Anda di halaman 1dari 92

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Analisis Keandalan Sistem Pengendalian Manajemen Dalam Mendeteksi Fraud


Pada PT Angkasa Pura II Persero

Diajukan oleh:
Moch Reza Agung Yudhalaksana
NPM 134060018326
DIPLOMA IV AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUS BPKP
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat
Guna Mencapai Gelar Sarjana Terapan
Pada Politeknik Keuangan Negara - STAN
Februari 2015

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama

: MOCH REZA AGUNG YUDHALAKSANA

Nomor Pokok Mahasiswa

: 134060018326

Bidang Skripsi

: Sistem Pengendalian Manajemen

Judul Skripsi

: Analisis Keandalan Sistem Pengendalian


Manajemen Dalam Mendeteksi Fraud Pada
PT Angkasa Pura II Persero

Mengetahui

Menyetujui

Direktur,

Dosen Pembimbing,

Kusmanadji, Ak., M.B.A.

...................................

NIP 196009151981121001

NIP .....................................

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

PENYATAAN LULUS UJIAN KOMPREHENSIF

Nama

: MOCH REZA AGUNG YUDHALAKSANA

Nomor Pokok Mahasiswa

: 134060018326

Bidang Skripsi

: Sistem Pengendalian Manajemen

Judul Skripsi

: Analisis Keandalan Sistem Pengendalian


Manajemen Dalam Mendeteksi Fraud Pada
PT Angkasa Pura II Persero

Tangerang Selatan, 24 Februari 2015


.................................................................
1.
NIP 1234567890

2.
NIP 1234567890
.................................................................
3. .
NIP 1234567890

(Ketua Penguji)

(Anggota Penguji/Pembimbing)

(Anggota Penguji)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, nikmat tuhanmu yang manakah yang kau dustakan, segala puji bagi
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas petunjuk serta
pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menghasilkan karya terbaik skripsi ini di Politeknik
Keuangan Negara STAN sebagai tanda kelulusan. Teramat indah skenario hidup yang telah
dipersiapkan bagi hamba ini sehingga tak akan pernah cukup rasa syukur ini untuk
diucapkan. Penyelesaian skripsi ini tidaklah lepas dari berbagai pihak yang telah Allah SWT
siapkan untuk membantu penulis dalam menyusunnya. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan
penuh kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ayahanda Eddy Suwardi (Alm.), Ibunda Yati Nurhayati, Ayahanda Sanny Warokka,
Ibunda Ai Permata Sulaeman selaku orang tua dari penulis yang senantiasa memberikan
dukungan, semangat, kasih sayang serta menyebut nama penulis dalan setiap doanya.
2. Saudara-saudari penulis Lufi Yusufudin Yuda Permana, Hilman Ismail Yuda Sukmana
(Alm.), Fitri Rizki Aprilia, Sulistyo Tri Cahyono, Endah Kristiningrum, Datuk Awalludin
Sri Surya Sumirat, Giovanca Warokka, Srirezeki Warnaen, Triana Putri Asih, Satria
Lukman Hakim, Sumardiono Rahardjo, Muhammad Nurrohmat, Rizki Aulia Harahap,
Bayu Novrianto, Pandi Arsyah dan para saudara ipar yang selalu memberikan doa dan
dukungannya.
3. Keponakan-keponakanku Faza Nadhira Lutfia, Maisya Adilla Lutfia, Taufan Rafian
Adhima, Luftansya Arya Perdana, Sachi Mikayla Serazade, yang selalu membuat penulis
tersenyum dan tertawa melihat keriangannya, dan memotivasi penulis agar segera
menikah dan mempunyai anak sendiri.
3

4. Saudara-saudari sepelatihan Aikido, Sensei-tachi, senpai-tachi dan kohai-tachi di STAN


DOJO AIKIDO yang selalu rela babak belur dibanting dan dikunci di atas matras ketika
penulis perlu melampiaskan kepenatan penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Kusmanadji, Ak., M.B.A. selaku Direktur Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dan
segenap dosen dan karyawan STAN.
6. Bapak Indra Asmadewa selaku dosen Metodologi Penelitian atas ilmu dan motivasi yang
diberikan kepada penulis untuk menghasilkan skripsi terbaik ini.
7.

Bapak A selaku dosen pembimbing materi skripsi atas setiap bimbingan, ilmu
pengetahuan, motivasi, perhatian serta berbagai rekomendasinya atas referensi yang
berkualitas.

8. Ibu B selaku dosen penilai outline, Ibu C selaku dosen pembimbing teknis penulisan
skripsi, Bapak D dan Ibu E, selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran
dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
9. Bapak Budi Karya Sumadi selaku Presiden Direktur PT Angkasa Pura II, Bapak Erwin
Syahputra selaku Kepala Satuan Pengawas Internal PT Angkasa Pura II, Bapak Joko
Nugroho Edi selaku Pengawas Senior pada SPI PT Angkasa Pura II yang telah
memberikan akses informasi sebagai bahan penyusunan skripsi ini.
10. Bapak Hyeronimus Saktyo Pranggono selaku Kepala Sub Direktorat BUMN/BUMD
Direktoratpada Deputi Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
11. Teman-teman Diploma IV Kurikulum Khusus BPKP Angkatan II yang telah berbagi
kebersamaan dalam kegiataan perkuliahan ini dengan slogan Masuk bareng-bareng,
Lulus bareng-bareng.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan
dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses penyusunan skripsi
ini.
Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan baik dari segi teknis maupun
penyajian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang
membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
baik bagi penulis, pembaca, dan dunia pendidikan pada umumnya.

Tangerang Selatan, Februari 2015


ttd
Moch Reza Agung Yudhalaksana

Daftar Isi
Halaman
HALAMAN JUDUL....
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI............
PERNYATAAN LULUS UJIAN KOMPREHENSIF
KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................... 4
E. Ruang Lingkup Penelitian........................................................................................ 5
F. Sistematika Pembahasan................................................................................
G. Metodologi Penelitian...................................................................................
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Sebelumnya ............................................................................................. 7


B. Konsep Sistem Pengendalian Manajemen ............................................................... 8
C. Konsep Manajemen Risiko ........................................................................................
D. Teori Fraud....................................................................................................
E. Root Cause Analysis (RCA) .................................................................................. 22
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG PT ANGKASA PURA II
PERSERO
A. Sejarah Singkat Perusahaan.
B. Cakupan Bisnis
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penerapan Pedoman Etika Perilaku.
B. Penanganan Situasi Konflik Kepentingan
C. Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan.
D. Sistem Pengaduan Pelanggan..
E. Sistem Pengelolaan dan Pengendalian Gratifikasi...
6

F.
G.
H.
I.
J.
K.

Peran Auditor Internal..


Efektivitas Penerapan Instrumen Pencegahan Fraud...
Upaya Pencegahan Benturan Kepentingan..
Mendefinisikan Masalah..
Melakukan Investigasi Akar Penyebab Masalah.
Mengajukan Rencana Aksi

BAB V
SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
A. Simpulan..
B. Keterbatasan.......
C. Saran..
DAFTAR PUSTAKA..
LAMPIRAN
Ceklis Observasi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Setiap organisasi baik swasta maupun pemerintahan, baik yang berorientasi laba maupun
nirlaba memiliki risiko dicurangi baik oleh pihak internal maupun eksternal. Secara
internal, kecurangan (fraud) dapat dilakukan pada tingkat pimpinan, manajerial
menengah, maupun pelaksana operasional.
Dampak dari tindakan fraud menyebabkan tujuan organisasi tidak tercapai, menimbulkan
kerugian

keuangan,

konsekuensi

hukum,

penurunan

kepercayaan

masyarakat,

menurunkan minat investasi pihak luar, kebangkrutan, dan sebagainya.


Dengan semangat reformasi birokrasi, tata kelola yang baik menjadi prioritas yang wajib
diterapkan oleh seluruh elemen negara ini dimulai dari tingkat presiden, kementerian,
pemerintahan daerah hingga urusan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan yang
dijalankan BUMN/D.
Tata kelola Perusahaan (good corporate governance) yang dibentuk dengan sistem
pengendalian manajemen yang baik menjadi kerangka yang diharapkan efektif dalam
mengantisipasi risiko pencapaian tujuan perusahaan dan segala kelemahan yang bisa
menghambat peluang bisnis.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Terdapat 5 dimensi permasalahan yang akan dijawab dalam skripsi ini sebagai berikut:
1. Apakah

kebijakan

makro

perusahaan

telah

terintegrasi

sehingga

struktur

pertanggungjawaban membagi habis seluruh tupoksi setiap bagian dengan kejelasan


batas kewenangan?
8

Kebijakan makro ini pada tingkat stratejik tercermin dalam corporate plan,
management plan, dan standard operating procedures. Pada tingkat operasional
tercermin dalam uraian tugas dan jabatan, perintah, dan petunjuk. Adapun elemenelemen dari dimensi ini antara lain:
1) Pernyataan Pimpinan Puncak mengenai komitmen anti fraud
2) Komunikasi nilai-nilai organisasi dan best practice yang anti fraud
3) Identifikasi faktor kunci yang mempengaruhi risiko keterjadian fraud
4) Penanganan risiko fraud yang responsif dan tepat
2. Apakah perusahaan telah secara berkesinambungan melakukan penilaian risiko?
Penilaian ini perlu dilakukan untuk memberikan informasi aktual atas titik-titik yang
berpotensi terjadinya fraud.
Hasil dari penilaian risiko ini menjadi dasar untuk mendesain atau membuat
penyempurnaan elemen-elemen lain dari FCP.
Elemen dari dimensi ini antara lain:
1) Identifikasi Risiko
2) Penilaian Risiko
3) Pemetaan Risiko
3. Apakah masyarakat, karyawan, dan manajemen telah memiliki kepedulian dalam
mengawasi perilaku fraud?
Komunitas yang dimaksud adalah karyawan, stakeholder, mitra kerja/usaha, serta
pelanggan/masyarakat sebagai penikmat layanan.

Elemen dari dimensi ini antara lain:


1) Kepedulian internal organisasi
2) Kepedulian eksternal organisasi
3) Perlindungan hukum atas pengaduan/pelaporan
4. Apakah kejadian fraud telah dilaporkan, diungkap dan ditangani?
Sistem pelaporan ini diharapkan secara tegas mengungkapkan suatu kasus fraud
secara kronologis, dimulai dari identifikasi hingga pengungkapannya secara
bertanggung jawab.
Elemen dari dimensi ini antara lain:
1) Identifikasi
2) Investigasi
3) Pengungkapan
5. Apakah Standar Perilaku dan Disiplin yang berlaku sudah efektif mencegah
terjadinya fraud?
Peninjauan kembali atas standar perlikau dan disiplin diperlukan untuk menentukan
luasnya cakupan kebijakan, standar, sistem, dan prosedur berkaitan dengan perilaku
dan disiplin yang mendukung strategi pengendalian fraud yang dikembangkan
organisasi.
Elemen dari dimensi ini antara lain:
1) Kode etik/pedoman perilaku organisasi
2) Aturan sanksi dan penghargaan atas kinerja karyawan

10

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah PT Angkasa Pura II Persero
telah memiliki kecukupan perangkat pengendalian yang memadai dalam mengatasi
kelemahan sistem dan prosedur sehingga risiko kesalahan teknis dan fraud bisa
dikendalikan.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penulisan tersebut, maka penulis mengharapkan hasil penelitian ini
dapat berguna bagi pihak-pihak terkait antara lain:
1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pengetahuan yang berkaitan dengan
peranan pengendalian internal dalam mengatasi kelemahan sistem dan prosedur
sehingga risiko kesalahan teknis dan fraud bisa dikendalikan.
2. Bagi Pemerintah dan Obyek Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi pemerintah
dan BUMN/D pada umumnya dan PT Angkasa Pura II Persero dalam merancang
suatu sistem pengendalian sebagai alarm yang dapat mencegah dan mendeteksi
secara dini terjadinya kelemahan sistem dan prosedur sebagai upaya peningkatan
produktivitas dan kinerja yang berlandaskan tata kelola yang baik (good
governance).
3. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta masukan serta
memberikan tambahan pemikiran terkait sistem pengendalian intern yang substantif
11

dan aplikatif.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian terhadap persepsi auditor atas kegiatan pengawasan dilakukan dengan
pembatasan lingkup sebagai berikut:
1. Obyek penelitian adalah PT Angkasa Pura II.
2. Dalam rangka perencanaan sistem pengendalian internal yang diharapkan mampu
mendeteksi keterjadian fraud secara dini terdapat 5 (lima) dimensi yaitu kebijakan
makro yang terintegrasi, penilaian risiko terjadinya kecurangan, kepedulian
komunitas, sistem pelaporan, serta standar pedoman dan aturan disiplin.
3. Responden penelitian
Responden penelitian adalah komisariat, direksi, karyawan tingkat manajerial
menengah, serta karyawan tingkat operasional pada PT Angkasa Pura II.
F. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini direncanakan akan terdiri dari lima bab, dimana tiap-tiap bab tersebut akan
berisi pembahasan sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan mengenai latar belakang penelitian, ruang lingkup dan batasan
penelitian, permasalahan dan pernyataan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
serta

sistematika

pembahasan

yang

menggambarkan

garis

besar/pokok-pokok

pembahasan secara menyeluruh.


BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini akan menguraikan mengenai teori-teori yang diambil dari literatur-literatur yang
12

dianggap relevan.
BAB III TINJAUAN UMUM ATAS OBYEK PENELITIAN
Pada bab ini, penulis akan menguraikan tentang gambaran umum objek penelitian, visi,
misi struktur organisasi, proses bisnis yang dijalankan, serta pengendalian intern yang
telah dijalankan perusahaan.
BAB IV ANALISIS

ATAS

PERANAN

AUDIT

INTERNAL

DALAM

PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN FRAUD


Bab ini akan menggambarkan kemampuan perangkat Sistem Pengendalian Internal yang
berlaku PT Angkasa Pura II dalam mendeteksi keterjadian fraud.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab terakhir ini, penulis akan mengambil simpulan berdasarkan analisis yang
telah dilakukan pada bab sebelumnya, serta mencoba memberikan saran-saran perbaikan
yang dipandang perlu.
G. METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan adalah data kualitatif dan kuantitatif baik yang diperoleh dari data
primer maupun data sekunder.
Pemerolehan data primer dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner mengenai
persepsi atas variabel penelitian yang kemudian dilengkapi dengan dokumen/bukti atau
keterangan melalui observasi, wawancara kepada narasumber penelitian dan Focus
Group Discussion (FGD).
Sedangkan data sekunder berupa laporan keuangan, laporan kinerja, profil bisnis,
informasi statistik perusahaan, Pedoman Pengelolaan dan Pengendalian Gratifikasi,
Pedoman Perilaku, Pedoman Sistem Pengaduan, Pedoman Tata Kelola Perusahaan,
13

Pedoman Tata Kerja Dewan dan sebagainya diperlukan.


1. Model penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian
kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dalam setting tertentu yang ada
dalam kehidupan riil (alamiah) dengan maksud menginvestigasi dan memahami
fenomena (Chariri, 2009:9). Model penelitian kualitatif yang digunakan dalam
penyusunan skripsi ini adalah model semiotic yang bertujuan memahami makna dari
simbol yang digunakan oleh individu atau kelompok individu (searcy and metzer
,2003) dalam chariri (2009:11).
Paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
interpretif korelatif, yaitu mengutamakan upaya untuk memahami dan menjelaskan
tindakan-tindakan yang terjadi untuk memahami gambaran tentang bagaimana
sebuah sistem makna dapat terbentuk dan berlaku.
2. Variabel Penelitian
Terdapat 5 variabel yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu:
1) Kemampuan pendeteksian fraud (X) sebagai variabel dependen.
2) Kebijakan Makro (Y1) sebagai variabel independen;
3) Kepedulian Komunitas (Y2) sebagai variabel independen;
4) Sistem Pelaporan (Y3) sebagai variabel independen;
5) Standar dan Panduan Disiplin (Y4) sebagai variabel independen.
Variabel-variabel tersebut dikembangkan ke dalam indikator-indikator variabel yang
akan menjadi bahan penyusunan instrumen kuisioner sesuai dimensi dan elemen
14

yang telah diuraikan.


3. Metode Pengolahan Data
Hasil studi kepustakaan, observasi, wawancara dan FGD dianalisis dengan
menggunakan Root Cause Analysis (RCA) untuk menemukan akar permasalahan
timbulnya simptoms. Metode RCA yang digunakan yaitu The 5-Whys untuk
menemukan akar permasalahan dan fishbone diagrams untuk mengilustrasikan
permasalahan yang ditemukan, kemudian dalam RCA ini akan dirumuskan rencana
aksi yang akan disarankan. Untuk implementasi dan monitoring pelaksanaan rencana
aksi tidak dibahas pada skripsi ini. Penelitian ini tidak menggunakan sarana pengolah
data khusus dimana sebagian besar data berbentuk teks, tabel dan ilustrasi atau
gambar. Pengolahan atas data dilakukan dengan menangkap kondisi atas penerapan
variabel penelitian melalui kuesioner kemudian menginterpretasikan hasilnya dengan
narasi, tabel maupun grafik dan membandingkan kondisi tersebut dengan standar
maupun kode etik yang berlaku serta best practice yang tersedia dalam lingkup yang
sama. Analisis kemudian akan diperdalam dengan menguji penyebab terjadinya
perbedaan antara kondisi variabel dengan standar/kode etik sehingga kondisi yang
ada dapat diketahui secara jelas dan rinci.
4. Metode Analisis Data
Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Studi kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari dan memahami data yang
diperlukan dalam penelitian yang berasal dari literatur berupa buku, jurnal,
peraturan pemerintah dan publikasi dari asosiasi profesi untuk memperoleh
15

pemahaman mengenai konsep dan teori yang akan dipergunakan sebagai dasar
analisis.
2) Studi lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan pengamatan dan pengumpulan data yang
relevan dari obyek penelitian secara langsung untuk mendapatkan data
penelitian.

16

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Sebelumnya
1. Keandalan Efektivitas Internal Audit Dalam Pencegahan dan Deteksi Kecurangan
(fraud) pada PT Semen Padang, sebuah skripsi oleh Rien Nofiyarni Mahasiswa
Program S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Tahun 2011.
2. Analisis

Peranan

Auditor

dalam

Meningkatkan

Efisiensi

dan

Efektivitas

Pengendalian Internal pada Fungsi Bank dan Kas (studi kasus pada PT (persero))
Angkasa Pura II Cabang BIM, sebuah skripsi oleh Isnamawati Dewan tahun 2009.
3. Pengaruh Penerapan Sistem Pengendalian Intern Kas dan Implementasi Good
Corporate Governance Terhadap Kecurangan Studi Empiris Pada Perusahaan BUMN
di Kota Padang, sebuah skripsi oleh Fitriatil Husna Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Padang Tahun 2013.
B. Konsep Sistem Pengendalian Manajemen
1. The Association of CFE (2008):
Pegawai mengetahui lebih banyak dari siapapun bilamana terdapat kesenjangan,
kelemahan, dan kegagalan dalam sistem organisasi
2. Louis E. Boone dan David L. Kurts (1984) mengemukakan, pengawasan sebagai the
process by which manager determine wether actual operation are consistent with
plans
3. Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995)
mengemukakan definisi pengawasan yang didalamnya memuat unsur esensial proses
pengawasan, bahwa pengawasan adalah suatu usuha sistematik untuk menetapkan
17

standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem, informasi


umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta
mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber
daya dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan.
4. Prinsip-prinsip GCG sesuai dengan PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011
tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance)
Pada Badan Usaha Milik Negara, meliputi:
1) Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi
material dan relevan mengenai perusahaan;
2) Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif;
3) Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang- undangan dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat;
4) Kemandirian (independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsipprinsip korporasi yang sehat;
5) Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
Pemangku Kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan
18

peraturan perundang- undangan.


5. PP 60 Tahun 2008 Pasal 1 poin 1-3:
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan
yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah
Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan,
dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi
dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah
dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang
baik.
C. Konsep Manajemen Risiko dan Pengendalian Manajemen
1. COSO
Menurut COSO, 5 (lima) unsur pengendalian yang antara lain (1) Lingkungan
Pengendalian, (2) Penaksiran resiko, (3) Standar Pengendalian, (4) Informasi dan
Komunikasi, dan (5) Pemantauan dapat digunakan sebagai alat upaya pencegahan
dan pendeteksian. Dengan Struktur pengendalian intern yang tersusun dan berjalan
dengan baik, peluang adanya kecurangan akan banyak berkurang.
19

Enterprise Risk Management (ERM) adalah sebuah proses, berpengaruh pada sebuah
entitas jajaran direksi, pihak manajemen, dan personel lain, diaplikasikan dalam
pengesetan strategi di dalam perusahaan, didesain untuk mengidentifikasi event yang
potensial yang dapat berpengaruh pada entitas, dan mengelola resiko dengan
penerimaan resiko yang diharapkan, untuk menyediakan jaminan yang beralasan
terhadap penerimaan setiap objek entitas.
2. IIA Position Paper: The Three Lines of Defense (2013)
management control is the first line of defense in risk management, the various risk
control and compliance over- sight functions established by management are the
second line of defense, and independent assurance is the third. Each of these three
lines plays a distinct role within the organizations wider governance framework
3. T. Hani Handoko (1995) mengemukakan, proses pengawasan memiliki lima tahapan,
yaitu (1) Penetapan standar pelaksanaan, (2) Penentuan pengukuran pelaksanaan
kegiatan, (3) Pengukuran pelaksaan kegiatan nyata, (4) Pembandingan pelaksanaan
kegiatan dengan standard dan penganalisaan penyimpangan, dan (5) Pengambilan
tindakan koreksi bila diperlukan. Kemudian, Peraturan Pemerintah Republik No.60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menyatakan bahwa
pengendalian intern merupakan seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan
fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa
kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara
efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan pemerintahan
yang baik.

20

D. Konsep Fraud
1. Pengertian
Menurut Kamus Webster, Fraud adalah perilaku menipu atau kebohongan untuk
tujuan merugikan pihak lain.
Menurut kamus Blacks Law, Fraud adalah salah saji kebenaran atau penyembunyian
fakta material sehingga orang lain melakukan tindakan yang merugikan.
Menurut ACFE, Occupational Fraud and Abuse merupakan penggunaan kedudukan
seseorang untuk memperkaya diri sendiri melalui penyalahgunaan yang disengaja
atau penyalahgunaan sumberdaya atau aset organisasi.
Institute of Internal Auditors (IIA) menyatakan bahwa kecurangan mencakup
suatu kesatuan ketidakberesan (irregularities) dan tindakan ilegal yang bercirikan
penipuan yang disengaja.
Menurut kamus hukum, mengartikan fraud (Inggris) atau fraude (Belanda) sebagai
kecurangan. Frauderen/verduisteren (Belanda) berarti menggelapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 278 KUHP, Pasal 268 KUHPer. Sedangkan definisi fraud
menurut Black Law Dictionary adalah:
A knowing misrepresentation of the truth or concealment of material fact to induce
another to act to his or her detriment; is usual a tort, but in some cases (especially
when the conduct is willful) it may be a crime; (2)

a misrepresentation made

recklessly without belief in its truth to induce another person to act; (3) a tort arising
from knowing misrepresentation, concealment

of

material

fact,

or

reckless

misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.


Sedangkan definisi fraud menurut Wikipedia adalah a fraud is deception made for
21

personal gain or damageanother individual. In criminal law, fraud is the crime or


offense of deliberately deceiving another in order to damage them-usually, to obtain
property or services unjustly. Fraud can be accomplished through the aid of forged
objects. In the criminal law of common law jurisdictons it may be called theft by
deception, larceny by trick, larceny by fraud and deception or something
similar.
Atau dapat diartikan sebagi berikut:
Suatu perbuatan sengaja untuk menipu atau membohongi, suatu tipu daya atau caracara yang tidak jujur untuk mengambil atau menghilangkan uang, harta, hak yang sah
milik orang lain baik karena suatu tindakan dampak yang fatal dari tindakan itu
sendiri.
Sementara

itu,

Institute

of

Internal

Auditors

(IIA)

menyatakan

bahwa

kecurangan mencakup suatu kesatuan ketidakberesan (irregularities) dan tindakan


ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kecurangan dapat
menyebabkan timbulnya kerugian dari tempat melakukan tindakan kecurangan
(fraud). Hal tersebut dikarenakan kecurangan (fraud) merupakan suatu perbuatan
yang bertentangan dengan kebenaran karena dilakukan secara sengaja oleh pihak
yang ingin memperoleh keuntungan yang bukan merupakan hak pelakunya.
UU No. 31 Tahun 1999 tentang TPK menjelaskan bahwa Setiap orang yang secara
melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Martin T. Biegelman & Joel T. Bartow (Executive Roadmap to Fraud Prevention and
22

Internal Control) menyatakan Kekuatan yang tidak disertai dengan sistem


akuntabilitas yang andal, cenderung korup.
2. Jenis-Jenis Kecurangan
Amrizal (2004) mengungkapkan menurut Association of Certified Fraud
Examinations (ACFE) kecurangan dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) kelompok
sebagai berikut:
1) Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Kecurangan laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang
dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan
yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial
atau kecurangan non financial.
2) Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation)
Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam kecurangan kas dan
kecurangan atas persediaan dan aset lainnya, serta pengeluaran pengeluaran
biaya secara curang (fraudulent disbursement). Pada kasus ini biasanya mudah
untuk dideteksi karena sifatnya tangible atau dapat diukur.
3) Korupsi (Corruption)
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE,
bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia.
Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of
interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan
(economic extortion).

23

E. Root Cause Analysis (RCA)


Root cause analysis (RCA) adalah proses pemecahan masalah untuk melakukan
investigasi ke dalam suatu masalah, kekhawatiran atau ketidaksesuaian masalah yang
ditemukan. RCA membutuhkan investigator untuk menemukan solusi atas masalah
mendesak dan memahami penyebab fundamental atau mendasar suatu situasi dan
memperlakukan masalah tersebut dengan tepat, sehingga mencegah terjadinya kembali
permasalahan yang sama. Oleh karena itu mungkin melibatkan pengidentifikasian dan
pengelolaan proses, prosedur, kegiatan, aktivitas, perilaku atau kondisi (BRC, 2012).
Tahap-tahap dalam Root Cause Analysis (RCA) adalah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan masalah (Define the non-conformity).
Dalam tahap ini yang harus diketahui dan terdefinisi secara jelas adalah masalah apa
yang sedang terjadi saat ini, kemudian menjelaskan simptom secara spesifik yang
menandakan terjadinya masalah. Simptom yang digunakan dan jelas menjadi
masalah dalam penelitian ini adalah hasil persidangan kasus korupsi pengadaan Air
Traffic Control tahun 2004 pada PT Angkasa Pura II yang melibatkan jajaran
pimpinan perusahaan dan perusahaan rekanan PT Tosca Citra Pratama. Kasus
tersebut diduga telah merugikan negara sebesar Rp7.453.443.000,00 dan kasus
dugaan tipikor Proyek Lanjutan Pembangunan Jalan Lini 1 di area Kargo Bandar
Udara Soekarno Hatta pada tahun 2012-2013 yang melibatkan oknum Angkasa Pura
II dan rekanan CV 22 Juni yang berdasarkan laporan hasil perhitungan kerugian
keuangan negara yang dibuat oleh BPKP telah merugikan keuangan negara sebesar
Rp490.743.259,00 dari dugaan awal kerugian negara sebesar Rp1,3 Milyar.

24

2. Melakukan investigasi akar penyebab masalah (investigate the root cause).


Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam RCA karena ketika salah
dalam menemukan akar penyebab masalah maka action plan yang diambil tidak akan
dapat menyelesaikan masalah secara tepat sehingga tidak dapat menghindari
permasalahan yang sama terulang kembali. pada tahap ini akan digunakan tools
ataupun metode untuk menggali akar penyebab permasalahan.
Dogget (2005, 34) menjabarkan alat-alat atau tools yang paling sering dijumpai
dalam literatur sebagai mekanisme yang tepat digunakan dalam menyelesaikan
masalah dan pengambilan keputusan. Tools tersebut yaitu The Cause-and-effect
diagrams (CED), The Interrelationship diagrams (ID) dan The Current Reality Tree
(CRT). CED atau yang lebih familiar dengan fishbone ini ditemukan oleh Kaoru
Ishikawa pada tahun 1943 digunkan untuk mengurutkan sebab-sebab potensial dari
sebuah masalah. Kemudian tool ini menyebar dan digunakan dalam quality control di
seluruh industri di Jepang. Tools ini dipilih karena kelebihan-kelebihan yang dimiliki
dibandingkan dengan dengan tools lainnya, yaitu:
1) Sangat mudah dimengerti karena akar sebab yang diperoleh merupakan
kelanjutan dari masing-masing sebab utama masalah berdasarkan kategori sebab
yang disusun sebelumnya. Tools ini berbeda dengan ID yang menurut Andersen
dan Fagerhaug (2000) dalam Dogget (2005), ID menghasilkan diagram yang
sangat kompleks dan terkadang menjadi sulit untuk dipahami.
2) Memecah sebab-sebab masalah menjadi lebih detail sehingga membantu dalam
mengelola dan menemukan sebab-sebab yang terkait.
3) Semua sebab yang ditemukan didaftar dan dicarikan solusinya dengan hasil
diagram yang lengkap. Sementara CRT, menurut Frendendall et al. (2002) dalam
25

Dogget (2005), para praktisi menganggap logika CRT sangat kaku. Saran-saran
dan keberatan dalam metode CRT harus dinyatakan dalam CLR sehingga
membutuhkan lebih banyak waktu.
Selain itu, Scholtes (1988) dalam Dogget (2005) menuturkan bahwa penggunaan
CED akan efektif dilaksanakan ketika karakteristik permasalahan sudah diketahui
dengan baik, sudah terdokumentasi, dan data tersedia.
1) Fishbone diagrams atau The Cause-and-Effect Diagrams (CED).
Tujuan menggambarkan masalah dalam suatu diagram atau gambar adalah untuk
lebih memudahkan kita memahami gambaran permasalahan dan faktor-faktor
penyebab munculnya permasalahan dalam satu diagram atau gambar. Menurut
Scarvada (2004) dalam Asmoko (2012, 2), konsep dasar dari diagram fishbone
adalah permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau
pada bagian kepala dari kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan
digambarkan pada sirip dan durinya.
Langkah-langkah dalam penyusunan Diagram Fishbone atau CED menurut
Ishikawa (1982) dalam Dogget (2005) yaitu:
(1) Tetapkan permasalahan yang akan dipecahkan atau dikendalikan.
(2) Tuliskan permasalahan dibagian kanan dan gambar panah dari arah kiri ke
kanan.
(3) Tuliskan faktor-faktor utama yang berpengaruh atau berakibat pada
permasalahan pada cabang utama.
Faktor-faktor utama permasalahan dapat ditentukan dengan menggunakan
4M (Material, Method, Mechanism, dan Manpower) atau menggunakan 4P
26

(Parts (raw material), Procedures, Plant (equipment) dan people). Namun,


kategori juga bisa ditentuka sendiri tergantung permasalahannya (Dogget, A
Mark 2005, 36).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Edward III (1980) dalam
Tangkilisan (2003) dalam yang mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi suatu kebijakan yaitu komunikasi, sumber
daya, struktur birokrasi dan disposisi/sikap pelaksana. Dalam penelitian ini,
faktor-faktor tersebut akan dijadikan sebagai kelompok penyebab masalah.
(4) Menemukan penyebab untuk masing-masing kelompok penyebab masalah
dan tuliskan pada ranting berdasarkan kelompok faktor-faktor penyebab
utama. Penyebab masalah ini dirinci lebih lanjut dengan mencari sebab dari
sebab yang telah diidentifikasi sebelumnya menjadi lebih detail. Penyebab
detail ini dapat diperoleh dengan menggunakan metode 5-Whys dalam
wawancara dan FGD yang dilaksanan.
(5) Pastikan bahwa setiap detail dari sebab permasalahan telah digambarkan
pada diagram.
Gambar II.1. Fishbone Diagrams

Sumber: Dogget (2005)


27

2) The 5-whys.
5-whys adalah metode paling sederhana untuk analisis akar penyebab terstruktur.
Ini

adalah

metode

mengajukan

pertanyaan

yang

digunakan

untuk

mengeksplorasi penyebab hubungan yang mendasari masalah. Investigator terus


bertanya pertanyaan 'Mengapa? Sampai kesimpulan yang berarti tercapai.
Gambar II.2. The 5-Whys

Why?

why?

why?

Why?

Why?

Root Cause

Sumber: British Retail Consortium (2012).


Hal yang umumnya disarankan minimal lima kali pertanyaan yang perlu
ditanyakan, meskipun kadang-kadang pertanyaan tambahan juga diperlukan atau
berguna, karena sangat penting untuk memastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan
terus diminta sampai penyebab sebenarnya diidentifikasi.
3. Mengajukan action plan (create proposed action plan).
Pada tahap ini akan dihasilkan solusi yang ditawarkan berupa action plan untuk
mencegah masalah muncul kembali.
4. Mengimplementasikan action plan (implement proposed action).
Pada tahap ini akan ditetapkan siapa yang bertanggung jawab untuk implementasi
atas action plan, bagaimana agar action plan agar dapat dijalankan, kemudian yang
paling penting juga adalah menetapkan time scales, yaitu jadwal waktu dan target
implementasi ini dilaksanakan.

28

5. Melakukan monitoring (verification & monitoring of effectivenenss).


Tindakan ini sangat diperlukan untuk memastikan bahwa perubahan ataupun
kegiatan baru yang dilaksanakan benar-benar telah berjalan sesuai dengan action
plan yang diusulkan. kemudian tahap ini juga membantu memberi keyakinan apakah
langkah perbaikan yang dilakukan sudah tepat untuk mengelola akar penyebab
masalah atau malah memunculkan masalah tambahan. Contoh kegiatan yang
mencakup monitoring dan verifikasi yaitu internal audit yang mencakup proses yang
baru diterapkan, dibuatkan ceklis tanda penyelesaian pekerjaan untuk setiap proses
yang diubah, pengecekan pada saat start up, dan lain-lain.
Tahap keempat dan tahap kelima tidak menjadi fokus dalam penelitian karena akan sangat
bergantung kepada kebijakan internal perusahaan, sehingga tidak ada jaminan action plan
yang nantinya disarankan penulis akan digunakan atau tidak. Berdasarkan landasan teori yang
digunakan, kerangka penelitian diilustrasikan dalam Gambar II.3.
Gambar II.3. Step to Root Cause Analysis
ROOT CAUSE ANALYSIS

MENDEFINISIKAN
MASALAH

TEMUAN BPK RI

FISHBONE DIAGRAMS

MELAKUKAN
INVESTIGASI
AKAR PENYEBAB
MASALAH

WAWANCARA DAN FOCUS


GROUP DISCUSSION

FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PUBLIK:
1. KOMUNIKASI
2. SUMBER DAYA
3. DISPOSISI/SIKAP
4. STRUKTUR
BIROKRASI

5-WHYS
MENGAJUKAN
ACTION PLAN

29

BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG PT ANGKASA PURA II PERSERO

Objek penelitian yang akan dianalisis sistem pengendalian internalnya terkait keandalannya
mendeteksi fraud adalah PT Angkasa Pura II Persero yang beralamat di Komplek Bandara
Soekarno Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten. Dengan gambaran sebagai berikut:
A. Sejarah Singkat Perusahaan
Angkasa Pura II Persero merupakan Badan Usaha Milik Negara pada Kementerian
Perhubungan yang memiliki lini usaha pelayanan jasa kebandarudaraan dan jasa terkait
bandar udara dengan cakupan wilayah Indonesia bagian barat.
Pada awalnya didirikan dengan nama Perum Pelabuhan Udara Jakarta Cengkareng
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1984 kemudian berubah menjadi Perum
Angkasa Pura II melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1986, dan kembali
berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Angkasa Pura II melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1992 yang secara sah menjadi PT Angkasa Pura II
(Persero) dengan terbitnya Akta Notaris Silvia Abbas Sudrajat, SH, SpN Nomor 38 pada
tanggal 18 November 2008.
B. Cakupan Bisnis
1. Wilayah
Sampai tahun 2014, Angkasa Pura II telah mengelola 13 Bandara, antara lain yaitu
Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta), Halim Perdanakusuma (Jakarta), Kualanamu
(Medan), Supadio (Pontianak), Minangkabau (Padang), Sultan Mahmud Badaruddin
30

II (Palembang), Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru), Husein Sastranegara (Bandung),


Sultan Iskandarmuda (Banda Aceh), Raja Haji Fisabilillah (Tanjung Pinang), Sultan
Thaha (Jambi), Depati Amir (Pangkalpinang) dan Silangit (Tapanuli Utara).
2. Jenis Usaha
1) Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas untuk lepas landas,
pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara
(PJP4U);
2) Penyediaan,

pengusahaan

dan

pengembangan

fasilitas

terminal

untuk

pengangkutan penumpang, termasuk pelayanan jasa penumpang pesawat udara


(PJP2U);
3) Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan pelayanan jasa penerbangan
(PJP), pelayanan jasa Garbarata dan Pelayanan jasa konter;
4) Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas elektronika, listrik, air
dan instalasi limbah buangan;
5) Penyediaan lahan untuk bangunan, lapangan dan kawasan industri serta
gedung/bangunan yang berhubungan dengan kelancaran angkutan udara;
6) Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas terminal pengiriman
barang melalui angkutan udara (kargo).
Angkasa Pura II berupaya memenuhi secara sempurna syarat keamanan dan
keselamatan penerbangan melalui kepatuhan terhadap prosedur serta mengutamakan
aspek kepuasan pelanggan dengan memberikan pelayanan terbaik dan perlindungan
konsumen.

31

Dalam menjalankan usahanya, Angkasa Pura II selalu mematuhi dan mengikuti


berbagai regulasi maupun standar yang mengikat terkait dengan pelayanan lalu lintas
udara, baik yang berlaku secara internasional (International Civil Aviation
Organization /ICAO) maupun nasional (Kementerian Perhubungan Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara).
3. Visi Perusahaan
Dengan menerapkan perencanaan strategis yang baik, manajemen Angkasa Pura II
telah menetapkan visi untuk tahun 2016 yaitu Menjadi pengelola bandar udara kelas
dunia yang terkemuka dan profesional. Menuju pencapaian visi tersebut, Angkasa
Pura II menetapkan strategi transformasi perusahaan dari tahun 2012-2016 yaitu
Aligning, Growing, Leading, Excelling dan World Class untuk masing-masing tahun.
4. Misi Perusahaan
Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan, Angkasa Pura II menentukan misi yang
harus dilaksanakan yaitu:
1) Mengelola jasa bandar udara kelas dunia dengan mengutamakan tingkat
keselamatan, keamanan, dan kenyamanan untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan;
2) Mengembangkan SDM dan budaya Perusahaan yang berkinerja tinggi dengan
menerapkan sistem manajemen kelas dunia;
3) Mengoptimalkan strategi pertumbuhan bisnis secara menguntungkan untuk
meningkatkan nilai pemegang saham serta meningkatkan kesejahteraan
karyawan dan pemangku kepentingan lainnya;

32

4) Menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan mitra usaha dan mitra
kerja serta mengembangkan secara sinergis dalam pengelolaan jasa bandar
udara;
5) Memberikan nilai tambah yang optimal bagi masyarakat dan lingkungan.
Dengan melihat visi dan misi yang ada, pengelolaan Angkasa Pura II bertujuan
untuk menjalankan dan mendukung kebijakan dan program perusahaan dalam
segmen ekonomi dan pembangunan, serta mengumpulkan keuntungan bagi
perusahaan dengan menjalankan bisnis kebandarudaraan yang sesuai dengan
asas-asas perusahaan. Angkasa Pura II telah menetapkan sasaran Perusahaan
dalam rangka mensukseskan tujuan Perusahaan untuk periode tahun 20092013
sebagai berikut:
6) Tercapainya pengembangan kegiatan bisnis yang menjadi fokus Angkasa Pura II
serta peningkatan produktivitas kegiatan usaha Angkasa Pura II;
7) Tercapainya kepuasan pengguna jasa melalui pelayanan prima yang didukung
dengan jaminan Service Level Agreement (SLA) dan Service Level Guarantee
(SLG) serta ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan pengguna jasa;
8) TerseIenggaranya

perbaikan

berkeIanjutan

dalam

proses

bisnis

yang

berlandaskan mutu dan sesuai dengan harapan pengguna jasa;


9) Terciptanya pengembangan leadership system untuk mewujudkan efektifitas
kepemimpinan sebagai role model;
10) Terwujudnya organisasi yang sesuai dengan fungsi pengelolaan bisnis bandara
dan didukung oleh SDM yang berkinerja tinggi dan kompeten sesuai fokus
bisnis Angkasa Pura II;
33

11) Terjalinnya integrasi jaringan/networking antar instansi dan bandara lainnya.


12) Dalam rangka menunjang tercapainya visi dan sasaran Perusahaan, Angkasa
Pura II telah menetapkan winning strategies, yaitu AP2WAY yang mencakup
antara lain:
(1) Airport Best Practices
Pencapaian visi menjadi World Class Company perlu dilakukan dengan
menerapkan praktik-praktik terbaik dalam pengelolaan bisnis bandara.
(2) People
Peningkatan

kapabilitas

dan

kapasitas

SDM

secara

efektif

dan

berkesinambungan sangat diperlukan untuk menerapkan praktik-praktik


terbaik dan mewujudkan visi perusahaan secara efektif.
(3) Process
Penerapan bisnis proses dan SOP yang efektif dan efisien dengan perbaikan
secara terus menerus merupakan syarat penting pencapaian visi.
(4) World Class System
Pengembangan dan penerapan sistem kelas dunia secara holistik dan
terintegrasi adalah mutlak diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan
mewujudkan visi perusahaan secara efektif.
(5) Asset
Optimalisasi tingkat efektivitas dan utilitasi aset perusahaan secara
menyeluruh berperan sangat penting dalam peningkatan pelayanan yang
mengedepankan keselamatan, keamanan dan kenyamanan bagi seluruh
34

pengguna jasa, serta peningkatan ROA (return on asset).


(6) Yield
Pada akhirnya, strategi yang telah disusun diharapkan dapat memberikan
hasil nyata bagi peningkatan kinerja perusahaan terutama kinerja keuangan
dan pertumbuhan yang menguntungkan secara berkesinambungan.
5. Sistem Pengendalian Manajemen
Dalam rangka menjalankan sistem pengendalian intern yang memadai yang
diharapkan dapat mencegah risiko terjadinya fraud untuk mencapai good corporate
governance, PT Angkasa Pura II Persero telah menciptakan regulasi sebagai berikut:
1) Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Angkasa Pura II (Persero)
Nomor:
DKOM.036.2/HK.201/APII-2014
KEP.02.03.01/01/2014

Tentang

Pedoman

Pengelolaan

dan

Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan PT Angkasa Pura II (Persero).


Keputusan ini mengatur tentang kategori gratifikasi, syarat penerimaan
gratifikasi yang diperbolehkan, syarat pemberian gratifikasi yang diperbolehkan,
tata cara penolakan penerimaan gratifikasi, tata cara pelaporan atas permintaan
gratifikasi, sistem pengelolaan dan pengendalian gratifikasi, serta sanksi terkait
gratifikasi.
2) Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Angkasa Pura II (Persero)
Nomor:
DKOM.036.1/HK.201/APII-2014
KEP.02.03.01/01/2014.1

Tentang Pedoman Perilaku (Code of Conduct) di


35

Lingkungan PT Angkasa Pura II (Persero).


Keputusan ini mengatur tentang visi dan misi; nilai-nilai dasar; etika bisnis; etika
kerja dan tata perilaku; aturan terkait donasi, hadiah, dan jamuan; penegakan
etika; serta penerapan pedoman perilaku.
3) Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Angkasa Pura II (Persero)
Nomor:
DKOM.036.3/HK.201/APII-2014
KEP.02.03.01/01/2014.2

Tentang Pedoman Sistem Pengaduan Pelanggaran

(Whistle-Blowing System) di Lingkungan PT Angkasa Pura II (Persero).


Keputusan ini mengatur tentang mekanisme pengaduan jika terlapor adalah
direksi atau non direksi, tata cara tindak lanjut dan investigasi, perlindungan
pelapor, serta penghargaan dan sanksi atas suatu pengaduan.
4) Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Angkasa Pura II (Persero)
Nomor:
DKOM.390.2/HK.201/APII-2014
KEP.02.03.01/08/2014.3

Tentang Pedoman Tata Kelola Perusahaan

(Code of Corporate Governance) di Lingkungan PT Angkasa Pura II (Persero).


Keputusan ini mengatur tentang tujuan penerapan GCG; prinsip-prinsip GCG;
visi dan misi perusahaan; nilai dasar; kebijakan penerapan GCG; struktur tata
kelola perusahan; proses-proses tata kelola perusahaan; pengelolaan hubungan
dengan stakesholder.
5) Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Angkasa Pura II (Persero)
Nomor:
36

DKOM.390.2/HK.201/APII-2014
KEP.01.02.01/08/2014.1

Tentang Perubahan Pedoman Tata Kerja

Dewan (Board Manual) di Lingkungan PT Angkasa Pura II (Persero).


Keputusan ini mengatur tentang sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen
serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan terkait manajemen
puncak.

37

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Penerapan Pedoman Etika dan Perilaku
Pedoman etika dan perilaku yang ditetapkan melalui keputusan bersama Dewan
Komisaris dan Direksi PT. Angkasa Pura II nomor: DKOM.036.1/HK.201/AP II-2014
dan KEP.02.03.01/01/2014.1, beriisikan sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen
serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu. Selain menjadi
pedoman bagi individu, adanya pedoman ini dapat digunakan sebagai kriteria dalam
evaluasi perilaku manajemen dan karyawan.Dengan menerapkan pedoman etika dan
perilaku ini diharapkan dapat tercipta suasana kerja yang sehat dan nyaman serta
membentuk karakter individu perusahaan yang disiplin dan beretika dalam bekerja.
Dalam mengembangkan pedoman ini, PT. Angkasa Pura II berpegang pada nilai-nilai
dasar yaitu kerjasama, keramahtamahan, keunggulan, keseimbangan, tepat sasaran dan
tepat guna, kepuasan, terpercaya. Nilai-nilai tersebut mendasari etika perusahaan dalam
berbisnis dan bekerja.
Dalam melaksanakan bisnisnya dengan para stakeholder, PT. Angkasa Pura II
menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Disamping itu, perusahaan
juga melaksanakan sepenuhnya prinsip-prinsip integritas perusahaan sebagaimana diatur
dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu ketaatan
pada AD/ART, independensi, kehati-hatian, bebas dari konfilk kepentingan dan
kepatuhan hukum.
Dengan mengacu pada nilai-nilai dasar yang telah disebutkan, diatur pula etika bekerja
dan tata perilaku individu perusahaan baik di dalam dan di luar perusahaan, sebagai
38

atasan atau bawahan dan terhadap sesama insan PT. Angkasa Pura II.Etika tersebut harus
menunjukan sikap patuh, jujur, disiplin, terbuka, saling menghargai dan egaliter.
Dalam pedoman tersebut juga diatur perihal perlindungan informasi perusahaan dan
kewajiban pengamanan harta perusahaan.Setiap insan PT. Angkasa Pura II wajib
melindungi dan mengelola informasi dan harta perusahaan sesuai dengan kebijakan dan
kepentingan perusahaan.Hal ini merupakan bentuk pengembangan nilai keseimbangan
dan terpercaya.
Terkait dengan risiko kecurangan dan tindakan ilegal, pedoman etika dan perilaku PT.
Angkasa Pura II juga mengatur mengenai suap. Angkasa Pura II melarang menyuap siapa
pun, di mana pun atas alasan apa pun. Seluruh insan PT. Angkasa Pura II harus
menghindari tindakan terlarang berupa:
1. Penawaran atau pemberian apapun kepada eksternal perusahaan dengan maksud
mendapatkan atau mempertahankan bisnis, atau untuk segala tujuan yang tidak patut,
termasuk pembayaran untuk mengurangi kewajiban pajak.
2. Membuat pembyaran tanpa persetujuan, atau menyetujui pembayaran atau hadiah
yang tidak benar (tunai maupun lainnya) secara langsung atau melalui perantara.
3. Menjanjikan pemberian sesuatu yang bernilai kepada pejabat pemerintah untuk
melakukan sesuatu yang ilegal.
4. Mengabaikan atau tidak melaporkan adanya pembayaran, pemberian hadiah atau
hiburan yang tidak benar.
5. Menyelenggarakan dana yang tidak tercatat untuk tujuan apapun.
6. Membuat laporan palsu atau menyesatkan dalam pembukuan perusahaan.

39

7. Melakukan segala hal untuk mendorong seseorang agar melanggar perturan


perusahaan, atau berpura-pura tidak tahu saat terjadi kemungkunan pelanggaran.
Dalam penyajian laporan keuangan, seluruh insan PT. Angkasa Pura harus berkomitmen
untuk memberikan pemegang saham informasi yang lengkap, akurat, tepat waktu dan
mudah dipahami mengenai semua hal yang penting tentang kondisi keuangan dan
operasional perusahaan. Mereka juga wajib melaporkan informasi keuangan sesuai
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Sosialisasi terhadap penerapan pedoman etika dan perilaku senantiasa dilakukan kepada
segenap insan Angkasa Pura II, mulai dari top management sampai dengan level
operasional melalui berbagai media yang dimiliki Angkasa Pura II, termasuk
pemanfaatan melalui media teknologi informasi yang dapat diakses oleh semua pegawai
dengan mudah setiap saat.
Dalam rangka membantu efektifitas penegakan Code of Conduct, perusahaan membentuk
tim Kelompok Pemeriksa Pelanggaran Disiplin Karyawan (KP2DK). Setiap pegawai
diwajibkan untuk melaporkan pelanggaran atas penerapan Code of Conduct kepada tim
KP2DK di masing-masing wilayah kerjanya. Konsekuensi atas pelanggaran terhadap
pedoman etika dan perilakuakan diberikan tindakan pembinaan, sanksi disiplin dan atau
tindakan perbaikan sesuai peraturan perusahaan.
B. Penanganan Situasi Konflik Kepentingan
Benturan kepentingan adalah suatu keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan
ekonomi Perusahaan dengan kepentingan ekonomi pribadi Direksi, Dewan Komisaris dan
Pemegang Saham.Kepentingan pribadi tersebut dikhawatirkan dapat mempengaruhi
pelaksanaan tugas yang diamanatkan oleh perusahaan secara obyektif.Pengaturan tentang

40

benturan kepentingan terdapat dalam pedoman perilaku insan Angkasa Pura II. Terhadap
benturan kepentingan tersebut, seluruh insan PT. Angkasa Pura II:
1. Tidak diperkenankan untuk memegang jabatan rangkap apapun di luar perusahaan
yang dapat menimbulkan benturan kepentingan bisnis dengan perusahaan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Tidak diperkenankan untuk melakukan ikatan bisnis secara pribadi maupun
melibatkan keluarga, dengan pihak lain yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan bisnis dengan perusahaan.
3. Membuat pernyataan tahunan terkait benturan kepentingan bagi Direksi dan Dewan
Komisaris.
4. Tidak diperbolehkan terlibat dalam proses diskusi dan pengambilan keputusan bagi
insan PT. Angkasa Pura II yang memiliki benturan kepentingan.
Diketahui sampai dengan tahun 2013, Dewan Komisaris dan Direksi PT. Angkasa Pura II
tidak memiliki hubungan keluarga dengan organ PT. Angkasa Pura II dan hubungan
kepengurusan di perusahaan lain. Untuk meminimalisir benturan kepentingan, Dewan
Komisaris dan Direksi juga diwajibkan membuat Daftar Khusus, yang berisikan
keterangan kepemilikan saham setiap Direktur dan/atau keluarganya pada Angkasa Pura
II maupun perusahaan lain. Daftar Khusus disimpan dan diadministrasikan oleh
Sekretaris Komisaris dan Sekretaris Perusahaan.
C. Pengelolaan Transparansi Harta Kekayaan
Untuk mendukung semangat transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan
perusahaan, PT. Angkasa Pura II telah menetapkan kewajiban penyampaian Laporan
Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
41

(KPK), bagi pejabat struktural di lingkungan perusahaan. Kewajiban tersebut ditetapkan


dalam Keputusan Direksi PT. Angkasa Pura II Nomor : KEP. 02.03/00/02/2011/036.
Namun dari hasil penelusuran penulis, pelaksanaan dan pelaporan LHKPN PT. Angkasa
Pura II belum dipublikasikan secara transparan kepada publik oleh PT. Angkasa Pura
II.Informasi

mengenai

pelaporan

LHKPN

penulis

dapatkan

dari

situs

http://acch.kpk.go.id/aplikasi-lhkpn yang dipublikasikan oleh KPK. Dari situs tersebut


diperoleh informasi mengenai penyampaian LHKPN terakhir oleh para pejabat struktural
(Dewan Komisaris dan Direksi) di PT Angkasa Pura II sebagai berikut:
Dewan Komisaris
Tanggal
No.

Nama

Penyampaian

Jabatan
Terakhir

M. Iksan Tatang

Komisaris Utama

Effendi Batubara

Anggota

08-04-2013
Dewan -

2
Komisaris
Tursandi Alwi

Anggota

Dewan 31-03-2011

3
Komisaris
Rubani Pranoto

Anggota

Dewan 30-12-2010

4
Komisaris
W. Budi Santoso

Anggota

Dewan 01-05-2005

5
Komisaris
Wahyu Kuncoro

Anggota

Dewan -

6
Komisaris

42

Direksi
Tanggal
No.

Nama

Jabatan

Penyampaian
Terakhir

Tri S. Sunoko
Endang

Direktur Utama

29-01-2014

Dir. Operasi Kebandarudaraan

01-04-2013

A.

2
Sumiarsa

Dir. Pengembangan Kebandarudaraan


3

Salahudin Rafi

18-01-2011
& Tekonologi

Rinaldo J. Aziz

Dir. Komersial Kebandarudaraan

Sulistio Wijayadi Dir. Kargo & Pengembangan Usaha

01-04-2009
22-02-2011

Laurensius
6

Dir. Keuangan

04-06-2010

Dir. SDM & Umum

16-04-2010

Manurung
RP.
7

Hari

Cahyono

Dari kedua tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar Dewan Komisaris dan
Direksi PT. Angkasa Pura II belum memperbaharui LHKPN sampai dengan minimal
tahun 2013.
Belum optimalnya pengelolaan harta kekayaan juga terlihat dalam hasil penilaian
implementasi GCG PT. Angkasa Pura II tahun 2013. Adapaun dalam indikator
Perusahaan melakukan koordinasi pengelolaan dan administrasi LHKPN, PT. Angkasa
43

Pura dalam hal ini Direksi mendapat rekomendasi untuk perbaikan agar menetapkan
ketentuan batas waktu penyampaian LHKPN pada administrator serta menetapkan sanksi
bagi Pejabat yang ditetapkan untuk menyampaikan LHKPN namun tidak menyampaikan.
D. Sistem Pengaduan Pelanggan
PT Angkasa Pura II (Persero) telah mengatur terkait Sistem Pengaduan Pelanggan
(Whistle-Blowing System) melalui Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT
Angksa Pura II (Persero) Nomor:
DKOM.036.3/HK.201/APII-2014
KEP.02.03.01/01/2014.2
1. Mekanisme
Secara garis besar PT Angkasa Pura II (Persero) membagi dua sistem pelaporan yaitu
jika terlapor adalah direksi dan selain direksi, dengan alur sebagai berikut:
1) Jika Terlapor adalah Direksi
Penyampaian pengaduan oleh pelanggan disampaikan melalui amplop tertutup
dengan memberi kode WBS pada bagian kanan atas amplop tersebut, ditujukan
kepada Direktur Utama atau Kepala SPI ke alamat:
PT Angkasa Pura II (Persero)
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Gedung 600
Kotak Pos 1001 JKT 19120
Tangerang

44

Dewan Komisaris dapat menugaskan Komite Audit untuk menindaklanjuti


Pelaporan Pelanggaran yang dilakukan oleh direksi, kemudian menyampaikannya
kepada Pemegang Saham apabila berdasarkan hasil investigasi anggota Direksi
melakukan pelanggaran. Semua keputusan pemberian sanksi maupun tindak lanjut
kepada pihak berwajib diputuskan oleh Dewan Komisaris.
2) Jika Terlapor adalah Bukan Direksi
Penyampaian pengaduan oleh pelanggan disampaikan kepada pengelola Sistem
Pengaduan Pelanggan u/p Direktur utama atau Kepala SPI melalui:
Telepon

: 021-5505042

Fax

: 021-5501536

Website

: www.angkasapura2.co.id
45

Email

: Spi.wbs@angkasapura2.co.id

Setelah pelaporan disampaikan oleh pelanggan, selanjutnya diatur alur sebagai


berikut:

Direktur Utama dalam menerima laporan dapat menugaskan Kepala SPI dan/atau tim
untuk menindaklanjuti pengaduan pelanggaran tersebut, kemudian membuat laporan
pelaksanaan Pengaduan Pelanggaran kepada Dewan Komisaris. Surat Keputusan
terkait dengan pemberian sanksi maupun tindak lanjut kepada pihak berwajib
diputuskan oleh Direksi.
2. Tanda Terima Pengaduan
Atas penyampaian pengaduan, maka pengadu akan menerima tanda terima pengaduan
dengan format sebagai berikut:

46

3. Tindak Lanjut
Direktur Utama atau Kepala SPI bertanggung jawab atas pengaduan terlapor non
direksi, sedangkan Komisaris Utama bertanggung jawab atas pengaduan terlapor
direksi.
Pengaduan anonim tetap diproses setelah melalui proses pertimbangan kesungguhan
isi laporan, kredibilitas, bukti-bukti yang diajukan, dan kemungkinan untuk
melakukan konfirmasi pengaduan.

47

Jika hasil penelaahan Dirut/SPI/KU menyatakan layak ditindaklanjuti, maka akan


diteruskan ke Tim Pengaduan Pelanggan. Proses penelaahan tersebut dilakukan
selama 14 hari kerja. Berdasarkan hasil tersebut, Dirut/KU memberi keputusan:
1) Dihentikan; atau
2) Bekerja sama dengan Investigator Eksternal jika substansi pengaduan terkait
direksi, dewan komisari, dan karyawan satu tingkat di bawah direksi atau citra
perusahaan/menimbulkan kerugian besar/belum pernah ditindaklanjuti SPI; atau
3) Bekerja sama dengan fungsi terkait lainnya atau dilakukan oleh Tim Investigasi
sesuai dengan substansi pengaduan/penyingkapan.
4. Investigasi
Laporan investigasi Internal maupun Eksternal diselesaikan dalam waktu paling
lambat 90 hari kerja sejak penugasan investigasi untuk dipresentasikan kepada
Direktur Utama/Komisaris Utama.
Berdasarkan Laporan Investigasi, Direktur Utama/Komisari Utama memutuskan:
1) Laporan penyingkapan ditutup jika tidak terbukti;
2) Memberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku jika terbukti bersalah secara
administratif;
3) Meneruskan kepada penyidik aparat penegak hukum jika terkait pidana dan
korupsi.
Dalam melakukan investigasi, PT Angkasa Pura II mengatur prinsip dasar
pelaksanaan investigasi sebagai berikut:
1) Memegang asas praduga tidak bersalah dan objektivitas;
48

2) Bebas dari bias dan dilakukan tidak tergantung siapa yang melakukan ataupun
siapa yang terlapor;
3) Jika laporan pengaduan bersifat material dan mempengaruhi citra perusahaan
dan/atau melibatkan Direksi, Dewan Komisaris, dan Karyawan satu tingkat di
bawah Direksi sehingga harus menggunakan Tim Investigasi Eksternal, maka
perusahaan harus menyediakan auditor/investigator yang memiliki integritas untuk
menjaga objektivitas hasil investigasi. Di luar kriteria tersebut, investigasi
dilakukan Tim Investigasi Internal;
4) Investigasi dapat dilakukan oleh Investigator Eksternal maupun Internal;
5) Susunan Tim Investigasi Internal terdiri dari unsur-unsur SPI, Sekretaris
Perusahaan, Biro Hukum, Biro Manajemen Risiko dan Kepatuhan, dan unit terkait
lainnya;
6) Tim Investigasi harus independen, bebas dari tekanan dari pihak manapun;
7) Proses Investigasi berdasarkan prinsip keadilan dan penilaian hasil temuan secara
obyektif;
8) Seluruh proses Investigsi dibuatkan Berita Acara dalam bentuk laporan yang
ditandatangani oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses investigasi;
9) Proses Investigasi didokumentasikan dengan baik, sehingga memudahkan proses
peninjauan ulang, penelahaan kembali atas sasaran yang ingin dicapai, dan
pembuatan keputusan-keputusan penting selama proses berlangsung;
10) Hasil laporan investigais tidak berupa opini/pendapat tapi berupa kesimpulan
akhir yang akan digunakan sebagai dasar putusan pengambilan tindakan.

49

5. Perlindungan Pelapor
Perusahaan wajib memberikan perlindungan pelapor dan menjamin kerahasiaan
identitasnya. Informasi pelaporan terdokumentasikan dengan baik dan hanya boleh
diketahui Direktur Utama/Kepala SPI dan/atau Dewan Komisaris/Komite Audit.
Perusahaan berkomitmen untuk patuh terhadap segala peraturan perundangan dan best
practice yang berlaku dalam penyelenggaraan sistem penyelenggaraan perlindungan
pelapor.
Perusahaan menyediakan perlindungan hukum sesuai UU Nomor 15 Tahun 2002 jo
UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang UU Nomor 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus bagi Pelapor dan
Saksi dalam Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagai berikut:
1) Perlindungan dari tuntutan pidana dan/atau perdata;
2) Perlindungan atas keamanan pribadi, dan/atau keluarga Pelapor dari ancaman fisik
dan/atau mental;
3) Pemberian keterangan tanpa bertatap muka dengan terlapor, pada setiap tingkat
pemeriksaan perkara dalam hal pelanggaran tersebut masuk pada sengketa
pengadilan;
4) Jika dirasa perlu, pelapor dapat meminta bantuan pada Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK).
6. Penghargaan dan Sanksi
1) Bentuk sanksi terhadap terlapor ditentukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan
yang berlaku di perusahaan;
50

2) Pemberi pengaduan palsu dan fitnah dapat diberikan sanksi;


3) Penghargaan diberikan sesuai kebijakan direksi kepada pelapor jika kasus yang
dilaporkan mengandung kebenaran dan memberi dampak positif bagi perusahaan.
E. Sistem Pengelolaan dan Pengendalian Gratifikasi
PT Angkasa Pura II (Persero) telah mengatur terkait Pengelolaan dan Pengendalian
Gratifikasi melalui Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Angksa Pura II
(Persero) Nomor:
DKOM.036.2/HK.201/APII-2014
KEP.02.03.01/01/2014
1. Kategori Gratifikasi
PT Angkasa Pura II mengkategorikan gratifikasi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Gratifikasi yang dianggap suap
Gratifikasi yang berhubungan dengan pekerjaan, wewenang, dan atau jabatannya
di PT AP II sehingga dapat menimbulkan benturan kepentingan dan berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya, yang diketahui dan/atau patut diduga bahwa
gratifikasi tersebut diberikan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan
(independensi dan objektivitas) dalam menggerakkan untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan tugas, fungsi,
tanggung jawab, dan kewenangannya.
2) Gratifikasi yang bisa melawan hukum dan bisa tidak melawan hukum/gratifikasi
kedinasan

51

Gratifikasi yang berhubungan dengan atau yang diterima pada saat mewakili PT
AP II secara resmi yang ditandai dengan adanya undangan, surat tugas/disposisi,
dan/atau laporan pelaksanaan tugas.
3) Gratifikasi yang tidak melawan hukum
Gratifikasi yang bersifat sosial dan berlaku umum, pada saat berlangsungnya sesi
ibadah keagamaan, upacara adat, syukuran kekeluargaan, apresiasi atas prestasi
pribadi, dan promosi.
2. Penerimaan Gratifikasi
Gratifikasi yang dianggap suap/melawan hukum dilarang untuk diterima. Gratifikasi
boleh diterima jika:
1) Benda promosi, cinderamata, buah tangan, atau kenang-kenangan yang tidak
dimaksudkan sebagai pemberian suap yang tidak berbentuk tunai/voucher, tertera
logo/nama perusahaan, dan tidak bernilai lebih dari Rp2.500.000,00.
2) Berupa hiburan bisnis/kegiatan olahraga yang diberikan untuk tujuan Perusahaan
yang sah, untuk meningkatkan hubungan dengan para pelanggan/pemasok;
3) Berupa barang/uang/setara uang dalam rangka acara pernikahan, khitanan,
kelahiran, atau terkait musibah, tidak bermaksud mempengaruhi pengambilan
keputusan, tidak melebihi dari Rp2.500.000,00, dan dilaporkan kepada UPPG AP
II;
4) Berupa honorarium/uang transport rapat sehubungan kehadiran rapat, sebagai
pembicara/narasumber yang diundang secara resmi;
5) Dalam kondisi tertentu yang tidak terhindarkan untuk menerima pemberian dari
pihak ketiga, wajib dilaporkan kepada UPPG AP II.
52

Berikut format pelaporan penerimaan gratifikasi:

53

3. Penolakan Penerimaan Gratifikasi


Segala bentuk penerimaan, pemberian, dan permintaan gratifikasi yang termasuk
suap/melawan hukum wajib ditolak. Penolakan dilakukan secara santun disertai
penjelasan kebijakan dan ketentuan gratifikasi yang berlaku, kemudian dilaporkan
dengan format sebagai berikut:

54

4. Pemberian Gratifikasi
Segala janji dan pemberian gratifikasi yang dianggap suap/melawan hukum tidak
diperbolehkan. Namun demikian gratifikasi dapat diberikan jika memenuhi kriteria
sebagai berikut:
55

1) Berupa benda-benda promosi, cinderamata, buah tangan atau kenang-kenangan


dalam event resmi perusahaan yang berlaku umum yang tidak berbentuk
tunai/voucher, tertera logo/nama perusahaan, dan tidak bernilai lebih dari
Rp2.500.000,00;
2) Berupa cinderamata, buah tangan, atau kenang-kenangan dalam event khusus
untuk pihak/instansi tertentu yang tidak berbentuk tunai/voucher, tertera
logo/nama perusahaan, dan tidak bernilai lebih dari Rp2.500.000,00 dan
dilaporkan kepada UPPG PT AP II;
3) Berupa hiburan bisnis/kegiatan olahraga dengan tujuan bisnis yang resmi/wajar,
diadakan di tempat yang layak dan pantas, tidak berlebihan, tidak berbentuk
tunai/voucher, jamuan makan wajar di tempat yang pantas dengan menjaga citra
positif perusahaan;
4) Berupa honorarium/uang transport rapat sehubungan kehadiran rapat, sebagai
pembicara/narasumber yang diundang secara resmi;
5) Berupa pemberian sumbangan/bantuan/hibah untuk kegiatan pembinaan UMKM,
CSR, keagamaan, training, sponsorship, sumbangan terkait musibah, dan
pemberian lain yang bertujuan untuk menjaga hubungan baik dan membina
ekonomi

kecil

masyarakat

sekitar

denan

persetujuan

DK/Direksi/SGM/GM/Kepala Bendahara, sesuai ketentuan yang berlaku di


perusahaan.

56

5. Permintaan Gratifikasi

57

Jika terdapat permintaan gratifikasi yang bersifat pemerasan dan/atau pemaksaan diri,
dapat dilaporkan dengan format berikut ini:

58

6. Pengelolaan dan Pengendalian Gratifikasi


Dalam pengelolaan dan pengendalian gratifikasi PT AP II membentuk Unit Pengelola
dan Pengendali Gratifikasi (UPPG) yang berada di bawah kendali Biro Manajemen
Risiko dan Kepatuhan sebagai kepanjangan tangan KPK. Dalam menjalankan
tugasnya, UPPG dapat melibatkan unit terkait lainnya.

59

7. Sanksi
1) Pelanggaran atas ketentuan gratifikasi akan diproses melalui pemeriksaan dan
dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku, tindakan pembinaan
dan/atau tindakan tegas dari perusahaan;
2) Pelanggaran yang mengakibatkan timbulnya proses hukum dugaan perkara tipikor
tetap berhak mendapatkan bantuan hukum dari perusahaan;
3) Jika putusan hukum telah berkekuatan tetap, maka yang bersangkutan wajib
menanggung segala konsekuensi hukum secara pribadi, termasuk mengganti
segala biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan dalam proses hukum
tersebut.
F. Peran Auditor Internal
1. Komite Audit
Komite Audit Dewan Komisaris memiliki tugas, fungsi, hak, dan kewajiban sebagai
berikut:
1) Menilai kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian intern, kecukupan
pelaporan dan pengungkapan laporan keuangan serta tugas-tugas lain seperti yang
tercantum dalam Piagam Komite Audit;
2) Pelaksanaan tugas Komite Audit didasarkan pada kebijakan, sasaran dan program
kerja yang disahkan oleh Dewan Komisaris;
3) Komite audit dapat dibantu SPI membuat request for proposal yang dilampiri
Kerangka Aucan Kerja dalam rangka pemilihan kantor Akuntan Publik sebagai
auditor eksternal yang akan dipekerjakan untuk kepentingan perusahaan dan
RUPS;
60

4) Melakukan kajian atas rencana, metodologi, dan hasil audit yang dilaksanakan
oleh SPI dan KAP untuk meyakinkan efektivitas pelaksanaan audit;
5) Meminta penjelasan Direksi/pejabat terkait atas rekomendasi hasil audit yang
belum ditindaklanjuti.
2. Satuan Pengawas Internal
Satuan Pengawas Internal (SPI) memiliki tugas, fungsi, hak, dan kewajiban sebagai
berikut:
1) Bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama;
2) Memastikan sistem pengendalian intern perusahaan telah berjalan efektif;
3) Berwenanga mengakses dokumen dan data ke seluruh unit kerja Perusahaan;
4) pelaksanaan audit didasarkan pada kebijakan, sasarn, dan program kerja yang
dijabarkan dalam Rencana Induk Audit dan Program Kerja Audit Tahunan yang
ditetapkan oleh Direktur Utama;
5) SPI berpedoman kepada kode etik, standar audit, Piagam SPI, peraturan lainnya
yang berkaitan dengan SPI dan senantiasa menunjung tinggi prinsip-prinsip
objektivitas, kerahasiaan, ketelitian, dan kehati-hatian;
6) Metodologi yang dikembangkan dan diterapkan harus meliputi audit atas dasar
risiko pada proses bisnis perusahaan serta kepatuhan pada ketentuan perundangundangan dan standar yang berlaku;
7) Bersama fungsi terkait melaksanakan assessment pengendalian intern berbasis
risiko yang akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan rencana perbaikan
proses bisnis, metodologi, dan prosedur audit;
61

8) Melakukan pemantauan secara intensif atas pelaksanaan tindak lanjut dari temuan
hasil audit SPI dan Kantor Akuntan Publik serta melaporkan kepada Direktur
Utama dan Dewan Komisaris melalui Komite Audit secara berkala.

3. Pola Hubungan Komite Audit, SPI, dan Auditor Eksternal


1) Hubungan Kerja Komite Audit dengan Satuan Pengawas Internal
(1) Pola hubungan dan mekanisme penyampaian laporan antara Komite Audit
dengan SPI harus dituangkan dalam Piagam Komie Audit dan Piagam SPI;
(2) SPI menyampaikan Rencana Induk Audit (RIA) dan Program Kerja Audit
Tahunan (PKAT) yang ditetapkan oleh Direktur Utama kepda Komite Audit;
(3) Komite Audit melakukan kajian atas RIA dan PKAT yang disampaikan SPI;
(4) Secara berkala Komite Audit melakukan rapat koordinasi untuk membahas
efektivitas pengendalian intern, penyajian laporan keuangan, kebijakan
akuntansi, laporan hasil audit, program kerja audit dan hambatan pelaksanaan
audit.
2) Hubungan Komite Audit dengan Kantor Akuntan Publik
(1) Komite Audit bersama dengan SPI melakukan pembahasan terhadap sasaran
dan ruang lingkup audit yang akan dilakukan KAP dan untuk memastikan
semua risiko yang penting telah dipertimbangkan;
(2) KAP melakukan komunikasi dengan Komite Audit atas kemajuan audit secara
berkala, hambatan terhadap pelaksanaan audit, audit adjustment yang
signifikan dan perbedaan pendapat yang terjadi dengan pihak manajemen (jika
ada);
62

(3) Komite Audit bersama dengan SPI melakukan pemantauan atas pelaksanaan
tugas KAP.
3) Hubungan SPI dengan KAP
(1) SPI bersama dengan Komite Audit melakukan pembahasan terhadap sasaran
dan ruang lingkup audit yang akan dilakukan Kantor Akuntan Publik dan untuk
memastikan semua risiko yang penting telah dipertimbangkan;
(2) SPI melaksanakan koordinasi dan memfasilitasi pelaksanaan tugas Kantor
Akuntan Publik;
(3) SPI bersama dengan Komite Audit melakukan pemantauan atas pelaksanan
tugas Kantor Akuntan Publik.
G. Efektivitas Penerapan Instrumen Pencegahan Fraud
Pada tahun 2013, PT Angkasa Pura II melaksanakan Assessment GCG yang dilakukan
oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan didampingi tim internal
perusahaan. Proses assessment dilaksanakan pada seluruh kegiatan direksi, manajemen,
dewan komisaris, dan stakeholder lainnya di kantor pusat serta melakukan sampling di 4
lokasi kantor cabang menggunakan parameter sesuai keputusan Sekretaris Kementerian
BUMN Nomor SK-16/S.MBU/2012.
Atas hasil assessment tersebut, PT Angkasa Pura II melakukan perbaikan regulasi
internal serta inovasi program sebagai berikut:
1. Revisi Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of Corporate Governance) dan
Pedoman Perilaku (Code of Conduct) serta Board Manual agar sesuai perkembangan
bisnis dan strategi perusahaan. Board Charter yang semula disatukan dalam CoCG,
dipisahkan menjadi pedoman tersendiri.
63

2. Melaksanakan Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) bekerja sama dengan Komisi


Pemberantasan Korupsi (KPK). Program ini diawali dengan sosialisasi dan
penandatanganan kerjasama dengan KPK dalam penerapan PPG di seluruh
lini/fungsi perusahaan pada tanggal 14 Februari 2013.
3. Pembentukan Satuan Tugas penyusunan aturan PPG dan menetapkan Biro
Manajemen Risiko dan Kepatuhan sebagai Unit Pengelola dan Pengendalian
Gratifikasi.
4. Melakukan Penguatan SDM melalui bimbingan teknis dan Training of Trainer (ToT)
yang dibimbing secara langsung oleh KPK serta diseminasi ketentuan PPG secara
online di media internal PT Angkasa Pura II.
5. Pengesahan Pedoman Sistem Pengaduan Pelanggaran (Whistle Blowing System) dan
penetapan Unit SPI sebagai Unit Pengelola Sistem Pengaduan Pelanggaran.
6. Mengikuti program pemeringkatan Corporate Governance Perception Index (CGPI)
Award tahun 2013 yang dilaksanakan oleh Indonesian Institute for Corporate
Governance (IICG). Dalam program tersebut, PT Angkasa Pura II dianugerahi
sebagai ndonesia Trusted Company dan termasuk kategori Terpercayadengan
capaian nilai 78,60.
Jika dibandingkan dengan hasil penilaian SPAK yang dilakukan oleh KPK pada tahun
2011, PT Angkasa Pura II pada tahun 2013 melalui assessment GCG yang dilakukan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan indikator parameter
yang hampir serupa, PT Angkasa Pura II berhasil mendapatkan predikat BAIK dengan
capaian skor 82,295%. Namun demikian masih terdapat rekomendasi dari tim
independen BPKP Sebagai berikut:

64

1. Implementasi Pedoman Tata Kelola Perusahaan yang Baik dan Pedoman Perilaku
secara Konsisten
Direksi agar menginstruksikan kepada para karyawan untuk menandatangani secara
berkala pernyataan kepatuhan terhadap Pedoman Perilaku.
2. Koordinasi Pengelolaan dan Administrasi LHKPN
1) Direksi agar menetapkan ketentuan batas waktu penyampaian LHKPN pada
administrator.
2) Direksi

agar

menetapkan

sanksi

bagi

Pejabat

yang

ditetapkan

untuk

menyampaikan LHKPN namun tidak menyampaikan.


3. Program Pengendalian Gratifikasi sesuai Ketentuan yang Berlaku
Direksi agar melaksanakan sosialisasi dan pendistribusian pedoman gratifikasi
kepada Stakeholder.
4. Kebijakan atas Sistem Pelaporan atas Dugaan Penyimpangan pada Perusahaan
1) Direksi agar segera melaksanakan sosialisasi kebijakan whistle blowing system
kepada seluruh Stakeholder.
2) Agar dilakukan pencatatan seluruh kasus atas dugaan penyimpangan pada
perusahaan (whistle blowing system) dan evaluasi atas kebijakan WBS berikut
laporan hasil evaluasinya.
5. Proses Pengangkatan dan Pemberhentian Direksi oleh RUPS
1) Kepada RUPS/Pemilik Modal agar dapat menyampaikan daftar bakal calon
Direksi kepada tim Asesor GCG pada periode penilaian berikutnya.

65

2) Kepada RUPS/Pemilik Modal agar dapat menyampaikan SK Tim yang dibentuk


untuk melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan kepada tim Asesor GCG pada
periode penilaian berikutnya.
6. Proses Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Komisaris/Dewan Pengawas oleh
RUPS
1) Kepada RUPS/Pemilik Modal agar dapat menyampaikan dokumen penilaian calon
anggota Dewan komisaris kepada tim Asesor GCG pada periode penilaian
berikutnya.
2) Kepada RUPS/Pemilik Modal agar dapat menyampaikan Berita Acara hasil
penilaian calon Dewan komisaris kepada tim Asesor GCG pada periode penilaian
berikutnya.
7. Persetujuan Dewan Komisaris atas rancangan RJPP dan RKAP yang disusun Direksi
Dewan

Komisaris

agar

memuat

rencana

telaah/pembahasan

rancangan

RJPP/Perubahannya dalam Rapat Kerja Tahunan.


8. Pengarahan Dewan Komisaris kepada Direksi atas implementasi Rencana dan
Kebijakan Perusahaan
1) Menyusun mekanisme bagi Dewan Komisaris untuk merespon/menindaklanjuti
keluhan atau saran dari Stakeholder.
2) Menginstruksikan kepada komite untuk membuat telaah mengenai saran,
permasalahan atau keluhan dari Stakeholder.
3) Membuat rencana pembahasan kebijakan/rancangan sistem pengendaalian intern
dan pelaksanaannya oleh Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dalam RKT Dewan
Komisaris.
66

4) Melakukan telaah atas: (1) kebijakan/rancangan dan pelaksanaan sistem


pengendalian intern; (2) hasil evaluasi atas efektivitas pengendalian intern pada
tingkat entitas; (3) internal control report.
9. Penyelenggaraan Rapat Dewan Komisaris yang efektif dan sesuai ketentuan
perundang-undangan
Dewan Komisaris agar melakukan pembahasan atas tindak lanjut hasil rapat
sebelumnya.
10. Kesekretariatan Dewan Komisaris
Dewan Komisaris agar menginstruksikan kepada Sekretaris Dewan Komisaris untuk
menyediakan data/informasi berkaitan dengan monitoring tindak lanjut hasil
keputusan, rekomendasi dan arahan Dewan Komisaris.
11. Kejelasan pembagian tugas/fungsi, wewenang dan tanggung jawab Direksi
Direksi agar mengatur tentang tingkat kesegeraan dalam pengambilan keputusan dan
mengkomunikasikan kepada organisasi di bawah Direksi maksimal 7 hari sejak
disahkan/ditandatangani.
12. Penyusunan Perencanaan Perusahaan oleh Direksi
1) Direksi agar menyampaikan rancangan RJPP kepada RUPS/Menteri dan/ atau
Dewan Komisaris tepat waktu.
2) Direksi agar mengatur mekanisme bagi Direksi untuk merespon usulan peluang
bisnis.
3) Direksi agar mengatur mekanisme bagi Direksi untuk sewaktu-waktu segera
membahas

isu-isu

terkini

mengenai

perubahan

lingkungan

bisnis

dan
67

permasalahan yang berdampak besar pada usaha Perusahaan dan kinerja


Perusahaan.

13. Pemenuhan Target Kinerja Perusahaan oleh Direksi


1) Direksi agar menyampaikan kepada Dewan Komisaris mengenai pencapaian
kinerja masing-masing Direktorat, baik dalam Laporan Manajemen maupun
triwulanan secara tepat waktu.
2) Direksi agar menilai pencapaian target kinerja Anggota Direksi secara individu.
3) Direksi agar melakukan audit Teknologi Informasi (TI) untuk menilai tingkat
kesesuaian penerapan TI saat ini dengan kebutuhan Perusahaan.
4) Direksi agar membuat ketentuan/kebijakan dan menetapkan mengenai Standar
Pelayanan Minimal (SPM) dan memberikan kompensasi dalam hal SPM dan mutu
tidak terpenuhi.
5) Direksi mengupayakan agar tidak terdapat temuan-temuan audit, baik oleh auditor
eksternal dan auditor internal mengenai pengadaan yang merugikan Perusahaan.
6) Direksi agar membuat laporan pelaksanaan kegiatan K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja) dan melakukan evaluasi.
7) Direksi agar menetapan formula remunerasi Direksi dan Dewan Komisaris anak
perusahaan dan perusahaan patungan.
14. Pengendalian Operasional dan Keuangan terhadap Implementasi Rencana dan
Kebijakan Perusahaan oleh Direksi
Direksi agar menetapkan rancangan sistem pengendalian intern yang mengatur
68

kerangka (framework) pengendalian intern dan melakukan evaluasi serta menerbitkan


internal control report.
15. Hubungan Direksi yang bernilai tambah bagi perusahaan dan Stakeholder
1) Direksi agar menetapkan dan menyatakan secara jelas bahwa terhadap keluhan
ditentukan jangka waktu penyelesaiannya.
2) Direksi agar secara berkala Perusahaan melakukan asssessment pemasok
berdasarkan pencapaian QCDS dan mengevaluasinya.
3) Direksi agar menetapkan indikator keberhasilan pelaksanaan tanggung jawab
sosial perusahaan dan melakukan assessment serta menindaklanjutinya.
16. Monitoring dan Pengelolaan Potensi Benturan Kepentingan Anggota Direksi dan
Manajemen di Bawah Direksi
Direksi agar melampirkan Pakta Integritas dalam usulan Tindakan Direksi yang harus
mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris.
17. Pengawasan Internal yang Berkualitas dan Efektif
1) Direksi agar menetapkan kebijakan dan prosedur sebagai pedoman bagi
pelaksanaan kegiatan fungsi pengawasan intern.
2) Direksi agar memerintahkan SPI memberikan rekomendasi (masukan atas
prosedur) yang meningkatkan proses Tata Kelola (governance).
3) Direksi agar memerintahkan SPI mengevaluasi sejauh mana sasaran dan tujuan
program serta kegiatan operasi telah ditetapkan sejalan dengan tujuan organisasi.
18. Penyelenggaraan RUPS Tahunan dan RUPS Lainnya sesuai Peraturan Perundangundangan
69

Direksi agar mengatur RUPS untuk pengesahan/persetujuan RJPP, persetujuan


RKAP dilaksanakan dan pengesahan laporan tahunan dilaksanakan tepat waktu
sesuai ketentuan.
19. Pengungkapan Informasi Penting dalam Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan
Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
Direksi agar memuat kinerja perusahaan yang mencakup perbandingan antara hasil
yang dicapai dengan yang ditargetkan, dan kendala-kendala yang dihadapi
Perusahaan dalam dalam Laporan Tahunan.
H. Upaya Pencegahan Benturan Kepentingan
Atas dasar penilaian SPAK oleh KPK Tahun 2011 dan perbaikan serta penyusunan
regulasi internal yang dibuat setelahnya, PT Angkasa Pura II pada tahun 2013 melalui
Laporan Tahunan 2013 mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
1. Tidak terdapat hubungan kekerabatan antara sesama anggota Dewan Komisaris,
antara Dewan Komisaris dengan jajaran Direksi, dan antara sesama anggota Direksi
baik hubungan keluarga sedarah sampai dengan derajat ketiga, baik menurut garis
lurus, kesamping, maupun hubungan semenda.
2. Setiap Anggota Dewan Komisaris dan Direksi diwajibkan membuat Daftar Khusus
yang berisikan kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris dan/atau keluarganya
pada PT Angkasa Pura II maupun Perusahaan lain. Daftar tersebut disimpan dan
diadministrasikan oleh Sekretaris Dewan Komisaris.
3. Para anggota Komite Audit dan Komite Manajemen Risiko diwajibkan memiliki
komitmen terhadap independensi dengan aspek-aspek sebagai berikut:
1) Tidak memiliki hubngan keuangan dengan Dewan Komisaris dan Direksi;
70

2) Tidak memiliki hubungan kepengurusan di PT Angkasa Pura II, anak perusahaan


maupun perusahaan afiliasi;
3) Tidak memiliki hubungan kepemilikan saham di PT Angkasa Pura II;
4) Tidak memiliki hubungan keluarga dengan Dewan Komisari, Direksi, dan/atau
sesama anggota komite;
5) Tidak menjabat sebagai pengurus partai politik dan pejabat pemerintah daerah.
I. Mendefinisikan Masalah
Pada tahun 2014 Kejaksaan Agung RI menetapkan 5 tersangka kasus korupsi pengadaan
Air Traffic Control tahun 2004 pada PT Angkasa Pura II yang melibatkan jajaran
pimpinan perusahaan dan perusahaan rekanan PT Tosca Citra Pratama. Kasus tersebut
diduga telah merugikan negara sebesar Rp7.453.443.000,00.
Hal tersebut tentu saja selain dari rendahnya kesadaran hukum, komitmen dan integritas
manajemen puncak serta elemen lain perusahaan, juga menunjukkan masih lemahnya
manajemen risiko dan upaya pencegahan fraud pada PT Angkasa Pura II pada Tahun
2004.
Pengungkapan kasus kecurangan berdasarkan Laporan Tahunan sebelum tahun 2011
masih bersifat tertutup, hal ini terlihat dari Laporan Keuangan 2005, 2006, dan 2007 yang
belum mengungkapkan permasalahan dan temuan-temuan kecurangan.
Namun demikian, pasca penilaian SPAK oleh KPK pada Tahun 2011, PT Angkasa Pura
II berusaha untuk menyajikan secara transparan dalam laporan tahunannya.
Selain kasus ATC yang terjadi pada tahun 2004 dan sampai dengan sekarang masih
dalam proses penyidikan tersebut, PT Angkasa Pura II juga terlibat kasus dugaan tipikor
Proyek Lanjutan Pembangunan Jalan Lini 1 di area Kargo Bandar Udara Soekarno Hatta
71

pada tahun 2012-2013 yang melibatkan oknum Angkasa Pura II dan rekanan CV 22 Juni
yang berdasarkan laporan hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang dibuat oleh
BPKP telah merugikan keuangan negara sebesar Rp490.743.259,00 dari dugaan awal
kerugian negara sebesar Rp1,3 Milyar.
Berikut ini penyajian temuan yang diungkapkan dalam Laporan Tahunan 2013
berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh Satuan Pengawasan Intern Perusahaan:
1. Komposisi Temuan Per Direktorat
No

Direktorat

Persentase (%)

Keuangan

18

Komersial Kebandarudaraan

20

Operasi Kebandarudaraan

27

Pengembangan Kebandarudaraan dan Teknologi

SDM dan Umum

16

Kargo dan Pengembangan Usaha

Panitia Pelelangan

Dari data di atas, pelanggaran SOP masih banyak terjadi pada Direktorat Operasi
Kebandarudaraan dan Direktorat Komersial Kebandarudaraan.
2. Komposisi Temuan Per Aspek Usaha
No

Aspek Operasi

Persentase (%)

Keselamatan (Safety)

14

Keamanan (Security)

6
72

No

Aspek Operasi

Persentase (%)

Pelayanan (Services)

16

Kepatuhan (Compliance)

64

Dari data di atas, temuan masih banyak terjadi terkait aspek kepatuhan. Dalam hal
ini, dapat disimpulkan bahwa permasalahan tersebut terjadi akibat masih rendahnya
komitmen dalam melaksanakan regulasi yang telah ditetapkan.
3. Komposisi Temuan Per Penyebab Terjadinya Masalah
No

Sumber Penyebab

Persentase (%)

Pengendalian Intern

63

Perencanaan

13

Standar Operasional dan Prosedur

Kompetensi

15

Data pada tabel di atas erat kaitannya dengan data pada tabel poin 2, bahwa penyebab
terjadinya permasalahan adalah masih lemahnya pengendalian intern sehingga
berakibat pada rendahnya tingkat kepatuhan.
4. Komposisi Permasalahan atas Proyek Pengembangan Bandara
No

Tahapan Proyek

Persentase (%)

Pelelangan

Pembuatan Kontrak

33

Pelaksanaan Pekerjaan

58

73

No
4

Tahapan Proyek

Persentase (%)

Pembayaran Pekerjaan

Dari data di atas, terlihat bahwa permasalahan terbesar adalah pada proses
pelaksanaan pekerjaan dan pembuatan kontrak. Hal tersebut memiliki risiko fraud
yang dapat merugikan keuangan perusahaan dan/atau negara.
5. Komposisi Permasalahan yang Memerlukan Pemeriksaan Khusus
No

Jenis Fraud

Persentase (%)

Kemahalan Harga Pengadaan Barang dan Jasa

Penyelewengan Pendapatan Perusahaan

31

Ketidaksesuaian Proses Kerjasama Komersial

23

Penyalahgunaan Wewenang

31

Pelanggaran Disiplin Karyawan

Dari data di atas, terlihat bahwa permasalahan terbesar yang memerlukan


pemeriksaan khusus/investigasi adalah terkait penyelewengan pendapatan perusahaan
dan penyalahgunaan wewenang.
6. Lokasi Terjadinya Permasalahan yang Memerlukan Pemeriksaan Khusus
No

Lokasi

Jumlah Kasus

Bandara Soekarno-Hatta Jakarta

Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh

Bandara

Sultan

Mahmud

Badaruddin

II

74

No

Lokasi

Jumlah Kasus

Palembang
4

Bandara Depati Amir Pangkal Pinang

Bandara Supadio Pontianak

Bandara Polonia Medan

7. Monitoring Tindak Lanjut Temuan Audit Internal


Berdasarkan hasil monitoring tindak lanjut pada tahun 2013 atas temuan audit
operasional yang dilakukan SPI, atas 13 (tiga belas) kantor cabang/bandara yang
berada dalam penguasaan PT Angkasa Pura II, terdapat 163 temuan dengan 390
rekomendasi. Atas 390 rekomendasi tersebut, telah ditindaklanjuti sebanyak 98,16%
atau 293 rekomendasi.
8. Rekapitulasi Monitoring Tindak Lanjut Audit Eksternal
Berdasarkan hasil monitoring tindak lanjut pada tahun 2013 atas temuan audit yang
berasal dari laporan auditor eksternal (BPK RI dan KAP), terdapat 70 temuan dengan
139 rekomendasi. Atas 139 rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti sebanyak
83,96% atau 85 rekomendasi. Sedangkan rekomendasi yang belum dan atau tidak
ditindaklanjuti sebagian besar berasal dari temuan yang diungkap oleh BPK RI.
J. Melakukan Investigasi Akar Penyebab Masalah
Perilaku fraud merupakan sebuah hubungan kompleks antara kelemahan sistem
pengendalian manajemen dan akhlak buruk individu serta faktor lingkungan kerja yang
mendukung keterjadian fraud. Walaupun PT Angkasa Pura II Persero telah melakukan
upaya antisipasi dan penanganan keterjadian fraud dalam rangka Good Corporate
75

Governance, namun keterjadian fraud tersebut masih tetap terjadi seperti yang telah
dijelaskan pada poin sebelumnya.
Selanjutnya penulis mencoba melakukan wawancara dan observasi pada beberapa
layanan usaha PT Angkasa Pura II untuk meneliti kelemahan sistem pengendalian
manajemen yang menyebabkan keterjadian fraud masih tetap eksis.
Dari daftar pertanyaan observasi terperinci dalam lampiran 1, ternyata PT Angkasa Pura
II masih memiliki kelemahan sistem pengendalian sebagai berikut:
1. Belum ada petugas yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk melaksanakan
investigasi internal atas fraud yang terjadi
2. Belum dilakukan analisis periodik kecenderungan terjadinya fraud berdasarkan
database
3. Tidak banyak laporan keterjadian fraud dari karyawan
4. Organisasi belum secara kontinyu menilai efektivitas kegiatan peningkatan
kepedulian karyawan
5. Pegawai tidak diberikan kesempatan mengembangkan system/ tata kelola untuk
perbaikan operasional yang mendukung kelancaran pelayanan PT AP-II
6. Penyampaian hasil tindakan perbaikan belum dilaksanakan atas pengaduan
masyarakat
7. Karyawan

belum

dikondisikan

peduli

pentingnya

melaporkan

situasi

menyimpang/curang
8. Tidak cukup bukti bahwa karyawan yang telah melaporkan aktivitas menyimpang
kemudian mendapat hukuman, dikorbankan, atau dirugikan
76

9. Belum jelasnya komitmen dan netralitas untuk mendukung dan melindungi setiap
pihak yang memberikan pengaduan yang menginformasikan kejadian fraud
10. Pihak pegawai berpotensi mendapat teguran/sanksi jika melakukan pengaduan atas
kegiatan yang berindikasi fraud
11. Tidak ada kebijakan khusus yang mengharuskan pelaporan ke pihak luar yang
berwenang jika ditemui fraud
12. Tidak secara khusus terdapat kriteria, bentuk, tanggung jawab, dan proses pelaporan
ke pihak luar
13. Pimpinan belum memahami benar tentang kapan dan bagaimana memulai investigasi
terhadap kejadian fraud
14. Belum ada pelatihan staf secara khusus untuk penanganan fraud
15. Belum ada sistem pelaporan yang cukup agar pimpinan dan pihak lain yang relevan,
mendapat informasi atas status penanganan fraud
16. PT AP-II belum menyusun standard Investigasi untuk menangani setiap kejadian yang
berindikasi fraud
17. Belum ada pedoman yang mengatur luas dan sifat, tanggungjawab dan kewenangan
petugas, pelaksanaan, pengumpulan bukti dan pengembangan simpulan investigasi
18. Belum ada pelatihan yang tepat pada petugas untuk dapat melaksanakan tugas
penanganan fraud secara efektif
19. Belum ada kebijakan dan standar perusahaan tentang disiplin secara efektif
melengkapi dan mendukung pesan tertentu dan penekanannya terhadap strategi
memerangi fraud
77

20. Belum ada reviu berkala atas kode etik


Dari dua puluh permasalahan tersebut, penulis merangkumnya ke dalam 2 (dua) kategori
yang lebih umum sebagai berikut:
1. Faktor Sumber Daya Manusia
1) Belum ada petugas yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk melaksanakan
investigasi internal atas fraud yang terjadi
2) Pegawai tidak diberikan kesempatan mengembangkan system/ tata kelola untuk
perbaikan operasional yang mendukung kelancaran pelayanan PT Angkasa Pura II
3) Karyawan

belum

dikondisikan

peduli

pentingnya

melaporkan

situasi

menyimpang/curang
4) Belum jelasnya komitmen dan netralitas untuk mendukung dan melindungi setiap
pihak yang memberikan pengaduan yang menginformasikan kejadian fraud
5) Pihak pegawai berpotensi mendapat teguran/sanksi jika melakukan pengaduan
atas kegiatan yang berindikasi fraud
6) Pimpinan belum memahami benar tentang kapan dan bagaimana memulai
investigasi terhadap kejadian fraud
7) Belum ada pelatihan staf secara khusus untuk penanganan fraud
8) Belum ada pelatihan yang tepat pada petugas untuk dapat melaksanakan tugas
penanganan fraud secara efektif
2. Faktor Kelemahan Sistem dan Regulasi
1) Belum dilakukan analisis periodik kecenderungan terjadinya fraud berdasarkan
database
2) Tidak banyak laporan keterjadian fraud dari karyawan
78

3) Organisasi belum secara kontinyu menilai efektivitas kegiatan peningkatan


kepedulian karyawan
4) Penyampaian hasil tindakan perbaikan belum dilaksanakan atas pengaduan
masyarakat
5) Tidak cukup bukti bahwa karyawan yang telah melaporkan aktivitas menyimpang
kemudian mendapat hukuman, dikorbankan, atau dirugikan
6) Tidak ada kebijakan khusus yang mengharuskan pelaporan ke pihak luar yang
berwenang jika ditemui fraud
7) Tidak secara khusus terdapat kriteria, bentuk, tanggung jawab, dan proses
pelaporan ke pihak luar
8) Belum ada sistem pelaporan yang cukup agar pimpinan dan pihak lain yang
relevan, mendapat informasi atas status penanganan fraud
9) PT AP-II belum menyusun standard Investigasi untuk menangani setiap kejadian
yang berindikasi fraud
10) Belum ada pedoman yang mengatur luas dan sifat, tanggungjawab dan
kewenangan petugas, pelaksanaan, pengumpulan bukti dan pengembangan
simpulan investigasi
11) Belum ada kebijakan dan standar perusahaan tentang disiplin secara efektif
melengkapi dan mendukung pesan tertentu dan penekanannya terhadap strategi
memerangi fraud
12) Belum ada reviu berkala atas kode etik

79

K. Mengajukan Rencana Aksi


1. Rencana Aksi Penanganan Masalah yang Bersumber dari Faktor Sumber Daya
Manusia
1) PT Angkasa Pura II mengangkat seorang pejabat yang bertugas sebagai
penanggung jawab pelaksanaan investigasi internal atas fraud yang terjadi
2) Interaksi karyawan dan perusahaan dalam behavioural system pada perusahaan
harus didesain ulang untuk menghilangkan lingkungan kerja feodal dan tidak
demokratis, sehingga pola hubungan atasan dan bawahan lebih fasilitatif,
kustodial, dan kolegial. Dengan demikian diharapkan komitmen dan netralitas
penanganan fraud sangat bergantung pada kepentingan perusahaan.
3) Menganggarkan pelatihan staf satuan pengawas intern dan perwakilan masingmasing divisi untuk mengikuti program pendidikan dan pelatihan untuk
mendeteksi fraud secara dini dan mengikut sertakan staf terbaik untuk sertifikasi
fraud examiner.
2. Rencana Aksi Penanganan Masalah yang Bersumber dari Faktor Kelemahan
Sistem dan Regulasi
1) Melakukan kajian berkala tentang potensi fraud dari setiap proses bisnis sebagai
bahan informasi manajemen dalam pembuatan kebijakan.
2) Pembuatan unit khusus penanganan layanan aduan masyarakat dan sistem
monitoring online yang dapat diakses pelapor dari tahap penerimaan aduan
hingga tindak lanjut penyelesaian aduan.
3) Melakukan perbaikan regulasi whistle blower system yang mengakomodasi
secara rinci kriteria, bentuk, dan tanggung jawab proses pelaporan.
4) Menyusun standar investigasi yang mengacu pada standar-standar yang
ditetapkan oleh Institute of Internal Auditor yang meliputi pedoman yang
80

mengatur luas dan sifat, tanggungjawab dan kewenangan petugas, pelaksanaan,


pengumpulan bukti dan pengembangan simpulan investigasi, kebijakan dan
standar perusahaan tentang disiplin secara efektif melengkapi dan mendukung
pesan tertentu dan penekanannya terhadap strategi memerangi fraud.
5) Menganggarkan program reviu secara berkala atas efektivitas kode etik.
6) Membentuk unit di bawah pengawasan Komite Manajemen Risiko untuk
melakukan kajian terkait risiko fraud.
7) Membentuk Komite Nominasi dan Remunerasi yang sampai dengan tahun 2013
belum dibentuk, agar bisa melakukan penilaian secara independen dan objektif,
dengan tujuan memberikan kesejahteraan yang layak bagi setiap pegawai
sehingga bisa mencegah upaya tindakan kecurangan oleh pegawai untuk
memperkaya diri.

81

BAB V
SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SASARAN
A. Simpulan
PT Angkasa Pura II telah secara berkesinambungan meningkatkan kualitas kinerjanya
dengan menyusun sistem pengendalian intern atas proses bisnis sampai dengan
pencegahan terjadinya risiko kecurangan (fraud) untuk mendukung terciptanya Good
Corporate

Governance.

Dengan

diterbitkannya

Pedoman

Perilaku,

Pedoman

Pengelolaan dan Pelaporan Gratifikasi, Pedoman Sistem Pengaduan Pelanggan,


Pedoman Tata Kelola Perusahaan, dan Pedoman Tata Kerja Dewan, diharapkan potensi
terjadinya risiko berupa kecurangan, penyalahgunaan wewenang, serta pemanfaatan
celah sistem dapat diminimalisasi

B. Keterbatasan
Root cause analysis memiliki tahap-tahap yang berkelanjutan dalam menyelesaikan
permasalahan. Tahap-tahap tersebut yaitu 1) define the non-conformity, 2) investigate the
root cause, 3) create proposed action plan & define timescales, 4) implement proposed
action, dan 5) verification & monitoring of effectiveness. Dalam penelitian ini tahapan
RCA tidak dapat dilaksanakan secara keseluruhan. Tahap ke-4 dan tahap ke-5 belum
dapat dilakukan karena kedua tahap tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk
diselesaikan sementara penelitian memiliki waktu yang terbatas.
C. Saran
1. PT Angkasa Pura II disarankan untuk bisa menerapkan rencana aksi yang telah dibuat
oleh penulis untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik sehingga
keterjadian fraud dapat diminimalisasi untuk meningkatkan kinerja operasional dan
keuangan perusahaan.
82

2. Melakukan kerjasama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam


penyusunan dan evaluasi berkala efektivitas penerapan Good Corporate Governance.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia perusahaan sehingga lebih waspada dan
peduli terhadap keterjadian fraud yang bisa merugikan perusahaan dengan cara
pemberian pendidikan dan pelatihan baik formal maupun non formal, baik dalam
skala nasional maupun internasional.

83

DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengedalian Intern
Pemerintah.
2. DeZoort, Todd and Harisson, Paul, et al. (2008). An Evaluation of Internal Auditor
Responsibility for Fraud Detection. Institute of Internal Auditor.
3. Institute of Internal Auditor. (2010) International Standards for The Professional
Practice of Internal Auditing.
4. Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan. (2008). Fraud Auditing. Edisi
kelima. Bogor: Pusdiklatwas BPKP.
5. Priantara, Diaz. (2013). Fraud Auditing and Investigation. Jakarta: Mitra Wacana
Media
6. Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN Nomor: SK-16/S. MBU/2012 tanggal 6
Juni 2012
7. Merchant, Kenneth A and Van der Stede, Wim A. (2007). Management Control
Systems: Performance Measurement, Evaluation and Incentive. Essex: Pearson
Education Limited.
8. Miqdad, Muhammad.(2008). Mengungkap Praktek Kecurangan (fraud) pada
Korporasi dan Organisasi Public Melalui Audit Forensic. Jurnal Ilmu Ekonomi,
volume 3 nomor 2.
9. David, Fred. R. (2011). Strategic Management Concepts and Cases 13th edition. New
Jersey: Prentice Hall.
10. http://www.angkasapura2.co.id
84

11. PT Angkasa Pura II (Persero).2013. Annual Report PT Angkasa Pura II 2013


12. Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Angkasa Pura II (Persero)
Nomor:
DKOM.036.2/HK.201/APII-2014
KEP.02.03.01/01/2014

Tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengendalian

Gratifikasi di Lingkungan PT Angkasa Pura II (Persero)

13. Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Angkasa Pura II (Persero)
Nomor:
DKOM.036.1/HK.201/APII-2014
KEP.02.03.01/01/2014.1

Tentang Pedoman Perilaku (Code of Conduct) di

Lingkungan PT Angkasa Pura II (Persero)


14. Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Angkasa Pura II (Persero)
Nomor:
DKOM.036.3/HK.201/APII-2014
KEP.02.03.01/01/2014.2

Tentang Pedoman Sistem Pengaduan Pelanggaran

(Whistle-Blowing System) di Lingkungan PT Angkasa Pura II (Persero)


15. Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Angkasa Pura II (Persero)
Nomor:
DKOM.390.2/HK.201/APII-2014
KEP.02.03.01/08/2014.3

Tentang Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code

of Corporate Governance) di Lingkungan PT Angkasa Pura II (Persero)

85

16. Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT Angkasa Pura II (Persero)
Nomor:
DKOM.390.2/HK.201/APII-2014
KEP.01.02.01/08/2014.1

Tentang Perubahan Pedoman Tata Kerja Dewan

(Board Manual) di Lingkungan PT Angkasa Pura II (Persero).

86

Lampiran 1:
Ceklis Observasi
No
1

PERTANYAAN

Ya

Tidak

Kebijakan formal yang mendukung pengendalian fraud


Apakah PT AP-II telah memiliki regulasi yang mendukung
01.01 pengendalian fraud misalnya berupa visi,misi, kebijakan ,
program, surat edaran, surat keputusan,dsb
01.02 Apakah kebijakan pada nomor 1.1 mengatur tentang :
1) Dukungan pengendalian fraud sudah dilaksanakan oleh
pimpinan sampai tingkat operasional
2) Pengkajian Resiko fraud secara berkala
3) Adanya upaya yang sistematis untuk meningkatkan
kepedulian pegawai dalam memerangi fraud
4) Dimungkinkannya peran serta pelanggan dan masyarakat
untuk memerangi fraud
5) Adanya sistem pelaporan kejadian fraud
6) Adanya mekanisme perlindungan pelapor tindakan fraud
7) Pengungkapan tindakan fraud kepada pihak eksternal yang
berwenang
8) Prosedur investigasi atas tindakan fraud
9) Standard perilaku dan disiplin pegawai
Apakah rencana pengembangan program anti fraud telah
01.03
dipersiapkan

Struktur Pertanggungjawaban program anti fraud


02.01

Apakah sudah dibentuk tim formal yang bertanggungjawab


terhadap penangulangan masalah fraud

02.02

Apakah kebijakan anti fraud sudah diimplementasikan mulai


dari tingkat pimpinan sampai tingkat operasional

87

No

PERTANYAAN
Apakah ada fungsi/personil/struktur yang bertugas menerima
02.03
dan menyampaikan hasil setiap pengaduan yang masuk
Apakah ada petugas yang ditunjuk dan bertanggung jawab
02.04 untuk melaksanakan investigasi internal atas fraud yang
terjadi
Pengkajian Risiko Fraud
03.01 Apakah Penilaian Risiko terjadi fraud telah dilaksanakan
03.02 Apakah data base (data induk) kejadian fraud telah dibuat
Apakah secara periodik dilakukan analisis kecenderungan
03.03
terjadinya fraud berdasarkan dabase fraud

Ya

Tidak

Apakah identifikasi kegiatan-kegiatan yang paling rentan


menimbulkan fraud di lingkungan PT AP-II telah dibuat
Kepedulian Pegawai
Apakah telah ada program peningkatan kepedulian pegawai
04.01
atas masalah fraud
Apakah sering terjadi laporan dari karyawan tentang kejadian
04.02
fraud
Apakah organisasi secara kontinyu menilai efektivitas
04.03
kegiatan peningkatan kepedulian karyawan
Apakah terdapat kegiatan berupa pertemuan, diskusi, ataupun
training yang meningkatkan pengetahuan pegawai tentang
04.04
etika, nilai dan tindakan yang dapat mencegah timbulnya
fraud
Apakah pegawai diberi kesempatan melaporkan fraud atau
04.05 kejadian yang berindikasi menimbulkan fraud kepada
manajemen PT AP-II
Apakah pegawai diberikan kesempatan mengembangkan
04.06 system/ tata kelola untuk perbaikan operasional yang
mendukung kelancaran pelayanan PT AP-II
Apakah pegawai diberikan pelatihan secara berkala untuk
04.07
mendukung kinerja PT AP-II
03.04

Kepedulian Pelanggan dan Masyarakat


Apakah ada informasi kepada masyarakat tentang standar
mutu pelayanan, waktu, dan biaya
05.02 Apakah terdapat kotak pengaduan dan saran masyarakat
Apakah ada penghargaan kepada pelanggan dan masyarakat
05.03
atas saran perbaikan layanan yang diberikan
05.01

05.04
6

Apakah pihak PT AP-II menyediakan tempat/sarana bagi


masyarakat untuk melaporkan jika terjadi fraud

Sistem Pelaporan Kejadian Fraud


88

No

PERTANYAAN
Apakah perusahaan menunjuk secara formal Petugas atau
06.01
Pejabat yang bewenang menerima laporan kejadian fraud
06.02

Ya

Tidak

Apakah terdapat mekanisme pengaduan oleh masyarakat atas


timbulnya fraud di lingkungan PT AP-II

Apakah terdapat mekanisme untuk memfasilitasi dan


mendorong pelaporan kejadian fraud
Apakah karyawan sudah mengetahui bahwa pengaduan atas
06.04 perilaku fraud bisa langsung disampaikan kepada petugas
berwenang
Apakah pelaporan kejadian fraud ditangani oleh pejabat yang
06.05
tepat dan dijaga kerahasiaannya
06.03

Apakah pimpinan PT AP-II sudah menindaklanjuti setiap


laporan dari pegawai atas kejadian yang berindikasi fraud
Apakah laporan kejadian yang berindikasi fraud
06.07
didokumentasikan secara memadai
Apakah penyampaian hasil tindakan perbaikan yang telah
06.08
dilaksanakan atas pengaduan masyarakat
Perlindungan Pelapor
Apakah karyawan dikondisikan peduli pentingnya melaporkan
07.01
situasi menyimpang/curang
Apakah kebijakan/pedoman yang mengatur perilaku yang bisa
07.02 diterima bagi pengadu sudah secara formal dikembangkan,
didokumentasikan, dan diumumkan
Apakah terdapat cukup bukti bahwa karyawan yang telah
07.03 melaporkan aktivitas menyimpang kemudian mendapat
hukuman, dikorbankan, atau dirugikan
Apakah organisasi memiliki mekanisme untuk pengadu yang
07.04
merasa dirinya terancam atau dirugikan
Apakah terdapat dukungan nyata perusahaan terhadap
07.05
pengadu yang berniat baik
Apakah kebijakan, sistem, dan praktik-praktik perusahaan
menunjukkan ketaatan yang efektif terhadap semua
07.06
persyaratan/ketentuan tentang perlindungan pengungkapan
bagi pengadu
Apakah ada komitmen yang jelas dan tidak memihak untuk
07.07 mendukung dan melindungi setiap pihak yang memberikan
pengaduan yang menginformasikan kejadian fraud
06.06

07.08

Apakah setiap pihak yang melaporkan indikasi fraud


dilindungi/dijaga kerahasiaan identitasnya

07.09

Apakah pihak pegawai mendapat teguran/sanksi jika


melakukan pengaduan atas kegiatan yang berindikasi fraud

07.10

Apakah pegawai yang dirugikan/terancam atas pengaduan


yang telah dilakukan mendapatkan perlindungan
89

No
8

PERTANYAAN

Ya

Tidak

Pengungkapan kepada pihak eksternal


Apakah terdapat kebijakan yang mengharuskan pelaporan ke
pihak luar yang berwenang jika ditemui fraud
Apakah terdapat kriteria, bentuk, tanggung jawab, dan proses
08.02
pelaporan ke pihak luar
Prosedur Investigasi
Apakah ada petugas yang bertanggung jawab melaksanakan
09.01
investigasi internal jika fraud terjadi
Apakah pimpinan dalam perusahaan sudah memahami benar
09.02 tentang kapan dan bagaimana memulai investigasi terhadap
kejadian fraud
09.03 Apakah staf sudah dilatih untuk penanganan fraud
Apakah terdapat sistem pelaporan yang cukup agar pimpinan
09.04 dan pihak lain yang relevan, mendapat informasi atas status
penanganan fraud
Apakah catatan yang lengkap tentang laporan dan situasi
09.05
fraud telah dipelihara
Apakah PT AP-II telah menyusun standard Investigasi untuk
09.01
menangani setiap kejadian yang berindikasi fraud
08.01

Apakah ada kebijakan formal tertulis untuk menangani


kondisi yang diduga terjadi fraud
Apakah ada pedoman yang mengatur luas dan sifat,
09.03 tanggungjawab dan kewenangan petugas, pelaksanaan,
pengumpulan bukti dan pengembangan simpulan investigasi
Apakah ada regulasi sanksi terhadap pegawai yang melakukan
09.04
fraud
Apakah ada pelatihan yang tepat pada petugas untuk dapat
09.05
melaksanakan tugas penanganan fraud secara efektif
09.02

10

Standar perilaku dan disiplin


10.01 Apakah perusahaan memiliki kode etik yang formal
Apakah kode etik perusahaan dan atau kebijakan lain
10.02
memberikan pesan yang kuat dan jelas tentang perilaku fraud
Apakah perusahaan telah mendefinisikan dan menetapkan
10.03 posisinya terhadap penerapan disiplin yang terkait dengan
fraud
Apakah perusahaan Anda sudah mendefinisikan dan
10.04 mengumumkan langkah-langkah yang akan diambil dan sifat
hukuman yang akan dikenakan
Apakah kebijakan dan standar perusahaan tentang disiplin
10.05 secara efektif melengkapi dan mendukung pesan tertentu dan
penekanannya terhadap strategi memerangi fraud
90

No

PERTANYAAN
Apakah seluruh peran organisasional, tanggung-jawab, dan
10.06 wewenang dalam kaitan dengan penanganan fraud telah
didefinisikan dengan jelas
Apakah PT AP-II telah menerapkan kebijakan yang jelas
10.07 mengenai kode etik pegawai yang berlaku dilingkungan PT
AP-II
10.08 Apakah terdapat reviu berkala atas kode etik tersebut

Ya

Tidak

91

Anda mungkin juga menyukai