Sejarah Dan Perkembangan Public Relations
Sejarah Dan Perkembangan Public Relations
1865-1900
1900-1918
1918-1945
1925
1928
1945-1968
1968
1968-1979
Bahan Bacaan :
Abdurrachman, Oemi. 1993. Dasar-dasar Public Relations. Bandung: Citra
Aditya Bakti
*******
PUBLIC RELATION, TIDAK SEMUDAH MEMBALIKKAN TANGAN
Oleh: Bob Widyahartono MA
Realita dewasa ini menungungkapkan bahwa relasi pemerintah baik di
pusat maupun daerah dengan publik pers, nonpers seperti masyarakat
intelektual/ akademisi dan mahasiswa perguruan tinggi dan LSM seringkali
hambar dan satu arah atau masih tipisnya pertanggungjawaban sosial
(stakeholders responsiveness). Strategi organisasi membutuhkan dukungan PR
(Public Relations selanjutnya tidak dicetak miring- Red.) yang profesional, etis
dan bertanggung jawab.
Demikian pula relasi DPR, Penegak Hukum dan pebisnis dengan
publiknya. Akibatnya publik ini merasa segan dan tidak sreg untuk bertanya
apa, mengapa, bagaimana secara kritis/analitik. Tampak sekali belum
lancarnya keharmonisan dengan saling memberi komentar, kritik dan berdialog.
Mem-bangun dialog demi proses strategi organisasi yang jelas belum menjadi
kebiasaan. De-mi-kian pula mendiskusikan laporan keuangan tahunan yang
sudah diaudit belum menjadi kebiasaan untuk mencari masukan perbaik-an
masa mendatangnya.
Interaksi dalam Public Relations yang selama ini terjadi, sifatnya
insidental dan reaktif serta terlalu formal dan terstruktur. Keluwesan dan
tercapainya proses komunikasi dwi arah tidak ada dan kaku dengan masing
pasing reaktif kurang responsif dwi arah. Memang selama ini kritik dianggap
perlawanan yang harus ditekan atau tidak dianggap layak untuk diajak
komunikasi dwi-arah/dialog yang segar, penuh senyum meskipun serius.
Praktek Public Relations (pakai s) seringkali menimbulkan salah
pemahaman (mi-sunderstanding). Karena itu kita semua perlu menyimak
definisi yang tepat dan sudah diakui secara internasional dari Institute of Public
Relations, Inggeris :Praktek Public Relations merupakan upaya yang sengaja,
biasanya lebih suka berbicara, apalagi kalau biasanya menjadi pimpinan yang
otoriter. Egoisme pribadi biasanya mencuat menjadi senang sekali
mendengarkan suaranya sendiri senang sekali dipuji dan mengabaikan
pendengar yang sudah berkorban waktu untuk itu. Pemanfaatan sarana media
komunikasi modern (pers cetak dan elektronik) secara profesional adalah sangat
penting dan bukanlah tuntutan yang dicari-cari.
Kedua, kemampuan mengorganisir. Kemampuan ini tidak hanya
menjadwalkan pertemuan, memprogram acara pertemuan, tetapi justru
mengantisipasi komunikasi dwi arah yang subur, sekalipun dengan kritik yang
tajam tetapi bersahabat. Kecermatan untuk langkah-langkah yang mendetail
karena mewakili organisasi. Keteraturan mengorganisasikan pertemuan,
kunjungan, dialog, sponsorship tanpa terlalu menonjolkan diri dsb. haruslah
termasuk kemampuan itu.
Ketiga, kemampuan bergaul dengan orang/publik . Di sini ketrampilan
tukar pikiran dialogis dengan berbagai publik dari segala lapisan. Dasarnya
menghargai publik dan tidak menjauhinya atau membentak-bentaki publik.
Tidak selalu seorang PRO itu benar apalagi kalau ingin menutupi (cover up)
suatu kejadian yang fatal. Taruhannya adalah citra organisasi yang diwakilinya.
Di sini berlaku propaganda ends, when friendly, fair and firm dialog starts.
Ke-empat, integritas pribadi. Sekalipun harus mengungkapkan citra
organisasinya betapa pun kurang sukses atau penuh kelemahan, harus tetap
memiliki integritas. Integri-tas itu mencuat karena dapat diandalkan (reliability),
dan tidak memihak dalam menyajikan informasi (impartiality of his
information), membangun respek karena profesionalismenya. Boleh saja tadinya
profesional di bidang lain, tetapi kalau tidak profesional dalam Public Relations,
sebaiknya menggugat diri apakah fungsi itu tepat baginya.
Kelima, memiliki kualifikasi seorang manusia yang kreatif, mampu
memecahkan masalah, dan imajinasi untuk membuat komunikasi dwi arah
dengan berbagai publik itu konstruktif dan menyenangkan publik yang kritis
analitis.
Menjadi PRO profesional itu bukan dadakan hanya dengan hasil
mengikuti kursus pendek 1-2 bulan dengan hanya mengejar ijazah yang dipajang
di tembok kantornya. Pengetahuan dasar harus diberi muatan secara kontinu.
Seorang PRO harus berani menelan pil yang pahit, tidak enak karena menerima
kritik yang sulit dibantah kebenarannya. Ketrampilan dasar menyusun press
release, menjamu publik, mengadakan pertemuan dengan publik yang dipilih
barulah suatu langkah pertama ketrampilan teoretik dan banyak abstraknya.
PR menjadi efektif apabila mampu membangun komunikasi dwi-arah baik
melalui media maupun langsung dengan mendatangi publik publik yang
dimaksud untuk memahami tekad itu. Proses pembaruan pengetahuan, sikap
dan profesionalisme etis harus berkesinambungan tanpa banyak gebyar-gebyar
****
Pengamat Ekonomi & Dosen
FE USAKTI
Sumber dimbil dari :http://www.sinarharapan.co.id/berita/0107/18/opi02.html
Rabu, 18 Juli 2001
*******
Public Relations
Bagi sebagian orang, Public Relations Officer, Public Relations Specialist--yang biasa dikenal dengan nama P
cenderung disamakan dengan profesi Hubungan Masyarakat (Humas). Well, anggapan ini memang tidak
sepenuhnya keliru, walaupun tidak juga tepat sekali. Hal ini tergantung dari sudut pandang dan opini publik
yang sudah terlanjur menancap di masyarakat, bahwa humas pada dasarnya "hanya" bertindak sebagai "tukan
siar", yang jalinan kerjanya biasanya erat berkaitan dengan media massa. PR, pada kenyataannya, lingkup
kerjanya tidak hanya terbatas pada menjalin hubungan dengan media massa.
Berikut kami sajikan deskripsi kerja seorang PR, mudah-mudahan dapat memperbaiki
anggapan-anggapan kurang tepat mengenai profesi yang sebenarnya sangat kompleks ini.
Sengaja kami bagi artikel ini dalam 2 edisi, karena sesungguhnya cukup banyak selukbeluk dunia kerja seorang PR yang cukup pantas untuk dicermati.
"Public Relations itu sangat luas artinya," ujar sumber CyberJob, Siska Widyawati, yang
pernah mengecap pengalaman 5 tahun sebagai seorang PR di sebuah agensi periklanan
besar di Jakarta Pusat. Di sana (Amerika-Red), hampir di setiap perusahaan memiliki
seorang PR, karena mereka sudah mengerti betul seluk beluk tugas seorang PR. Tapi di
Indonesia, PR biasanya hanya dimaknai sebagai tenaga marketing, atau sebagai juru siar.
Tugas-tugas inti seorang PR
"Public relations bukan hanya seorang juru siar," ujar Siska. Berikut Siska memaparkan
beberapa job description PR yang disebutnya sebagai "nature of work".
sumber : cbn.net.id
*******
Public Relations digunakan oleh pihak swasta di Indonesia pertama kali oleh
PERTAMINA, sebuah perusahaan minyak. Public Relations di Indonesia
memang sudah banyak digunakan baik itu di pihak pemerintah maupun swasta
di berbagai sektor. Konsep Public Relations dipahami dan digunakan oleh pihak
pihak tersebut dengan berbagai macam pemahaman dan berbagai macam
bentuk implementasinya.
Kasus kasus tersebut adalah kasus kasus yang terjadi hampir 20 tahun yang
lalu. Sementara ini masih hangat di tahun 2000 an pada saat negara negara di
Asia terjadi krisis SARS, Hongkong dan Singapura menangani khusus pemulihan
citra wisata negaranya dengan menyewa seorang konsultan PR.
Dari kasus kasus yang ada sebetulnya tampak bahwa PR adalah sebuah fungsi
komunikasi yang terencana, tetapi memang kenyataannya masih banyak salah
pandang mengenai hal ini.
KESALAH PENGERTIAN TENTANG PR
1.PR adalah Personal Relation
Untuk menjadi PR harus memiliki kemampuan membina hubungan secara
pribadi. Hal ini tidak seluruhnya salah tetapi bukan itu saja tugas dari seorang
PR
3. PR adalah Publisitas
Hal ini tampak pada lembaga pemerintah. Lembaga pemerintah lebih banyak
menggunakan PR nya untuk hal ini. PR tidak lebih digunakan sebagai "press
relations" yang tugasnya hanyalah mempublikasikan kebijakan pemerintah,
menyusun jadwal temu wartawan serta membawa wartawan turut kunjungan ke
daerah daerah.
banyak terjagi bahkan seperti baru baru ini (sekitar 1 tahun yang lalu), media
massa pernah mengangkat isue bahwa PR disamakan dengan hostess, dan
frekuensi munculnya isu itu cukup sering. Memang media yang menayangkan hal
itu bukan media terkemuka tetapi paling tidak masih ada tertancap di benak
pembuat berita bahwa PR hanyalah sebatas senyum dan obral kemampuan
personal.
PR sebagai Fungsi Manajemen
Lebih lanjut lagi supaya tidak terjebak dengan kesalahpengertian perlu digali
definis definisi tentang PR. Adapun definisi yang ada adalah sebagai berikut:
1. Cutlip and Center mendefinisikan Public Relations sebagai fungsi
manajemen yaitu mengidentifikasi, memantapkan serta membina
hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dengan
publiknya baik dalam keadaan sukses maupun gagal.
2. Grunig mengembangkan definisi tersebut menjadi manajemen
komunikasi antara organisasi dan publiknya.
3. Lawrence W.Long dan Vincent Hazelton mengembangkan sebuah definisi
baru yang lebih modern dan memadai bahwa Public Relations adalah
fungsi komunikasi melalui adaptasi organisasi, mengubah atau membina
hubungan dengan lingkungan dengan tujuan bersama-sama mencapai
tujuan dari organisasi. Pendekatan ini menggambarkan bahwa Public
Relations adalah lebih dari sekedar mempersuasi melainkan juga
membantu mengembangkan kondisi komunikasi terbuka, saling
pengertian/saling memahami dengan didasari ide bahwa organisasi juga
mau berubah (dalam proses berperilaku dan bersikap) tidak hanya sebagi
sasaran khalayak saja. Dapat dikatakan bahwa perusahaan dimungkinkan
mengubah kebijakan sebagai hasil tindak lanjut dari dialog dengan
lingkungannya.
Definisi tersebut hanyalah sebagian kecil dari definisi yang ada tentang PR.
Mengacu pada definisi definisi di atas, memaknai terminologi "fungsi
manajemen" yang ada pada Public Relations, memiliki arti yang lebih dalam. Arti
tersebut memuat jawaban atas pernyataan, untuk apa fungsi manajemen atau
manajemen komunikasi yang dilakukan oleh Public Relations. Jawaban ini jelas
bahwa Public relations berperan sebagai Pengelola Reputasi Organisasi. bukan
Pemasar/Penjual dan bukan hanya melulu memliki aktifitas berhubungan
dengan media atau seperti yang disebut di atas.
struktur yang bertindak sebagai fungsi manajemen sehingga kurang tepat jika PR
hanya didudukkan sebagai bagian dari marketing, SDM, atau jika kita lihat di
pemerintah tidak kurang PR atau Humas hanyal bagian dari seksi. Dalam hal
penempatan PR ada beberapa klasifikasi penempatan dan pemanfaatan PR pada
sebuah organisasi:
1. Beberapa organisasi menempatkan Public Relations pada hirarkhi tinggi
di perusahaan, memiliki garis pelaporan langsung kepada pimpinan atau
kepala administrator. Beberapa menempatkan fungsi Public Relations
pada posisi yang lebih rendah, memiliki hubungan pelaporan dengan
bagian pemasaran, personalia, legal atau pengambil keputusan lain di
tingkat yang lebih tinggi.
2. Beberapa organisasi menempatkan Public Relations pada unit tersendiri
sementara itu ada beberapa organisasi yang menempatkan Public
Relations pada beberapa unit dalam departemen di organisasi.
3. Beberapa organisasi menggunakan konsultan dari luar
organisasi/perusahaan, beberapa menggunakan Public Relations dari
internal perusahaan bahkan ada yang menggabungkan keduanya
(Grunig,1992;396)
Melihat definisi PR seperti di atas maka tampak bahwa kata kunci dari PR adalah
1. Kesengajaan: Aktifitas PR adalah aktifitas yang disengaja. Dibentuk
untuk mempengaruhi, meraih pemahaman bersama, menyediakan
informasi, dan mendapatkan umpan balik
2. Terencana: Aktifitas Public Relation adalah terogranisir, pada kurun
waktu tertentu, sistematis, menggunakan riset dan analisa.
3. Mengutamakan performance: Public Relations yang efektif
didasarkan pada kebijakan aktual dan kinerja.
4. Mengutamakan kehendak masyarakat (public interest): Aktifitas
atau kegiatan Public Relations hendaknya didasarkan pada tujuan yang
saling menguntungkan antara organisasi dan publiknya.
5. Komunikasi dua arah: Selain menginformasikan sesuatu, Public
Relations membutuhkan umpan balik dari khalayaknya sehingga model
komunikasi yang digunakannya adalah dua arah.
6. Fungsi Manajemen: Public Relations menjadi efektif apabila menjadi
bagian dari keseluruhan manajemen dan didukung oleh top manajemen.
Public Relations berfungsi sebagai konseling dan pemecah masalah di
tingkat top manajemen bukan sekedar hanya mendesiminasikan informasi
setelah keputusan dibuat (Wilcox, 1998:4-8)
dibahas apa peran, fungsi, model komunikasi, aktifitas serta kompetensi yang
dibutuhkan bagi seorang PR
Peran PR dalam Organisasi
Sebetulnya memformulasikan apa peran PR dalam organisai bukanlah hal yang
mudah. Beberapa penulis mencoba memetakan bahwa pada dasarnya peran PR
dalam sebuah organisasi adalah sebagai berikut:
1. Communication Tehnician
Beberapa praktisi memasuki dunia PR ini sebagai teknis. Pada tahap ini
kemampuan jurnalistik dan komunikasi sangat diperlukan. PR diarahkan untuk
berperan menulis, menulis news letter, menulis in house journal, menulis news
release, menulis feature, dll. Biasanya praktisi dalam peran ini tidak hadir pada
saat manajemen menemui kesulitan. Mereka tidak dilibatkan dalam manajemen
sebagai pengambil keputusan. Peran mereka lebih ke arah penulisan tools dan
mengimplementasikan program. Mereka sebagai "the last to know"
2.Expert Prescriber
Praktisi PR sebagai pendefinisi problem, pengembang program dan memeiliki
tanggungjawab penuh untuk mengimplementasikannya. Mereka sebagai pihak
yang pasif. Manajer yang lainnya menyerahkan tugas komunikasi sepenuhnya ke
tangan si "komunikasi" ini sehingga mereka dapat mengerjakan pekerjaan
mereka yang lainnya.Tampaknya bangga karena PR semacam ini dianugerahi
kepercayaan tinggi tetapi karena tidak adanya keterlibatan top manajemen dalam
peran PR maka PR seolah terisolir dari perusahaan. Ia sibuk sendiri dengan
pekerjaannya. Di pihak manajemen mereka juga menjadi sangat tergantung
kepada PR nya. Mereka menjadi minim komitmen kepada tugas tugas PR,
padahala seperti diketahui seharusnya tugas PR harusnya dilakukan oleh semua
orang yang ada dalam sebuah perusahaan,
Dalam hal diffusi peran dan fungsi PR sehingga mereka paham spirit perlunya
PR bagi perusahaan menjadi rendah dan tidak akan tersosialisasi bahkan
terburuk akan hilang kepercayaan top manajemen akan fungsi PR bagi sebuah
organisasi. Hal ini akan terjadi apabila top manajemen banyak merasa
dikecewakan oleh PR yang dianggap mereka sebagai pakar.
3.Communication Facilitator
Para pelaku dengan peran ini menempatkan dirinya sebagai sumber informasi
dan sebagai kontak antara organisasi dan publiknya. Sebagai wasit dari interaksi,
memantapkan agenda yang akan didiskusikan antara dua belah pihak,
menyimpulkan pandangan, bereaksi terhadap kasus, membantu partisipan
mendiagnosa masalah, membantu menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan komunikasi. Mereka menjadi boundary spanner antara perusahaan dan
publiknya. Mereka bekerja di bawah asumsi bahwa two way communication
mampu meningkatkan kualitas pengambilan keputusan organisasi dan publik
dalam hal prosedur, kebijakan, serta tindakan lain yang berhubungan dengan
minat kedua belah pihak.
Melalui peran ini mereka menjadi paham spirit setiap program baik motivasi
maupun tujuan mengapa program harus dilaksanakan, mereka mensupport
perubahan strategis organisasi, keputusan yang sifatnya taktis dan memiliki
komitmen pada perubahan dan mampu menyediakan segala sesuatu yang
dibutuhkan dalam rangka pencapaian tujuan program.
Pada sejarah perkembangan konsep model Public Relations tampak bahwa pada
mulanya menurut Erc Goldman dalam Grunig menyebutkan bahwa Public
Relations diawali dengan the public be fooled era atau press
agentry dan public be informed atau public information era.
Di era berikutnya, dengan dipengaruhi oleh pandangan Perilaku dan ilmu ilmu
sosial dikembangkanlah model two way asymetrical yang menekankan pada
propaganda dan manipulasi publik (meskipun dalam arti yang positif).
Memanipulasi di sini berarti mengelola serta mengarahkan publik kepada tujuan
kita melalui cara memahami motivasi mereka. Selanjutnya
dikembangkanlah Two way symetrical model yang mengarah kepada "telling
the truth to public" . Model komunikasi ini diterapkan kepada publik dengan
menggunakan penelitian untuk memfasilitasi apa yang diharapkan oleh publik
daripada untuk mengidentifikasi pesan apa yang dapat digunakan untuk
mempersuasi publik.
Grunig memaparkan Model two way symetric adalah pendekatan yang dapat
dikatakan baik dalam public relations. Sejalan dengan konsep yang telah
dikemukakan sebelumnya bahwa sebuah departemen dapat dikatakan baik
dengan segala karakteristikanya dapat membuat organisasi menjadi lebih efektif.
Aktifitas PR
Pekerjaan PR dapat dikerjakan sendiri atau oleh konsultan, pemilihan ini sangat
tergantung dari polcy perusahaan. Kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan
konsultan dapat dilihat lebih lanjut dalam tulisan Ida Anggraeni Ananda, Jurnal
Visi Komunikasi.
Pada dasarnya aktifitas PR meliputi:
1. Komunikasi: perukaran ide, pendapat atau peasn melalui visual, lisan atau
tulisan
2. Publisitas: diseminasi pesan yang terencana melalui media tertentu, tanpa
bayaran, untuk meningkatkan minat terhadap perusahaan/organisasi
3. Promosi: aktifitas mengkreasi atau menstimulasi perhatian terhadap
produk, orang, organisasi atau kasus.
4. Press agentry: melalui soft news stories
5. Integrated marketing: fungsi PR pendukung pemasran, tujuan beriklan
sebuah organisasi
6. Manajemen Isue: identifikasi, memonitor aksi publik atau reaksi publik
terhadap organisasi
7. Manajemen krisis: menghadapi krisis, bencana atau kegiatan negatif yang
tidak terencana dan memaksimal ekses positif yang dapat diraih
8. Public Information offcer: sebagai penghubung antara lembaga
pemerintah, dan media
9. Public Affairs/lobbyist: bekerja mewakili perusahaan untuk menghadapi
politisi, perangkat pemerintah yang berperan menetukan kebijakan dan
undang-undang untuk mempertahankan statusquo atau mengubahnya.
10. Financial Relations: menghadapi dan mengkomunikasikan informasi
kepada pemegang saham atau masyarakat pemodal
11. Community Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan antara
organisasi dan masyarakat
12. Internal Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan
orang orang yang berada dan memilki hubungan di dalam organisasi
13. Industry Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan
atau atas nama perusahaan dengan industri
14. Minority Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan
group minoritas dan individual
15. Media Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan
media
16. Public Diplomacy: memantapkan dan meningkatkan hubungan untuk
membuka jalur perdagangan, pariwisata dan kerjasama antar negara
17. Event management: menyiapkan, merencanakan, melakukan kegiatan
yang bermanfaat dalam suatu waktu
18. Sponsorship: menawarkan atau menerima bantuan dana dengan imbalan
public exposure
19. Cause/Relationship marketing: memantapkan dan meningkatkan
hubungan dengan konsumen
Kompetensi PR
Setelah melihat secara sepintas apa itu PR, peran, model, fungsi serta
aktifitasnya maka dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi PR bukanlah orang
yang sembarangan. Banyak kriteria kompetensi yang harus dimiliki. Diantaranya
adalah:
Lulusan PR hendaknya mampu:
1.
2.
3.
4.
5.
Pustaka
Ananda, Ida Anggraeni, Public Relations Sebuah Telaah dari Sudut
Fungsi,
********
MAINKAN PERAN PUBLIC RELATIONS
1 Februari, 2008
British Institute of Public Relations melihat fungsi public relations sebagai upaya
yang mantap, berencana dan berkesinambungan untuk menciptakan dan
membina pengertian bersama antara organisasi dan publiknya. Secara lebih
spesifik, Pedro E Teodhore menyebut tujuan komunikasi melalui public
relations adalah menciptakan iklim dan pendapat umum yang menguntungkan
lembaga. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu tercipta harmoni antara lembaga
dengan lingkungannya.
Pada hakikatnya dalam melakukan tugas tersebut terdapat dua hal penting yang
perlu diperhatikan, pertama, ada organ yang status dan perannya melakukan
penyebaran dan klarifikasi informasi mengenai kebijakan lembaga, sekaligus
panduan arah kebijakan pemecahan persoalan di tengah aneka krisis. Peran
kehumasan ini sebagai jubir yang tidak sekadar menyiapkan upacara, menunjuk
penyelenggara berbagai acara, mengumpulkan wartawan, maupun pendamping
pemimpin untuk membawakan map berisi naskah pidato. Dalam bahasa,
Sullivan (2005) fungsi ini merupakan fungsi komunikasi yang bersifat jangka
pendek.
Hal kedua yakni kesiapan manajemen koordinasi antar unit kerja dalam
pelayanan publik sebagai sebuah antispasi terhadap terjadinya ancaman krisis
komunikasi (proaktif). Bisa dilakukan dalam bentuk konsultasi publik sebagai
bagian dari upaya manajeman komunikasi strategis untuk implementasi
kebijakan kelembagaan ke depan.
Sebuah kerja strategi komunikasi, yang memiliki media publik yang berwibawa
dan terakses, diperkuat kinerja kehumasan di berbagai unit yang terampil, serta
kerja pelayanan publik dari birokrasi yang terintegrasi, yang mengandung
manajemen sosial dan psikologi krisis, hingga mampu melahirkan solidaritas
sosial dan partisipasi publik lewat pemahaman kebijakan.