Anda di halaman 1dari 5

Pentingnya Niat Ikhlas Dan Fungsi

Niat
Bapak-Bapak Ibu-ibu jama’ah yg semoga
dirahmati Allah Ta’ala…

Dalam agama Islam niat itu sangat


krusial kedudukannya menentukan
apakah suatu amal ibadah itu diterima
oleh Allah apa tidak. Seperti yg
dikatakan banyak ulama’ dan ustadz
bahwa syarat diterimanya amal ibadah
itu paling tidak ada 2 macam…yaitu
sesuai contoh Nabi SholaAllahu ‘alaihi
wa salam dan niat yg ikhlas.

Ada juga satu hadits shahih tentang


pentingnya Niat yg isinya kurang lebih
bahwa ada 3 orang yg pertamakali
dimasukkan ke dalam neraka dan
mereka bukan pencuri, perampok,
pemerkosa, pembunuh dll, akan tetapi,
(yang pertama) yaitu orang yg beperang
di jalan Allah hingga meninggal dunia yg
ternyata niatnya itu agar orang-orang
menyebutnya sebagai orang yg
pemberani. Yang kedua yaitu orang yg
membaca Al-Qur’an, mempelajari &
mengajarkan ilmu agama, tapi ternyata
niatnya adalah karena agar orang-orang
menyebutnya sebagai Qori’ dan ‘alim.
Yang ketiga orang yang mengeluarkan
hartanya untuk infaq dan shodaqoh
(memberi kepada fakir miskin dll) tapi
ternyata niatnya karena agar orang-
orang menyebutnya sebagai dermawan.

Dalam pembahasan niat ini ada satu


hadits yg menjadi pedoman yaitu
riwayat Bukhori dan Muslim dari Umar
bin Khattab RodhiyAllahu ‘anhu beliau
berkata, Nabi Muhammad SholaAllahu
‘alaihi wa salam bersabda :

: ‫امْرٍئ َما‬ ِ ‫ت َوِإ َّن َما لِ ُك ِّل‬ ِ ‫ِإ َّن َما ْاَألعْ َما ُل ِبال ِّنيَّا‬
‫هللا َو َر ُس ْولِ ِه‬ ِ ‫ت هِجْ َر ُت ُه ِإلَى‬ ْ ‫ َف َمنْ َكا َن‬. ‫َن َوى‬
‫ت‬ ْ ‫ َو َمنْ َك ا َن‬،ِ‫هللا َو َر ُس ْولِه‬ ِ ‫َف ِهجْ َر ُت ُه ِإلَى‬
‫ُص ْي ُب َها َأ ْو امْ َرَأ ٍة َي ْن ِك ُح َها‬ِ ‫هِجْ َر ُت ُه لِ ُد ْن َيا ي‬
َ ‫ َف ِهجْ َر ُت ُه ِإلَى َما َه‬.
‫اج َر ِإلَ ْي ِه‬
Yang artinya :

“Sesungguhnya setiap amalan


tergantung pada niatnya. Setiap orang
akan mendapatkan apa yang ia niatkan.
Siapa yang hijrahnya karena Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah
dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya
karena mencari dunia atau karena
wanita yang dinikahinya, maka
hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR.
Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1
dan Muslim, no. 1907]

Bapak-bapak Ibu-ibu….

Dari hadits tersebut dapat diambil


faedah bahwa perkara niat adalah suatu
hal yg besar dan penting dalam agama
Islam.

Suatu amalan ibadah yg besar bisa


menjadi bernilai kecil bahkan ngga ada
nilai maknanya di Mata Allah
disebabkan karena niat dan sebaliknya
suatu amalan yg kecil & remeh bisa
menjadi bernilai sangat besar di sisi
Allah hanya karena niat dalam hatinya…

Dicontohkan dalam hadits di atas,


amalan Hijrah yaitu berpindah dari
Mekah ke Madinah meninggalkan
rumah harta benda, sanak family,
sumber penghasilan, karena perintah
Allah. Yaitu suatu amalan yang besar yg
Allah Ta’ala memuji pelakunya di banyak
ayat. Allah memberi mereka pelakunya
dengan sebutan Muhajirin. Allah janjikan
pahala surga. Tapi ternyata tidak semua
ikhlas dalam melaksanakan amalan
hijrah tersebut. Seperti yg disebutkan
dalam hadits tsb ada yang karena
keduniaan atau wanita yg ingin dinikahi
maka orang tersebut ngga dapet pahala
dari Allah Ta’ala.

Fungsi Niat

1. Pertama
Untuk menentukan apakah
seseorang itu di dalam hatinya
100% karena Allah dan 0%
karena keduniaan. Keduniaan di
sini diantaranya yaitu pujian
manusia maupun harta beda.
Nah orang yg di dalam hatinya
seperti tersebut di atas berarti
dia adalah orang yg ikhlas. Jadi
ikhlas adalah bukan berarti
tanpa pamrih tapi tetep pamrih
tapi pamrihnya yg terbesar
dalam hatinya yaitu terhadap
urusan akhirat saja. Sehingga
sangat kliru kalau ada orang yg
mengatakan “saya beribadah
ikhlas karena cinta kepada
Allah. Tidak apa apa Allah
masukkan ke neraka asal Allah
ridho.”
2. Kedua
Untuk menentukan apakah hati
seseorang itu 0% karena Allah
dan 100% karena keduniaan.
Seseorang yg hatinya seperti
tersebut di atas berarti orang
tersebut tidak ikhlas sehingga
amal ibadahnya tidak diterima
oleh Allah Ta’ala, tidak
mendapatkan pahala dari Allah
bahkan mendapatkan dosa.
Dalam pembahasan point 2 ini
dikenal paling tidak ada 2
istilah. Yg pertama yaitu riya’.
Riya’ secara bahasa yaitu yg
berhubungan dengan
pandangan mata. Yaitu
seseorang itu dalam beramal
ibadah berusaha keras agar
dilihat dan dipuji oleh orang yg
melihatnya. Begitu pula dengan
sum’ah. Sum’ah itu seperti riya’
hanya saja berhubungan
dengan pendengaran. Yaitu
berusaha keras agar amal
ibadah yg dilakukan didengar
orang lain sehingga dipuji oleh
orang orang. Dan kedua istilah
di atas itu adalah suatu penyakit
hati dan tergolong dalam dosa
diistilahkan dengan syirik kecil.
Ada satu indikator untuk
evaluasi apakah seseorang itu
riya’/sum’ah yaitu manakala
kondisi sepi apabila seseorang
itu sholatnya atau ibadahnya
asal asalan atau biasa saja
sedang pas kondisi ada banyak
orang yg lihat maka ibadahnya
dibagus baguskan dikhusyu
khusyukan maka bisa jadi orang
tersebut kemungkinan besar
ada penyakit riya’/sum’ah
dalam hatinya.
3. Ketiga
Fungsi dari niat yaitu untuk
menentukan apakah amal
ibadah seseorang yg dalam
hatinya bercampur antara untuk
kepentingan dunia dan akhirat
itu apakah diterima oleh Allah
apa tidak.
Maka manakala persetase
terbesar dalam hatinya itu
adalah karena Allah maka
ibadahnya diterima dan
mendapatkan pahala. Saya
contohkan yaitu seorang
marbot. Yaitu yg pekerjaannya
menjaga masjid termasuk
mengadzani maupun
mengimami sholat berjamaah.
Sudah biasa/umum bahwa
marbot itu mendapatkan gaji.
Nah apakah adzan dan
mengimaminya itu diterima
oleh Allah (mendapatkan
pahala) itu tergantung dari niat.
Apabila si marbot persentase
terbesar dalam hatinya itu
karena Allah dan menganggap
gaji/bayaran uang itu hanya
sebagai bonus. Maka insyaAllah
amalan ibadahnya tersebut
diterima oleh Allah tala.
4. Keempat
Fungsi dari niat adalah untuk
membedakan apa yg dikerjakan
seseorang itu apakah amal
ibadah yg satu atau yg lainnya.
Misalnya seseorang yang
datang masuk masjid setelah
adzan lalu sholat 2 roka’at.
Apakah sholatnya itu sholat
Tahiyatal masjid atau sholat
rowatib atau menggabungkan
antara keduanya menjadi 1, itu
ditentukan oleh niat dalam
hatinya.
5. Kelima
Fungsi dari niat yg lain yaitu
untuk membedakan apakah
aktivitas sehari hari yg kita
lakukan itu, yg asalnya bukan
suatu bentuk ibadah, itu
menjadi bernilai ibadah atau
tidak. Misalnya seorang bapak
yg mempunyai anak dan istri
yang setiap hari pergi bekerja,
itu apakah bernilai pahala atau
tidak tergantung niatnya. Kalau
niatnya cuman sekedar aktivitas
biasa bahkan ada yg bilang :
“timbang nganggur” maka tidak
dihitung sebagai ibadah. Tapi
kalau sebelum berangkat
diniatkan untuk menjalankan
perintah Allah untuk menafkahi
anak dan istri maka hal yg
demikian dihitung sebagai
ibadah mendapatkan pahala
dari Allah Ta’ala.

Tambahan

Pertanyaan :
Ketika ketidak ikhlasan dalam hati itu
munculnya di sebelum melakukan
amalan ibadah , ketika di tengah tengah
melakukan dan setelah selesai
melakukan amalan ibadah itu apakah
sama kedudukannya? Mana yang
diterima oleh Allah Ta’ala mana yg
tidak?
Jawab :
Manakala ketidak ikhlasan muncul
sebelum amal ibadah dilakukan maka
jelas amal ibadah tersebut tidak
diterima oleh Allah Ta’ala…
Jikalau ketidak ikhlasan muncul di
tengah tengah melakukan amal ibadah
padahal sedari sebelumnya sudah
ikhlas… Maka tergantung kondisi orang
tersebut. Misal seseorang yg sholat
berjamaah di majid , tiba tiba ada yg
masbuk disampingnya ternyata calon
mertua orang tersebut. Seketika itu
terbersitlah ketidak ikhlasan agar dipuji
oleh calon mertua. Nah misal orang
tersebut lalu sadar lalu bisa kembali jadi
ikhlas maka ibadahnya diterima oleh
Allah Ta’ala. Dan sebaliknya, manakala
masih ngga ikhlas maka amal ibadahnya
jadi sia sia.
Dan apabila ketidak ikhlasan muncul
ketika suatu amal ibadah sudah selesai
dilaksanakan (dari awal sampai akhir
sudah ikhlas) apakah amal ibadah
tersebut diterima oleh Allah? Misalnya
ada seorang yg telah selesai
menunaikan ibadah haji lalu setelah
sampai di Indonesia ada yg tidak
memanggilnya dengan gelar haji
sehingga seseorang tersebut marah
karenanya maka amalan ibadah hajinya
tetep diterima oleh Allah namun dia
mendapatkan dosa karena tidak ikhlas.
Walaupun ketidakikhlasannya itu baru
muncul ketika sudah sampai di
Indobesia.
Wa Allahu ta’ala a’lam bish-showab

Anda mungkin juga menyukai