Anda di halaman 1dari 8

PEWARNA ALAMI

(Tugas Terstruktur Mata Kuliah Kimia Pangan)


Dosen Pengampu
Erryana Martati, STP, MP

Oleh:
Fatimah Mohammad (135100101111013)
THP/G

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014

1. Produk: Minuman Yoghurt Cimory Rasa Aneka Buah

Pewarna alami: Karmin Cl No.75470


Karmin merupakan pewarna makanan yang berasal mengekstraksi asam
karminat. Asam karminat diperoleh dari zat berwarna merah yang bernama Cochineal.
Cochineal berasal dari hewan coccus cacti betina yang dikeringkan. Hewan ini hidup
pada sejenis kaktus di Kepulauan Canary dan Amerika Selatan (Lakshmi, 2014).

Karmin diperoleh dari mengekstraksi asam karminat, kemudian dilapisi


dengan alumunium. Bisa dibilang, karmin merupakan lake asam karminat. Karmin
larut dalam larutan alkali tetapi tidak larut dalam larutan asam (Femilia, 2009). Warna
dasar dari karmin tergantung dari pH nya, berwarna merah pada pH 4,0 dan berubah
menjadi warna biru-merah pada pH 10,0. Karmin diproduksi dalam bentuk powder
yang larut dalam air dengan kadar asam karminat 40-60%. Karena karmin tidak larut
dalam larutan asam, karmin diproduksi sebagai larutan alkali dengan kandungan asam
karminat kisaran 2-7%. Karmin dapat digunakan untuk produk daging, selai dan
preserves, gelatin dessert, tepung gula, dan produk susu. Faktor yang mempengaruhi
dari kestabilitas karmin adalah sebagai berikut:

pH
Perubahan warna pada karmin berbanding konstan dengan perubahan pH. Karmin
akan mengendap dari larutan ketika pH produk di bawah batas. Titik dari
pengendapan tergantung dari sejumlah faktor, seperti viskositas, kadar air, dan pH.
Karmin akan berwarna merah pada pH 4,0 dan akan berwarna biru-merah pada pH
10,0.
Panas, cahaya, dan oksigen
Karmin sangat stabil terhadap panas dan cahaya, serta tahan terhadap oksidasi.
SO2
SO2 tidak memutihkan karmin pada level yang biasa ditemukan pada bahan makanan.
Kation
Kation dapat mempengaruhi warna, secara general meningkatkan warna kebiruan
(Hendry dan Houghton, 1996)
Pewarna alami: Anato Cl 75120

Pewarna makanan annatto berasal dari ekstrak lapisan luar benih Bixa
orelanna. Annatto memiliki nama lain Roucou, merupakan derivatif dari pohon
Achiote yang terdapat di daerah tropis Amerika. Annatto digunakan sebagai pewarna
makanan merah-oranye dan penyedap. Pericarp dari biji annatto terdiri hingga 80%
karotenoid cisbixin (IUPAC: methyl hydrogeni9-cis-6,6-diapocarotene-6,6-dioate
juga dikenal sebagai 9-cis-bixin atau R-bixin). 20% sisanya merupakan trans- dan
cis-norbixin (6,6-diapocarotene-6,6-dioic acid dan 9-cis-6,6-diapocarotene6,6-dioic acid), beberapa apokarotenoid, senyawa volatil dan beberapa senyawa
yang masih belum diketahui karakteristiknya. Komponen utama pewarnaan makanan
komersial dari ekstrak annatto yang larut dalam air adalah 9 -cis-norbixin
(Chowdhury et al., 2010). Bixin adalah senyawa karotenoid pertama ditemukan
adanya isomer geometri. Bixin mempunyai dua gugus karboksil, salah satunya adalah
metil ester. Gugus metil ester memberikan kelarutan pada lemak, hidrolisis alkali dari
gugus metil ester memberikan sifat larut dalam air garam dari asam norbixin
dikarboksilat (C24H28O4). Bixin merupakan senyawa yang sangat tidak jenuh dan
ikatan ganda terkonjugasi yang bertindak sebagai kromofor. Dalam suasana alkali,
norbixin bertindak sebagai garam natrium atau kalium yang larut dalam air (Giridhar
et al., 2013).Selain berfungsi sebagai pewarna makanan, annatto mempunyai fungsi
lain sebagai antioksidan yang dapat menetralisir radikal bebas berlebihan, antibakteri
dan mengobati penyakit diabetes (Kurniawati et al., 2007).

Kadar pH dan tingkat kelarutan warna dari annatto mempengaruhi warna;


semakin besar tingkat kelarutan, warna dari annatto semakin terang. pH dari bixin
sangat sensitif, berpindah dari kuning oranye menuju warna pink pada pH rendah.
Annatto stabil pada suhu dibawah 100C dan dengan cepat rusak pada suhu 125C.
Air terlarut, minyak atau air yang terdispersi membentuk adanya annatto. Karena
presipitasi pada pH rendah, maka akan terbentuk pula emulsi, asam proof state. Bixin
dan norbixin menunjukkan stabilitas cahaya lebih baik daripada jenis karotenoid yang

lain, tetapi seperti lainnya antioksidan karotenoid bixin dan norbixin keduanya tidak
stabil dengan adanya atmosfer oksigen. Dibandingkan dengan karotenoid lain, bixin
dan norbixin memiliki kestabilitas yang baik terhadap panas selama pengolahan
makanan (Giridhar et al., 2013).
Cis-bixin larut dalam sebagian besar pelarut organik polar yang menanamkan
warna oranye tetapi tidak larut dalam minyak sayur. Hal ini memungkinkan mudah
untuk dikonversi ke dalam semua bentuk isomer trans karena ketidakstabilannya pada
bentuk teisolasi dalam larutan. Trans-bixin merupakan isomer yang lebih stabil dan
memiliki sifat yang mirip dengan cis-isomer tetapi menunjukkan warna yang cerah
dalam larutan dan larut dalam minyak sayur (Chowdhury et al., 2010). Meskipun
bixin merupakan bagian dari annatto yang stabil dibandingkan dengan karotenoid
seperti betakaroten, beberapa penelitian menunjukkan bixin juga rentan dalam
pengolahan dan penyimpanan terutama pada suhu tinggi dan cahaya yang mengarah
pada penurunan warna dalam penambahan annato pada makanan. Demikian pula
pengaruh aktivitas air akan mempengaruhi kestabilitas bixin, dimana bixin lebih stabil
aktivitas air menengah dan tinggi (Lakshmi, 2014).
2. Produk: Jus Buavita Orange
Pewarna alami: -karoten Cl 75130
Karoten merupakan karotenoid yang tidak memiliki atom oksigen atau hanya
berupa hidro karbon. Karoten memiliki sifat hidrofobik sehingga sulit larut dalam air
namun dapat larut dalam pelarut non polar. - karoten menghasilkan warna oranyekuning yang memiliki jumlah ikatan rangkap yang sama dengan likopen, namun
mengalami siklisasi sehingga warna yang dihasilkan tidak semerah likopen (Ahmad,
2012).

- karoten memiliki rumus C40H56 dengan berat molekul yaitu 536,87 gram
mol . Nama lain dari - karoten adalah 1,1-(3,7,12,16-tetramethyl1,3,5,7,9,11,13,15,17-octadecanonaene-1,18-dyl)
bis[2,6,6-trimethylcyclohexene]
(Andreeva, 2011). - karoten merupakan molekul asimetris, yaitu separuh bagian kiri
merupakan bayangan cermin dari bagian kanannya. - karoten memiliki 40 atom
karbon, yang terdiri dari delapan unit isoprene dan 11 ikatan rangkap, serta memiliki
dua cincin -ionion yang terletak di masing-masing satu cincin pada ujung
molekulnya. Rodriguez (2001) mengatakan bahwa -karoten dengan dua cincin
merupakan provitamin A dengan aktivitas paling tinggi. Menurut Goulson dan
Warthesen (1999), perbedaan antara satu provitamin A dengan lainnya terletak pada
struktur cincin yang terdapat di kedua sisi rantai alifatik. -karoten mempunyai dua
-1

struktur cincin -ionion, -karoten memiliki satu struktur -ionion dan sisi lainnya
memiliki struktur -ionion (ikatan rangkap pada posisi 4 dan 5). Aktivitas vitamin A
pada -karoten adalah sebesar 8,33%. Efisiensi penyerapan dari -karoten
diperkirakan antara 9-22%.
Secara umum, - karoten lebih memiliki stabilitas terhadap isomerisasi akibat
pemanasan dibandingkan dengan - karoten. - karoten sangat mudah teroksidasi
karena adanya ikatan rangkap pada strukturnya. Reaksi oksidasi disebabkan oleh
adanya oksigen dan dipercepat oleh suhu yang tinggi. Menurut Satriyanto dkk. (2012),
- karoten di alam berbentuk geometri trans tetapi adanya proses pemanasan akan
mengubahnya menjadi cis. Produk dari karotenoid bekerja optimal pada pH 3,5 dan
memiliki kestabilan yang baik pada pH tinggi. -karoten juga dapat terdegradasi oleh
enzim, yaitu mudah dioksidasi oleh enzim lipoksidase. -karoten yang dikonsumsi
terdiri atas dua grup retinil, yang di dalam usus kecil akan dipecah oleh enzim
betakaroten dioksigenase menjadi retinol, yaitu sebuah bentuk aktif dari vitamin A.
Karoten dapat disimpan di hati dalam bentuk provitamin A dan akan diubah menjadi
vitamin A sesuai dengan kebutuhan tubuh (Susilawati et al., 2008).
3. Genji Raisin Pie Biskuit dengan kismis
Pewarna alami: Kurkumin Cl 75300
Kurkumin merupakan pewarna utama yang terdapat pada rhizoma dari
tumbuhan kunyit (Curcuma longa). Golongan kurkuminoid adalah fenol alam yang
bertanggung jawab untuk warna kuning pada kunyit. Kurkumin dapat ditemui dalam
beberapa bentuk tautomer, termasuk bentuk 1,3-diketo dan dua bentuk enol yang
setara. Bentuk enol lebih stabil secara energetik dalam fase padat dan dalam larutan.
Struktur keton lebih dominan dalam bentuk padat, sedangkan bentuk enol ditemukan
dalam bentuk cairan (Swastika, 2012).

Kurkumin memiliki sifat tidak stabil terhadap pH. Pada suasana pH 1-7
kurkumin akan berwarna kuning cerah akibat gugus diferuloylmethanes berada dalam
bentuk netral. Pada pH cenderung basa (pH>7,5) warna dari kurkumin akan berubah
menjadi oranye hingga kemerahan (Shishodia et al., 2005). Kurkumin mengandung
molekul asam ferulat yang terikat melalui jembatan metilen pada atom C karbonil.
Rumus molekul dari kurkumin adalah C 21H20O6 dan memiliki berat berat molekul
368,67 gram mol-1. Titik lebur dari kurkumin adalah sekitar 183C. Kurkumin bersifat
kurang larut dalam air dan eter namun larut dalam pelarut organik seperti etanol asam
asetat glasial. Di air yang asam, kurkumin hampir tidak larut dalam air sama sekali,

sedangkan di air yang basa kurkumin dapat larut dalam air. Menurut Swastika (2012),
kurkumin dapat dibuat larut dalam air dengan cara membuat kompleks kurkumin
dengan timah (Sn) atau seng (Zn) yang akan menghasilkan warna oranye. Kelarutan
kurkumin tinggi di pelarut organik yang polar dibandingkan dengan pelarut alifatik.
Pigmen kurkumin sangat tidak stabil dalam pelarut netral dan basa. Sekitar
90% kurkumin akan terdegradasi setelah 30 menit berada di 0,1 M buffer fosfat pH
7,2 membentuk produk trans-6-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2,4-diokso-5-hexenal
(mayoritas), vanilin, asam ferulat, dan feruloil metan (Koswara, 2009). Kecepatan
degradasi kurkumin meningkat dengan adanya peningkatan pH dari 7,45 hingga
mencapai kecepatan maksimum pada pH 10,2. Di atas pH 10,2 kecepatan degradasi
menurun. Waktu paruh untuk kurkumin hanya 900 jam pada ph 7,45 dan 0,4 jam pada
pH 10,2. Menurut Hendry dan Houghton (1996) kurkumin juga sangat sensitif
terhadap pemaparan cahaya. Untuk meningkatkan kestabilitas kurkumin terhadap
paparan cahaya dapati dilakukan dengan cara penambahan asam seperti asam galat,
sitrat, dan gentisat sebagai penstabil. Penambahan alumunium (Al) juga dapat
meningkatkan stabilitas kurkumin terhadap paparan cahaya dan panas serta
menghambat dekomposisi kurkumin akibat peroksidase.
Pigmen kurkumin relatif tahan terhadap paparan panas. Baines dan Seal (2012)
mengatakan bahwa warna kuning masih dapat bertahan setelah pemanasan pada
temperatur 140 C selama 15 menit. Hal ini yang menyebabkan kurkumin cocok
digunakan untuk produk permen (hard candy). Pada pembuatan permen perlu
diperhatikan kadar SO2 yang digunakan. SO2 yang digunakan tidak boleh melebihi
100 ppm agar warna kuning tidak memudar. Degradasi kurkumin dapat dihambat
dengan penambahan zat-zat antioksidan seperti asam askorbat atau N-asetil-sistein
(Ramdja, 2012).
4. Magnum Dark Chocolate Ice Cream
Pewarna alami: Caramel color
Pewarna alami karamel berbentuk amorf yang berwarna coklat gelap dan dapat
diperoleh dari pemanasan yang terkontrol terhadap molase, hidrolisa pati, dekstrosa,
gula inverb, laktosa, sirup malt, dan glukosa. Karamel memiliki komposisi sangat
kompleks dan sukar didefinisikan (Koswara, 2009). Koloid jika diencerkan akan
membentuk koloid yang dapat menghantarkan listrik. Karamel memiliki rumus
molekul C125H188O80 dan berwarna coklat kegelapan. Karamel terbentuk dengan
adanya pemanasan gula pada suhu 170 C (338 F). Menurut Golon dan Kuhnert
(2012), struktur dari karamel sangat sulit untuk dipecah menjadi sederhana. Molekul
karbohidrat yang besar dipecah dengan adanya pengaruh dari asam, panas, dan
tekanan. Kemudian, terjadi kondensasi atau polimerisasi dimana gula sederhana
digabungkan menjadi suatu kompleks pewarna yang lebih besar.

Karamel terbentuk dari sukrosa meleleh dan membentuk anhidridad glukosa dan
anhidridad fruktosa (levulosan). Pigmen karamel larut dalam air dan etanol dan
rasanya pahit dengan titik leleh 138 C. pH warna karamel pada minuman bersoda
berkisar antara 2,5-3,5. Karamel dalam bentuk cair untuk penggunaan lain memiliki
pH hingga 5,0. Karamel bubuk memungkinkan memiliki pH sebesar 8,0 (Koswara,
2009). Menurut Golon dan Kuhnert (2012) di bawah pH 2,0 (titik isoelektrik
karamel), karamel bermuatan positif dan akan mengendap. Sehingga, karamel
diupayakan memiliki pH yang lebih tinggi dari pH 2,0 untuk penggunaannya dalam
produk makanan.
Dalam pewarnaan makanan dengan menggunakan pewarna karamel, partikel
karamel harus memiliki muatan yang sama seperti partikel koloid dari produk yang
akan diberi pewarna karamel. Hendry dan Houghton (1996) mengatakan jika karamel
dimasukkan ke dalam larutan koloid dengan partikel bermuatan yang berlawanan,
partikel akan menarik satu sama lain, membentuk partikel yang lebih besar, tidak larut
dan mengendap. Sebagai contoh, minuman ringan bermuatan negatif partikel koloid,
maka yang pewarna karamel bermuatan negatif yang harus selalu digunakan.
Koswara (2009) membedakan karamel menjadi tiga jenis berdasarkan penggunaannya
dalam bahan makanan, yaitu:
-

Karamel tahan asam, karamel yang digunakan untuk mewarnai minuman yang
mengandung CO2 dan bersifat asam. Karamel ini berbentuk cairan.
Karamel untuk roti, berbentuk cairan. Digunakan untuk produk biskuit, cake, dan
roti.
Karamel kering digunakan untuk campuran dalam bentuk kering atau untuk
produk cair dalam jumlah banyak.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Nawari. 2012. Kuning Merah Karotenoid. Bogor:Seafast Institut Pertanian Bogor.
Andreeva, A dan Apostolova Velitchkova. 2011.Temperature Dependence Of Carotenoids.
Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol.78 No.3. (253-258).
Baines, David dan Richard Seal. 2012. Natural Food Additives, Ingredients and Flavourings.
Cambridge: Woodhead Publishing.

Chowdhury, A.I., Asheequl Alem Rena, dan Husna Parvin. Preparation of Edible Grade Dye
and Pigments from Natural Sources Bixa orellanae L. Journal of Basic & Applied
Sciences. Vol.10. No.4. (7-15).
Femelia, Welly. 2009. Analisa Penggunaan Zat Warna pada Keripik Balado yang
Diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Giridhar, P, Akshatha Venugopulan, dan R.Parimalan. 2013. A Review on Annatto Dye
Extraction. Analysis and ProcessingA Food Technology Perspective. Journal of
Scientific Research & Reports. Vol.3 No.2. (327-348).
Golon, Agnieszka dan Nikolai Kuhnert. 2012. Unraveling the Chemical Composition of
Caramel. Journal Agricultural Food Chemistry. Vol 2 No. 1 (2-5).
Goulson, M.J. dan J.J. Wathersen. 1999. Stability and Antioxidant Activity of Beta Carotene
in Conventional and High Oleic Canola Oil. Journal of Food Science. Vol.64 No. 6.
(996-999).
Hendry, G.A.F dan J.D. Houghton. 1996. Natural Food Colorants. Glasgow: Blackie
Academic & Professional.
Koswara, Sutrisno. 2009. Pewarna Alami: Produksi dan Penggunaannya. eBookPangan.com.
Kurniawati, Pipit T, H.Soetjipto, dan Leenawati Limantara. 2007. Aktivitas Antioksidan dan
Antibakteri Pigmen Bixin Selaput Biji Kesumba. Salatiga: Satya Wacana Christian
University.
Lakshmi, Chaitanya G. 2014. Food Coloring: The Natural Way. Journal of Chemical
Sciences. Vol.4 No.2. (87-96).
Ramdja, Dedi. 2012. Pewarna Alami untuk Pangan, Karamel. Bogor: Seafast Institut
Pertanian Bogor.
Rodriguez, Delia Amaya. 2001. A Guide to Carotenoid Analysis in Foods. Washington: One
Thomas Circle.
Satriyanto, Budi, Simon B. Widjanarko, dan Yunianta. 2012. Stabilitas Warna Ekstrak Buah
Merah (Pandanus conoideus) Terhadap Pemanasan Sebagai Sumber Potensial Pigmen
Alami. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol.13 No.3 (157-168).
Shisodia, S, Sethi S, dan Aggarwal BB. 2005. Curcumin: Getting Back to The Roots. Annals
New York Academy of Science. 1056: 206-217.
Susilawati, Samsu Udayana Nurdin, dan Riska Fitriani T. 2008. Pengaruh Konsentrasi Gum
Arab dan Minyak Kedelai Terhadap Konsentrasi - Karoten, Stabilitas dan Sifat
Organoleptik Sari Wortel (Daucus carota L.). Jurnal Teknologi Pertanian Vol.5 No.2
(613-614).
Swastika, Rani. 2012. Pewarna Alami untuk Pangan, Kuning Kunyit. Bogor: Seafast Institut
Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai