Anda di halaman 1dari 8

Jong Java, Pergerakan Pemuda Tanah Jawa

Jong Java (sebelum tahun 1918 bernama Tri Koro Dharmo)


Berbicara tentang perhimpunan pelajar yang pertama dan yang terbesar di tanah Jawa, adalah
Jong Java ). Pada tahun 1915 pelajar STOVIA Satiman Wirjosandjojo mengam-bil inisiatif
mendirikan perhimpunan untuk para pelajar pendidikan menengah dan lanjut. Mahasiswa
kedokteran ini untuk pertama kali menjadi berita tahun 1912, ketika ia dengan keras memprotes
peraturan tentang pakaian di sekolah kedokteran di Batavia. Para pelajar Jawa waktu itu
diwajibkan mengenakan jarik (kain) dan udheng (ikat kepala). Di atas udheng itu dikena-kan topi
berlambang kedokteran.
Suatu pemandangan yang menggelikan, karenanya calon-calon dokter yang biasanya berasal dari
kalangan priyayi itu dicemoohkan orang sebagai "kondektur trem". Satiman berjuang agar para
pelajar dapat mengenakan "pakaian bebas". Dalam praktek itu berarti hak untuk berpakaian
sebagai orang Barat. Sesudah lama dipertim-bangkan, akhirnya direktur STOVIA memutuskan
untuk meluluskan permohonan itu, terutama karena ternyata pakaian Barat agak lebih murah
daripada pakaian Jawa. Dengan sendi-rinya waktu itulah kaum elit yang baru muncul dan
berpendi-dikan baik itu di masa studi dan sesudahnya mulai membedakan diri secara lahiriah
dari orang-orang setanah airnya dengan menggunakan gaya pakaian si penjajah. Para pelajar
STOVIA itu adalah orang-orang yang sadar akan kelas dan statusnya, dan antara sesamanya
mereka berbicara Belanda.Ini tidak berarti bahwa rnereka mencampakkan budaya Jawa. Satiman
justru ingin menghidupkan kembali budaya itu.
Tang-gal 7 Maret 1915 bersama dengan Kadarman dan Soenardi ia mendirikan Tri Koro Dharmo
(Tiga Tujuan Mulia) yang menjadi pendahulu Jong Java. Yang menjadi anggota pertamanya
adalah lima puluh pelajar STOVIA, Kweekschool (Sekolah Guru) Gunung Sari (Weltevreden),
dan Koningin Wilhelmina School (KWS). Ketiga tujuan mulia itu adalah:"Mengadakan
hubungan antara para pelajar Pribumi yang be-lajar di sekolah-sekolah tinggi dan menengah, dan
juga di kursus-kursus pendidikan lanjut dan vak. Membangkitkan dan meningkatkan minat
terhadap kesenian dan bahasa Nasional. Memajukan pengetahuan umum para anggota." (diambil
dari JongJava's Jaar-boekje 1923: 115-16). Tujuan itu menyatukan dua prinsip dasar yang hidup
di kalang-an pemuda itu. Yang pertama adalah perlunya edukasi, pengetahuan, pendidikan. Ini
berarti pertama-tama pengetahuan Barat yang merupakan prasyarat mutlak kemajuan masyarakat
Jawa. Pengetahuan mengenai ilmu dan teknologi Barat, pengetahuan tentang bahasa-bahasa
Eropa merupakan kunci kemajuan. Yang kedua adalah cinta kepada budaya Jawa.
Para pemuda priyayi itu menaruh hormat kepada tradisi Jawa, budaya nenek-moyang yang
pernah menjadi penguasa-penguasa perkasa kerajaan Majapahit dan Mataram. Sebagaimana
semua priyayi yang lain, mereka sadar sedang hidup di Jaman Edan (}a-man Gila), ketika
kesenian Jawa tenggelam. Sebagaimana para anggota Comite voor het Javaans Nationalisme
mereka menaruh minat yang besar terhadap budaya Jawa, mendambakan sekali pulihnya Jawa
masa lalu. Ketua Satiman mengecam para pemuda Jawa yang untuk memperoleh pendidikan
lebih lanjut mereka pergi ke Eropa dan berusaha menjadi orang Barat. Budaya sendiri mereka
buang dan lupakan. Satiman membayangkan keadaan budaya jawa itu sebagai tanah bera.
1915 - 1921
Pada saat didirikan, ketuanya adalah Dr. Satiman Wirjosandjojo, dengan wakil
ketua Wongsonegoro, sekretaris Sutomo dan anggotanya Muslich, Mosodo dan Abdul Rahman.
[2] Tri Koro Dharmo bertujuan untuk mempersatukan para pelajar pribumi, menyuburkan minat
pada kesenian dan bahasa nasional serta memajukan pengetahuan umum untuk anggotanya. Hal
ini dilakukan antara lain dengan menyelenggarakan berbagai pertemuan dan kursus, mendirikan

lembaga yang memberi beasiswa, menyelenggarakan berbagai pertunjukan kesenian, serta


menerbitkan majalah Tri Koro Dharmo.
TKD berubah menjadi Jong Java pada 12 Juni, 1918 dalam kongres I-nya yang diadakan di Solo,
[2] yang dimaksudkan untuk bisa merangkul para pemuda dari Sunda, Madura dan Bali. Bahkan
tiga tahun kemudian atau pada tahun 1921 terbersit ide untuk menggabungkan Jong
Java dengan Jong Sumatranen Bond, namun upaya ini tidak berhasil.[3]
Oleh karena jumlah murid-murih Jawa merupakan anggota terbanyak, maka perkumpulan ini
tetap bersifat Jawa dan terlihat dalam kongres II yang diadakan di Yogyakarta pada
tahun 1919 yang dihadiri oleh sedikit anggota yang tidak berbahasa Jawa. Namun dalam kongres
ini dibicarakan beberapa hal besar antara lain:
Milisi untuk bangsa Indonesia
Mengubah bahasa Jawa menjadi lebih demokratis
Perguruan tinggi
Kedudukan wanita Sunda
Sejarah tanah Sunda dan
Arti pendirian nasional Jawa dalam pergerakan rakyat[3]
Pada pertengahan tahun 1920 diadakan kongres III di Solo, Jawa Tengah dan pada pertengahan
tahun 1921 diadakan kongres ke-IV di Bandung, Jawa Barat. Dalam kedua kongres tersebut,
bertujuan untuk membangunkan cita-cita Jawa Raya. dan mengembangkan rasa persatuan di
antara suku-suku bangsa di Indonesia.[3]
1921 - 1929
Dalam semua kongres yang pernah diadakan, perkumpulan ini tidak akan ikut serta dalam aksi
politik, dimana hal ini ditegaskan dalam kongresnya yang ke-V, pada tahun 1922 di Solo, Jawa
Tengah, bahwa perkumpulan ini tidak akan mencampuri politik ataupun aksi politik.[3]
Namun pada kenyataannya perkumpulan ini mendapatkan pengaruh politik yang cukup kuat
yang datang dari Serikat Islam (SI) di bawah pimpinan Haji Agus Salim. Dalam kongresnya pada
tahun 1924, pengaruh SI semangkin terasa sehingga mengakibatkan beberapa tokoh yang
berpegang teguh pada asas agama Islam akhirnya keluar dari perkumpulan ini dan
membentuk Jong Islamieten Bond (JIB).[3]
Pada
tahun 1925 wawasan
organisasi
ini
kian
meluas,
menyerap
gagasan
persatuan Indonesia dan pencapaian Indonesia merdeka. Pada tahun 1928, organisasi ini siap
bergabung dengan organisasi kepemudaan lainnya dan ketuanya R. Koentjoro Poerbopranoto,
menegaskan kepada anggota bahwa pembubaran Jong Java, semata-mata demi tanah air.[4] Oleh
karena itu, maka terhitung sejak tanggal 27 Desember, 1929, Jong Javapun bergabung
dengan Indonesia Moeda.
JONG JAVA
Nama baru Trikoro Darmo yang ditetapkan dalam kongres pertama di Solo tahun 1918 yang
artinya Jawa Muda atau Pemuda Jawa. Perkumpulan pemuda pertama, didirikan pada tanggal 7
Maret 1915 di Jakarta. Pada awal berdirinya, organisasi ini masih dikenal dengan nama Tri Koro
Dharmo (Tiga Tujuan Mulia), di bawah pimpinan dr. Satiman Wirjosandjojo. Maksud
dibentuknya perkumpulan ini adalah sebagai tempat latihan untuk calon-calon pemimpin
nasional yang memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi. Anggotanya kebanyakan murid-murid
sekolah menengah atas dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada tahun 1918, dalam kongres Tri
Koro Dharmo yang pertama di Solo, diputuskan untuk mengganti nama Tri Koro
Dharmo menjadi Jong Java, agar pemuda-pemuda dari Sunda dan Madura dapat menjadi
anggotanya. Maksud perkumpulan Jong Java adalah membangun suatu persatuan Jawa Raya
dengan cara mengadakan ikatan yang erat di antara murid-murid sekolah menengah bangsa

Indonesia dan berusaha menambah kepandaian anggota-anggotanya untuk lebih menimbulkan


rasa cinta akan kebudayaan sendiri.
Karena kebanyakan anggotanya suku bangsa Jawa, Jong Java masih tetap bersifat Jawa. Pada
kongres luar biasa bulan Desember 1922, ditetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri
aksi atas atau propaganda politik. Jong Java, yang beranggotakan sekitar 2.000 orang, pada
kongresnya di akhir Desember 1924 mengalami gangguan, karena adanya usaha Sarekat Islam
untuk mempengaruhi tujuan perkumpulan Jong Java. Gangguan pada kongres tersebut datang
dari Ketua Pengurus Besar, Samsuridjal, pada saat berpidato didampingi oleh H.A. Salim. Ia
menyatakan bahwa dasar Jong Java yang semata-mata nasionalistis itu telah menjauhkan pemuda
terpelajar dari ajaran agama Islam.
Dalam kongres Jong Java tanggal 27-31 Desember 1926 di Solo, tujuan perkumpulan diubah
menjadi berusaha "memajukan rasa persatuan para anggota dengan semua golongan bangsa
Indonesia dan bekerja sama dengan perkumpulan-perkumpulan pemuda Indonesia lainnya agar
ikut serta menyebarkan dan memperkuat paham Indonesia bersatu." Kongres ini dipimpin oleh
ketua pengurus besar R.T. Djaksodipuro (yang kemudian berganti nama menjadi R.T.
Wongsonegoro), yang juga menjadi anggota perkumpulan para mahasiswa PPPI
(Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia). Ia juga menjelaskan bahwa Jong Java sejak
awalnya tidak hanya mencita-citakan Jawa Raya, tetapi bermaksud terus maju dan mencapai
Indonesia merdeka.
Anggota Jong Java terbagi dalam dua golongan, yaitu: (1) anggota muda berumur di bawah 18
tahun, yang tidak boleh mencampuri urusan politik; (2) anggota berumur 18 tahun ke atas, secara
sendiri-sendiri boleh ikut dalam gerakan politik, dalam hal ini dibantu dan dipimpin oleh
"anggota luar biasa." Pada kongresnya tanggal 26-31 Desember 1927 di Semarang, pertanyaan
mengenai fusi Jong Java dengan perkumpulan-perkumpulan pemuda lainnya mulai muncul.
Dalam kongres Jong Java tanggal 25-31 Desember 1928 di Yogyakarta, prinsip untuk
berfusi mendapat tanggapan dan perkumpulan mengeluarkan pernyataan bahwa sudah
datang masanya untuk membuktikan dengan tindakan nyata, bahwa perkumpulan Jong
Java dapat berkorban untuk menghadapi tawaran berfusi. Dalam kongres tanggal 2329 Desember 1929 di Semarang, rancangan pendirian badan fusi baru diterima baik, dengan
nama Indonesia Muda.
Dengan munculnya Indonesia Muda, Jong Java resmi dibubarkan, dan seluruh bagiannya,
termasuk seluruh anggotanya yang berjumlah 25.000 orang, kemudian, studiefonds dan cabangcabangnya, diserahkan kepada Komisi Besar Indonesia Muda. Ketua pengurus besar Jong Java
berturut-turut adalah: Satiman Wirjosandjojo (19151917); Suhardi Ariotedjo (1917-1918);
Sukiman Wirjosandjojo (1918-1919); Sutopo (1919-1920); Mukhtar Atmo Supardjojo (19211922); Ma'amun (1923); Samsuridjal (1923-1924); Sumarto Djojodihardjo (1925); Sunardi
Djaksodipuro (1926); Gularso Astrohadikusumo (1927); Sarwono Prawirohardjo (1928); dan
Kuntjoro Purbopranoto (1929).
1. Jong Indonesia
Perjuangan pemuda ditandai dengan berdirinya perkumpulan Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908.
Organisasi ini didirikan oleh pelajar STOVIA dibawah pimpinan R.Soetomo.(Sudiyo;2002:45).
Pada tanggal 7 Maret 1915 didalam gedung STOVIA, lahirlah organisasi muda yang bersifat
kedaerahan bernama Tri Koro Darmo merupakan organisasi muda pertama, yang
sesungguhnya Tri Koro Dharmo berarti tiga mulia, berlambangkan keris yang bertuliskan
Sakti, Budi, Bakti, asas organisasi ini adalah:
Menimbulkan pertalian antara murid-murid bumi putera pada sekolah-sekolah menengah, dan
kursus perguruan menengah (ultgebreid) dan sekolah vak.
Menambahkan pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya.
Membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan budaya Indonesia.
(Sudiyo;2002:46).

Untuk sementara yang dapat diterima masuk menjadi anggota Tri Koro Dharmo adalah para
pemuda yang berasal dari Jawa dan Madura. Tujuan organisasi ini sebenarnya untuk
mencapai Jawa raya, dengan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, Madura,
dan Lombok. Namun, mengingat semakin banyak pemuda yang berminat masuk menjadi
anggota, bahkan tidak saja pemuda dari Jawa dan Madura, melainkan juga dari berbagai pulau di
Indonesia ini, maka akhirnya Tri Koro Dharmo membuka kesempatan pemuda-pemuda dari
berbagai pulau. (Sudiyo;2002:46).
Dengan kesempatan yang diberikan oleh Tri Koro Dharmo tersebut, banyak pemuda dari
Sumatera masuk menjadi anggota Tri Koro Dharmo. Pada tanggal 9 Desember 1917, lahirlah
organisasi pemuda dari Sumatera bernama Jong Sumateranen Bond. Diantara pemuda-pemuda
dari Sumatera tersebut, yang lebih dikenal selanjutnya adalah Moh Hatta dan Moh Yamin. Kedua
pemuda ini akhirnya terpilih sebagai pemimpin dalam organisasi pemuda itu. (Sudiyo;2002:47).
Organisasi pemuda itu lebih menitik beratkan semangat kedaerahan. Hal ini untuk
menunjukkan bahwa pergerakan untuk melawan penjajah tidak hanya dilakukan oleh pemuda
Jawa saja, tetapi juga daerah-daerah lain ada rasa tidak senang terhadap pemerintah kolonial
Belanda. Hanya dalam kesepakatan dan pengalaman dalam perjuangan, maka tidak lagi berjuang
secara fisik, melainkan berjuang secara moral, jadi tidak ada perang fisik, melainkan berjuang
melalui semangat persatuan dan kesatuan yang dapat dibina melalui pendidikan. Oleh karena itu,
pemuda-pemuda harus sekolah untuk memperoleh kecerdasan dan menambah wawasan.
(Sudiyo;2002:47).
Dengan berprinsip tersebut diatas, maka pada tanggal 12 Juni 1918, nama Tri Koro
Dharmo, diubah namanya menjadi Jong Java. Selanjutnya diikuti pemuda-pemuda dari daerah
lain, dengan mendirikan organisasi pemuda sesuai dengan asal nama daerahnya. Sehingga
muncul organisasi: Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Jong Minahasa, Jong Ambon, Sekar Rukun,
Pemuda Kaum Betawi, Timoresche Jongeren Bond, dan lain-lain. (Sudiyo;2002:47).
Sampai dengan berlangsungnya kongres pemuda pertama pada tanggal 30 April-2
Mei 1926, semangat kedaerahan tersebut masih dipertahankan secara kuat. Dampak dalam
kongres tersebut belum menghasilkan kebulatan pendapat, terutama masalah fusi
(penggabungan) organisasi pemuda menjadi satu wadah dan masalah bahasa persatuan, juga
langkah perjuangannya masih sangat hati-hati dn belum berani melangkah keperjuangan dalam
bidang politik. (Sudiyo;2002:48).
Walaupun pada mulanya masih mempertahankan sifat kedaerahan, namun ternyata
pandangan kedepan cukup luas. Para pemuda dari berbagai organisasi kedaerahan itu, mencoba
untuk menggabungkan berbagai aspirasi dan pendapat, agar segala perbedaan suku, budaya,
(adat), kepercayaan maupun agama tidak menjadi permasalahan, maka dibentuklah
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada bulan September 1926 di Jakarta di
bawah kepemimpinan Moh.Abdullah Sigit. Pemikiran yang timbul dari PPPI itu, berhasil
mendirikan wadah pemuda dalam satu organisasi yaitu Jong Indonesia, terbentuk pada tanggal
20 Februari 1927 di Bandung, kemudian Jong Indonesia dalam kongresnya pada bulan Desember
1927 bersepakat mengubah nama organisasinya menjadi Pemuda Indonesia. (Sudiyo;
2002:48).
Salah satu wujud dari pertumbuhan modern Indonesia yakni organisasi kemerdekaan
(Jong Indonesia) di mana para pemuda yang tergabung di dalamnya memandang perlu
pembaharuan wawasan pada organisasi-organisasi kedaerahan. Mereka memandang perlu adanya
organisasi pemuda lepas dari sifat kedaerahan dan mendasarkan diri pada sifat kebangsaan
dengan kebangsaan sebagai dasar organisasi. Organisasi ini berada yang berumur 15 tahun
keatas. Sebagian besar anggotanya berasal dari pelajar, pada tanggal 27 Februari di kota
Bandung dibawa pimpinan Soekarno dan beranggotakan para pemuda yang berumur 15 tahun
keatas. Sebagian besar anggotanya berasal dari pelajar-pelajar AMS dan mahasiswa RHS dan
pelajar STOVIA.

Sesuai dengan sifat dan asal anggotanya, tujuan Jong Indonesia adalah memperluas
ide kesatuan Nasional Indonesia Sebagai realisasi tujuan itu, Jong Indonesia mendirikan
organisasi perpaduan, mengadakan kerja sama dengan organisasi-organisasi pemuda,
menyelenggarakan rapat, dan sebagainya.
Sebagai organisasi yang bersifat Nasional Jong Indonesia mempunyai anggota yang
cukup besar dikalang Indonesia (Pemuda). Para penerus berhasil membentuk cabang-cabang
yakni Yogyakarta, Solo, dan Jakarta. Organisasi ini merupakan organisasi pemuda yang sangat
aktif mencapai cita-cita memiliki peran penting dan setelah sumpah pemuda organisasi ini tetap
konsekuen melaksanakan keputusan kongres misalnya dengan adanya Fusi menjadi Indonesia
Muda. (Sudiyo; 2002 ; 47).
2. Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI)
Gerakan perhimpunan Indonesia di Indonesia di negeri Belanda berdasarkan non cooperation
dan self-help, yang ada pada masa itu belum ada di indonesia. Pergerakan nasional yang ada di
Indonesia, pertama kali adalah Budi Utomo dari tahun 1908-1926, belum bergerak langsung
dalam bidang politik. Namun, ketika para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda telah banyak
menyelesaikan pendidikannya, maka banyak pula anggota-anggota Budi Utomo yang mendapat
pengaruh politik dan ingin segera merubah cara perjuangannya. Hal ini dapat dimengerti, karena
Dr. Soetomo yang termasuk pendiri Budi Utomo, pernah pula menjadi ketua P.I di negeri
Belanda. Dengan demikian usaha untuk mengubah cara perjuangan itu, telah ada kontak dengan
P.I. di negeri Belanda. (Sudiyo; 1989; 112)
Melalui majalah Indonesia Merdeka yang secara sembunyi-sembunyi dikirimkan ke Indonesia,
jelas mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pemikiran para tokoh pergerakan
kemerdekaan Indonesia Pada tahun 1925, di Indonesia sudah banyak pelajar-pelajar yang duduk
di sekolah lanjutan atas, bahkan di tingkat perguruan tinggi. Ini semua memudahkan cara untuk
menebarluaskan cita-cita P.I. yang mengarah kepada cita-cita kemerdekaan (Sudiyo; 1989; 112)
Pada tahun 1925, di Indonesia telah didirikan perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI),
tetapi peresmiannya baru tahun 1926. Anggota-anggotanya terdiri dari para pelajar-pelajar
sekolah-sekolah tinggi yang ada di Jakarta dan di Bandung. Para tokoh PPPI antara lain ialah:
Sugondo Djojopuspito, Sigit, Abdul Syukur, Sumito, Samijono, Wilopo, Moammad Yamin, A.K
Gani, dan lain-lain. (Sudiyo; 1989; 113).
PPPI juga dapat menampung berbagai pemuda yang telah mempunyai atau menjadi anggota
perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan. Pada masa ini cukup besar. Sebaliknya
kehidupan persatuan Nasional semakin subur. Oleh karena itu, akan memudahkan untuk
mencapai kesepakatan dalam menggalang persatuan Nasional. Inilah benih-benih terjadinya Ikrar
pemuda (Sudiyo; 1989; 130)
PPPI juga mempunyai hubungan dengan Perhimpunan Indonesia (PI) di negeri Belanda,
meskipun secara organisasi PPPI tidak ada hubungan secara langsung namun PPPI banyak
mendapat kiriman majalah Indonesia merdeka selundupan dari P.I. oleh karena itu, PPPI
mengetahui persis segala sesuatu yang dilakukan PI dinegeri Belanda. Maka tidak aneh lagi,
apabila PPPI berusaha keras untuk meneruskan cita-cita PI dengan pemberitahuan perkembangan
perjuangan PI dalam forum Internasional. Cita-cita PI dan segala usahanya tersebut disebarkan
dikalangan masyarakat Indonesia. Oleh PPPI juga merupakan pergerakan utama dalam
penyelengaraan kongres pemuda II. PPPI itu memberi pengaruh besar sekali kepada pemudapemuda kebangsaan untuk merealisasi cita-cita persatuan yang sudah beberapa tahun lamanya
yang menghinggapi hati sanubari mereka (Sudiyo; 1989; 131)
Untuk mempersiapkan pelaksanaan kongres Pemuda II, tidak cukup memakan waktu satu
atau dua hari. Melainkan persiapannya memakan waktu cukup lama. Pokok persoalan yang dapat
menjadi bahan bahasan ialah bagaimana caranya mendapatkan bentuk persatuan diantara
pemuda-pemuda indonesia yang sudah lama di cita-citakan itu. Juga akan di bicarakan dalam
kongres Pemuda II tersebut soal-soal pendidikan, pengajaran, kebudayaan, kepanduan,

kewanitaan dan meyakinkan rasa kesadaran nasional dan persatuan Nasional, untuk mencapai
cita-cita kemerdekaan Indonesia (Sudiyo; 1989; 131)
Tentang berbentuk persatuan, PPPI mengusulkan agar semua perkumpulan pemuda besatu
dalam satu perkumpulan yang merupakan badan Fusi. Usul PPPI ini sebenarnya merupakan
ulangan dan usul PPPI yang di ajukan dalam kongres pemuda satu tahun 1926. Karena hal itu
dianggap suatu hal yang penting, maka oleh PPPI di ajukan kembali. Sedangkan dari
perkumpulan pemuda yang lain, yaitu Jong Java tersebut akan diberi namaPemuda Indonesia.
Kedua pendapat ini, sebenarnya telah dibahas dalam Kongres Pemuda I, tetapi belum mendapat
keputusan dari Kongres tersebut. (Sudiyo; 1989; 132)
Namun, setelah terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan banyak korban jiwa maupun
penangkapan secara besar-besaran dan ditahannya para tokoh pergerakan nasional, maka
kebutuhan terbentuknya persatuan sangat mendesak. Peristiwa tersebut adalah pemberontakan
PKI pada bulan November 1926 yang gagal. Kemudian, juga peristiwa berdirinya perserikatan
Nasional Indonesia (PNI), pada tanggal 4 juli 1927, yang selanjutnya atas usaha Ir. Soekarno dan
beberapa orang pendirinya maka Perserikatan diganti menjadi Partai. Dengan demikian
menjadi Partai Nasional Indonesia (disingkat PNI juga). Partai ini langsung bergerak dalam
bidang politik dan berhaluan non-cooperation dan self-help,sebagaimana yang telah
dilakukan oleh Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. PNI dengan tegas bertujuan untuk
mencapai Indonesia merdeka) (Sudiyo; 1989; 132)
Dari peristiwa-peristiwa tersebut diatas, maka usaha untuk pembentukan badan Fusi atau
badan Federasi pemuda semakin dipercepat. Akhirnya secara praktis persiapan kongres
Pemuda II telah terbentuk, sejak bulan Juni 1928. Semenjak terbentuknya pengurus Kongres itu,
maka pengurus terus berusaha keras untuk terlaksananya Kongres Pemuda II. Hampir lima bulan
lamanya, pengurus mempersiapkan kongres tersebut. Dari sejak acara pembukaan sampai dengan
persidangan, telah disiapkan oleh panitia pengurus kongres. (Sudiyo; 1989; 133)
Pada tanggal 28 oktober 1928, maka kongres Pemuda II mengambil keputusan yang
dibacakan oleh ketua kongres(Sugono Djoko Puspito):
Kerapatan pemuda-pemuda Indonesia yang diadakan oleh perkumpulan-perkumpulan
pemuda yang berdasarkan kebangsaan dengan namanya: Jong Java, Jong Sumatranen Bond,
Pemuda Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, Pemuda
Kaum Betawi, dan PPPI membuka rapat pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 di Jakarta.
Sesudahnya menimbang segala isi pidato-pidato dan pembicaraan, maka kerapatan mengambil
keputusan:
Pertama : Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia
Kedua : Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Ketiga : Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Setelah mendengar putusan ini, kerapatan mengeluarkan keyakinan asas ini wajib dipakai oleh
segala perkumpulan-perkumpulan kebangsaan indonesia, mengeluarkan keyakinan persatuan
indonesia diperkuat dengan memperhatikan dasar persatuannya: Kemauan, sejarah, hukum adat,
pendidikan dan kepaduan. (Sudiyo; 1989; 146)
Keputusan tersebut, pada mulanya merupakanIKRAR PEMUDA, tetapi lama kelamaan
terkenal dengan namaSUMPAH PEMUDA. (Sudiyo; 1989; 147)
B. Sumpah pemuda dan Pengaruhnya Bagi Pergerakan Nasional Lainnya
Kelahiran organisasi pergerakan kebangsaan pertama, walaupun dalam masa selanjutnya di
ambil alih oleh golongan tua, telah mengilhami munculnya gerakan-gerakan pemuda lainnya di
Indonesia untuk masa selanjutnya. Gerakan pemuda itu berkembang sedemikian rupa hingga
mengarah pada suatu kesepakatan nasional dalam bentuk sumpah bersama untuk nusa dan
bangsa, tanah air dan bahasanya yang sama yaitu Indonesia.
Selanjutnya Sumpah Pemuda 1928, di adakan lagi kongres pemuda di Yogyakarta pada tanggal
24-28 Desember 1928.

Sesungguhnya sewaktu Sumpah Pemuda disetujui pada tanggal 28 Oktober tahun 1928,
organisasi-organisasi pemuda pendukung belum menyetujui di adakannya fusi antara organisasi
pemuda tersebut seperti yang diusulkan PPPI karena mencapai kesatuan fikiran.
(Sagimun;1998:74).
Yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat pada waktu itu sudah barang tentu keputusan Jong Java
yang bulan Desember 1928 itu( Sesudah Kongres Pemuda II) akan mengadakan kongresnya
yang akan memberi keputusan tentang fusi. Organisasi-organisasi lain menunggu dengan
berdebar-debar keputusan kongres Jong Java pada waktu itu merupakan perkumpulan pemuda
yang tertua dan yang terbesar dan memiliki organisasi yang rapi. Fusi perkumpulan-perkumpulan
pemuda lainnya tanpa Jong Java akan kurang berarti. (Sagimun;1998:75)
Seperti di atas dikemukakan ide persatuan di kalangan Jong Java yang dahulu bernama Tri Koro
Dharmo dalam arti persatuan antara pemuda-pemuda dari seluruh kepulauan telah lama ada
bahkan sudah sejak didirikannya di tahun 1915. Ide persatuan ini lebih nyata dengan adanya
putusan kongres Jong Java yang ke IV tahun 1921 di Bandung yang merubah pasal 3 anggaran
dasar Jong Java demikian rupa sehingga keinginan bersatu dicantumkan dalamanggaran dasar.
Setelah dirubah sesuai putusan kongres tersebut, pasal 3 berbunyi:
Jong Java bertujuan memepersiapkan anggota-anggotanya untuk membantu pembentukan Jawa
raya dan untuk memupuk kesadaran bersatu Rakyat Indonesia sehubungan dengan maksud untuk
mencapai Indonesia merdeka. (Sagimun;1998:75).
Jong Java kemudian juga melihat didirikannya PPPI sebagai himpunan mahasiswa-mahasiswi
Indonesia yang tidak lagi mengenal kesukuan atau kedaerahan. Proses dalam Jong java sendiri
ditambah dengan pertumbuhan yang nyata dari ide persatuan nasional Indonesia telah
mematangkan jiwa anggota-anggota Jong Java dari jiwa kesukuan menjadi jiwa nasional
Indonesia. (Sagimun;1998:75)
Kongres menghasilkan suatu keputusan yang penting, yakni akan di adakannya fusi atau
gabungan diantara organisasi-organisasi pemuda yang ada. Keputusan itu disetujui oleh Jong
Java Jong Sumatra, dan Jong Celebes,. Untuk merealisasikan keputusan tersebut dibentuklah
komisi yang kemudian di kenal dengan nama komisi besar Indonesia Muda.
Pada tanggal 23 april 1929 atas undangan pedoman Besar Jong Java wakil-wakil pemuda
Indonesia, Pemuda Sumatra dan Jong Java mengadakan rapat yang pertama di gedung IC Kramat
106 Jakarta. Keputusan ialah bahwa mereka menginginkan segera didirikannya perkumpulan
baru yang sejalan dengan kemauan persatuan Indonesia dan berdasarkan kebangsaan Indonesia
dan juga segera membentuk komisi persiapan yaitu yang dinamakan Komisi Besar Indonesia
Muda (KBIM). (Sagimun;1998:77).
Dalam kongresnya di Semarang dari tanggal 23-29 Desember 1929 Jong java membubarkan diri
untuk meleburkan diri ke dalam perkumpulan Indonesia Muda. Keputusan berbunyi sebagai
berikut:
Kerapatan Besar mengambil keputusandengan memperhatikan Statuten perkumpulan Jong Java
dahulu bernama Tri Koro Dharmo, ialah:
Pertam a : Sedjak dari saat ini perkoempoelan Jong Java daholoe bernama Tri Koro Dharmo,
tidak berdiri lagi.
Kedoe a : Sedjak dari saat ini segala tjabang perkoempoelan Jong Java, dahoeloe bernama tri
Koro Dharmo, berdiri di bawah pemandangan Komisi Besar perkoempoelan Indonesia Moeda
dan wadjib bersatoe didalam perkoempoelan ini. (Sagimun;1998:78).
Akhirnya pada tanggal 31 Desember 1930 dalam konfrensi di Solo di tetapkan berdirinya
organisasi Indonesia Muda. Pada saat berdirinya organisasi itu telah memiliki 25 cabang dengan
2400 anggota (Sudiyo;2002:74).
Indonesia Muda telah berdiri, Indonesia Muda berdiri sebagai kenyataan cita-cita Sumpah
Pemuda. Dan sesungguhnya, Indonesia Muda adalah penerus roh Sumpah Pemuda.
(Sagimun;1998:84).

Sejak 1 Januari 1931 Indonesia Muda mulai bergerak dengan semangat kebangsaan yang
menyala-nyala. Dimana-mana di seluruh Indonesia pendirian Indonesia Muda diterima dengan
gembira. (Sagimun;1998:85).
Tujuan Indonesia Muda seperti di tetapkan dalam konsep adalah: Memperkuat rasa persatuan di
kalangan pelajar-pelajar, membangunkan dan mempertahankan keinsyafan, di antaranya bahwa
mereka adalah anak bangsa yang bertanah air satu agar tercapailah Indonesia Raya.
(Sagimun;1998:85).
Untuk mencapai tujuan ini Indonesia Muda berusaha memajukan rasa saling menghargai dan
memelihara persatuan di semua anak Indonesia, bekerja sama dengan lain-lain perkumpulan
pemuda, mengadakan kursus-kursus untuk mempelajari bahasa persatuan dan memberantas buta
huruf, memajukan olahraga dan sebagainya. (Sagimun;1998:85).
Mengenai organisasi-organisasi kepanduan yang semula merupakan bagian dari pada organisasiorganisasi pemuda-pemuda yang telah dilebur itu (JJP, INPO,PPS) perlu ditentukan bahwa
organisasi organisasi tersebut dilebur menjadi satu organisasi kepanduan yang besar dengan
nama kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang berhaluan kebangsaan seperti Indonesia Muda
dan berkain leher merah-putih sebagai tanda di milikinya jiwa nasional. (Sagimun;1998:85).

Anda mungkin juga menyukai