Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat
terjadi pada perokok pasif (Stoppler,2010).
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih
sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang
paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini,
sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang
lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,
tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen
yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren (Wilson, 2005).
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium,
nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru
(Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kirakira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik
akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga
merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru (Amin, 2006).
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih
besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor
memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan
khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc)
dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2)
(Wilson, 2005).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif
kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika
efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).
dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempattempat yang jauh.
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang
terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini
kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor
dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular.
Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin
luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan crush
artifact pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang
paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak
sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.
Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat
menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.
TNM
Karsinoma tersembunyi
Tx, N0, M0
Stadium 0
Tis, N0, M0
Stadium IA
T1, N0, M0
Stadium IB
T2, N0, M0
Stadium IIA
T1, N1, M0
Stadium IIB
T2, N1, M0
T3, N0, M0
Stadium IIIA
T3, N1, M0
T1-3, N2, M0
Stadium IIIB
Stadium IV
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak
terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang
pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus
berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma,
pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang
terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai
jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh
darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang
disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama
pada tumor primer.
Invasi lokal :
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf
simpatis servikalis
2.1.6. Diagnosis
2.1.6.1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk
diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal
penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang
bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri
dada, lemah, berat badan menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang
mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka
kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar
zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.
2.1.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa
perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening
dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura.
radiologi
adalah
pemeriksaan
yang
paling
utama
yang paling sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium
preinvasif maupun invasif. Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik
terutama untuk kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering
digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi.
2.1.6.6. Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi
untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan
mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging.
Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral.
Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.
2.1.6.7. Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk
mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini
diperlukan peranan radiologi untuk menentukan ukuran dan letak, juga menuntun
jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih
titik insersi jarum di dinding kulit toraks yang berdekatan dengan tumor.
2.1.6.8. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan
histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat
torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat
dan mengambil sebahagian jaringan paru yang tampak.
Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung ke dalam paru
dengan menusukkan jarum yang lebih panjang dari jarum suntik biasa kemudian
dilakukan pengisapan jaringan tumor yang ada (Soeroso, 1992).
2.1.7. Penatalaksanaan
2.1.7.1. Pembedahan
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara
total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada
kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2
N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC. Luas reseksi atau pembedahan
2.1.8. Prognosis
Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium
penyakit. Pada kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan
pembedahan, kemungkinan hidup 5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ,
kemampuan hidup setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada stadium I,
sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III, dan kurang
dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis
bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status
penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup
rata-rata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup SCLC
tanpa terapi hanya 3-5 bulan (Wilson, 2005).
Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35 % pada
tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu, angka
harapan hidup 5 tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar
49% untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal, tetapi hanya
16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium dini (American Cancer Society,
2008).
2.2. Merokok
2.2.1. Definisi
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik
menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang
rokok yang tengah dibakar adalah 900
C untuk ujung rokok yang dibakar dan
30C untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir perokok. Asap rokok yang
diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen : komponen yang
lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi
menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang diisap melalui
mulut disebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada
ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang diembuskan ke udara oleh
perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke atau asap sidestream
mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. (Mangku Sitepoe, 2000)
2.2.2. Komposisi
Asap rokok yang diisap mengandung 4000 jenis bahan kimia dengan
berbagai jenis daya kerja terhadap tubuh. Beberapa bahan kimia yang terdapat di
dalam rokok dan mampu memberikan efek yang mengganggu kesehatan antara
lain :
a. Nikotin
Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5-3 nanogram, dan
semuanya diserap sehingga di dalam darah ada sekitar 40-50 nanogram
nikotin setiap 1 mlnya. Nikotin bukan meruupakan komponen karsinogenik,
tetapi hasil pembusukan panasnya seperti dibensakridin, dibensokarbol, dan
nitrosamine yang bersifat karsinogenik.
Pada paru-paru, nikotin akan menghambat aktivitas silia. Selain itu, nikotin
juga memiliki efek adiktif dan psikoaktif. Perokok akan merasakan
kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi, dan keterikatan fisik. Hal ini
yang menyebabkan mengapa sekali merokok akan susah untuk berhenti.
Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon katekolamin yang
bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan
timbulnya
hipertensi.
Efek
lain
adalah
merangsang
n. Methanol
Methanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah
terbakar. Meminum atau mengisap methanol mengakibatkan kebutaan bahkan
kematian.
o. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH)
Senyawa hidrokarbon aromatik yang memiliki cincin dideskripsikan sebagai
Fused Ring System atau PAH. Beberapa PAH yang terdapat dalam asap
tembakau
antara
lain
Benzo(a)pyrene,
Dibenz(a,h)anthracene,
dan
manusia :
4-aminobiphenyil
Benzo(a)pyrene
Arsenic
Cadmium
Benzene
Dibenz(a,h)anthracene
Chromium
Formaldehyde
Nickel
N-Nitrosodiethylamine
Vinyl Chloride
N-Nitrosodimethylamine
ini disebabkan oleh rokok. Pada perokok pria, kematian karena penyakit ini 4-25
kali lipat lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Perokok wanita memberikan
efek jauh lebih tinggi terhadap jenis penyakit ini dibandingkan perokok pria.
Gejala yang ditimbulkan berupa batuk kronis, berdahak, dan gangguan
pernafasan-banyak dijumpai pada perokok. Apabila diadakan uji fungsi paru-paru
maka pada perokok jauh lebih jelek dibandingkan dengan bukan perokok.
Merokok juga terkait dengan influenza dan radang paru-paru lainnya. Pada
penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma sebab asap rokok akan
lebih menyempitkan saluran pernapasan (Mangku Sitepoe, 2000).
Menurut Aditama (1997) dalam Zainul (2009), kebiasaan merokok juga
dihubungkan dengan peningkatan kadar suatu bahan yang disebut imunoglobulin
E yang spesifik. Kadar antibodi terhadap bahan ini ternyata empat sampai lima
kali lebih tinggi pada perokok bila dibandingkan dengan bukan perokok.
Penelitian lain melaporkan pula peningkatan hitung jenis sel basofil dan eosinofil
pada perokok. Jumlah sel Goblet yang ada di saluran napas juga terpengaruh
akibat asap rokok dan mengakibatkan terkumpulnya lendir di saluran napas. Ada
juga penelitian yang mengemukakan bahwa epithelial serous cells di saluran
napas dapat berubah menjadi sel goblet akibat paparan asap rokok dan polutan
lainnya.
merupakan
gambaran
skema
bahan-bahan
kimia
rokok
Gambar 2.1. Skema Bahan Kimia Rokok Menyebabkan Terjadinya Kanker Paru.