Pembelajaran Berbasis Kompentensi
Pembelajaran Berbasis Kompentensi
KOMPENTENSI
Oleh:
APRIADANI HARAHAP (8146171007)
HADI RITONO
(8146171017)
NOVA JUNIATI
(8146171057)
YESSI JURNALA
(8146171089)
YULIA TIARA TANJUNG
(8146171090)
Pendidikan Matematika
KELAS A3
atau
sangat
berkualitas,
mempunyai
kemampuan
untuk
Dua definisi terdahulu mungkin masih belum cukup untuk memantapkan pengertian kita
tentang kompetensi. Berikut ini ada beberapa definisi lain Pearson (1984) menyatakan
bahwa:...as a continuous path (continum) which starts at the knowledge of how to do
something well ends at the knowledge of how to do something very well. So, the capability to
accomplish task competently would be placed somewhere in the mid of the path. (
http://www.Leidyakla.vu.1t/fileadmin/Ekonomi/86/22-41.fdf).
Kompetensi itu ditunjukkan dengan suatu kontinum yang dimulai dari pengetahuan tentang
cara mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik berakhir pada cara mengerjakan sesuatu itu
dengan sangat baik. Pertanyaaan ini menunjukkan bahwa terdapat skala kontinum dari baik ke
sangat baik dalam pelaksanaan tugas.
Jadi, kompetensi ditunjukkan dengan kompabilitas penyelesaian tugas dengan hasil yang
berada di antara skala bik dan sangat baik. Definisi ini sangat jelas bahwa seorang individu
dianggap mempunyai kompetensi tau kompeten bila menunjukkan kinerja minimal baik. Bila
kinerjanya di bawah baik maka inivisu itu tidak dapat disebut kompeten.
3.
4.
2.
Tujuan Pembelajaran
Kompetensi memberikan inspriasi bagi penyelesaian
pendidikan untuk merumuskan tujuan pembelajaran berbasis
kompetensi. Isi dari tujuan pembelajaran adalah kompetensi
yang diharapkan dicapai peserta didik setelah menyelesaikan
proses pembelajaran. Isi dari tujuan pembelajaran adalah
kompetensi yang diharapkan dicapai peserta didik setelah
menyelesaikan proses pembelajaran.
Berikut ini bagan tentang hubungan antara kompetensi,
kemampuan, dan pengetahuan itu tampak sebagai berikut:
dan
keahlian
bertahan
hidup
dalam
perubahan,
pertentangan,
3.
Didik
Kompetensi awal peserta didik diperoleh dari sumber internal yang berupa bakat dan dua
sumber eksternal, yaitu pendidikan dan pengalaman . kombinasi kedua sumber tersebut
diperoleh peserta didik sebelum mengikuti proses pembelajaran. Kompetensi awal ini
merupakan fakor yang akan dibandingkan dengan kompetensi akhir, yaitu kompetensi yang
dicapai peserta didik setelah menyelesaikan proses pembelajaran. Siapa yang menetukan
kompetnsi akhir ini?
Kompetensi akhir ini dirumuskan oleh tiga pihak yang paling berkepenting dalam proses
pembelajaran, yaitu
1. peserta didik, penyelenggara pendidikan termasuk pengajar dan pengelola satuan
pendidikan, dan masyarakat pengguna lulusan.
2. penyelenggaraan pendidikan, termasuk pengajar dan pengelola satuan pendidikan
3. Penggunaan Lulusan
tentang
minat
belajar,
kebiasaaan
belajar,
Tujuan pembelajaran yang berhenti pada tahap kemampuan berteori dapat digunakan
sebagai tujuan-tujuan pembelajaran pada tahap bawah atau tahap awal. Melalui teknik
analisis instruksional (instruksional analysis) tujuan-tujuan pembelajaran tingkat bawah itu
dapat diketahui, dan diurut ke atas sampai pada tujuan yang berisi kompetensi. Teknik
analisis instruksional adalah proses menjabarkan kompetensi yang paling tinggi menjadi
satu set kompetensi yang lebih rendah sampai pada tingkat kemampuan atau kapabilitas
yang selanjutnya dijabarkan lagi menjadi pengetahuan keterampilan, dan sikap perilaku
yang tersusun secara logis dan sistematis. Urutan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
perilaku tersusun dari bawah ke atas sampai pada tingkat kemampuan atau kapabilitas.
Selanjutnya satu set kemampuan tersusun dari bawah ke atas sampai mencapai kompetensi
yang relevan dengan dunia kerja. Susunan pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku
menuju kemampuan atau kapabilitas itu diteruskan sampai pada tahap kompetensi. Seluruh
susunan tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan tahapan proses pembelajaran secara
sistematik.
Namun, kedua kebijakan tersebut tampaknya belum cukup efektif. Mengapa? Salah satu
kemungkinan penyebabnya adalah pengalaman masa lalu yang sangat panjang dimana hampir
semua hal yang seharusnya diciptakan sendiri oleh pengajar telah ditentukan oleh Pemerintah
(Pusat). Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) yang berfungsi sebagai cetak biru
pembelajaran dan buku yang digunakan selalu ditentukan Pemerintah. Bahkan ada suatu masa
yang cukup panjang dimana GBPP itudiperkuat dengan satuan acara pembelajaran (SAP),
buku wajib, dan kisi-kisi tes hasil belajar, seluruhnya dibuat oleh Pemerintah Pusat.
Ruang berkreasi dan berinovasi bagi pengajar seolah ditutup karena kekhawatiran
ketidakseragaman dan ketidakmampuan sebagian besar pengajar untuk menciptakan
pembelajaran hasil kreasinya sendiri. Masa-masa seperti itu setiap pelatihan tentang metode
pembelajaran dipandang oleh pengajar, kepala sekolah, dan dinas pendidikan secara keliru,
yaitu sebagi intruksi bahwa hanya metode itu yang boleh digunakan. Pada gilirannya
manakala dikenalkan metode baru seolah-olah metode yang lama sudah ketinggalan zaman,
dan mereka hanya boleh menggunakan metode terbaru.
Pada akhir proses pembelajaran hampir selalu digunakan tes obyektif. Kebiasaan ini
seakan-akan memberi petunjuk lebih jelas bahwa dalam setiap kegiatan pembelajaran di
kelas sebaiknya digunakan tes obyektif. Pada hal ujian nasional yang menggunakan tes
obyektif itu karena tidak memungkinkan penggunaan tes karangan (essay) apalagi
penilaian kinerja atau kompetensi. Penggunaan tes obyektif itu karena alasan praktis
(practicality) dan efisiensi waktu dalam penggunaannya. Tes karangan membutuhkan
waktu terlalu panjang untuk memeriksa dan menentukan nilai peserta tes, apalagi jumlah
peserta didik sangat besar, ribuan bahkan jutaan orang.
Penggunaan tes karangan, tugas-tugas pembuatan makalah, dan penilaian kinerja
praktek, misalnya kompetensi merancang gagasan, menyusun rencana, menyusun laporan
tertulis, membuat desain bangunan, membuat model bangunan, berpraktek mengajar, dan
sebagainya dapat lebih digalakkan di dalam ujian-ujian dan ulangan umum tingkat sekolah.
Sistem pembelajaran memang membutukan dukungan setiap komponen yang ada di
dalamnya karena hanya melalui keterkaitan fungsi seluruh komponen pembelajaranlah
dapat diwujudkan komponen peserta didik seperti yang diharapkan.
SEKIAN