Anda di halaman 1dari 2

Contoh Latar Belakang pada Sektor Pertanian

Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari aspek
kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyediaan lapangan kerja,
penyediaan penganekaragaman tanaman, kontribusi untuk mengurangi jumlah
orang-orang miskin dipedesaan dan peranannya terhadap nilai devisa yang
dihasilkan dari ekspor. Sektor pertanian masih diharapkan tetap memegang
peranan penting dalam perekonomian Indonesia dan sektor pertanian akan lebih
berperan lagi bagi sektor industri kalau sektor pertanian sebagai pemasok (supply)
bahan baku disektor industri (Soekartawi, 2003)
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan
lingkungan dan ketahanan tanaman pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan
usaha-usaha yang terbaik untuk menghasilkan pangan tanpa menyebabkan
terjadinya kerusakan sumber daya tanah, air dan udara. Akan tetapi karena
kerawanan pangan sering terjadi dibanyak negara yang sedang berkembang, maka
negara-negara industri berusaha mengembangkan teknologi revolusi hijau untuk
mencukupi kebutuhan pangan dunia. Sebagai konsekwensi dikembangkannya
teknologi revolusi hijau maka kearifan lokal/ pengetahuan tradisional yang
berkembang sesuai dengan budaya setempat mulai terdesak bahkan mulai
dilupakan. Teknologi modern yang mempunyai ketergantungan tinggi terhadap
bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida kimia serta bahan kimia pertanian
lainnya lebih diminati petani daripada melaksanakan pertanian yang akrab
lingkungan.
Pertanian organik sebagai bagian pertanian akrab lingkungan perlu segera
dimasyarakatkan atau diingatkan kembali sejalan makin banyak dampak negatif
terhadap lingkungan yang terjadi akibat dari penerapan teknologi intensifikasi yang
mengandalkan bahan kimia pertanian. Disamping itu, makin meningkatkanya
jumlah konsumen produksi bersih dan menyehatkan serta meluasnya gerakan
green consumer merupakan pendorong segera disosialisasikan gerakan pertanian
organik. Gerakan pertanian organik di Indonesia dipelopori oleh Organisasi Non
Pemerintah (ORNOP) yang kemudian menjadi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
serta dipercepat dengan adanya program ekolabel dan Internasional Standart
Organik (ISO) 14000 (Sutanto Rachman, 2002)
Upaya melakukan gerakan pertanian organik mulai berkembang di Indonesia
sejalan dengan perkembangan pertanian organik dunia. Konsumen negara-negara
maju menjadi pemicu awal dan inspirasi dari bergulirnya pertanian organik ini. Di
Indonesia, pertanian organik menjadi tren karena tumbuhnya kesadaran
konsumen untuk mengkonsumsi produk yang aman dan sehat. Selain itu, proses
produksinya juga cukup bersahabat dengan lingkungan. Tanpa disadari, di Indonesia
telah berkembang praktek pertanian organik untuk berbagai komoditas seperti

beras, sayuran dan buah-buahan walaupun kenyataannya bahwa secara kualitas


beberapa dari produk ini belum memenuhi persyaratan baku SNI ( Standar Nasional
Indonesia) yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap produk
organik yang dihasilkan petani.
Tentu pemerintah tidak mau ketinggalan respons. Kemudian, sebagai bentuk
dukungan pemerintah terhadap gerakan pertanian organik di Indonesia dilakukan
melalui Departemen Pertanian yang telah mencanangkan beberapa paket
kebijakan degan motto; Go Organic 2010 yang bertujuan menjadikan Indonesia
sebagai produsen pangan organik yang permintaan pasarnya cendrung meningkat
dengan signifikan (S. Sabastian Eliyas, 2008).
Indonesia pernah menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia. Indonesia
menjadi price leading dalam perdagangan beras Internasional. Artinya, hagar
beras dipasaran dunia ditentukan oleh pemerintah Indonesia. Pada tahun 1960,
impor beras Indonesia terus mencapai 0,6 jutan ton. Pada tahun-tahun berikutnya
impor beras Indonesia terus melonjak hingga puncaknya terjadi pada tahun 1980
yakni mencapai 2 juta ton. Jumlah impor beras Indonesia mulai menurun pada
tahun 1981 hingga tahun 1984. Pada tahun 1990 tercatat produksi beras nasional
sudah mencapai 45,176 juta ton gabah kering giling (GKG) atau kira-kira sentra 29
juta ton beras. Lima tahun kemudian, angka produksi mencapai 49,449 juta ton
(GKG) (Arifin. B. 2007).
Proses pencapaian swasembada beras tak lepas dari penerapan dan innovsi
teknologi yang dikembangkan pemerintah, misalnya dalam penggunaan benih
unggul, teknologi pemupukan, pengendalian organisme pengganggu, pengolahan
tanah. Dalam kaitannya dengan status beras sebagai comoditas strategis maka
taraf swasembada harus tetap dimantapkan dan dilestarikan (Prasetio Y.T, 2006).

Strategi atau industrialisasi yang dipimpin permintaan petani terdiri dari


pembangunan pasar konsumsi masal domestik dengan cara memperbaiki
produktivitas pertanian skala kecil dan menengah. Pertanian skala kecil dan
menengah memiliki efek kaitan yang lebih besar dengan industri domestik
dibanding dengan pertanian skala besar sementara juga memiliki tingkat
produktivitas yang tinggi. Usaha -usaha pertanian yang lebih kecil adalah padat
karya dan menggunakan alat-alat dan permesinan domestik. Petani-petani kecil
memiliki kecenderungan konsumsi marginal yang lebih besar, dan bagian marginal
lebih besar dari konsumsi mereka diarahkan ke tekstil produksi lokal, pakaian, alas
kaki dan alat-alat konsumsi yang sederhana seperti lemari es, sepeda, mesin jahit,
dan alat-alat elektronik yang sederhana. Juga mereka cenderung mengadakan
banyak penanaman dalam pembangunan modal manusia, dengan mengeluarkan
bagian besar dari penghasilan mereka untuk pendidikan (TB. Tulus , 2003).

Anda mungkin juga menyukai