Anda di halaman 1dari 33

SKENARIO 1

Demam sore hari

Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan lebih
tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan fisik kesadaran
somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00 WIB), lidah
terlihat typhoid tongue. Pada pemeriksaan widal didapatkan titer anti-salmonella typhi O
meningkat. Ibu tersebut bertanya kepada dokter bagaimana cara pencegahan penyakitnya.

SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam


LO.1.1.Menjelaskan pengertian demam
LO.1.2.Menjelaskan klasifikasi demam
LO.1.3.Menjelaskan etiologi demam
LO.1.4.Menjelaskan pafisiologi demam
LI.2. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam Tifoid
LO.2.1.Menjelaskan pengertian demam tifoid
LO.2.2.Menjelaskan etiologi demam tifoid
LO.2.3.Menjelaskan epidemiologi demam tifoid
LO.2.4.Menjelaskan patofisiologi demam tifoid
LO.2.5.Menjelaskan manifestasi klinis demam tifoid
LO.2.6.Menjelaskan diagnosis demam tifoid
LO.2.7.Menjelaskan penatalaksanaan demam tifoid
LO.2.8.Menjelaskan komplikasi demam tifoid
LO.2.9.Menjelaskan pencegahan demam tifoid

LI.3. Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella enterica


LO.3.1.Menjelaskan morfologi Salmonella enterica
LO.3.2.Menjelaskan klasifikasi Salmonella enterica
LO.3.3.Menjelaskan siklus hidup Salmonella enterica
LO.3.4.Menjelaskan gangguan klinis oleh Salmonella enterica

LI 4. Memahami dan menjelaskan tentang antibiotika untuk kuman penyebab demam


tifoid
LO 4.1. Definisi Antibiotik
LO 4.2. Macam-macam Antibiotik yang Digunaka
LO 4.3. Antibiotik yang Efektif bagi Penderita Demam Tifoid
LO 4.4 Efek Samping Obat yang Digunakan
LO 4.5. Kontra Indikasi dari Obat yang Digunakan

LI.1. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam

LO.1.1.Menjelaskan pengertian demam


Demam adalah kenaikan suhu tubuh dari normalnya yang ditengahi oleh kenaikan titikambang regulasi panas hipotalamus. Pusat regulasi/pengatur panas hipotalamus mengendalikan
suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor neuronal perifer dingin dan
panas.Dimana suhu dapat diukur melalui axila ,oral,dan rectal .
. Terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila dan oral maupun rektal. Dalam keadaan
biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0.5C; suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral. Suhu
tubuh mengikuti irama sirkadian: suhu pada dini hari rendah, dan suhu tertinggi terjadi pada
pukul 16.00-18.00 .

Tempat
pengukuran
Aksila

Sublingual

Rektal

Telinga

Jenis termometer
Air

raksa,

elektronik
Air

34,7

37,3;

37,5;

36,4
raksa,

elektronik
Air

Rentang; rerata
suhu normal (oC)

35,5
36,6

raksa,

elektronik
Emisi infra merah

36,6 37,9; 37
35,7

37,5;

36,6

Dema
m
(oC)
37,4

37,6

38

37,6

LO.1.2.Menjelaskan klasifikasi demam


Beberapa pola demam yang mungkin kita jumpai, antara lain:
a

Demam Septik

Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Bila demam yang tinggi tersebut
turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hetik.

b Demam Remiten
Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak
sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
c

Demam Intermiten

Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila
terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
d Demam Kontinyu
Pada demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
e

Demam Siklik

Pada demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode
bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

Relapsing fever dan demam periodik:


o

Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval


regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari,
beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat
dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap
hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan
brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria


o

Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren
yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan
ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Klasifikasi

Penyebab tersering

Demam dengan
localizing signs
Demam tanpa localizing
signs
Fever of unknown origin

Infeksi saluran nafas atas


Infeksi virus, infeksi saluran
kemih
Infeksi, juvenile idiopathic
arthritis

Lama demam
pada
umumnya
<1 minggu
<1minggu
>1 minggu

Demam dengan localizing signs


Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada
kategori ini (Tabel 5.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda
secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan
dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.1
Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs
Kelompok
Infeksi saluran nafas
atas
Pulmonal
Gastrointestinal
Sistem saraf pusat
Eksantem
Kolagen
Neoplasma
Tropis

Penyakit
ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis,
stomatitis herpetika
Bronkiolitis, pneumonia
Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis
Meningitis, encephalitis
Campak, cacar air
Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Leukemia, lymphoma
Kala azar, cickle cell anemia

Demam tanpa localizing signs

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya


localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama
terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus
dipikirkan hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia.

Tabel 6. menunjukan penyebab paling sering kelompok ini. 1 Demam tanpa


localizing signs umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu,
dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak
dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.

Tabel 6. Penyebab umum demam tanpa localizing signs


Penyebab
Infeksi

Contoh
Bakteremia/sepsis
Sebagian besar virus
(HH-6)
Infeksi saluran kemih
Malaria

Petunjuk diagnosis
Tampak sakit, CRP tinggi,
leukositosis
Tampak baik, CRP normal, leukosit
normal
Dipstik urine
Di daerah malaria

PUO
(persistent
pyrexia of
unknown
origin) atau
FUO

Juvenile idiopathic
arthritis

Pre-articular, ruam, splenomegali,


antinuclear factor tinggi, CRP
tinggi

Pasca
vaksinasi

Vaksinasi triple,
campak

Waktu demam terjadi


berhubungan dengan waktu
vaksinasi

Drug fever

Sebagian besar obat

Riwayat minum obat, diagnosis


eksklusi

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1
minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal
mendeteksi penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal
sebagai fever of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang

berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah
investigasi 1 minggu di rumah sakit.1

LO.1.3.Menjelaskan etiologi demam


Penyebab
Infeksi

Contoh

Petunjuk diagnosis

Bakteremia/sepsis

Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis

Sebagian besar virus


(HH-6)

Tampak baik, CRP normal, leukosit


normal

Infeksi saluran kemih

Dipstik urine

Malaria

Di daerah malaria

PUO (persistent
pyrexia of
unknown
origin) atau
FUO

Juvenile idiopathic
arthritis

Pre-articular, ruam, splenomegali,


antinuclear factor tinggi, CRP tinggi

Pasca vaksinasi

Vaksinasi triple, campak

Waktu demam terjadi berhubungan


dengan waktu vaksinasi

Drug fever

Sebagian besar obat

Riwayat minum obat, diagnosis


eksklusi

Penyebab Umum

Infeksi virus dan bakteri;


Flu dan masuk angina
Radang tenggorokan;
Infeksi telinga
Diare disebabkan bakterial atau diare disebabkan virus.
Bronkitis akut, Infeksi saluran kencing
Infeksi saluran pernafasan atas (seperti amandel, radang faring atau radang laring)
Obat-obatan tertentu
Kadang-kadang disebabkan oleh masalah-masalah yang lebih serius seperti pneumonia,
radang usus buntu, TBC, dan radang selaput otak.
Demam dapat terjadi pada bayi yang diberi baju berlebihan pada musim panas atau pada
lingkungan yang panas.

Penyebab-penyebab lain: penyakit rheumatoid, penyakit otoimun, Juvenile rheumatoid


arthritis, Lupus erythematosus, Periarteritis nodosa, infeksi HIV dan AIDS, Inflammatory
bowel disease, Regional enteritis, Ulcerative colitis, Kanker, Leukemia, Neuroblastoma,
penyakit Hodgkin, Non-Hodgkin's lymphoma

Penyebab Khusus
1

Set point hipotalamus meningkat


a

Pirogen endogen
Infeksi
Keganasan
Alergi
Panas karena steroid
Penyakit kolagen

Penyakit atau zat


Kerusakan susunan saraf pusat
Keracunan DDT
Racun kalajengking
Penyinaran
Keracunan epinefrin

Set point hipotalamus normal


a

Pembentukan panas melebihi pengeluaran panas


Hipertermia malignan
Hipertiroidisme
Hipernatremia
Keracunan aspirin
Lingkungan lebih panas dari pada pengeluaran panas
Mandi sauna berlebihan
Panas di pabrik
Pakaian berlebihan
Pengeluaran panas tidak baik (rusak)
Displasia ektoderm
Kombusio (terbakar)
Keracunan phenothiazine
Heat stroke

Rusaknya pusat pengatur suhu


a

Penyakit yang langsung menyerang set point hipotalamus:

Ensefalitis/ meningitis
Trauma kepala
Perdarahan di kepala yang hebat
Penyinaran

LO.1.4.Menjelaskan pafisiologi demam


Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh akibat dari peradangan atau infeksi. Proses
perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin
yang masuk kedalam tubuh.
Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh.
Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh
terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali
dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang
masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen
eksogen.
Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan
pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya
(fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh akan mengeluarkan senjata, berupa zat
kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti
infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus
untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar
dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh
hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).
Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran
prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya,
hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya
peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu
tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Selain itu
vasokontriksi kulit juga berlangsung untuk mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme
tersebut mendorong suhu naik. Adanya proses menggigil ( pergerakan otot rangka) ini ditujukan
untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam.

Menjelaskan manifestasi demam


Tergantung dari apa yang menyebabkan demam, gejala yang sering menyertai demam antara
lain:
1
2
3
4
5
6
7

Berkeringat
Menggigil
Sakit kepala
Nyeri otot
Nafsu makan menurun
Lemas
Dehidrasi

Demam yang sangat tinggi, lebih dari 39 derajat celcius, dapat menyebabkan:
1 Halusinasi
2 Kejang

LI.2. Memahami dan Menjelaskan tentang Demam Tifoid

LO.2.1.Menjelaskan pengertian demam tifoid


Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan
gejala demam. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga
malam hari dan ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa
keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke sel
fagosit manonuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe dan Payers patch.( Sumarmo et al , 2010)

Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia.
Penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang sehingga dapat
menimbulkan wabah. Di Indonesia, demam tifoid bersifat endemik. Penderita dewasa muda
sering mengalami komplikasi berat berupa perdarahan dan perforasi usus yang tidak jarang
berakhir dengan kematian.
LO.2.2.Menjelaskan etiologi demam tifoid
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi yang merupakan basil Gram-negatif,
mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakulatif anaerob, Kebanyakkan
strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak
meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu
tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat
dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama
15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa
hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering
dan bahan tinja. (Karnasih et al, 1994)
Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
1
2
3

Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein,
lipopolisakarida dan lipid. Sering disebut endotoksin.
Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur kimia
protein.
Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi
fagositosis dan berstruktur kimia protein.

Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multipel antibiotik.

LO.2.3.Menjelaskan epidemiologi demam tifoid


Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh serotipe Salmonella Typhi
enterica (S. typhi). Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negaranegara berkembang. Pada tahun 2000, diperkirakan bahwa lebih dari 2.16 juta jiwa di seluruh
dunia terjadi tipus, mengakibatkan 216.000 kematian, dan bahwa lebih dari 90% dari morbiditas
dan kematian ini terjadi di Asia. Walaupun peningkatan kualitas air dan sanitasi merupakan
solusi akhir untuk masalah ini , vaksinasi di daerah berisiko tinggi adalah strategi pengendalian
yang potensial yang direkomendasikan oleh WHO. Faktor distribusi demam tifoid dipengaruhi
oleh :
1

Penyebaran Geografis dan Musim

Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak
bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan
lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.

2.

Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin

Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau
perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa sering
mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri.
Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Usia

12- 29 tahun
30- 39 tahun
> 40 tahun

80
10-20
5-10

LO.2.4.Menjelaskan patofisiologi demam tifoid


Makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi Salmonella,
termasuk S. typhi. Khususnya S. typhi, carrier manusia adalah sumber infeksi. S. typhi bisa
berada dalam air, es, debu, sampah kering, yang bila organisme ini masuk ke dalam vehicle yang
cocok (daging, kerang, dan sebagainya) akan berkembang biak mencapai dosis infektif

Salmonella thypi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis yang hipertropi.

Bila terjadi komplikasi pendarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina
propia. Masuk aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial dan masuk ke aliran
darah melalui duktus torasikus. Salmonella thypi lain dapat mencapai hati melalui
sirkulasi portal dari usus. Salmonella thypi bersarang di plak peyeri, limpa, hati dan
bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.

Endotoksin salmonella thypi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan
tempay kumantersebut berkembang biak. Salmonella thypi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen danleukosit pada jaringan yang meradang
sehingga terjadi demam.

LO.2.5.Menjelaskan manifestasi klinis demam tifoid

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan tidak memerlukan
perawatan khusus sampai gejala klinis berat dan memerlukan perawatan khusus. Variasi gejala
ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit
dirumahnya. ( Sumarmo et al, 2010)

Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang
berkepanjangan yaitu setinggi 39 C hingga 40 C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal,
anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah,
pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak
enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih
sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa
kering dan meradang. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada
abdomen di salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5
hari, kemudian hilang dengan sempurna. Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsurangsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat
pada sore atau malam.

Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam).
Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi
perlambatan relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan
peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh.
Umumnya terjadi gangguan pendengaran, lidah tampak kering, nadi semakin cepat
sedangkan tekanan darah menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran

hati dan limpa, perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus
menerus, dan mulai kacau jika berkomunikasi.

Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir
minggu. Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik,
gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada
saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak
dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana septikemia memberat dengan
terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus,
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan
nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat
disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya
perforasi usus sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernapas, dan kolaps dari nadi yang
teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik
merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu
ketiga.

Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat
dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada mereka yang
mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang
lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan
dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada
infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan
mengakibatkan timbulnya relaps.

LO.2.6.Menjelaskan diagnosis demam tifoid


a

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia
klinik,imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi
penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan
hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.

Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau
perforasi. Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi pada minggu I
sakit), diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I : 80-90%, minggu II : 20-25%, minggu
III : 10-15%) Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau
tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED
meningkat (Djoko, 2009)

Urinalis

Tes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam tabung
reaksi)dikocokbuih berwarna merah atau merah muda (Djoko, 2009)
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).Leukosit dan eritrosit
normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman (paling tinggi pada
minggu II/III diagnosis pasti atau sakit carrier ( Sumarmo et al, 2010)

Tinja (feses)
Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang darah (bloody
stool). Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II atau III
sakit. (Sumarmo et al, 2010)

Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai
hepatitis akut.

Serologi

Pemeriksaan Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal terjadi suatu
reaksi aglutinasi antara kuman S.thypi dengan antibodi yang disebut aglutinin . Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita tersangka demam tifoid yaitu :
1
2
3

Aglutinin O (dari tubuh kuman)


Aglutinin H (flagela kuman)
Aglutinin Vi (simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam
tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Widal dinyatakan positif bila :
1
2

Titer O Widal I 1/320 atau


Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal I atau Titer O Widal I
(-) tetapi titer O II (+) berapapun angkanya.

Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin sekali
nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia.
Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini
pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif
(positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak
sebelumnya.
Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM

Merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik
dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat
(Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Tifoid/ Paratyphoid
dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif menandakan
pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. ( John, 2008)

Mikrobiologi
Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam
tiroid/paratifoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demam
tifoid/ paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid/
paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL), darah tidak segera dimasukan
ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman
terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit,
sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini
adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan
kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu
sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah,
kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja. (Sumarmo et al, 2010)

Biologi molekular.
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini
di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe
yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah
sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang
digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

Kriteria diagnosis yang biasa digunakan adalah :


1
2
3
4
5

Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negative tidak
menyingkirkan demam tifoid.
Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid.
Peningkatan titer uji widal 4 kali lipat selama 23 minggu memastikan diagnosis demam
tifoid.
Reaksi widal tunggal dengan titer antibodi Antigen O 1: 320 atau titer antigen H 1: 640
menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas .
Pada beberapa pasien, uji widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang walaupun biakan
darah positif. (Sumarmo, 2010)

LO.2.7.Menjelaskan penatalaksanaan demam tifoid


Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam tifoid bertujuan menghentikan
invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta
mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan

mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, feses dan urine untuk mencegah
penularan.
Nonfarmakologis
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :
Istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian
antimikroba.

Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan,
minum,mandi, buang air kecil, buang air besar akan mempercepat masa penyembuhan.
Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan
yang dipakai. (Djoko, 2009)
Diet dan terapi penunjang merupakan hal yang cukup penting dalam proses
penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan
keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan
menjadi lama. Pemberian bubur saring bertujuan untukk menghindari komplikasi
pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. (Djoko, 2009)

Farmakologis
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai
berikut:
First-line Antibiotics

Obat
Kloramfenikol
Trimetofrim
-Sulfametakzol
Ampicillin/
Amoxycillin

Second-line
Antibiotics
( Fluoroquinolon)

Norfloxacin
Ciprofloxacin
Ofloxacin
Pefloxacin
Fleroxacin

Cephalosporin

Ceftriaxon

Dosis
500 mg 4x /hari
160/800 mg 2x/hari,
4-20 mg/kg bagi 2
dosis
1000-2000
mg
4x/hari ; 50-100
mg/kg , bagi 4 dosis
2 x 400 mg/hari
selama 14 hari
2 x 500 mg/hari
selama 6 hari
2 x 400 mg/hari
selama 7 hari
400 mg/hari selama 7
hari
400 mg/hari selama 7
hari
1-2 gr/hari ; 50-75

Rute
Oral, IV
Oral, IV

Oral, IV, IM

Oral
Oral , IV
Oral
Oral, IV
Oral
IM, IV

Cefotaxim

Cefoperazon

Antibiotik lainnya

Aztreonam
Azithromycin

mg/kg : dibagi 1-2


dosis selama 7-10
hari
1-2 gr/hari, 40-80
mg/hari: dibagi 2-3
dosis selama 14 hari
1-2 gr 2x/hari 50-100
mg/kg dibagi 2 dosis
selama 14 hari
1 gr/ 2-4x/hari ; 5070 mg/kg
1 gr 1x/hari ; 5-10
mg/kg

IM, IV

Oral

IM
Oral

(RM. Santillan, 2000)


Pengobatan Demam Tifoid pada Wanita Hamil
Persentase pengaruh antibiotik terhadap S.typhi

Antibiotik

Ceftriaxon
Kloramfenikol
Tetrasiklin
Trimetoprim- Sulfametoksazol
Ciprofloksasin
Levofloksasin

92.6
94.1
100
100
100
100

LO.2.8.Menjelaskan komplikasi demam tifoid


Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu:
1

Komplikasi intestinal

Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi.
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:
a

Perdarahan usus
Dilaporkan dapat terjadi pada 1-10% kasus demam tifoid anak. Bila sedikit hanya
ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak
terjadi melena.

Perforasi usus
Dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3%. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah
itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya
dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang
dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat
dalam keadaan tegak.

Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala
abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, defance muskulare, dan nyeri pada penekanan.
(Djoko, 2009)
2 Komplikasi di luar usus (ekstraintestinal)
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu meningitis, kolesistitis,
ensefelopati dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.
-

Komplikasi kardiovaskuler : gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.


Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID, rthritis.
Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis
Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis
Komplikasi ginjal : glumerolunofritis, pielonefritis, perinefritis
Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis
Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik

(Djoko, 2009)

LO.2.9.Menjelaskan pencegahan demam tifoid


LINGKUNGAN HIDUP
1. Sediakan air minum yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang higienis,
seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar.
Jangan lupa, masak air terlebih dulu hingga mendidih (100 derajat C).
2. Pembuangan kotoran manusia harus pada tempatnya. Juga jangan pernah membuangnya
secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella
typhi. Terutama ke makanan
3. Bila di rumah banyak lalat, basmi hingga tuntas.

DIRI SENDIRI
1. Lakukan vaksinasi terhadap seluruh keluarga. Vaksinasi dapat mencegah kuman masuk dan
berkembang biak. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan
vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Untuk anak
usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.
2. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier). Pengawasan diperlukan agar dia tidak
lengah terhadap kuman yang dibawanya. Sebab jika dia lengah, sewaktu-waktu penyakitnya
akan kambuh.
Dua vaksin yang aman dan efektif telah mendapat lisensi dan sudah ada di pasaran. Satu vaksin
berdasar subunit antigen tertentu dan yang lain berdasar bakteri (whole cell) hidup dilemahkan.
Vaksin pertama, mengandung Vi polisakarida, diberikan cukup sekali, subcutan atau
intramuskular. Diberikan mulai usia > 2 tahun. Re-imunisasi tiap 3 tahun. Kadar protektif bila
mempunyai antibodi anti-Vi 1 g/ml.
Vaksin Ty21a hidup dilemahkan diberikan secara oral, bentuk kapsul enterocoated atau sirup.
Diberikan 3 dosis, selang sehari pada perut kosong. Untuk anak usia 5 tahun. Reimunisasi tiap
tahun. Tidak boleh diberi antibiotik selama kurun waktu 1 minggu sebelum sampai 1 minggu
sesudah imunisasi.
Kebal Antibiotik
Penelitian menunjukkan, kini banyak kuman Salmonella typhi yang kebal terhadap antibiotika.
Akhirnya, penyakit ini makin sulit disembuhkan. Hanya saja, jika bakteri sudah menyerang otak,
tetap akan membawa dampak. Misalnya, kesadarannya berkurang, kurang cepat tanggap, dan
lambat dalam mengingat. Jadi, jangan sepelekan demam tifoid dan rawat anak baik-baik jika ia
terserang penyakit ini.
Makanan Yang Dianjurkan
1

Boleh semua jenis makanan, yang penting lunak.

Makanan harus mudah dicerna, mengandung cukup cairan, kalori, serat, tinggi protein
dan vitamin, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.

Makanan saring/lunak diberikan selama istirahat.

Jika kembali kontrol ke dokter dan disarankan makan nasi yang lebih keras, harus
dijalankan.

Untuk kembali ke makanan normal, lakukan secara bertahap bersamaan dengan


mobilisasi. Misalnya hari pertama makanan lunak, hari ke-2 makanan lunak, hari ke-3
makanan biasa, dan seterusnya.

LI.3. Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella enterica

LO.3.1.Menjelaskan morfologi Salmonella enterica

Berbentuk batang, tidak berspora, bersifat negatif pada pewarnaan Gram.


Ukuran Salmonella bervariasi 13,5 m x 0,50,8 m.
Besar koloni rata-rata 24 mm.
optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 68.
Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu.
Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN.
Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa.
Menghasikan H2S.
Antigen O: bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit
polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung
gula yang unik. Antigan O resisten terhadap panas dan alkohol dan biasanya
terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama adalah
IgM.
Antigen Vi atau K: terletak di luar antigen O, merupakan polisakarida dan
yang lainnya merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi
dengan antiserum O, dan dapat berhubungan dengan virulensi. Dapat
diidentifikasi dengan uji pembengkakan kapsul dengan antiserum spesifik.
Antigen H: terdapat di flagel dan didenaturasi atau dirusak oleh panas dan
alkohol. Antigen dipertahankan dengan memberikan formalin pada beberapa
bakteri yang motil. Antigen H beraglutinasi dengan anti-H dan IgG. Penentu
dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagel
(flagelin). Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi
dengan antibodi antigen O.
Organisme dapat kehilangan antigen H dan menjadi tidak motil.
Kehilangan antigen O dapat menimbulkan perubahan bentuk koloni yang
halus menjadi kasar.

Antigen Vi atau Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrik.


Tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 1541 oC (suhu
pertumbuhan
K dapat hilang sebagian atau seluruhnya dalam proses transduksi.

LO.3.2.Menjelaskan klasifikasi Salmonella enterica


Kingdom
Phylum
Classis
Ordo
Familia
Genus
Species

: Bakteria
: Proteobakteria
: Gamma proteobakteria
: Enterobakteriales
: Enterobakteriakceae
: Salmonella
: Salmonella thyposa

Klasifikasi salmonella sangat rumit karena organisme tersebut merupakan rangkaian


kesatuan dan bukan tertentu. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan
berdasarkan epidemiologi, jangkauan pejamu, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H,
dan Vi. Terdapat lebih dari 2500 serotip Salmonella, termasuk lebih dari 1400 dalam
kelompok hibridasi DNA grup I yang dapat menginfeksi manusia. Hampir semua
Salmonella yang menyebabkan penyakit pada manusia dapat diidentifikasikan di
laboraturium klinis melalui pemeriksaan biokimia dan serologik.Serotip tersebut adalah
sebagai berikut:

Salmonella paratyphi A (serogrup A)


Salmonella paratyphi B (serogrup B)
Salmonella cholerasuis (serogrup C1)
Salmonella typhi (serogrup D)

Penentuan serotipe didasarkan atas reaktivitas antigen O dan antigen H bifasik.


Berdasarkan penelitian hibridisasi DNA, klasifikasi taksonomik resmi meliputi genus
Salmonella dengan subspecies dan genus Arizona dengan subspesies.
Contoh rumus antigenik salmonella

Golongan O
D
A
C1
B
D

Seriotip
S typhi
S paratyphi A
S choleraesuis
S typhimurium
S enteritidis

Formula antigenik
9,12 (vi):d:1,2,12:a6,7: c:1,5
1,4,5,12:i:1,2
1,9,12:g,m:-

LO.3.3.Menjelaskan siklus hidup Salmonella enterica


Penyebaran dan Siklus hidup:
Infeksi terjadi dari memakan makanan yang tercontaminasi dengan feses yang terdapat
bakteri Sal. typhimurium dari organisme pembawa (hosts).
Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimurium menyerang dinding usus
yang menyebabkan kerusakan dan peradangan.
Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus
dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi,
plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan
betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak.
Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi
keseimbangan tubuh.
Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya terdapat
kumpulan Sal. typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulanbulan.
Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat bertahan hidup
berbulan-bulan dalam tanah atau air.
Makanan yang mengandung Salmonella belum tentu menyebabkan infeksi Salmonella,
tergantung dari jenis bakteri, jumlah dan tingkat virulensi (sifat racun dari suatu
mikroorganisma, dalah hal ini bakteri Salmonella).
Misalnya saja Salmonella enteriditis baru menyebabkan gejala bila sudah berkembang
biak menjadi 100 000. Dalam jumlah ini keracunan yang terjadi bisa saja menyebabkan
kematian penderita. Salmonella typhimurium dengan jumlah 11.000 sudah dapat
menimbulkan gejala. Jenis Salmonella lain ada yang menyebabkan gejala hanya dengan
jumlah 100 sampai 1000, bahkan dengan jumlah 50 sudah dapat menyebabkan gejala.
Perkembangan Salmonella pada tubuh manusia dapat dihambat oleh asam lambung yang ada
pada tubuh kita. Disamping itu dapat dihambat pula oleh bakteri lain. Gejala dapat terjadi
dengan cepat pada anak-anak, bagaimanapun pada manusia dewasa gejala datang dengan
perlahan. Pada umumnya gejala tampak setelah 1-3 minggu setelah bakteri ini tertelan.
Gejala terinfeksi diawali dengan sakit perut dan diare yang disertai juga dengan panas badan
yang tinggi, perasaan mual, muntah, pusing-pusing dan dehidrasi. Gejala yang timbul dapat
berupa: tidak menunjukkan gejala (long-term carrier), adanya perlawanan tubuh dan mudah
terserang penyakit denga gejala: inkubasi (7-14 hari setelah tertelan) tidak menunjukkan
gejala, lalu terjadi diare.

LO.3.4.Menjelaskan gangguan klinis oleh Salmonella enterica


Gangguan Klinis
Spesies

Penyakit

S. parathypi
S. abortivoequina
S. schottmuelleri
S. typhimurium
S. cholerasius
S. Newport
S. enteritidis
S. gallinarum
S. pullorum
S. typhi
S. Dublin
S. anatum

Paratifoid pada manusia


Abortus pada kuda
Paratifoid pada manusia
Gastroenteritis pada manusia dan berbagai infeksi pada hewan
Bakteri sekunder pada pes babi dan enteritis nekrotika pada babi
Infeksi pada ternak dan manusia
Infeksi pada hewan dan gastroenteritis pada hewan
Tifoid unggas
Infeksi unggas
Demam tifoid pada manusia
Infeksi pada ternak
Infeksi pada bebek

Ciri-ciri klinis beberapa penyakit yang disebabkan oleh salmonella, yaitu:


Gastroenteritis
Merupakan infeksi pada usus dan terjadi lebih dari 18 jam setelah bakteri patogen itu
masuk ke dalam host. Ciri-cirinya adalah demam, sakit kepala, muntah, diare, sakit pada
abdomen (abdominal pain) yang terjadi selama 2 - 5 hari.
Periode inkubasi
Awitan
Demam
Lama penyakit
Gejala
gastrointestinal
Biakan darah
Biakan feses
(Jawetz, 2008)

Demam enteric
7-20 hari
Perlahan
Bertahap, kemudian
plateau, tinggi

Septikemia
Bervariasi
Mendadak
Meningkat
cepat,
kemudian temperatur
menukik spt sepsis
Beberapa minggu
Bervariasi
Awalnya
sering Sering tidak ada
konstipasi,
selanjutnya
diare
berdarah
Positif pada minggu Positif pada saat
1 hingga minggu 5 demam tinggi
penyakit
Positif pada minggu Jarang positif
2, negatif pada awal
penyakit

Enterokolitis
8-48 jam
Mendadak
Biasanya
demam
ringan
2-5 hari
Mual muntah diare
saat awitan
Negatif
Positif segera setelah
awitan

LI 4. Memahami dan menjelaskan tentang antibiotika untuk kuman penyebab demam


tifoid
LO 4.1. Definisi Antibiotik
Adalah suatu substansi kimia yang diperoleh dari, atau dibentuk oleh berbagai
spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lainnya.
LO 4.2. Macam-macam Antibiotik yang Digunakan
Antibiotik mengganggu (interfere) bagian-bagian yang peka dalam sel, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Sintesis dinding sel


Fungsi membran
Sintesis protein
Metabolisme asam nukleat
Metabolisme intermedier

Antibiotika yang mempengaruhi dinding sel


Sel kuman dikelilingi oleh suatu struktur kaku yang disebut dinding sel, yang
melindungi membran protoplasam di bawahnya terdapat trauma, baik osmotik
maupun mekanik. Karena itu, setiap zat yang mampu merusak dinding sel atau
mencegah sintesisnya, akan menyebabkan terbentuknya sel-sel yang peka terhadap
tekanan osmotik. Di antara antibiotika yang mempengaruhi dinding sel adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penisilin
Fosfomisin
Sikloserin
Ristosetin
Vankomisin
Basitrasin

Antibiotik yang mengganggu/merusak membran sel


Membran sel memegang peranan vital dalam sel. Merupakan pembatas osmotik
bagi bebasnya difusi antara lingkungan luar dan dalam sel, dan juga mempengaruhi
konsentrasi metabolit dan bahan gizi di dalam sel dan merupakan tempat berlangsung
pernafasan dan aktivitas biosintetik tertentu. Fungsi ini akan menyebabkan gangguan
terhadap kehidupan sel. Antibiotik ini jarang dipakai karna kebanyakannya bersifat
toksik. Contohnya adalah:
1. Polimiksin
2. Poliena

Antibiotika yang menghambat sintesis protein


Sejumlah obat-obat anti mikroba berfungsi terutama mengganggu /merusak
struktur dan fungsi DNA, akan tetapi karna toksik , maka hanya beberapa saja yang
dipakai di klinik. Meskipun demikian, obat-obat ini sangat bermanfaat sebagai alat
biokimia, dan memberikn sumbangan yang penting pada biologi molekuler. Struktur
molekul DNA erat kaitannya dengan dua peran utama yaitu duplikasi dan transkipsi.
Oleh karnanya, setiap zat yang mampu mengganggu struktur double helix DNA
tersebut, akan mampu mempengaruhi seluruh fase pertumbuhan dan metabolisme
kuman. Tergolong antibiotik ini adalah:
1. Mitosin
2. Asam nalidiksat
3.
Antibiotika yang mengahambat sintesis protein
Sintesis protein merupakan hasil akhir dari dua protein utama, yaitu:
1. Transkirpsi atau sintesin asam ribonukleat yang DNA-dependent
2. Translasi atau sintesis protein yang RNA dependent

Antibiotika yang mampu menghambat salah satu proses ini, akan menghambat sintesis
protein. Yang tergolong di dalam antibiotik jenis ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Aktinomisin
Rifampisin
Streptomisin
Tetrasiklin
Kloramfenikol
Eritomisin
Klindamisin

Antagonis metabolik
Enzim-enzim seringkali dihambat oleh senyawa-senyawa yang mempunyai struktur
mirip dengan substrat asalnya. Penghambat-penghambatna seperti ini menyatu dengan
enzim sedemikian rupa sehingga mencegah kombinasi substrat enzim dan reaksi
katalitik. Banyak dari penghambat seperti ini analog dengan faktor-faktor pertumbuhan
kuman yaitu faktor-faktor organik yang diperlukan oelh semua kuman untuk
pertumbuhannya. Faktor-faktor pertumbuhannya misalnya vitamin, asam amino, purin
dan pirimidin. Penghambat-penghambatan seperti ini disebut anti metabolit. Seperti:
1. Sulfonamida

2. Sulfon
3. P-Aminosalicylic acid (PAS)
4. Isoniasid

LO 4.3. Antibiotik yang Efektif bagi Penderita Demam Tifoid


Obat yang efektif untuk demam tifoid adalah golongan kloramfenikol. Kloramfenikol
merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air (1 : 400) dan rasanya sangat pahit.
1

Farmakodinamik
A. Efek Antimikroba
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Pada proses
sintesis protein kuman ikatan peptida tidak terbentuk.
Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi
kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.
Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi D. pneumoniae, S. pyogenes, S.
viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P.
multocida, C. diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema dan
kebanyakan kuman anaerob.
B. Resistensi
Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat oleh
asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R. Resistensi terhadap P. aeruginosa,
Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang
mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri.Beberapa strain D. pneumoniae, H.
influenzae dan N. meningitidis bersifat resisten; S. aureus umumnya sensitif, sedang
Enterobactericeae banyak yang telah resisten.
Obat in juga efektif terhadap kebanyakan strain E. coli, K. pneumoniae dan P.
mirabilis, kebanyakan strain Serratia, Providencia dan Proteus rettgerii resisten, juga
kebanyakan strain P. aeruginosa dan strain tertentu S. typhi.

Farmakokinetik
Pada anak biasanya diberikan bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat
yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan
membebaskan kloramfenikol. Untuk pemberian secara parenteral digunakan
kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan
kloramfenikol.
Masa paruh eliminasi pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, dan pada bayi yang
umurnya kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Obat ini didistribusikan secar baik ke
berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.
Dalam hati, kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asam glukuronat oleh enzim
glukuronil transferase. Pada pasien gangguan faal hati, waktu paruh lebih panjang.

Kloramfenikol yang diekskresi melalui urin hanya berkisar 5-10% dalam bentuk
aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukuronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif.
Kloramfenikol dalam bentuk aktif diekskresi terutama melalui fitrat glomerulus dan
metabolitnya dengan sekresi tubulus.
Pada gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak berubah
sehingga tidak perlu penguraian dosis. Dosis perlu dikurangi jika terdapat gangguan
fungsi hepar.
C. Interaksi.
Interaksi obat dengan fenobarbital dan rifampisin akan memperpendek waktu
paruh dari kloramfenikol sehingga kadar obat ini dalam darah menjadi subterapeutik.
Adapun dalam dosis terapi, toksisitas obat menjadi lebih tinggi bila diberikan
bersamaan dengan kloramfenikol karena kloramfenikol menghambat biotransformasi
tolbutamid, fenitoin, dikumarol, dan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim
mikrosom hepar.
LO 4.4 Efek Samping Obat yang Digunakan

Reaksi Hematologik
Terdapat dalam 2 bentuk, yaitu :

1. Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan ini


berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila pengbatan dihentikan.
Kelainan darah yang terlihat adalah anemia, retikulositopenia, peningkatan
serum iron dan iron binding capacity serta vakuolisai seri eritrosit muda.
Reaksi ini terlihat bila kadar kloramfenikol dalam serum melampaui 25
g/mL.
2. Anemia aplastik dengan pansitopenia yang ireversibel dan memiliki prognosis
sangat buruk. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis atau lamanya
pengobtan. Insidens berkisar antara 1:24.000 50.000. Efek samping ini
diduga merupakan reaksi idiosinkrasi dan mungkin disebabkan oleh adanya
kelainan genetik.
Reaksi Saluran Cerna
Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis.

Sindrom Gray
Pada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tingi (200 mg/kgBB)
dapat menimbulkan Sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2-9 masa terapi, ratarata hari ke-4. Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dan
tidak teratur, perut kembung, sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan
bayi tampak sakit berat. Pada hari berikutnya, tubuh bayi lemas dan berwarna
keabu-abuan; terjadi pula hipotermia.
Efek toksik ini diduga disebabkan oleh :

1. Sistem konjugasi oleh enzim glukuronil transferase belum sempurna, dan


2. Kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat diekskresi dengan baik
oleh ginjal.
Maka, untuk mengurangi efek samping tersebut, dosis Kloramfenikol untuk bayi
yang umurnya kurang dari 1 bulan tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB sehari dan
yang berumur lebih dari 1 bulan dosisnya 50 mg/kgBb.
Interaksi Obat
Kloramfenikol adalah penghambat yang poten dari sitokrom P 450 isoform CYP2C19
dan CYP3A4 pada manusia, sehingga dapat memperpanjang masa paruh eliminasi
fenitoin, tolbutamid, klorpropamid dan warfarin.

LO 4.5. Kontra Indikasi dari Obat yang Digunakan


Pengobatan demaam tifoid pada wanita hamil :
Tidak dianjurkan :

Kloramfenikol trisemester ke-3 kehamilan menyebabkan partus


prematur, kematian fetus dan gray sindrom pada neontaus.
Tiamfenikol trisemester I kehamilan menyebabkan efek teratogenik
terhadap fetus manusia.
Golongan obat flurokuinolon maupun kotrimoksazol

dianjurkan :

Ampisilin
Amoksisilin
Seftriakson

Kontaindikasi :

Kuinolon : pada anak-anak dan remaja, efek samping pada tulang


rawan sendi lutut.
Sefiksim : mual, muntah yang ringan.
Sefiksim merupakan obta alternatuf secara oral untuk demam tifoid
MDR.
Dosis sefiiksim : 10-15 mg/kg BB / hari dibagi dalam 2 dosis selama
10 hari.

Daftar Pustaka
Avner JR. Acute Fever. Pediatr Rev 2009;30:5-13..
Behrman R.E. et al. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15. ab.A.Samik Wahab. Jakarta:
EGC.
Buku Farmakologi dan Terapi, edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 1995.
Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am 1996;10:33-44
Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical
methods:
The
history,
physical,
and
laboratory
examinations.
Edisi
ke-3.
:Butterworths;1990.h.990-3.
El-Radhi AS, Barry W. Thermometry in paediatric practice. Arch Dis Child 2006;91:351-6.
El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N,
penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag; 2009.h.124.
Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting.
Moffets Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York:
Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.
http://www.kemangmedicalcare.com diambil pada kamis, 29 maret 2012
http://www.medicastore.com/apotik_online/antibiotika/sefalosporin.htm diambil pada sabtu, 17
April 2010
http://www.medicalcriteria.com/criteria/inf_fuo.htm diambil pada jumat, 28 maret 2012
Karsinah, H.M, Lucky. Suharto. H.W, Mardiastuti. 1994. Batang Negatif Gram dalam Staf
Pengajar FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara.
Nelwan, R.H.H. 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan dalam Sudoyo, Aru W. et.al. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.
Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.h.
Samuelson, John. 2008. Patologi Umum Penyakit Infeksi dalam Brooks, G.F., Butel, Janet S.,
Morse, S.A. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Santillan RM,Gracia GR, Bevente IH, Garcia EM. 2000. Efficacy of cefixime in the treatment of
typhoid fever. Proc West Pharmacol Soc; 43: 65-66
Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Sherwood, Lauralee. 2004. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta: EGC
Sumarmo, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi 2. Jakarta: EGC.

Widodo, Djoko. 2009. Demam Tifoid dalam Sudoyo, Aru W. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting. Fever:
Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-Raven;1997.h.215-36
www.who.int/bulletin/volumes/86/4/06-039818/en/index.html diambil pada jumat, 28 maret 2012

Anda mungkin juga menyukai