Anda di halaman 1dari 6

MARITIME FORUM 2014

I.

LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi dan

kekayaan alam yang berlimpah, memiliki wilayah seluas 7,7 juta km2, dengan luas
daratannya hanya 1/3 dari luas lautan, memiliki garis pantai terpanjang ke-4 di dunia
yaitu + 95.181 km, serta memiliki + 13.466 pulau (Timnas Pembekuan Rupa Bumi, 2010).
Secara geografis Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia dan dua
samudera, Hindia dan Pasifik yang merupakan kawasan paling dinamis dalam percaturan
dunia baik secara ekonomis dan politis. Keunikan letak geografis tersebut menempatkan
Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor kelautan, dan sangat logis
jika ekonomi kelautan dijadikan tumpuan bagi pembangunan ekonomi nasional.
Setelah lebih dari tiga dasawarsa membangun secara terencana, ekonomi di bidang
kelautan (ekonomi kelautan) masih diposisikan sebagai sektor pinggiran (peripheral sector)
serta tidak menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan nasional. Jika melihat
kontribusi setiap sektor terhadap PDB nasional yang pertumbuhannya relatif lambat, maka
dapat disimpulkan bahwa kondisi ekonomi kelautan masih memperihatinkan.
Ironisnya, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia (Archipelagic State
in the world), memiliki potensi dan kekayaan laut meliputi perikanan, pariwisata bahari,
energi terbarukan (antara lain : arus laut, pasang surut, gelombang laut, Ocean Thermal
Energy Convertion), mineral di dasar laut, minyak dan gas bumi, pelayaran, industri
maritim, dan jasa kelautan, yang diperkirakan mencapai nilai US$ 171 milyard per tahun,
secara detail dapat dikemukakan sebagai berikut: Perikanan: US$ 32.000.000.000/th
(IPB, 1997), Wilayah pesisir: US$ 56.000.000.000/th (ADB 1997), Bioteknologi: US$
40.000.000.000/th
(DEPBUDPAR,

(PKSPL-IPB,

2000),

Minyak

1997),
bumi:

Wisata

US$

Bahari:

US$

21.000.000.000/th

2.000.000.000/th

(ESDM

1999)

dan

Transportasi laut: US$ 20.000.000.000/th (DMI, Bappenas, Dephub 2003).


Sangat disayangkan, potensi dan kekayaan yang dimiliki begitu besar, namun
bidang kelautan belum mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah dan
masyarakat,

dapat

terlihat

bidang

kelautan

belum

dijadikan

pengarusutamaan

(mainstreaming) pembangunan Nasional. Faktanya adalah kontribusi perikanan terhadap


ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat masih sangat kecil. Interaksi antar pelaku
industri belum menguntungkan untuk negara maupun rakyat. Industri perikanan masih
lemah dan fragmental belum terintegrasi secara horisontal (antar wilayah dan dengan
sektor komplementer) dan belum terintegrasi secara vertikal (hulu-hilir, produksi,
pengolahan dan pemasaran baik domestik maupun mancanegara). Permasalahan lain juga
seperti pencurian ikan (illegal fishing) oleh kapal ikan asing masih cukup besar, baik di
ZEE maupun diperairan kepulauan dan laut teritorial dan juga praktek perikanan yang

merusak. Rendahnya tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan oleh nelayan Indonesia
di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan daerah terpencil (remote areas) lainnya
mengindikasikan kurangnya kesungguhan bangsa Indonesia untuk menjadikan laut
sebagai bagian dari hari depan bangsa.
Hal lain dalah pengembangan pariwisata bahari diyakini dapat mempunyai efek
berganda (multiplier effect) yang dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan
masyarakat, mendatangkan devisa bagi negara, dan dapat mendorong konservasi
lingkungan. Selain itu pengembangan pariwisata bahari sebenarnya mempunyai dampak
positif untuk tumbuh-bangkitnya jiwa dan budaya bahari yang dengan itu dapat
memberkan efek berganda dalam mendorong terwujudnya negara maritim yang tangguh.
Namun demikian hingga saat ini pariwisata bahari nasional belum berkembang yang
ditunjukkan oleh kontribusi terhadap PDB masih sangat kecil, yaitu sebesar 2,1 % (2005).
Rangkaian acara wisata dan kawasan tujuan pariwisata (calendar of events dan tourists
destination) kelautan nusantara belum terbangun. Industri hulu-hilir pariwisata kelautan
termasuk multimoda transportasi dan jasa hospitality juga belum berkembang.
Saat ini banyak obyek wisata bahari di Indonesia, baik yang potensial maupun yang
sudah dimanfaatkan, belum dikelola dengan baik. Umumnya pengelolaannya masih sangat
parsial dan tidak inovatif. Bila cara pengelolaan yang parsial dan tidak inovatif ini tetap
dipertahankan, pengembangan wisata bahari di Indonesia tidak akan mencapai hasil
maksimum, padahal kepariwisataan merupakan salah satu sektor yang diharapkan dapat
menjadi andalan pendapatan negara yang berasal dari nonmigas.
Laut memiliki potensi pertambangan dan energi yang cukup besar namun
pengembangannya terkendala oleh investasi dan teknologi. Potensi timah, nikel, bauksit,
mangan, minyak, gas, air laut dalam (deep sea water) dan energi, dapat dikembangkan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada saat ini kepentingan Indonesia yang utama
sebagai penghasil mineral masih terpusat kepada usaha-usaha melindungi agar produksi
dan harga mineral Indonesia khususnya timah, tembaga dan nikel, tidak mendapat
saingan yang mematikan dari para pesaing di era globalisasi. Padahal pengembangan
aktivitas pertambangan di pesisir dan laut dapat menempatkan posisi Indonesia sebagai
produsen yang menguasai pasar dunia, asal dikelola dengan baik. Potensi minyak dan gas
bumi masih cukup besar namun cadangan terbukti semakin menipis karena terbatasnya
investasi dalam penemuan cadangan tersebut serta berbagai aspek lainnya seperti SDM
dan teknologi mengakibatkan sumberdaya minyak dan gas sering menjadi kendala dalam
penyediaan energi nasional maupun industri turunannya.
Industri kelautan merupakan aktivitas manufakturing untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan bidang kelautan maupun aktivitasnya menggunakan sumberdaya laut
seperti galangan kapal, perawatan kapal, industri mesin kapal dan pendukungnya sampai
ke industri garam. Industri galangan kapal dan mesin kapal sebenarnya sangat strategis
karena mempunyai rantai hulu-hilir yang panjang. Aktivitas galangan kapal memiliki

tradisi yang panjang sejak dahulu kala, kerajaan-kerajaan di nusantara dari Aceh sampai
Ternate memiliki kemampuan perdagangan melalui laut baik di wilayah nusantara sampai
ke Afrika. Namun karena perhatian terhadap pengembangan industri kelautan sangat
terbatas maka kapasitas yang dimiliki tidak berkembang sampai garam-pun kita masih
impor Pengembangan industri kelautan yang maju merupakan tantangan yang perlu
dijawab agar dapat menjadi tumpuan masa depan bangsa.
Jasa kelautan merupakan aktivitas pendidikan dan pelatihan, penelitian, arkeologi
laut dan benda muatan kapal tenggelam, perdagangan, pengamanan laut serta jasa-jasa
lingkungan meliputi keanekaragaman hayati, penyerapan karbon, pengolahan limbah
secara alamiah, keindahan alam, dan udara bersih dapat membangkitkan aktivitas sosial,
ekonomi maupun budaya. Pengembangan aktivitas tersebut dapat memberikan kontribusi
pada produk domestik bruto maupun penyerapan lapangan kerja.
Pengelolaan sumber kekayaan kelautan selama ini dilaksanakan oleh pelbagai
otoritas secara sektoral dan tidak ada sinergi antara satu instansi dengan instansi lain. Hal
ini disebabkan karena landasan kebijakan yang dipergunakan tidak jelas dan cenderung
ego sektor, bahkan sampai saat ini Indonesia belum memiliki Undang-Undang Kelautan
dan Kebijakan Kelautan Ocean Policy. Padahal Undang-Undang tentang Kelautan
nantinya adalah sebagai payung hukum dalam penataan hukum/peraturan perundangundangan di bidang kelautan yang sinergis dan terpadu. Sedangkan Kebijakan Kelautan
Indonesia Indonesian Ocean Policy tersebut dapat dijadikan frame work atau rujukan
bagi semua stake holders yang sangat peduli terhadap pembangunan kelautan di
Indonesia.
Bidang kelautan selama ini belum dijadikan pengarusutamaan (mainstream) dalam
pembangunan nasional sehingga sumber kekayaan kelautan dan potensi sumberdaya alam
belum menjadi pilar utama penyangga ekonomi negara sebagai wujud pembangunan
nasional. Sudah saatnya para pengambil kebijakan mengubah pola pikir bahwa bidang
kelautan

dijadikan

pengarusutamaan

(mainstream)

pembangunan

nasional

untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Selama ini pelaksanaan pembangunan di Indonesia cenderung berorientasi ke
daratan. Dimana paradigma yang terus berlangsung sampai saat ini para pengambil
kebijakan di pusat dan daerah lebih berorientasi ke darat daripada ke laut. Sudah saatnya
bangsa kita merubah cara pandang pembangunan dari pembangunan yang semata
berbasis

daratan

(Land

based

development)

menjadi

lebih

berorientasi

kepada

pembangunan berbasis kelautan (Ocean based development) mengingat negara kita adalah
negara kepulauan yang sudah diakui dunia.
Dari gambaran permasalahan yang terjadi, terdapat 3 isu utama di bidang kelautan
yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah antara lain: kebijakan di bidang
kelautan yang ada cenderung tumpang tindih serta lemahnya koordinasi perencanaan
pembangunan di bidang kelautan dan perikanan; masih banyaknya konflik antar sektor

dan antar daerah yang mendukung rendahnya kontribusi wilayah pesisir dan lautan
terhadap perekonomian nasional; bidang kelautan belum menjadi pengarusutamaan
(mainstream) pembangunan nasional, dan paradigma berpikir masih berorientasi kedaratan
atau jauh tertinggal dengan kemajuan zaman dimana sampai saat ini bangsa ini terjebak
pada land based oriented-nya, padahal Alfred Thayer Mahan (1660-1783) mengatakan
Barang siapa yang menguasai laut akan menguasai dunia.
Hal yang diperhatikan dan diinginkan utamanya bagi pemutus kebijakan baik
yudikatif dan legislatif maupun eksekutif adalah sebuah perhatian serius dan kesepakatan
bersama antar pemangku kepentingan untuk berjuang bersama-sama dalam mempertahan
keutuhan NKRI dengan cara menjadikan pembangunan kelautan/maritim Indonesia
adalah bagian integral dari tujuan pembangunan nasional dengan lebih memanfaatkan
unsur kelautan/maritim. Selain itu juga pemikiran pembangunan kelautan/maritim
Indonesia harus dilandasi oleh kenyataan bahwa: lautan merupakan bagian terbesar
wilayah NKRI dan merupakan faktor utama yang harus dikelola dengan baik guna
mewujudkan cita-cita nasional, dan pengelolaan aktivitas pembangunan laut harus
bersifat integral. Dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan kelautan
kita menghadapi empat kendala utama seperti:
1.

Mental attitude dan semangat cinta bahari masih lemah,

2.

Techno structure dan stuktur ekonomi maritim belum siap,

3.

Peraturan dan perundangan belum mendukung, dan

4.

Kelembagaan yang juga belum mendukung.


Untuk dapat menjamin efektifitas pembangunan kelautan/maritim dan berbagai

masalah tersebut harus dapat di atasi secara tuntas oleh para pemangku kepentingan,
misalnya yang terkait dengan: sinergi antara eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam
memberikan guideline dalam pembangunan kelautan menjadi sangat menentukan.
Kepastian perundang-undangan di bidang kelautan perlu disusun dan ditetapkan sebagai
jaminan yang akan memberi kepastian hukum dan akan menjadi rambu-rambu dalam
pengelolaan pembangunan kelautan. Dukungan legislatif terhadap eksekutif dalam
menyusun rencana anggaran pembangunan yang terkait dengan bidang kelautan sangat
penting untuk meningkatkan kapasitas pembangunan kelautan nasional.
Oleh

karena

itu,

sudah

saatnya

sekarang

ini

diperlukan

perubahan

visi

pembangunan nasional dari visi daratan (kontinental) menjadi visi Indonesia sebagai
negara kepulauan. Perubahan visi ini harus disertai oleh kesiapan SDM kita dalam
mengelola pembangunan kelautan tersebut secara berkelanjutan. Selain itu juga agar
peran ekonomi kelautan dapat terus dikembangkan untuk meningkatkan kemakmuran
bangsa maka diperlukan sebuah pergeseran paradigma pembangunan yang lebih
memahami jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari dan negara kepulauan terbesar

didunia serta memadukan kekuatan ekonomi berbasis darat dan laut sebagai sebagai
sinergi kekuatan ekonomi nasional.

Referensi :
-

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 412p.
Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. 233p.
Field, G, J., G. Hempel and C. P. Summerhayes. 2002. Oceans 2020: Science, trends, and the
Challenge of Sustainability. Washington: Island Press. 365p.
McKinsey Global Institute. 2012. The archipelago economy: Unleashing Indonesias potential.
106p.
Sutisna, Dedy Heryadi. 2012. Potensi Ekonomi Kelautan Mampu Menyejahterakan Rakyat
Indonesia. Jakarta: Dekin.
United Nations Development Programme (UNDP), 2011. Human Development Report 2011
Sustainability and Equity A Better Future for All. New York, USA. 185 p.
W, Abdurrahman dan H. Kariawan. 2004. Membangun Ekonomi Kelautan: Tinjauan Sejarah dan
Perspektif Ekonomi. Jakarta: Teplok Press. 128p.

II. TUJUAN KEGIATAN


Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi Potensi Ekonomi
Maritim Indonesia berdasarkan kebijakan yang ada dan menyusun rekomendasi ke
stakeholder

terkait

untuk

mengoptimalkan

Potensi

Ekonomi

Maritim

dalam

mengaplikasikan tridharma perguruan tinggi.

III. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN


Hari / Tanggal

: 26 November 2014

Waktu

: 08.00 17.00

Tempat

: Jakarta Convention Centre, Merak Room 3

Tema

: Industri Maritim Sebagai Pilar Utama Perekonomian Indonesia

IV. NARASUMBER / FASILITATOR


Prof. Dr. Ir. Tresna P. Soemardi, IPM (1) Akademisi Universitas Indonesia
Ir. Muhammad Firmansyah Arifin, MM (1) Direktur Utama PT. PAL
Dr. Ir. Iskendar, MS (1) Ketua Umum BK Kelautan PII
Deputi Menko Kemaritiman (1)

Prof. Firmanzah, PhD (2) Akademisi Universitas Indonesia


Ir. Emma Sri Martini (2) Direktur Utama Sarana Multi Infrastruktur
Ir. Indracahya Kusumasubrata, IPU (2) Ketua Umum BK Teknik Industri PII
Dirjen Perikanan dan Kelautan

V.

PESERTA
Akademisi
Bisnis
Pemerintahan
Asosiasi
Profesional

VI. SUSUNAN ACARA


Terlampir

Anda mungkin juga menyukai