Anda di halaman 1dari 22

Laporan Keperawatan Jiwa

Kehilangan dan Berduka

Kelompok 4 :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Devi Julian S
Firdiana Destiawati
Muhimmatul Khafidah
Nurcita Qomariah
Nur Indah Ritonga
Puji Pertiwi Ilahi
Puji Rahma Pratami
Sri Emilia
Himmatul Kaira

Program Studi Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pendahuluan
1

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang universal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan
dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak dan
tidak nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak
melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.Dalam perkembangan masyarakat
dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu
yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bantuan kepada orang lain.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhankeperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga
yangmengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan
dandukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan
pribadiketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan,
pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan
pengalaman pribadi mempengaruhiseberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan
keluarganya selama kehilangan dankematian (Potter & Perry, 2005).

Pemicu
2

Sudah 3 bulan yang lalu istrinya meninggal, Bpk.H (33th) masuk ke RSU karena 5
hari tidak pernah keluar kamar, menolak makan, & mengurung diri di kamar. Pada saat
pengkajian Bpk. H mengatakan dia tidak bisa menerima kenyataan istrinya meninggal, dia
merasa bersalah atas kematian istrinya karena dia tidak bisa menjaga istrinya, klien merasa
percuma saja dia hidup kalau sudah kehilangan istrinya.
Klien tampak menangis, sering menundukan pandangan, menolak berinteraksi dengan
siapapun, tatapan mata kosong, sering terdiam di tengah pembicaraan.

Learning Objective
1.
2.
3.
4.

Hal mengenai Kehilangan dan Berduka


Mekanisme Koping
Aspek Keislaman
Asuhan keperawatan dan Strategi pelaksanaan

Daftar Isi
3

Kehilangan..................................................................................................5
a. Respon dan Gejala Klien yang Berduka..........................................5
b. Faktor Resiko Individu.....................................................................6
c. Tipe kehilangan menurut hirarki kebutuhan maslow.......................7
Berduka.......................................................................................................8
a. Definisi Berduka..............................................................................8
b. Jenis-jenis berduka...........................................................................8
c. Fase berduka menurut teori Bowlby................................................8
d. John Harvey (1988)..........................................................................9
e. Redebaugh et al (1999)....................................................................9
f. Kubler-Ross......................................................................................9
Mekanisme Koping....................................................................................10
a. Intervensi Tentang Perilaku Koping yang Adekuat.........................11
b. Tugas berkabung menurut Worden..................................................12
Aspek Keislaman Tentang Berduka.........................................................12
Asuhan Keperawatan................................................................................14
a. Pengkajian........................................................................................14
b. Diagnosa Keperawatan....................................................................16
c. Strategi Pelaksanaan........................................................................18
Daftar Pustaka............................................................................................22

KEHILANGAN
4

Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar,
diketahui atau dialami. Tipe kehilangan mempengaruhi tingkat distress. Pada sumber lain
juga disebutkan kehilangan adalah perubahan dari sesuatu yang ada menjadi tidak ada atau
situasi yang diharapkan terjadi tidak tercapai. Kehilangan dapat diartikan juga sebagai suatu
kondisi dimana seseorang mengalami kekurangan akan sesuatu yang sebelumnya ada,
misalnya kematian orang yang dicintai, PHK. Sedangkan berduka merupakan respon individu
terhadap kehilangan.
Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan aktual dapat dengan mudah
diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainnya pindah rumah. Kehilangan
dirasakan kurang nyata dan dapat disalahartikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau
prestise. Sedangkan dari segi situasinya, kehilangan dapat berupa kehilangan maturasional
yaitu kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya
ataupun kehilangan situasional dimana kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam
merespons kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak dari orang yang dicintai.
Kehilangan dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:
1

Kehilangan objek eksternal


Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi using,
berpindah tepat, dicuri atau rusak karena bencana alam. Kedalamann berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki
orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahal dari lingkungan yang telah dikenal
mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama periode tertentu atau
kepindahan secara permanen. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang
telah dikenal dapat terjadi melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang lansia
pindah ke rumah perawatan, atau situasional, misalnya kehilangan rumah akibat
bencana alam.
Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru,
pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan,
pindah, melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan kematian.
Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis atau psikologis.
Kehilangan aspek diri dapat menurunkan kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak
hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan
permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
Kehilangan hidup
Seseorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan, berfikir dan
merespons terhadap kejadian dan orang sekitarnya sampai terjadinya kematian.

RESPON DAN GEJALA KLIEN YANG BERDUKA


1 Respon kognitif
Gangguan asumsi keyakinan.
Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan.
Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal.
Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah
pembimbing.
5

Respon emosional
Marah, sedih, cemas.
Kebencian.
Merasa bersalah.
Perasaan mati rasa.
Emosi yang berubah-ubah.
Penderitaan dan kesepian yang berat.
Keinginan kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang
hilang.
Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan.
Saat fase reorganisasi, muncul rasa percaya diri dan mandiri.
Respon spiritual
Kecewa dan marah pada Tuhan.
Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa di tinggalkan.
Tidak memiliki harapan, kehilangan makna.
Respon perilaku
Melakukan fungsi secara otomatis.
Menangis terisak atau tidak terkontrol.
Sangat gelisah, perilaku mencari.
Iritabilitas dan sikap bermusuhan.
Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang
yang telah meninggal.
Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya.
Kemungkiinan menyalahgunakan obat atau alcohol.
Kemungkinan melakukan upaya bunuh diri atau pembunuhan.
Mencari aktivitas dan refleks personal selama fase reorganisasi.
Respon fisiologis
Sakit kepala, insomnia.
Gangguan nafsu makan, penurunan berat badan.
Tidak bertenaga.
Palpitasi, gangguan pencernaan.
Perubahan sistem imun dan endokrin.

FAKTOR RESIKO INDIVIDU YANG MENGALAMI REAKSI DUKACITA YANG


ABNORMAL
1 Menerima dukungan atau pengertian yang minim dari orang lain setelah mengalami
suatu kehilangan. Misalnya, abortus, bunuh diri, kamatian.
2 Secara sosial terisolasi, yaitu mereka yang tergolong penyendiri psikologis atau
mereka yang tidak memiliki keluarga atau teman dekat, kuatnya dukungan akan
membantu mempersingkat proses berkabung.
3 Tertutup. Kompulsif atau merasa tidak nyaman dengan bentuk emosi apapun.
4 Banyak mengalami kehilangan dalam waktu yang berdekatan atau kehilangan yang
tiba-tiba, berat, yang tidak terduga sama sekali.
5 Mengalami kehilangan yang telah lalu. Tetapi belum sepenuhnya pulih.
6 Memiliki perasaan ambivalen terhadap orang yang baru meninggal ketika masih
hidup dan kemudian timbul rasa bersalah terhadap orang tersebut.
6

Tipe kehilangan menurut hirarki kebutuhan maslow


Cara bermanfaat untuk memepelajari tipe kehilangan menggunakan hirarki kebutuhan
manusia menrut Maslow. Menurut maslow (1954) tindakan mausia dimotivasi oleh hierarki
kebutuhan, yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis, keselamatan, keamanan da
memiliki.apabila kebutuhan tersebuttidak terpenuhi atau diabaikan karena suatu alasan,
individu mengalami suatu kehilangan.
Kehilangan fisiologis
Kehilangan pertukaran udara yang adekuat, kehilangan fungsi organ tubuh yang
adekuat, dan gejala atau kondisi somatic lain yang menandakan kehilangan fisiologis.
Kehilangan keselamatan
kehilangan lingkunagn yang aman, seperti kekerasan dalam rumah tangga dan
kekerasan public, dapat menjadi titik awal proses duka cita yang panjang- misalnya,
sindrom stress pasca trauma. Terungkapna rahasia sebagai suatu kehilangan
keselamatan psikologis sekunder akibat hilangnya rasa percaya antara klien dan
pemberi perawatan
Kehilangan harga diri
Kebutuhan harga diri terancam atau dianggap sebagai kehilangan setiap kali terjadi
perubahan cara mengharga individu dalam pekerjaan dan perubahan hubungan. Rasa
harga diri individu dapat tertantang atau dialami sebagai suatu kehilangan ketika
persepsi dan harga diri karena keterikatannya dengan peran tertentu, dapat terjadi
bersamaan dengan kematian seseorang yang dicintai
Kehilangan yang berhubungan dengan aktualisasi diri
Tujuan pribadi dan potensi indivisu dapat terancam atau hilang ketika krisis internal
atau eksternal menghalangi atau menghambat upaya pencapaian tujuan dan potensi
tersebut (parkes,1998). Perubahan tujuan atau arah akan menimbulkan periode
dukacita yang pasti ketika individu berhenti berpikir kreatif untuk memperoleh arah
dan gagasan baru. Contoh kehilangan yang terkait dengan aktualisasi diri mencakup
gagalnya rencana menyelesaikan pendidikyan, kehilangan harapan untuk menikah dan
berkeluarga, atau seeseorang kehilangan penglihatan atau pendengeran ketika
mengejar tujuan menjadi artis atau composer. (videbeck,2008)

Referensi:

Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC.

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Tomb, David A. (2004). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: EGC.

Definisi berduka
Berduka merupakan reaksi terhadap kehilangan yang merupakan respon emosional
yang normal. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada setiap individu
berdasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya dan keyakinan spiritual yang
dianutnya. Intensitas dan durasi respon berduka bergantung kepada persepsi kehilangan, usia,
keyakinan agama, perubahan kehilangan yang dibawa ke dalam kehidupannya, kemampuan

personal untuk mengatasi kehilangan dan system pendukung yang ada (Sanders, 1998 dalam
Bobak, 2005)
Jenis-jenis berduka
Berduka normal
Terdiri dari perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan seperti
kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik diri dari aktifitas untuk sementara.
Berduka antisipatif
yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan yang sesungguhnya terjadi.
Berduka yang rumit
Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan
normal. Masa berduka seolah - olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan
individu tersebut dengan oranglain. (Elliana,2011)
Berduka dapat dikelompokan kedalam dua golongan:
Berduka ringan (uncomplicated bereavement), yaitu merasakan kesedihan tetapi masih
dapat melakukan kegiatan sehari - hari yang biasa dilakukan meskipun tidak dengan
antusiasme dan energi sebesar sebelum kehilangan. Seseorang yang mengalami berduka
ringan tidak mengalami depresi dan merasa lebih baik seiring Waktu.
Berduka Berat (complicated bereavement), kesulitan yang dialami individu dalam berduka
atau eksaserbasi masalah - masalah sebelumnya yang menjadi semakin berat selama proses
berkabung, seperti:
Mengalami gejala cemas dan depresi yang mempengaruhi fungsi sosial/keluarga,
pekerjaan dan kesehatan fisik
Memiliki pikiran bunuh diri terus - menerus, yang hampir menjadi konstan atau
mengungkapkan keinginan yang serius untuk bunuh diri atau mengembangkan suatu
rencana untuk bunuh diri
Berhenti pada fase mencari dan merindukan yang terbukti oleh rasa marah yang
persisten, rasa bersalah atau pemikiran obsesif tentang kehilangan (bobak,2005).
Fase berduka menurut teori Bowlby
Bowlby mendeskripsikan proses berduka akibat suatu kehilangan memiliki empat fase:
1
2
3
4

Mati rasa dan penyangkalan terhadap kehilangan


Kerinduan emosional akibat kehilangan orang yang dicintai dan memprotes
kehilangan yang tetap ada
Kekacauan kognitif dan keputusasaan emosional, mendapatkan dirinva sulit
melakukan fungsi dalam kehidupan sehari-hari
Reorganisasi dan reintegrasi kesadaran diri sehingga dapat mengembalikan hidupnya

John Harvey (1988)


1
2
3

Syok, menangis dengan keras dan menagkal


Intrusi pikiran, distraksi, dan meninjau kembali kehilangan secara obsesif
Menceritakan kepada orang lain sebagai cara meluapkan emosi dan secara kognitif
menusun kembali peristiwa kehilangan

Redebaugh et al (1999)
8

Memandang proses berduka cita sebagai suatu proses melalui empat tahap:
1

2
3
4

Reeling: klien mengalami syok, tidak percaya, atau menyangkal


Feeling: klien mengekspresikan penderitaan yang berat, rasa bersalah, kesedihan yang
mendalam, kemarahan, kurang konsentrasi, gangguan tidur, perubahan nafsu makan,
kelelahan, dan ketidaknamanan fisik yang umum
Dealing: kelien mulai beradaptasi terhadap kehilangan dengan melibatkan diri dalam
kelompok pendukung, terapi dukacita, membaca, dan bimbingan spiritual
Healing: klien mengintegrasikan kehilangan sebagai bagian kehidupan dan
penderitaan yang akut berkurang. Pemulihan tidak berarti bahwa kehilangan tersebut
dilupakan atau diterima. (videbeck,2008)

Kubler-Ross
Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, mengerti
atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar - benar terjadi. Reaksi fisik yang terjadi
pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung
cepat, menangis, gelisah, dan seringkali individu tidak tahu harus berbuat apa.
Marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan
kepada orang lain atau diri sendiri. Orang yang mengalami kehilangan juga dapat
menunjukkan prilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan,
bahkan menuduh perawat atau dokter tidak kompeten. Respon fisik antara lain muka merah,
denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Tawar menawar
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat
mencoba membuat kesepakatan secara halus atau terang - terangan seolah - olah kehilangan
itu dapat dicegah.Reaksi sering dinyatakan dengan kata - kata "seandainya saya hati - hati."
Tahap depresi
Pada tahap ini individu menunjukkan sikap menarik diri, kadang - kadang bersikap sangat
penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa
muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain menolak makan,
susah tidur, letih, turunya libido.
Penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat
pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan
kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau
orang yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada
objek yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan
perasaan yang damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi
perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke tahap penerimaan akan
mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.(bobak,2005)
Referensi

Videbeck,Sheila L (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


Bobak,M Irene (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas ed.4. Jakarta: EGC
Elliana,M(2011). Tinjauan pustaka avail at http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24757/4/Chapter
%20II.pdf accessed at 9 oct 2014 17.00 wib

Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial
(Menyangkal), Represi (menekan kealam bawah sadar/melupakan), Intelektual (penggunaan
logika), Regresi (bergantung pada orang lain/childish), Disosiasi, Supresi (menekan
kecemasan), dan Proyeksi (menyalahkan orang lain) yang digunakan untuk menghindari
intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan
pada pasien depresi yang dalam.Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering
dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
Orang yang mengalami duka cita mencoba berbagai strategi untuk menghadapinya.
Worden (1991) mengidentifikasi tugas berduka sebagai kemampuan untuk:
Menerima kenyataan kehilangan
Mengalami sakitnya kehilangan
Menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat kematian orang yang dialami
Melanjutkan hidup
Jika suatu kematian sudah diantisipasi dan keluarga sudah mengamati penurunan
kesehatan terhadap orang yang tengah sekarat. Rasa sakit yang diperlukan untuk
memfasilitasi pemulihan. Tahap tiga yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan tempat orang
yang dicintai telah tiada. Pada akhirnya, orang yang berduka perlu melanjutkan hidupnya
kembali (Brooker, Chris, 2009).
Worden (1982) menggaris bawahi empat tugas duka cita yang memudahkan penyesuaian
yang sehat terhadap kehilangan, dan harper (1987) merancang tugas dalam akronim TEAR:
T- untuk menerima realitas dari kehilangan
E- mengalami kepedihan akibat kehilangan
A- menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda, atau aspek diri
yang hilang
R- memberdayakan kembali energy emosional ke dalam hubungan yang baru.
Tugas ini tidak terjadi dalam urutan yang khusus. Pada kenyataanya, orang yang berduka
mungkin melewati kempat tugas tersebut secara bersamaan, atau hanya satu atau dua yang
menjadi prioritas. Perawatdapat membantu klien dan keluarganya dalam memahami dan
berupaya melewati tugas ini ketika tugas tersebut sesuia dengan situasi unik mereka (Potter &
Perry, 2005).
Tugas dalam proses berduka diuraikan oleh Rando (1984) sebagai berikut:
10

Memutus ikatan psikososial terhadap orang yang dicintai dan pada akhirnya
menciptakan ikatan baru.
Menambah peran, keterampilan, dan perilaku baru dan merevisi peran, keterampilan, dan
perilaku yang lama menjadi suatu identitas dan kesadaran diri yang baru
Mengikuti gaya hidup yang sehar, yang mencakup individu dan aktivitas
Mengintegrasikan kehilangan ke dalam kehidupan. Hal ini tidak berarti bahwa akhir
proses berduka telah tercapai, tetapi akomodasi terjadi saat realitas kehilangan
diintegrasikan ke dalam kehidupan (Videbeck, Sheila, 2008).

Intervensi Tentang Perilaku Koping yang Adekuat


Intervensi mencakup memeberi klien kesempatan untuk membandingkan dan
membedakan caranya melakukan koping terhadap kehilangan yang signifikan di masa lalu,
membantunya meninjau kekuatan dan memperbarui kesadaran akan kemampuan personal.
Mengingat dan mempraktikkan perilaku masa lalu dalam situasi yang baru dapat
menimbulkan percobaan dengan metode yang baru dan memahami diri sendiri. Memiliki
perspektif historis meringankan proses berduka individu dengan memungkinkan perubahan
cara berpikiri tentang dirinya, kehilangan, dan mungkin makna kehilangan dalam hidupnya.
Mendorong klien merawat dirinya sendiri adalah intervensi lain yang membantu klien
melakukan koping. Perawat dapat menawarkan makanan tanpamemaksa klien untuk makan.
Menjaga makan, tidur cukup, olahraga, dan meluangkan waktu unutk aktivitas yang
menyenangkan adalah cara yang dapat klien lakukan untuk merawat dirinya. Seperti pejalan
kaki yang lelah perlu berhenti, istirahat dan mengembalikan kekuatannya, demikian juga
dengan individu yang berduka harus beristirahat sejenak dari proses berduka yang
melelahkan. Kembali melakukan rutinitas pekerjaan atau memfokuskan pada anggota
keluarga yang lain dapat memberikan waktu istirahat tersebut.
Komunikasi dan keterampilan interpersonal adalah alat perawat yang efektif. Klien
percaya bahwa perawat akan memiliki apa yang diperlukan untuk membantunya dalam
proses yang sulit ini. Selain keterampilann tersebut, alat ini mencakup:
-

1
2

Menggunakan pertanyaan yang sederhana dan tidak menghakimi untuk mengakui


kehilangan: saya ingin anda tahu saya memikirkan anda.
Menyebut nama orang atau benda yang dicintai dan telah hilang (jika diterima dalam
budaya klien)
Kata-kata tidak selalu diperlukan: sentuhan ringan pada siku, bahu , atau tangan atau
sekedar berada disisi klien akan menunjukkan kepedulian
Menghormati proses berduka klien yang unik
Menghormati keyakinan personel klien
Menunjukkan sikap dapat dipercaya klien: jujur, dapat diandalkan, dan konsisten.
Senyum yang ramah dan kontak mata dari klien selama percakapan yang akrab
menunjukkan sikap perawat yang dapat dipercaya.
Tugas Berkabung Menurut Worden
Menerima kehilangan sebagai kenyataan
Mengatasi rasa kesedihan: individu yang tidak mengakui kesedihannya akan
mengalami rasa berduka yang panjang
11

Menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana obyek yang hilang berada 3 bulan
pertama individu tidak merasa kesepian, namun setelah itu orang tidak lagi
mengunjungi dan menghubunginya sehingga ia merasa kesepian. Orang sekelilingnya
sebaiknya mengisi peran-peran yang biasa dilakukan seseorang yang hilang
(almarhum).
Mengenang almarhum sebagai bagian dari hidupnya: tugas perkembangan yang
terakhir adalah menjalin hubungan dengan orang lain, bukan berarti tidak mencintai
almarhum lagi.

Referensi :

Hidayat, Alimul A. (2007). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika
Videbeck, Sheila L. (2008). Bukur Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Ernawati dan Maftuhah. (2006). Modul Dasar Keperawatan. Jakarta: General Education
Brooker, Crhis. (2009). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC

Aspek Keislaman tentang Kehilangan dan Berduka





Artinya : (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa mushibah, mereka mengucapkan:`
Innaalillaahi wa innaa ilaihi raajiuun `.(QS. 2:156)
Di dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. supaya
memberi kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Apabila mereka ditimpa sesuatu
musibah mereka mengucapkan "innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun", yang artinya
"sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali".
Bacaan Tarji`

"(Yaitu) orang-orang yang apabila mereka ditimpa oleh suatu kesusahan, mereka berkata:
Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali."


"Sesungguhnya kita ini milik Allah dan sungguh hanya kepada-Nya kita akan kembali. Ya
Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan berilah ganti yang lebih baik
daripadanya."
Bacaan tersebut dikenal dengan sebutan bacaan tarji'.Tarji' merupakan frase
umat Islam apabila seseorang tertimpa musibah dan biasanya diucapkan apabila menerima
kabar duka cita seseorang. Frasa ini biasanya diterjemahkan "Sesungguhnya kita milik Allah,
dan kepada Allah jualah kita kembali."
Umat Islam mempercayai bahwa Allah adalah Esa yang memberikan dan Dia jugalah
yang mengambil, Dia menguji umat manusia.Oleh karenanya, umat Islam menyerahkan diri
kepada Tuhan dan bersyukur kepada Tuhan atas segala yang mereka terima. Pada masa yang
sama, mereka bersabar dan menyebut ungkapan ini saat menerima cobaan atau musibah.
12

Sesungguhnya kematian merupakan misteri bagi manusia.Tak seorangpun yang tahu


kapan datangnya.Namun satu kepastian bahwa ajal (waktu kematian) seseorang sudah
tercatat jauh hari di Lauhul Mahfudz sebelum manusia diciptakan.Dan ketika seseorang sudah
tiba ajalnya, maka tidak bisa diajukan barang sesaat ataupun diundurkan. Allah Taala
berfirman,

Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak
dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.(QS. Al
Araf: 34)
Setelah kematian maka kesempatan beramal telah habis. Manusia akan mendapatkan
balasan dari amal-amal perbuatannya di alam kubur, berupa nikmat atau adzab kubur. Dan
ketika sudah terjadi kiamat, dia akan dibangkitkan dan mempertanggungjawabkan segala
amal perbuatannya di hadapan Allah.
Maka barang siapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS.Al-Araf:35)

Allah Taala berfirman:



( 22)



(23)
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (22) (Kami jelaskan yang
demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan
supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri (23) (QS. Al
Hadid: 22-23)
Janganlah bersedih dengan nikmat dunia yang luput darimu. Janganlah pula
berbangga dengan nikmat yang diberikan padamu. Karena nikmat tersebut dalam waktu dekat
bisa sirna. Sesuatu yang dalam waktu dekat bisa sirna tidak perlu dibangga-banggakan. Jadi
tidak perlu engkau berbangga dengan hasil yang diperoleh dan tidak perlu engkau bersedih
dengan sesuatu yang luput darimu. Semua ini adalah ketetapan dan takdir Allah. Intinya,
manusia tidaklah bisa lepas dari rasa sedih dan berbangga diri. Jadi tidak perlu berbangga
diri dan bersedih hati atas nikmat Allah yang diperoleh dan luput darimu. Pahamilah bahwa
itu semua adalah takdir Allah, tak perlu sedih. Itu semua adalah yang terbaik untuk kita,
mengapa harus terus murung. Itu semua pun sewaktu-waktu bisa sirna, mengapa harus
berbangga diri
Kematian bersifat memaksa dan siap menghampiri manusia walaupun kita berusaha
menghindarkan resiko-resiko kematian.
"Katakanlah: Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah
ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh. Dan Allah

13

(berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan
apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali Imran, 3:154)
Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat
"Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang
waktu kematiannya.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS, AlMunafiqun, 63:11)

"Tiap-tiap (tubuh) yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami
kamu dikembalikan." (QS.29:57)





Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di
dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka
mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka
mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya
(datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir
tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (QS:4:78)

Referensi:

http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kematian1.html (oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Wawasan ALQURAN-Tafsir maudhu`I atas pelbagai persoalan umat. Bandung: Penerbit Mizan)

http://rumaysho.com/belajar-islam/tafsir-al-quran/3169-jangan-berputus-asa-terhadap-sesuatu-yang-luputdarimu.html

Al-Quran dan Hadist

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
Faktor ini mempengaruhi rentang respon kehilangan, antara lain sebagai berikut:
Faktor Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
Faktor Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan
individu yang mengalami gangguan fisik.
Faktor Kesehatan Mental
Individu yang mengalami gaangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya atau pesimis, selalu
14

dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi
situasai kehilangan.
Faktor Pengalaman
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa lalu (misalnya,
pada masa kanak-kanak) akan mempengaruhi individu dalam mengatasi atau
menghadapi kehilangan pada masa yang akan datang.
Faktor Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep diri yang negative, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah dan tidak objektif terhadap stress
yang akan dihadapi.
(Keliat, 2009)
b. Faktor presipitasi
Faktor pencetus perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata atau imajinasi individu
seperti kehilangan kesehatan, fungsi seksualitas, harga diri dan kehilangan pekerjaan
dan lain lain (Dalami, 2009).
c. Respon dan Prilaku
Perasaan
Berduka
Ketakutan
Marah
Rasa bersalah / menyalahkan diri
Ansietas
Kesendirian
Kelelahan
Ketidakberdayaan / keputusasaaan
Kerinduan
Kebebasan
Kesadaran (pola fikir)
Ketidakpercayaan
Kebingungan / masalah ingatan
Masalah dengan pembuatan keputusan
Ketidakmampuan berkonsentrasi
Perasaan akan kehadiran orang yang sudah meninggal
Sensasi Fisik
Sakit kepala
Mual dan gangguan selera makan
Kesesakan pada derah dada dan tenggorokan
Insomnia
Terlalu sensitive terhadap suara
Rasa depersonalisasi (Tidak ada yang nyata)
Napas yang dangkal, perasaan tersedak
Kelemahan otot
Kurang energy
Mulut Kering
15

Perilaku
Menangis dan sering mengeluh
Menjaga jarak dengan orang
Lingkungan
Memimpikan orang yang sudah meninggal
Menjaga Kamar orang yang sudah meninggal tetap utuh
Kehilangan ketertarikan pada kejadian kehidupan sehari hari
Menggunakan objek milik orang yang sudah meninggal
(Potter & Perry, 2010)
Referensi:

Keliat, Budi Anna. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Dalami, Ermawati. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta: TIM
Potter & Perry . ( 2010 ) . Fundamental Keperawatan ed.7 Vol.2. Jakarta : Salemba Medika

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa: Dukacita
Batasan Karakteristik:
- Menyalahkan
- Berpisah / menarik diri
- Putus asa
- Kepedihan
- Distres psikologis

Domain 9 : Koping / Toleransi Stres


Kelas 2 : Respon Koping
Definisi:
Proses kompleks normal yang meliputi respons dan
perilaku emosional, fisik, spiritual, social, dan intelektual
yakni individu, keluarga, dan komunitas memasukkan
kehilangan yang actual, adaptif, atau dipersepsikan ke
dalam kehidupan sehari hari mereka.
Faktor yang Berhubungan:
- Kematian orang terdekat

NOC
NIC
1. Psychosocial Adjustment: Life 1. Coping Enhancement
Change
Aktivitas:
Indikator:
- Nilai dampak situasi hidup pasien dalam peran
- Pasien dapat menetapkan
dan hubungan
tujuan yang realistis
- Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik
- Pasien dapat
relaksasi sesuai kebutuhan.
mempertahankan harga diri
- Ajarkan pasien untuk mengevaluasi perilakunya.
- Pasien dapat
- Coba untuk memahami perspektif pasien
mempertahankan
mengenai situasi yang membuat stress
produktivitas
- Hindari mengambil keputusan ketika pasien
- Pasien dapat melaporkan
dalam stress berat.
perasaan berguna
- Perkenalkan pasien kepada orang-orang atau
- Pasien dapat mengungkapkan
kelompok-kelompok yang sukses melewati
rasa optimis tentang masa
pengalaman yang sama.
depan
- Diskusikan konsekuensi dari tidak mau
- Pasien dapat
berhadapan dengan perasaan bersalah dan malu.
mengidentifikasi beberapa
- Nilai kebutuhan atau keinginan pasien untuk
strategi koping
support social.
16

Pasien dapat menggunakan


strategi koping yang efektif
Pasien dapat
mengekspresikan rasa puas
dengan pencapaian dalam
hidup
Pasien melaporkan perasaan
keterlibatan secara social

2. Coping
Indikator:
- Pasien dapat
mengidentifikasi pola koping
- Pasien dapat melaporkan
berkurangnya stress
- Pasien dapat secara verbal
mengungkapkan rasa
penerimaan situasi
- Pasien dapat adaptasi
terhadap perubahan hidup
- Pasien dapat menggunakan
sikap kebiasaan yang baik
untuk mengurangi stress
- Pasien dapat melaporkan
perasaan negative
- Pasien dapat melaporkan
berkurangnya tanda gejala
stress
- Pasien dapat meningkatkan
kenyamana psikologis

Bantu pasien untuk mengidentifikasi keberadaan


sistem support.
Anjurkan untuk mengidentifikasi deskripsi
realistic dari perubahan peran
Nilai dan diskusikan respon alternative pasien
terhadap situasi dirinya
Gunakan ketenangan dengan pendekatan yang
menenangkan
Sediakan atmosfir atau lingkungan yang diterima
Bantu pasien dalam pengembangan penilaian
yang objektif dari kejadian
Anjurkan prilaku harapan yang realistic sebagai
jalan penerimaan perasaan ketidak berdayaan
Evaluasi kemampuan pembuatan keputusan
pasien
Anjurkan sabar dalam perkembangan hubungan.
Anjurkan berhubungan dengan seseorang yang
memeliki ketertarikan dan tujuan yang sama.
Berikan aktivitas social dan komunitas.
Akui spiritual pasien / latar belakang budaya.
Berikan kegunaan sumber spiritual, jika
diinginkan.
Konfrontasikan
perasaan
ambivalen
(marah/depresi) pasien.
Berikan identifikasi nilai-nilai kehidupan yang
spesifik.
Eksplorasi bersama pasien metode sebelumnya
untuk menghadapi masalah hidup.
Bantu penggunaan mekanisme pertahanan yang
cocok.
Berikan verbalisasi mengenai perasaan, persepsi,
dan ketakutan
Bantu pasien dalam mengidentifikasi kemampuan
dan kekuatannya.
Bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan
jangka pendek dan panjang yang tepat.

i. Spiritual Support
Aktivitas:
- Gunakan
komunikasi
terapeutik
untuk
membangun kepercayaan dan rasa empati.
- Manfaatkan peralatan untuk memonitor dan
mengevaluasi kesejahteraan spiritual, dengan
tepat.
- Rawat individu dengan bermartabat dan rasa
hormat.
- Sediakan privasi dan waktu sendiri untuk
aktivitas spiritual.
- Berbagi kepercayaan mereka mengenai arti dan
alasan dengan tepat.
17

Berbagi perspektif spiritual mereka dengan tepat.


Berdoa atau beribadah dengan individu.
Beri musik literature program radio/TV religi.
Rujuk kepada ahli agama mengenai pilihan
individu.
Selalu bersedia untuk mendengarkan perasaan
individu.
Nyatakan empati dengan perasaan individu.
Dengarkan secara cermat komunikasi individu
dan mengembangkan waktu bimbingan untuk
ritual ibadah atau spiritual.
Selalu terbuka untuk perasaan individu mengenai
kehilangan atau kematian.
Ajari metode relaksasi, meditasi, dan imajinasi
terbimbing.

Referensi:

Bulecher, Gloria M. (2004). Nursing Intervations Classifications. Mosby Elseiver: USA

Johnson, Mario. (2006). NOC and NIC Linkages. Mosby Elseiver: USA

Sue, Moorhead dkk. (2008). Nursing Outcomes Classifications. Mosby Elseiver: USA

Wiley Blackwell. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses, Definitions and Clasifications. Mosby
Elseiver: USA

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PERTEMUAN KE I


KEHILANGAN ( BERDUKA CITA )
Hari/Tanggal

: Senin, 13 Oktober 2014

Bapak H (33 tahun) masuk ke RSU karena 5 hari tidak pernah keluar kamar,
menolak makan dan mengurung diri di kamar. Pada saat pengkajian, bapak H
mengatakan dia tidak bisa menerima kenyataan istrinya meninggal, dia merasa
bersalah atas kematian istrinya karena dia tidak bisa menjaga istrinya, klien
merasa percuma saja kalau dia hidup kalau sudah kehilangan istrinya. Klien
tampak menangis, sering menundukkan pandangan, menolak berinteraksi
dengan siapa pun, tatapan mata kosong, sering terdiam di tengah pembicaraan.

A Proses keperawatan
1 Kondisi klien
- Data Subjektif

18

klien

tidak

bisa

menerima

kenyataan

meninggal
Klien merasa bersalah atas kematian istrinya karena

dia tidak bisa menjaga istrinya


klien merasa percuma saja kalau dia hidup kalau

sudah kehilangan istrinya.


Data Objektif
a Klien tampak menangis
b Klien sering menundukkan pandangan
c Klien menolak berinteraksi dengan

istrinya

siapa

pun,

tatapan mata kosong, sering terdiam di tengah


2
3

pembicaraan.
Diagnosa keperawatan
: Berduka cita
Tujuan tindakan :
- Tujuan Umum
: klien dapat berhasil melewati tahap-tahap
dalam proses kehilangan
Tujuan Khusus :
a Klien mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya
b Klien mampu berbagi rasa dengan orang disekitarnya
c Klien mampu menerima kenyataan kehilangan dengan damai
d Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda kesedihan
e Klien dapat berinteraksi dengan keluarga dan orang lain.
Tindakan Keperawatan:
a Berikan dorongan kepada klien untuk mengungkapkan pikiran
-

dan perasaannya
b Dengarkan dengan penuh perhatian dan memberi respon
c Tingkatkan kesadaran klien akan kenyataan secara bertahap
d Bantu pasien untuk mengidentifikasi support system
e Anjurkan klien untuk melakukan terapi spiritual
B Proses pelaksanaan tindakan
a Fase Orientasi
assalamualaikum bapak, selamat pagi. (sambil tersenyum dan
pandangan mata fokus) perkenalkan pak, saya perawat Cita
yang hari ini akan merawat bapak mulai dari jam 7 hingga jam 2
siang nanti . benar dengan bapak H ? Bapak lebih senang
dipanggil siapa ? bapak, bagaimana kabarnya hari ini ?
Alhamdulillah, baik ya pak. Bagaimana tidurnya tadi malam
pak, nyenyak ? Bapak, mengatakan jika tidur bapak tidak
nyenyak, adakah yang sedang bapak pikirkan ? Apakah bapak
bersedia untuk menceritakannya kepada saya sekarang ? Ok,
karena bapak bersedia, bagaimana jika kita berbincang-bincang
kurang lebih selama 20 menit ke depan pak ? baiklah, bapak
ingin

berbincang

dimana?

Di

kamar

bapak

saja

atau

19

berbincangnya sambil berjalan mengelilingi taman pak? Ok,


b

baiklah pak, kita berbicara di kamar bapak saja.


Fase Kerja
jadi apa yang menjadi beban pikiran bapak, saat ini ? jadi
bapak masih belum bisa menerima atas meninggalnya istri bapak
? lalu adakah hal lain yang membuat bapak semakin merasa
bersedih ? jadi bapak merasa bersalah atas meninggalnya istri
bapak karena bapak tidak bisa menjaga beliau ? Baik sekali
bapak bisa mengungkapkan apa yang sedang bapak pikirkan.
baiklah, menurut bapak, bagaimana respon keluarga dengan
meninggalnya istri bapak? Apakah keluarga menyalahkan bapak
atas kematian istri bapak ? Baiklah pak, keluarga tidak pernah
menyalahkan bapak atas kematian ibu (istri), lah bapak mengapa
bapak bisa berfikiran jika bapak bersalah atas kematian ibu ?
baiklah pak, bapak sebenarnya tidak ada yang perlu disalahkan
atas kematian ibu, karena kematian ini adalah suatu hal yang
akan dialami oleh semua manusia. Kematian manusia itu sendiri
sudah ada yang mengatur pak, yaitu Allah SWT, karena kita
adalah makhluk yang diciptakanNya, maka kita pun nanti akan
kembali kepadaNya. Bukan hanya ibu yang akan meninggal, kita
semua pun nantinya akan menyusul ibu pak, . Bagaimana pak ?
apa yang bapak lakukan ketika pikiran dan rasa bersalah itu
muncul kembali ? Ok, bagus sekali ya pak, bapak mengatasinya
dengan mengucapkan kalimat toyyibah yaitu lailaha illallah dan
membaca al-quran. Wah, bagus sekali ya pak, lalu, karena
kegiatan tersebut cukup banyak, bagaimana jika kita tetapkan 1
kegiatan terlebih dahulu pak yang ingin bapak lakukan ? nah
pak, supaya kegiatan ini menjadi suatu kebiasaan yang baik,
bagaimana jika kegiatan tersebut kita masukkan ke dalam list
jadwal kegiatan bapak sehari-hari? nah, disini saya punya
jadwal kegiatan pak, jadwal ini bisa bapak isi sesuai dengan
keinginan bapak. bapak ingin melakukannya berapa kali dalam
sehari? oh, sesering mungkin ya pak baik pak, silahkan
tuliskan kapan saja waktunya bapak ingin melakukannya di kertas

jadwal ini
Fase Terminasi
Bagaimana perasaan yang bapak rasakan setelah kita
berbincang-bincang selama 20 menit ini? Alhamdulillah, baik ya
20

pak Pak, bisakah bapak menyebutkan satu kegiatan utama


yang ingin bapak lakukan untuk mengurangi perasaan malu
bapak ? wah, bagus sekali, bapak tampak bersemangat sekali
ya, nah, bapak bisa mulai melakukan kegiatan ini sesuai
dengan jadwal yang bapak tuliskan tadi ya pak, karena
sekarang sudah 20 menit, pertemuan kita, dicukupkan dulu
sampai disi ya pak, nanti, satu jam lagi saya akan datang lagi
ke kamar bapak untuk melakukan pengukuran tekanan darah
bapak dan menanyakan kembali apa yang bapak rasakan setelah
melakukan hal tersebut. Saya permisi dulu ya pak, selamat
beristirahat. Assalamualaikum pak. (Pergi meninggalkan
ruangan klien sambil tersenyum)

Daftar Pustaka

21

Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik. Jakarta: EGC.
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Tomb, David A. (2004). Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: EGC.
Videbeck,Sheila L (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Bobak,M Irene (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas ed.4. Jakarta: EGC
Elliana,M(2011). Tinjauan pustaka avail at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24757/4/Chapter%20II.pdf accessed
at 9 oct 2014 17.00 wib
Hidayat, Alimul A. (2007). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika
Videbeck, Sheila L. (2008). Bukur Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Ernawati dan Maftuhah. (2006). Modul Dasar Keperawatan. Jakarta: General
Education
Brooker, Crhis. (2009). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kematian1.html (oleh Dr. M. Quraish
Shihab, M.A. Wawasan AL-QURAN-Tafsir maudhu`I atas pelbagai persoalan umat.
Bandung: Penerbit Mizan)
http://rumaysho.com/belajar-islam/tafsir-al-quran/3169-jangan-berputus-asa-terhadapsesuatu-yang-luput-darimu.html

Al-Quran dan Hadist


Bulecher, Gloria M. (2004). Nursing Intervations Classifications. Mosby Elseiver:
USA
Johnson, Mario. (2006). NOC and NIC Linkages. Mosby Elseiver: USA
Sue, Moorhead dkk. (2008). Nursing Outcomes Classifications. Mosby Elseiver: USA
Wiley Blackwell. (2012). NANDA International Nursing Diagnoses, Definitions
and Clasifications. Mosby Elseiver: USA

22

Anda mungkin juga menyukai