah Kabupaten Ngawi
sebagai penentu kebijakan maupun petani padi organik sebagai pelaku utama
dalam usahatani.
B. Perumusan Masalah
1. Berapa besar pendapatan usahatani padi organik yang dilaksanakan oleh petani
anggota KNOC di Kabupaten Ngawi?
2. Apakah usahatani padi organik yang dilaksanakan oleh petani anggota KNOC
di Kabupaten Ngawi layak secara finansial untuk diusahakan?
3. Bagaimana sensitivitas kelayakan usahatani padi organik yang dilaksanakan
oleh petani anggota KNOC di Kabupaten Ngawi?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui besar pendapatan usahatani padi organik yang dilaksanakan oleh
petani anggota KNOC di Kabupaten Ngawi.
2. Mengetahui kelayakan finansial usahatani padi organik yang dilaksanakan oleh
petani anggota KNOC di Kabupaten Ngawi.
3. Mengetahui sensitivitas kelayakan ushatani padi organik yang dilaksanakan
oleh petani anggota KNOC di Kabupaten Ngawi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
2. Bagi Petani
3. Bagi Pemerintah dan KNOC
4. Bagi Pembaca

II. LANDASAN TEORI


A. Penelitian Terdahulu
Penelitian Kristiawan (2013) yang berjudul Analisis Kelayakan
Usahatani Padi di Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar memiliki tujuan
untuk mengetahui kelayakan usahatani padi di Kecamatan Matesih Kabupaten
Karanganyar dan untuk mengetahui pengaruh luas lahan, biaya bibit, biaya pupuk,
biaya pestisida, biaya tenaga kerja dan biaya teknologi terhadap keuntungan
usahatani padi organik di Kecamatan Matesih Kabupaten Kranganyar. Penelitian
tersebut merupakan penelitian deskripsi kuantitatif. Penentuan sampel petani
diambil dengan teknik cluster random sampling yang masih dikerucutkaan lagi
menjadi multi stage random sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa
usahatani padi di Kecamatan Matesih layak untuk diusahakan karena R/C > 1.
Analisis kedua menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap
keuntungan adalah luas lahan, biaya pestisida, dan biaya tenaga kerja. Secara
individu variabel luas lahan, biaya pestisida dan biaya tenaga kerja berpengaruh
secara positif, sedangkan variabel biaya bibit, biaya pupuk, dan biaya teknologi
berpengaruh negatif terhadap keuntungan padi di Kecamatan Matesih Kabupaten
Karanganyar.
Penelitian Purmono (2008) dengan judul Analisis Kelayakan Finansial
dan Ekonomi Agribisnis Nanas yang mengambil studi kasus di Kecamatan
Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara bertujuan untuk
mengkaji kegiatan dan kelayakan agribisnis nanas serta menganalisis pengaruh
perubahan harga output, harga input, dan tingkat produksi terhadap kelayakan
agribisnis nanas. Analisis data yang digunakan dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif. Analisis kuantitatif
dilakukan dengan analisis usahatani dan analisis kelayakan dilakukan dengan alat
ukur kriteria investasi yaitu Net Present Value, Net B/C Rasio, Internal Rate of
Return, dan Payback Period, yang disertai pula analisis sensitivitas. Hasil
penilitian menunjukan bahwa usahatani selama 6 tahun yang dilakukan petani
nanas menguntungan dengan pendapatan sebesar Rp 11.700.000,- atas biaya tunai
sebesar Rp 37.865.000. Hasil perhitungan kelayakan pada tingkat diskonto 15%
secara finansial usahatani nanas layak dilakukan, dengan NPV sebesar Rp
5.623.375,19, perbandingan Net B/C Ratio 1,35, dan nilai sebesar IRR 24%.
Penelitian Nugraheni (2012) yang berjudul Analisis Kelayakan
Usahatani The Rakyat di Desa Mojotengah Kecamatan Reban Kabupaten
Batang memiliki tujuan untuk mengetaahui besar pendapatan usahatani the
rakyat yang dilaksanakan oleh petani di Desa Mojotengah Kecamatan Reban
Kabupaten Batang dan juga untuk mengetahui apakah usahatani the rakyat layak
secara ekonomi untuk diusahakan. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kuantitatif. Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui
besarnya pendapatan usahatani teh adalah Total Revenue (TR) sedangkan untuk
mengetahui kelayakan usahatani the digunakan analisis Break Even Point (BEP),
Revenue Cost Ratio (RCR), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), dan Return On Investment (ROI). Hasil penelitian menunjukan bahwa
usahatani the rakyat di Desa Mojotengah Kecamatan Reban Kabupaten Batang

adalah layak dan menguntungkan dengan tingkat RCR secara finansial sebesar
1,99 sedangkan secara ekonomis sebesar 1,20. Nilai NPV layak secara finansial
sebesar
Rp 215.621.617,50,- sedangkan secara ekonomis mengalami
penurunan menjadi Rp 71.066.519,85,-. Nilai IRR lebih tinggi yaitu 11,17%
dibanding tingkat suku bunga bank sebesar 10%. Persentase ROI secara finansial
adalah 99,17% sedangkan secara ekonomis sebesar 19,60%.
Penelitian Suprapto (2010) dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen memiliki tujuan
untuk mengetahui hasil pendapatan petani padi organik di Kabupaten Sragen,
menganalisis faktor-faktor seperti luas lahan, modal, biaya tenaga kerja, biaya
bibit, biaya pupuk, biaya pestisida organik dan penyuluhan terhadap pendapatan
usahatani padi organik, dan menganalisis faktor dominan antara luas lahan, modal,
biaya tenaga kerja, biaya bibit, biaya pupuk, biaya pestisida organik dan
penyuluhan terhadap pendapatan. Tipe5 penelitian yang digunakan adalah
penelitian survey. Teknik analisa data yang digunakan meliputi Regresi Linier
Berganda, uji statistik, dan uji asumsi klasik. Hasil penelitian menunjukan bahwa
luas lahan terbukti sebagai faktor dominan yang berpengaruh terhadap pendapatan
petani padi organik. Beberapa faktor yang terbukti memiliki pengaruh terhadap
pendapatan petani adalah luas lahan, modal, biaya pupuk, dan penyuluhan.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak terbukti memiliki pengaruh terhadap
pendapatan petani adalah biaya tenaga kerja, biaya bibit, dan biaya pestisida
organik.
B. Tinjauan Pustaka
1. Pertanian Organik
2. Sertifikasi Pangan Organik Indonesia
3. Padi
4. Budidaya Padi Organik
5. Usahatani
6. Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Usahatani
7. Studi Kelayakan Investasi Agribisnis
8. Kelayakan Finansial
a. NPV (Net Present Value)
b. IRR (Internal Rate Return)
c. Net B/C (Net Benefit Cost Ratio)
d. Pd (Payback Periods)
9. Sensitivitas

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Usahatani Padi Organik

Uji Analisis Usahatani

Analisis Biaya, Penerimaan,


dan Pendapatan Usahatani

Masa Tanam I

Masa Tanam II

Analisis Kelayakan
Finansial

Masa Tanam III

NPV

IRR

Pendapatan (Per Tahun)

Layak

Pendapatan (Sepanjang
Periode Umur Proyek)

Analisis
Sensitivitas

Net B/C

Pb

Tidak Layak

Gambar 1. Bagan Kerangka Teori Pendekatan Masalah


D. Hipotesis
Diduga usahatani padi organik yang dilaksanakan oleh petani anggota
KNOC Kabupaten Ngawi tergolong dalam kategori layak untuk diusahakan secara
finansial
E. Asumsi-asumsi
1. Ada ketergantungan kejadian masa mendatang terhadap masa sebelumnya,
sehingga aktivitas masa mendatang mengikuti pola aktivitas masa lalu.
2. Kondisi dan keadaan musim dan cuaca setiap tahun dianggap sama selama
umur proyek.
3. Petani menerapkan pola masa tanam secara langsung dan beturut-turut
dengan komoditas padi-padi-padi tanpa menganggurkan lahannya dalam
waktu yang lama.
4. Periode umur proyek ditentukan selama 5 tahun dengan alasan aset utama
berupa lahan (tanah) dalam usahatani tidak memiliki umur ekonomis tertentu
dan dapat ditentukan berapapun umur proyek namun disesuaikan dengan

pendekatan umur ekonomis aset lain yang diperkirakan masih dapat


beroperasi pada tingkat efisiensi yang diharapkan.
5. Satu tahun periode proyek terdiri dari tiga kali musim tanam dengan lama per
musim tanam 4 bulan.
6. Keseluruhan produksi yang dihasilkan petani dari hasil panen padi organik
terjual semua karena dibeli oleh KNOC, sesuai dengan isi kontrak antara
petani dengan KNOC.
7. Kegiatan investasi dilakukan pada tahun ke-0 dimana dilakukan pembelian
alat-alat, mesin, dan jenis investasi lain dan pada tahun ini belum ada proses
produksi dan usaha belum menghasilkan, sedangkan pemeliharaan
dilaksanakan secara terus menerus.
8. Pada periode proyek tahun ke-1 mulai ada proses produksi dan ada
penghasilan, namun produksi padi organik masih belum stabil dari musim
tanam pertama sampai ketiga, dikarenakan lahan (tanah) masih mengalami
proses pemulihan kesuburan normal.
9. Produksi pada periode proyek tahun ke-2 sampai tahun ke-5 yang
diasumsikan memiliki nilai yang statis dari tahun ke tahun termasuk hasil
produksi di setiap masa tanam pada masing-masing tahun periode proyek, hal
ini di karenakan lahan (tanah) telah mencapai kondisi kesuburan yang normal
yang ditunjukan dengan lahan juga menerima sertifikasi organik sehingga
produksi relatif stabil.
10. Tingkat harga input dan ouput diasumsikan sama dari awal proyek hingga
akhir proyek, karena keterbatasan waktu, dana, dan data yang diperoleh.
11. Tingkat diskonto (discount factor) yang digunakan menggunakan pendekatan
rata-rata tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI) untuk suku bunga kredit
pertanian pada tahun 2014, yaitu 18%.
12. Analisis sensitivitas usahatani padi organik dilakukan pada 3 kemungkinan
perubahan yang terjadi, yaitu penurunan harga jual (output), peningkatan
biaya variabel, dan kombinasi keduanya.
13. Diasumsikan petani telah memiliki lahan sebagai aset utama sehingga tidak
memasukan pembelian pengadaan lahan ke dalam biaya investasi, namun
memunculkan biaya sewa lahan sebagai opportunity cost yang termasuk biaya
tetap.
14. Petani mendapatkan sertifikasi organik atas lahannya secara cuma-cumadari
KNOC setelah melewati tiga kali musim tanam berurut menerapkan pertanian
organik dalam proses usahataninya. Sehingga tidak memunculkan biaya
pembelian sertifikasi organik yang termasuk biaya investasi.
F. Pembatasan Masalah
1. Petani sampel adalah petani pemiliki penggarap padi organik yang menjadi
anggota KNOC di Kabupaten Ngawi yang lahannya belum tersertifikasi dan
yang sudah tersertifikasi organik.
2. Penelitian ini berdasarkan data usahatani padi organik yang diusahakan petani
anggota KNOC di Kabupaten Ngawi selama tiga kali musim tanam berturutturut (1 tahun) yaitu dari bulan November 2013 sampai bulan Oktober 2014.
G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pertanian organik didefinisikan sebagai usaha budidaya pertanian yang hanya


menggunakan bahan-bahan alami, baik yang diberikan melalui tanah maupun
langsung kepada tanaman budidaya.
2. Usahatani padi organik adalah suatu kegiatan usahatani yang mengusahakan
padi melalui sistem budidaya pertanian organik yang menghasilkan panen
berupa Gabah Kering Panen.
3. Petani padi organik adalah petani yang membudidayakan padi organik dan
termasuk anggota KNOC di Kabupaten Ngawi.
4. Petani anggota KNOC merupakan petani yang membudidayakan padi organik
yang melakukan kontrak dengan KNOC dan terdaftar sebagai anggota
KNOC.
5. Kontrak antara petani padi organik dengan KNOC meliputi kerjasama dimana
petani harus menjual semua hasil panen kepada KNOC dengan harga yang
ditentukan KNOC yang berlaku selama satu kali musim tanam.
6. Output adalah merupakan hasil fisik dari proses produksi padi organik berupa
Gabah Kering Panen yang dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg).
7. Harga kontrak adalah nilai yang diterima oleh petani padi organik anggota
KNOC berupa harga jual Gabah Kering Panen (GKP) yang sesuai kontrak
antara petani padi organik dengan KNOC yang dinyatakan dalam satuan
rupiah per kilogram (Rp/Kg).
8. Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi
(output) dengan harga jual output dalam bentuk GKP sesuai kontrak dengan
KNOC yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
9. Biaya usahatani merupakan biaya mengusahakan yang terdiri dari biaya
benih, biaya tenaga kerja (luar dan dalam), biaya pupuk organik, biaya
pestisida organik, biaya teknologi, biaya pengangkutan, dan biaya penyusutan
yang dihitung dalam satuan rupiah (Rp).
10. Luas lahan adalah luasan lahan sawah yang digunakan petani padi
organikanggota KNOC dalam berusahatani baik yang belum tersertifikasi
maupun yang telah tersertifikasi organik (Ha).
11. Benih adalah berat benih yang digunakan dalam mengusahakan usahatani
padi organik dalam satu musim tanam dinyatakan dalam satuan kilogram
(Kg) dan dinilai dalam rupiah (Rp) yang termasuk biaya mengusahakan.
12. Tenaga kerja adalah jumlah orang yang digunakan petani dalam melakukan
usahatani padi organik dari proses pengolahan tanah, penanaman, perawatan,
hingga pemanenan dalam satu musim tanam. Sumber tenaga kerja terdiri dari
tenaga kerja luar dan tenaga kerja dalam, yang diukur dalam satuan hari orang
kerja (HOK) dan dinilai dalam rupiah (Rp) yang termasuk biaya
mengusahakan.
13. Tenaga kerja dalam adalah anggota keluarga petani padi organik yang aktif
ikut serta dalam usahatani padi organik.
14. Tenaga kerja luar adalah jumlah orang yang dipekerjakan oleh petani padi
organik yang bukan berasal dari keluarga petani.
15. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan yang dihasilkan
dari sisa-sisa tanaman dan kotoran hewan ternak yang telah diproses dan siap

10

digunakan yang dihitung dalam satuan kilogram (Kg) dan dinilai dalam
rupiah (Rp) yang termasuk biaya mengusahakan.
16. Pestisida organik merupakan bahan cair yang memiliki kandungan
mikrooorganisme lokal dan agen hayati yang digunakan sebagai pengendali
hama dan penyakit tanaman padi organik yang dihitung dalam satuan liter
(Lt) dan dinilai dalam rupiah (Rp) yang termasuk biaya mengusahakan.
17. Teknologi adalah penerapan teknologi usahatani melalui penggunaan mesin
dan sistem usahatani tertentu dalam proses produksi. Teknologi yang
digunakan petani meliputi penggunaan traktor dan sistem irigasi sehingga
memunculkan biaya sewa traktor, biaya iuran irigasi, dan biaya bahan bakar
minyak yang dinilai dalam rupiah (Rp) yang termasuk biaya mengusahakan.
18. Pengangkutan adalah proses distribusi hasil panen dari lahan petani menuju
lokasi dijualnya hasil panen tersebut di KNOC yang dinilai dalam rupiah (Rp)
yang termasuk biaya mengusahakan.
19. Penyusutan merupakan pengganti kerugian atau pengurangan nilai
disebabkan karena waktu dan cara penggunaan modal tetap oleh petani yang
meliputi alat dan mesin pertanian yang dinilai dalam rupiah (Rp) yang
termasuk biaya mengusahakan.
20. Pendapatan usahatani merupakan penerimaan usahatani dikurangi dengan
biaya usahatani yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
21. Pendapatan per tahun merupakan jumlah pendapatan usahatani padi organik
selama tiga kali musim tanam berturut yang dinyatakan dalam satuan rupiah
(Rp).
22. Periode umur proyek merupakan umur ekonomis proyek usahatani padi
organik yang digunakan berupa asumsi yang dinyatakan dalam tahun.
23. Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan pelaku usaha yang
tidak dapat dikembalikan dalam satu periode yang dinyatakan dalam rupiah
(Rp).
24. Umur ekonomis adalah masa dimana asset diperkirakan masih dapat
beroperasi pada tingkat efisiensi yang diharapkan yang dinyatakan dalam
tahun.
25. Nilai akhir (residu) adalah nilai uang dari modal tetap yang diperkirakan
masih bias dijual pada akhir umur ekonomis yang dinyatakan dalam rupiah
(Rp).
26. Benefit adalah manfaat yang diperoleh atau dihasilkan dari suatu kegiatan
usaha yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
27. Analisis kelayakan finansial adalah suatu kegiatan pengkajian layak atau
tidaknya suatu usaha dijalankan yang ditinjau dengan pendekatan NPV, IRR,
Net B/C, dan Pb.
28. NPV (Net Present Value) adalah nilai sekarang dari selisih manfaat dan biaya
setiap periode yang dinyatakan dalam rupiah (Rp). Pendekatan kelayakan
NPV memenuhi kriteria layak apabila NPV > 0.
29. IRR (Internal Rate of Return) adalah tingkat bunga yang merupakan
persentase keuntungan investasi setiap periode dan merupakan alat ukur
kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga pinjaman yang dinyatakan

11

dalam persen (%). Pendekatan kelayakan IRR memenuhi kriteria layak


apabila persen IRR > discount rate.
30. Net B/C adalah angka perbandingan antara jumlah NPV positif dengan
jumlah NPV negatif yang menunjukan berapa kali lipat benefit akan diperoleh
dari biaya yang dikeluarkan yang dinyatakan dalam satuan. Pendekatan
kelayakan Net B/C memenuhi kriteria layak apabila nilai Net B/C > 1.
31. Pb (Payback Periods) adalah suatu analisa untuk mengetahui periode yang
diperlukan suatu usaha untuk menutup kembali pengeluaran biaya investasi
yang dinyatakan dalam tahun. Pendekatan kelayakan Pb memenuhi kriteria
layak apabila Pb < periode umur proyek.
32. Analisis sensitivitas adalah analisis kepekaan suatu usaha melalui teknik
menilai dampak dari berbagai perubahan kondisi (input dan harga) terhadap
hasil yang mungkin terjadi.

H.

12

III.

METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian


Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Menurut Surakhmad (2004), ciri-ciri dari metode deskriptif adalah
memusatkan pada pemecahan masalah-masalah yang ada sekarang, pada
permasalahan yang aktual dan data yang dikumpulkan mula-mula disusun,
dijelaskan kemudian dianalisis sehingga metode ini sering pula disebut analitik.
Teknik pelaksanaan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu memusatkan
penelitian ini pada suatu kasus secara intensif dan mendetail. Subjek yang
diselidiki terdiri dari satu unit (atau satu kesatuan unit) yang dipandang sebagai
kasus.
B. Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Penetuan lokasi penelitian pada penelitian ini dipilih secara sengaja
(purposive), artinya daerah penelitian dipilih berdasarkan tujuan tertentu yang
dipandang sesuai dengan tujuan penelitian. Daerah yang dipilih dalam penelitian
ini adalah Kabupaten Ngawi karena termasuk derah di Provinsi Jawa Timur
dengan produksi yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Sawah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2013.
Kabupaten
1.
2.
3.
4.
5.

Jember
Lamongan
Ngawi
Bojonegoro
Banyuwangi

Luas Panen
(Ha)
161.851
135.925
120.929
134.546
111.446

Produktivitas
(Kw/Ha)
59,26
58,68
63.68
57,13
62,48

Produksi
(Ton)
959.082
797.596
770.125
768.656
696.279

Sumber: BPSc, 2014


Kabupaten Ngawi dipilih sebagai lokasi penelitian ini dikarenakan
Kabupaten Ngawi termasuk wilayah yang sedang mengadakan pengembangan
pertanian padi organik yang didukung pula oleh pemerintah setempat. Kabupaten
Ngawi juga memiliki pusat beras organik dimana sekaligus menjadi lokasi
berdirinya KNOC.
C. Metode Penentuan Responden
1. Populasi
Populasi menurut Arikunto (2006) adalah keseluruhan dari subjek
penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah para petani padi organik yang
menjadi anggota KNOC, baik yang belum maupun yang telah mendapatkan
sertifikasi organik atas lahan garapannya. Tabel 4. menunjukan data petani
padi organik yang menjadi anggota sekaligus menjalin kontrak dengan
KNOC yang tersebar dibeberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Ngawi.
Petani anggota KNOC terdiri dari petani padi organik yang lahannya belum
atau masih proses tersertifikasi dan yang sudah mendapatkan sertifikasi
organik.
12

13

Tabel 4. Data Kontrak Petani Organik dengan Komunitas Ngawi Organik


Center (KNOC) di Kabupaten Ngawi Tahun 2013-2014
Desa
Guyung
Geneng
Gerih
Sidolaju
Tambakboyo
Kuniran
Puhti
Tungkulrejo
Kendal
Banjarganggi
Purwosari
Jaten
Pucangan
Tawun
Legowetan
Watualang
Jati Gembol
Sekarjati
Gelung
Tepas
Gentong
Gendingan
Kauman
Sekar Putih
Walikukun
Jumlah
Populasi

Jumlah Petani (Orang)


Lulus Sertifikasi
Konversi
12
7
1
4
1
3
1
5
1
1
1
2
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
3
2
1
1
28
31
59

Sumber: Analisis Data Sekunder


2. Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling yaitu mengambil sampel sesuai dengan kebutuhan
peneliti berdasarkan alasan yang kuat. Jumlah sampel yang diambil pada
penelitian ini adalah 40 sampel petani padi organik anggota KNOC, yang
terdiri dari 20 sampel petani dengan lahan yang telah tersertifikasi (Tabel 5)
dan 20 sampel petani dengan lahan yang belum tersertifikasi organik
(konversi) (Tabel 6). Penentuan sampel ini berdasarkan perhitungan batasan
minimal sampel yang harus diambil sebesar 37 sampel agar proporsional
dengan perhitungan menggunakan rumus:
n
Keterangan:
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Presentase kelonggaran

N
1+ N e 2

14

Tabel 5. Sampel Petani Padi Organik Anggota KNOC dengan Lahan


Tersertifikasi Organik
Desa
Guyung
Kuniran
Sidolaju
Banjarganggi
Geneng
Gerih
Tambakboyo
Puhti
Tungkulrejo
Kendal

Jumlah Petani (Orang)


12
5
3
2
1
1
1
1
1
1

Sumber : Analisis Data Sekunder


Tabel 6. Sampel Petani Padi Organik Anggota KNOC dengan Lahan yang
Belum Tersertifikasi Organik (Konversi)
Desa
Guyung
Geneng
Gendingan
Pucangan
Gelung
Kauman
Purwosari
Jaten
Tawun
Legowetan
Watualang
Jati Gembol
Sekarjati
Tepas
Gentong
Sekar Putih
Walikukun

Jumlah Petani (Orang)


7
4
3
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Sumber : Analisis Data Sekunder


D. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
2. Data Sekunder
E. Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
2. Wawancara
3. Pencatatan
F. Metode Analisis Data
1. Analisis Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usahatani
a. Biaya Usahatani
Biaya usahatani padi organik dalam penelitian ini menggunakan
prinsip biaya mengusahakan. Biaya mengusahakan menurut Prasetya
(1995) adalah biaya alat-alat luar ditambah dengan upah tenaga kerja

15

keluarga sendiri yang diperhitungkan sesuai dengan upah yang dibayarkan.


Adapun rumus perhitungan biaya usahatani dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
BM = BBn + BTk + BPu + BPo + BTn + BPa + BPy
Keterangan:
BM = Biaya Mengusahakan
BBn = Biaya Benih
BTk = Biaya Tenaga Kerja (Luar dan Dalam)
BPu = Biaya Pupuk Organik
BPo = Biaya Pestisida Organik
BTn = Biaya Teknologi (sewa traktor, iuran irigasi, bahan bakar minyak)
BPa = Biaya Pengangkutan
Bpy = Biaya Penyusutan
b. Penerimaan Usahatani
TR = P x Q
Keterangan:
TR = Total penerimaan (Rp)
P
= Harga kontrak Gabah Kering Panen (Rp/kg)
Q
= Jumlah produksi padi organik (Kg)
c. Pendapatan Usahatani
Pd = TR - BM
Keterangan:
Pd = Pendapatan usahatani padi organik (Rp)
TR = Total penerimaan (Rp)
BM = Biaya Mengusahakan (Rp)
2. Analisis Kelayakan Finansial
a. NPV (Net Present Value)
Menurut Choliq et al (1996), NPV adalah nilai sekarang dari selisih
antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada discount factor tertentu.
Rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:
t=n Net Benefit

NPV =

x Df

t =0

Dimana:
NPV
= Nilai manfaat sekarang
Df
= Discount factor pada tingkat bunga yang berlaku
t
= Period ke-t
n
= Lama periode waktu
Net Benefit = Manfaat bersih tiap periode
Kriteria:
NPV > 0 : usaha Layak dijalankan

16

NPV = 0 : usaha menghasilkan persis sebesar social opportunity cost


faktor produksi modal, usaha Layak untuk dijalankan
NPV < 0 : usaha Tidak Layak dijalankan
b. IRR (Internal Rate Return)
+

IRR = i1 +
x (i2 i1)
NPV
NPV

Dimana:
IRR
= Persentase keuntungan tiap tahun
i1
= Discount factor pertama dimana diperoleh nilai NPV Positif
i2
= Discount factor kedua dimana diperoleh nilai NPV Negatif
NPV (+) = NPV pada tingkat discount factor i1
NPV (-) = NPV pada tingkat discount factor i2
Kriteria:
IRR > discount factor : Usaha menguntungkan, Layak dijalankan
IRR = discount factor : Usulan usaha diterima
IRR < discount factor : Usaha merugi, Tidak Layak dijalankan
c. Net B/C (Net Benefit Cost Ratio)
Net B/C dapat menggambarkan berapa kali lipat benefit akan
diperoleh dari cost yang dikeluarkan. Rumus yang digunakan dalam
perhitungan Net B/C adalah sebagai berikut:
+

Net B/C = Total NPV Negatif


Total NPV Positif

Dimana:
Net B/C
NPV Positif
NPV Negatif
Kriteria:
Net B/C > 1
Net B/C = 1

= Perbandingan dari nilai sekarang benefit dan cost


= Jumlah Net Present Value yang bernilai positif
= Jumlah Net Present Value yang bernilai negatif

: Usaha menguntungkan sehingga Layak untuk dijalankan


: Usaha Layak untuk dijalankan meskipun tidak
memberikan tambahan manfaat (impas)
Net B/C < 1 : Usaha merugi sehinggaTidak Layak untuk dijalankan
d. Pd (Payback Periods)
Pb =

Investasi
Net Benefit ratarata tiap tahun

17

Kriteria:
Pb < umur ekonomis proyek, maka proyek Layak dijalankan,
Pb > umur ekonomis proyek, maka proyek Tidak Layak dijalankan.
3. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan menggunakan asumsi-asumsi akan
kondisi-kondisi tertentu yang akan memberikan penilaian kepekaan proyek
yang membentuk skenario proyek. Skenario sensitivitas yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan tiga skenario, yaitu penurunan harga jual
(output), peningkatan biaya variabel, dan kombinasi keduanya secara bersamasama dalam satuan persen (%). Perhitungan analisis sensitivitas akan
menunjukan batas-batas tertentu atas perubahan-perubahan yang mungkin
terjadi yang dapat ditoleransi dan tetap memberikan penilaian layak terhadap
proyek usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi 2006. Prosedur Penelitian : Status Pendekatan Praktik.
Rineka Cipta. Jakarta.
BPS 2013. Pendapatan Domestik Regional Bruto Kabupaten Ngawi Tahun 20082012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi. Ngawi.
BPSa 2014. Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2014.
Kabupaten Ngawi. Ngawi.

Badan Pusat Statistik

BPSb 2014. Statistik Daerah Kabupaten Ngawi 2014. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Ngawi. Ngawi.
BPSc 2014. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik
Provinsi Jawa Timur. Surabaya.
BPTP 2005. Sudah Perlukah Organik?. Balai Penelitian Tanaman Padi. Subang.
Choliq A, Wirasasmita R, dan Hasan S 1996. Evaluasi Proyek (Suatu Pengantar),
Edisi Revisi. Pionir Jaya. Bandung.
Kristiawan, AD 2013. Analisis Kelayakan Usahatani Padi di Kecamatan Matesih
Kabupaten Karanganyar. Universitas Sebelas Maret. Surakarta [Skripsi]
Nugraheni, Maruti 2012. Analisis Kelayakan Usahatani Teh Rakyat di Desa
Mojotengah Kecamatan Reban Kabupaten Batang. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta [Skripsi]
Prasetya, Priya 1995. Ilmu Usahatani II. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret.
Purnomo, Irwan 2008. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Agribisnis
Nanas. Institut Pertanian Bogor. Bogor [Skripsi]
RTRW Kabupaten Ngawi 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Ngawi. Pemerintah Kabupaten Ngawi. Ngawi.

18

Suprapto, Edy 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Padi


Organik di Kabupaten Sragen. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
[Tesis]
Surakhmad, Winarno 2004. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan
Teknik. Tarsito. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai