Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PERCOBAAN I DAN VI
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN
EFEK SEDATIF

Disusun Oleh :
Golongan
1.
2.
3.
4.
5.

IV Kelompok

Ananda Dwi Rahayu


Syaeful Eko P
Murti Setiati
Feni Amalia F
M. Imaduddin S

(G1F013034)
(G1F013036)
(G1F013038)
(G1F013040)
(G1F013042)

Tanggal Praktikum

: Kamis, 3 April 2014

Nama Dosen Pembimbing Praktikum

: 1. Esti Dyah
2. Heni Ekowati

Nama Asisten Praktikum

: 1. Galih Samodra
2. Arya S

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
PERCOBAAN I DAN VI

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN


EFEK SEDATIF

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat
pemberian kedalam darah. Obat baru dapat berkhasiat apabila
mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya. Absorbsi
kebanyakan obat terjadi secara pasif melalui difusi. Kecepatan
absorbsi terhadap jumlah yang diberikan tergantung pada banyak
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

faktor, yaitu, :
Kelarutan obat berdasarkan sifat fisik kimia bahan obat
Kemampuan obat untuk berdifusi melintasi sel membran
Konsentrasi obat berdasarkan dosis obat
Sirkulasi darah pada tempat absorbsi
Luas permukaan kontak obat dengan organ yang mengarbsorbsi
Bentuk sedian obat
Rute oemberian obat dan tempat pemberian obat.
Farmakokinetik, adalah aspek farmakologi yang mencangkup
nasib obat dalam tubuh, yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan
ekskresi. Proses sejak obat diberikan sampai timbulnya efek
terapeutik disebut proses farmakokonetik (Ranu Anggara, 2009)

Pengertian Sedasi
Sedasi dapat didefinisikan sebagai suatu penekanan (supresi)
dari kesiapsiagaan terhadap suatu tingkat stimulasi tetap, dengan
penurunan aktivitas spontan, penurunan ketegangan dan penurunan
timbulnya ide-ide. Perubahan perilaku ini terjadi pada dosis efektif
yang terendah dari obat hipnotik-sedatif yang biasa digunakan.
Belum jelas apakah kerja anticemas yang terlihat secara klinis
equivalen atau berbeda dari efek sedatif.
Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan
faktor-faktor kinetik berikut:

a) lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh,


b) pengaruhnya pada kegiatan esok hari,
c) kecepatan mulai bekerjanya,
d) bahaya timbulnya ketergantungan,
e) efek rebound insomnia
f) Pengaruh terhadap kualitas tidur
g) Interaksi dengan otot-otot lain
h) Toksisitas, terutama pada dosis berlebihan (Tjay, 2007)
Penggunaan Obat Sedasi yaitu suatu bahan sedatif yang
efektif harus dapat mengurangi rasa cemas dan mempunyai efek
menenangkan dengan sedikit atau tanpa efek penekanan terhadap
fungsi mental dan motorik. Derajat depresi sistem saraf pusat yang
disebabkan harus minimum dengan konsistensi efikasi terapeutik.
Untuk mendapatkan efek sedatif biasanya digunakan dosis yang
lebih rendah dari dosis untuk obat tidur. Dosis untuk obat tidur
memiliki efek hipnotik yang dapat menyebabkan kantuk dan tidur.
Sedangkan pada dosis yang lebih besar dapat menimbulkan anestesia
dan depresi sistem saraf pusat.
Dokter sering memberikan obat penenang kepada pasien
dalam rangka untuk menumpulkan pasien yang berkaitan dengan
prosedur menyakitkan atau kecemasan-merangsang. Meskipun obat
penenang tidak meringankan rasa sakit pada diri mereka sendiri,
mereka dapat menjadi tambah berguna untuk alagesik dalam
mempersiapkan pasien untuk pembedahan, dan biasanya diberikan
kepada pasien sebelum mereka dibius, atau sebelum prosedur yang
sangat tidak nyaman dan invasif lain seperti katetirasi jantung,
kolonskopi atau MRI (Anonim, 2014)
Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
benzodiazepin, contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam,
triazolam;

barbiturat,

contohnya:

fenobarbital,

tiopental,

butobarbital;

hipnotik

sedatif

lain,

contohnya:

kloralhidrat,

etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alkohol


(Katzung,2006).
Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin,
yaitu:
a) depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan
pada flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula
pada kloralhidrat dan paraldehida;
b) tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat;
c) sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat;
d) hang over, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual,
perasaan ringan di kepala dan termangu.
Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang
(plasma-t-nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan
barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat tidur bersifat
lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di jaringan lemak (Mycek,
2001).
Diazepam adalah

golongan

Benzodiazepin,

disamping

sebagai antianasietas juga bermanfaat sebagai antikonvulsi terutama


untuk epilepsi. Diazepam bekerja pada sistem limbik, talamus, dan
hipotalamus yang dapat menimbulkan efek penenang. Penggunaan
Diazepam (Valium) adalah: pramedikasi, amnesia, sedatif/hipnotik,
obat induksi, relaksasi otot rangka, antikonvulsan, pengobatan
penarik alkohol akut, dan serangan panik. Efek samping : Berat dan
berbahaya yaitu obstruksi saluran nafas dan lidah akibat relaksasi
otot, depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi, henti jantung dan
kantuk.
Oleh karena itu, dari dua pokok materi yaitu absorbsi obat
dan obat sedasi, maka pada praktikum kali ini absorbsi obat dihitung
menggunakan obat sedasi untuk pengujian terhadap tikus yang ada.
Dan obat sedasi yang dugunakan adalah Diazepam dengan beberapa
rute pemberian obat yang berbeda.

B. Tujuan Percobaan
1. Mengenal, mempraktekkan,

dan

membandingkan

cara-cara

pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data


farmakologi sebagai tolok ukurnya.
2. Mempelajari dan mengamati pengaruh dari obat penekan syaraf
pusat.
C. Dasar Teori
1) Pengaruh cara pemberian terhadap absorpsi obat
Rute pemberian obat merupakan salah astu factor yang
mempengruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis
atomidan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh
karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbedabeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di
lingkungan tersebut berbeda-beda. Hal-hal ini menyebabkan jumlah
obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam tertentu akan
berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzung, B.G, 2000).
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat
obatnya

serta

kondisi

pasien.

Oleh

sebab

itu,

perlu

mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut :


a. Tujuan terapi yang dikehendaki
b. Kerja awal obat cepat atau lambat
c. Stabilitas obat dalam saluran cerna
d. Keamanan relative terhadap rute pemberian
e. Rute yang tepat dan menyenangkan terhadap pasien
f. Harga obat relative ekonomis dalam penyediaan obat melalui
g.

bermacam-macam rute
Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.
Bentuk sediaan yang diberikanakan mempengaruhi kecepatan dan

besarnya obat yang diabsorbsi, dengan demikian akan mempengaruhi


pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat
memberi efek obat secara local atau sistemik. Efek sistemik dapat
diperoleh jika obat beredar keseluruh tubuh memalui pembuluh darah,
sedang efek local adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya
salep (Ganiswana,1995).

Cara-cara pemberian obat antara lain :


a. Peroral
Sebagian besar obat diabsorbsi melalui jalur ini dan cara paling
banyak digunakan karena kenyamananya. akan tetapi beberapa
obat, misalnya benzilpenisilin, insulin, dirusak oleh asam atau
enzim dari usus dan harus diberikan secara parenteral (Neal,
2006).
b. Intraperitoneal
Intraperitoneal merupakan rute pemberin yang cukup efektif
karena memberikn hasil kedua paling cepat setelah intravena.
Namun, suntikan i.p tidak dilakukan pada manusia karena bahaya
injeksi dan adhesi terlalu besar (Neal, 2006).
c. Intramuskular
Intramuskular (IM) (onset of action bervariasi, berupa larutan
dalam air yang lebih cepat diabsorbsi dari pada obat berupa larutan
dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspense, kemudian
memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat tergantung pada
besar kecilnya partikel yang tersuspensi. Semakin kecil partikel,
semakin cepat proses absorpsi) (Price dan Wilson, 1994).
d. Subkutan
Subkutan (SC) onsetnya lebih cepat daripada sediaan suspense,
determinan dari keceptan absorpsi ialah total luas permukaan
dimana terjadi penyerapan, memyebabkan konstriksi pembuluh
darah local sehingga difusi obat tertahan/diperlama, obat dapat
dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase, suatu enzim yang
memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan (Neal,2006).
e. Intravena
Intravena (IV) tidak ada fase absorbs, obat langsung masuk ke
dalam vena, onset cepat, efisien, bioavaibilitas 100

, baik untuk

obatyang menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan cara lain,


biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang waktu paruhnya
pendek (Munaf ST,1994).
2) Efek Sedatif
Hipnotika adalah zat-zat

yang

dalam

dosis

harus

dapat

menimbulkan kantuk dan menolong timbulnya serta mempertahankan

keadaan tidur. Efek hipnotik lebih mendepresi system saraf pusat dari
pada sedasi dan mudah dicapai boleh kebanyakan obat dalam
golongan sedative hanya dengan meningkatkan dosis. Depresi
bertingkat fungsi system saraf pusat yang berkaitan dengan dosis obat
adalah ciri kebanyakan hipnotik-sedatif. Peningkatan dosis obat-obat
hipnotik-sedatif lebih dari yang diperlukan untuk hipnotis dapat
menimbulkan keadaan anestesi umum. Jika dosis ditinggikan lagi,
hipnotik-sedatif yang lebih tua ini dapat menekan pusat pernapasan
dan pusat vasomotor di medulla oblongata, menimbulkan koma dan
kematian (Munaf ST, 1994).
Sedative menekan reaksi

terhadap

perangsangan,

terutama

rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik


menyebabkan tidur yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks
hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot (Vane,1996).
Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
benzodiazepine, contohnya flurazepam, lorazepam, temazepam,
tiazola; barbiturate, contohnya fenobarbital, thiopental, butobarbital;
hipnotik sedative lain, contohnya

: kloralhidrat, etklorvinol,

glutetimid, metiprilon, meprobamat, dan alcohol (Ganiswana, 1995).


Banyak efek samping hipnotok sedative yang sering dijumpai
terjadi akibat depresi fungsi susunan saraf pusat yang berkaitan
dengan dosis. Dosis yang relative rendah dapat menyebabkan kantuk,
gangguan pengambilan keputusan, dan menurunnya kemampuan
motoric, yang kadang berdampak besar pada ketrampilan mengemudi,
performa

kerja,

dan

hubungan

pribadi.

Sensitivitas

yang

meningkatkan terhadap hipnotok sedative lebih sering dijumpai pada


pasien gangguan kardiovaskular, pernafasan, atau gangguan hati
(Katzung, 2006).

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
i)
Percobaan I
Alat-alat yang digunakan yaitu Spuit injeksi (0,1-2 ml), jarum
sonde, labu ukur 10 ml, stop watch, timbangan tikus, neraca analitik,
ii)

dan alat-alat gelas.


Percobaan VI
Alat-alat yang digunakan yaitu rotarod (batang berputar), spuit
injeksi, jarum sonde, timbangan tikus, neraca analitik, dan alat-alat
gelas.

B. Bahan
i)
Percobaan I
Bahan-bahan yang digunakan yaitu aquabidest, diazepam,
ii)

hewan coba (tikus), kapas dan alkohol.


Percobaan VI
Bahan-bahan yang digunakan yaitu aquabidest, fenobarbital,
klorpromasin, diazepam, dan hewan coba (tikus)

III.

CARA KERJA
a. Peroral
TIKUS
- Ditimbang
DIAZEPAM
- TABLET
Ditimbang
- Digerus
- Diambil sesuai dengan dosis (1,602 mg/ml)
- Dibuat larutan stok
- Diambil 3,5 ml denganjarum sonde
- Diinjeksikan dalam tikus melalui mulut tikus
TIKUS
- Didiamkan 15 menit
- Dicatat onset diazepam secara peroral
- Dimasukkan dalam rotarod selama 2 menit pada menit
-

ke 15, 30, 45, 60, dan 90


Dicatat banyaknya frekuensi tikus terjatuh dari rotarod
Dicatat durasi diazepam secara peroral

DATA PERORAL
b. Subcutan
TIKUS

Ditimbang

DIAZEPAM
- AMPUL
Diambil sesuai dengan dosis (0,09 ml)
- Diencerkan dalam labu ukur (di ad air 25 ml)
- Diambil 3 ml dengan jarum suntik
- Diinjeksikan dalam tikus melalui kulit ditengkuk tikus
TIKUS
- Didiamkan 15 menit
- Dicatat onset diazepam secara subcutan
- Dimasukkan dalam rotarod selama 2 menit pada menit
-

ke 15, 30, 45, 60, dan 90


Dicatat banyaknya frekuensi tikus terjatuh dari rotarod
Dicatat durasi diazepam secara subcutan

DATA SUBCUTAN
c. Intramuskular
TIKUS
- Ditimbang
DIAZEPAM
- AMPUL
Diambil sesuai dengan dosis (1,8 ml)
- Diencerkan dalam labu ukur (di ad air 10 ml)
- Diambil 0,09 ml dengan jarum suntik
- Diinjeksikan dalam tikus melalui paha

tikus

(intramuskular)
TIKUS
- Didiamkan 15 menit
- Dicatat onset diazepam secara intramuskular
- Dimasukkan dalam rotarod selama 2 menit pada menit
-

ke 15, 30, 45, 60, dan 90


Dicatat banyaknya frekuensi tikus terjatuh dari rotarod
Dicatat durasi diazepam secara intramuskular

DATA INTRAMUSKULAR
IV.

PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN


Perhitungan Dosis :
Peroral (PO)
Dosis obat
: 10 mg
Dosis normal diazepam
: 2-10 mg

Dosis konversi diazepam=faktor konversi dosis obat=0,018 10 mg=0,18 mg /200 gr tik

Larutan stok=

dosis konversi 0,18 mg


mg
=
=0,018
2 v max
2 5 ml
ml

Tablet yang diambil=

Volume pemberian=

larutan stok bobot tablet


=
dosis sediaan

0,018

mg
178 mg
ml
mg
=1,602
2mg
ml

BBtikus 1
140 1
v max=
5=3,5 ml
100
2
100 2

Subcutan (SC)
Larutan stok=

dosis konversi 0,18 mg


mg
=
=0,018
2 v max
2 5 ml
ml

Larutan sediaan diazepam = 10 mg/2 ml = 5 mg/ml


Pengenceran SC : M 1 V 1=M 2 V 2
0,018 25=5 V 2
V 2=0,09 ml di ad 25 ml

Volume pemberian=

BBtikus 1
120 1
v max=
5=3 ml
100
2
100 2

Intra Muskular (IM)


Dosis konversi diazepam=faktor konversi dosis obat =0,018 10 mg=0,18 mg/ 200 gr tiku

Larutan stok=

dosis konversi 0,18 mg


mg
=
=0,9
2 v max
2 0,1 ml
ml

Pengenceran : M 1 V 1=M 2 V 2
0,9 10=5 V 2
V 2=1,8 ml di ad 10 ml

Volume pemberian=

BBtikus 1
180 1
v max=
0,1=0,09 ml
100
2
100 2

Data Pengamatan :
Kelompok 1
Onset
Durasi

PO
20
35

IV
5
33

IP
7
25

Kelompok 2
Onset
Durasi

PO
25
40

SC
16
27

IM
13
22

Kelompok 3
Onset
Durasi

PO
25
20

IV
10
>90

IP
20
40

Kelompok 4
Onset
Durasi

PO
14
16

SC
12
33

IM
10
35

Frekuensi mencit jatuh dari rotarod :


Kelompok 1 :
Menit
15
30
45
60
90

PO
3
4
2
3
0

IV
9
9
2
4
2

IP
5
3
9
6
3

PO
19
17
14
19
15

SC
16
7
5
4
1

IM
18
18
6
11
12

Kelompok 2 :
Menit
15
30
45
60
90

Kelompok 3 :
Menit
15
30
45
60
90

PO
8
1
0
0
0

IV
20
18
8
12
8

IP
15
4
2
0
0

PO
7
4
4
3
2

SC
9
9
4
3
1

IM
13
3
1
1
2

Kelompok 4 :
Menit
15
30
45
60
90

V. PEMBAHASAN
Range T1/2 diazepam antara 20-100 jam dengan rata-rata t 1/2nya adalah
30 jam. Onset adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk menimbulkan efek
mulai obat itu diberikan. Didapatkan hasil onset yang terpendek adalah
intravena, intraperitonial, intramuscular, subcutan, dan peroral.
Durasi adalah lamanya waktu yang diperlukan obat mulai dari obat
berefek sampai efek hilang. Durasi dipengaruhi oleh kadar obat dalam darah
dalam waktu tertentu.
Macam-macam rute pemberian obat Vaskuler terdiri dari intravena,
intraarteri,

intracardial

intramuscular,

sedangkan

intraperitonial,

ekstravaskuler

sublingual.

Urutan

subcutan,

peroral,

kecepatan

absorbsi

intravena, intraperitonial, intramuscular, subkutan, peropal.


Monografi bahan
Aquabidest, Pemerian cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa(Anonim,1979).
Diazepam Pemerian serbuk hablur putih atau hamper putih tidak berbau
atau hamper tidak berbau, rasa mula-mula tidak mempunyai rasa, kemudian

pahit. Kelarutan agak sukar larut dalam air tidak larut dalam etanol(95%)
mudah larut dalam kloroform(Anonim,1995).
Alkohol Pemerian cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan
mudah bergerak, bau khas rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan
biru yang tidak berasap(Anonim,1979).
Fenobarbital Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih berkilat, tidak
berbau, tidak berasa, dapat terjadi polimerfisma. Stabil di udara pH larutan
jenuh lebih kurang 5. Kelarutan sangat sukar larut dalam air larut dalam
larutan alakali hidroksida, dan dalam alkali karbonat, agak sukar larut dalam
kloroform(Anonim,1995).
Klorpromasin Pemeriaan serbuk hablur putih atau agak putih kuning
gading, tidak berbau oleh pengaruh cahaya warna menjadi tua. Kelarutan
sangat mudah larut dalam air mudah larut dalam etanol dan dalam kloroform,
praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen(Anonim,1995).

Cara lain untk menimbulkan efek sedatif ? (di tugas)


a.
Traction Test
Alat : traction test, pengatur waktu.
Lengan hewan uji digantungkan pada traction test secara
horizontal. Hewan abnormal akan memerlukan waktu yang lama
untuk membalikkan badan bahkan akan terjatuh dibandingkan
dengan hewan normal, maksimal 5 detik.
b. Fireplace Test
Alat : tabung kaca, pengatur waktu, spuit injeksi, jarum sonde.
Hewan uji diletakkan ke dalam tabung kaca, hewan normal
akan berusaha lompat keluar dari tabungdalam waktu 30 detik,
sedangkan hewan abnormal yang telah memiliki efek sedatif akan
keluar tabung kaca lebih dari 30 detik. Pengamatan dilakukan
dengan melihat waktu lompat hewan keluar dari tabung setiap
rentang waktu pengujian.
Mekanisme kerja obat sedatif ? (di tugas)
a.
Fase non REM atau deep sleep

Disebut juga dengan tidur tenang atau slow wave sleeps. +/- 1 jam.
Ciri :
Denyutan jantung, tekanan darah dan pernapasan teratur.
Relaksasi tanpa gerakan otot muka dan mata.
b. Fasse REM atau active sleep
Disebut juga paradokial, 5-15 menit, siklus akhir rata-rata 20-30
menit.
Ciri :
Gerakan mata cepat kesatu arah.
Jantung, tekanan darah, dan pernapasan turun naik.
Aliran darah ke otak bertambah dan otot-otot mengendor.
Cara kerja dan perlakuan kenapa dikasih diazepam ?
Pemberian obat pada hewan coba (tikus) yang kelompok kami lakukan
yaitu melalui peroral, subkutan, intraperitoneal, dan intramuscular.
Dengan peroral yaitu pemberiaan obat diberikan melalui mulut sehingga
masuk kesaluran intestenial dengan menggunakan jarum injeksi yang
berujung tumpul yang bertujuan agar tidak menimbulkan dampak yang dapat
membahayakan bagi hewan coba
Dengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui tenguk hewan uji tepatnya
injeksi dilakukan dibawah kulit).
Dengan cara peritonial (injeksi yang dilakukan pada rongga perut cara ini
jarang digunakan karena rentan menyebabkan infeksi)
Dengan cara intramuscular yaitu dengan menyuntikan obat daerah yang
berotot seperti paha ataua lengan atas (Muscthler,1991).
Cara kerja dengan pemberiaan peroral,mula-mula ambil satu buah tikus
dari tempatnya kemudian ditimbang, didapatkan berat tikus 120 mg. Selagi
penimbangan hitung konversi dosis,larutan,stok obat,jumlah obat yang harus
diambil,serta perhitungan volume diazepam yang akan diberikan pada tikus.
Setelah larutan selesai dibuat,masukan larutan diazepam ke dalam spuit
injeksi 3 ml, karena akan diberikan secara per oral maka digunakan jarum
soned/ujung/tumpul/membulat agar saat memasukkan larutan obat ke dalam
saluran pencernaan tikus, tanpa melalui tikus. Pada saat memasukkan jarum
ke dalam saluran pencernan tikus harus ditegakan agar dapat memasukan
jarum sonde secara tegak lurus. Setelah itu amati tikus dengan seksama dan
hitung onset waktu dan durasi waktu tidur diazepam. Dari percobaan diatas

didapatkan onset yang terjadi pada menit ke 14. Seddangkan durasinya 16


menit. Selama waktu perhitungan berlangsung,hitung banyak jatuh tikus di
roto roarod selama 2 menit dan tiku terjatuh sebanyak 7 kali. Pada menit ke
30 dilakukan uji kembali dengan hasil tikus terjatuh sebanyak 4 kali
percobaan dilakukan terus menurus menit 45, 60, hingga menit ke 90 sampai
obat tersebut tidak berefek. Begitu seterusnya dilakukan juga percobaan pada
subcutan dan intraperitonial.
Dari hasil pengamatan kelompok-kelompok diperoleh onset dan
durasiyang berbeda-beda. Onset adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk
mulai menimbulkan efek sejak waktu pertama diminum, sedangkan durasi
adalah lamanya obat bekerja yaitu dari munculnya onset sampai hilangnya
efek. Berikut onset dari hasil percobaaan dari yang paling cepat sampai yang
paling lambat yaitu subcutan > peroral > intramuskular. Sementara menurut
literatur urutan onset dari yang paling cepat sampai paling lambat intravena >
intraperitonial > intramuskular > subcutan > intramuskular > peroral. Dari
hasil pengamatan tiap kelompok yang berbeda rute pemberian kelompok I, II,
III, IV, dan V urutan hasil durasi dari yang paling cepat yaitu peroral >
intramuskular > subcutan > intraperitonial > intravena. Menurut literatur
durasi terlama adalah subcutan karena di dalam tenguk terdapat lapisan lemak
yang paling banyak ( Taufik,2008).
Menurut teori pemberiaan injeksi intravena memberikan efek yang
tercepat , karena obat langsung masuk kesirkulasi. Efek lebih lambat
diperoleh dengan injeksi subcutan karen obat harus melewati banyak
membran inti sel sebelum tiba dalam peredaran darah dan terakhir adalah
secara peroral, sebab obat harus melewati saluran pencernaan dahulu sebelum
msuk ke sistemik (Nugroho,2011).
Adapun kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi dalam praktikum kali ini
adalah:
1. Penggunaan alat yang kurang steril
2. Kemungkinan penggunaan bahan yang terkontaminasi

3. Kesalahan dalam pemberiaan obat sehingga obat yang diinjeksikan tidak


sampai pada daerah yang diinginkan
4. Hewan coba yang digunakan kurang sehat
5. Ketidak tetapan dalam menjalankan prosedur kerja
6. Kesalahan praktikan dalam perhitungsn dosis
Keuntungan pemberiaan obat secara parenteral :
-

Efek timbulnya lebih cepat dan teratur


Dapat diberikan kepada pendrita yang tidak koperatif, tidak sadar, dan

muntah-muntah.
Sangat berguna dalam keadaan darurat

Kerugiaan pemberiaan obat secara parental :


VI.

Dibutuhkan cara aseptis


Menyebabkan rasa nyeri
Bahaya penularan hipotonis serum
Sukar dilakukan sendiri oleh penderita
Tidak ekonomis

KESIMPULAN
1. Dosis Obat yang diberikan tergantung pada cara pemberiaan obat yang
dilakukan
2. Volume obat yang diberikan tergantung pada berat badan hewan uji
3. Onset merupakan waktu yang dibutuhkan dari pemeriaan obat sampai
timbulnya efek. Sedangkan Durasi adalah waktu suatu obat dari timbulnya
efek sampai hilangnya efek.
4. Berdasarkan praktikum kali ini urutan absorbsi dari yang paling cepat ke
yang paling lambat adalah : Intra Vena (IV), Intra peritonial (IP),
kemudian Subcutan (SC), dan terakhir Intra muscular (IM) yang memiliki
onset dan durasi lama.
5. Perbedaan urutan kecepatan absorbsi antara literatur dengan hasil
pengamatan saat praktikum disebabkan oleh perbedaan dalam menentukan
onset dan durasi,serta perbedaan kondisi pada masing-masing hewan uji,
kesalahan praktikan dalam menyuntikan dan menghitung dosis obat dan
juga obat yang diberikan tidak sampai pada daerah yang diingikan.

VII.

TUGAS
Tugas praktikum P1
1. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat dari saluran
cerna!
Jawab :
a. Bentuk sediaan :
Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorpsi obat yang
secara tidak langsung mempengaruhi intensitas respon biologis
obat. Dalam bentuk sediaan yang berbeda, maka proses absorpsi
obat memerlukan waktu yang berbeda dan jumlah ketersediaan
hayati yang berlainan.
b. Sifat fisik dan Kimia obat :
Bentuk ester, asam dan garam kompleks dari bahan obat dapat
mempengaruhi kelarutan dan proses absorpsi obat. Selain itu
bentuk kristal/poimorfi kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat
ionisasi juga mempengaruhi proses absorpsi.
c. Faktor biologis :
pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran
cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus,
serta banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi.
d. Faktor lain :
Umur, makanan, adanya interaksi obat dengan senyawa lain
dan penyakit tertentu.
2. Jelaskan bagaimana cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan
durasi!
Jawab :
Cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi
dimana hubungannya dengan kecepatan dan kelengkapan absorbsi obat.
Kecepatan absorbsi obat di sini berpengaruh terhadap onsetnya
sedangkan kelengkapan absorbsi obat berpengaruh terhadap durasinya.
Misalnya lengkap atau tidaknya obat yang berikatan dengan reseptor
dan apakah ada factor penghambatnya. Untuk penggunaan peroral
memiliki onset dan durasi yang lebih lama dibandingakan yang dengan
cara injeksi. Karena rute per oral membutuhkan waktu untuk absorpsi
dalam saluran pencernaan. Untuk injeksi sendiri yang memiliki onset
dan durasi yang paling cepat adalah secara Intra Vena (IV), kerena

langsung ke pembuluh darah. Baru kemudian injeksi Intra peritonial


(IP), kemudian Subcutan (SC), dan terakhir Intra muscular (IM) yang
memiliki onset dan durasi lama.
3. Jelaskan keuntungan dan kerugian dari masing-masing cara pemberian
obat!
Jawab :
a. Intravena
Keuntungan
i. Cepat mencapai konsentrasi
ii. Dosis tepat Mudah mentitrasi dosis
Kerugian
i. Konsentrasi awal tinggi
ii. Toksik invasiv
iii. Risiko infeksi
iv. Memerlukan tenaga ahli
b. Intravemuskuler
Keuntungan
i. Tidak diperlukan keahlian khusus
ii. Dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak
iii. Absorbsi cepat obat larut dalam air
Kerugian
i. Rasa sakit
ii. Tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah
iii. Bioavibilitas berfariasi.
iv. Obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan
c. Subkutan
Keuntungan
i. Diperlukan latihan sederhana
ii. Absorbsi cepat obat larut dalam air
iii. Mencegah kerusakan sekitar saluran cerna
Kerugian
i. Rasa sakit dan kerusakan kulit
ii. Tidak dapat dipakai jika volume obat besar
iii. Bioavibilitas berfariasi, sesuai lokasi
d. Peroral
Keuntungan
i. Tidak diperlukan latihan khusus
ii. Nyaman (penyimpanan,muda dibawa)
iii. Non-invasiv
iv. Lebih aman
v. Ekonomis
Kerugian
i. drug delivery tidak pasti
ii. Sangat tergantung kepatuhan pasien
iii. Tingginya Interaksi : obat + obat, obat-makanan

iv. Banyak obat rusak dalam saluran cerna


v. Exposes drugs to first pass effect
e. Intraperitoneal
Keuntungan :
i.
Efisien
ii.
Memiliki bioavabilitas yang sama dengan intravena
iii.
Lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan intravena

Tugas Praktikum P6
1. Apa tujuan mengadaptasikan mencit sebelum dilakukan percobaan?
Jawab :
Tujuan pengadaptasian mencit sebelum dilakukan percobaan
adalah agar mencit dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
agar tidak stres jika dilakukan percobaan.
2. Jelaskan mekanisme terjadinya efek sedatif dan apa bedanya dengan efek
anastesi!
Jawab :
a. Fase non REM atau deep sleep
Disebut juga dengan tidur tenang atau slow wave sleeps. +/- 1 jam.
Ciri :
Denyutan jantung, tekanan darah dan pernapasan teratur.
Relaksasi tanpa gerakan otot muka dan mata.
b. Fasse REM atau active sleep
Disebut juga paradokial, 5-15 menit, siklus akhir rata-rata 20-30
menit.
Ciri :
Gerakan mata cepat kesatu arah.
Jantung, tekanan darah, dan pernapasan turun naik.
Aliran darah ke otak bertambah dan otot-otot mengendor.
Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat
menekan aktivitas mental, menurunkan respon terhadap rangsangan
emosi sehingga menenangkan.
Sedangkan anastesi adalah hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit)
disertai atau tidak disertai hilangnya kesadaran pada anastesi. Gerakan
mata dan refleks mata hilang dan dapat terjadi kelumpuhan sumsum
tulang otot menjadi lemas, pernapasan dangkal.

3. Cari dan jelaskan cara uji daya sedatif yang lain berikut alat-alat yang
digunakannya!
Jawab :
c. Traction Test
Alat : traction test, pengatur waktu.
Lengan hewan uji digantungkan pada traction test secara
horizontal. Hewan abnormal akan memerlukan waktu yang lama
untuk membalikkan badan bahkan akan terjatuh dibandingkan
dengan hewan normal, maksimal 5 detik.
d. Fireplace Test
Alat : tabung kaca, pengatur waktu, spuit injeksi, jarum sonde.
Hewan uji diletakkan ke dalam tabung kaca, hewan normal
akan berusaha lompat keluar dari tabungdalam waktu 30 detik,
sedangkan hewan abnormal yang telah memiliki efek sedatif akan
keluar tabung kaca lebih dari 30 detik. Pengamatan dilakukan
dengan melihat waktu lompat hewan keluar dari tabung setiap
rentang waktu pengujian.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI
Anonim.

2014.

http://www.news-medical.net/health/sedatives-what-are-

sedatives-(indonesian).aspx . di akses 9 april 2014


Ganiswana, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: UI Press
Katzung, B.G. 2000. Basic and Clinical Pharmacology, 8th Edition. Jakarta :
Salemba Medika
Katzung, B.G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition. San
Fransisco
Munaf ST, Syamsul. 1994. Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Jakarta:
EGC
Muscthler, E. 1991. Drug Action 5th Edition 177,194,397-400. Bandung:
ITB Press
Mycek, J Mary. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya
Medika
Neal, Michael J. 2006. At Glance Farmakologi Medis Edisi Ke V. Jakarta:
Erlangga
Nugroho, Agung Endro. 2011. Prinsip Aksi & Nasib Obat Dalam Tubuh.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Price, dan Wilson. 1994 Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Ranu anggara. 2009. Pengaruh Ekstrak Kangkung Darat ( ipomea reptans
poir.) terhadap efek sedasi pada mencit balb/c. Universitas
Diponegoro. Semarang

Richard, Harkness. 1989. Informasi Obat. Diterjemahkan oleh Goeswin


Agoes dan Mathilda B, Widianto. Bandung: ITB
Taufik. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Herba Patikan Kebo
(Euphorbia Hirta L) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar

Tjay , Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting : Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo
Vane, Botting. 1996. Diagnosis Farmakologi. Jakarta: Balai Pustaka Press

Purwokerto, 16 April 2014


Mengetahui,
Dosen Pembimbing

Ketua Kelompok

Esty Dyah Utami

Syaeful Eko Prayitno

Anda mungkin juga menyukai