Anda di halaman 1dari 24

Biokimia Protein

GudangMateri Update , kali ini materi Protein akan lebih kompleks dari sebelumnya yang saya
telah bahas di Uji Protein , namun kali ini lebih mendetail dan makin beragam tes Proteinnya ,
baiklah kita akan mulai.
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui struktur, sifat-sifat asam-asam amino, peptide dan
protein; mengetahui adanya ikatan peptida maupun sifat-sifat tertentu dari asam amino dengan
menggunakan reaksi warna dan mengetahui hasil reaksi pengendapan protein oleh asam, reagen
alkaloid, alkohol dan reaksi warna.
Tinjauan Pustaka
Sebagian besar ilmu kimia organisme hidup menyangkut 5 golongan senyawa utama, yaitu:
karbohidrat, lipida, mineral, asam nukleat dan protein. Protein menentukan kebanyakan sifatsifat yang ditemukan dalam kehidupan. Protein menentukan metabolisme, membentuk jaringan
dan membertikan kemungkinan bagai kita untuk bergerak. Protein juga berfungsi mengangkut
senyawa-senyawa dan melindungi kita dari penyebaran mikroorganisme yang merugikan.
Bahkan sifat-sifat yang diturunkan oleh suatu organisme untuk membentuk bermacam-macam
jenis protein dengan kecepatan yang berbeda (Gilvery, 1996). Selain itu proses kimia dalam
tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai
biokatalis. Di samping itu hemoglobin dalam butir darah merah (eritrosit) yang berfungsi
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh adalah salah satu jenis protein
(Riawan, 1990).
Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan senyawa nitrogen. Hewan yang memakan
tumbuhan mengubah protein nabati menjadi protein hewani. Di samping digunakan untuk
pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi bila tubuh kita
kekurangan karbohidrat dan lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein
ialah sebagai berikut: karbon 50%, hydrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3%
dan fosfor 0-3%. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16%, dapat dilakukan
penentuan kandungan protein dalam suatu bahan makanan .
Protein memiliki molekul besar dengan berat molekul bervariasi antara 5000 hingga jutaan.
Dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim, protein akan menghasilkan asam-asam amino.
Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul protein. Asam-asam amino ini terikat satu
dengan lain oleh ikatan peptide. Protein mudh dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH, dan pelarut
organik (Riawan, 1990)

Asam amino adalah senyawa yang mempunyai gugus karbkosil (-COOH) dan gugus amino (NH2). Rumus umum untuk asam amino adalah:
NH2
H-C-COOH
R
Dari rumus umum tersebut dapat dilihat bahwa atom karbon alfa adalah atom karbon asimetrik,
kecuali bila R adalah atom H. Oleh karena itu asam amino memiliki sifat memutar bidang cahaya
terpolarisasi atau aktivitas optik. Oleh karena aton karbon asimetrik, maka molekul asam amino
mempunyai dua konfigurasi D dan L. Molekul asam amino dikatakan mempunyai konfigurasi L
apabila gugus NH2 terdapat di sebelah kiri atom karbon alfa. Bila posisi gugus NH2 di sebelah
kanan, molekul asam amino itu memiliki konfigurasi D.
Hal ini seperti konfigurasi D-gliseraldehida yang memiliki gugus OH di sebelah kanan atom
karbon asimetrik. Asam-asam amino yang terdapat pada protein umumnya mempunyai
konfigurasi L. Asam amino yang mempunyai konfigurasi D dapat diperoleh dari organisme
mikro, misalnya D-asam glutamate dari Bacillus anthracis, D-alanin terdapat pula dalam dinding
sel bakteri. D-asam amino dapat pula diperoleh sebagai hasil hidrolisis antibiotic gramisidin atau
basitrasin. Konfigurasi asam amino tidak ada hubungannya dengan arah putaran cahaya
terpolarisasi (Riawan, 1990).
Sifat-sifat Asam Amino
Seperti yang sudah diutarakan di atas, asam-asam alfa amino bersifat optis aktif kecuali glisin
(asam amino asetat). Pada umumnya mereka larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organic
non-polar seperti eter, aseton dan chloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam
karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatic yang terdiri
atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik.
Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik
(Riawan, 1990).
Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan
gugus amina akan menerima ion H+ sebagaimana yang dituliskan di bawah ini
-COOH -COO- + H+
-NH2 + H+ -NH3
Oleh adanya kedua gugus tersebut, asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang
bermuatan positif dan juga negatif (zwitterions) atau ion amfoter (Riawan, 1990). Bila kadar ion
hydrogen meningkat, senyawa tersebut akan bersifat basa karena gugusan karboksilat akan
mengikat ion H+ sehingga terbentuklah gugusan COOH yang tidak bermuatan.
Gugusan ammonium akan menyebabkan ion tersebut bermuatan positif (bentuk kation).
Sebaliknya zwitterions akan bersifat asam karena gugus ammonium akan melepas ion H+ bila
kadar ion H+ menurun, sehingga terbentuklah gugusan ammonium yang tidak bermuatan.
Akibatnya molekul tersebut menjadi bermuatan negatif (bentuk anion) (Gilvery, 1996).

Dalam suatu sistem elektroforesis yang mempunyai elektroda positif dan negatif, asam amino
akan bergerak menuju elektroda yang berlawanan dengan muatan ion asam amino yang terdapat
dalam larutan.
Oleh karena muatan itu tergantung pada pH larutan, maka pH larutan dapat diatur sedimikian
rupa sehingga ion asam amino tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun elektroda negatif
dalam sistem elektroforesis. pH yang demikian itu disebut titik isolistrik (Riawan, 1990).
Sebagian dari molekul-molekul mungkin mempunyai muatan negatif, tetapi segera diimbangi
oleh molekul-molekul lain dengan muatan positif yang sama banyak: jumlah molekul zwitterions
pada titik isolistrik adalah yang paling banyak (Gilvery, 1996).
Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik
protein bermuatan positif. Oleh karena itu untuk mengendapkan protein dengan ion logam
diperlukan pH larutan di atas titik isolistrik, sedangkan pengendapan dengan ion negatif
memerlukan pH di bawah titik isolistrik. Ion-ion positif yang mengendapkan protein antara lain
Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++.
Sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein ialah ion salisilat, trikloroasetat,
pikrat, tanat dan sulfosalisilat. Berdasarkan sifat tersebut putih telur atau susu dapat digunakan
sedagat antidote atau penawar racun apabila seseorang keracunan logam berat (Riawan, 1990).
Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan protein
sederhana dan protein gabungan. Protein sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas
molekul asam-asam amino, sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri atas protein
dan gugus bukan protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas karbohidrat, lipid
atau asam nukleat (Riawan, 1990).
Protein sederhana dapat dibagi dalam dua bagian menurut bentuk molekulnya, yaitu protein fiber
dan protein globular. Protein fiber mempunyai bentuk molekul panjang seperti serat atau serabut,
sedangkan protein globular berbentuk bulat (Riawan, 1990).
Molekul protein fiber terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang memanjang dan dihubungkan
satu sama lain oleh beberapa ikatan silang sehingga merupakan bentuk serat atau serabut yang
stabil. Sifat umum protein fiber ialah tidak larut dalam air dan sukar diuraikan dengan enzim
(Riawan, 1990).
Kolagen adalah suatu jenis protein yang terdapat pada jaringan ikat. Protein ini mempunyai
struktur heliks tripel. Kolagen tidak larut dalam air dan tidak diuraikan dengan enzim. Namun
kolagen dapat diubah oleh pemanasan dalam air mendidih oleh larutan asam atau basa encer
menjadi gelatin yang mudah larut dan mudah dicernakann. Hampir 30% protein tubuh adalah
kolagen (Riawan, 1990).
Keratin adalah protein yang terdapat dalam bulu domba, sutera alam, rambut, kulit, kuku.
Apabila dipanaskan dengan air mendidih dan diregangkan maka konformasi berubah menjadi
lembaran berlipat parallel, karena ikatan hydrogen yang menunjang struktur terputus (Riawan,

1990).
Protein globular umumnya berbentuk bulat atau elips dan terdiri atas rantai polipeptida yang
berlipat. Pada umumnya gugus R polar terletak di sebelah luar rantai peptida, sedangkan gugus R
yang hidrofob terletak di sebelah dalam molekul protein. Protein globular pada umumnya
mempunyai sifat dapat larut dalam air, dalam larutan asm dan basa dan etanol. Beberapa jenis
protein globular adalah albumin, globulin, histon dan protemin (Riawan, 1990).
Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas. Larutan
albumin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan amonium sulfat hingga jenuh. Albumin
antara lain terdapat pada serum darah dan bagian putih telur (Riawan, 1990).
Globulin mempunyai sifat sukar larut dalam air murni, tetapi dapat larut dalam larutan garam
netral, misalnya larutan NaCl encer. Larutan globulin dapat diendapkan oleh penambahan garam
amonium sulfat hingga setengah jenuh. Globulin dapat diperoleh dengan jalan
mengekstrasikannya dengan larutan garam (5-10%) NaCl, kemudian ekstrak yang diperoleh
diencerkan dengan penambahan air. Seperti albumin, globulin juga dapat terkoagulasi oleh
panas. Globulin antara lain tertdapat dalam serum darah, pada otot dan jaringan lain (Riawan,
1990).
Protein gabungan adalah protein yang berikatan dengan senyawa yang bukan protein. Gugus
bukan protein ini disebut gugus prostetik. Ada beberapa jenis gabungan antara lain mukoprotein,
glikoprotein, lipoprotein dan nucleoprotein (Riawan, 1990).
Reaksi warna untuk asam amino spesifik

Alat dan Bahan

Alat - Alat
Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Pengangas air
Alat vortex
Gelas ukur
Pipet tetes
Gelas pengukur
Lampu spiritus dan penjepit tabung
Bahan-bahan
Larutan encer protein (albumin)
Larutan ZnSO4
Asam sulfosalisilat 20%
Larutan esbach
Kalium ferosianida 5%
Asam asetat glasial
Asam wolframat
Asam metafosfat
Larutan (NH4)SO4
Alkohol pekat, KOH 10%
Larutan kasein 2%
Larutan ninhidrin 0,1%,
Larutan triptofan 0,01%
Larutan merkurisulfat 1%
Larutan NaNO2
Larutan formaldehida encer
Larutan H2SO4
Larutan HNO3 pekat
Larutan amoniak
Klorofenol merah
Na2CO3 2%
HNO3 encer
Larutan Na-hipobromida
Asam sulfosalisilat
Larutan kasein encer
Indikator brom kresel hijau
Asam asetat 2%
Larutan molibdat
Gelatin
Es batu
Larutan amonium sulfat ferosianida.
Cara Kerja

Pengendapan
1.1 Pengendapan dengan menggunakan logam berat melalui tahap-tahap sebagai berikut : ke
dalam 2 cc larutan encer protein (albumin) ditambahkan setetes demi setetes larutan ZnSO4
encer, setelah itu catat perubahan yang terjadi, kemudian tambahkan pereaksi tersebut sampai
berlebihan, endapan yang terjadi akan larut kembali.
1.2 Pengendapan dengan menggunakan pereaksi alkaloid adalah sebagai berikut : ke dalam
empat tabung yang berbeda, masing-masing dimasukkan 2 ml larutan encer protein (albumin).
Kemudian pada tabung pertama ditambahkan pereaksi 1-2 tetes asam sulfoslisilat 20%, pada
tabung kedua ditambahkan esbach sebanyak 2 ml, pada tabung ketiga ditambahkan kalium
ferosianida dan 5 tetes asam asetat glasial tetes demi tetes hingga berlebihan, pada tabung
keempat ditambahkan asam wolframat dan asam metafosfat hingga terbentuk endapan. Setelah
itu amati perubahan yang terjadi pada masing-masing tabung.
1.3 Pengendapan dengan menggunakan garam netral dan alkohol melalui tahap-tahap sebagai
berikut: tambahkan (NH4)2SO4 padat ke dalam 5 ml larutan protein encer (albumin). Lamakelamaan akan terjadi endapan yang jika diencerkan akan larut kembali. Pada tabung yang
berbeda, masukkan satu hingga dua tetes larutan protein pekat dan 2 ml alkohol pekat. Endapan
yang terjadi akan larut kembali jika diencerkan.
Reaksi warna
2.1 Uji Biuret
Dua millimeter larutan protein encer (albumin) dalam tabung reaksi dituangi dengan 2 ml KOH
10% (atau 1 ml NaOH 40%). Tambahkan beberapa tetes CuSO4 0,1%, setelah itu amati
warnanya.
2.2 Uji Ninhidrin
Ke dalam tabung reaksi yang berisi 4 ml larutan kasein 2% ditambahkan 1 ml larutan 0,1%
ninhidrin. setelah divortex, didihkan dengan menggunakan lampu spirtus selama 1 menit.
Kemudian dicatat warna yang timbul.
2.3 Uji Triptofan
0,4 ml larutan triptofan 0,01% dalam tabung reaksi ditambahkan dengan pereaksi C setelah itu
campuran tersebut dipanaskan pada suhu 65oC selama 15 menit dalam penangas air. Kemudian
perubahan yang timbul diamati.
2.4 Uji Millon
Dalam 1 ml larutan protein encer ditambahkan 1 ml larutan merkurisulfat, setelah dipanaskan
hingga mendidih, perubahan yang terjadi diamati. Setelah itu didinginkan di bawah air mengalir
dan ditambahkan setetes demi setetes laritan NaNO2 1%, kemudian panaskan kembali dan
diamati perubahannya.
2.5 Triptofan (Hopkins-Cole)

Dituangkan 1 ml larutan protein encer (albumin) dengan 1 ml larutan formaldehida encer pada
tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung sehingga
terbentuk dua lapisan. Kemudian perubahan yang terjadi diamati dan setelah itu tabung digojok.
2.6 Xanthoprotein
Sebuah tabung reaksi diisi dengan 3 ml larutan protein dan I ml HNO3 pekat, kemudian
campuran tersebut dididihkan dan kemudian langsung didinginkan. Isi tabung tersebut dibagi ke
dalam dua tabung yang berbeda. Pada salah satu tabung diisi dengan amoniak. Amati perubahan
yang terjadi dan dibandingkan.
Semua percobaan uji warna dilakukan pada larutan protein encer (albumin) dan gelatin.
Hidrolisis Protein
3.1 Metaprotein
Ke dalam tabung reaksi dituangkan 5 ml larutan protein (asam) dan setetes klorofenol merah
sehingga larutan menjadi kuning. Kemudian ditambahkan Na2CO3 2% hingga tercapai titik
isolistrik (pada pH 5,4 dan warna larutan menjadi merah muda). Perubahan yang terjadi diamati.
Setelah itu larutan dibagi menjadi dua tabung. Tabung pertama dimasak dan kemudian dibagi
menjadi dua tabung lagi. Tabung yang pertama dari tabung yang pertama dituangi satu tetes
HNO3 encer dan tabung kedua dari tabung pertama dituangi dengan 1 hingga 2 tetes Na2CO3.
Kemudian dicatat perubahan kelarutannya. Tabung kedua ditambahkan Na2CO3 secara
berlebihan dan kemudian dicatat perubahnnya.
3.2 Proteosa
Ke dalam beberapa ml larutan protein encer (albumin) tambahkan larutan (NH4)2 SO2 hingga
jenuh dan kemudian didihkan. Pisahkan endapan yang terjadi kemudian endapan dilarutkan
dengan air panas dan digojok. 1 ml larutan itu diuji dengan menggunakan uji biuret dan sisa
filtratnya diuji dengan panas dan ferosianida.
Perbedaan sifat bermacam-macam protein
4.1 Albumin dan Globulin
Ke dalam dua tabung reaksi yang masing-masing berisi 2 ml serum encer ditambahkan 1 sampai
2 tetes asam sulfosalisilat pada tabung pertama dan 1 tetes klorofenol merah pada tabung yang
kedua. Kemudian warna endapan yang terjadi dicatat. Pada tabung kedua ditambahkan asam
asetat 2% dengan hati-hati hingga warna larutan hilang. Kemudian tabung kedua tersebut
dimasak. Maka akan terjadi endapan. Setelah itu tabung kedua didinginkan. Larutan tadi dibagi
ke dalam dua tabung yang berbeda. Pada tabung pertama ditambahkan 2 ml asam nitrat encer
dan pada tabung kedua ditambahkan 2 ml Na2CO3 encer. Perubahan yang terjadi diamati.
4.2 Kasein
Ke dalam sebuah tabung reaksi yang berisi 5 ml larutan kasein encer yang alkalis ditambahkan
indicator brom kresel hijau. Kemudian setetes demi setetes asam asetat 2% ditambahkan hingga
warna larutan menjadi agak kehijau-hijauan. Endapan yang terjadi dicatat.

4.3 Uji Newman terhadap P dalam Kasein


Ke dalam tabung reaksi yang berisi 2 ml kasein dituangkan 5 tetes HNO3 pekat dan 10 tetes
H2SO4 pekat. Kemudian tabung dipanaskan pada lampu spirtus hingga keluar asap putih. Amati
perubahan warna yang terjadi. Jika masih berwarna coklat atau hitam, maka dengan hati-hati
asam sulfat pekat dialirkan melalui dinding tabung secara hati-hati. Kemudian larutan
dipanaskan kembali hingga tidak berwarna. Tabung didinginkan dan sesudah itu ditambahkan
ammonium molibdat 2 ml. Setelah itu panaskan hingga 10 menit dan catat warna endapan yang
terjadi.
4.4 Gelatin
Sedikit gelatin dicampurkan dengan 10 ml air dalam sebuah tabung. Campuran tersebut digojok
hingga homogen. Setelah itu larutan dimasah pada penangas air selama 10 menit. Dan sesudah
itu larutan didinginkan dalam es batu. Kemudian, gelatin diambil sebanyak 5 ml dan di
tambahkan 1 ml ammonium sulfat ferosianida dan asam asetat beberapa tetes. Amati perubahan
yang terjadi.
Sesudah itu, gelatin yang tersisa dilakukan uji warna dan penambahan ammonium sulfat padat.
Hasil Pengamatan
Pengendapan
1.1 Dengan menggunakan logam berat
Tabung 1. Larutan yang terjadi keruh setelah ditetesi sebanyak 13 kali dan warna endapannya
menjadi putih encer. Setelah tetesan yang ke -50 endapan putih hilang dan warna larutan menjadi
bening.
Tabung 2. larutan menjadi keruh dan terjadi endapan putih setelah ditetesi 10 tetes, setelah
tetesan ke 40 larutan menjadi bening namun masih terdapt endapan.
Albumin dengan kasein akan mengalami pengendapan karena mengalami titik isolistrik akibat
reaksi antara albumin dan kasein (basa sehingga laritan bermuatan negatif) dengan Zn
mengakibatkan terjadinya denaturasi dan koagulasi. Warna keruh disebabkan karena terjadi
ikatan antara Zn dengan albumin menjadi Zn proteinat, Zn dapat menjenuhkan larutan hingga pH
larutan berada di atas pH isolistrik sehingga gumpalan larut kembali. Hal ini sesuai dengan dasar
teori yang dikemukakan oleh Riawan (1990), yang menyatakan bahwa logam berat dapat
mengendapkan protein dengan cara menaikkan pH di atas titik isolistrik.
1.2 Pengendapan dengan garam netral dan alkohol
Tabung 1. sebelum dikocok, ada endapan albumin di dasar tabung dan setelah dikocok, endapan
larut kembali
Tabung 2. warna larutan menjadi keruh setelah larutan albumin dicampur dengan alcohol panas.
Setelah tetesan aquades yang ke 70, warna larutan menjadi agak bening

Albumin mengalami denaturasi akibat adanya pengocokan dengan kuat. Denaturasi adalah
perubahan dalam struktur sekunder, tersier dan kkuartener dari suatu protein, baik itu dalam
bentuk enzim maupun hormon. Karena ikatan peptide tidak pecah, maka struktur primer tidak
terganggu. Selain dengan pengocokan yang kuat, denaturasi juga bias terjadi melalui kondisi
adanya penambahan larutan organik, garam dari logam berat, larutan urea dan lain-lain. Pada
percobaan di atas, albumin mengalami denaturasi sebab garam netral yang digunakan
(ammonium sulfat) dan senyawa organic (alkohol pekat) bersifat higroskopis yang dapat
mengikat air. Molekul air dalam albumin diikat oleh garam dan alcohol pekat sehingga albumin
tersebut menggumpal. Setelah pengocokan kuat dan penambahan aquades, endapan akan larut
kembali karena albumin sudah mendapatkan molekul air dari aquades yang ditambahkan. Hal ini
sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa salah satu sifat protein adalah
mengalami denaturasi dan koagulasi.
1.3 Pengendapan dengan menggunakan alkaloid
Tabung 1. Pada hasil percobaan, warna larutan menjadi berwarna putih susu.
Tabung 2. Pada hasil percobaan, terjadi endapan berwarna kuning.
Tabung 3. Terjadi endapan putih
Tabung 4. Terjadi endapan dengan asam wolframat tetes
Albumin akan mengalami pengendapan karena mengalami titik isolistrik akibat reaksi antara
albumin degan ion-ion negatif mengakibatkan terjadinya denaturasi dan koagulasi. Warna keruh
disebabkan karena terjadi ikatan antara ion salisilat dengan albumin, ion-ion negatif dapat
menjenuhkan larutan hingga pH larutan berada di bawah pH isolistrik sehingga gumpalan larut
kembali. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang dikemukakan oleh Riawan (1990), yang
menyatakan bahwa logam berat dapat mengendapkan protein dengan cara menurunkan pH di
bawah titik isolistrik.
Reaksi Warna
2.1 Uji Biuret
Uji Biuret pada gelatin
Setelah 10 tetes mulai berubah warna (terbentuk cincin ungu), setelah pemberian 13 tetes CuSO4
mulai terdapat cincin ungu di permukaan tabung.
Terjadinya cincin ungu terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida;
menghasilkan CuN yang terjadi dalam suasana basa (melalui penggunaan KOH atau NaOH).
Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk makin jelas dan makin
tua. Pada hasil percobaan, apabila tabung reaksi digoyang maka cincin ungunya akan hilang
menyebar yang berarti ikatan peptidanya lepas dan tidak kuat. Uji biuret berlaku untuk senyawa
yang mempunyai ikatan peptida lebih dari satu. Hasil percobaan ini sesuai dengan tinjauan
pustaka Riawan (1990) yang menyatakan bahwa protein memiliki ikatan peptida yang
ditunjukkan dengan adanya cincin ungu.

Uji Biuret pada albumin


Setelah pemberian KOH 10%, terjadi gumpalan putih susu. Setelah penambahan CuSO4 mulai
terdapat cincin ungu muda di permukaan tabung.
Terjadinya cincin ungu terbentuk dari ikatan antara Cu dan N, unsur N terdapat pada peptida;
menghasilkan CuN yang terjadi dalam suasana basa (melalui penggunaan KOH atau NaOH).
Makin panjang suatu ikatan peptida, maka warna ungu yang terbentuk makin jelas dan makin
tua. Pada hasil percobaan, apabila tabung reaksi digoyang maka cincin ungunya akan hilang
menyebar yang berarti ikatan peptidanya lepas dan tidak kuat. Uji biuret berlaku untuk senyawa
yang mempunyai ikatan peptida lebih dari satu. Hasil percobaan ini sesuai dengan tinjauan
pustaka Gilvery (1996) yang menyatakan bahwa protein memiliki ikatan peptida yang
ditunjukkan dengan adanya cincin ungu.
2.2. Uji Millon
Uji Millon pada gelatin
Sebelum penambahan larutan NaNO3 tidak terdapat endapan dan tidak terjadi perubahan warna.
Setelah penambahan warna larutan menjadi putih dan tidak ada endapan
Percobaan ini kurang berhasil karena seharusnya Hg yang terdapat pada HgSO4 berikatan
dengan NaNO3 membentuk kompleks warna merah. Kegagalan percobaan ini mungkin karena
pipet yang digunakan kurang bersih atau sudah terkontaminasi dengan larutan lain. Penambahan
tetes NaNO3 mungkin juga tidak sama dengan prosedur yang seharusnya dilakukan. Pada
percobaan yang benar, seharusnya tidak terdapat warna merah yang merupakan indikasi adanya
asam amino tirosin. Karena protein yang digunakan adalah gelatin dan gelatin tidak mengandung
asam amino tersebut, maka uji Millon tersebut berhasil negatif.
Uji Millon pada albumin
Sebelum penambahan larutan NaNO3 tidak terdapat endapan dan tidak terjadi perubahan warna.
Setelah penambahan warna larutan menjadi putih keruh dan ada endapan berwarna merah.
Pada percobaan terdapat warna merah yang merupakan indikasi adanya asam amino tirosin.
Endapan merah yang terjadi tersebut karena merkuri berikatan dengan hiroksi dari albumin
menjadi HgNO3. Karena protein yang digunakan adalah albumin dan albumin mengandung
asam amino tersebut, maka uji Millon tersebut berhasil positif. Hal ini sesuai dengan tinjauan
pustaka Harper (1980) yang menyatakan bahwa reaksi warna Millon bertujuan untuk mengetahui
adanya asam amino tirosin yang ditandai adanya warna endapan merah.
2.3 Uji Hopskin Cole
Uji Hopskin Cole pada gelatin

Pada hasil percobaan, sebelum tabung reaksi digojog, terbentuk cincin ungu. Setelah digojok,
cincin ungu memudar dan warna larutan menjadi bening.
Uji Hopskin Cole bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu zat dan senyawa terdapat
asam amino triptofan atau tidak. Pada percobaan ini terdapan warna ungu yang merupakan
indikasi adanya gugus triptofan pada gelatin. Untuk mengetahui apakah terdapat asam amino ini,
dengan penambahan formaldehida, aldehid akan berikatan dengan gugus indol asam amino
triptofan membentuk cincin ungu. Percobaan ini sesuai dengan tinjauan pustaka Harper, 1980
yang menyatakan bahwa reaksi warna Hopskin Cole, bertujuan untuk mengetahui adanya gugus
triptofan yang jika berhasil positif, maka akan menunjukkan indikasi warna ungu.
Uji Hopskin Cole pada albumin
Pada hasil percobaan, sebelum tabung reaksi digojog, terbentuk cincin ungu yang tipis. Setelah
digojok, terdapat endapan yang berwarna bening ungu.
Uji Hopskin Cole bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu zat dan senyawa terdapat
asam amino triptofan atau tidak. Pada percobaan ini terdapan warna ungu yang merupakan
indikasi adanya gugus triptofan pada albumin. Untuk mengetahui apakah terdapat asam amino
ini, dengan penambahan formaldehida, aldehid akan berikatan dengan gugus indol asam amino
triptofan membentuk cincin ungu. Percobaan ini sesuai dengan tinjauan pustaka Harper, 1980
yang menyatakan bahwa reaksi warna Hopskin Cole, bertujuan untuk mengetahui adanya gugus
triptofan yang jika berhasil positif, maka akan menunjukkan indikasi warna ungu.
2.4 Uji Xanthoprotein
Uji Xanthoprotein pada gelatin
Pada hasil percobaan terdapat endapan putih setelah dilakukan pemanasan. Pada tabung pertama
yang ditambah dengan amoniak, warna larutan menjadi berwarna kuning, sedangkan tabung
kedua yang tidak ditambah amoniak tidak berwarna.
Pada dasarnya, uji Xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatic (benzene)
yang berupa asam amino tirosin, triptofan dan fenilalanin. Pada uji ini terbentuk warna kuning
yang merupakan indikator adanya asam amino-asam amino tersebut. Hal ini sesuai dengan dasar
teori dan tinjauan pustaka Harper, 1980 yang menyatakan bahwa reaksi warna Xanthoprotein
bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatik asam amino yang memiliki gugus aromatik
(benzene) yang ditunjukkan dengan adanya warna kuning.
Uji Xanthoprotein pada albumin
Pada hasil percobaan terdapat endapan putih susu setelah dilakukan pemanasan. Pada tabung
pertama yang ditambah dengan amoniak, warna larutan menjadi berwarna kuning, sedangkan
tabung kedua yang tidak ditambah amoniak tidak berwarna.
Pada dasarnya, uji Xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatic (benzene)

yang berupa asam amino tirosin, triptofan dan fenilalanin. Pada uji ini terbentuk warna kuning
yang merupakan indikator adanya asam amino-asam amino tersebut. Hal ini sesuai dengan dasar
teori dan tinjauan pustaka Harper, 1980 yang menyatakan bahwa reaksi warna Xanthoprotein
bertujuan untuk mengetahui adanya gugus aromatik asam amino yang memiliki gugus aromatik
(benzene) yang ditunjukkan dengan adanya warna kuning.
2.5 Uji Molisch
Uji Molisch pada gelatin
Pada hasil percobaan tidak terdapat cincin ungu, warna yang terjadi malah hijau tua
Uji Molisch bertujuan untuk mengetahui adanya sakarida dan glikosida pada suatu senyawa
protein. Hasil yang positif seharusnya berwarna ungu. Pada hasil percobaan, warna yang terjadi
adalah hijau tua yang kemungkinan terjadi kontaminasi pipet atau gelatin yang digunakan terlalu
sedikit sehingga tidak tercapai efek yang diinginkan. Kadar karbohidrat dalam gelatin sedikit.
Karbohidrat dengan penambahan asam pekat mengalami dehidrasi menjadi furfural. Jika furfural
ditambahkan Molisch (-naphto) akan mengalami kondensasi yang membentuk cincin ungu. Hal
ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan (Harper, 1980) yang menyatakan bahwa uji
Molisch memberikan reaksi warna jika direaksikan dengan protein yag mengandung gugus
sakarida.
Uji Molisch pada albumin
Pada hasil percobaan setelah ditambah dengan reagen molisch terjadi perubahan warna coklat
susu di bawahnya terjadi endapan putih. Selain itu terdapat endapan ungu kehitaman
Uji Molisch bertujuan untuk mengetahui adanya sakarida dan glikosida pada suatu senyawa
protein. Hasil yang positif seharusnya berwarna ungu. Pada hasil percobaan, warna yang terjadi.
Karbohidrat dengan penambahan asam pekat mengalami dehidrasi menjadi furfural. Jika furfural
ditambahkan Molisch (-naphto) akan mengalami kondensasi yang membentuk cincin ungu. Hal
ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan (Harper, 1980) yang menyatakan bahwa uji
Molisch memberikan reaksi warna jika direaksikan dengan protein yag mengandung gugus
sakarida.
Perbedaan sifat protein
Albumin dan globulin
Tabung 1. Pada hasil percobaan larutan yang terjadi adalah keruh dan terdapat endapan berwarna
putih
Tabung 2. Setelah penambahan klorofenol red, warna larutan menjadi merah hati
Tabung A. Setelah penambahan asam asetat 2% dan penambahan asam nitrat 2 ml, larutan
menjadi kuning keruh dan endapan yang terjadi tidak larut kembali
Tabung B. Setelah penambahan asam asetat 2% dan penambahan Na2CO3 encer, larutan menjadi
keruh dan ada endapan yang tidak larut.

Serum adalah gabungan dari albumin dan globulin. Asam sulfosalisilat adalah alkaloid yang
bersifat asam dan mengikat protein. Pada albumin, kelarutan protein rendah sehingga
mengendap. Pada tabung kedua penambahan klorofenol pada serum yang mengakibatkan
perubahan warna larutan menjadi merah hati menunjukkan bahwa pH serum bersifat basa.
Klorofenol merupakan indicator pH yang akan berubah warna merah jika larutan bersifat basa
dan akan berwarna kuning jika larutan bersifat asam. Pada tabung A maupun B terjadi endapan
hasil pemanasan yang tidak larut dalam kedua asam yang digunakan (asam nitrat dan Na2CO3).
Endapan tersebut disebut koagulan. Sifat protein yang mengalami koagulasi (denaturasi protein y
ang bersifat irreversible dan permanent) sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa
protein memiliki sifat dapat mengalami koagulasi.
Kasein
Dengan penambahan asam asetat sebanyak 14 tetes tidak terjadi perubahan warna dan tidak
terjadi endapan.
Uji Newman terhadap kasein
Setelah dipanaskan di atas api, larutan menjadi bening dan mengeluarkan asap putih Larutan
menjadi tiga lapis yaitu dari atas ke bawah : bening, putih dan kuning. Setelah didinginkan dan
ditambah dengan ammonium molibdat mengeluarkan warna kuning kehijauan.
Bromkresol hijau merupakan indikator asam basa yang jika ditempatkan pada lingkungan sedikit
asam ataupun basa maka akan berwarna hijau dan jika ditempatkan di lingkungan asam akan
berwarna kuning. Tujuan dari penambahan asam asetat dan NaOH encer adalah untuk
menggumpalkan kasein pada pH isolistriknya (sekitar 4,6) NaOH yang bersifat basa dan asam
asetat yang bersifat asam akan menyebabkan kasein menemukan pH isolistriknya.
Pada uji Newman terhadap kasein, kasein mengalami denaturasi dengan penambahan HNO3 dan
H2SO4. Ketika dipanaskan larutan akan mengeluarkan asap, fosfor yang terlepas dari kasein
menyebabkan ia menjadi asam fosfat yang berwarna kuning.
Reaksi pengendapan gelatin cair
Pada hasil percobaan terdapat endapan gelatin
Gelatin mengalami denaturasi setelah ditambahi ammonium sulfat atau kalium ferrosianida.
Ammonium sulfat adalah salah satu garam yang bersifat higroskopis yang dapat menyerap air.
Kesimpulan
Protein dapat memberikan reaksi pengendapan untuk logam berat, alkohol pekat, garam dan
reagen-reagen alkaloid untuk dasar reaksi penetralan muatan, denaturasi, penarikan gugus air dan
titik isolistriknya. Terdapat reaksi-reaksi spesifik untuk protein yang dapat digunakan untuk
identifikasi kandungan protein antara lain uji biuret yang bertujuan untuk menunjukkan adanya
ikatan peptide, reaksi millon yang spesifik untuk tiroksin (gugus hidroksifenol) dan reaksi

triptofan hopskin cole yang spesifik untuk triptofan.


Melalui percobaan tersebut dapat diketahui adanya sifat-sifat protein yaitu mengendap dengan
reagen esbach, mengendap dengan alkohol pekat, memberi hasil positif terhadap reaksi biuret.
Dalam suasana basa, protein bermuatan negatif dan sebaliknya, dalam suasana asam, protein
bermuatan positif.
Denaturasi dapat terjadi karena pemanasan dan penambahan asam atau basa. Mekanisme
penyakit dapat dijelaskan dengan pendekatan biokimia.
Daftar Pustaka
Gilvery, et al. 1996. Biokimia suatu pendekatan fungsional. Edisi 3. Airlangga University Press:
Surabaya
Harper, et al. 1980. Biokimia (Review of Physiological Chemistry). Edisi 17. EGC: Jakarta
Riawan, S. 1990. Kimia Organik.Edisi 1. Binarupa Aksara: Jakarta
http://yukiicettea.blogspot.com/2009/10/biochemistry-laporan-biokimia-protein.html

Protein
Posted by Admin on Saturday, June 6, 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama")
adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer
dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan
ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen
dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan
fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain
berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang
membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan
(imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen
penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu
sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang
tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan
polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein

merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein
ditemukan oleh Jns Jakob Berzelius pada tahun 1838.
Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa
DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang
dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih "mentah", hanya tersusun dari
asam amino proteinogenik. http://www.blogger.com/moderate-comment.g?
blogID=6973991885859588855Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah
protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Komposisi Protein
Protein terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan, dalam beberapa kasus,
belerang. Protein adalah satu-satunya yang mengandung gizi nitrogen, sebuah
fakta yang menjadikannya kedua penting dan berpotensi beracun.
Asam amino merupakan blok bangunan lebih besar struktur molekul protein.
Beberapa dari asam amino ini dapat synthesized lain dari asam amino (disebut
sebagai nonessential asam amino), sementara beberapa harus diperoleh dari
makanan kami makan (disebut sebagai asam amino essensial).
Setelah terhubung dalam rantai protein, asam amino individu yang disebut sebagai
residu, dan rangkaian terkait karbon, nitrogen, dan oksigen atom dikenal sebagai
rantai utama atau tulang punggung protein.
2.2 Struktur Protein
Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat
satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat).
Struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang
dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Sementara itu, struktur sekunder
protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada
protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Berbagai bentuk struktur sekunder
misalnya ialah sebagai berikut:
alpha helix (-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino
berbentuk seperti spiral;
beta-sheet (-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang
tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan
hidrogen atau ikatan tiol (S-H);
beta-turn, (-turn, "lekukan-beta"); dan
gamma-turn, (-turn, "lekukan-gamma").
Gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder akan menghasilkan struktur tiga

dimensi yang dinamakan struktur tersier. Struktur tersier biasanya berupa


gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan
kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer)
dan membentuk struktur kuartener. Contoh struktur kuartener yang terkenal adalah
enzim Rubisco dan insulin.
Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1) hidrolisis
protein dengan asam kuat (misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino
ditentukan dengan instrumen amino acid analyzer, (2) analisis sekuens dari ujung-N
dengan menggunakan degradasi Edman, (3) kombinasi dari digesti dengan tripsin
dan spektrometri massa, dan (4) penentuan massa molekular dengan spektrometri
massa.
Struktur sekunder bisa ditentukan dengan menggunakan spektroskopi circular
dichroism (CD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR). Spektrum CD dari puntiranalfa menunjukkan dua absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta
menunjukkan satu puncak negatif sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi
struktur sekunder dari protein bisa dikalkulasi dari spektrum CD. Pada spektrum
FTIR, pita amida-I dari puntiran-alfa berbeda dibandingkan dengan pita amida-I dari
lempeng-beta. Jadi, komposisi struktur sekunder dari protein juga bisa diestimasi
dari spektrum inframerah.
Struktur protein lainnya yang juga dikenal adalah domain. Struktur ini terdiri dari
40-350 asam amino. Protein sederhana umumnya hanya memiliki satu domain.
Pada protein yang lebih kompleks, ada beberapa domain yang terlibat di dalamnya.
Hubungan rantai polipeptida yang berperan di dalamnya akan menimbulkan sebuah
fungsi baru berbeda dengan komponen penyusunnya. Bila struktur domain pada
struktur kompleks ini berpisah, maka fungsi biologis masing-masing komponen
domain penyusunnya tidak hilang. Inilah yang membedakan struktur domain
dengan struktur kuartener. Pada struktur kuartener, setelah struktur kompleksnya
berpisah, protein tersebut tidak fungsional.Kekurangan Protein
Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di tubuh kita. Pada dasarnya protein
menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Setiap orang
dewasa harus sedikitnya mengkonsumsi 1 g protein pro kg berat tubuhnya.
Kebutuhan akan protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan
atlet.atlet.
Struktur protein dapat diketahui dengan kristalografi sinar-X atau pun spektroskopi
NMR. Namun, kedua metode tersebut sangat memakan waktu dan relatif mahal.
Sementara itu, metode sekuensing protein relatif lebih mudah mengungkapkan
sekuens asam amino protein. Prediksi struktur protein berusaha meramalkan
struktur tiga dimensi protein berdasarkan atas sekuens asam aminonya. Dengan
perkataan lain, prediksi tersebut meramalkan struktur sekunder dan struktur tersier
berdasarkan atas struktur primer protein.
Metode prediksi struktur protein yang ada saat ini dapat dikategorikan ke dalam
dua kelompok, yaitu metode pemodelan protein komparatif dan metode pemodelan
de novo. Pemodelan protein komparatif (comparative protein modelling)
meramalkan struktur suatu protein berdasarkan atas struktur protein lain yang telah

diketahui. Salah satu penerapan metode ini adalah homology modelling, yaitu
prediksi struktur tersier protein berdasarkan atas kesamaan struktur primer protein.
Pemodelan homologi didasarkan atas teori bahwa dua protein yang homolog
memiliki struktur yang sangat mirip satu sama lain.
Pada metode ini, struktur suatu protein yang disebut dengan protein target,
ditentukan berdasarkan atas struktur protein lain atau protein templet, yang telah
diketahui dan memiliki kemiripan sekuens dengan protein target tersebut. Selain
itu, penerapan lain pemodelan komparatif ialah protein threading yang didasarkan
atas kemiripan struktur tanpa kemiripan sekuens primer. Latar belakang protein
threading ialah bahwa struktur protein lebih dikonservasi daripada sekuens protein
selama evolusi; daerah-daerah yang penting bagi fungsi protein dipertahankan
strukturnya. Pada pendekatan ini, struktur yang paling kompatibel untuk suatu
sekuens asam amino dipilih dari semua jenis struktur tiga dimensi protein yang ada.
Metode-metode yang tergolong dalam protein threading berusaha menentukan
tingkat kompatibilitas tersebut.
Struktur protein dapat ditentukan dari sekuens primernya tanpa membandingkan
dengan struktur protein lain berdasarkan pendekatan de novo atau ab initio.
Terdapat banyak kemungkinan dalam pendekatan ini, misalnya dengan menirukan
proses pelipatan (folding) protein dari sekuens primernya menjadi struktur
tersiernya (misalnya dengan simulasi dinamika molekular), atau dengan optimisasi
global fungsi energi protein. Prosedur-prosedur ini cenderung membutuhkan proses
komputasi yang intens sehingga saat ini hanya digunakan dalam menentukan
struktur protein-protein kecil.
Berdasarkan struktur molekulnya, protein dapat dibagi menjadi 3 golongan utama,
yaitu :
1. Protein Bentuk Serabut (fibrous)
Protein bentuk serabut terdiri atas beberapa rantai peptida berbentuk spiral yang
terjalin satu sama lain sehingga menyerupai batang yang kaku. Karakteristik protein
serabut adalah rendahnya daya larut, mempunyaikekuatan mekanis yang tinggi dan
tahan terhadap enzim pencernaan. Protein ini terdapat dalam unsur-unsur struktur
tubuh (kolagen, elastin, keratin, dan myosin).
2. Protein Globular
Protein globular berbentuk bola, terdapat dalam cairan jaringan tubuh. Protein ini
larut dalam larutan garam dan asam encer, mudah berubah dibawah pengaruh
suhu. Yang termasuk dalam protein globular adalah (Albumin, Globulin, Histon, dan
Protamin).
3. Protein Konjugasi
Protein konjugasi adalah protein sederhana yang terikat dengan bahan-bahan non
asam asam amino. Yang termasuk dalam protein globular adalah (Nukleoprotein,
Lipoprotein, Fosfoprotein dan Metaloprotein)
2.3 Fungsi Protein
Protein dalam makanan akan terlibat dalam pembentukan jaringan protein dan
berbagai fungSi metabolisme yang spesifik.

Pertumbuhan (untuk anak) dan pemeliharaan (untuk orang dewasa)


Protein iubah menjadi asam amino yang diperlukan untuk membangun dan
mempertahankan jaringan tubuh.
Pembentukan ikatan-ikatan essensial tubuh
Mengatur keseimbangan air
Memelihara netralitas tubuh
Pembentukan antibody
Protein ikut serta dalam fungsi Sistem kekebalan tubuh.
Mengangkut zat-zat gizi
Sumber energy
Hormon adalah pengantar zat kimia yang disatukan dan dikeluarkan oleh jaringan
(kelenjar) endokrin dan mengangkut darah ke jaringan atau organ-organ pengikat
ke sel yang peka terhadap rangsangan protein.
Enzim adalah molekul protein ( yang ditunjukan akhiran ase ) berlaku sebagai
katalisator untuk perubahan timngkat reaksi yang terjadi di dalam tubuh. Enzim di
golongkan menurut jenis reaksi mengkatalisasinya contoh :
-Hidrolases membelah campuran.
-Isomerases memindahkan atom dalam suatu molekul.
-Ligases ( synthases ) bergabung dnegan campuran.
-Oxidereductases memindahkan electron.
-Transverases pindahkan golongan fungsional
2.4 Kekurangan Protein
Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di tubuh kita. Pada dasarnya protein
menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Setiap orang
dewasa harus sedikitnya mengkonsumsi 1 g protein pro kg berat tubuhnya.
Kebutuhan akan protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan
atlet.atlet.
Kekurangan Protein bisa berakibat fatal:
a. Kerontokan rambut (Rambut terdiri dari 97-100% dari Protein -Keratin)
b. Yang paling buruk ada yang disebut dengan [[Kwasiorkor], penyakit kekurangan
protein. Biasanya pada anak-anak kecil yang menderitanya, dapat dilihat dari yang
namanya busung lapar, yang disebabkan oleh filtrasi air di dalam pembuluh darah
sehingga menimbulkan odem.Simptom yang lain dapat dikenali adalah:
hipotonus
gangguan pertumbuhan
hati lemak
c. Kekurangan yang terus menerus menyebabkan marasmus dan berkibat kematian.
2.5 Sumber Protein
Daging
Ikan
Telur

Susu, dan produk sejenis Quark


Tumbuhan berbji
Suku polong-polongan
Kentang
Studi dari Biokimiawan USA Thomas Osborne Lafayete Mendel, Profesor untuk
biokimia di Yale, 1914, mengujicobakan proteinkonsumsi dari daging dan tumbuhan
kepada kelinci. Satu grup kelinci-kelinci tersebut diberikan makanan protein hewani,
sedangkan grup yang lain diberikan protein nabati. Dari eksperimennya didapati
bahwa kelinci yang memperoleh protein hewani lebih cepat bertambah beratnya
dari kelinci yang memperoleh protein nabati. Kemudian studi selanjutnya, oleh
McCay dari Universitas Berkeley menunjukkan bahwa kelinci yang memperoleh
protein nabati, lebih sehat dan hidup dua kali lebih lama.

2.6 Crude Protein dan True Protein


Secara umum, ada 3 jenis komponen organik yang utama dalam setiap formulasi
diet / pakan hewan ruminansia. Ketiga komponen tersebut adalah Karbohidrat
(misal: celulosa dan zat tepung), lipid (lemak dan minyak), serta protein. Protein
dapat kita bagi menjadi 2 kelas utama, yaitu Protein Kasar (Crude Protein) dan
Protein Sejati (True Protein). Protein Sejati tersusun atas asam amino (Amino Acids)
berantai panjang dan setiap Protein-nya menjadi berbeda karena tersusun atas 20
Asam Amino yang urutan-nya unik (gambar 1)
.
Gambar 1: Diagram skematik dari Protein Sejati. Setiap protein memiliki
karakteristik yang unik karena bentuk dan urutan asam amino-nya. Kebanyakan
protein terdiri dari beberapa ratus sampai sekian ribu rantai asam amino (Dairy
Research & Technology Centre, University of Alabama)
Di dalam laboratorium pakan, protein dipisahkan dari karbohidrat dan lipid karena
kandungan nitrogen (N) pada protein tersebut secara umum, protein pakan
biasanya mengandung 16% N. Pemisahan ini memungkinkan peneliti untuk
mengestimasi kandungan protein dari sebuah bahan pakan dengan cara melakukan
pengukuran terhadap kandungan N-nya untuk kemudian dikalikan dengan bilangan
6.25 (perbandingan terbalik dari 16%). Meskipun demikian, tidak semua N di dalam
bahan pakan adalah protein, N yang bukan protein disebut Non-protein Nitrogen
(NPN). NPN dapat kita temukan dalam komponen pakan seperti urea, garam
ammonium dan asam amino tunggal. Oleh sebab itu, nilai yang didapat dari hasil
perkalian total N dengan 6.25 biasa disebut Protein Kasar (Crude Protein; CP)
Penguraian Protein Sekian persen dari protein kasar yang terdapat di dalam bahan
pakan yang di konsumsi oleh sapi (disebut juga Intake Protein) di uraikan oleh
mikroba di dalam rumen sapi. Pada sistem NRC (National Research Centre - badan

di Amerika yang mengeluarkan standar dan tabel kebutuhan nutrisi ternak) hal ini di
beri nama Degradable Intake Protein (DIP).
Pada True Protein yang berbeda, kecepatan penguraian-nya tidak sama. Beberapa
jenis dapat diuraikan secara penuh hanya dalam waktu 30 menit setelah mencapai
rumen, sedangkan jenis lainnya dapat memakan waktu beberapa hari sebelum
dapat di uraikan. Bandingkan dengan komponen NPN pada Protein Kasar yang
dapat diuraikan dengan seketika ketika memasuki rumen.
Karena protein pada bahan pakan yang dapat terurai dengan cepat kebanyakan
memiliki sifat mampu larut (soluble), pengukuran protein terlarut (soluble protein)
pada skala laboratorium dapat dianggap menunjukkan proporsi dari protein kasar
yang terurai, yang mana protein tersebut adalah zat yang paling cepat diuraikan di
dalam rumen.
Meskipun begitu, sangat penting untuk selalu di ingat bahwa beberapa sumber
protein terlarut (mis: tepung darah) relatif terurai lebih lambat.
Pada gambar 2 dibawah, hasil keluaran dari pengurain DIP (sebagian besar adalah
ammonia dan asam amino) digunakan untuk pembuatan sel mikroba untuk
menggantikan sel sel mikroba lain yang tersapu bersama bahan pakan lain dari
rumen, dan terutama, menuju usus kecil (small intestine).

Gambar 2: Aliran protein pada sapi laktasi. (Dairy Research & Technology Centre,
University of Alabama).
Pada saat protein sedang diuraikan di dalam rumen, sisa bakan pakan (feed
residue) juga mengalir keluar dari rumen menuju omasum, abomasum untuk
selanjutnya tiba di usus kecil. Oleh sebab itu, manakala kecepatan penguraian
protein (di dalam rumen) kalah cepat dengan aliran keluar sisa bahan pakan, bahan
protein tersebut lolos dari penguraian mikroba rumen.
Hal ini disebut protein lepas (escape atau bypass protein). NRC menyebutnya
sebagai UIP (undegradable intake protein).
2.7 Pelepasan akan Meningkat Linear dengan Asupan Pakan
Pada bahan pakan yang merupakan bahan protein lambat terurai, makin lambat
tingkat perjalanan bahan (passage rate) tersebut melalui rumen, mikroba semakin
memiliki kesempatan untuk menguraikan bahan tersebut dan membuat nilai UIP
makin kecil (gambar 3). Yang perlu di ingat, passsage rate akan meningkat
manakala asupan makanan ditingkatkan. Oleh sebab itulah, nilai UIP akan lebih
rendah manakala sumber bahan pakan protein lepas seperti tepung sereal jagung
(corn gluten meal) diberikan pada sapi masa kering yang mengkonsumsi bahan
kering (dry matter) sebanyak 2% bobot tubuh, dibandingkan sapi laktasi yang
mengkonsumsi dua kali lebih banyak (4% bobot tubuh).
Karena tempo dan irama penyimpanan rumen akan mempengaruhi tingkat
kemampuan urai dari rumen, nilai pelepasan dari sebuah bahan pakan tidak

konstan, tapi akan berubah ubah seiring dengan tingkat asupan pakan.

Gambar 3: Penguraian sangat tergantung pada dua hal, sifat alamiah bahan pakan
dan lamanya bahan tersebut di dalam rumen. Ketika asupan pakan (feed intake)
dan kecepatan perjalanan pakan dari rumen meningkat, lama penyimpanan bahan
dalam rumen dan penguraian oleh mikroba berkurang. (Dairy Research &
Technology Centre, University of Alabama).
2.8 Ketercernaan Protein
Sekitar 80-85% mikroba pengurai protein dan UIP yang mengalir keluar dari rumen
dicerna di usus kecil. Bagaimanapun, UIP dari berbagai jenis bahan pakan
kebanyakan memiliki daya cerna yang rendah.
Khususnya pada bahan hijauan pakan dan limbah produksi pertanian yang telah
mengalami proses pemanasan yang tinggi mengandung protein yang telah rusak
oleh panas (heat damaged protein) yang di laboratorium pakan disebut sebagai
ADIN (acid detergent insoluble nitrogen). Meskipun pada beberapa bahan pakan
yang melalui pemanasan moderat sesungguhnya dapat meningkatkan kualitas
protein lepas (bypass value), panas berlebih (excessive heat) dapat menjadikan
sebagian UIP menjadi tidak dapat dicerna sehingga tidak berguna bagi ternak.
2.9 Keseimbangan Asam Amino
Hasil akhir dari penguraian protein di usus kecil adalah asam amino. Asam amino ini
kemudian diserap oleh aliran darah dan digunakan oleh sapi untuk pertumbuhan,
perawatan jaringan dan produksi susu. Dari sekitar 20 jenis kandungan asam amino
yang terdapat di dalam bahan pakan sumber protein, 10 jenis dapat di produksi
sendiri oleh sapi. Sisanya yang tidak dapat di produksi oleh sapi disebut asam
amino esensial (EAA; essential amino acids). Untuk memastikan konsumsi asam
amino yang seimbang, EAA ini harus terdapat di usus kecil baik dalam bentuk
protein yang dihasilkan mikroba atau pakan UIP.
Idealnya, proporsi relatif dari setiap EAA yang di serap oleh ternak mampu
mencukupi dengan tepat kebutuhan ternak tersebut, hal ini disebabkan ketiadaan
satu jenis asam amino dapat membatasi pemanfaatan jenis yang lain. Hal ini
membuat pemberian pakan tidak efisien.
Bayangkan hal ini dengan misalnya saat kita melakukan pencampuran tujuh bahan
pakan pada jatah TMR (total mixed ration). Penjatahan bahan membutuhkan
proporsi yang selalu konstan dari setiap bahan tersebut. Apabila anda kekurangan
salah satu bahan, maka jumlah 6 bahan lain yang dapat dicampurkan untuk
membuat rasio tetap proporsional menjadi terbatas, hal ini berakibat pada kuantitas
TMR yang mampu dibuat lebih sedikit.
Protein yang dihasilkan oleh mikroba mengandung campuran EAA yang masih jauh
dari ideal apabila dibandingkan secara relatif pada kebutuhan dari seekor sapi yang
ber produksi tinggi. Target utama dari pemilihan ramuan dan unsur protein lepas

adalah untuk menghasilkan UIP (yang mengandung paduan EAA) yang mampu
memenuhi kekurangan asam amino yang dihasilkan mikroba pembuat protein.
Kebanyakan penelitian nutrisi pada saat ini di fokuskan untuk mencari dan
menentukan kebutuhan EAA secara lebih tepat dan memprediksi EAA yang mana
yang dapat di batasi.
2.10 Absorpsi dan transportasi
Setelah proses pencernaan aktif dalam usus halus dalam bentuk asam amino
protein akan diserap melalui sel-sel epitel dinding halus. Semua asam amino larut
dalam air hingga dapat dengan mudah berdifusi secara pasif melalui membrana sel.
Absorpsi asam amino melibatkan beberapa aspek:
1. Transpor aktif
Disini asam amino akan diserap secara alami dengan aktifitas difusi.
2. Kovaktor vitamin B6
Vitamin B6 dibutuhkan untuk transportasi asam amino kedalam jaringan.
3. Kompetensi/persaingan
Dalam penyerapan bila campuran asam amino yang memiliki jumlah dominan akan
menghambat asam amino lain.
4. penyerapan protein utuh
pecahan polipeptida yang agak besAr, bahkan dalam bentuk protein yang tidak
dapat dicerna akan diabsorpsi secara langsung.
2.11 Metabolisme Protein
Jalur metabolik utama dari asam amino
Jalur metabolik utama dari asam-asam amino terdiri atas :
1. Produksi asam amino dari pembongkaran protein tubuh, digesti protein diet serta
sintesis asam amino di hati.
2. Pengambilan nitrogen dari asam amino.
3. Katabolisme asam amino menjadi energi melalui siklus asam serta siklus urea
sebagai proses pengolahan hasil sampingan pemecahan asam amino.
4. Sintesis protein dari asam-asam amino.
2.12 Metode penilaian kualitas protein
Lima metode yang dijelaskan di bawah ini adalah yang paling sering digunakan
untuk menilai kualitas protein.
1. Protein mudah dicernakan sudah dikoreksi Asam amino Skor * (PDCAAS):
The Skor Asam amino dengan tambahan mudah dicernakan komponen. PDCAAS
yang diterima saat ini adalah mengukur kualitas protein karena erat determinations
dilakukan untuk membandingkannya dengan hewan. Sejumlah ahli gizi merasa
metode ini perlu dipelajari lebih lanjut perbaikan dan tambahan perubahan dapat
dilihat pada masa depan.
2. Asam amino Skor (AAS)
Bahan kimia teknik dianggap cepat, konsisten, dan murah. Alat tersebut yg harus
ada asam amino yang hadir dalam protein dan membandingkannya dengan nilai
referensi protein. Itu protein adalah berdasarkan nilai yang paling membatasi asam

amino yg diperlukan. Nilai lebih besar dari 1,0 untuk kedua AAS dan PCDAAS
dianggap menunjukkan bahwa protein mengandung asam amino esensial yang
melebihi kebutuhan manusia. Oleh karena itu, pada tahun 1990 di FAO / WHO
pertemuan itu diputuskan bahwa protein memiliki nilai lebih tinggi dari 1,0 akan
dibulatkan ke bawah 1.0. Jalur ini sedang dalam perdebatan sebagai ahli merasa
bahwa pembulatan bawah berkualitas tinggi protein gagal untuk mencerminkan
kemampuan dari protein untuk melengkapi nilai gizi yang lebih rendah protein
dengan berkualitas.
3. Efisiensi Protein Ratio (PER)
Ukuran kemampuan protein untuk mendukung pertumbuhan yang weanling tikus.
Ini mewakili rasio berat untuk mendapatkan jumlah protein yang dikonsumsi.
Metode ini memiliki dua keprihatinan utama. Pertama adalah perhatian yang tidak
dapat diaplikasikan untuk pertumbuhan bayi dan anak-anak sebagai asam amino
pertumbuhan persyaratan untuk bayi kurang dari orang-orang untuk tikus. Kedua,
PER langkah-langkah pertumbuhan tetapi tidak pemeliharaan sehingga Anda
mungkin menggunakan keterbatasan dalam menentukan kebutuhan protein pada
orang dewasa.
4. Biologi Nilai (BV)
Ukuran jumlah nitrogen tetap dibandingkan dengan jumlah nitrogen diserap. The BV
dan NPU metode keduanya mencerminkan ketersediaan dan mudah dicernakan dan
mereka memberikan yang akurat kajian kebutuhan pemeliharaan.
5.Nitrogen Pemanfaatan Protein (NPU): yang rasio nitrogen yang digunakan untuk
pembentukan jaringan dibandingkan dengan jumlah nitrogen dicerna.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu
sama lain dengan ikatan peptida.
2. Protein terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan, dalam beberapa
kasus, belerang.
3. Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer
(tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat
empat)
4. Berdasarkan struktur molekulnya, protein dapat dibagi menjadi 3 golongan
utama, yaitu :
a. Protein Bentuk Serabut (fibrous)
b. Protein Globular
c. Protein Konjugasi
5. Fungsi Protein :

Pertumbuhan (untuk anak) dan pemeliharaan (untuk orang dewasa)


Pembentukan ikatan-ikatan essensial tubuh
Mengatur keseimbangan air
Memelihara netralitas tubuh
Pembentukan antibody
Mengangkut zat-zat gizi
Sumber energy
6. Protein dapat kita bagi menjadi 2 kelas utama, yaitu Protein Kasar (Crude Protein)
dan Protein Sejati (True Protein)
DAFTAR PUSTAKA
Badley R.A., D. Atkinson, H. Hauser, D. Oldani, J.P. Green, and J.M. Stubbs,1975. The
structure, physical, and chemical properties of the soybean protein glycinin.
Biochem. Biophys. Acta. 412, 214.
Burks A.W., H.L. Butler, J.R. Brooks, J. Hardin, and C. Connaughton,
1988.Identification and comparison of differences in antigens in two commercially
available soybean protein isolates. J. Food Sci. 53, 1456.
Danielson C.E., 1949. Seed globulins of the gramineae and leguminosae. Biochem. J.
44, 387.
Genovese M.I. and F.M. Lajolo, 1993. Composition and structural characteristics of
isolated soy proteins from broken and damaged seeds. J. Food Sci. 58, 148.
http//: id.wikipedia.org/wiki/Protein
http://takadakatakata.blogspot.com/2008/06/protein-dan-asam-amino.htm

Anda mungkin juga menyukai