Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala
nikmat dan kesempatan yang diberikan-Nya, kami dapat berkumpul dan
mengerjakan makalah yang berjudul Laut Lepas (High Seas) dengan tepat
waktu dan sebaik mungkin.
Makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas Hukum Kemaritiman yang
akan dikumpulkan dalam waktu dekat ini. Makalah ini juga dikerjakan untuk
memberi pengetahuan kepada pembaca serta pada khususnya untuk memenuhi
nilai tugas dan mendapatkan nilai yang sebaik mungkin seperti yang kami
harapkan.
Terima kasih ditujukan kepada ibu Hj. Rabiah Z. Harahap, SH., MH.,
selaku dosen Hukum Kemaritiman atas waktu yang diberikan kepada kami untuk
menyelesaikan makalah ini. Terima kasih kepada teman-teman kelompok III yang
sudah menyisihkan waktunya untuk mencari bahan sebanyak mungkin dan
bersama-sama mengerjakan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penyusun masih merasa
banyak kekurangan yang harus diperbaiki di makalah ini. Oleh karena itu, kami
dengan senang hati menerima masukan-masukan positif ataupun kritik yang
membangun dari para pembaca. Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Medan, Februari 2015

Kelompok 3 1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
BAB I: PENDAHULUAN.....................................................................................3
A. LATAR BELAKANG...................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................4
BAB II: PEMBAHASAN.......................................................................................5
A. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................5
B. PEMBAHASAN...........................................................................................6
1. PENGERTIAN LAUT LEPAS.........................................................6
2. PRINSIP KEBEBASAN DI LAUT LEPAS........................................7
3. STATUS HUKUM KAPAL DI LAUT LEPAS..................................10
4. PENGAWASAN DI LAUT LEPAS.................................................13
BAB III: PENUTUP............................................................................................17
A. KESIMPULAN...........................................................................................17
B. SARAN.......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

Kelompok 3 2

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Melalui penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ahli diketahui bahwa
lebih dari 70% permukaan bumi ditutupi air, sedangkan sisanya terdiri dari
benua dan pulau-pulau. Begitu kontrasnya perbandingan laut dan daratan di
bumi, sehingga meskipun pada hakikatnya manusia hidup di darat, akan tetapi
manusia juga tak jarang mencari sumber penghidupan melalui laut, karena
laut merupakan salah satu keindahan alam yang didalamnya terdapat begitu
banyak sumber kehidupan, seperti ikan dan hewan-hewan laut lain beserta
kekayaan alam yang tertimbun didalamnya yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia.
Seiring dengan perkembangan zaman, manusia pun berlomba-lomba
menciptakan kapal untuk mengarungi laut yang terbentang luas di bumi.
Dengan begitu banyaknya kapal yang berlayar, muncul pula konflik dari
masing-masing negara yang ingin meraup kekayaan di laut karena mereka
yang pada awalnya menganggap laut itu milik semua negara mulai menuntut
wilayah lautnya sendiri untuk dieksploitasi secara pribadi. Untuk itu
dibentuklah sebuah aturan hukum yang mengatur bagian-bagian laut dari
masing-masing negara untuk menghindari konflik, dimana pada tahun 1958
ditetapkan laut teritorial negara adalah 3 mil dari garis pangkal, sehingga tiaptiap wilayah laut yang tidak termasuk ke dalam jarak tersebut disebut dengan
laut lepas. Di laut lepas setiap negara bebas memanfaatkan segala kekayaan
alam yang terdapat di dalamnya.
Kebebasan untuk memanfaatkan kekayaan alam yang terdapat di laut
lepas lama-kelamaan semakin menyimpang, karena masing-masing negara
menghalalkan segala cara untuk meraup kekayaan yang ada di dalam laut.
Selain itu laut lepas seringkali dijadikan tempat pelarian bagi kapal-kapal
yang melakukan penyelundupan. Laut lepas juga menjadi tempat langganan

Kelompok 3 3

terjadinya pembajakan kapal. Semua hal itu terjadi karena adanya anggapan
bahwa di laut lepas bebas dilakukan kegiatan apapun oleh setiap negara.
Untuk meluruskan anggapan yang selama ini melenceng, dibentuklah
Konvensi Hukum Laut pada tahun 1982 yang mempersempit luas laut lepas
dan memperketat pengawasan-pengawasan di laut lepas sehingga timbul
suatu keamanan dan ketertiban di laut lepas sehingga dengan otomatis
kepetingan-kepentingan khusus negara pantai bisa terlindungi. Dengan
adanya konvensi tersebut, diharapkan semua negara bisa bekerja sama dalam
menjaga kelestarian ekosistem laut sekaligus menjaga keamanan pelayaran di
laut sehingga dapat tercipta suatu hubungan internasional yang baik antar
negara, khususnya di bidang kemaritiman.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.

Bagaimana sebenarnya pengertian dari laut lepas?


Bagaimana prinsip kebebasan yang dianut di laut lepas?
Bagaimana sebenarnya status hukum kapal di laut lepas?
Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan di laut lepas?

Kelompok 3 4

BAB II
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan perjanjian internasional dan custom, terdapat salah satu
kawasan laut yang tidak masuk ke dalam kawasan wilayah laut suatu negara,
yaitu laut lepas (high seas). Di kawasan tersebut, diberikan kebebasan bagi
negara-negara untuk memanfaatkan berbagai kekayaan alam yang terkandung
didalamnya, dengan ketentuan tiap-tiap negara tersebut harus mengambil
manfaat untuk tujuan dan dengan cara-cara yang damai, serta tanpa ada
maksud untuk menjadikan kawasan bebas itu sebagai wilayah kedaulatan
negaranya.
Terdapat beberapa orang yang telah mengkaji tentang laut lepas, antara
lain adalah sebagai berikut:
Wira Hipatios (2014). Judul makalah Hukum Laut Internasional. Di
dalam makalah ini melalui subjudul laut lepas, ia menjelaskan mengenai
tentang bagaimana pengertian laut lepas di mata perjanjian internasional,
bentuk-bentuk kebebasan yang berlaku di laut lepas terhadap kapal-kapal
yang melintasinya, beserta bagaimana pengawasan-pengawasan terhadap
kebebasan yang diberikan.
Boer Mauna (2005). Judul buku Hukum Internasional: Pengertian,
Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global (Edisi Kedua). Di dalam
buku ini di salah satu bab pembahasannya mengenai laut lepas, ia
menjelaskan bagaimana pengertian dan perbandingan laut lepas sebelum dan
sesudah hadirnya Konvensi Hukum Laut 1982, bagaimana status hukum
kapal-kapal di laut lepas, dan pengawasan di laut lepas.
Dalam tinjauan pustaka yang telah ada ini, dapat dilihat bahwa pada
intinya pembahasan laut lepas tidak akan jauh dari segi pengertian laut lepas,
prinsip kebebasan di laut lepas, status hukum kapal-kapal di laut lepas, dan
pengawasan di laut lepas. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan lebih
dikonsentrasikan dalam hal-hal yang telah diuraikan di atas.

Kelompok 3 5

B. PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN LAUT LEPAS
Laut lepas (high seas) memiliki beberapa definisi tersendiri apabila
ditinjau dari beberapa sumber. Pengaturan laut lepas terdapat dalam
Konvensi-Konvensi Jenewa yang merupakan hasil dari Konferensi PBB
tentang Hukum Laut (UNCLOS) I tanggal 24 Februari-27 April 1958. Pasal 1
Konvensi Jenewa 1958 tersebut memberikan pengertian laut lepas yang
berbunyi:
Laut lepas adalah semua bagian laut yang tidak termasuk laut teritorial
atau perairan pedalaman suatu negara.1
Dimana yang dimaksud dengan laut teritorial adalah laut yang terletak pada
sisi luar dari garis pangkal dan tidak melebihi dari 12 mil laut. 2 Sedangkan
yang dimaksud dengan perairan pedalaman adalah perairan yang berada pada
sisi darat (dalam) garis pangkal.3
Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman pengertian laut lepas
diperbaharui dengan lahirnya Konvensi Hukum Laut 1982, dimana setelah
lahir Konvensi tersebut Konvensi Jenewa 1958 sudah tidak berlaku lagi.
Konvensi Hukum Laut 1982 dalam Pasal 86 menyatakan pengertian laut
lepas sebagai berikut:
Laut lepas merupakan semua bagian laut yang tidak termasuk zona ekonomi
eksklusif, laut teritorial atau perairan pedalaman suatu negara dan perairan
kepulauan dalam negara kepulauan. Jadi sesuai dengan definisi ini, laut
lepas terletak jauh dari pantai yaitu bagian luar dari zona ekonomi eksklusif.4
1 Abdul Alim Salam. 2008. Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Hukum Laut
Internasional (Unclos 1982) Di Indonesia. Cet. 1. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan,
halaman 45

2 Sefriani. 2014. Hukum Internasional: Suatu Pengantar. Cet. 4. Jakarta: Rajawali Pers,
halaman 213

3 Ibid.

Kelompok 3 6

Pengertian laut lepas menurut Konvensi Hukum Laut 1982 ini sangat
jauh statusnya dengan pengertian laut lepas menurut Konvensi Jenewa 1958.
Laut lepas menurut Konvensi Jenewa 1958 adalah hanya 3 mil dari laut
territorial, sedangkan laut lepas menurut Konvensi Hukum Laut 1982 adalah
dimulai dari zona ekonomi eksklusif yang berarti dimulai dari 200 mil. 5
Siapapun dapat melihat dari Pasal 86 Konvensi Hukum Laut 1982 telah
merombak konsep tradisional laut lepas.6 Dibandingkan dengan keadaan pada
waktu sebelum dihasilkannya Konvensi Hukum Laut 1982, luas perairan laut
lepas kini menjadi berkurang karena Konvensi telah mengakui batas terluar
laut teritorial menjadi 12 mil7, oleh karena itu wilayah laut lepas benar-benar
telah mengalami penyusutan ribuan mil persegi.8
2. PRINSIP KEBEBASAN DI LAUT LEPAS
Pada abad pertengahan terjadi tuntutan-tuntutan kedaulatan terhadap
laut dikarenakan adanya prinsip kebebasan pelayaran di laut, salah satunya
tuntutan dari Paus-Alexander VI tahun 1493 yang membagi dunia baru atas 2
bagian, yaitu:
- Portugal memperoleh seluruh Samudera Hindia dan Laut Atlantic di
sebelah Maroko;
4 Boer Mauna. 2005. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global (Edisi Kedua). Cet. 1. Bandung: PT Alumni, halaman 312-313
5 Abdul Alim Salam. Loc. Cit.

6 J.G. Starke. Introduction To International Law (Pengantar Hukum Internasional).


Diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja. Jakarta: Sinar Grafika, halaman 360

7 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes. 2003. Pengantar Hukum Internasional.


Bandung: PT Alumni, halaman 188

8 J.G. Starke. Loc. Cit.

Kelompok 3 7

- Spanyol memperoleh lautan Pasific dan Teluk Mexico.9


Hal tersebut mengundang protes dari berbagai pihak, khususnya sejak abad
XVI dan XVII dimana pada abad itu karakteristiknya adalah penemuanpenemuan daerah baru, karena tuntutan tersebut akan menjadi halangan bagi
negara-negara yang ingin bebas berlayar kemana saja untuk mendapatkan
daerah-daerah baru dengan segala kekayaan alamnya. Selain itu, tuntutan juga
datang dari negara-negara di bawah ini, yaitu:
- Inggris
Inggris merupakan salah satu negara besar yang mengajukan protes
keras terhadap tuntutan kedaulatan di laut sejak tahun 1602 dikarenakan
Inggris sudah mulai tertarik dengan ekspedisi-ekspedisi yang jauh untuk
menemukan

daerah-daerah

baru.

Jadi,

pada

intinya

Inggris

mempertahankan prinsip kebebasan berlayar karena prinsip tersebut


sesuai dengan kepentingannya.
Akan tetapi pada tahun 1609 Inggris mengubah sikapnya dengan
melarang orang-orang asing untuk menangkap ikan di Laut Utara yang
dianggap Inggris sebagai lautan Inggris, kecuali kalau mendapatkan izin
sebelumnya.10 Hal ini dilakukan Inggris karena Inggris ingin mengeruk
kekayaan laut untuk dirinya sendiri, jadi ia pun menuntut kedaulatan
terhadap wilayah laut tertentu dan tidak mendukung prinsip kebebasan
berlayar di laut.
Selanjutnya pada abad ke XVIII, melalui perintah Ratu Anne yang
menduduki tahta kerajaan Inggris pada masa itu, Inggris kembali
-

mengakui prinsip kebebasan berlayar di laut.


Belanda
Pada saat itu kapal-kapal VOC milik Belanda sering dihalanghalangi oleh kapal-kapal Spanyol dan Portugis. Oleh karena itu melalui
Grotius yang merupakan ahli hukum, pada tahun 1868 keluarlah alasanalasan untuk mempertahankan prinsip kebebasan di laut, yaitu laut tidak

9 Boer Mauna. Op. Cit., halaman 315


10 Ibid., halaman 318

Kelompok 3 8

bisa ditinggali secara tetap akan tetapi orang-orang dapat tinggal di darat
maka laut tak dapat berada di bawah kedaulatan negara manapun dan
karena itu pula laut menjadi bebas untuk dilayari oleh siapapun, selain itu
Grotius juga mengungkapkan berdasarkan falsafah hukum alam bahwa
angin berhembus dari segala jurusan dan membawa kapal-kapal ke
seluruh pantai maka laut itu bebas dan dapat digunakan oleh siapapun.
Terlepas dari sejarah mulai berkembangnya prinsip kebebasan berlayar
di laut, prinsip kebebasan di laut lepas sendiri berdasarkan Pasal 87 Konvensi
Hukum Laut 1982 berarti laut lepas dapat digunakan oleh negara manapun.
Semua negara mempunyai kebebasan di laut lepas (freedom of the high seas),
yaitu sebagai berikut:
a. Kebebasan pelayaran (freedom of navigation);
b. Kebebasan penerbangan (freedom of overflight);
c. Kebebasan memasang kabel dan pipa bawah laut (freedom to lay
submarine cables and pipelines);
d. Kebebasan membangun instalasi lainnya (freedom to construct other
installations permitted under international law);
e. Kebebasan penangkapan ikan (freedom of fishing); dan
f. Kebebasan riset ilmiah kelautan (freedom of scientific research).
Kebebasan di laut lepas tersebut harus memperhatikan kepentingan negara
lain dalam melaksanakan kebebasan yang sama karena pelaksanaan
kebebasan tersebut harus dilaksanakan untuk tujuan-tujuan damai (peaceful
purposes) dan negara tidak boleh menundukkan laut lepas di bawah
kedaulatannya sebagaimana yang ditegaskan oleh Pasal 88-89 Konvensi
Hukum Laut 1982.11
Adapun teori mengenai natur yuridik (sifat hukum) laut lepas terdiri
atas:
a. Res Nullius, yang menyatakan bahwa laut lepas adalah bebas karena tidak
ada yang memilikinya. Namun teori ini dapat menimbulkan persepsi

11 Abdul Alim Salam. Op. Cit., halaman 46

Kelompok 3 9

bahwa suatu negara dapat memiliki laut lepas atau setidak-tidaknya


berbuat semaunya disana seolah-olah laut lepas itu merupakan miliknya.12
b. Res Communis, yang menyatakan bahwa laut adalah milik bersama, karena
itu negara-negara bebas menggunakannya. Jika laut milik bersama maka
itu berarti laut lepas itu berada di bawah kedaulatan bersama negaranegara, ini berarti negara-negara tersebut dapat menggunakan semaunya
kebebasan-kebebasan di laut sehingga mengganggu negara-negara lain.
c. Domaine Publik Internasional, yang merupakan satu-satunya solusi
terbaik dimana melalui teori ini, laut digunakan untuk kepentingan
bersama masyarakat internasional. Jadi, laut lepas itu tidak dapat dimiliki
oleh siapapun tetapi dapat digunakan bersama untuk kepentingan anggotaanggota masyarakat internasional. Teori ini dikatakan sebagai solusi
terbaik karena ia dapat menjamin penggunaan kebebasan-kebebasan di laut
bagi semua negara besar atau kecil.13
3. STATUS HUKUM KAPAL DI LAUT LEPAS
Dalam mempelajari status hukum kapal-kapal yang berlayar di laut,
sebaiknya terlebih dahulu dipelajari jenis-jenis kapal, yaitu:
a. Kapal publik, yang terdiri dari:
- Kapal perang
Kapal perang adalah kapal yang karena tugas dan perlengkapan
senjatanya dapt secara efektif ikut dalam operasi-operasi militer.
Pasal 29 Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan definisi yang
lebih lengkap mengenai kapal perang yaitu:
Kapal yang dimiliki oleh angkatan bersenjata suatu negara yang
memakai tanda-tanda luar yang menunjukan ciri khusus
kebangsaan kapal tersebut dibawah komando seoarang perwira
yang diangkat untuk itu oleh pemerintah negaranya dan yang
namanya terdapat didalam daftar dinas militer atau daftar serupa
12 Boer Mauna. Op. Cit., halaman 319
13 Ibid., halaman 320

Kelompok 3 10

dan yang diawaki oleh awal kapal yang tunduk pada disiplin
-

angkatan bersenjata regular.


Kapal-kapal publik non militer, yaitu kapal-kapal pemerintah yang
mempunyai kegiatan-kegiatan non militer, seperti kapal-kapal logistik

pemerintah, kapal-kapal riset ilmiah, dan lain sebagainya.14


Kapal organisasi-organisasi internasional, yaitu kapal-kapal yang
digunakan oleh organisasi-organisasi internasional untuk kepentingan
masyarakat internasional, seperti PBB atau badan-badan khusus dari

PBB.
b. Kapal swasta, yaitu kapal bukan milik pemerintah yang melakukan
kegiatan bertujuan komersil.
Setiap kapal di laut lepas maupun di laut manapun wajib mengibarkan
bendera negaranya. Bendera negara menunjukkan asal negara kapal. Hal
tersebut menandakan bahwa kapal tunduk pada hukum dari negara yang
benderanya dikibarkan di atas kapal. Kapal-kapal yang ada di laut lepas
sepenuhnya tunduk pada peraturan-peraturan atau ketentuan negara bendera
(Pasal 92 Konvensi Hukum Laut 1982). Ketentuan ini dibuat agar
terdapat kesatuan hukum untuk menjamin ketertiban dan disiplin di atas
kapal. Undang-Undang negara bendera berlaku bagi semua perbuatan hukum
yang terjadi di atas kapal. Dasar dari ketentuan ini adalah adanya anggapan
bahwa kapal dianggap sebagai floating portion of the flag state, yaitu bagian
terapung wilayah negara bendera. Oleh karena negara mempunyai wewenang
absolut terhadap wilayah, maka negara tesebut berwenang pula terhadap
kapal-kapalnya yang berlayar di laut lepas.15
Khusus untuk kapal swasta, selain bendera negara perlu dilengkapi
dengan bukti-bukti yang dinamakan papiers de bord yang terdiri dari 2
macam yaitu:
1 Mengenai kapal dan anak buahnya, misalnya: kebangsaan, identitas kapal,
surat jalan, dan lain sebagainya.
14 Ibid., halaman 321
15 Wira Hipatios. 2014. Hukum Laut Internasional. Makalah yang dipublikasikan melalui
https://www.academia.edu/ tanggal 22 Oktober 2014

Kelompok 3 11

2 Mengenai muatan kapal, misalnya: manifest, connaissement, dan lain


sebagainya.16
Bagi kapal-kapal swasta yang telah meninggalkan laut lepas dan masuk
ke laut wilayah suatu negara, terhadapnya tidak lagi berlaku wewenang
khusus negara bendera tetapi negara pantai.17 Jadi, apabila kapal swasta telah
masuk ke laut wilayah negara lain, maka kapal tersebut harus tunduk pada
ketentuan-ketentuan negara pantai.
Terhadap kapal swasta, melalui Konvensi Hukum Laut 1982 diatur
bahwa hanya diberikan wewenang eksklusif kepada negara bendera untuk
mengambil tindakan administratif atau hukum kepada warga negaranya yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu tubrukan. Tetapi Konvensi
tersebut juga menambahkan, bila tubrukan tersebut terjadi di suatu pelabuhan
atau laut wilayah suatu negara asing, maka yuridiksi negara asing inilah yang
akan berlaku. Prinsip ini kemudian ditegaskan oleh Pasal 97 ayat 1 Konvensi
Hukum Laut 1982 yang berbunyi:
Bila terjadi suatu tubrukan atau insiden pelayaran lain apapun yang
menyangkut suatu kapal di laut lepas, berkaitan dengan tanggung jawab
pidana atau disiplin nahkoda atau setiap orang lainnya dalam dinas kapal,
tidak boleh diadakan penuntutan pidana atau disiplin terhadap orang-orang
tersebut kecuali di hadapan pejabat-pejabat hukum atau administratif negara
bendera atau di negara dari mana orang-orang itu berkebangsaan.18

16 Mahendra. 2012. Hukum Kewilayahan Negara (Bagian 1). Materi kuliah Hukum
Internasional yang disampaikan tanggal 9 Februari 2012 di Universitas Mulawarman
Samarinda dan dipublikasikan melalui https://mahendraputra.net/ bulan Februari 2012
17 Boer Mauna. Op. Cit., halaman 323

18 Ibid., halaman 328

Kelompok 3 12

4. PENGAWASAN DI LAUT LEPAS


Pengawasan di laut lepas diperlukan untuk menjamin keamanan dan
kebebasan penggunaan laut di laut lepas. Pengawasan tersbut dilakukan oleh
kapal perang dari negara pantai yang dekat dari wilayah laut lepas yang
bersangkutan. Pengawasan terbagi dua, yaitu:
a. Pengawasan Umum
Tiap-tiap kapal perang mempunyai wewenang untuk mengetahui
kebangsaan suatu kapal dengan meminta supaya kapal tersebut
mengibarkan benderanya apabila kapal tersebut tidak mengibarkannya.
Permintaan tersebut dapat dilakukan dengan kode-kode lampu atau
apabila cara ini tidak berhasil maka kapal perang dapat menembakkan
peluru-peluru kosong ke arah kapal tersebut.19
Apabila kapal perang menaruh kecurigaan pada kapal tersebut, maka
dalam rangka menyelenggarakan pengawasan, kapal perang dapat
menghentikan kapal yang bersangkutan. Kapal perang dapat memeriksa
surat-surat

kapal

beserta

memeriksa

muatannya.

Hal

tersebut

dinamakan right to visit yang diatur di dalam Pasal 110 Konvensi


Hukum Laut 1982.
b. Pengawasan Khusus
Pengawasan-pengawasan khusus di laut lepas terdiri dari berbagai
macam, antara lain:
1) Pemberatasan Perdagangan Budak Belian
Semenjak penghapusan perdagangan budak belian tahun
1815, ada banyak upaya yang dilakukan oleh negara-negara
di dunia untuk memberantas perdagangan budak belian, salah
satunya

melalui

Konvensi

Hukum

Laut

1982

yang

memberikan kekuasaan yang luas pada kapal perang semua


negara untuk mengawasi dan memberantas perdagangan
budak belian.
Prinsip tersebut ditegaskan oleh Pasal 110 (b) Konvensi
Hukum Laut 1982 yang mengizinkan kapal-kapal perang

19 Ibid., halaman 329

Kelompok 3 13

untuk

menahan

kapal-kapal

yang

dicurigai

terlibat

perdagangan budak.20
2) Pemberantasan Bajak Laut
Wewenang yang diberikan pada kapal-kapal perang semua
negara untuk memberantas bajak laut sangat luas. Kapalkapal perang dapat menahan dan menangkap kapal-kapal
bajak laut. Selanjutnya negara bendera kapal-kapal perang
tersebut berhak mengadili dan menghukum pembajakpembajak yang ditangkap. Mengenai pembajakan ini hukum
internasional mengizinkan negara-negara secara langsung
mengambil

tindakan-tindakan

untuk

menghukum

para

pembajak, karena pembajakan dianggap sebagai kejahatan


terhadap umat manusia (homo homini lupus).
Prinsip pemberantasan bajak laut ini ditegaskan oleh Pasal
100 Konvensi Hukum Laut 1982 yang meminta supaya
negara-negara

bekerjasama

sepenuhnya

dalam

pemberantasan pembajakan di laut lepas atau tempat lain


manapun di luar yurisdikdi suatu negara.21
3) Pengawasan Penangkapan Ikan
Pada dasarnya pengawasan ini bertujuan untuk memelihara
sumber-sumber biologis di laut dengan cara melarang
penggunaan

alat-alat

yang

dapat

membahayakan

kelangsungan eksosistem biota laut.


4) Pengawasan Untuk Melindungi Kabel-Kabel dan Pipa Bawah
Laut
Tiap-tiap kapal yang kedapatan merusak kabel-kabel dan pipa
bawah laut yang ada di laut lepas tanpa alasan yang sah harus
membayar ganti rugi kepada negara pemilik kabel-kabel dan
pipa bawah laut yang bersangkutan.
5) Pemberantasan Pencemaran Laut
20 Ibid., halaman 330

21 Ibid., halaman 331

Kelompok 3 14

Negara-negara pantai diberikan wewenang oleh hukum


internasional untuk mengambil tindakan-tindakan terhadap
semua kapal di laut lepas yang melakukan pencemaran laut,
seperti meminta negara bendera kapal tersebut untuk
memulihkan kondisi laut yang telah tercemar.
6) Pengawasan Untuk Kepentingan Sendiri Negara-Negara
Pengawasan ini dilakukan oleh negara pantai untuk
melindungi kepentingan nasionalnya, yang terdiri dari:
- Hak pengejaran seketika (right of hot pursuit), yaitu hak
suatu negara di laut lepas untuk mengejar, menangkap
dan membawa ke pelabuhannya suatu kapal swasta asing
yang diduga telah melakukan suatu perbuatan melanggar
hukum di laut wilayah atau di perairan pendalamannya.22
Pengejaran tersebut harus terus-menerus dan tidak boleh
berhenti. Pengejaran harus dihentikan, segera setelah
kapal yang dikejar memasuki laut wilayahnya atau laut
-

wilayah negara lain.23


Hak bela diri (right of self-defence), yaitu hak negara
pantai untuk menahan kapal beserta awaknya yang
diduga akan mengancam keamanan nasional negara
pantai tersebut, dengan ketentuan:
Ancaman terhadap negara tersebut harus bersifat

segera;
Harus diberitahukan

bendera;
Orang-orang yang dianggap berbahaya yang

sgera

kepada

negara

terdapat di kapal tersebut harus diserahkan ke


negara bendera untuk diadili menurut UndangUndangnya;
22 Wira Hipatios. Op. Cit., halaman 6

23 Boer Mauna. Op. Cit., halaman 336

Kelompok 3 15

Tindakan-tindakan yang diambil harus bersifat


tindakan-tindakan proteksi dan bukan represi; dan

Harus dibayar ganti kerugian bila kecurigaan


tidak beralasan.24

Itulah kesemua bentuk-bentuk pengawasan di laut lepas, baik yang


berbentuk umum maupun khusus. Kesemua pengawasan tersebut ditujukan
untuk menjaga ketertiban dan keamanan di laut lepas serta menjaga
kepentingan-kepentingan khusus negara-negara pantai.

24 Ibid.

Kelompok 3 16

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengertian laut lepas (high seas) menurut Konvensi Hukum Laut 1982
adalah semua bagian laut yang tidak termasuk zona ekonomi eksklusif,
laut teritorial atau perairan pedalaman suatu negara dan perairan
kepulauan dalam negara kepulauan.
2. Prinsip kebebasan di laut lepas yang benar mulai berkembang di abad
ke VIX setelah keluarnya Konvensi Hukum Laut 1982 dimana
kebebasan tersebut terdiri dari kebebasan pelayaran, penerbangan,
memasang kabel dan pipa bawah laut, membangun instalasi lainnya,
penangkapan ikan, dan riset ilmiah kelautan. Kebebasan tersebut harus
dilaksanakan untuk tujuan-tujuan damai (peaceful purposes) dan negara
tidak boleh menundukkan laut lepas di bawah kedaulatannya
sebagaimana yang ditegaskan oleh Pasal 88-89 Konvensi Hukum Laut
1982.
3. Setiap kapal di laut lepas maupun di laut manapun wajib mengibarkan
bendera negaranya. Bendera negara menunjukkan asal negara kapal.
Hal tersebut menandakan bahwa kapal tunduk pada hukum dari negara
yang benderanya dikibarkan di atas kapal. Kapal-kapal yang ada di laut
lepas sepenuhnya tunduk pada peraturan-peraturan atau ketentuan
negara bendera (Pasal 92 Konvensi Hukum Laut 1982).
4. Pengawasan di laut lepas diadakan oleh kapal perang negara pantai
untuk menjaga keamanan dan ketertiban di laut lepas. Pengawasan
terdiri atas pengawasan umum dan pengawasan khusus, dimana
pengawasan khusus terdiri dari pemberantasan perdagangan budak
belian, pemberantasan bajak laut, pengawasan penangkapan ikan,
pengawasan untuk melindungi kabel-kabel dan pipa bawah laut,
pemberantasan pencemaran laut, dan pengawasan untuk kepentingan
sendiri negara-negara.
Kelompok 3 17

B. SARAN
1. Saran kami kepada pembaca agar lebih banyak membaca dan mencari
tau referensi di buku dan internet untuk memperluas wawasan
mengenai pengertian laut lepas apabila ditinjau pada saat sebelum
ataupun sesudah berlakunya Konvensi Hukum Laut 1982.
2. Saran kami terhadap negara-negara yang kerap berlayar di laut lepas
lebih memahami bahwa laut lepas adalah milik bersama jadi
penggunaannya harus dilakukan secara damai dan tidak mengganggu
kepentingan negara lain.
3. Saran kami terhadap dunia internasional agar menerapkan Konvensi
tersendiri yang mengatur kewajiban kapal untuk mengibarkan bendera
di kapalnya, beserta menerapkan sanksi bagi kapal yang tidak
melaksanakan hal tersebut agar aturannya lebih mengikat.
4. Saran kami terhadap negara-negara pantai agar memperketat
pengawasannya terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh kapal
asing di laut lepas agar tercipta keamanan dan ketertiban di laut lepas.

Kelompok 3 18

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Kusumaatmadja, M., dan Etty R. Agoes., 2003. Pengantar Hukum Internasional.
Bandung: PT Alumni
Mauna, B., 2005. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam
Era Dinamika Global (Edisi Kedua). Cet. 1. Bandung: PT Alumni
Salam, A. A., 2008. Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Hukum
Laut Internasional (Unclos 1982) Di Indonesia. Cet. 1. Jakarta: Departemen
Kelautan dan Perikanan
Sefriani., 2014. Hukum Internasional: Suatu Pengantar. Cet. 4. Jakarta: Rajawali
Pers
Starke, J.G., Introduction To International Law (Pengantar Hukum Internasional).
Diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja. Jakarta: Sinar Grafika
B. Lain-lain
Mahendra. 2012. Hukum Kewilayahan Negara (Bagian 1). Materi kuliah Hukum
Internasional yang disampaikan tanggal 9 Februari 2012 di Universitas
Mulawarman
Samarinda
dan
dipublikasikan
melalui
https://mahendraputra.net/ bulan Februari 2012
Wira Hipatios. 2014. Hukum Laut Internasional. Makalah yang dipublikasikan
melalui https://www.academia.edu/ tanggal 22 Oktober 2014

Kelompok 3 19

Anda mungkin juga menyukai