Anda di halaman 1dari 11

1.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki


keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan
ilmu pengetahuan, berbagai studi dan tinjauan dilakukan untuk mengetahui berbagai
variasi interaksi dan keterkaitan pada sistem-sistem ini. Tak jarang, variasi sistem
juga memiliki ketertarikan tersendiri untuk diteliti lebih lanjut.
Pengamatan terhadap berbagai variasi sistem dapat dilakukan secara langsung melalui
eksperimen, maupun secara tidak langsung melalui simulasi. Kedua metode
pengamatan sistem ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan
perkembangan teknologi, khususnya bidang pemrograman, pengamatan secara tidak
langsung lebih diminati karena pada umumnya eksperimen memerlukan waktu lebih
lama dan biaya lebih mahal. Selain itu, eksperimen dapat mengganggu sistem yang
sedang berjalan. Tinjauan yang dapat dilakukan pada eksperimen pun terbatas dan
memiliki risiko yang tinggi apabila sistem yang diteliti melibatkan tekanan dan
temperatur tinggi maupun reaksi kimia eksotermik.
Pada simulasi, diperlukan pendeskripsian dari sistem yang ditinjau, hal ini biasa
disebut dengan model. Umumnya, untuk tinjauan fenomena fisik atau proses,
deskripsi sistem dituliskan dalam model matematik agar pengamatan terhadap sistem
dapat dikuantifikasikan. Model matematik yang cocok untuk melihat keterkaitan
berbagai variabel dalam sistem adalah persamaan diferensial. Penyelesaian persamaan
diferensial dapat dilakukan secara analitik dan numerik. Pada penyelesaian analitik,
diperlukan penyederhanaan pada model dengan melibatkan berbagai asumsi sehingga
simulasi pada sistem yang ditinjau jauh dari keadaan nyata. Kemajuan teknologi
khususnya pada bidang komputasi proses telah memudahkan penyelesaian model
matematik yang rumit. Transformasi yang telah terjadi dari level pemrograman
bahasa mesin hingga terciptanya piranti lunak dengan bahasa penyederhanaan
komputasi untuk penyelesaian masalah model matematik memberikan harapan untuk
menyelesaikan model yang rumit secara numerik. Kini, produk teknologi
pemrograman untuk komputasi telah mencapai level penyelesaian masalah teknik atau
engineering. Dengan demikian, model matematik (persamaan diferensial) yang rumit
dapat diselesaikan dengan menghilangkan berbagai asumsi yang diperlukan untuk
penyelesaian analitik sehingga simulasi yang dilakukan dapat mendekati keadaan
yang nyata.
Dewasa ini, komputasi fenomena unit proses dapat menghasilkan predicted
performance yang dirumuskan dengan melibatkan dimensi ruang dan waktu. Salah
satu pemanfaatan teknik komputasi ini adalah dalam peninjauan peristiwa

perpindahan, baik perpindahan panas maupun perpindahan massa dalam berbagai


proses. Dalam penyelesaiannya, diperlukan konstruksi analisa perpindahan panas atau
massa terlebih dahulu sehingga dapat diketahui domain tinjauan, nilai awal, nilai
batas, dan juga perkiraan solusi yang akan diperoleh.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengonstruksikan analisa perpindahan panas
pada proses perebusan bakso, pembuatan slab baja, dan perebusan telur agar dapat
diselesaikan secara numerik.
1.3. Teori Dasar
Perpindahan panas
Sesuai dengan Hukum Termodinamika ke-0, panas berpindah dari material yang memiliki
temperatur lebih tinggi ke material dengan temperatur lebih rendah hingga tercapai suatu
kesetimbangan panas, yakni suatu kondisi dimana jumlah panas pada kedua tinjauan adalah
sama. dimana jumlah panas pada kedua tinjauan adalah sama. Perpindahan panas dapat
berlangsung melalui satu atau lebih dari tiga mekanisme dasar perpindahan panas yakni
konduksi, konveksi, dan radiasi (Geankoplis, 2003).
a. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas yang dapat berlangsung pada padatan, cairan,
maupun gas. Panas berpindah secara estafet dari suatu partikel ke partikel lainnya dalam
suatu medium akibat pergerakan elektron atau pertukaran energi kinetik. Perpindahan
panas pada konduksi tidak melibatkan perpindahan zat atau medium perantaranya.
Perambatan panas ini juga disebut difusi panas. Perpindahan panas secara konduksi
dijelaskan oleh hukum Fourier seperti pada Persamaan 1.1 dimana qx adalah laju
perpindahan panas (Watt), A adalah normal luas penampang pada arah perpindahan pans
(m2), T adalah temperatur (K), x adalah jarak dari acuan (m), dan k adalah konstanta
konduktivitas termal (W/m.K). Konduktivitas termal adalah properti termal yang bernilai
spesifik untuk setiap zat dan nilainya dapat berubah pada perubahan temperatur. Nilai
konduktivitas untuk beberapa material ditunjukkan pada Tabel 1.1.
(1.1)

Tabel 1.1 Konduktivitas panas berbagai material pada tekanan 1 atm

Material
Udara*

Temperatur (K)
273
373
Air*
273
366
Daging*
263
Baja*
291
373
Telur **
273 311
Sumber: * Geankoplis, 2003
* Coimbra, 2006

k (W/m.K)
0,0242
0,0316
0,569
0,680
1,35
45.3
45
0,4 0,6

b. Konveksi
Perpindahan panad pada fluida, baik cairan maupun gas, melibatkan konveksi yang
umumnya berlangsung bersama dengan konduksi. Konveksi merupakan proses
perpindahan panas dengan melibatkan pergerakan atau aliran molekul fluida akibat
adanya perbedaan temperatur. Laju perpindahan panas secara konveksi dirumuskan
sebagaimana dituliskan pada Persamaan 1.2. Variabel h menunjukan koefisien konveksi
(W/m2.K), T adalah temperatur curah fluida (K), dan Tw adalah temperatur dinding yang
bersinggungan langsung dengan fluida (K).
(1.2)
Nilai h dapat dicari dengan mendefinisikan dua bilangan tak berdimensi, yakni bilangan
Prandtl (NPr) dan bilangan Nusselt (NNu) seperti yang tercantum pada Persamaan 1.3 dan
1.4 dengan cp adalah kapasitas panas (J/kg.K), adalah viskositas fluida (Pa.s), k adalah
konduktivitas termal (W/m.K), dan D adalah karakteristik dimensi, misalnya pada aliran
dalam pipa, D adalah diameter.
(1.3)
(1.4)
Proses konveksi dapat terjadi secara alami (natural convection) maupun secara buatan
(forced convection). Konveksi alami terjadi akibat perbedaan densitas yang ditimbulkan
oleh perbedaan temperatur fluida pada dua tempat berbeda sedangkan konveksi buatan
adalah konveksi yang terjadi akibat digerakkan oleh energi eksternal, seperti kipas.
c. Radiasi
Radiasi merupakan proses perpindahan panas yang terjadi pada temperatur tinggi, tanpa
melalui medium perantara. Mekanisme ini terjadi pada material yang memancarkan
gelombang elektromagnetik dengan fluks radiasi yang ditentukan oleh temperatur benda.
Hal ini dijelaskan dalam Hukum Stefan-Boltzmann seperti pada Persamaan 1.5 dengan
adalah emisivitas (0 untuk benda mengkilat sempurna dan 1 untuk benda hitam
sempurna), adalah konstanta Boltzmann (5,676 x 10-8 W/m2.K4), T1 adalah temperatur
pada permukaan 1 (K), dan T2 adalah temperatur pada permukaan 2 (K).

(1.5)
Steady state dan transien
Heat flux
Domain perpindahan panas

2. BAB II
PERMASALAHAN
2.1. Perebusan Bakso
Bakso berbentuk bola direbus dalam air mendidih yang bergerak di sekitar bakso. Temperatur
air mendidih adalah 100oC . Temperatur awal di dalam bakso adalah seragam yakni 25oC.
Bakso memiliki jari-jari r, dengan pusat bakso adalah rb = 0 dan permukaan luar bola adalah
rb = r. Diasumsikan tidak ada material yang mengalir di dalam ruang bakso. Pada perebusan
bakso, diasumsikan tidak ada perubahan volume dan bentuk. Pada proses ini juga
diasumsikan tidak ada massa yang hilang dalam ruang bakso selama perebusan.
2.2. Produksi Slab Baja
Produksi slab baja di PT Krakatau Steel dilakukan pada salah satu tahapan proses, yakni di
dalam Reheating Furnace. Pada keberjalanan proses, peruahan temperatur pada arah x
diasumsikan dapat diabaikan (x adalah panjang slab). Selain itu diasumsikan tidak ada
generasi panas, perubahan volume, dan ruang yang hilang dari slab. Slab berbentuk balok
dengan ukuran (x,y,z) = (12 x 0,15 x 0,2) m. Reheating Furnace memiliki 3 zona panas yakni
T1=1000oC, T2=1200oC, dan T3=1500oC. Slab bergerak dengan kecepatan yang sama di setiap
zona.
2.3. Perebusan Telur

3. BAB III
PENYELESAIAN

3.1. Perebusan Bakso


3.1.1.

Koordinat Ruang bakso berlangsung secara konduksi, maka tinjauan ruang pada
pemodelan dan simulasi perebusan bakso adalah pada koordinat bola atau spherical
coordinate dengan komponen r (jarak radial), (sudut polar), dan (sudut
azimuthal). Batas nilai tiap komponen adalah
,
, dan
.
Ilustrasi koordinat bola adalah seperti pada Gambar
Dengan asumsi perpindahan panas pada ruang 3.1.

Gambar 3.1 Koordinat Bola

Sumber: http://mathworld.wolfram.com/
3.1.2.

Time Dependence
Pada perebusan bakso, kondisi yang berlangsung adalah kondisi unsteady state atau
time dependent. Hal ini diyakini karena terdapat perubahan nilai beberapa variabel
terhadap perubahan waktu, misalnya temperatur di sepanjang r akan berubah terhadap
waktu. Selain sifat eksternal bakso, properti fisik dan termal bakso juga dapat
berubah pada setiap t.

3.1.3.

Persamaan Konservasi Energi


Hukum kekekalan energi pada proses perebusan bakso diturunkan dari persamaan
B.8-3 Buku Transport Phenomena Second Edition karangan R. Byron Bird, dkk
(2002). Penulisan lengkap hukum kekekalan energi adalah :
(

)
]

(3.1)

Simplifikasi persamaan dapat dilakukan dengan substitusi atau memperhitungkan


beberapa kondisi operasi dan asumsi.
i.
Tidak ada aliran material pada segala komponen arah dalam ruang bakso,
sehingga vr=v=v=0, begitu pula halnya dengan komponen viscous
dissipation
ii.

Perubahan panas hanya terjadi pada arah r, sehingga

iii.

Air yang mendidih dijaga pada 100oC sehingga selama perebusan dianggap
tidak terdapat perubahan temperatur yang mengakibatkan perubahan densitas
air, dengan demikian (

iv.

Perubahan panas pada arah r adalah konduksi, sehingga

v.

Didefinisikan difusivitas termal

Bentuk sederhana dari Persamaan 3.1 adalah


(

(3.2)

Dengan mendefinisikan beberapa variabel tak berdimensi:

Persamaan 3.2. juga dapat ditulis sebagai


(

(3.3)

3.1.4.

Initial Value
Diasumsikan pada t=0, temperatur di dalam ruang bakso adalah seragam. Sehingga
T0|0rR = 25oC. Sementara itu, temperatur lingkungan, dalam hal ini temperatur air
mendidih dijaga tetap pada 100oC, sehingga T1|0t< =100oC

3.1.5.

Analisa perubahan temperatur dengan jarak pada pusat bakso (

r = 0)

Selama proses perebusan, temperatur di seluruh ruang bakso akan meningkat, begitu
pula dengan temperatur pada pusat bakso. Namun perlu diingat bahwa laju
peningkatan temperatur pada pusat bakso akan semakin menurun seiring dengan
berjalannya waktu. Hal ini disebabkan karena temperatur air mendidih dijaga tetap
pada 100oC dan semakin lama temperatur pusat bakso akan semakin mendekati nilai
tersebut, hingga pada suatu nilai temperatur maksimum pada pusat bakso. Fenomena
perubahan temperatur pada pusat bola digambarkan pada Gambar 3.2, dengan T
adalah temperatur pada pusat bola.

Gambar 3.2 Perubahan peningkatan temperatur pada pusat bola pada peristiwa konduksi unsteady-state

Sumber: Geankoplis, 2003


3.1.6.

Heat Flux pada permukaan luar bakso

Heat flux adalah jumlah rapat panas per satuan luas. Menurut Bird (2002), pada permukaan
solid-fluida, normal heat flux adalah perbedaan temperatur antara permukaan solid dengan
temperatur curah fluida. Mekanisme perpindahan panas konveksi adalah peristiwa yang
dominan terjadi. Secara matematis dituliskan
(3.4)
Dengan T adalah T=f(t, r=R), yakni fungsi dari penyelesaian Persamaan 3.2. pada setiap t,
pada jarak r=R (di permukaan bola)
3.1.7.

Pelaporan Solusi Numerik

3.2. Produksi Slab Baja


3.2.1.

Koordinat Ruang
Dengan asumsi perpindahan panas pada slab baja berlangsung secara konduksi, maka
tinjauan ruang pada pemodelan dan simulasi pembuatan slab baja ini adalah pada
koordinat kartesian dengan komponen x, y, dan z.
y

2q
x

2l

x=+l
y=+p
X,0,0

2p

x=-l
y=-p
z=+q

z=-q

Gambar 3.3 Koordinat slab baja

3.2.2.

Time Dependence
Pada pembuatan slab baja, kondisi yang berlangsung adalah kondisi unsteady state
atau time dependent. Hal ini diyakini karena terdapat perubahan nilai beberapa
variabel terhadap perubahan waktu, misalnya temperatur di sepanjang y dan z akan
berubah terhadap waktu sedangkan perubahan temperatur di sepanjang x diabaikan
karena nilai x jauh lebih besar dibandingkan y dan z. Selain sifat eksternal, properti
fisik dan termal slab juga mungkin berubah pada setiap t.

3.2.3.

Persamaan Konservasi Energi


Hukum kekekalan energi pada proses pembuatan slab baja diturunkan dari persamaan
B.8-1 Buku Transport Phenomena Second Edition karangan R. Byron Bird, dkk
(2002). Penulisan lengkap hukum kekekalan energi adalah :
(

)
(3.1)

Simplifikasi persamaan dapat dilakukan dengan substitusi atau memperhitungkan


beberapa kondisi operasi dan asumsi.

i.
ii.
iii.

Slab hanya memiliki komponen kecepatan pada arah z, sehigga vx=vy=0.


Pada suku viscous dissipation
, karena kecepatan hanya berada pada
arah z dan vz adalah konstan, maka nilai suku ini adalah 0.
Tekanan di ketiga zona Reheating Furnace adalah sama sehingga suku
(

iv.

Perubahan panas pada arah x diasumsikan sangat kecil dibanding pada arah y
dan z karena nilai x yang jauh lebih besar, sehingga

v.

=0

Perubahan panas pada arah y dan z adalah konduksi, sehingga


dan

vi.

Didefinisikan difusivitas termal

Bentuk sederhana dari Persamaan 3.1 untuk kasus pembuatan slab adalah

( )

( )]

(3.5)

3.2.4.

Initial Value
Diasumsikan pada t=0, temperatur di dalam slab adalah seragam. Sehingga Tt=0 =T0.
Sementara itu, temperatur lingkungan, dalam hal ini temperatur di ketiga zona
furnace dijaga tetap pada
,

3.2.5.

Analisa perubahan temperatur dengan jarak pada pusat slab (

y,z = 0)

Temperatur pada pusat slab akan meningkat sepanjang perjalanan dari zona I ke zona
III, namun demikian, pada setiap zona, semakin lama laju peningkatan temperatur
akan semakin menurun karena temperatur pusat slab akan semakin mendekati
tempearatur permukaan luar slab hingga pada akhir zona III, temperatur keseluruhan
slab akan mencapai temperatur yang seragam.
3.2.6.

Heat Flux pada permukaan luar slab


Heat flux adalah jumlah rapat panas per satuan luas. Menurut Bird (2002), pada
permukaan solid-fluida, normal heat flux adalah perbedaan temperatur antara
permukaan solid dengan temperatur curah fluida. Mekanisme perpindahan panas dari
ruang Reheating Furnace terjadi secara konveksi dan radiasi. Temperatur ruang
Reheating Furnace sangat tinggi yakni berkisar antara 1000oC-1500oC mengakibatkan
mekanisme perpindahan panas radiasi adalah peristiwa yang dominan terjadi.
Reheating Furnace terbagi atas 3 zona, untuk menyederhanakan perhitungan, ketiga
zona dideskritkan seperti pada Gambar 3.5.

Zona I,
T=1000oC
a

Zona II,
T=1200oC
b

Zona III,
T = 1500oC
c

Gambar 3.4 Zona pada Reheating Furnace

Sehingga total heat flux yang diterima slab pada tiap zona adalah:

(3.6)

Pada

Dengan T adalah T=f(t, x, y=+p), yakni fungsi dari penyelesaian Persamaan 3.5. pada setiap t,
pada jarak y=+p (di permukaan slab)
3.2.7.

Pelaporan Solusi Numerik

3.3. Perebusan Telur


3.3.1.

Koordinat Ruang
Telur memiliki bentuk ruang oval. Analisis geometri terhadap ruang telur dapat
dilakukan melalui koordinat kartesian. Narushin menyebutkan bahwa korelasi pada
geometri telur adalah

( )

dengan rasio B/L

bervariasi antara 0.5 dan 1, namun umumnya nilai pebandingan ini adalah 0,6495.

y
z

y
z

Gambar 3.5 Geometri telur

Sumber: Narushin, 2001

3.3.2.

Time Dependence
Perebusan telur dapat dilakukan dengan berbagai teknik. Misalnya dengan
mendidihkan air terlebih dahulu kemudian memasukkan telur atau memasukkan telur
sedari air baru mulai dipanaskan. Kedua metode ini sama-sama memiliki perubahan
temperatur terhadap waktu. Pada metode pertama, dimana air dididihkan terlebih
dahulu, maka perubahan temperatur hanya terjadi pada cangkang dan isi telur.
Sementara pada metode kedua, air yang merupakan lingkungan bagi telur juga
mengalami perubahan temperatur. Hal ini mengakibatkan heat flux yang diterima
oleh telur menjadi tidak konstan. Untuk memudahkan analisis, akan dipilih metode
pertama untuk perebusan telur.

3.3.3.

Persamaan Konservasi Energi


Hukum kekekalan energi pada proses perebusan telur diturunkan dari persamaan B.81 Buku Transport Phenomena Second Edition karangan R. Byron Bird, dkk (2002).
Penulisan lengkap hukum kekekalan energi adalah :

(3.1)

Simplifikasi persamaan dapat dilakukan dengan substitusi atau memperhitungkan


beberapa kondisi operasi dan asumsi.
i.
Telur tidak memiliki komponen kecepatan pada segala arah, sehingga
vx=vy= vz=0. Hal ini juga menyebabkan viscous dissipation
=0
ii.
Tekanan di dalam wadah perebusan adalah sama selama prose sehingga suku
(
iii.

Perubahan panas pada arah x diasumsikan sangat kecil dibanding pada arah y
dan z karena nilai x yang jauh lebih besar, sehingga

iv.

=0

Perubahan panas pada arah y dan z adalah konduksi, sehingga


dan

v.

Didefinisikan difusivitas termal

Bentuk sederhana dari Persamaan 3.1 untuk kasus pembuatan slab adalah

)]

3.3.4.

Initial Value

3.3.5.

Analisa perubahan temperatur dengan jarak pada pusat telur (

3.3.6.
3.3.7.

Heat Flux pada permukaan luar telur


Pelaporan Solusi Numerik

y,z = 0)

DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, C. J. 2003. Transport Process and Separation Process Principles 4th Edition. USA:
Prentice Hall.
Coimbra, Jane S. R., dkk. Density, heat capacity and thermal conductivity of liquid egg
products. Journal of Food Engineering 74 (2006) 186190

Anda mungkin juga menyukai