Anda di halaman 1dari 9

Hablumminallah (Hubungan manusiadengan Allah Swt)

Hablumminallah (Hubungan manusia dengan Allah Swt)


Ada beberapa hal yang bisa dijadikan rumusan dalam hubungan antara kita dengan Allah
Swt. Hubungan tersebut memiliki rumusannya tersendiri, anda sebagai pegawai ada aturan main
dan sistemnya, kita pun sebagai hamba ada aturan mainnya dari Allah Swt.
Pertama, ada yang disebut dengan rumusan timbal balik, yaitu action - reaction, analoginya
seperti ini, kalau kita mempunyai bola karet kemudian kita lempar pelan-pelan ke arah tembok,
maka bola tersebut akan memantul kembali dengan pelan kepada kita, namum kalau kita
melemparnya dengan keras maka secara otomatis bola tersebut kembali kepada kita dengan
keras.
Di dalam ayat-ayat Al-quran, Allah Swt menyebutkan beberapa penjelasan, fadzkuruni
adzkurkum, bila kau ingat Aku, Aku pun ingat kamu, kalau dalam hadist qudsi dikatakan, bila
ada manusia yang mendekat kepada Aku, maka Aku akan membalasnya dengan tidak terhitung
artinya reaksinya lebih tepat dan banyak, kalau ada hamba yang meminta maka Aku akan
mendekatinya, bila datang padaKu berjalan maka Aku akan menyambutnya dengan berlari
artinya bahwa di dalam hukum timbal balik itu Alloh lebih tepat dan lebih banyak membalasnya,
dalam hadist yang lain intansurulloha yansurkum bila engkau menolong agama Allah maka
Allah akan menolongmu, itu artinya ada timbal balik. Banyak dalam Al-quran yang
menyebutkan rumusan tadi, hanya saja yang perlu kita fahami bahwa rumusan timbal balik ini
Allah Swt sangat luar biasa sekali memberikan yang lebih dari apa yang kita umpankan,
terutama dalam hal kebaikan, sementara dalam hal kejelekan Allah Swt tidak menambahnya.
Di dalam sistem penilaian amal manusia, Allah itu berat sebelah dan cenderung berpihak
kepada manusia, kita ambil contoh siapapun diantara kita yang mempunyai nilai jahat atau niat
jelek, ketika seseorang berniat jelek itu bukan merupakan suatu point dosa, akan tetapi kalau
niatan jelek itu sudah diaplikasikan atau dibarengi dengan tindakan maka itupun penilaiannya
cuman satu point, tapi kalau kebajikan, baru niat saja itu sudah diberikan point, dan ketika niat
baik itu dilakukan dengan tindakan maka minimal akan mendapatkan point 10, manjaa abil
hasanati falahuu asyru amtsaalihaa Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya
(pahala) sepuluh kali lipat amalnya (QS. Al-anam ayat 160).

Makanya Rasulullah mengatakan, bahwa alif lam mim itu bukan satu huruf, satu huruf
dalam Al-quran yang engkau baca akan menghasilkan 10 point, berarti ketika kita membaca 3
(tiga) huruf, yaitu alif lam mim maka kita memperoleh 30 point, itulah Al-quran. Dan ternyata
berat sebelah ini bukan hanya sebatas 10 point saja tapi banyak amal kita yang dilipat gandakan
lebih dari itu, contohnya seperti sholat berjamaah ganjarannya 27 kali lipat daripada sholat
sendirian, contoh yang lain sholat di Masjid Nabawi pahalanya 1000 (seribu) kali lipat daripada
sholat di masjid Telkom ini, bahkan contoh yang lain yang dilipat gandakan sampai 30 ribu,
siapapun yang beribadah di malam Lailatul Qodar maka ia mendapat imbalan seperti beribadah
seribu bulan atau sama dengan 30 ribu kali lipat, belum lagi yang 100-ribu, belum lagi yang
dinamakan unlimited, Allah menyatakan dalam Al-quran, orang-orang yang sabar itu diberikan
anugerah oleh Allah imbalan tanpa angka, kredit pointnya tidak diserahkan kepada malaikat
tetapi langsung diserahkan kepada Allah. Karena kesabaran ini kaitannya dengan hati, dan hanya
Allah yang tahu isi hati seseorang. Artinya bahwa hukum timbal balik dengan Allah yang mana
kita hanya memberikan satu (1) tetapi Allah membalikkannya dengan 10 point sampai kepada
bilangan yang unlimited, sampai Allah mengatakan wamallooha bidhollaamil lilabiid, Aku
paling tidak suka mengurangi jatah hambaKu, Aku paling suka menambahnya, itu merupakan
rumusan timbal balik dalam sistem penilaian amal.
Sekarang ada rumusan timbal balik dalam hubungan antara kita dengan Allah, yaitu hamba
dengan Tuhan-Nya, ada sebuah hadist yang berbunyi, bila seseorang ingin mengetahui tinggi
rendahnya derajat di sisi Allah maka lihatlah tinggi derajat Allah di hatimu, artinya bila Allah
disertakan di hati kita jadi nomor 1, di atas segala kepentingan dan di atas segalanya maka
derajat kita pun nomor satu di sisi Allah.
Bila Allah dinomor duakan, nomor tiga atau nomor ke berapa setelah kepentingan itu dan
ini. maka kitapun direndahkan derajatnya oleh Allah Swt, maka ketika kita berdoa kepada Allah
meminta agar diijabah, kadang-kadang dari rumusan tadi keluar sebuah pernyataan, kamu mau
permintaan kamu dinomor satukan sementara perintah Tuhan saja dinomor tigakan, bila engkau
menomor satukan perintah Tuhan maka permintaanmu pun nomor satu, tapi bila suatu saat
engkau menomor duakan perintah Tuhan sampai menomor terakhirkannya, meskipun engkau
meminta-minta seribu kali pun tetap tidak akan diijabah.

Di dalam hukum timbal balik ini sebenarnya ibadah itu ada 3 target, target pertama adalah
sah sesuai hukum, misalkan kita sholat, selama kita melaksanakan sholat dzuhur sesuai ajaran
fikih yang diambil dari Al-quran dan hadist syaratnya dipenuhi rukunnya dipenuhi maka
menurut standar hokum fikih sholat dzuhur kita tersebut dinyatakan sah, target pertama sudah
tercapai, tapi belum tentu sholat yang sah itu diterima oleh Allah, karena tidak menutup
kemungkinan seseorang melakukan sholat tapi hati dan niatnya tidak benar. Seperti orang
berpuasa dari pagi sampai maghrib, maka menurut standar fikih puasanya sah tetapi ketika dia
berpuasa melakukan hal-hal yang negatif maka Allah enggan menerimanya, jadi yang pertama
diterima karena sah menurut hukum dan kedua diterima , dan yang ketiga dalam hubungan kita
dengan Allah diterima oleh Allah itu dengan harga berapa? dengan nilai berapa? karena
kelulusan nilai 6 dengan kelulusan nilai 9 itu berbeda prestasi kelulusannya, yang ini cumlaude
yang ini biasa-biasa saja. Makanya target yang ketiga adalah bagaimana ibadah kita sah, diterima
dan diterima dengan nilai yang sangat tinggi di sisi Allah Swt. Untuk diterima dengan nilai yang
sangat tinggi ini standarnya lain, kalau sah menurut standarnya fikih, kalau diterima dari
standarnya niat dan hubungan horizontal, kalau hubungan horiozontal anda baik maka anda akan
mendapatkan nilai point yang diterima, lulus dengan nilai standar.
Oleh karenanya kenapa kalau durhaka kepada orang tua itu akan menjadi penghalang tidak
diterimanya sholat seseorang, dan Allah enggan menerima ibadah hambaNya yang durhaka
kepada orang tua. Tidak sedikit orang yang beribadah karena hubungan horizontalnya tidak baik,
ke istrinya jahat, ke anak buahnya berbuat dzalim, ke orang tuanya durhaka walaupun jidatnya
hitam karena bekas sujud namun Allah tetap tidak akan menerima amal ibadahnya karena
hubungan horizontal yang baik itu adalah penentu dan penyempurna ibadah vertikal, itu
rumusannya. Oleh karena itu tahapan pertama sah, tahapan kedua diterima dan tahapan ketiga
diterima dengan nilai yang tinggi, maka yang dijadikan standar dari ketiga tahapan tersebut itu
adalah keilmuan dan kemarifatan. Tidak jauh-jauh di Telkom di tempat kita bekerja kalau ingin
melihat pekerjaan yang berat secara fisik, mungkin adalah seorang office boy, tetapi kenapa
gajinya lebih rendah daripada Direktur?. Sementara Direktur berdasi, kerjaannya hanya tekenteken kontrak, tapi mungkin gajinya 100 kali lipat dari OB, kenapa bisa begitu? karena ilmu.
Seorang insinyur dengan ilmunya kerja semaleman

bisa saja menghasilkan 10 juta rupiah, tapi seorang tukang atau buruh membutuhkan uang
10 juta rupiah harus mengumpulkan beberapa hari, mungkin 1 tahun juga belum tentu. Begitu
juga hubungan kita dengan Allah seperti itu, tidak menutup kemungkinan sholat dua rakaat yang
dilakukan seseorang itu mempunyai nilai yang melebihi 100 rokaat yang dilakukan oleh orang
banyak, kenapa? karena factor keilmuan dan faktor psikologis, saya ambil contoh begini, di
dalam motivasi ibadah itu ada 3, pertama ada orang yang termotivasi ibadah itu hanya pada
tatanan kewajiban dan itu yang paling rendah, yang kedua seseorang melakukan ibadah karena
sudah merasakan seperti sebuah kebutuhan dan yang ketiga yang lebih tinggi lagi orang yang
melakukan ibadah bukan hanya sebagai kebutuhan saja tetapi sudah menjadi kesenangan atau
hobbi, nah ketika kita melakukan ibadah apapun kalau masih dalam tatanan rasa kewajiban dan
sementara yang lain karena kesenangan maka kualitas ibadah tersebut berbeda, tapi kalau sudah
menjadi sebuah hobi sholat sunat 100 rokaat-pun dilakukan dengan senang hati, berbeda dengan
orang yang tidak biasa duduk di masjid walaupun 10 menit maka seperti waktu 3 jam walaupun
ruangan itu berAC tetap saja merasakan tidak nyaman. Atau juga orang yang suka beribadah
dibawa ke tempat dugem, baru 10 menit saja sudah panas, kerjapun demikian kalau dilakukan
karena hobi maka itu sangat enak sekali.
Kemudian orientasi selanjutnya, ada orang yang beribadah itu karena orientasinya itu
duniawi, karena sakit ingin sembuh maka ia rajin tahajud, puasa, shodaqoh, dan ketika dia sudah
sembuh, sehat sedia kala, maka semuanya ditinggalkan karena tujuannya duniawi, miskin pengen
kaya sudah tercapai ia lupa.
Tetapi ada juga orang yang pamrih ukhrawi, dia ingin pahala, ingin derajat dan ingin ini
itu, kalau dianalogikan ini seperti seorang buruh, orang yang melakukan ibadah Karena pamrih
ukhrawi ingin masuk surga tidak ingin masuk neraka, silahkan sah-sah saja!
Tetapi mungkin penilaiannya tidak sebesar dari apa yang diharapkan, kenapa? Kalau
menurut orang-orang yang sudah terbiasa merasakan, kalau engkau menyembah kepada Allah
dengan tujuan engkau mendapatkan surgaNya berarti surga itu kan makhluk ciptaan Allah berarti
engkau masih menjadikan Allah sebagai sarana pencipta, sebagai sarana untuk mendapatkan
ciptaanNya atau makhlukNya yang secara tidak sadar berarti engkau merendahkan Tuhan.
Wallahu'alam

Satu perkara yang paling utama, yang sentiasa diperingatkan oleh para anbiya, khulafa arRashidin dan orang-orang yang soleh pada semua keadaan ialah supaya pengikut-pengikut
mereka bertaqwa kepada Allah Subha Nahu Wa Taala. Menyemarakkan hati sanubari mereka
dengan kecintaan dan taqarrub kepada-Nya dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada-Nya.
Tidak syak lagi, inilah perkara yang mesti diutamakan daripada perkara-perkara yang lain.
Beriman dengan Allah Subha Nahu Wa Taala adalah persoalan yang paling pokok dalam aqidah.
Berhubungan dengan Allah Subha Nahu Wa Taala dan bertaqarrub dengan-Nya mendahului
persoalan-persoalan yang lain dalam ibadah. Takut kepada Allah Subha Nahu Wa Taala apabila
bersendirian di tempat sunyi dan juga ketika di khalayak ramai mendahului perkara lain dalam
akhlak, muamalat dan amalan. Segala usaha kita tidak mungkin berhasil kecuali setelah kita
mengembalikan hubungan kita dengan Allah Subha Nahu Wa Taala. Kuat atau lemahnya kita
adalah bergantung kepada sejauh mana hubungan kita dengan Allah Subha Nahu Wa Taala. Kita
menjadi kuat apabila hubungan kita dengan Allah Subha Nahu Wa Taala kuat, dan kita lemah
apabila hubungan kita dengan-Nya lemah.
Makna Hubungan Dengan Allah
Hubungan manusia dengan Allah Subha Nahu Wa Taala, mengikut keterangan Al-Quran
Al-Karim bermaksud supaya manusia menjadikan hidup, mati, solah dan segala ibadah sematamata untuk-Nya.
Katakanlah: Sesungguhnya solahku, ibadahku, kehidupanku dan kematianku bagi Allah,
Tuhan sekalian alam. [Al-Anaam: 162]
Hendaklah seseorang itu menyembah Allah Subha Nahu Wa Taala dengan penuh
keikhlasan. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam telah berulang kali menerangkan pengertian
hubungan hamba dengan Rabbnya sehingga tiada setitik debupun yang menutupi pengertian ini.
Jadi, mengertilah kita akan hakikat hubungan dengan Allah Subha Nahu Wa Taala iaitu:
Takut akan Allah di tempat sunyi dan tempat yang terang. [Hadith]
Hendaklah engkau yakini bahawa yang ditangan Allah itu lebih terjamin daripada apa
yang ada di tangan engkau. [Hadith]
Hendaklah engkau menuntut keredhaan Allah dengan kemarahan manusia. [Hadith]

Kita tidak pula mencari keredhaan manusia dengan kemurkaan Allah Subha Nahu Wa
Taala. Setelah terjalin rapi hubungan ini, kecintaan seseorang, perseteruan, pemberian dan
tegahannya semuanya demi Allah Subha Nahu Wa Taala semata-mata tanpa dicemari oleh
tujuan-tujuan lain. Inilah pengertian kesempurnaan hubungan dengan Allah Subha Nahu Wa
Taala.
Sesiapa yang cintakan Allah, member kerana Allah dan mencegah kerana Allah,
sesungguhnya telah sempurnalah imannya. [Hadith]
Kemudian hendaklah saudara memperbaharui doa saudara pada tiap-tiap malam dalam
rakaat terakhir solah witir saudara. Tidakkah saudara sering ucapkan:Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami minta pertolongan daripada Engkau, minta hidayat
daripada Engkau, beristighfar kepada Engkau, beriman kepada Engkau dan bertawakkal kepada
Engkau. Kami memuji kepada Engkau atas kebaikan, kami berterima kasih dan tidak kufur
kepada Engkau, kami menyingkir dan menjauhkan sesiapa yang derhakakan Engkau. Ya Allah,
Dikaulah yang kami sembah dan akan Dikaulah kami sembahyang dan sujud, kepada Engkaulah
kami berusaha dan maju. Kami mengharapkan rahmat Engkau, kami takut akan azab Engkau.
Sesungguhnya azab Engkau tetap menimpa orang-orang kafir.
Hendaklah saudara merenungi maksud doa ini. Apakah setiap daripada malam-malam
saudara membenarkan dan mempersetujui ikatan saudara dengan Allah Subha Nahu Wa Taala?
Sudah terukir gambaran hubungan ini dalam doa yang dilafazkan oleh Rasulullah Sallallahu
Alaihi Wasallam apabila baginda bangun mengerjakan sembahyang di tengah malam, Rasulullah
Sallallahu Alaihi Wasallam sentiasa menyebut doa berikut ini, bermunajat dengan Tuhan Yang
Maha Esa lagi Maha Tinggi:Ya Allah, Ya Tuhanku, kepada Engkaulah aku berserah, dengan Engkaulah aku beriman,
di atas Engkaulah aku bertaubat, kepada Engkaulah aku kembali, bersama Engkaulah aku
bermusuh dan kehadapan Engkaulah aku berbicara.
Jalan Memperkuatkan Hubungan Dengan Allah Tidak terdapat jalan lain untuk
menimbulkan hubungan dengan Allah Subha Nahu Wa Taala melainkan satu sahaja. Seseorang
insan hendaklah beriman dengan Allah Subha Nahu Wa Taala yang Esa sebagai Rab dan Ilah

bagi dirinya dan untuk sekelian makhluk di langit dan di bumi serta mengimani sifat-sifat
UluhiyyahNya. Tuntutan dan kelayakannya tidak boleh diberi kepada selain daripada Allah
Subha Nahu Wa Taala. Hendaklah saudara membersihkan hati daripada segala kekaratan syirik.
Apabila manusia dapat menyempurnakan semuanya ini mengikut cara yang dituntut, akan
terikatlah jalinan hubungan antaranya dengan Allah Subha Nahu Wa Taala. Adapun untuk
mempererat dan menyuburkan hubungan ini tertakluk kepada dua jalan:i. jalan kefahaman dan berfikir
ii. jalan bekerja
Kaedah menyuburkan hubungan dengan Allah SWT melalui jalan kefahaman dan tadabbur
ialah dengan cara saudara mempelajari Al-Quran dan Hadith Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam
yang sahih dan sedaya upaya mengamatinya berulang-ulang kali dan seterusnya cuba
memahaminya agar benar-benar faham.
Langkah seterusnya ialah dengan mencuba sedaya upaya untuk mengamalkannya di dalam
kehidupan. Apakah sudah terjalin hubungan di antara saudara dengan Allah Subha Nahu Wa
Taala dalam kenyataan hidup sehingga setelah saudara ketahui sudut-sudut ini, saudara akan
cuba bentangkan dan bandingkan dengan hal keadaan saudara. Maka bertambah eratlah
hubungan saudara dengan Allah Subha Nahu Wa Taala. Maka untuk itu, hendaklah saudara
memperhatikan segenap sudut. Sampai ketahap manakah telah saudara laksanakan tuntutantuntutanNya? Apakah pula kekurangan-kekurangan pada diri saudara di dalam perkara ini?
Sekadar mana dapat diperkuatkan perasaan ini di dalam diri saudara maka sekadar itulah
hubungan saudara dengan Allah Subha Nahu Wa Taala.
Dalam konteks pertalian dengan Allah Subha Nahu Wa Taala, saudara adalah hamba
manakalah Allah Subha Nahu Wa Taala adalah Tuhan (Rabb). Saudara dijadikan sebagai
khalifahNya di bumi.
Kemudian, daripada Allah Subha Nahu Wa Taala dipindahkan nikmat-nikmat dan
pemberianNya yang tidak terkira kepada saudara. Bertolak daripada sini, setelah saudara
beriman maka Allah Subha Nahu Wa Taala telah membeli jiwa dan harta saudara dengan syurga.

Lalu daripada semua itu, saudara bertanggungjawab di hadapanNya. Allah Subha Nahu Wa
Taala tidak menghisab amal-amal itu daripada segi zahir pekerjaan saudara sahaja, tetapi juga
dicatat bersama-sama dengan perbuatan zahir itu gerak-geri, diam, niat dan kehendak saudara.
Inilah antara banyak contoh-contoh pertalian yang telah sedia ada di antara saudara dengan Allah
Subha Nahu Wa Taala. Berdasarkan kepada kefahaman ini, menjiwainya dan melaksanakan
tuntutannya akan menentukan darjat hubungan dan taqarrub saudara denganNya. Sejauhmana
saudara melalaikannya dan tidak memikirkan untuk menunaikan tuntutan-tuntutannya maka
sekadar itulah saudara telah menjauhi Allah dan merenggangi hubungan denganNya. Semakin
kuat saudara berjaga-jaga, berusaha untuk memelihara dan mengambil berat terhadap urusanNya,
maka semakin teguh dan mendalamlah hubungan saudara dengan Allah Subha Nahu Wa Taala.
Namun, jalan berfikir ini tidak akan mendatangkan buahnya bahkan tidak mungkin kekal
dalam jangka masa yang panjang sekiranya saudara tidak sandarkan kepada jalan amal iaitu
ketaatan yang ikhlas terhadap hukum Ilahi serta membelanjakan jiwa dan harta kepada sebarang
jalan yang boleh membawa mardhatillah Subha Nahu Wa Taala. Makna ketaatan kepada hokum
Ilahi ialah melakukan segala apa yang diperintahkan oleh Allah Subha Nahu Wa Taala dengan
penuh kerelaan jiwa di waktu senang dan susah, sunyi dan terang tanpa menghiraukan
keuntungan dunia, malah hanya menghitung keredhaan Allah Subha Nahu Wa Taala sematamata.
Ketaatan kepada hukum-hukum Ilahi juga bererti meninggalkan sesuatu yang dibenci oleh
Allah Subha Nahu Wa Taala di waktu sunyi dan terang dengan penuh rasa kebencian terhadap
larangan itu. Jangan saudara jadikan desakan duniawi sebagai motif untuk meninggalkan
larangan Allah Subha Nahu Wa Taala.
Saudara tinggalkan setiap larangan itu adalah semata-mata kerana Allah Subha Nahu Wa
Taala. Inilah jalan yang mempertingkatkan darjat ketaqwaan saudara kepada Allah Subha Nahu
Wa Taala.
Dalam hal yang akan meningkatkan saudara ke darjat ihsan selepas darjat taqwa ialah
dengan cara saudara berusaha mempertingkatkan setiap amal-amal keutamaan (fadhilat-fadhilat)
yang dicintai oleh Allah Subha Nahu Wa Taala dan RasulNya. Menjauhi perkara yang tercela
lagi dibenci oleh Allah Subha Nahu Wa Taala dan RasulNya.

Janganlah saudara memandang ringan dan remeh di dalam hal membelanjakan apa yang
dimiliki oleh saudara seperti jiwa, harta, masa, usaha, kekuatan fikiran dan kekuatan hati. Di
samping itu, sentiasalah di dalam keadaan beringat, penuh keinsafan supaya tidak tumbuh di
dalam hati saudara rasa sombong serta ujub dengan amal dan pengorbanan yang telah saudara
lakukan sehingga melupai diri sendiri lalu terlintas di dalam hati perasaan seolah-oleh saudara
telah berbakti dan berbudi kepada orang.
Sebaliknya mestilah saudara rasai bahawa saudara terlalu sedikit dan terlalu kurang di
dalam melaksanakan semua yang diwajibkan Allah Subha Nahu Wa Taala

Anda mungkin juga menyukai