Anda di halaman 1dari 24

Mengenal dunia kontruksi bangunan

pada lahan gambut


Awalnya saya melihat bahwa di Kalimanttan pada umumnya dan Palngkaraya
khususnya banyak terdapat lahan gambut, dimana lahan gambut itu sendiri
terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk.
Umumnya dikatakan sebagai gambut apabila kandungan bahan organik dalam
tanah melebihi 30 %, akan tetapi di Indonesia sendiri biasanya memiliki
kandungan bahan organik melebihi 65% dan kedalamannya melebihi 50cm
(wikipedia). Semakin tebal lapisan gambutnya, maka semakin besar penurunan
yang mungkin terjadi. Sebagai bahan organik, gambut juga bahkan dapat
digunakan sebagai sumber energi.

(sumber : wikipedia)

Sifat dari tanah gambut itu sendiri lunak dan mudah ditekan, sehingga jika
dikaitkan dengan konstruksi bangunan yang berada di atas lahan gambut, maka
dikhawatirkan akan terjadi kegagalan konstruksi dimana pondasi bangunan
tersebut nantinya tidak cukup kuat menahan beban bangunan keseluruhan
akibat daya dukung yang rendah. Oleh karena itu, bagaimana untuk
menindaklajutinya ? Hal inilah yang lalu coba saya cari tau meski sumber dan
informasi terbatas.
Bangunan itu sendiri terdiri dari beberapa komponen seperti pondasi, kolom,
balok, pelat, dan atap. Pelat berfungsi untuk penyalur beban hidup dan mati
yang bekerja pada bangunan kepada balok atau kolom. Balok berfungsi untuk
menyalurkan beban yang diterima oleh pelat kepada kolom. Kolom berfungsi
untuk menyalurkan beban dari pelat atau balok ke pondasi. Dan pondasi itu
sendiri merupakan elemen yang berhubungan langsung dengan tanah yang
berfungsi sebagai pemikul beban bangunan.
Cukup jelas rasanya mengenai fungsi dari tiap elemen struktur bangunan
seperti yang telah dijelaskan di atas. Lalu persoalannya, apakah ada metode
khusus yang harus diterapkan untuk konstruksi bangunan di atas lahan
gambut ? Bagaimana kondisi kadar air tanah, kompresibilitas,dan permeabilitas
tanah gambut dalam mempengaruhi keamanan pondasi ? Berangkat dari
pertanyaan ini saya coba melakukan pemahaman yang lebih dalam lagi.

Pada umumnya, tanah gambut memiliki kadar air yang sangat tinggi, dan
kompresibilitas/ kemampumampatan yang tinggi sehingga daya dukung
tanahnya sangat rendah. Kandungan air pada tanah gambut bervariasi dan
cukup ekstrim, mulai dari ratusan % (kering) sampai lebih dari 2000 % (jenuh
air), karena derajat dekomposisi dan tipe lapisan gambut sangat mempengaruhi
kandungan air. Semakin tinggi derajat dekomposisi nya maka semakin mengecil
ruang di dalam partikel serat (void ratio) dan antar partikel serat serta struktur
serat gambut akan rusak menjadi bentuk amorf. Semakin lambat derajat
dekomposisi, kemungkinan proses ini akan terus berlangsung sehingga akan
sulit mendapatkan hasil akhir proses dekomposisi. Proses dekomposisi pada
tanah gambur ini memang masih terus dalam kajian dan penelitian sehingga
penemuan terbaru masih sangat diharapkan. Jika mikroba yang aktif dalam
proses dekomposisi ini dapat diketahui maka perkembangbiakannya dapat
dihambat atau bahkan dihentikan sehingga bermanfaat untuk melakukan
perbaikan mutu tanah selanjutnya.
Metode lain yang dapat dilakukan biasanya dengan melakukan stabilisasi tanah,
dimana tanah dicampur dengan bahan stabilisasi seperti pasir dan semen, lalu
dipadatkan semaksimal mungkin. Tapi kenyataannya dilapangan sangat sulit
memadatkan lapisan gambut yang memiliki kadar air tinggi dan sangat lembek.
Oleh sebab itu, alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu dengan pre-loading
dimana material tanah yang bagus (pasir) dimasukkan ke dalam lapisan
endapan gambut sehingga membentuk kolom-kolom pasir. Pembuatan kolomkolom pasir dilakukan dengan cara meletakkan lapisan pasir di muka tanah yang
akan diperbaiki setebal 1 meter kemudian palu penumbuk seberat 15 ton
dijatuhkan dari ketinggian 15 meter, kolom-kolom pasir tersebut dibuat pada
jarak sekitar 8 meter.
Atau bisa juga melakukan kombinasi diantara alternatif yang ada dengan cara
mempercepat proses dekomposisi terlebih dahulu menggunakan serbuk atau
cairan penumbuh dan penyubur mikroba (bioagent) seperti yang banyak dijual
dipasaran seperti biostater dengan demikian proses konsolidasi telah berakhir
yang diharapkan mengendap menjadi lapisan yang memiliki sifat geoteknik
mendekati material lempung. Setelah proses dekomposisi berakhir baru
dilanjutkan dengan pembuatan kolom-kolom pasir atau melakukan preloading.

2
Pada umumnya di Indonesia apabila ingin membangun
suatu kontruksi bangunan 1-2 lantai di atas tanah
gambut digunakan cerucuk dengan diameter 10-20 cm
dan panjang 3-4 meter. Namun, material cerucuk
sendiri makin lama makin susah didapat, maka
diperlukan alternatif yang lain.

Salah satu metode konstruksi yang dapat digunakan


adalah pondasi dangkal yang diperkuat dengan bahan
bambu (Douglas, 1990) dan geotekstil (Geoforce,
2000) dimana sebagai separator adalah bahan
geotekstil tersebut untuk mencegah tercampurnya
antara tanah urugan dan tanah gambut, serta untuk
elemen perkuatan digunakan grid bambu. Diharapkan
dari penempatan perkuatan grid bambu dan geotekstil
tersebut bidang runtuh tanah akan terpotong oleh
kombinasi perkuatan grid bambu dan geotekstil
sehinggga daya dukung tanah akan meningkat.
2. Landasan Teori
2.1 Metode perkuatan
Huang dan Menqs (Chen, 1997) melakukan evaluasi pada tanah yang diberi perkuatan di
bawah pondasi
dengan suatu mekanisme keruntuhan yang dikemukakan Schlosser et.al (1983) seperti
terlihat
pada Gambar 1. Berdasarkan mekanisme keruntuhannya, keduanya memberikan efek saling
menguatkan.
2.1.1 Geotekstil
Geotekstil adalah bahan sintetis yang digunakan dalam pekerjaan teknik yang berhubungan
dengan tanah. Geotekstil berbentuk seperti lembaran yang dapat
dipergunakan pada tanah yang bermasalah dalam
jangka waktu yang relatif lebih singkat.
Dengan mempertimbangkan geotekstil hanya
digunakan sebagai pemisah antara tanah timbun dan
tanah gambut, sebagai perkuatan tanah yang memiliki
daya dukung rendah digunakan grid bambu sehingga
biaya pun reatif murah.
2.1.2 Bambu
Bambu adalah bahan bangunan dari tumbuhan bukan
kayu berbentuk Pembuluh dan beruas-ruas dapat
digunakan untuk tujuan konstruksi bangunan, seperti
tiang, pipa air, atap atau cerucuk stabilitasi tanah
(Krisdianto, 2006). Diharapkan dari penempatan
perkuatan kombinasi grid bambu dan geotekstil
tersebut adalah bidang runtuh tanah akan terpotong
oleh anyaman bambu sehingga daya dukung tanah
meningkat (Khatib, 2005). Bambu yang digunakan dari
jenis bambu andong (bambu tali) dengan kuat tarik
tanpa serat 1,45 kg/cm2, lebar 2 cm dibuat grid
berbentuk bujur sangkar dengan tujuan agar kekuatan

arah x, y adalah sama.

6. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan, dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Penambahan grid bambu dan geotekstil dapat
meningkatkan daya dukung pondasi di atas tanah
gambut yang ditinjau dari nilai daya dukung yang
dihasilkan sehingga perkuatan grid bambu dan
geotekstil dapat dijadikan salah satu alternatif bahan
perkuatan tanah.
2. Secara umum penambahan lapisan perkuatan berupa
geotekstil dan grid bambu memberikan kontribusi
yang signifikan untuk meningkatan daya dukung
pondasi.

Selain itu karena tanah gambut ini sangat lembek


pada umumnya mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang rendah,
bahkan
menurut penelitian Jelisic, Leppanen (1992) bahwa daya dukung tanah
gambut
lebih rendah dari pada tanah soft clay sehingga bisa mengakibatkan
kelongsoron/keruntuhan (bearing capacity failure), hal ini menjadi masalah
utama bagi struktur yang akan dibangun di atasnya.

Sudah banyak usaha-usaha yang dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat


tanah gambut tersebut agar memiliki daya dukung yang tinggi dan
pemampatannya kecil. Usaha-usaha yang telah dilakukan selama ini, biasanya
dikelompokan pada 2 bagian. Pertama, untuk lapisan tanah gambut yang tebalnya
kurang dari 3 meter, usaha yang dilakukan adalah mengupas/membuang
(disposal) lapisan gambutnya; untuk masalah ini tidak ditemukan adanya
penelitian-penelitian yang berkenaan dengan cara perbaikannya. Kedua, untuk
lapisan tanah gambut yang tebal, usaha-usaha yang dilakukan diataranya adalah
pemberian beban awal (preloading); pemasangan cerucuk atau kolom pasir (sand
column); dan metode stabilisasi tanah. Stabilisasi yang dimaksud sebenarnya
adalah solidifikasi, yaitu penambahan zat aditif (baik dalam bentuk sebenarnya
atau hanya terkandung dari suatu bahan) ke dalam suatu massa tanah untuk
meningkatkan sifat-sifat mekanis-nya. Penelitian yang berkenaan dengan metode
preloading diantaranya adalah Farni Indra (1996). Penelitian yang pernah
dilakukan dengan metode cerucuk atau sand column diantaranya adalah
H.G.Kempfert, dkk (1997, 2001). Pemakaian semen sebagai bahan aditif pada

tanah gambut banyak digunakan dalam beberapa penelitian di Indonesia


diantarannya T.Iyas, dkk (2008); Hendry (1998).

Dari uraian yang diberikan diatas dapat diketahui bahwa usaha-usaha


perbaikan yang telah dilakukan kecuali metode stabilisasi, masih kurang
memperhatikan lingkungan. Metode pengupasan biasanya menimbulkan masalah
yaitu harus menyiapkan lahan yang cukup luas untuk dijadikan tempat menumpuk
tanah gambut hasil kupasan tersebut dan tanah gambut yang menumpuk akan
mengering dimana gambut yang mengering mudah sekali terbakar dan sulit
dipadamkan kecuali dengan cara merendam lahan gambut dengan air. Metode
perbaikan dengan pemasangan kolom pasir membutuhkan pasir yang sangat
banyak yang berarti diperlukan penambangan pasir di sungai atau di laut dengan
volume yang cukup besar. Hal yang sama untuk sistim surcharge dengan tanah
galian yang diambil dari quarry juga akan merusak lingkungan quarry dan
meningkatkan kepadatan lalu lintas oleh truk pengangkut tanah. Apabila bahan
surcharge yang berupa pasir diambil dari laut, maka lingkungan laut yang akan
rusak. Begitu juga dengan pemakaian dolken untuk perbaikan lapisan tanah
gambut akan dibutuhkan kayu yang cukup banyak yang akan berakibat pada
penebangan hutan.
4

Metode stabilisasi sebenarnya merupakan sistem yang ramah lingkungan,


hanya saja semen yang digunakan sebagai bahan stabilisasi mahal harganya. Bila
campuran semen yang dibutuhkan sangat banyak maka metode ini menjadi tidak
ekonomis lagi karena harga semen sangat mahal, apalagi jenis semen yang dipakai
adalah semen khusus biasanya Portland cement type V(PC-V) yaitu semen yang
tahan terhadap asam dan cepat mengeringnya, mengingat tanah gambut sifatnya
sangat asam. Penggunaan kapur sebagai bahan stabilisasi sebenarnya bisa relatif
lebih ekonomis, tetapi pemakaian kapur tidak bisa memberikan hasil yang
memuaskan karena tidak adanya silica yang berfungsi sebagai bahan pengikat
nantinya dan kandungan organik yang sangat tinggi pada tanah gambut. Oleh
sebab itu diperlukan bahan pozzolan yang dapat dicampurkan dengan kapur untuk
dipakai sebagai bahan stabilisasi tanah gambut.

A. Latar Belakang Permasalahan


Daerah gambut di Indonesia sangat luas dan tersebar di pulau besar maupun kecil.
Pada mulanya daerah tanah gambut kurang diperhatikan dan tidak menarik secara
ekonomi, tetapi karena pertumbuhan penduduk dan perkembangan teknologi memaksa
orang membangun di atas tanah gambut. Hal ini sejalan dengan program pemerintah
untuk membuka daerah terisolir dengan pembangunan ruas jalan baru karena banyak
ditemuinya potensi alam di bawah lahan tanah gambut.
Penggunaan lahan gambut sebagai areal pembangunan baik pertanian, hunian, maupun
infrastruktur, termasuk jalan, akhir-akhir ini terlihat semakin menggejala. Sementara
selama ini orang membuat jalan di atas gambut dengan menggunakan alas rangkaian
kayu gelondongan, untuk memperbaiki daya dukung gambut dan menyeragamkan
penurunan, sehingga memerlukan pembabatan hutan.
Sebagian dari aktivitas itu berada di atas lahan tanah gambut dengan ketebalan yang
bervariasi dan memiliki daya dukung yang sangat rendah (extremely low bearing
capacity). Akibatnya banyak menimbulkan masalah bagi konstruksi yang harus
dibangun di atas lapisan tanah gambut.
Umumnya diakibatkan oleh rendahnya daya dukung, sifat permeabilitas yang tinggi dan
sifat pemampatan (konsolidasi) yang sangat tinggi, terutama kompresi sekunder yang
memakan waktu lama. Tidak sedikit kerusakan jalan yang terjadi dalam waktu yang
relatif lebih cepat dari umur rencana dan seringkali memerlukan biaya yang cukup
besar dalam rangka pembinaan jalan pada lokasi tersebut.
B. Studi Pustaka
Gambut adalah tanah lunak, organik dan sangat sulit dipindahkan, serta mempunyai
daya dukung yang sangat rendah. Secara teknis tanah gambut tidak baik sebagai
landasan karena memiliki kompresibilitasnya tinggi. Gambut mengandung bahan
organik lebih dari 30 %, sedangkan lahan gambut adalah lahan yang ketebalan
gambutnya lebih dari 50 cm. Lahan yang ketebalan gambutnya kurang daripada 50 cm
disebut lahan bergambut. Gambut terbentuk dari hasil dekomposisi bahan2 organik
seperti dedaunan, ranting serta semak belukar yang berlangsung dalam kecepatan
yang lambat dan dalam keadaan anaerob.
Berdasarkan ketebalannya, gambut dibedakan menjadi empat tipe :
1. Gambut Dangkal, dengan ketebalan 0.5 - 1.0 m
2. Gambut Sedang, memiliki ketebalan 1.0 - 2.0 m
3. Gambut Dalam, dengan ketebalan 2.0 - 3.0 m
4. Gambut Sangat Dalam, yang memiliki ketebalan melebihi 3.0 m
Selanjutnya berdasarkan kematangannya, gambut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Fibrik, digolongkan demikian apabila bahan vegetatif aslinya masih dapat
diidentifikasikan atau telah sedikit mengalami dekomposisi.
2. Hemik, disebut demikian apabila tingkat dekomposisinya sedang.
3. Saprik, merupakan penggolongan terakhir yang apabila telah mengalami tingkat
dekomposisi lanjut.
Tanah Gambut secara umumnya memiliki kadar pH yang rendah, memiliki kapasitas
tukar kation yang tinggi, kejenuhan basa rendah, memiliki kandungan unsur K, Ca, Mg,

P yang rendah dan juga memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Mn serta B)
yang rendah pula.
Pembangunan di daerah gambut, untuk mendapatkan stabilitas tanah yang baik
membutuhkan waktu yang relative lama (cara konvensional), yaitu dengan pre-loading.
Salah satu alternatifnya dengan membuat aliran vertical atau horizontal drainase pada
tanah gambut itu sendiri selama proses pre-loading berlangsung. Pre-loading dengan
drainase ini dimaksudkan atau ditujukan air yang termampatkan selama proses
konsolidasi lebih cepat teralirkan sebagai akibatnya tanah akan mengalami penurunan
(settlement). Penurunan akibat pre-loading ini diharapkan dapat mengurangi
penurunan bangunan nantinya.
Besarnya pre-loading ini tergantung pada pembebanan bangunan yang akan diterima
tanah nantinya serta penurunan bangunan yang diizinkan tentunya. Proses drainase
dapat dibantu dengan pembuatan sumuran-sumuran yang berisi material sangat
permeable (kerikil, pasir kasar, kerakal) atau dengan bahan sintetis yang telah banyak
digunakan. Diharapkan dengan proses drainase seperti ini maka tanah akan cepat lebih
stabil dan settlement yang akan datang tidak melebihi batas-batas yang telah
ditentukan.
Untuk konstruksi jalan diperlukan penelitian terhadap sifat-sifat teknik gambut yang
mencangkup daya dukung, besar dan waktu penurunan, ketebalan serta jenis tanah
yang berada dibawahnya. Indonesia memiliki lahan gambut seluas 27.000.000 ha
terpusat di Pulau-pulau : Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya.
C. Analisa dan Pembahasan
Masalah utama di areal gambut (peat) yang utama adalah sifatnya yang sangat
compressible dimana lapisannya akan memiliki potensi settlement (penurunan) yang
sangat besar ketika dibebani di atasnya. Semakin tebal lapisan gambutnya, semakin
besar settlement yang dapat terjadi.
Gambut di Indonesia (contoh Kalimantan) merupakan salah satu daerah yang memiliki
lapisan gambut yang besar di dunia (s.d 15-20m). Metode aplikatif yang dapat
diterapkan berkaitan dengan konstruksi suatu struktur di atasnya akan sangat
bergantung pada beberapa aspek, misalnya tebal gambut, daya dukung lapisan tanah
di bawah gambut, sifat konstruksi di atasnya, dan tentu saja properties dari gambut
(peat) itu sendiri.
Jika lapisan gambutnya cukup tipis, 0-2m, cara yang paling gampang adalah dengan
membuang atau mengupas lapisan gambut tersebut dan menggantinya dengan
material yang lebih baik. Jika kedalamannya tidak terlalu dalam (3-4m), konstruksi
dengan menggunakan cerucuk kayu (dolken atau curdoray) dapat pula menjadi pilihan.
Sedangkan jika lapisan gambutnya sangat dalam atau tebal, maka konstruksi dengan
tiang pancang maupun dengan menggunakan material alternatif yang ringan seperti
EPS (expanded polyesthyrine) dapat menjadi pilihan. Namun tentu kita harus pula
memperhitungkan segi biayanya pula.
Settlement pada gambut dapat pula di percepat dengan melakukan preloading ataupun
dengan menggunakan system vertical drain (PVD, sand drain, etc.). Metode aplikatif
dapat dipilih jika masalahnya sesuai dan telah melakukan analisis mendalam

berdasarkan soil investigation yang baik serta dengan menggunakan pendekatan yang
tepat. Saat ini telah banyak software yang dikembangkan untuk dapat
memperhitungkan besarnya dan lamanya settelemnt yang akan terjadi berdasarkan
karakteristik lapisan gambut setempat
Untuk areal gambut luas yang akan dijadikan konstruksi jalan, biasanya dengan cara
memperbaiki areal tersebut dengan cara dikupas atau digali kemudian galian tersebut
diisi dengan lapisan tanah atau pasir yang lebih baik, dimana tanah yang telah diganti
tersebut dipampatkan dengan diberi beban diatasnya berupa tumpukan pasir atau
tanah selama jangka waktu tertentu.
Untuk mempercepat pemampatan lapisan tanah, ada beberapa cara yang dilakukan
yaitu ada yang menggunakan tiang pasir (vertical sand drain, contohnya pada proyek
EXOR I di Balongan) yang dipasang pada setiap jarak tertentu dan ada juga yang
menggunakan sejenis bahan sintetis yang dipasang vertical juga yang jaraknya
tergantung kebutuhan (biasanya sekitar 1 ) yang dikenal dengan nama vertical wick
drain.
Penggunaan vertical wick drain ada juga yang ditambah dengan bantuan pompa vakum
untuk mempercepat proses pemampatan tanah. Semua hal ini dilakukan untuk
mengeluarkan air dan udara yang mengisi pori-pori pada lapisan tanah. Proses
pemampatan tanah ini ada juga yang menggunakan sistem yang disebut dynamic
consolidation yaitu dengan cara menjatuhkan beban yang berat kelapisan tanah yang
akan dipampatkan (system ini contohnya dipakai pada proyek Kansai airport di Jepang
dan Nice airport di Perancis yang mana arealnya berupa areal reklamasi).
Untuk areal yang tidak luas, pondasi untuk equipment, ada yang langsung membangun
pondasinya (contohnya pondasi cakar ayam), yang mana setelah pondasinya terpasang
baru kemudian diberi beban diatasnya berupa tumpukan pasir atau tanah supaya
terjadi pemampatan sampai yang diinginkan baru kemudian dibangun konstruksi jalan
yang ingin dipasang diatasnya. Cara yang murah adalah dengan memakai dolken atau
bambu berukuran diameter sekitar 8 cm dan panjang antara 4 s.d 6 meter yang
dipancang dengan jarak tergantung kebutuhan (biasanya sekitar 30-40cm).
Sistem Pondasi untuk tanah lunak menggunakan metoda raft foundation (Pondasi
Rakit) yaitu Pondasi Sarang Laba-Laba. Pondasi sarang laba-laba ini pada dasarnya
bertujuan untuk memperlakukan sistem pondasi itu sendiri dalam berinteraksi dengan
tanah pendukungnya.
Semakin fleksibel suatu pondasi (Pondasi Dangkal), maka semakin tidak merata stress
tanah yang timbul, sehingga terjadi konsentrasi tegangan di daerah beban terpusat.
Sebaliknya semakin kaku pondasi tersebut, maka akan semakin terdistribusi merata
tegangan tanah yang terjadi yang dengan sendirinya effective contact area pondasi
tersebut akan semakin besar dan tegangannya akan semakin kecil.
Pondasi sarang laba-laba ini memiliki kedalaman antara 1 s/d 1.5 meter, dan terdiri dari
pelat rib vertical yang berbentuk segitiga satu sama lainnya. Di antara ruang segitiga
tersebut akan diisi material tanah pasir yang dipadatkan (bisa sirtu). Selanjutnya di
atas pelat tersebut akan di cor pelat beton dengan tebal 150 s atau d 200 mm.
Konstruksinya cukup sederhana dan cepat dilaksanakan serta ekonomis.
Cara lain yang selama ini dipakai pada pembuatan jalan adalah pemakaian kanoppel

atau galar kayu sebagai perkuatan tanah dasar pada pembuatan jalan diatas tanah
gambut cukup besar. Banyaknya pembangunan jalan yang selama ini dikerjakan
dengan memakai kanoppel tidak lepas dari pertimbangan ekonomis mengingat fungsi
jalan raya selalu berkaitan dengan dimensi panjang yang melibatkan bahan perkerasan
dengan jumlah yang cukup banyak.
Adanya alternatif lain untuk meningkatkan perkuatan tanah dasar yaitu dengan
pemakaian geotextile dapat memberikan pertimbangan lain secara ekonomis dan
struktur. Geotextile merupakan suatu bahan geosintetik yang berupa lembaran serat
sintetis tenunan dan tambahan bahan anti ultraviolet. Geotextile ini mempunyai berat
sendiri yang relatif ringan dan dapat diabaikan, akan tetapi mempunyai kekuatan tarik
yang cukup besar untuk menerima beban diatasnya. Keunikan utama geotextile adalah
konsistensi kualitas sebagai produk industri permanen dan sangat kompetitif dalam
harganya, namun relatif mudah dan murah penerapannnya untuk perkuatan tanah
dasar, serta hasil akhir yang memiliki kelebihan antara lain:
Menjaga penurunan tanah dasar yang lebih seragam.
Meningkatkan kekuatan tanah dasar dan memperpanjang umur sistem.
Mengurangi ketebalan agregat yang dibutuhkan untuk menstabilkan tanah dasar.
Pemakaian kanoppel dan geotextile ini diharapkan akan memberikan
keuntungan antara lain :
Memberikan lantai kerja bagi kendaraan konstruksi untuk pelaksanaan penimbunan
selanjutnya.
Mencegah kontaminasi dan kehilangan material timbunan.
Mengurangi volume material timbunan dan biaya.
Dari beberapa pengamatan yang menyimpulkan secara kasar bahwa biaya
awal geotextile lebih tinggi dibandingkan dengan pemakain kanoppel atau galar kayu.
D. Kesimpulan
Kondisi jalan di lahan gambut umumnya masih belum memuaskan, termasuk Jalan
Nasional yang masih banyak dalam kondisi rusak atau rusak berat. Hal ini antara lain
disebabkan karena :
1) Masih banyak jalan di lahan gambut yang masih berupa jalan tanah, sehingga sangat
sensitif terhadap pengaruh air, baik air hujan yang jatuh dipermukaan jalan, air yang
melimpas permukaan jalan karena drainase yang kurang baik, maupun pengaruh dari
air tanah, yaitu air yang muncul dari bawah permukaan jalan.
2) Tanah dasar yang kurang baik, misalnya tanah lunak pada gambut yang daya
dukungnya sangat rendah, tanah yang banyak mengandung lempung sehingga mudah
menjadi cair atau bubur apabila kena air.
3) Jenis-jenis penanganan yang dapat diterapkan pada pembangunan untuk konstruksi
jalan di atas tanah gambut secara umum adalah sebagai berikut:
- Perbaikan sifat tanah
- Timbunan ringan
- Pemasangan matras
- Tiang pancang

1. KONSTRUKSI JALAN DI ATAS LAHAN BASAH DENGAN PERKUATAN GEOTEXTILE


2.1.1. Pendahuluan
Penggunaan konstruksi perkuatan pada lahan basah pertama kali dilaporkan dengan
menggunakan steel mseh di bawah konstruksi timbunan pada daerah pasang surut di
Perancis. Perbandingan antara timbunan di atas tanah gambut di Afrika dengan dan tanpa
perkuatan dilaporkan. Dinyatakan bahwa selain woven polypropylene fabric, tegangan tarik
semua jenis geotextile yang diambil contohnya dari pemasangan setahun sebelumnya
berkurang antara 25% sampai 36% dari tegangan tarik awalnya, meskipun tidak
berpengaruh banyak pada fungsinya.

Pelaksanaan konstruksi jalan di atas lahan basah dengan perkuatan geotextile dapat
menghindarkan terjadinya keruntuhan lokal pada tanah lunak karena rendahnya daya
dukung tanah. Keuntungan pemasangan geotextile pada pelaksanaan jalan di atas tanah
lunak adalah kecepatan dalam pelaksanaan dan biaya yang relatif lebih murah di
bandingkan dengan metoda penimbunan konvensional
2.1.2. Metoda Perencanaan Dengan Analisa Limit Equilibrium
Timbunan badan jalan di atas tanah lunak akan mengalami penurunan yang besar dan
kemungkinan runtuh akibat kurangnya daya dukung tanah terhadap beban timbunan. Suatu
cara untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan cara penggunaan geotextile yang
digelar di atas tanah lunak sebelum pelaksanaan timbunan yang berfungsi sebagai
perkuatan (reinforcement). Perkuatan dalam kasus ini hanya bersifat sementara sampai
dengan kuat dukung (bearing capacity) tanah lunak meningkat hingga cukup untuk
mendukung beban di atasnya.
Analisa dengan metoda limit equilibrium akan meninjau tiga modus stabilitas konstruksi
timbunan di atas tanah lunak yaitu, stabilitas internal, stabilitas pondasi tanah lunak dan
stabilitas keseluruhan konstruksi (overall stability). Untuk keperluan perencanaan, profil kuat
geser tanah lunak perlu dimodelkan. Dua model dipergunakan untuk mengidealisasikan kuat
geser tanah lunak di bawah timbunan yaitu pada lapisan tanah lunak tebal dan tipis.
Pada lapisan tanah lunak tebal, kuat geser tanah lunak diidealisasikan meningkat sebagai
fungsi ke dalaman, sedangkan pada lapisan tanah lunak tipis, kuatv geser tanah lunak
dianggap tetap. Keseimbangan batas pada stabilitas internal menunjukkan bahwa untuk
menghindarkan kerusakan pada konstruksi timbunan, kuat tarik geotextile harus lebih besar
dari gaya lateral yang ditimbulkan oleh timbunan di atas tanah lunak. Pendekatan
keseimbangan batas pada stabilitas pondasi seperti yang disampaikan pada modus
keruntuhan pondasi pada lapisan tanah lunak yang tebal adalah akibat rotasi ( rotational
sliding ).

1.
2.
3.
4.

Pada keruntuhan bentuk rotasi dan translasi pada lapisan tanah lunak yang tebal,
keseimbangan momen untuk memperoleh kuat tarik geotextile perlu disampaikan. Pemilihan
geotextile untuk perkuatan di pengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan external.
Faktor internal geotextile terdiri dari
Kuat tarik geotextile
Sifat perpanjangan (creep)
Struktur geotextile
Dan daya tahan terhadap faktor lingkungan
Faktor external geotextile terdiri dari jenis bahan timbunan yang berinteraksi dengan
geotextile. Struktur geotextile, yaitu jenis anyam (woven) atau niranyam (non-woven) juga
mempengaruhi pada pemilihan geotextile untuk perkuatan. Kondisi lingkungan juga
memberikan reduksi terhadap kuat tarik geotextile karena reaksi kimia antara geotextile dan
lingkungan disekitarnya. Sinar ultraviolet, air laut, kondisi asam atau basa serta
mikroorganisme seperti bakteri dapat mengurangi kekuatan geotextile. Waktu pembebanan
juga mempengaruhi karena akan terjadi degradasi oleh faktor fatigue dan aging. Untuk
menutupi kekurangan tersebut tidak seluruh kuat tarik geotextile yang tersedia dapat
dimanfaatkan dalam perencanaan konstruksi perkuatan jalan.
2. KONSTRUKSI JALAN LAHAN BASAH DENGAN PONDASI CAKAR AYAM
2.2.1. Pendahuluan
Pondasi cakar ayam terdiri dan plat beton bertulang dengan ketebalan 10-15 cm, tergantung
dari jenis konstruksi dan keadaan tanah di bawahnya. Di bawah plat beton dibuat sumuran
pipa-pipa dengan jarak sumbu antara 2-3 m. Diameter pipa 1,20 m, tebal 8 cm, dan
panjangnya tergantung dari beban di atas plat serta kondisi tanahnya. Untuk pipa dipakai
tulangan tunggal, sedangkan untuk plat dipakai tulangan ganda. Sistem pondasi ini bisa
diterapkan pada tanah lunak maupun tanah keras. Tapi menurut pengalaman, lebih
ekonomis bila diterapkan atas tanah yang berdaya dukung 1,5 sampai 4 ton per meter
persegi.
2.2.2. Sejarah Terbentuknya Pondasi Cakar Ayam
Dasar pemikiran lahirnya pondasi cakar ayam ialah memanfaatkan tekanan tanah pasif,
yang pada sistem pondasi lain tak pernah dihiraukan. Plat beton yang tipis itu akan
mengambang di permukaan tanah, sedangkan kekakuan plat ini dipertahankan oleh pipapipa yang tetap berdiri akibat tekanan tanah pasif. Dengan demikian maka plat dan
konstruksi di atasnya tidak mudah bengkok.
Pada sistem pondasi lain, yang menggunakan plat beton dengan balok pengaku, maka
kekakuan itu berasal dan konstruksinya sendiri. Sedangkan pada sistem pondasi cakar
ayam, kekakuan didapat dari tekanan tanah pasif. ini berarti dengan daya dukung yang
sama, volume beton pada cakar ayam akan berkurang, dan konstruksinya bisa lebih
ekonomis.
Cakar Ayam adalah sistim pondasi yang digunakan/dipilih. Sosro Bahu (seribu pundak)
adalah tehnik pengerjaan tiang penyangga jembatan tol. Ide ini muncul karena ada kesulitan
pelaksanaan bila aktifitas jalan yang ada di bawahnya tidak boleh dihentikan (ditutup).
mengingat bentuk tiang penyangga itu spt huruf (T) dan sayapnya berada di atas ruas jalan
aktif, bisa dibayangkan alangkah kroditnya bila ruas jalan-jalan penting Jakarta (yang akan
di fly over) harus ditutup.

Ir. Made Tjokorda menyumbangkan gagasannya yang terinspirasi dari peralatan hidrolic
intinya! pembuatan tiang penyangga T (sayapnya) dibuat sejajar dengan jalan terlebih
dulu, dengan demikian tidak perlu mengganggu/menutup aktifitas jalan, setelah selesai
sayapnya diputar menjadi berada ditengah jalan lah! kok bisa diputar, pada pembuatannya
lehernya dipasang tabung hidrolik.
2.2.3. Penggunaan Telapak Beton
Telapak beton, pada pondasi cakar ayam sangat baik untuk beban yang merata. Sistem
pondasi ini mampu mendukung beban 500-600 ton per kolom. Dalam hal ini, di bagian
bawah kolom dibuatkan suatu telapak beton, untuk mengurangi tegangan geser pada plat
beton. Jika beban itu terpusat, maka tebal plat beton di bawah pusat beban ditentukan oleh
besarnya daya geser, bukan oleh besarnya momen, untuk ini dilakukan penambahan
pertebalan plat beton dibawah kolom bersangkutan.Sistem pondsi cakar ayam sangat
sederhana, hingga cocok sekali diterapkan di daerah dimana peralatan modern dan tenaga
ahli sukar didapat. Sampai batas-batas tertentu, sistern ini dapat menggantikan pondasi
tiang pancang. Untuk gedung berlantai 3-4 misalnya, sistem cakar ayam biayanya akan
sama dengan pondasi tiang pancang 12 meter.
Makin panjang tiang pancang yang dipakai, makin besar biayanya. Apalagi jika alat
pemancangan dan tenaga ahli harus didatangkan dari tempat lain. Dengan kemampuan
yang sama, sistem cakar ayam dapat menghemat biaya sampai 30%. Pelaksanaan sistem
ini dapat dilakukan secara simultan, tanpa harus bergiliran. Misalnya sebagai pondasi
menara, dapat dikerjakan dalam jumlah banyak secara bersamaan. Seluruh sumuran beton
dicetak dengan cetakan biasa di lokasi proyek, sesuai dengan standar. Karena itu sistem ini
sangat menghemat waktu. Bagi daerah yang bertanah lembek, pondasi cakar ayam tidak
hanya cocok untuk mendirikan gedung, tapi juga untuk membuat jalan dan landasan. Satu
keuntungan lagi, sistem ini tidak memerlukan sistem drainasi dan sambungan kembang
susut.
3. KONSTRUKSI JALAN LAHAN BASAH DENGAN SISTEM PONDASI
CERUCUK
2.3.1. Pendahuluan
Daerah rawa-rawa mendominasi kawasan garis pantai di Indonesia, termasuk di dalamnya
kawasan garis pantai Jakarta. Tanah rawa memiliki sifat yang sangat lunak Sehingga
diperlukan teknologi yang cocok dan handal jika berkehendak untuk membuat bangunan di
atasnya. Baik itu konstrusi jalan raya, konstruksi perumahan, khusunya rumah susun,
maupun sarana prasarana lainnya, terutama konstruksi dengan beban berat. Umumnya,
permasalahan yang timbul pada konstruksi di atas tanah lunak adalah geseran (shearing).
Mekanisme hilangnya keseimbangan dapat terjadi pada tanah dengan daya dukung rendah,
diakibatkan dari beban berat tanah itu sendiri. Permasalahan lain biasanya berupa tolakan
ke atas (uplift) yang banyak terjadi pada lapisan lempung dan lanau (silt) akibat perbedaan
tekanan air.
Sering terjadinya penurunan permukaan (settlement) juga permasalahan laten yang sering
terjadi. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh beratnya beban yang harus ditanggung oleh
tanah lunak. Salah satu contoh dari masalah settlement ini dapat dilihat pada konstruksi
jalan tol Sudiatmo yang dibangun tahun 1982. Setelah kurang lebih 18 tahun, pada 2000,
seiring semakin beratnya beban yang ditanggungnya, pada kilometer 26 hingga 28
mengalami penurunan sebesar 1,2 meter akibatnya permukaannya lebih rendah dari sisi kiri
kananya.

Khusus untuk konstruksi jalan raya, beragam metode untuk memperkuat mutu tanah lunak
telah diterapkan dalam pembangunannya. Sebut saja, pile slab, cakar ayam, deep mixing,
vertical drill dan lain-lain. Menurut Ir J.H. Simanjuntak upaya-upaya tersebut belum mampu
secara maksimal mengatasi permasalahan yang ada.
2.3.2. Sejarah Terbentuknya Sistem Pondasi Cerucuk
Berdasar renungan mendalam atas kondisi yang ada, khususnya dalam bidang konstruksi
jalan raya yang dibangun di atas tanah lunak, Ir J.H. Simanjuntak, salah satu pelaku bisnis
konstruksi, berpikir bahwa beban seluruh konstruski yang ada di atas tanah harus disalurkan
ke dalam tanah secara merata dengan menggunakan beberapa tiang pancang. Sehingga
beban dapat didistribusikan secara merata, bukan mengandalkan pada sebuah tiang
pancang saja. Pemikiran ini kemudian diikuti dengan eksperimen-eksperimen yang cermat
dan berujung pada lahirnya sistem pondasi cerucuk.
System ini intinya menyatukan beberapa tiang pancang dalam sebuah kesatuan yang kokoh
guna menyangga kostruksi di atasnya. Itu (sistem pondasi cerucuk, red) merupakan hasil
sebuah kreasi, perenungan dan eksperimen di lapangan, aku Simanjuntak. Seiring dengan
perkembangan teknologi di bidang konstruksi, pondasi cerucuk pun disesuaikan dengan
kebutuhan aktualnya. Berbagai inovasi berdasarkan sistem ini banyak bermunculan, dari
memadukannya dengan bambu, kayu maupun matras beton.
Sudah selayaknya dalam melaksanakan sebuah proyek, faktor ekonomi menjadi dasar
dalam pengerjaannya. Keinginan memenuhi faktor murah dan praktis menurut Simanjuntak,
telah membuatnya menemukan sebuah konsep yang memadukan pondasi cerucuk dengan
kayu. Saya mengkombinasikan pondasi cerucuk dengan kayu, karena itu lebih murah dan
praktis, katanya, ketika ditemui dalam sebuah seminar tentang pondasi dalam, di
Tangerang. Ingat, yang terpenting adalah murah dan praktis, tegasnya. Menurutnya, kayu,
apabila tetap terendam, mampu bertahan hingga ratusan tahun sehingga sangat
memungkinkan dipergunakan pada daerah rawa-rawa. Kayu itu kuat kalau dia terendam
terus. Asal jangan sampai basah-kering, akan lapuk dia, jelas Simanjuntak.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Studi Kasus Konstruksi Jalan Metode Geotextile
Sebagai studi kasus , pelaksanaan konstruksi jalan di atas tanah lunak dengan perkuatan
geotextile di Pulau Setoko dan Nipah di Kepulauan Riau. Jalan yang dibangun di daerah ini
melewati beberapa dataran rendah yang tertutup tanaman bakau dan terpengaruh pasang
surut. Penyelidikan tanah yang dilakukan menunjukkan bahwa lapisan tanah lunak sampai
kedalaman 15m di bawah permukaan tanah. Nilai dari hasil pemampatan uji konsolidasi
dipergunakan untuk mengontrol penurunan selama pelaksanaan timbunan dengan
menggunakan settlement plate yang dipasang dengan interval 50 meter. Pada akhir
penimbunan tambahan timbunan sebagai kompensasi terhadap penurunan jangka panjang
diberikan untuk menjamin agar permukaan jalan sesuai dengan elevasi rencana.
HASIL ANALISA KASUS
Daerah Pulau Setoko dan Nipah di Kepulauan Riau merupakan dataran rendah yang jika
dilihat dari topografinya berada di bawah garis permukaan laut sehingga keadaan tanah
pada daerah ini sangat tergantung pada air pasang laut. Pengaruh air pasang ini
menyebabkan kondisi tanah nya yaitu basah atau lunak. Dari hasil pengujian menggunakan
pengeboran di dapatkan bahwa pada kedalaman 15 m keadaan tanah masih lunak,

sehingga dari hasil analisis yang dilakukan jika diberi pembebanan yang lebih maka tanah
akan mengalami kelongsoran.
Untuk perencanaan konstruksi jalan pada lahan ini pertama-tama yang harus dilakukan
adalah melakukan pengujian terhadap tanah itu sendiri ( kadar air tanah ). Biasanya setelah
pengambilan sampel lalu diuji kembali ke laboratorium untuk mengetahui persentase kadar
air yang dikandung oleh tanah tersebut. Setelah itu pengkajian ulang apakah perlu di
lakukan penimbunan ulang untuk mendapatkan daya dukung tanah yang baik. Setelah itu
dilakukan penentuan pondasi yang cocok dengan penambahan kayu atau beton pada
pondasi konstruksi tanah.
Studi Kasus Konstruksi Jalan Sistem Pondasi Cakar Ayam
Peranan pondasi turut menentukan usia dan ke stabilan suatu konstruksi bangunannya.
Dalam dekade terakhir ini sistem pondasi telah berkembang dengan bermacam variasi. Tapi
hanya sedikit yang menampil kan sistem pondasi untuk mengatasi masalah membangun
konstruksi di atas tanah lembek.
Sistem pondasi yang konvensional, cenderung hanya di sesuaikan dengan besarnya beban
yang harus didukung, tapi kurang mempertimbangkan kondisi tanah lembek. Akibatnya,
bangunan itu mengalami penyusutan usia atau ketidakstabilan, seperti penurunan, condong,
bahkan roboh. Hal itu tentu merugikan pemilik dan kontraktor bersangkutan.
Perlakuan yang seimbang antara beban dan kondisi tanah lembek perlu dipecahkan.
Problema ini pernah dihadapi oleh Prof Dr Ir Sedijatmo tahun 1961, ketika sebagai pejabat
PLN harus mendirikan 7 menara listrik tegangan tinggi di daerah rawa-rawa Ancol Jakarta.
Dengan susah payah, 2 menara berhasil didirikan dengan sistem pondasi konvensional,
sedangkan sisa yang 5 lagi masih terbengkelai. Menara ini untuk menyalurkan listrik dan
pusat tenaga listrik di Tanjung Priok ke Gelanggang Olah Raga Senayan dimana akan
diselenggarakan pesta olah raga Asian Games 1962.
Karena waktunya sangat mendesak, sedangkan sistem pondasi konvensional sangat sukar
diterapkan di rawa-rawa tersebut, maka dicarilah sistem baru untuk mengatasi masalah itu.
Lahirlah ide Ir Sedijatmo untuk mendirikan menara di atas pondasi yang terdiri dari plat
beton yang didukung oleh pipa-pipa beton di bawahnya. Pipa dan plat itu melekat secara
monolit (bersatu), dan mencengkeram tanah lembek secara meyakinkan.
Oleh Sedijatmo, hasil temuannya itu diberi nama sistem pondasi cakar ayam. Perhitungan
yang dipakai saat itu (1961), masih kasar dengan dimensi 2,5 kali lebih besar dibanding
dengan sistem pondasi cakar ayam yang diterapkan sekarang. Meski begitu, ternyata
biayanya lebih murah dan waktunya lebih cepat daripada menggunakan tiang pancang
biasa. Menara tersebut dapat diselesaikan tepat pada waktunya, dan tetap kokoh berdiri di
daerah Ancol yang sekarang sudah menjadi ka wasan industri.
Banyak bangunan yang telah menggunakan sistem yang di ciptakan oleh Prof Sedijatmo ini,
antara lain: ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar pesawat terbang dengan
bentangan 64 m di Jakarta dan Surabaya, antara runway dan taxi way serta apron di
Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, jalan akses Pluit-Cengkareng, pabrik pupuk di Surabaya,
kolam renang dan tribune di Samarinda, dan ratusan bangunan gedung bertingkat di
berbagai kota.
Sistem pondasi cakar ayam ini telah pula dikenal di banyak negara, bahkan telah mendapat
pengakuan paten internasional di 11 negara, yaitu: Indonesia, Jerman Timur, Inggris,

Prancis, Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda; dan Denmark.
[Teknologi, No.6, Th.I, Jan-Feb.1987].
HASIL ANALISA KASUS
Pondasi Cakar Ayam merupakan alternatif pilihan yang utama dalam suatu pembangunan di
daerah tanah lunak. Banyak bangunan yang telah menggunakan sistem ini, antara lain:
ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar pesawat terbang dengan bentangan 64 m di
Jakarta dan Surabaya, antara runway dan taxi way serta apron di Bandara Sukarno-Hatta
Jakarta, jalan akses Pluit-Cengkareng, pabrik pupuk di Surabaya, kolam renang dan tribune
di Samarinda, dan ratusan bangunan gedung bertingkat di berbagai kota.
Dalam pembangunan konstruksi jalan di Bandara Soekarno-Hatta misalnya analisis
mengenai kondisi tanah juga harus dilakukan. Dan yang paling penting dalam penggunaan
sistem pondasi cakar ayam adalah penentuan jumlah tiang pancang ( cakar ) yang akan
dipakai serta penentuan dimensi pancang. Biasanya penentuan jumlah tiang dan dimensi
tiang harus dapat menampung jumlah beban yang di salurkan oleh konstruksi itu sendiri
atau beban dari kendaraan atau beban hidup.
Penambahan Telapak beton, pada pondasi cakar ayam sangat baik untuk beban yang
merata. Sistem pondasi ini mampu mendukung beban 500-600 ton per kolom. Dalam hal ini,
di bagian bawah kolom dibuatkan suatu telapak beton, untuk mengurangi tegangan geser
pada plat beton. Jika beban itu terpusat, maka tebal plat beton di bawah pusat beban
ditentukan oleh besarnya daya geser, bukan oleh besarnya momen, untuk ini dilakukan
penambahan pertebalan plat beton dibawah kolom bersangkutan.
Studi Kasus Konstruksi Jalan Sistem Pondasi Cerucuk
Sistem Pondasi Cerucuk banyak dipergunakan pada konstruksi jalan raya.
Mengkombinasikannya dengan matras beton pracetak seperti yang telah diterapkan pada
proyek jalan di Ancol atau Cirebon. Kombinasi ini juga dipergunakan untuk memperbaiki
kondisi jalan tol Sudiatmo yang telah mengalami penurunan (settlement) dan proyek double
track Cikampek. Selain dipergunakan untuk memperkuat tanah lunak, sistem pondasi
cerucuk juga dapat dipergunakan untuk menjaga stabilitas talud (Ciganea) untuk mencegah
longsor. Sistem Pondasi Ceruruk ini terbukti efektif untuk memperkuat daya topang tanah,
kata Simanjuntak.
HASIL ANALISA KASUS
Dari kasus di atas dapat diketahui bahwa penggunaan sistem pondasi cerucuk harus
dikombinasikan dengan penambahan matras beton pracetak seperti pada jalan Ancol atau
Cirebon. Dari kasus ini dapat di analisi bahwa penambahan matras beton sangat mendukung
sekali karena menambah atau melapisi tanah lunak sehingga daya dukung tanah terhadap
beban bertambah. Dan pembangunan jalan pada daerah lereng yang kondisi tanahnya
basah, sistem ini dapat menghindarkan dari adanya longsor akibat gaya gravitasi.

Pembangunan Reaktor Biogas Tipe Fixed


Dome di Lahan Gambut (Bagian-1)
Dari
oleh:

Survey
Miswadi

hingga
(Team

Membangun
Leader

Program

Lantai
Biogas

Dasar
ISEC)

Pengantar
Dalam aplikasi pembangunan reaktor biogas di daerah lahan gambut terdapat beberapa hal yang
mesti diperhatikan untuk dilakukan agar konstruksi yang dibangun menjadi kokoh dan dapat
berfungsi dengan baik. Langkah-langkah ini setidaknya memperhatikan kondisi yang selama ini
juga dilakuka oleh masyarakat tempatan dalam membangun konstruksi beton di lahan
gambut. Program ini diaplikasikan di Teluk Meranti yang pada umumnya adalah lahan gambut
dengan kelompok sasaran adalah Kelompok Perempuan Suka Maju dengan dukungan EEP
Indonesia, ISEC, dan Universitas Diponegoro Semarang.
1. Survey kawasan
Teluk Meranti adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Pelalawan, Riau, Indonesia dengan keadaan
alamnya berupa dataran rendah berawa-rawa dengan lahan gambut yang cukup luas. Wilayah Teluk
meranti dibelah oleh aliran Sungai Kampar yang bermuara ke Selat Malaka. Sepanjang aliran sungai
tersebut membentang hutan lebat tropis yang sangat luas di kedua sisi sungai tersebut.
Teluk Meranti dikenal dengan fenomena alamnya berupa ombak bono yang terdapat di Sungai
Kampar. Pada zaman dahulu ombak bono sangat ditakuti oleh masyarakat dan para pelayar yang
memasuki kawasan tersebut. Hal ini dikarenakan kuatnya hempasan dari ombak tersebut yang
mampu menghancurkan perahu-perahu pelayar. Setelah kedatangan tim ekspedisi penjelajah
sungai, fenomena tersebut dijadikan sebagai objek surfing para peselancar. Hingga sekarang banyak
peselancar dunia maupun dari Indonesia yang menjajal kedahsyatan ombak bono tersebut. Pada
akhirnya, fenomena bono dijadikan objek wisata andalan di Riau.

Lahan yang digunakan untuk pembangunan reaktor biogas tipe fixed dome terlihat bahwa
kondisi lahannya adalah lahan gambut. Berdasarkan survey kemudian dilakukan pengukuran dan

penandaan awal terhadap area kerja yang mesti dibangun. Selanjutnya kawasan dilakukan
pembersihan lahan dan dilakukan penandaan ulang.
2. Penggalian lubang
Setelah pembersihan lahan dan penandaan ulang, penggalian lubang dilakukan. Karena kondisi
lokasi yang memiliki banyak air, maka digunakan alat bantu mesin pompa air (robin sebutan
masyarakat tempatan) untuk mengurangi jumlah air yang menggenangi lubang galian dan
memudahkan dalam pengerjaan penggalian. Kendala lain yang ditemui pada titik ini adalah
bahwa pada lubang galian tersebut terdapat akar dan tunggul kayu yang masih kuat
mencengkeram dalam tanah sehingga tidak mudah untuk diangkat. Untuk membersihkan akarakar kayu ini digunakan alat bantu berupa kapak dan sinso (chainsaw).
Selama pengerjaan penggalian lubang ini, terjadi kendala pada alat bantu diantaranya: mesin
pompa mengalami putus tali penarik kumparan, air sulit keluar karena sampah masuk ke mesin
pompa, mesin sinso mengalami lepas rantai, mata rantai sinso yang cepat aus dan selalu harus
member air tambahan untuk memancing pompa agar mampu memompa air setiap kali mesin
dihidupkan
kembali.

3. Pemasangan dinding pengaman tebing


Pekerjaan selanjutnya yang dilakukan setelah penggalian lubang adalah memasang pengaman
tebing. Pemasangan dinding pengaman tebing agar tanah-tanah di daerah tepian lubang yang
merupakan tanah bekas galian tidak mengalami runtuh. Jika tanah mengalami runtuh maka dapat
menyulitkan dalam proses pembangunan selanjutnya. Pemasangan pengaman tebing dibuat dari
papan
dan
kayu
bulat
ataupun
kayu
beloti.

4.

Pemasangan

cerocok

dan

penimbunan

pasir

urug

Pemasangan cerocok pada dasar galian dilakukan untuk memperkuat pondasi dasar bangunan.
Pengerjaan pemasangan cerocok ini dilakukan hanya dengan menggunakan tenaga manusia dan
tidak menggunakan alat bantu mekanis lain. Kayu-kayu bulat (jenis kayu mahang) yang
berukuran 4 m, pada bagian ujungnya dibentuk runcing untuk memudahkan dalam menancapkan
kayu cerocok pada dasar tanah. Untuk membantu meruncingkan kayu ini digunakan sinso dan
kapak.
Cerocok ditancapkan kemudian ditekan dengan tenaga manusia hingga pada batas yang tidak
bisa ditekan lagi, kemudian digunakan alat bantu berupa pemukul yang terbuat dari kayu hingga
batas tertentu, selanjutnya dibantu dengan palu berukuran berat 4 kg hingga benar-benar tidak
dapat masuk kedalam tanah. Setelah semua cerocok berhasil ditancapkan sesuai dengan
ukurannya, maka kayu-kayu cerocok tersebut dirapikan dengan memotong bagian atasnya
hingga rata dengan dasar galian. Alat untuk memotong ini digunakan sinso. Untuk meratakan
kayu cerocok agar rata dengan dasar galian digunakan alat bantu berupa palu. Karena memasang
dan menancapkan cerocok ini menggunakan tenaga manusia, maka pada kondisi ini harus
menggunakan tenaga manusia yang relative banyak sehingga membutuhkan kerja secara
bergotong royong.
Cerocok yang ditanamkan sampai batas tertentu diratakan bagian permukaannya dengan
menggunakan alat bantu berupa chainsaw. Selanjutnya area lubang galian ditimbun dengan tanah
urug. Pasir yang digunakan adalah pasir bono (pasir halus dari Sungai Kampar di wilayah
setempat hasil sedimentasi). Selama proses pengurugan pasir, mesin pompa air harus terus
dioperasikan untuk mengurangi jumlah air yang menggenangi lubang galian. Pasir bono sangat
baik digunakan karena dapat membuat tanah dasar galian menjadi padat dan cocok untuk
landasan dasar pembuatan lantai kerja.

5. Pembangunan lantai kerja


Setelah tanah urug diratakan, dipasang mal untuk membangun lantai kerja. Lantai kerja dibuat
dengan pengecoran tanpa rangka besi. Lantai kerja yang dibangun tidak dilapisi dengan rangka
besi, tetapi hanya pengecoran beton saja. Bentuk yang dibuat berbentuk hexagonal dan dengan
ketebalan pengecoran 12 cm. Campuran beton berupa semen, pasir dan kerikil. Ukuran
pencampuran adalah (2-3-3) Setelah semen, pasir, dan kerikil dicampur dan diaduk rata,
ditambahkan air secukupnya dan dibiarkan beberapa saat hingga pecampuran beton merata.
Setelah itu pengecoran dilakukan. Selama pengecoran dilakukan, mesin pompa air tetap
dioperasikan agar air tidak menggenangi daerah pengecoran.
Sebelum pengecoran dilakukan, dibuat cetakan berbentuk hexagonal dari papan dan kayu agar
adukan beton yang dituangkan pada saat pengecoran tidak melimpah kemana-mana, dalam arti,
bahan adukan beton dicor pada bentuk cetakan yang dibuat tersebut. Alat bantu dalam
pengecoran ini adalah gerobak sorong untuk mengangkut pasir, kerikil dan bahan adukan. Untuk
mengaduknya digunakan cangkul. Untuk meratakan bahan cor digunakan raskam dan papan
perata.

6. Pembangunan lantai dasar

Pembangunan lantai dasar dengan pemasangan rangka besi terlebih dahulu, kemudian dilakukan
pengecoran dengan menggunakan campuran beton dengan kerikil. Rangka besi digunakan untuk
membuat lantai kerja agar kokoh. Rangkaian rangka besi dibuat sebanyak dua lembar rangkaian.
Selanjutnya besi yang sudah dirangkai disusun ke dasar lantai kerja dan disusun
bersilangan. Setelah rangka besi disusun di lantai kerja, dilakukan pengecoran. Selama masa
pengecoran dilakukan, mesin pompa tetap dioperasikan agar air tidak menggenangi daerah
pengecoran. Dan dipertahan selama 2 jam setelah pengecoran selesai dilakukan.

Setelah tahapan pembangunan lantai dasar selesai, maka langkah berikutnya adalah dengan
melanjutkan pembangunan dome utama.(msd/12.4.2013/bersambung)

Anda mungkin juga menyukai