Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN KASUS NEKROSIS PULPA AKIBAT KARIES


PROFUNDA PULPA TERBUKA

No. Rekam Medis

: 47-35-29

Tanggal Pemeriksaan: 21 April 2015


A. Pemeriksaan Subyektif
1. Data Pasien
a. Nama Pasien
: Tn. AS
b. Usia
: 36 tahun
c. Alamat
: Wonoharjo RT. 5 RW. XI Semarang
2. Status Umum Pasien
a. Keadaan umum : compos mentis
b. Pupil mata
: normal
3. Anamnesa
a. CC : Pasien pria berusia 36 tahun datang ke poli gigi RSUD Tugurejo
b.
c.
d.
e.
f.

dengan keluhan gigi belakang kanan atas kadang senut-senut.


PI
: Gigi tidak terasa sakit lagi sejak seminggu yang lalu.
PMH : Disangkal.
PDH : Belum pernah ke dokter gigi sebelumnya.
SH : Pegawai swasta.
FH : Disangkal.

B. Pemeriksaan Obyektif
1. Pemeriksaan Ekstraoral
a. Wajah
: normal.
b. Bibir
: normal.
c. TMJ
: normal.
2. Pemeriksaan intraoral
a. Debris
b. Kalkulus
c. Perdarahan Interdental
d. Gingiva
e. Mukosa
f. Palatum

: ada.
: ada.
: normal.
: normal.
: normal.
: normal.

g.
h.
i.
j.

Lidah
Dasar Mulut
Hubungan Rahang
Odontogram

: normal.
: normal.
: normal.
:

Keterangan:
: Karies gigi
: Gigi yang hilang
Gigi yang menjadi fokus utama
Gigi : 27
Pemeriksaan:
Perkusi
: (-), terdapat kegoyahan derajat I
Palpasi
: (-)
Sondasi
: (+)
CE
: (-)
Druk
: (+)
Diagnosis: Nekrosis pulpa.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto rontgen panoramik
Hasil Intepretasi Foto Rontgen : terdapat gambaran radiolusen pada gigi 27
(karies dentis).
D. Temuan Masalah
Ditemukan gigi 27 dengan kondisi karies profunda pulpa terbuka.

Gambar 1. Kondisi gigi 27 karies profunda pulpa terbuka


E. Rencana Perawatan
Ekstraksi gigi 27 dengan anestesi infiltrasi.
F. Prognosis
Prognosis dari rencana perawatan ini adalah baik. Hal ini dikarenakan tidak
adanya penyebaran infeksi di sekitar gigi yang karies.
G. Tata Laksana
Gigi 27 diekstraksi dengan separasi akar menggunakan anestesi lokal.
Langkah-langkah ekstraksi:
1. Persiapan alat dan bahan
a. Alat
Spuit injeksi 3cc
Cytoject
Bur tulang
Rasparatorium
Elevator lurus
Tang mahkota molar rahang atas
Tang sisa akar rahang atas
Nierbeken
Pinset
Sonde
Kaca mulut
b. Bahan
Anestetikum (Pehacain 2 cc sebanyak 1ampul)

Kasa steril
Povidon iodine

2. Prosedur persiapan pasien


Pasien dilakukan pengukuran tekanan darah dan dihasilkan 124/82 mmHg

dan tergolong normal.


Pasien dipastikan sudah makan sebelum dilakukan pencabutan.

3. Prosedur anestesi
a. Asepsis bagian yang akan diinjeksi dengan povidone iodine.
b. Mukosa gingiva bagian bukal sekitar gigi 27 diinjeksikan larutan
anestetikum sebanyak 0,5 cc.
c. Mukosa palatum durum sekitar gigi 27 diinjeksikan larutan anestetikum
sebanyak 0,5 cc.
d. Pasien diinstruksikan untuk berkumur.
e. Pasien ditunggu hingga baal.
f. Injeksi dapat diberikan kembali secara intraligamen menggunakan cytoject
apabila diperlukan.
4. Prosedur Ekstraksi dengan separasi
a. Membuka perlekatan antara

gigi

dengan

jaringan

periodontal

menggunakan sonde dan elevator lurus.


b. Gigi diambil menggunakan tang mahkota molar rahang atas.
c. Akar gigi yang tertinggal diseparasi menggunakan bur tulang menjadi 3
bagian mengikuti ketiga akar gigi 27 yaitu mesiobukal, distobukal, dan
palatal.
d. Pengurangan tulang alveolar gigi jika diperlukan untuk memudahkan
pengambilan akar gigi yang tersisa.
e. Pengambilan akar gigi menggunakan tang sisa akar.
f. Penghalusan soket menggunakan rasparatorium.
g. Soket dibersihkan dari serpihan tulang alveolar dan akar gigi
menggunakan pinset dan kasa berukuran kecil.
h. Bagian gingiva setelah diekstraksi ditekan

kasa

dengan

cara

menginstruksikan pasien untuk menggigit kasa


i. Edukasi pasien post ekstraksi yang meliputi:
Gigit kasa selama 1 jam.
Dilarang makan dan minum panas atau hangat selama 24 jam pertama.
Luka tidak boleh dimainkan.
4

Jaga kebersihan gigi dan mulut.


Mengunyah menggunakan bagian yang tidak dilakukan ekstraksi

dahulu hingga luka sembuh.


Minum obat secara teratur.

5. Medikasi
Pasien diberikan obat-obatan berikut setelah dilakukan ekstraksi:
R/ Amoxycillin 500 mg No. IX
S 3dd tab I
R/ Dexamethazone 0,5 mg No. X
S 3dd tab I
R/Asam Mefenamat 500 mg No. X
S prn tab I
H. Simpulan
Pasien laki-laki berusia 36 tahun datang ke poli gigi RSUD Tugurejo
dengan keluhan gigi belakang kanan atas kadang terasa senut-senut. Pemeriksaan
subjektif didapatkan saat ini gigi tidak dalam keadaan sakit, dan tidak ada riwayat
sakit sebelumnya. Penyakit sistemik pada pasien dan keluarganya disangkal.
Pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Pemeriksaan objektif didapatkan pada
gigi terdapat debris dan kalkulus serta gigi 27 karies profunda pulpa terbuka dan
mengalami nekrosis pulpa. Hasil interpretasi foto rontgen panoramik yaitu
terdapat gambaran radiolusen pada gigi 27 (karies dentis) dan kehilangan gigi 26,
46, dan 48. Temuan masalah ditemukan gigi 48 dengan kondisi karies profunda
pulpa terbuka dan mengalami nekrosis pulpa. Rencana perawatan dilakukan
ekstraksi akar dengan anestesi lokal. Prognosis dari rencana perawatan ini adalah
baik karena tidak adanya penyebaran infeksi di sekitar gigi yang diekstraksi.
Tatalaksana kasus yaitu gigi 27 dilakukan ekstraksi disertai separasi akar dengan
anestesi lokal. Setelah dilakukan ekstraksi, pasien diberikan obat:
R/ Amoxycillin 500 mg No. IX
S 3dd tab I
R/ Dexamethazone 0,5 mg No. X
S 3dd tab I
R/Asam Mefenamat 500 mg No. X
S prn tab I

PEMBAHASAN
A. Nekrosis Pulpa
1. Definisi
Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan kelanjutan dari radang
pulpa baik akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tibatiba akibat trauma (Tarigan, 2006).
2. Tipe Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa terdiri dari 2 tipe yaitu (Grossman, et al., 1995):
a. Tipe koagulasi
Terdapat jaringan yang larut, mengendap, dan berubah menjadi
bahan yang padat. Pengejuan merupakan salah satu bentuk nekrosis
koagulasi yang jaringannya berubah menjadi massa seperti keju terdiri
terutama atas protein yang mengental, lemak, dan air.
b. Tipe liquefaction
Enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan
yang lunak, cair, atau debris amorfous.
Hasil akhir dekomposisi pulpa adalah dekomposisi protein berupa
hydrogen sulfide, ammonia, substansi lemak, indikan, ptomaine, Ai, CO 2.
Selain itu skatol, indol, putresin, dan kadaverin menyebabkan bau busuk pada
kematian pulpa (Tarigan, 2006; Grossman, et al., 1995).
6

3. Etiologi
Nekrosis pulpa terjadi akibat bakteri, trauma, iritasi terhadap bahan
restorasi silikat dan akrilik, atau radang pulpa yang barlanjut. Nekrosis pulpa
dapat terjadi karena aplikasi bahan devitalisasi seperti arsen atau
paraformaldehid (Tarigan, 2006).
4. Gejala
Gigi yang terlihat normal dengan pulpa nekrotik tidak menyebabkan
rasa sakit. Seringkali terjadi diskolorisasi pulpa menjadi indikator pertama
kematian pulpa. Penampilan mahkota yang buram atau opak hanya
disebabkan karena translusensi normal yang jelek, kadang gigi berwarna
keabu-abuan atau kecoklatan yang nyata, dan kehilangan kecemerlangan serta
kilauannya. Gigi juga biasanya asimptomatik (Grossman, et al., 1995).
5. Diagnosis
Kondisi ini dicurigai ketika ada reaksi negatif terhadap tes sensitivitas,
tetapi diagnosis ditegakkan secara pasti setelah inspeksi saluran akar
(Tronstad, 2009). Gigi yang nekrosis tidak terasa sakit. Petunjuk utama
nekrosis pulpa adalah adanya perubahan warna gigi dan gigi tidak peka
terhadap preparasi kavitas yang dilakukan hingga ke kamar pulpa. Kadangkadang gigi terasa sakit jika ada rangsangan panas karena akan terjadi
perubahan gas yang akan menekan ujung saraf jaringan vital yang ada di
sekitarnya. Hasil pemeriksaan palpasi, perkusi, mobilitas, dan pembengkakan
negative kecuali disertai peradangan periapeks (Tarigan, 2006).
Gambaran radiografi menunjukkan adanya kavitas atau tumpatan yang
besar, saluran akar yang terbuka dan penebalan ligamen periodontal. Kadangkadang gigi tidak memiliki karies atau tumpatan tetapi pulpa telah nekrosis
akibat trauma. Pada beberapa kasus gigi mempunyai riwayat sakit pada waktu
yang lalu kemudian berangsur-angsur menjadi nekrosis. Pada kasus lain gigi
menjadi nonvital secara simptomatik.
B. Karies

1. Definisi
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh
mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat difermentasikan sehingga
terbentuk asam dan menurunkan pH di bawah pH kritis akibatnya terjadi
demineralisasi jaringan keras gigi (Sumawinata, 2002).
2. Etiologi
Terdapat berbagai faktor yang menjadi etiologi terbentuknya karies
(Chandra, et al., 2007):
Agen mikroorganisme: mikroorganisme yang terdapat pada permukaan
gigi seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus menyebabkan dental

plaque.
Gigi: Kondisi gigi seperti variasi morfologi, komposisi, dan plak yang
terkumpul pada gigi akibat kebersihan mulut yang kurang dan diet

menyebabkan gigi menjadi rentan.


Substrat (faktor lingkungan): saliva (komposisi, kuantitas, viskositas pH,
dan faktor antibakteri seperti enzim) serta diet.
Periode waktu
Keterkaitan faktor-faktor tersebut disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Faktor-faktor yang menjadi etiologi karies


3. Klasifikasi karies
Karies dapat diklasifikasikan berdasarkan (Chandra, et al.,2007):
a. Topografi permukaan dan kondisi lingkungan, terdapat empat tempat
klinis untuk inisiasi karies sehingga disebut karies pit dan fisur, karies
permukaan enamel halus, karies permukaan akar, dan karies servikal.
b. Kecepatan perkembangan karies:

1) Karies akut: karies akut meluas ke dalam pulpa dalam waktu yang
sangat cepat.
2) Karies rampan: karies rampan terjadi tiba-tiba dan berkembang sangat
cepat sehingga melibatkan pulpa dengan 10 lesi baru muncul setiap
tahun di permukaan gigi yang sehat yang secara umum mampu
bertahan terhadap karies.
3) Karies kronis: karies berlangsung kronis untuk mencapai pulpa.
c. Karies menyerang permukaan intact atau margin restorasi diklasifikasikan
menjadi: karies primer dan karies sekunder atau rekuren.
d. Kedekatan perluasan karies terhadap pulpa (stadium karies): Berdasarkan
lokasinya digunakan untuk rencana perawatan dan prognosis. Dapat dibagi
menjadi:
1) Karies superfisialis: karies baru mengenai email saja
2) Karies media: karies sudah mengenai dentin tapi belum mengenai
setengah dentin
3) Karies profunda (pulpa terbuka/pulpa tertutup): karies mengenai lebih
dari setengah dentin kadang sudah mengenai pulpa.
Stadium karies disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Stadium karies


C. Ekstraksi Gigi dengan Separasi Akar
Separasi gigi adalah teknik ekstraksi gigi atau akar gigi dengan jalan
memisahkan satu atau lebih akar gigi mahkota dengan menggunakan crosscut
fissure bur atau mahkota gigi dipisahkan seluruhnya dan akar-akar gigi dan
kemudian memisahkan masing-masing akar sama dengan lainnya. Kelebihan
teknik separasi gigi meliputi
1. Pengurangan tingkat tekanan yang dibutuhkan untuk mengekstraksi gigi

Membagi gigi dengan akar jamak menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
sehingga setiap bagian kecil dapat diangkat dengan tekanan yang lebih kecil
dibandingkan dengan tekanan untuk satu gigi utuh.
2. Mempermudah konfigurasi gigi
Gigi berakar jamak khususnya dengan akar yang bengkok seringkali dibagi
sehingga mengeluarkannya dari soket menjadi mudah. Tanpa memotongnya
ekstraksi akan sulit dan berakibat pada patahnya akar.
3. Membuat akses yang lebih kecil
Pada kasus dimana jaringan tulang harus dibuang untuk meningkatkan akses
ke gigi impaksi, pemotongan gigi menjadi bagian kecil akan mudahkan
pengeluaran melalui lubang yang lebih kecil. Luka yang lebih kecil lebih
menguntungkan untuk proses penyembuhan dan menghasilkan defek tulang
pasca operasi yang lebih kecil.
Ekstraksi gigi dilakukan dengan cara odontektomi dan atau separasi gigi
secara umum apabila:
1. Akar gigi mengalami ankilosis, hipersementosis akar (ankilosis akar gigi
banyak terjadi pada penderita lanjut usia, sedang pada orang muda terjadi
ankilosis akar gigi bila ada peradangan kronis).
2. Akar gigi divergensinya sangat lebar biasanya pada gigi molar mandibular
atau maksila.
3. Akar gigi dalam keadaan mengunci yang disebut keadaan locked roots pada
gigi molar mandibula atau maksila; akar-akar gigi molar telah melengkung
mulai dan bagian akar yang dekat dengan gingiva ke bawah dan bertemu di
ujung masing-masing akar sehingga akan mengunci bagian tulang intraradikular.
4. Pada apeks gigi membentuk sudut 90 atau akar-akar berdeviasi tajam pada
poros panjangnya.
5. Gigi dengan post-crowns.
6. Gigi berkaries luas terutama yang meluas sampai di bawah gusi,
7. Gigi yang telah dirawat saluran akar,
8. Gigi dengan korteks tebal di sebelah bukal atau labial,

10

9. Gigi di Posterior maksila dalam keadaan sinus approximity yang berarti dasar
antrum sangat rendah dan masuk daerah di antara akar-akar gigi molar,
10. Gigi di daerah tuberositas maksila yang tulang alveolusnya sangat dangkal
karena rongga antrum meluas ke daerah itu.
11. Gigi yang memerlukan kekuatan besar saat ekstraksi di daerah tulang
mandibula yang tipis. Sebaiknya ektraksi gigi pada rahang yang telah mempis
dilakukan melalui teknik odontektomi dengan menggunakan bur.
12. Malposisi, impaksi, dan supernumerari dalam keadaan tulang sekelilingnya
sangat padat atau berposisi di rahang yang sangat sulit.
13. Pada mandibula yang sangat mudah mengalami dislokasi pada saat dilakukan
ekstraksi gigi.
14. Gigi yang dengan teknik forsep maupun teknik elevator masih menghadapi
hambatan yang berat. Untuk mengatasinya maka ektraksi dilakukan dengan
teknik odontektomi dan bila perlu dengan separasi gigi

SIMPULAN
Nekrosis pulpa merupakan kasus yang banyak ditemui secara klinis. Nekrosis
pulpa dapat disebabkan oleh karies maupun trauma. Sebagian besar kasus nekrosis
pulpa disebabkan oleh karies. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi yang sangat
umum ditemui. Karies terbentuk oleh berbagai faktor seperti host (gigi), substrat
(diet), mikroorganisme, dan waktu. Penentuan stadium karies atau penentuan
kedalaman karies menjadi karies superfisial, karies media, karies profunda baik pulpa
tertutup maupun pulpa terbuka sangat penting untuk memutuskan rencana perawatan
yang akan diambil.
Perawatan karies dilakukan dengan mempertimbangkan besar dan kedalaman
kavitas. Untuk gigi-gigi dengan kavitas yang tidak terlalu besar dan dalam bias
11

dilakukan perawatan konservasi gigi seperti restorasi tumpatan atau perawatan


saluran akar. Pada kasus gigi dengan karies yang besar dan dalam sehingga
menyebabkan nekrosis pulpa sangat tidak menguntungkan untuk perawatan
konservasi sehingga perlu dilakukan ekstraksi.

DAFTAR PUSTAKA
Chandra, S., Chandra, S., Chandra, G., 2007, Textbook of Operative Dentistry, New
Delhi: Jaypee
Grossman, L. I., Oliet, S., Rio, C. E. D., 1995, Ilmu Endodontik Dalam Praktek,
Jakarta: EGC
Heymann, H. O., Swift Jr., E. J., Ritter, A. V., 2012, Sturdervants Art and Science of
Operative Dentistry, Elsevier
Sumawinata, N., 2002, Seranai Istilah Kedokteran Gigi Inggris-Indonesia, Jakarta:
EGC
Tarigan, R., 2006, Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti) ed. 2, Jakarta: EGC
Tronstad, L., 2009, Clinical Endodontics, Stuttgrat: Thieme

12

Anda mungkin juga menyukai