Anda di halaman 1dari 132

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan salah satu cara pemeriksaan diagnostik

dalam ilmu kedokteran, khususnya radiologi yang menghasilkan gambaran potongan tubuh
manusia dengan menggunakan medan magnet tanpa menggunakan sinar x. ( Rasad Sjahrar )
Prinsip dasar Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah inti atom yang bergetar dalam
magnit. Prinsip ini pertama kali ditemukan oleh blonch dan purcell pada tahun 1946. Dengan
penemuan tersebut mereka mendapat hadiah nobel pada tahun 1952. Pada prinsip ini proton
yang merupukan inti atom hydrogen dalam sel tubuh berputar ( spining ), bila atom hydrogen
ini ditembak tegak lurus pada intinya dengan radiofrekuensi tinggi didalam medan magnit
secara periodik akan beresonansi, maka proton tersebut akan bergerak menjadi searah /
sejajar. Dan bila radiofrekuensi tinggi ini dimatikan, maka proton yang bergetar tadi akan
kembali keposisi semula dan akan menginduksi dalam satu kumparan untuk menghasilkan
sinyal elektrik yang lemah. Bila hal ini terjadi berulang-ulang dan sinyal elektrik tersebut
ditangkap kemudian diproses dalam komputer akan dapat disusun menjadi suatu gambar.
Sejak penemuan ini, para ahli mulai mengembangkannya dalam bidang fisika dan kimia.
Baru pada tahun 1971 damadian menemukan kegunaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
untuk membedakan jaringan normal dan jaringan abnormal / tumor pada spesimen hewan
percobaan. Pada 1977 damadian dkk untuk pertama kali menerbitkan makalah hasil
penelitiannya tentang rekaman MRI pada makhluk hidup. Alat Magnetic Resonance Imaging
(MRI) untuk pemeriksaan tubuh untuk pertama kali dipergunakan pada tahun 1981 di
hammersmith hospital di london oleh perusahaan E.M.I. baru pada akhir tahun 1982 alat MRI
mulai ramai digunakan di rumah sakit besar, terutama di amerika dan eropa.
Metode ini dipakai karena tubuh manusia mempunyai konsentrasi atom hydrogen yang
tinggi (70%). Untuk menghasilkan sebuah gambaran dari proton, minimum dibutuhkan
tenaga medan magnit 0,064 Tesla. Untuk suatu medan magnit yang rendah 0,2 tesla
dibutuhkan kumparan yang normal dimana tenaga listrik dirubah menjadi panas. Untuk suatu
medan magnit diatas 0,3 tesla dibutuhkan suatu kumparan istimewa / super. Kumparan ini
ekstrim dingin (-2690 C), sehingga tahanannya tidak sama sekali nol. Oleh karena itu,
kumparan super ini tidak memakai listrik. Kumparan ini sangat mahal. Saat kini alat
Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang digunakan mulai dari 0.064 T sampai 3 Tesla.
Satu alat MRI yang lengkap terdiri dari:
1. Sistem magnit
2. Alat pemancar radio frekuensi tinggi
3. Alat penerima radio frekuensi tinggi
4. Komputer

5. Tenaga listrik dan sistem pendingin


Penemuan MRI merupakan terobosan penting dalam kedokteran modern. Tanggal 3 Juli
1977 menandai tonggak sejarah pemeriksaan MRI pertama pada manusia setelah melewati
masa 7 tahun penelitian yang melelahkan oleh dr. Raymond Damadian dan sejawatnya
Minkoff dan Goldsmith. Saat itu untuk mendapatkan satu gambar MRI memerlukan waktu
pemeriksaan sekitar 5 jam. Bandingkan dengan MRI saat ini yang hanya memerlukan waktu
30-90 menit
http://nurulsyahtiani93.blogspot.com/2013/11/sejarah-perkembangan-magneticresonance.html

Prostat adalah kelenjar eksokrin pada sistem reproduksi binatang menyusui jantan. Fungsi
utamanya adalah untuk mengeluarkan dan menyimpan sejenis cairan yang menjadi dua
pertiga bagian dari air mani. Prostat berbeda-beda dari satu spesies ke spesies lainnya dalam
hal anatomi, kimia dan fisiologi.
Pembesaran prostat adalah gejala umum yang diderita kaum lelaki di atas usia 50 tahun.
Pembesaran terjadi di bagian tengah dari kelenjar prostat yang mengelilingi saluran kencing
(uretra). Pembesaran kelenjar prostat yang berkelanjutan dapat mengarah ke tahap yang lebih
serius sampai ke kanker prostat.
http://id.wikipedia.org/wiki/Prostat

Prinsip Dasar MRI


Pada dasar-dasar MRI ini akan dibahas mengenai pengertian
MRI, instrumentasi dasar MRI (magnet utama, gradien koil, pemancar
(transmitter), koil penerima (receiver) dan komputer)
a. Pengertian MRI
MRI merupakan sebuah teknik radiologi yang menggunakan
magnetisasi, radiofrekuensi, dan computer untuk menghasilkan
gambaran struktur tubuh (www.cis. Rit. Edu/htbooks/nmr/chap-1.
htm).
MRI adalah suatu alat diagnostik gambar berteknologi tinggi yang
menggunakan medan magnet, frekuensi radio tertentu dan
seperangkat komputer untuk menghasilkan gambar irisan-irisan
penampang tubuh manusia (Journal Reshaping the way you look at

MRI (2005).
b. Instrumentasi Dasar MRI ( Ness Aver, 1997 )
Komponen Utama MRI yaitu : magnet utama, gradient coil,
transmitter coil, receiver coil, dan komputer.
1) Magnet Utama
Magnet utama dipakai untuk membangkitkan medan magnet
berkekuatan besar yang mampu menginduksi jaringan tubuh
sehingga menimbulkan magnetisasi.
Beberapa jenis magnet utama, antara lain :
a) Magnet Permanen
Magnet permanen terbuat dari beberapa lapis batang keramik
ferromagnetik dan memiliki kuat medan magnet maksimal 0,3
Tesla. Magnet ini di rancang dalam bentuk tertutup maupun
terbuka (C shape) dengan arah garis magnetnya adalah
antero-posterior.
b) Magnet Resistif
Medan magnet dari jenis resistif dibangkitkan dengan
memberikan arus listrik pada kumparan. Kuat medan magnet
yang mampu dihasilkan mencapai 0,3 Tesla.
c) Magnet Super Conductor
Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet hingga
berkekuatan 0,5 Tesla-3.0 Tesla, dan sekarang banyak
dipakai untuk kepentingan klinik. Helium cair digunakan untuk
mempertahankan kondisi superkonduktor agar selalu berada
pada temperatur yang diperlukan.
2) Koil Gradien
Koil gradien dipakai untuk membangkitkan medan magnet
gradien yang berfungsi untuk menentukan irisan, pengkodean
frekuensi, dan pengkodean fase. Terdapat tiga medan yang saling
tegak lurus, yaitu bidang x,y, dan z. Peranannya akan saling
bergantian berkaitan dengan potongan yang dipilih yaitu aksial,
sagital atau coronal. Gradien ini digunakan untuk memvariasikan
medan pada pusat magnet yang terdapat tiga medan yang saling

tegak lurus antara ketiganya (x,y,z).


Kumparan gradien dibagi 3, yaitu :
a) Kumparan gradien pemilihan irisan (slice) Gz
b) Kumparan gradien pemilihan fase encoding - Gy
c) Kumparan gradien pemilihan frekuensi encoding - Gx
3) Koil Radio Frekuensi
Koil radio frekuensi ( RF Coil ) terdiri dari 2 yaitu koil
pemancar dan koil penerima. Koil pemancar berfungsi untuk
memancarkan gelombang radio pada inti yang terlokalisir
sehingga terjadi eksitasi, sedangkan koil penerima berfungsi untuk
menerima sinyal output setelah proses eksitasi terjadi ( Peggy and
Freimarck, 1995 ).
Koil RF dirancang untuk sedekat mungkin dengan obyek agar
sinyal yang diterima memiliki amplitudo besar.
Beberapa jenis koil RF diantaranya :
a) Koil Volume ( Volume Coil )
b) Koil Permukaan ( Surface Coil )
c) Koil Linier
d) Koil Kuadrat
e) Phase Array Coil
4) Sistem Komputer
Sistem komputer bertugas sebagai pengendali diri dari
sebagian besar peralatan MRI. Dengan kemampuan piranti lunak
yang besar komputer mampu melakukan tugas-tugas multi (multi
tasking), diantaranya adalah operator input, pemilihan slice,
kontrol sistem gradien, kontrol sinyal RF dan lain-lain. Komputer
juga berfungsi untuk mengolah sinyal hingga menjadi citra MRI
yang dapat dilihat pada layar monitor, disimpan ke dalam piringan
magnetik, atau bisa langsung dicetak.
c. Dasar Fisika MRI
1) MR Active Nuclei (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999)
Prinsip yang mendasari MRI adalah gerakan spin dari
nucleus aktif MR yaitu inti-inti atom spesifik dalam tubuh manusia
yang memiliki nomor massa ganjil (baik jumlah proton maupun

neutronnya yang ganjil). Beberapa nucleus aktif MR yaitu hidrogen


(1 proton dan tanpa neutron), Carbon-13, Phosfor-31, sodium-23,
oksigen-17, nitrogen-15. Hidrogen adalah nucleus aktif MR yang
banyak digunakan dalam MRI karena hydrogen dalam tubuh
sangat banyak dan protonnya mempnyai moment magnetic yang
besar.
Dalam kondisi normal moment magnetic inti hydrogen
arahnya random. Namun apabila ditempatkan dalam suatu medan
magnet yang kuat, moment magnetic inti-inti atom akan
menyesuaikan arah dengan medan magnet statis. Sebagian besar
inti hydrogen akan parallel dengan medan magnet statis. Inti atom
hidrogen yang mempunyai energi rendah akan parallel terhadap
medan magnet statis dan inti inti atom hidrogen yang mempunyai
energi tinggi akan anti parallel dengan medan magnet
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian inti-inti
atom hidrogen terhadap medan magnet statis adalah kuat
lemahnya medan magnet statis dan energi thermal inti atom, yakni
bila energi thermal lebih lemah tidak cukup kuat untuk berlawanan
dengan medan magnet statis (Bo), dan bila energi thermal tinggi
akan cukup untuk anti parallel. Inti yang paling banyak
mendominasi jaringan biologi tubuh manusia adalah atom
hidrogen (1 proton dan tanpa neutron). Atom hydrogen sangat
banyak terdapat dalam jaringan biologi tubuh manusia dan
protonnya mempunyai moment magnetic yang besar. Hal ini
menyebabkan sinyal hidrogen yang dihasilkan 1000 kali lebih
besar daripada atom lainnya dalam tubuh, sehingga atom inilah
yang digunakan sebagai sumber sinyal dalam pencitraan MRI.
2) Presesi
Tiap-tiap inti hidrogen membentuk NMV spin pada sumbu
atau porosnya. Pengaruh dari Bo akan menghasilkan spin
sekunder atau gerakan NMV mengelilingi Bo. Spin sekunder ini
disebut precession, dan menyebabkan magnetik moment
bergerak secara circular mengelilingi Bo. Jalur sirkulasi
pergerakan itu disebut precessional path dan kecepatan

gerakan NMV mengelilingi Bo disebut frekuensi presesi . Satuan


frekuensinya MHz, dimana 1 Hz= 1 putaran per detik.
Kecepatan atau frekuensi presesi proton atom hidrogen
tergantung pada kuat medan magnetik yang diberikan pada
jaringan. Semakin kuat medan semakin cepat presesi proton dan
frekuensi presesi yang tergantung pada kuat medan magnetik
disebut dengan frekuensi Larmor yang mengikuti persamaan :
=B
dimana adalah frekuensi Larmor proton, adalah properti inti
gyromagnetik, dan B adalah medan magnet eksternal
(Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).
Gambar 2. Presesi
3) Resonansi
Adalah fenomena yang terjadi apabila sebuah obyek
diberikan pulsa yang mempunyai frekuensi sesuai dengan
frekuensi Larmor. Apabila tubuh pasien diletakkan dalam medan
magnet eksternal yang sangat kuat, maka inti-inti atomnya akan
berada pada arah yang searah atau berlawanan dengan medan
magnet luar dan inti-inti itu akan mengalami perpindahan dari
suatu energi ke tingkat energi yang lain. Proses perpindahan
energi ini seringkali merubah arah dari NMV, akibatnya vektor
dapat berubah arah dari arah longitudinal atau parallel medan
magnet luar, ke arah yang lain. Peristiwa ini terjadi apabila inti
atom menyerap energi untuk berpindah energi yang lebih tinggi
atau melepaskan energi untuk berpindah ke tingkat yang lebih
rendah. Energi untuk terjadinya proses ini di dapat dari energi
pulsa radiofrekuensi. Pulsa radio frekuensi ini harus mempunyai
frekuensi tertentu untuk dapat berperan dalam proses transisi, dan
harus disesuaikan dengan kekuatan medan magnet eksternal.
Untuk magnet dengan kekuatan 1 Tesla (10.000 gauss), frekuensi
RF yang diperlukan adalah 42,6 Mhz, sedangkan untuk 1,5 Tesla
diperlukan 63,9 Mhz
Besar nilai magnetisasi dari obyek atau jaringan yang
berada dalam medan magnet eksternal merupakan hubungan

linier yaitu semakin besar nilai medan magnet eksternalnya maka


akan semakin besar nilai magnetisasinya. Jika medan magnet
eksternal dalam suatu jaringan sebesar 1 Tesla, presisi atom
dalam jaringan ( sebagai contoh atom hidrogen dan karbon )
mempunyai frekuensi presisi yang berbeda pula, yaitu besar
frekuensi presisi Larmor atom hidrogen adalah 42,6 MHz,
sedangkan untuk karbon nilainya adalah 10,7 MHz, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sinyal yang diterima koil receiver RF
yang dipancarkan terhadap pasien adalah 42,6 MHz. Hal ini
menimbulkan fenomena resonansi yang di dalamnya didapatkan
sinyal.
4) MR Signal
Adalah sebagai akibat resonansi NMV yang mengalami inphase
pada bidang transversal. Hukum Faraday menyatakan jika
receiver koil ditempatkan pada area medan magnet yang bergerak
misalnya NMV yang mengalami presesi pada bidang transversal
tadi akan dihasilkan voltage dalam receiver koil. Oleh karena itu
NMV yang bergerak menghasilkan medan magnet yang
berfluktuasi dalam koil. Saat NMV berpresesi sesuai frekuensi
Larmor pada bidang transversal, maka akan terjadi voltage.
Voltage ini merupakan MR signal. Frekuensi dari signal adalah
sama dengan frekuensi Larmor, besar kecilnya sinyal tergantung
pada banyaknya magnetisasi dalam bidang transversal. Bila
masih banyak NMV, akan menimbulkan sinyal yang kuat dan
tampak terang pada gambar, bila NMV lemah akan sedikit
menimbulkan sinyal dan akan tampak gelap pada gambar.
5) Sinyal FID
Pada saat mengalami relaksasi, NMV akan mengeluarkan energi
dalam bentuk sinyal. Ekposi pulsa 90o RF menghasilkan sinyal
yang dikenal dengan nama peluruhan induksi bebas ( Free
Induction Decay = FID ), tetapi sinyal ini sulit dicatat. Untuk
mendapatkan sinyal echo yang memiliki energi besar dibutuhkan
lagi pulsa 180o. Sinyal echo ini yang akan ditangkap koil sebagai
data awal proses pembentukan citra.

Pembentukan citra ini ketika energi RF diberikan pada pasien


menyebabkan obyek akan mengalami eksitasi dan sinyal
terakuisisi dalam daerah yang terlokalisasi menjadi dua dimensi.
Metode yang digunakan tersebut dikenal dengan metode
Transformasi Fourier 2 dimensi.
Masing-masing sinyal yang didapatkan oleh masing-masing
elemen voxel akan terukur dalam peralatan MRI menjadi suatu
nilai Signal to Noise Ratio (SNR), yaitu perbandingan yang
diperoleh masing-masing elemen voxel terhadap noise. SNR ini
akan menentukan citra yang diperoleh. SNR akan
menggambarkan besar intensitas signal yang didapat pada
elemen voxel.
Besarnya matriks menentukan jumlah pixel atau satuan
pembentuk citra. Ukuran matriks bertambah besar maka jumlah
pixel akan bertambah banyak tetapi ukuran pixel bertambah kecil.
Jika ukuran matriks bertambah besar maka resolusi spasial
meningkat (bertambah baik), karena ukuran pixelnya menjadi lebih
kecil. Namun hal tersebut akan mengurangi banyaknya sinyal
yang diterima oleh setiap pixel sehingga memperoleh
perbandingan SNR yang baik (Friedman & Barry, 1989).
6) Relaksasi
Selama relaksasi NMV membuang seluruh energinya yang
diserap dan kembali pada Bo. Pada saat yang sama, tetapi tidak
tergantung moment magnetik NMV kehilangan magnetisasi
transversal yang dikarenakan dephasing. Relaksasi menghasilkan
recoveri magnetisasi longitudinal dan decay dari magnetisasi
transversal.
a) Recoveri dari magnetisasi longitudinal disebabkan oleh proses
yang dinamakan T1 recoveri
b) Decay dari magnetisasi transverse disebabkan oleh proses
yang dinamakan T2 decay
7) T1 Recovery
Disebabkan oleh inti-inti atom yang memberikan energinya pada
lingkungan sekitarnya atau lattice, dan disebut spin lattice

relaksasi. Energi yang dibebaskan pada sekeliling lattice


menyebabkan inti-inti atom untuk recoveri ke magnetisasi
longitudinal. Rate recoveri adalah proses eksponensial dengan
waktu yang konstan yang disebut T1. T1 adalah waktu pada saat
63% magnetisasi longitudinal untuk recoveri.
8) T2 Decay
Disebabkan oleh pertukaran energi inti atom dengan atom yang
lain. Pertukaran energi ini disebabkan oleh medan magnet dari
tiap-tiap inti atom berinteraksi dengan inti atom lain. Seringkali di
namakan spin-spin relaksasi dan menghasilkan decay atau
hilangnya magnetisasi transverse. Rate decay juga merupakan
proses eksponensial, sehingga waktu relaksasi T2 dari jaringan
soft tissue konstan. T2 adalah waktu pada saat 63% magnetisasi
transverse menghilang.
Besarnya dan proses waktu frekuensi T1 dan T2 sangat
berpengaruh pada sinyal keluaran yang akan ditransformasikan
sebagai kontras gambar, sebab kurva T1 akan menentukan
magnetisasi transversal. Peluruhan T2 ( waktu relaksasi T2 )
adalah efek yang paling berkontribusi pada gambar citra, sebab
pada proses dephase proton akan dihasilkan suatu induksi sinyal.
Pengulangan pulsa sekuen terjadi sebelum kurva recovery
menjadi maksimal sehingga obyek jaringan dengan T1 pendek (
cepat kembali ke kondisi kesetimbangan ) akan mempunyai
jumlah recovery yang banyak dibandingkan dengan jaringan yang
mempunyai waktu yang panjang, sehingga dalam citra MRI akan
di dapatkan gambar yang hitam pada pembobotan T1 spin echo.
Setelah pulsa RF 90o diberikan pada obyek, magnetisasi
longitudinal akan diputar 90o ke bidang transversal dan terjadi
proses relaksasi T2. Jaringan yang mempunyai nilai T2 pendek,
dephase yang terjadi sangat cepat sehingga intensitas sinyal yang
dihasilkan sangat besar dan jaringan dengan waktu relaksasi T2
pendek ini akan kelihatan hitam pada pembobotan nilai T2. Proses
relaksasi T1 dan T2 adalah suatu kerja yang berlawanan yaitu
pada saat proses pertumbuhan kembali magnetisasi longitudinal

diimbangi dengan peluruhan yang cepat pada kurva relaksasi T2.


Dua efek relaksasi T1 dan T2 terjadi ketika objek diberikan
gelombang radio RF yang merupakan bentuk pulsa sekuen.
Pulsa sekuen dalam pencitraan MRI dibentuk untuk
mengetahui bagaimana efek T1 pada pembobotan citra T1, efek
T2 pada pembobotan citra T2 dan pembobotan citra proton
density. Rangkaian pulsa RF dephasing phase echo dalam
mendapatkan citra MRI dilakukan pengulangan untuk satu
pemeriksaan. Waktu pengulangan antara pulsa sekuen yang satu
dengan yang berikutnya disebut dengan Time Repetition (TR),
sedangkan waktu tengah antara pulsa 90o dan sinyal maksimum
(echo) disebut dengan Time Echo (TE).
Parameter T1 dan T2 sebagai sifat intrinsik jaringan serta
TE dan TR sebagai parameter teknis yang digunakan akan
mengontrol derajat kehitaman pada citra MRI. Pada T2 Weighting
derajat kehitaman gambar akan dikontrol oleh TE dan T2,
sedangkan untuk T1 Weighting derajat kehitaman akan dikontrol
oleh TR dan T1 serta proton density weighting akan tergantung
dari densitas proton dalam jaringan yang menentukan besar
kecilnya sinyal. Secara umum T1 weighting akan menunjukkan
struktur anatomi, dan T2 weighting menunjukkan struktur patologi
(Westbrook & Kaut, 1995)
d. Pembentukan Citra (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)
Pembentukan citra pada MRI dibentuk melalui proses
pengolahan sinyal yang keluar dari obyek. Sinyal baru bisa diukur bila
arah vektornya diputar dari sumbu z ( Mz ) menuju sumbu xy ( Mxy ).
Pemutaran arah vektor magnet jaringan dan pengambilan sinyalnya
dijelaskan melalui serangkaian proses di bawah ini.
1) Pulsa RF ( Radio Frequency )
Pulsa RF merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki
frekuensi antar 30-120 MHz. Apabila spin diberikan sejumlah
pulsa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi
Larmornya , maka terjadilah resonansi. Spin akan menyerap
energi pulsa dan mengakibatkan sudut presesi semakin besar.

Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Nuclear Magnetic


Resonance.
2) Waktu Relaksasi Longitudinal (T1)
Relaksasi longitudinal disebut juga dengan relaksasi spin-kisi..
Waktu relaksasi longitudinal menghasilkan pembobotan T1 yaitu
citra yang kontrasnya tergantung pada perbedaan T1 time. T1
time adalah waktu yang diperlukan NMV untuk kembalinya 63%
magnetisasi longitudinal dan dikontrol oleh TR Karena TR
mengontrol seberapa jauh vector dapat recover sebelum diaplikasi
RF berikutnya, maka untuk mendapatkan pembobotan T1, TR
harus dibuat pendek sehingga baik lemak maupun air tidak cukup
waktu untuk kembali ke Bo, sehingga kontras lemak dan air dapat
tervisualisasi dengan baik. Jika TR panjang lemak dan air akan
cukup waktu untuk kembali ke Bo dan recover magnetisasi
longitudinal secara penuh sehingga tidak bisa mendemontrasikan
keduanya dalam gambar.
3) Waktu Relaksasi Transversal (T2)
Waktu yang dibutuhkan komponen magnetisasi transversal (Mxy)
untuk meluruh hingga 37 % dari nilai awalnya dinamakan waktu
relaksasi transversal atau T2. Nilai T1 dan T2 adalah konstan
pada kuat medan magnet tertentu. Waktu relaksasi transversal
menghasilkan pembobotan T2 yaitu citra yang kontrasnya
tergantung perbedaan T2 time. Untuk mendapatkan T2 weighting,
TE harus panjang untuk memberikan kesempatan lemak dan air
untuk decay, sehingga kontras lemak dan air dapat tervisualisasi
dengan baik. Jika TE terlalu pendek maka baik lamak dan air tidak
punya waktu untuk decay sehingga keduanya tidak akan
menghasilkan kontras gambar yang baik.
e. Kualitas Citra MRI (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)
1) Signal To Noise Ratio (SNR)
SNR adalah perbandingan antara besarnya signal amplitudo
dengan besarnya noise dalam gambar MRI. Noise dapat

disebabkan oleh system komponen MRI dan dari pasien. semakin


besar signal maka akan semakin meningkatkan SNR.
SNR dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu densitas proton dari
daerah yang diperiksa, voxel volume, TR, TE, flip angel, NEX,
receive bandwidth dan koil.
a) Densitas Proton.
Daerah dengan densitas proton yang rendah menghasilkan
signal yang rendah sehingga SNR yang dihasilkan juga
rendah. Sebaliknya daerah dengan densitas proton yang tinggi
akan menghasilkan sinyal yang tinggi sehingga SNR yang
dihasilkan juga tinggi.
b) Voxel Volume
Voxel volume berbanding lurus dengan SNR, semakin besar
voxel volume maka semakin besar SNR yang dihasilkan.
c) TR, TE, Flip Angle
Pada pulse sekuence spin echo, SNR yang dihasilkan akan
lebih baik karena menggunakan flip angle 90 derajat sehingga
megnetisasi longitudinal menjadi magnetisasi transversal
dibandingkan dengan gradient echo yang flip anglenya kurang
dari 90 derajat. Flip angle berpengaruh terhadap jumlah
magnetisasi transversal.
TR merupakan parameter yang mengontrol jumlah
magnetisasi longitudinal yang recoveri sebelum RF pulse
berikutnya. TR yang panjang memungkinkan full recovery
sehingga lebih banyak yang akan mengalami magnetisasi
transversal pada RF pulse berikutnya. TR yang panjang akan
meningkatkan SNR dan TR yang pendek menurunkan SNR.
Gambar 3. Time repetition (TR) (Westbrook, 1999).
Sedangkan TE merupakan parameter yang mengontrol jumlah
magnetisasi transvesal yang akan decay sebelum echo itu
dicatat.
Gambar 4. Time echo (TE) (Westbrook, 1999).
d) NEX

NEX ( Number of excitation) merupakan angka yang


menunjukkan berapa kali data disampling.
e) Receive bandwidth
Adalah rentang frekuensi yang terjadi pada sampling data
pada obyek yang di scan. Semakin kecil bandwidth maka
noise akan semakin kecil tetapi akan berpengaruh pada TE
minimal yang dipilih.
f) Koil
Pada prinsipnya semakin dekat koil dengan organ maka SNR
yang dihasilkan semakin tinggi.
2) Contras To Noise Ratio (CNR) (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)
Adalah perbedaan SNR antara organ yang saling berdekatan.
CNR yang baik dapat menunjukan perbedaan daerah yang
patologis dengan daerah yang sehat. Dalam hal ini, CNR dapat
ditingkatkan dengan cara:
a) Menggunakan kontras media
b) Menggunakan pembobotan gambar T2
c) Memilih magnetization transfer
d) Menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectral
presaturation.
3) Spatial Resolution (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)
Adalah kemampuan untuk membedaan antara dua titik secara
terpisah dan jelas. Spatial resolution dikontrol oleh voxel. Semakin
kecil ukuran voxel maka resolusi akan semakin baik. Spatial
resolution dapat ditingkatkan dengan:
a) Irisan yang tipis
b) Matrik yang halus atau kecil.
c) FOV kecil
d) Menggunakan rectangular FOV bila memungkinkan
Spin Echo
FID spin
echo

900 RF pulse
frequency encode readout
signal
gradient
1800 RF pulse
4) Scan Time.
Scan time adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
akuisisi data. Scan time berpengaruh terhadap kualitas gambar,
karena dengan waktu scanning yang lama akan menyebabkan
pasien bergerak dan kualitas gambaran akan turun. Beberapa hal
yang berpengaruh terhadap scan time adalah TR, jumlah phase
enchoding dan jumlah akuisisi (NEX).
f. Pulsa sekuen
1) Spin Echo
a) Pengertian Spin Echo
Spin echo konvensional adalah sekuen yang paling banyak
digunakan pada pemeriksaan MRI. Pada spin echo
konvensional, segera setelah pulsa RF 90 diberikan, sebuah
FID segera terbentuk. Dengan menggunakan kekuatan radio
frekuensi yang sesuai, akan terjadi transfer NMV bersudut 90
kemudian diikuti dengan rephasing pulse bersudut 180.
Gambar 5. Urutan sekuence pada pulse sekuence spin echo
(Westbrook, 1999).
Spin echo menggunakan eksitasi pulsa 90o yang diikuti oleh
satu atau lebih rephasing pulsa 180o, untuk menghasilkan
spin echo. Jika hanya menggunakan satu echo gambaran T1
Weighted Image dapat diperoleh dengan menggunakan TR
pendek dan TE pendek. Sedangkan untuk menghasilkan
proton density dan T2 Weighted Image, diaplikasikan dua spin
echo dengan dua pulsa RF 180o rephasing, echo pertama
dengan short TE dan long TR, untuk menghasilkan proton
density, echo kedua dengan long TR dan long TE
menghasilkan T2. Pada spin echo raw image data dari

masing-masing echo di simpan pada K-space dan banyaknya


pulsa 180o rephasing yang diaplikasikan sesuai dengan
banyak echo yang dihasilkan per TR.
b) Parameter Spin Echo dan mekanisme T1 dan T2
i. Time Echo (TE) adalah waktu antara eksitasi pulsa dengan
echo yang terjadi.
ii. Time Repetition (TR) adalah waktu antara masing-masing
eksitasi pulsa.
Waktu relaksasi T1 berkaitan kembalinya NMV ke posisi asal
sudut 90. Dengan memvariasikan TR dan TE, sekuen dapat
digunakan untuk menandai kontras T1 atau T2 atau hanya
untuk melihat spin density. Perpaduan antara TR dan TE
dengan nilai-nilai T1 dan T2 yang dimiliki oleh jaringan inilah
yang menyebabkan terjadinya pembobotan (weighting). Jika
digunakan TE panjang, maka perbedaan waktu T2 pada
jaringan akan menjadi tampak. Jaringan dengan T2 yang
panjang (misalnya air) akan membutuhkan waktu yang lebih
panjang untuk meluruh (mengalami decay) sehingga sinyalnya
akan tampak lebih terang pada citra dibandingkan sinyal dari
jaringan dengan T2 yang pendek (lemak). Dengan cara yang
sama, TR mengontrol kontras T1, maka jaringan dengan T1
panjang (air) akan membutuhkan waktu yang lebih panjang
untuk kembali ke nilai magnetisasi semula. Oleh karena itu
dengan T1 panjang akan membuat jaringan tampak lebih
gelap dibandingkan jaringan dengan T1 pendek (lemak).
Secara ringkas, pembobotan T2 membutuhkan TE dan TR
panjang, pembobotan T1 membutuhkan TE dan TR pendek,
sedangkan pada proton density membutuhkan TE pendek dan
TR yang panjang
2) Pulse sekuen Fast Spin Echo
a) Pengertian Fast Spin Echo
Fast spin echo adalah spin echo tapi dengan waktu scanning
yang dipersingkat. Waktu scanning dipersingkat dengan

melakukan lebih dari satu phase enchode per TR yang dikenal


dengan echo Train Length yakni aplikasi beberapa RF pulse
per TR dan pada masing-masing rephasing atau refocusing
dihasilkan satu echo sehingga dapat melakukan phase
enchode yang lain.
b) Parameter FSE
i. Echo Train Length
Yaitu jumlah rephasing pulsa atau multiple pulsa 180
dalam setiap TR. Nilai ETL atau turbo factor yang dapat
digunakan saat ini berkisar antara 2 sampai dengan 32.
ii. Echo Train Spacing (ETS) dan effective Time Echo (ETE)
Yaitu waktu antara echo atau antar pulsa 180 atau waktu
interval antara aplikasi RF 180 pada FSE. Biasanya nilai
ETS berkisar antara 16 20 ms. Effective TE yaitu waktu
antara echo dan pulsa RF yang menyebabkannya.
3) Echo Planar Imaging ( EPI ) (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)
Sekuen echo planar imaging (EPI) melakukan pengisian K
space dalam satu repetisi dengan menggunakan TR yang
sangat panjang. Echo dapat dihasilkan dengan multiple pulsa
180o (disebut dengan spin echo EPI [SE-EPI]) atau dengan
menggunakan gradient ( disebut dengan gradient echo EPI [GEEPI]).
Jika seluruh baris pada K space terisi dalam satu kali
repetisi maka ini dikenal dengan nama single shot EPI (SS-EPI).
SS-EPI dapat menghasilkan gambar jauh lebih cepat
dibandingkan SS-FSE karena penggunaan TR yang lebih
panjang atau dengan penggunaan gradient echo dibanding pada
spin echo dan karena itu dapat mengisi K space dalam hitungan
detik. Tetapi sekuen SS-EPI sering terjadi artefact seperti
chemical shift, distorsi dan blurring. Karena hal ini maka sekuen
EPI lebih sering dilakukan dengan mode multi-shot dimana
dengan menggunakan metode ini maka seperempat atau
setengah K space diisi setiap periode TR.

EPI dan versi fast dari sekuen GRE saat ini merupakan
mode akuisisi yang paling cepat pada MRI, sehingga dengan
teknik ini pemeriksaan MRI real-time, dinamik dan fungsional
MRI dapat dilakukan.
Gambar 6. Diffusion Weighted Spin Echo EPI (Peggy
Woodward dan William Orrison, 1995)
4) Diffusion Weighted Imaging (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)
Diffusi adalah istilah yang dipergunakan untuk
menggambarkan pergerakan molekul secara acak pada jaringan.
Gerakan ini dibatasi oleh batas-batas seperti ligamen, membran
dan macromolecul. Kadangkala terjadinya pembatasan difusi
adalah secara langsung tergantung pada struktur jaringan. Pada
stroke dini segera setelah terjadinya iskemia tapi sebelum
terjadinya infark atau kerusakan permanen pada jaringan otak,
sel-sel membengkak dan menyerap air dari ruang extraseluler.
Ketika sel-sel penuh oleh molekul air dan dibatasi oleh membran,
maka diffusi yang terjadi akan terbatas dan nilai rata-rata difusi
pada jaringan tersebut akan berkurang.
Gambar 7. Jaringan dengan cairan yang berdifusi
normal ( gambar kiri ), dan jaringan yang
diffusinya terbatas ( gambar kanan )
(Westbrook, 1999).
Imejing dengan sekuen spin echo dapat memperlihatkan
struktur dengan tanda-tanda diffusi pada jaringan. Gambaran
diffusi dapat diperoleh dengan lebih efektif dengan
mengkombinasikan dua pulsa gradient yang diapplikasikan
setelah eksitasi. Pulsa gradient digunakan untuk saling
mempengaruhi jika spin-spin tidak bergerak sementara spin-spin
yang bergerak tidak dipengaruhi. Ini sebabnya mengapa pada
gambaran diffusi sinyal yang mengalami atenuasi terjadi pada
jaringan normal dengan pergerakan difusi yang random, dan
sinyal yang intensitasnya tinggi terjadi pada jaringan dengan difusi
yang terbatas ( restriksi ) misalnya pada stroke dini.

Banyaknya atenuasi tergantung pada amplitudo dan


(mungkin) arah dari aplikasi gradien difusi.
Pulsa gradient dapat diaplikasikan searah dengan sumbu
X,Y, dan Z. Arah difusi pada sumbu X,Y, dan Z dikombinasikan
untuk menghasilkan gambaran difusi weighted. Ketika gradien
difusi hanya diaplikasikan sepanjang sumbu Y , atau pada arah
sumbu X, perubahan sinyal yang terjadi hanya sedikit dan
mungkin hanya merefleksikan arah difusi pada axons. Istilah
isotropic diffusion dipakai untuk menggambarkan bahwa gradien
difusi diaplikasikan pada ketiga sumbu tersebut. Gradien difusi
harus sangat panjang dan sangat kuat untuk dapat memperoleh
citra dengan pembobotan difusi (diffusion weighting). Sensitivitas
difusi dikontrol oleh parameter b. b menentukan atenuasi difusi
dengan memodifikasi durasi dan amplitudo dari gradien difusi. b
dapat dinyatakan dalam satuan s/mm2. Rentang nilai b value
adalah 500 s/mm2 sampai 1000 s/mm2 (Catherine Westbrook &
Carolyn Kaut,1999).
Semakin tinggi nilai b value maka intensitas sinyal difusi
dan sensitifitas difusi akan meningkat, intensitas sinyal difusi yang
meningkat pada jaringan otak normal akan tampak lebih gelap
pada citra otak yang ditampilkan (GE Signa Horizon DW-EPI
Operator Manual, 1998). Penilaian intensitas sinyal difusi pada
jaringan otak normal dinilai pada white matter dan grey matter dan
jika terdapat kelainan stroke maka jaringan otak yang difusinya
terbatas akan menghasilkan intensitas sinyal yang terlihat terang
dibandingkan jaringan yang normal (GE Signa Horizon DW-EPI
Operator Manual, 1998).
Untuk pencitraan difusi jika menggunakan sekuen multishot
maka perubahan phase akan berbeda untuk garis-garis yang
berbeda pada K space dan hal ini akan menghasilkan artefak
yang terlihat sepanjang phase direction. Karena alasan ini maka
citra MRI dengan pembobotan difusi pada umumnya diperoleh

dengan teknik SE-EPI yang dilakukan dengan gradient yang kuat.


Echo tambahan yang dikenal sebagai navigator echo dapat
dihasilkan dan kemudian digunakan untuk mengkoreksi artefak
selama post processing.
Aplikasi klinis pencitraan difusi secara langsung adalah
untuk mendiagnosa stroke. Lesi-lesi iskemik yang masih dini
dapat diperlihatkan dengan pencitraan MRI difusi sebagai daerah
dengan diffusi air yang lebih lambat akibat akumulasi air
intraseluler dan/atau akibat pengurangan ruang extra seluler.
Pencitraan MR difusi dapat memperlihatkan lesi-lesi iskemik baik
yang irreversible maupun yang reversible, sehingga potensial
dapat membedakan jaringan otak yang masih dapat diperbaiki
dengan jaringan yang mengalami kerusakan irreversible sebelum
dilakukan tindakan therapy.
Gambar 8. Beberapa citra Diffusion Weighted Image (DWI)
(Westbrook, 1999).
http://blogbabeh.blogspot.com/search/label/PRINSIP%20DASAR%20MRI

DASAR-DASAR TEKNIK PENCITRAAN MRI ( MAGNETIC RESONANCE IMAGING )


PENDAHULUAN
Pencitraan resonansi magnetik atau lazim disebut MRI ( singkatan dari Magnetic
Resonance Imaging ) awalnya disebut NMR ( Nuclear Magnetic Resonance). Hal
ini disebabkan dasar pencitraan bersumber pada pemanfaatan inti atom
( Nucleus ) positif ( proton ) yang berinteraksi dengan gelombang radio dalam
medan magnet yang kuat. Namun karena presepsi masyarakat luas yang negatif
jika menggunakan istilah nuklir yang merupakan dampak dari taruma dari
penggunaan energi nuklir dalam bidang militer maka NMR tidak dipopulerkan
dan
diganti
menjadi
MRI.
Saat ini pemeriksaan MRI berkembang sangat pesat karena selain mampu
menyajikan informasi diagnostik dengan tingkat akurasi yang tinggi, juga bersifat
non-invasive ( Non-Traumatis ), tidak ada bahaya radiasi ( Radiation Hazard )
serta menyuguhkan gambar gambar organ dari berbagai irisan ( Multi planar )
tanpa
memanipulasi
tubuh
pasien.
PENGETAHUAN
DASAR
SISTEM
MAGNET
Magnet pertama kali ditemukan di Asia ( Magnesia ) kira-kira 2640 tahun
sebelum masehi dan berwujud batu-batu magnet. Oleh karena banyaknya
magnit alam tidak seberapa dan demikian juga kekuatan unsur-unsur
kemagnitannya yang kecil sekali, maka magnet alam ini tidak banyak digunakan

lagi.
Magnet buatan atau magnet artificial
gosokan dengan batang magnit atau
kumparan
yang dialiri arus listrik searah ( DC ).
magnet tetap ( Permanent Magnet )
Magnet ).

dapat dibuat dari baja yang digosokdengan memasukan baja itu kedalam
Magnet buatan ada dua macam yaitu
dan magnet sementara ( Temporary

HIPOTESIS WEBER
Untuk menerangkan berbagai hal tentang magnet,Weber menyusun hipotesisnya
sebagai
berikut
:
a. Semua magnet terdiri dari atom-atom magnetic yang dinamakan magnetmagnet
molekuler
atau
magnet
elementer.
b. Pada benda yang bersifat magnet, magnet-magnet elementer diarahkan
sedemikian sehingga kutub-kutub utaranya mengarah ke suatu arah yang sama
dan
demikian
sebaliknya
untuk
kutub-kutub
selatan.
c. Pada benda yang tidak bersifat magnet kedudukan magnet-magnet elementer
tidak teratur, tetapi sebagian besar membentuk lingkaran-lingkaran tertutup
dimana kutub utara berhadapan dengan kutub selatan sehingga mengadakan
keadaan
yang
seimbang.
HUKUM
TOLAK
MENOLAK
DAN
TARIK
MENARIK
Lokasi dimana terdapat pengaruh kemagnitan disebut medan magnet. Secara
sederhana medan magnet dapat diperlihatkan dengan menabur serbuk besi
diatas selembar kertas yang dibawahnya ditaruh batang magnet sehingga
tampak garis-garis dengan arah tertentu yang dibentuk oleh serbuk besi
tersebut.
Garis-garis ini disebut garis magnet atau garis magnitisme. Garis magnitisme
disebut juga garis induksi. Setiap garis ( satu garis ) dinamakan Maxwell dan
jumlah garis yang masuk dan meninggalkan kurub disebut Flux Magnet ( O ),
sedengkan tingkat kerapatan garis gaya magnet tersebut ( induksi magnet )
menunjukan kekuatan medan magnet ( B ) yang ditentukan oleh banyaknya flux
magnet dalam suatu luas area tertentu ( A ) sehingga kekuatan medan magnet
dapat
diformulasikan
sebagai
berikut
:
B= O / A
Satuan untuk mengukur kekuatan medan magnet adalah Weber / m2 atau Tesla.
Kutub-kutub magnet yang senama apabila didekatkan akan tolak menolak,
sebaliknya yang tidak senama akan tarik menarik. Menurut hukum coulomb
besar gaya tolak menolak dan tarik menarik dua kutub sebanding dengan
kekuatan kutub-kutub itu dan berbanding terbalik dengan kuadran jarak kedua
kutub
tersebut;
K
=
M1.M2
/
D2
K
=
Gaya
tolak
/
tarik
(
dynes
)
M1 = kuat kutub pertama dalam satuan kutub utara ( SKU )
M2 = kuat kutub kedua dalam satuan kutub utara ( SKU )
D
=
jarak
antara
kedua
kutub
SKU adalah kuat kutub magnet yag diletakan sejauh 1 cm dalam kutub lain yang
sama kuatnya dan dapat membangkitkan gaya tarik atau tolak sebesar 1 dyne
( 1 gram = 981 dyne ). Banyaknya garis gaya magnet yang dikeluarkan oleh

sebuah
kutub
adalah
:
O
=
4
M
=
4
(
3,14
)
M
=
12,57
M
M
=
Kuat
kutub
dalam
SKU
KEMAGNITAN
LISTRIK
Hubungan antara listrik dan kemagnitan dan listrik adalah bahwa magnet dapat
dibuat dengan menggunakan arus listrik sebaliknya tenaga listrik dapat
dibangkitkan dengan menggunakan magnet. Orang yang pertama kali
melakukan penelitian tentang hubungan tersebut adalah Oersted tahun 1819.
Medan magnet dapat timbuk pada sekitar kawat berbentuk lurus maupun
melingkar. Sebuah selonoida adalah kawat penghantar listrik yang digulung
menjadi sebuah kimparan panjang. Medan magnet yang sitimbulkan oleh suatu
kumparan yang dialiri listrik lebih kuat daripada medan magnet yang ditimbulkan
oleh sebuah lingkaran saja. Bila didalam kumparan itu ditempatkan inti besi
lunak,
maka
kemagnetannya
jauh
lebih
besar
lagi.
Susunan kumparan dari inti besi lunak itu disebut elektromagnet .
keuntungan
elektromagnet
adalah
:
1. Dengan mengambil jumlah lilitan yang banyak dan arus yang kuat dapat
diperoleh
kemagnetan
yang
kuat
sekali.
2. Bila arus diputus, sifat kemagnitan dapat hilang sama sekali.
3. Kekuatan magnetnya dapat diubah ubah dengan mengubah kuat arusnya.
4. Cara menyimpannya tidak memerlukan apa-apa seperti halnya dengan
magnet
permanen.
5.
Kedua
kutubnya
dapat
ditukar.
Solenoida adalah suatu lilitan kawat atau kumparan yang rapat. Jika solenoida
menggunakan teras udara, maka besarnya medan magnet pada pusat dan ujung
solenoida
adalah
sebagai
berikut
:
B
pada
pusat
solenoida
adalah
:
UO
.
i
.
n
Diketahui
UO
=
K
.
4
Jika K adalah suatu ketetapan bernilai 10-7 weber / meter ampere
Maka UO = 4 10-7 weber / meter ampere. Jika n = N/ I maka :
B
=
UO
.
i
.
N/L
Dimana
:
n
=
jumlah
lilitan
tiap
satuan
panjang
I
=
panjang
lilitan
N
=
jumlah
lilitan
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B
=
UO
.
i
.
N/2
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B
=
UO
.
i
.
N/2
Apabila solenoida dilengkungkan maka sumbunya membentuk sebuah lingkaran
yang disebut toroida . Berikut gambar solenoida ( A ) dan toroida ( B ).
SEJARAH
MRI
Penemuan MRI tidak muncul secara tiba-tiba akan tetapi melalui perkembangan
ilmu yang mendukung terwujudnya teknologi MRI. Terdapat serentetan nama
yang
memiliki
andil
yang
cukup
besar
dalam
mewujudkannya.
Mendeleyev dan Mayer tahun 1869 menyusun unsur-unsur atom dengan sistem
periodiknya. Eniest Rutherford, Neils Bohr dan James Chud pada tahun 1911
berjasa dalam teori tentang struktur atom. Kemudian Felix Block dan Edward
Purcell keduanya menerima hadiah nobel di bidang fisika pada tahun 1952

mengungkapkan perilaku inti atom seperti sebuah magnet kecil, yang dapat
melakukan spin dan precessing dengan berlandaskan pada rumus larmor ( akan
dibahas
)
yang
merupaka
dasar utam terciptanya MRI. Tahun 1960 seorang ahli fisika yang dapat dianggap
palinh berjasa dalam pengembangan MRI adalah Raymond Damadian telah
melakukan rentetan penelitian dan mampu membedakan jaringan- jaringan
tumor ganas dan jaringan normal. Disusul kemudian tahun 1974 ia
mendemonstrasikan tumor tikus secara kasar dengan citra MRI dan tahun 1976
menghasilkan citra tubuh manusia dengan memerlukan waktu pemeriksaan 4
jam. Tahun 1977 bersama Paul Luterbur menyempurnakan dan resmi menjadi
salah
satu
instrumen
pencitraan
medik.
PRINSIP
DASAR
MRI
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air ( H2O ) yang mengandung 2 atom
hydrogen yang memiliki no atom ganjil ( 1) yang pada intinya terdapat satu
proton. Inti hydrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh
manusia yaitu 1019 inti/ mm3 , memiliki konsentrasi tertinggi dalam jaringan
100 mmol/ Kg dan memiliki gaya magnetic terkuat dari elemen lain.
Dalam aspek klinisnya, perbedaan jaringan normal dan bukan normal didasarkan
pada deteksi dari kerelatifan kandungan air ( proton hydrogen ) dari jaringan
tersebut. Proton proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku
sebuah magnet. Sebab proton merupakan suatu partikel yang bermuatan positif
dan aktif melakukan gerakan mengintari sumbunya ( spin ) secara kontinyu.
Secara teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan maka disekitarnya
akan timbul gaya magnet dengan demikian proton proton dapat diibaratkan
seperti magnet magnet yang kecil ( Bar Magnetic ). Secara ringkas prosedur
pembentukan gambar pada pemeriksaan MRI adalah pasien diletakan dalam
medan magnet yang kuat selanjutnya dipancarkan sebuah gelombang radio,
ketika gelombang radio dimayikan ( turn off ) pasien memancarkan signal yang
berasal dari proton proton tubuh pasien dan signal tersebut akan diterima oleh
antenna dan dikirim ke sisitem komputer untuk direkonstruksi menjadi gambar.
Proses terjadinya signal MRI yang berasal dari pasien tersebut melalui 3 fase
fisika yaitu : Fase Presesi ( Magnetisasi ), Fase Resonansi dan Fase Relaksasi.
FASE
PRESESI
Telah diketahui inti sebuah atom terdiri dari neutron yang tidak bermuatan
( netral ) dan proton yang bermuatan positif. Proton proton yang bersifat
magnetic memiliki medan magnet yang mengarah pada 2 kutub ( utara dan
selatan
)
mirip
dengan sebuah magnet kecil ( sebagaimana yang telah dijelaskan ) sehingga
proton proton dengan kutubnya tersebut lazim disebut Magnetic Dipole . Pada
atom dengan nomor atom genap, inti atom ( partikel elementer ) akan
berpasang pasangan sehingga saling meniadakan efek magnetik masing masing
dengan demikian tidak terdapat inti bebas yang akan membentuk jaringan
magnetisasi
sehingga
sulit
untuk
dirangsang agar terjadi pelepasan signal. Sebaliknya atom atom dengan nomor
atom ganjil memiliki inti atom bebas yang akan menghasilkan jaringan
magnetisasi, sehingga materi lain selain hydrogen ( dengan 1 proton pada
intinya ) juga memungkinkan pengembangan pemeriksaan MRI pada jaringan
yang mengandung natrium ( NA 23- Proton 11 dan neutron 12 ), phospor ( NA 31
15 proton dan 16 neutron ) dan Potassium ( NA 39-19 proton dan 20 neutron ).
Dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh tersusun secara

acak sehingga tidak dihasilkan jaringan magnetisasi. Ketika pasien dimasukan


kedalam medan magnet yang kuat dalam pesawat MRI, magnetik dipole ( proton
proton ) tubuh pasien akan searah ( parallel ) dan tidak searah ( antiparallel )
dengan kutub medan magnet pesawat. Selisih proton proton yang searah dan
berlawanan arah amat sedikit dan tergantung kekuatan medan magnet pesawat
dan selisih inilah yang akan merupakan inti bebas ( tidak berpasangan ) yang
akan membentuk jaringan magnetisasi. Berikut skema perbedaan kekuatan
medan magnet terhadap terjadinya proton proton bebas pada setiap 2 juta
dipole
;
0.5 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole
bebas
3
1 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole
bebas
6
1.5 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole
bebas
9
Sebagai
contoh
dapat
dikemukan
sebagai
berikut
:
Misal pada pesawat MRI dengan kekuatan medan magnet 1,5 tesla dan ukuran
Voxel adalah 2 x 2 x 5 mm = 20 mm3 berarti volume isi adalah 0,02
ml.
Jika
yang
diperiksa
adalah
unsur
air
(
H2O
)
maka
:
Massa relatif ( Mr ) molekul H2O adalah 18 ( O16 dan 2H1 ), dengan jumlah
mol atom hydrogen dalam air adalah 2 mol. ( sebab dalam 1 molekul air
terdapat 2 mol hydrogen ) sehingga kandungan partikel proton hydrogen dalam
1
molekul air adalah 2 x 6,02 x 1023. 6,02 x 1023 adalah bilangan avugardo.
Yaitu = ketetapan yang menyatakan terdapat 6,02 x 1023 partikel dalam 1 mol /
unsure. Berarti dalam 1 molekul air terdapat partikel proton hydrogen
sebanyak 2 x 6,02 x 1023 partikel proton. Dalam 1 voxel air terdapat 1,388 x
1021
total
proton
hydrogen.
Jika kekuatan medan magnet pesawat MRI adalah 1,5 Tesla maka akan diperoleh
jumlah proton bebas yang membentuk jaringan dalam 1 voxel air yaitu : 1,388 x
1021
x
9
/
2
x
106
=
6.02
x
1015
proton.
Dipole yang membentuk jaringan magnetisasi tersebut cenderung dengan arah
kurub medan magnet pesawat MRI ( B0 ) dikenal juga dengan arah longitudinal
(Z axis ). Jaringan magnetisasi itu sulit diukur karena arah induksi magnetnya
sama dengan arah induksi magnet pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan
arah induksi magnet dari dipole dipole tersebut dengan menggunakan
gelombang
radio.
Dipole dipole selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif.
Gerakan relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing ( spinning to
toy
)
yang
disebut
gerakan
presesi
(
lihat
gambar
)
Frekuensi gerakan presesi tergantung pada jenis atom dan kekuatan medan
magnet luar yang mempengaruhinya ( kekuatan medam magnet pesawat MRI ).
Frekuensi presesi dapat dihitung berdasarkan rumus larmor berikut ini :
WO
=
Y
.
BO
Dimana : WO ( Omega Zerio ) = frekuensi presesi atau resonansi manetio
(
2,13
MHZ

85
MHZ
)
Y
(
gamma
)
=
konstanta
giromagnetik
proton
(
hydrogen
42,8
MHZ/Tesla
)
BO
=
kekuatan
medan
magnet
(
Tesla
)
Dipole yang membentuk jaringan magnetisasi tersebut cenderung dengan arah

kurub medan magnet pesawat MRI ( B0 ) dikenal juga dengan arah longitudinal
(Z axis ). Jaringan magnetisasi itu sulit diukur karena arah induksi magnetnya
sama dengan arah induksi magnet pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan
arah induksi magnet dari dipole dipole tersebut dengan menggunakan
gelombang
radio.
Dipole dipole selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif.
Gerakan relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing ( spinning to
toy
)
yang
disebut
gerakan
presesi
FASE
RESONANSI
Mengetahui secara tepat frekuensi presesi proton proton sangat mutlak untuk
menentukan besarnya frekuensi presesi gelombang radio ( RF ) yang akan
dipancarkan untuk mengubah arah orientasi dipole yang membentuk jaringan
magnetisasi.
Ketika proton proton hydrogen mengalami 1 presesi, maka proton proton akan
mudah menyerap energi luar. Pada saat fase presesi itulah gelombang radio (RF)
dipancarkan dan proton proton hydrogen akan menyerapnya dan mulai bergerak
meninggalkan arah longitudinal ( L direction ) yang sejajar dengan arah kutub
magnet pesawat menuju kearah transversal ( Tegak lurus terhadap sumbu
medan magnet pesawat) dan menghasilkan magnetisasi transversal. Proton
proton yang dapat dipengaruhi oleh gelombang radio hanyalah proton proton
yang memiliki frekuensi presesi yang sama dengan frekuensi gelombang radio.
Fase proton proton bergerak meninggalkan sumbu longitudinal menuju arah
transversal
disebut
sebagai
fase
resonansi.
FASE
RELAKSASI
Ketika proton proton hydrogen berada pada bidang transversal, akan
menginduksikan signal dalam bentuk gelombang elektromagnetik ( dikenal
dengan MRI ) yang akan diterima oleh sebuah kumparan ( antenna ) penerima
disisi pesawat MRI. Saat pancaran frekuensi radio dihentikan ( turn off ) proton
proton secara perlahan lahan kehilangan energinya dan mulai bergerak
meninggalkan arah transversal ( decay ) menuju kembali kearah longitudinal
( recovery ) sambil melepaskan energi yang diserapnya dari gelombang radio
dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang dikenal sebagai SIGNAL MRI,
fase
ini
disebut
fase
relaksasi.
Fase relaksasi dibagi menjadi T1 dan T2. T1 didefenisikan sebagai waktu yang
diperlukan proton proton hydrogen sekitar 63% telah berada kembali dalam arah
longitudinal ( magnetisasi longitudinal ). T1 mencerminkan tingkat trnsfer energi
frekuensi radio ( RF ) dari proton proton keseluruh jaringan sekitar ( TissueLattice ) sehingga T1 biasa pula dikenal; istilah Spin Lattice-Relaxation,
dimana besar T1 tergantung pada konsentrasi dan kepadatan proton serta
struktur kimiawi dari materi jaringan yang diperiksa ( Macromolecul enveiroment
). Jika T1 makin lama maka diperoleh signal yang makin besar.
Ketika pemberian gelombang radio 900 ( memutar proton proton ke arah
transversal ) diperoleh signal dari arah transversal maksimum. Namun ketika RF
900 dihentikan magnetisasi transversal yang memancarkan signal awal
maksimum berangsur angsur mulai berkurang ( Decay ). Awalnya presesi proton
proton berada dalam laju dan arah yang sama ( fase yang sama ) namun secara
perlahan satu sama lain keluar dari fase yang satu tersebut ( Dephasing )
disebabkan terjadinya interaksi masing proton dengan proton proton
disekitarnya ( spin-spin interaction ). Interaksi spin spin merupakan suatu
mekanisme tambahan yang dikonstribusikan oleh kenyataan bahwa medan

magnetic
eksternal
dari
pesawat
MRI
tidak
betul
betul
seragam ( homogen ) sehingga menghasilkan magnetisasi proton proton lokal
yang tidak homogen ( local inhomogeneity ). Local inhomogeneity meningkatkan
interksi spin spin dan mempercepat dephasing sehingga mempercepat
penurunan besarnya signal ( signal decay ) ke nilai nol. Hal ini berarti terdapat
adanya signal yang hilang ( loss of signal ). Waktu yang diperlukan proton proton
dari keadaan magnetisasi transversal berkurang hingga sekitar 37 % saja
merupakan nilai T2 yang sebenarnya. Kehilangan signal yang diakibatkan oleh
medan magnetic lokal yang tidak homogen tersebut, menutupi nolai T2 yang
sebenarnya. Nilai T2 yang diakibatkan oleh adanya medan magnetic yang tidak
homogen
diberi
symbol
T2*.
Nilai T1, T2 dan efek T2* terhadap nilai T2 yang sebenarnya dapat diperlihatkan
pada
kurva
berikut
:
Pada gambar ( A ) nilai T1 lebih cepat pada jaringan padat ( solid) dibandingkan
cairan ( liquid ). Gambar ( B ) menunjukan defenisi T2 dan gambar ( C )
menunjukan
efek
T2*
terhadap
nilai
T2
yang
sebenarnya.
Medan magnetic lokal yang tidak homogen mengakibatkan terjadinya gerakan
presesi proton proton yang tidak seragam ( acak ) sehingga menyebabkan
terjadinya saling interaksi diantara mereka dengan demikian tidak ada signal
yang terdeteksi sehingga seolah olah ada kehilangan signal ( loss of signal ).
Hadirnya T2* mempersepat signal menuju ke nol, oleh karena itu prosedur
pemeriksaan MRI salah satunya adalah mengurangi atau menghilangkan efek
T2*, sehingga diperileh nilai T2 yang sebenarnya. Jika nilai T2 besar maka signal
yang dihasilkan juga besar. Jadi proses deohasing diakibatkan oleh hasil interaksi
spin spin yang sebenarnya dan interaksi spin spin akibat medan magnet yang
tidak
homogen
(
T2*
).
Ringkasan
Prinsip
Dasar
Pemeriksaan
MRI
Secara ringkas dapat disimpulakan kejadian dan langkah langkah pemeriksaan
MRI
sebagai
berikut
:
1. Penderita sebelum dimasukan kedalam medan magnet pesawat MRI, proton
proton dalam tubuh tersusun secara acak, sehingga tidak ada jaringan
magnetisasi.
2. Penderita ditempatkan dalam medan magnet, terjadi magnetisasi proton
posisi parallel dan anti parallel serta melakukan gerakan presesi.
3. Pemberian gelombang radio ( RF ) proton menyerap energi dari gelombang
radio tersebut dan melakukan magnetisasi ke arah transversal ( Fase
Resonansi
).
4. Penghentian gelombang radio menyebabkan relaksasi ( kembali ke posisi awal
) dimana proton proton melepaskan energi berupa signal- signal elektromagnetik
(
Signal
MRI
).
5.
Signalsignal
diterima
oleh
sebuah
koil
antenna
penerima.
6. Selanjutnya signal- signal tersebut diubah menjadi pulsa listrik dan dikirim ke
sistem
komputer
untuk
diubah
menjadi
gambar.
Untuk memperoleh nilai T1 dan T2 yang tidak dipengaruhi oleh T2* dibutuhkan
rangkaian pulsa khusus ( special pulse sequence ) yaitu : Saturation Recovery,
Inversion
Recovery,
dan
Spin
Echo
Sequence.
SIGNIFIKASI
SIGNAL
MRI
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan signal MRI yaitu :
1.
Medan
Magnet
Utama

Seperti yang telah dijelaskan bahwa kekuatan medan magnet luar ( magnet
pesawat MRI ) mempengaruhi jumlah proton-proton bebas yang membentuk
jaringan magnetisasi ( Proton-proton parallel yang tidak memiliki pasangan anti
parallel ). Semakin besar kekuatan medan magnet utama maka semakin besar
pula jumlah proton-proton bebas yang membentuk jaringan magnetisasi
sehingga secara keseluruhan akan memberikan akumulasi signal yang semakin
besar
pula.
2.
Proton
Density
(
Chemical
Shift
dan
Dimensi
Jaringan
)
Jika materi yang diperiksa memiliki kandungan proton yang besar maka akan
semakin banyak pula proton-proton bebas yang akan membentuk jaringan
magnetisasi dihasilkan jika dibandingkan dengan materi yang memiliki
kandungan proton-proton lebih kecil pada kuat medan magnet yang sama. Pada
dasarnya kandungan proton ini dalam pemeriksaan MRI tergantung pada
kandungan ( kadar ) air yang merupakan salah satu material dari komposisi
kimia
penyusun
jaringan
yang
diperiksa.
3.
Waktu
Relaksasi
(
T1
dan
T2
)
Waktu relaksasi terdiri atas T1 dan T2. jika T1 lama maka diperoleh jumlah signal
yang semakin besar pula sebaliknya jika T2 lama diperoleh signal yang semakin
kecil.
Berikut ini tabel hubungan T1 dan T2 terhadap bermacam-macam jaringan tubuh
pada
medan
magnet
1
Tesla
:
T
I
S
S
U
E
T1
(
mill
second
)
T2
(mill
second
)
Fat
180
90
Liver
270
50
Renal
Cortex
360
70
White
Matter
390
90
Splien
480
80
Gray
Matter
390
100
Muscle
600
40
Renal
Medulla
680
140
Blood
800
180
Cerebro
Spinal
Fluid
2000
3000
Water
2500
2500
4.
Gerakan
Fisiologi
(
Flow
Phenomena
)
Diposkan oleh Sumarsono.Dipl.Rad, S.Si
Posted by Babeh Edi at 14:36 0 comments
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: FISIKA IMEJING - MRI

Sunday, 19 February 2012


Prinsip Fisika dalam Sistem MRI
Pengaruh Sinyal RF
Gerakan Precession di dalam Medan Magnet
Pergerakkan atom-atom dapat dianalogikan dengan pergerakkan gasing. Saat
gasing diputar dengan kecepatan yang tinggi, maka gasing tersebut tidak akan
jatuh, karena gerak rotasinya akan tetap menjaga pada setiap sisinya.
Deskripsi gerak gasing adalah sbb ,Sumbu rotasinya bergerak menyerupai

kerucut terhadap arah gravitasi.Pergerakkan ini disebut precession.


Gerak precession ini merupakan hasil interaksi antara momentum sudut yang
dihasilkan oleh massa yang berputar dan gaya akibat gaya gravitasi bumi. Sama
halnya dengan apa yang terjadi dengan nukleus, dimana nukleus yang
mempunyai momentum sudut intrinsik (seperti Hidrogen) ditempatkan pada
medan magnet eksternal, sehingga nukleus tersebut tidak hanya berputar pada
sumbunya saja, tetapi juga melakukan gerak precession karena medan
magnetnya.
Sedangkan pergerakan dari spin magnet adalah sbb :
Spin yang berada di dalam medan magnet akan bergerak menyerupai kerucut
terhadap arah medan penyebabnya. Gerakan ini disebut spin preccesion.
Kecepatan atau karakteristik (frekuensi) gerak putaran terhadap arah medan
tersebut merupakan hal yang paling penting di dalam MR. Hal tersebut sangat
bergantung pada :
- Jenis nukleus
- Kekuatan medan magnet yang diberikan
Makin kuat medan magnetnya, maka perputarannya akan semakin cepat juga.
Frekuensi precession disebut juga dengan frekuensi Larmor.
Jika membahas mengenai frekuensi, maka sama saja seperti membicarakan
jumlah rotasi dari satu periode gerakan.
Misalnya 3000 rpm merupakan sebuah frekuensi juga, yang berarti 50 putaran
per detik. Satuan dari "putaran per detik" adalah Hertz, sehingga 3000 rpm = 50
Hz.
Frekuensi Larmor akan membesar secara proporsional dengan medan magnet
. Persamaannya adalah sbb :
dimana = frekuensi precession
= rasio gyromagnetic dari nukleus
= besar medan magnet
Persamaan Larmor tersebut menunjukkan bahwa frekuensi precession dari
proton sangat bergantung pada kekuatan medan magnet.
Berikut ini adalah daftar frekuensi resonansi (frekuensi Larmor = frekuensi
precession) dari beberapa nukleus :
Nukleus Simbol Frekuensi per Tesla
Hydrogen H 42.6 MHz/T
Fluorine F 40.1 MHz/T
Phosphorus P 17.2 MHz/T
Sodium Na 11.3 MHz/T
Carbon C 10.7 MHz/T
Untuk sistem MR, spin akan melakukan gerak precession pada frekuensi radio,
yang berarti spin akan berosilasi sebanyak beberapa juta kali per detik.
Pada 1,0 T, frekuensi Larmor dari proton Hidrogen kira-kira sebesar 42 MHz dan
pada 1,5 T akan mencapai 63 MHz. Frekuensi osilasi dalam orde MegaHertz ini
termasuk dalam gelombang radio (AM atau FM).
Semua spin akan bergerak dengan frekuensi yang sama pada arah medan
magnet, di dalam orientasi yang masih acak.
Jika spin memiliki frekuensi yang sama, maka akan berorientasi fasa dan selama
itu juga, komponen transversalnya terhadap medan magnet (paralel pada bidang
x-y) akan saling meniadakan. Oleh karena itu, magnetisasi konstan M akan
berada di sepanjang sumbu z saja.
Salah satu cara untuk mengubah distribusi atom (baik spin atas maupun bawah),

fasanya, dan juga arahnya adalah dengan memberikan gelombang magnetik,


dimana gelombang radio yang digunakan adalah sinyal RF.
Sinyal RF akan mengganggu keadaan spin jika frekuensinya sama. Dengan kata
lain, sinyal RF tersebut harus beresonansi dengan gerakan spin. Arti resonansi
itu sendiri adalah frekuensi dari sinyal RF harus sama dengan frekuensi Larmor
dari spin (beresonansi).
ANALOGI GARPU TALA
Peristiwa kesamaan frekuensi RF dengan frekuensi Larmor dari spin (disebut
sebagai keadaan resonansi), dapat dijelaskan dengan analogi garpu tala sbb :
Saat suatu grapu tala digetarkan, maka akan mulai berosilasi dan menghasilkan
bunyi tertentu (gelombang akustik). Jika ada garpu tala kedua yang digetarkan
dengan frekuensi yang sama, maka osilasinya merupakan respon dari
gelombang akustik yang dikirimkan dari garpu tala pertama. Pada saat ini, kedua
garpu tala tersebut dinyatakan dalam keadaan resonansi.
ANALOGI KERANJANG BERPUTAR
Apa yang sebenarnya terjadi dengan magnetic resonance dapat dijelaskan
dengan suatu analogi keranjang berputar, dimana orang berperan sebagai sinyal
RF yang harus berada dalam keadaan resonansi dengan spin yang berputar
(keranjang).
Jika ada seseorang yang diharuskan untuk menaruh batu pada dua buah
keranjang yang berputar (seperti pada gambar), dan ia hanya menaruh batu
pada saat salah satu keranjang berada tepat di depannya (orang tersebut diam),
maka cara ini akan memakan waktu yang lama.
Cara yang paling efektif adalah dengan ikut berlari di sepanjang keliling putaran
keranjang tersebut dan menaruh batu tersebut pada keranjang-keranjang
tersebut (dengan kecepatan yang sama, beriringan dengan keranjang). Dengan
cara ini, maka ia dapat menaruh batu sebanyak-banyaknya ke dalam keranjang
itu.
Dengan berlari seperti itu, maka orang tersebut dikatakan "diam" relatif
terhadap keranjang dan kecepatan orang = kecepatan keranjang.
Sinyal-sinyal dan Sudut Flip Angle
Semakin besar energi yang berikan oleh sinyal RF, maka simpangan
magnetisasinya akan semakin besar juga. Sudut simpangan akhir ini disebut
dengan FLIP ANGLE (dinotasikan dengan ).
Sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi pada arah yang berlawanan
dengan sumbu z. Sedangkan sinyal fasa 90o akan menyebabkan magnetisasi
pada arah yang tepat dengan bidang x-y.
Setelah diberikan sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi dengan arah yang berlawanan
dengan sumbu z. Pada keadaan ini, spin berada pada keadaan yang tidak stabil,
sehingga spin tersebut akan kembali pada keadaan setimbangnya lagi. Karena
magnetisasi akibat sinyal fasa 180o ini memiliki orientasi vertikal (sumbu z),
maka sinyal fasa 180o menyebabkan magnetisasi longitudinal.
Sebelum diberikan sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 90(derajat) akan menyebabkan magnetisasi pada arah transversal,
bidang x-y. Selama masih ada sinyal RF, maka ada dua jenis medan yang akan
berpengaruh, yaitu : medan statis dan medan RF yang berputar (untuk selang
waktu yang pendek).

Cara Memperoleh Sinyal MR


Sama halnya dengan notasi vektor, dimana magnetisasi juga memiliki dua buah
komponen yang saling tegak lurus satu sama lain, yaitu :
MAGNETISASI LONGITUDINAL Mz yang merupakan vektor dengan arah sumbu z
(sepanjang medan magnet eksternal) dan MAGNETISASI TRANSVERSAL Mxy yang
merupakan komponen yang berotasi di sekitar medan (pada bidang x-y).
Magnetisasi transversal merupakan jumlah dari vektor spin yang berotasi pada
bidang x-y, yang menyamai frekuensi Larmor.
FID
Magnetisasi transversal berperan sebagai magnet yang berotasi, sehingga dapat
memasukkan coil ke dalamnya dan menginduksikan tegangan. Sinyal itulah yang
disebut dengan sinyal MR. Semakin kuat magnetisasi transversalnya, maka
semakin kuat sinyal MRnya, tetapi akan menghilang dengan cepat juga.
Oleh karena itu, pada akhir dari sinyal RF ini, sinyal MR tersebut disebut dengan
Free Induction Decay (FID).
Tentang Relaksasi Spin dan Echo
Magnetisasi longitudinal akan menjadi nol setelah sinyal 90o dan berotasi
sebagaimana magnetisasi transversal pada bidang x-y. Seperti telah dijelaskan di
atas bahwa magnetisasi transversal akan segera menyusut dalam waktu yang
singkat dan sinyal MR akan segera berhenti juga. Setelah sinyal 90o, magnetisasi
longitudinal akan kembali ke keadaan semula (keadaan setimbang), seolah-olah
tidak terjadi apa-apa. Proses tersebut disebut relaksasi.
Proses tersebut melibatkan sejumlah energi yang dipindahkan oleh proton yang
tereksitasi, yang merupakan sifat dari suatu jaringan. Ada dua buah waktu
relaksasi di dalam sistem MR, yaitu T1 dan T2, yang saling bebas satu sama lain
dan merupakan sifat intrinsik dari setiap jaringan yang berbeda. Di dalam MRI,
mekanisme utama dalam menentukan kontras pada sebuah citra adalah
perbedaan dari waktu T1 dan T2 tersebut.
Magnetisasi longitudinal dan transversal
Magnetisasi transversal Mxy akan menyusut dengan lebih cepat daripada waktu
yang dibutuhkan untuk pulihnya magnetisasi longitudinal Mz, dimana proses
tersebut berlangsung secara eksponensial.
Suatu waktu tertentu (T1) dibutuhkan untuk memulihkan magnetisasi
longitudinal dan magnetisasi transversal menyusut dalam waktu yang lebih
cepat (T2).
Ada suatu analogi yang menarik untuk menjelaskan T1 dan T2, yaitu analogi
jatuhnya kotak.
ANALOGI JATUHNYA KOTAK
Jika ada sebuah pesawat yang menjatuhkan sebuah kotak dari suatu ketinggian
tertentu, maka kotak tersebut akan jatuh ke tanah dengan kecepatan yang
meningkat karena gaya gravitasi. Pada kotak tersebut ada dua buah komponen
yang bekerja, yaitu gaya gravitasi (sebagai T1) dan energi kinetik (dalam arah
terbang, sebagai T2). Pergerakan kotak merupakan superposisi dari dua gerakan,
kotak jatuh ke tanah tapi masih memiliki arah yang sama dengan arah
penerbangan.
Secara mudahnya, relaksasi merupakan suatu keadaan dari sistem yang kembali
dari keadaan tidak setimbang kepada keadaannya yang setimbang. Saat
mendekati kesetimbangannya, prosesnya akan melambat sampai mencapai
keadaan saturasi (saat sistem semakin dekat ke keadaan setimbang, maka
relaksasi akan semakin lemah).

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa saat magnetisasi longitudinal mulai


pulih, magnetisasi transversal mulai menyusut, dimana proses magnetisasi
transversal berjalan dengan lebih cepat (T2) daripada pemulihan magnetisasi
longitudinal (T1).
Relaksasi Magnetisasi Longitudinal (T1)
Proses pemulihan magnetisasi longitudinal merupakan proses yang berifat
eksponensial, yang dinamakan RELAKSASI LONGITUDINAL dan konstanta
waktunya adalah T1.
Setelah T1, magnetisasi longitudinal Mz telah pulih sebesar 63 % dari nilai
akhirnya dan setelah 5T1, maka proses tersebut sudah sempurna. Konstanta T1
tersebut berbeda-beda untuk setiap jaringan, sehingga bersifat tissue-specific.
Jenis jaringan dalam tubuh yang berbeda menunjukkan waktu relaksasi yang
berbeda juga. Walaupun begitu, hal tersebut merupakan faktor utama untuk
mendapatkan kontras dari citra yang diperoleh dengan sistem MR. Perbedaan
tersebut terjadi karena energi RF yang terstimulasi akan menghilang kembali
akibat interaksi dengan kisi-kisi (lattice).
. Konstanta T1 beberapa jenis jaringan
Relaksasi spin-lattice
Proton-proton akan mengubah status spinnya pada saat beresonansi. Proton
akan merasakan medan lokal secara kontinu dan fluktuasinya disebabkan oleh
pergerakan molekular. Fluktuasi medan magnet ini seolah-olah dilapisi oleh
medan eksternal. Efek terkuat yang dirasakan merupakan akibat dari fluktuasi
medan magnet yang bersesuaian dengan frekuensi Larmor dan berosilasi secara
transversal terhadap medan magnet utama. Perilaku proton tersebut seperti
sinyal RF yang kecil dan menyebabkan pembalikkan spin.
Lingkungan tempat proton berada seringkali terdiri dari molekul yang besar
(lemak) dan makro-molekul (protein). Proton Hidrogen yang berada di dalam
molekul lemak yang bergerak relatif lambat (terletak dalam kisi yang tebal)
sebagaimana proton yang membatasi protein merasakan fluktuasi medan lokal
yang kuat, sehingga dengan cepat mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang
menjelaskan konstanta T1 jaringan lemak yang relatif singkat.
Lain halnya jika berada di dalam cairan, dimana mobilitas molekularnya lebih
cepat daripada fluktuasi medannya. Resonansi dengan medan magnet yang
berosilasi jarang terjadi dan semakin lemah, sehingga proton tidak segera
mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa air murni
dan CSF (cerebrospinal fluid) memiliki konstanta T1 yang besar (waktunya lebih
lama).
Lingkungan dari suatu proton sering disebut sebagai kisi-kisi (lattice). Karena
pasangan spin menghasilkan energi kepada kisi-kisi selama proses relaksasi
longitudinal, maka proses T1 dinamakan juga dengan relaksasi spin-lattice.
Proses ini terjadi setelah interferensi dari sinyal RF dan sesaat setelah proses
pembentukkan kembali magnetisasi longitudinal (setelah pasien dimasukkan ke
dalam medan magnet).
Karena jenis jaringan tubuh yang berbeda akan memberikan waktu relaksasi T1
yang berbeda juga, maka hal ini dapat digunakan untuk menyebabkan kontras
pada citra MR, misalnya jaringan yang terkena penyakit akan menunjukkan
konsentrasi air yang berbeda dengan daerah di sekitarnya (adanya perbedaan
konstanta relaksasi).
Pada gambar di samping, terlihat bahwa dengan kontras T1, CSF akan terlihat
sebagai bagian yang hitam pada citra sistem MR.
Perhatikan antara hitam yang dihasilkan oleh CSF, warna keabu-abuan sampai

warna putih.
Citra TR yang panjang. Terlihat adanya kehilangan kontras pada komposisi warna
hitam ,abu-abu, dan putih.
Penyusutan Magnetisasi Transversal (T2)
Setelah sinyal 90o, selanjutnya magnetisasi transversal yang berotasi akan
menghasilkan sinyal MR. Sinyal ini (FID) akan menghilang dengan cepat.
Segera setelah diberikan sinyal RF, spin berada dalam keadaan phase-coherent,
dimana seolah-olah berperan sebagai magnet yang besar, yang berotasi dalam
bidang x-y.
Bagaimanapun, spin yang berotasi tersebut akan kehilangan sifat koherennya
karena interaksi antar molekul, yang nantinya akan menyebabkan penyusutan
magnetisasi transversal.
Untuk lebih memahami tentang pencitraan MR, maka ada yang dinamakan
dengan spins dephase, yaitu keadaan dimana magnetisasi rotasi transversal
akan kembali kepada spin individunya dan akan mulai menyusut. Hal inilah yang
disebut dengan Relaksasi Transversal, dengan konstanta waktunya adalah T2.
Setelah T2, koherensi fasa dari spin akan berkurang sampai 37 %. Setelah 2T2,
maka akan berkurang sampai 14 % dan setelah 5T2, koherensi fasanya akan
segera menghilang.
Proses di atas dapat dijelaskan dengan analogi pelari, yaitu :
Pada awal lomba, semua pelari berbaris pada garis awal. Selama pertandingan,
pelari-pelari ini akan menyebar karena mereka berlari pada kecepatan yang
berbeda. Dalam hal ini terlihat bahwa, keadaan tersebut menunjukkan tidak
adanya suatu koherensi selama pertandingan.
Berikut ini adalah tabel T2 dari beberapa jenis jaringan (T2 juga bersifat tissuespecific) :
Pada penjelasan terdahulu, diketahui bahwa proses yang menentukan
peningkatan magnetisasi longitudinal, akan menentukan penurunan dari
magnetisasi transversal (analogi jatuhnya kotak). Selain itu, ada suatu proses
tambahan yang disebut dengan interaksi spin-spin. Walaupun proses tersebut
tidak menjadi satu-satunya sumber dari relaksasi transversal, tetapi komponen
relaksasi spin-spin harus tetap ada.
Medan magnet yang berfluktuasi mendekati frekuensi Larmor akan menentukan
perubahan keadaan spin dari proton-proton. Hal inilah yang menyebabkan
relaksasi longitudinal, tetapi juga akan berpengaruh pada komponen
transversalnya, yaitu kapan saja terjadi perubahan keadaan spin, fasanya juga
akan berubah.
Perubahan keadaan spin juga mengubah sedikit medan lokal. Komponen z dari
spin tersebut sekarang akan menunjuk pada arah yang berlawanan. Protonproton yang berdekatan akan merasakan perubahan medan magnet pada arah z,
sebesar 1mT.
Saat medan magnet statis menunjukkan perubahan secara lokal, maka frekuensi
precession pada daerah tersebut juga akan berbeda. Oleh karena itu, perbedaan
frekuensi precession dari spin yang terstimulasi adalah sekitar 40 KHz di sekitar
frekuensi Larmor.
Karena perbedaan frekuensi yang kecil tersebut, maka spin magnet yang
berputar tidak ada lagi, seperti halnya para pelari yang bergerak dengan
kecepatan yang berbeda.
Relaksasi transversal merupakan hasil dari interaksi kompleks dan sulit untuk
digambarkan sebagai kurva eksponensial sederhana.
Karena setiap jenis jaringan menunjukkan relaksasi T2 yang berbeda, maka

perbedaan-perbedaan tersebut digunakan untuk memberikan kontras pada citra


MR.
Spin Echo (T2*)
Setelah pemberian sinyal RF pada proton-proton, maka proton-proton tersebut
akan memberikan respon, yaitu yang disebut dengan spin echo. Saat sinyal MR
tersebut menyusut (begitu juga dengan magnetisasi transversal), maka spin
echo akan muncul, bersamaan dengan sinyal MR "pantulan"nya.
Penyusutan FID yang Sebenarnya.
Sebenarnya, penyusutan sinyal MR (FID) diharapkan terjadi bersamaan dengan
konstanta T2. Tetapi walaupun begitu, penyusutan FID terjadi dengan lebih
cepat, yaitu dengan waktu efektif yang lebih pendek T2*.
Medan magnet yang dirasakan oleh spin ternyata tidak sama di setiap posisi,
sehingga masih bersifat inhomogen. Adanya variasi medan lokal tersebut
disebabkan karena karakteristik tubuh pasien dan juga sifat inhomogentias dari
magnet itu sendiri.
Penjelasan di atas dapat diperjelas dengan deskripsi singkat tentang pelari,
dimana pada suatu waktu, para pelari yang telah menyebar (dalam posisi yang
berbeda-beda) tersebut diminta untuk berbalik arah sebesar 180o (kembali ke
garis awal).
Seorang pelari yang berada pada posisi terdepan saat lomba masih berjalan,
akan menjadi pelari dengan posisi yang paling terakhir saat diminta berbalik
arah.
Saat lomba awal, maka terlihat bahwa posisi pelari telah menyebar. Akan tetapi,
saat diminta berbalik arah, maka para pelari tersebut akan kembali sejajar di
garis awal (kembali seperti semula). Peristiwa dimana fasa proton kembali
bersifat koheren, yang dianalogikan dengan para pelari berada di garis awal,
disebut dengan echo.
Efek yang ditimbulkan oleh sinyal fasa 180o adalah spin kembali memiliki fasa
yang sama dan dihasilkan sinyal MR baru, yaitu spin echo. Sinyal fasa 180o
diberikan setelah sinyal fasa 90o dengan selang waktu . Sinyal spin echo ini
akan membesar dan mencapai nilai maksimum setelah 2. Selang waktu
tersebut disebut dengan echo time (dinotasikan dengan TE). Setelah selang
waktu ini, spin echo akan segera mengecil.
Saat beberapa sinyal fasa 180o diberikan secara berurutan, maka beberapa spin
echo akan dihasilkan oleh multi-echo sequence. Amplitudo dari echo ini lebih
kecil dari amplitudo sinyal FID. Semakin besar echo timenya, maka echonya akan
semakin kecil. Hal ini dapat diulang sampai hilangnya magnetisasi transversal,
melalui relaksasi T2.
Karena FID akan segera menyusut setelah sinyal fasa 90o, maka akan sangat
sulit untuk mengukur kekuatan / intensitasnya. Oleh karena itu, sinyal echo lebih
dipilih untuk proses pencitraan.
Gradient Echo
Pencitraan MR menggunakan dua buah metode, yaitu spin echo (yang telah
dijelaskan di atas) dan gradient echo.
Mengubah Medan Magnet
Medan magnet akan coba diubah segera setelah sinyal RF. Perubahan ini
menyebabkan medannya akan mengecil pada satu arah dan membesar pada
arah yang lain. Hal inilah yang disebut dengan gradient. Medan B0 hanya ada
pada satu lokasi saja, sebelum dan setelah lokasi ini, kekuatan medannya bisa
menjadi lebih rendah atau lebih tinggi. Dari persamaan Larmor, diketahui bahwa
frekuensi precession berbanding lurus dengan kekuatan medan magnetnya. Oleh

karena itu, sekarang spin berotasi dengan kecepatan yang berbeda karena
perubahan medan.
Dalam teknologi MR ini, gradient diartikan sebagai perubahan medan magnet
pada arah tertentu (meningkat atau berkurang secara linier).
Setelah sinyal RF diberikan, sinyal gradient (-) akan melakukan proses dephase
pada frekuensi spin. Karena masih berputar dengan kecepatan yang berbeda,
spin akan kehilangan fasanya dengan lebih cepat. FID akan berkurang dengan
lebih cepat daripada di kondisi normal.
Dengan membalikkan polaritas dari gradient (+), spinnya masih berada dalam
keadaan dephased. Sinyal echo diukur selama proses rephasing dari FID dan
karena echo tersebut dihasilkan oleh gradient, maka disebut gradient echo.
Sinyal fasa 180o diabaikan dalam teknologi gradient echo ini, sehingga
mekanisme dephasing statis T2* tidak dihapuskan, sebagaimana yang terjadi
pada metode spin echo. Komponen echo time untuk gradient echo ini harus
menempati alokasi waktu T2*. Oleh karena itu, metode gradient echo akan lebih
cepat daripada metode spin echo.
Memperkecil Flip Angle
Untuk menghasilkan gradient echo, komponen flip angle yang digunakan untuk
menstimulasi sinyal RF biasanya lebih kecil dari 90o. Keuntungan dari metode ini
adalah sinyal yang lebih kuat dan waktu pengukuran yang lebih singkat.
Citra yang Dihasilkan dari Irisan-irisan
Dasar untuk citra MR adalah melalui proses spasial allocation dari sinyal-sinyal
MR individu yang menunjukkan struktur anatomis. Kemudian spin dari atomatom tersebut akan memberikan frekuensi precession yang berbeda pada posisi
yang berbeda juga. Resonansi magnetik akan dibedakan secara spasial.
Dalam pencitraan medis, dibutuhkan citra irisan-irisan dari tubuh manusia pada
posisi yang spesifik, yaitu dengan metode switching gradient.
Cara untuk Menghasilkan Gradient
Medan magnet dihasilkan segera saat arus listrik mengalir di sepanjang
konduktor sirkular atau sebuah lilitan. Saat arah rambat arus listrik dibalik, maka
arah dari medan magnetnya pun akan berubah juga.
Dengan MR, bagian gradient coil dioperasikan secara berpasangan dalam arah x,
y, dan z pada :
Besar arus yang sama
Polaritas yang berlawanan.
Satu lilitan akan meningkatkan medan magnet statis, sedangkan lilitan yang
berlawanan akan menguranginya. Hal ini berarti medan magnet B0 akan
berubah secara proporsional.
Pengaruh Gradient
Di dalam medan magnet normal, kekuatannya akan sama dimanapun posisinya
(B0). Oleh karena itu, spin proton akan menunjukkan frekuensi spin (0) yang
proporsional dengan kekuatan medan magnetnya. Hasilnya, resonansi
magnetiknya akan sama di semua posisi.
Dengan menggunakan gradient, medan magnet menunjukkan peningkatan yang
linier. Gerak precession dari spin akan bervariasi pada arah ini. Pada arah yang
satu akan berputar dengan lebih lambat, sedangkan pada arah yang lain akan
berputar dengan lebih cepat. Dapat disimpulkan bahwa proton-proton tersebut
menunjukkan frekuensi resonansi yang berbeda.
Cara Menentukan Posisi Irisan
Jika dipilih irisan pada bidang x-y, maka irisan tersebut akan vertikal pada sumbu
z. Misalkan ada seorang pasien yang sedang telentang pada arah sumbu z di

dalam magnet, maka irisan yang didapat adalah irisan transversal.


Untuk pemilihan irisan, gradient diubah pada arah z terhadap sinyal RF secara
serempak. Gradient ini disebut slice-selection gradient (Gs).
Sekarang, medan magnet memiliki besar B0 pada satu lokasi saja, yaitu z0. Saat
sinyal RF berfrekuensi hanya pada satu frekuensi (0), maka akan
mengharuskan spin untuk berada pada lokasi resonansi z0. Posisi tersebut
dinamakan slice position.
Akan tetapi, proses ini tidak cukup hanya sampai di sini karena yang didapat
hanyalah irisan tanpa ketebalan. Irisan tersebut hanya setipis kertas dan
sinyalnya akan terlalu lemah, karena hanya sedikit proton yang terstimulasi pada
daerah tipis ini. Kebutuhan akan resolusi tertentu pada arah z disebut dengan
slice thickness.
Sinyal RF penstimulasi memiliki bandwidth tertentu di sekitar frekuensi
tengahnya, (0) dan dapat menstimulasi daerah yang diinginkan dari ketebalan
irisan (z0).
Ketebalan irisan dapat diubah dengan menjaga bandwidth sinyal RF agar tetap
konstan pada saat mengubah kemiringan gradient. Gradient yang lebih curam
(a) akan menghasilkan irisan yang lebih tipis (za) dan irisan yang lebih landai
(b) akan menghasilkan irisan yang lebih tebal.
Suatu irisan merupakan daerah resonansi spin yang terdefinisi. Di luar irisan
tersebut, spin tidak akan terpengaruh oleh sinyal RF. Magnetisasi transversal
(dan juga sinyal MR) hanya dihasilkan di dalam irisan.
Keunggulan Teknologi Gradient
Metode menggunakan gradient ini memungkinkan kita untuk memposisikan
bidang irisan pada beberapa pencitraan MR.
Sistem MR memiliki tiga pasang gradient coil di sepanjang sumbu x, y, dan z.
Untuk irisan sagittal, harus menggunakan gradient-x dan untuk irisan coronal,
harus menggunakan gradient-y. Untuk mendapatkan irisan yang miring, maka
beberapa gradient harus digunakan secara serempak. Hasilnya akan saling
bertumpukan. Sebuah irisan miring tunggal dihasilkan oleh dua buah gradient
(misalkan gradient dalam arah y dan z) dan untuk mendapatkan irisan miring
ganda, maka digunakan ketiga gradient secara serempak.
Rekonstruksi Citra dari Irisan-irisan
Penjelasan Pixel dan Voxel
Citra dari suatu irisan tidak dihasilkan secara langsung melalui prosedur
pengukuran. Pertama-tama, setelah sinyal MR diterima maka akan dihasilkan
data mentah (raw data) terlebih dahulu. Kemudian data-data tersebut akan
melalui proses komputasi untuk menghasilkan citra yang diinginkan.
Citra MR terdiri dari banyak elemen citra, yang disebut dengan pixel (picture
element). Konfigurasi ini disebut image matrix. Setiap pixel dalam image matrix
memiliki derajat keabu-abuan. Secara keseluruhan, nilai keabu-abuan tersebut
akan membentuk suatu komposisi citra.
Komponen pixel dalam sebuah citra akan menunjukkan komponen voxel dalam
sebuah irisan. Semakin banyak pixel dalam suatu citra, maka informasi yang
berkaitan dengan citra tersebut akan semakin banyak dan citra yang dihasilkan
akan semakin tajam dan detail (memiliki resolusi yang lebih tinggi).
Besarnya sinyal-sinyal tersebut dapat dibagi-bagi sbb : selama proses
pengukuran echo, gradient diarahkan pada arah x. Pasangan spin dari voxel
individual akan melakukan gerak precession di sepanjang sumbu x pada
frekuensi yang terus membesar, yang disebut frekuensi encoding. Sedangkan
gradient yang berhubungan dengan proses tersebut disebut Frequency-Encoding

Gradient (GF). Bagian echo yang dimaksud merupakan kombinasi sinyal dari spin
yang tereksitasi di sepanjang sumbu x. Pada resolusi 256 voxel, echo terdiri dari
256 frekuensi.
Metode Transformasi Fourier dapat membantu untuk menentukan kontribusi
sinyal dari setiap komponen frekuensi. Setiap sinyal individu yang didapat akan
menentukan derajat keabu-abuan dari pixel yang dialokasikan.
Dua voxel yang berbeda dapat memiliki frekuensi yang sama dan karenanya,
tidak dapat didiferensiasi.
Pada selang waktu di antara sinyal RF dan echo, gradient akan diposisikan pada
arah y. Sebagai hasilnya, spin akan melakukan precession pada kecepatan yang
berbeda dalam waktu yang singkat. Setelah gradient dimatikan, pergeseran fasa
spin di sepanjang sumbu y akan berbeda yang tetap bersifat proporsional
terhadap lokasi masing-masing. Proses ini dinamakan phase encoding dan
komponen gradient yang berkaitan disebut dengan phase-encoding gradient
(Gp).
Untuk memfilter pergeseran-pergeseran fasa tersebut, maka digunakan proses
Transformasi Fourier. Selain itu, untuk mendapatkan matriks sebanyak 256 baris,
maka dibutuhkan sinyal MR sebanyak 256 dengan proses phase encoding untuk
256 lokasi yang berbeda. Hal ini berarti 256 langkah proses phase encoding dan
menyebabkan urutan sinyal-sinyal tersebut harus diulang sebanyak 256 kali
untuk membentuk matriks 256 x 256.
Setelah itu, matriks tersebut dinamakan Raw Data Matrix, yang juga dikenal
dengan k-Space.
Antara Raw Data dan Data Citra
Bagian Center Raw Data akan menentukan struktur yang kasar dan kontras citra.
Sedangkan komponen Raw Data di sepanjang perbatasan akan memberikan
informasi tentang batasan-batasan yang ada, transisi pada tepi, dan kontur citra.
Pada suatu waktu tertentu, data-data tertentu akan menampilkan struktur yang
lebih bagus dan pada proses analisis akhir, akan menentukan resolusi citra.
Bagian ini hampir tidak berisi informasi apapun tentang kontras jaringan.
Urutan Sinyal
Urutan spin echo terdiri dari sinyal fasa 90o, yang diikuti dengan sinyal fasa 180o
yang menghasilkan spin echo pada konstanta TE (Echo Time). Urutan pulsa
tersebut diulang berdasarkan konstanta TR (Repetition Time) selama komponen
k-space diisi dengan echo. Jumlah tahapan proses phase-encoding (yang
merupakan baris dari raw data) berhubungan dengan jumlah pengulangan
tersebut. Waktu scanning akan ditentukan oleh derajat yang besar dari resolusi
gambar dalam arah proses phase-encoding.
Dengan NP = jumlah tahap proses phase-encoding.
Pemilihan Irisan
Slice-selection gradient GS dinyalakan segera setelah sinyal fasa 90o, yaitu saat
gambar balok ada di bagian atas, untuk memilih irisan yang diinginkan.
Gradient akan menyebabkan fasa spin dalam keadaan dephase, pada sepanjang
ketebalan irisan. Oleh karena itu, keadaan ini harus dikompensasi dengan
gradient dari polaritas yang berlawanan dan setengah durasi (proses rephase
dari gradient). Hal inilah yang menimbulkan adanya gambar balok dibagian
bawah dari GS.
Selama sinyal fasa 180o, GS akan dinyalakan lagi sehingga sinyal tersebut hanya
mempengaruhi spin dari irisan yang terstimulasi sebelumnya.
Phase-encoding
Phase-encoding gradient GP akan dinyalakan sementara di antara pemilihan

irisan dan spin echo. GP akan menumpukkan fasa yang berbeda pada spin.
Untuk matriks yang terdiri dari 256 baris dan 256 kolom, proses penyalaan
gradient (switching) dari urutan spin echo akan diulang sebanyak 256x dengan
parameter TR dan GP yang meningkat secara bertahap.
Tahap proses phase-encoding dalam grafik sinyal sering digambarkan dengan
garis horisontal yang banyak dalam bagian balok GP, yang menggambarkan
amplitudo tahapan gradient yang berbeda, baik positif maupun negatif.
Frequency-encoding
Selama proses spin echo, frequency-encoding gradient GF akan dipengaruhi
juga. Karena spin echo dibaca pada saat tersebut, gradient ini disebut juga
readout gradient.
Jika tidak ada hal lain yang diberikan selain readout gradient, maka gerakan
precession dari spin pada arah frequency-encoding akan mulai berubah menjadi
keadaan dephase. Selama parameter TE, spin akan berada dalam keadaan
dephase sepenuhnya, tidak memberikan spin echo. Hal ini dapat diatasi engan
memberikan gradient tambahan.
Berkaitan dengan proses pembacaan, spin dalam keadaan dephase karena
gradient dengan polaritas yang berbeda dan setengah durasi dari readout
gradient (dephasing gradient). Hal ini menyebabkan readout gradient akan
mengembalikan fasa spin, sehingga spin yang berada di tengah-tengah interval
pembacaan akan sefasa lagi pada waktu terjadinya spin echo maksimum.
Seperti misalnya, readout gradient diberikan sebelum sinyal fasa 180o, sehingga
gradient memiliki fasa yang sama seperti readout gradient. Hal ini dikarenakan
sinyal fasa 180o akan membalikkan fasa spin.
Biasanya TE selalu lebih singkat daripada TR. Selama interval waktu antara
proses pembacaan echo terakhir dan sinyal RF selanjutnya, dapat dihasilkan
beberapa irisan tambahan (misalnya z1 sampai z4), yang disebut dengan
multislice sequence.
Metode ini akan memberikan irisan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan suatu
daerah tertentu.
Urutan yang lebih cepat, seperti misalnya urutan gradient echo, akan
memberikan suatu keuntungan, yaitu dapat menghasilkan sekumpulan data 3D
karena waktu pengulangan yang singkat. Kumpulan data 3D tersebut digunakan
untuk merekonstruksi tampilan 3 dimensi.
Posisi fasa yang berbeda dapat ditempatkan pada lokasi yang kosong. Hal inilah
yang mendasari proses phase-encoding. Saat phase-encoding gradient seolaholah akan ditumpukkan pada arah pilihan irisan (arah z, seperti pada contoh),
maka yang dibicarakan adalah pencitraan 3D.
Melalui proses phase-encoding tambahan yang tegak lurus terhadap bidang
citra, seperti citra-citra yang bersebelahan, maka akan didapat informasi tentang
volume spasial (SLAB), dimana bidang volume tersebut dinamakan PARTISI.
Dari kumpulan data yang dihasilkan selama pengukuran 3D, perangkat lunak
POST-PROCESSING dapat menghasilkan tampilan secara spasial.
Kontras Spin Echo
Dalam pencitraan MR, ada tiga buah jenis kontras yang sangat penting, yaitu
kontras T1, kontras T2, dan kontras densitas proton. Jenis jaringan tubuh yang
berbeda akan memberi magnetisasi transversal yang berbeda juga. Tempat
dimana sinyalnya kuat, maka citranya akan menunjukkan pixel yang lebih
terang, sedangkan sinyal yang lebih lemah akan menghasilkan pixel yang lebih
gelap.
Jika jumlah proton yang berkontribusi dalam magnetisasi makin banyak, maka

sinyalnya akan semakin kuat. Walaupun begitu, hal terpenting untuk diagnostik
medis adalah efek yang ditimbulkan dari konstanta relaksasi T1 dan T2 pada
kontras suatu citra.
Parameter TE dan TR
Jika mengingat kembali tentang urutan spin echo, maka prosesnya adalah sbb :
sebuah sinyal fasa 180o diberikan pada selang waktu setelah sinyal fasa 90o
dan menghasilkan spin echo setelah Echo Time TE = 2.
Urutan sinyal ini, fasa 90o dan fasa 180o harus diulang hingga memenuhi semua
tahap proses phase-encoding dari scan matrix (misalnya 256 kali). Waktu
interval antara pengulangan-pengulangan tersebut disebut dengan Repetition
Time TR.
Konstanta TE dan TR merupakan parameter yang terpenting untuk
mengendalikan kontras dari urutan spin echo.
Kontras Densitas Proton
Gambar di samping menampilkan tiga buah jenis jaringan tubuh yang berbeda
(1, 2, dan 3) dengan waktu relaksasi yang berbeda juga.
Relaksasi longitudinal akan dimulai segera setelah sinyal fasa 90o. Magnetisasi
longitudinal MZ dari tiga buah jaringan tubuh yang berbeda akan pulih pada
kecepatan yang berbeda. Nilai maksimumnya berhubungan dengan "densitas
proton", yaitu jumlah proton Hidrogen per unit volume.
Dengan diberikannya kembali sinyal fasa 90o setelah TR, maka magnetisasi
longitudinal aktual akan berubah menjadi magnetisasi transversal MXY dan
menghasilkan sinyal dengan kekuatan yang berbeda.
Jika TR dipilih cukup panjang, maka perbedaan sinyal dalam jaringan setelah
sinyal fasa 90o yang diulang hanya akan bergantung pada densitas proton di
dalam jaringan, karena relaksasi longitudinal yang hampir selesai. Echo harus
dihasilkan segera setelah sinyal fasa 90o yang diulang, dengan TE yang lebih
singkat, sehingga didapat citra proton density-weighted (PD yang singkat). Pada
kenyataannya, TR dari urutan spin echo biasanya lebih lama dari 2-3 detik. Hal
ini juga berarti jenis jaringan tubuh dengan konstanta T1 yang lebih lama,
misalnya CSF, yang tidak segera pulih setelah periode waktunya.
Kontras T2
Kurva sinyal akan menurun karena relaksasi T2 dan mulai berpotongan. Kontras
densitas proton akan hilang. Pada TE yang lebih lama, kurva akan mulai
menyimpang dan kontras dikendalikan oleh relaksasi T2, sehingga diperoleh citra
T2-weighted. Kekuatan sinyal dari spin echo akan bergantung pada penyusutan
T2.
Di samping merupakan perbandingan citra yang menunjukkan kontras T2
dengan TE yang semakin lama akan semakin lama.
Pada keadaan tersebut, densitas proton tidak lagi mempengaruhi kontras.
Kontras T2 hanya bergantung pada komponen TE yang dipilih. T2 yang optimal
dari suatu citra T2-weighted merupakan nilai rata-rata konstanta T2 dari citra
jaringan yang akan ditampilkan (ada di antara 80 dan 100 ms).
Jika TE terlalu lama (citra yang terakhir), magnetisasi transversal telah menyusut
sampai pada suatu tingkat dimana sinyal-sinyal dari beberapa jenis jaringan
akan menghilang di dalam derau (noise) sinyal yang tidak dapat dihindarkan.
Kontras T1
Jika dipilih TR yang singkat sehingga relaksasi T1 belum selesai, maka sinyalnya
akan menjadi lebih lemah dan kontrasnya akan berkurang seiring TE yang
semakin meningkat. Oleh karena itu, harus dipilih TE yang sesingkat mungkin.
TR yang singkat akan menghilangkan efek dari densitas proton, TE yang singkat

akan menghilangkan efek dari relaksasi T2. Perbedaan kekuatan sinyalnya


sebagian besar bergantung pada magnetisasi longitudinal sebelumnya, yaitu
yang berasal relaksasi T1 jaringan tertentu, sehingga diperoleh citra T1weighted.
. Dengan TE yang lebih panjang, baik kontras T1 maupun sinyal yang terukur,
masing-masing akan dikurangi. Kombinasi waktu pengulangan yang singkat dan
TE yang lama sangat tidak sesuai.
Jenis jaringan yang normal hanya memiliki sedikit perbedaan dari densitas
protonnya, di samping relaksasi T1 yang berbeda. Oleh karena itu, pencitraan
T1-weighted akan sangat sesuai untuk tampilan anatomi tubuh.
Mengukur Multiple Echo
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence.
Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan
sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari
data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa
pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang
sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka
didapat citra densitas proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran
tunggal.
Jadi dengan mengambil beberapa nilai parameter yang berbeda, maka akan
didapat citra-citra sbb :
Kontras T1 (TR dan TE singkat)
Kontras T2 (TR danTE yang lama)
Kontras densitas proton (TR lama, TE singkat)
Dengan pencitraan spin echo, efek akibat T1 dan T2 berbanding terbalik, yaitu :
jaringan dengan T1 yang lebih lama akan berwarna lebih gelap dalam citra T1weighted dan jaringan dengan T2 yang lebih lama akan tampak lebih terang.
Kontras Menggunakan Pemulihan Inversi (IIR)
Urutan pemulihan inversi merupakan urutan spin echo dengan didahului oleh
sinyal fasa 180o. Dalam teknologi MR, sinyal-sinyal persiapan akan mendahului
urutan yang sebenarnya dan di sini akan dibicarakan bagaimana cara
memanipulasi kontras citra tersebut.
Pemulihan inversi
Pertama Proses Inversi Dahulu, kemudian Proses Pemulihan.
Urutan pemulihan Inversi (Inversion Recovery Sequence, IIR) menggunakan
sinyal fasa 180o 90o 180o. Pertama-tama, magnetisasi longitudinal dibalik
oleh sinyal persiapan fasa 180o pada arah yang berlawanan. Magnetisasi
transversal akan nol dan sinyal MR tidak akan diterima.
Interval di antara sinyal fasa 180o dan sinyal stimulasi fasa 90o diketahui
sebagai Inversion Time TI. Selama periode tersebut, magnetisasi longitudinal
akan pulih.
Sinyal stimulasi fasa 90o akan mengubah magnetisasi longitudinal aktual
menjadi magnetisasi transversal.
Kontras T1 yang Kuat
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence.
Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan
sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari
data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa

pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang


sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka
didapat citra kepadatan proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran
tunggal. Saat urutan spin echo memberikan kontras T2 yang baik, maka IIR
digunakan untuk mendapatkan kontras T1 yang lebih tinggi.
Sebagaimana magnetisasi longitudinal memulihkan nilai negatifnya dengan
proses inversi, magnetisasi dari jenis jaringan yang berbeda akan mencapai nilai
nol pada waktu yang berbeda. Proses inversi magnetisasi ini memberikan
dispersi yang lebih baik dari kurva T1 menjadi kontras T1 yang lebih baik juga.
Dengan memilih TI yang sesuai, maka kontras akan semakin baik.
Kerugiannya adalah waktu pengukuran yang lebih lama. Dengan bergantung
pada T1, irisan yang diukur lebih sedikit dibandingkan dengan metode T1weighted spin echo.
Karena TI telah dipilih, jaringan yang lebih cepat relaks (a) telah melewati titik
perpotongan nol, sedangkan jaringan relaksasi yang lebih lambat (b) belum
melewatinya. Akan sangat membingungkan jika hanya magnitudo sinyal yang
digunakan untuk menentukan kontras citra. Jenis jaringan dengan konstanta T1
yang berbeda akan ditampilkan dengan nilai keabu-abuan yang sama.
Perbandingan citra di samping menunjukkan efek TI pada kontras di dalam otak.
Sinyal yang berasal dari zat putih atau abu akan dihilangkan.
Kontras dari beberapa jenis jaringan yang berbeda dapat dipastikan dengan
mempertimbangkan arah dari magnetisasi longitudinal.
Magnetisasi longitudinal positif dan negatif akan diubah oleh sinyal eksitasi fasa
90o menjadi magnetisasi transversal dengan pergeseran fasa sebesar 180o. Jika
magnitudonya dipertimbangkan seperti halnya perbedaan fasa dari sinyal-sinyal
tersebut, maka akan dimungkinkan untuk menempatkan sinyal pada magnetisasi
longitudinal positif atau negatif aslinya. Hal inilah yang akan menentukan
kontras T1 maksimum.
Metode rekonstruksi phase sensitive ini akan memberikan magnetisasi
longitudinal yang sebenarnya dan sering disebut dengan true inversion recovery,
yang banyak digunakan oleh bidang ilmu kesehatan anak-anak (pediatrics).
Posted by Babeh Edi at 19:08 0 comments
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: FISIKA IMEJING - MRI

Magnetic resonance Imaging (MRI)


Apa arti MRI itu???
MRI( Magnetic Resonance Imaging ) merupakan suatu alat diagnostik mutakhir
untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh anda dengan menggunakan medan
magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan
sinar X, ataupun bahan radioaktif.
Dan berdasarkan dari pengertian secara fisis, MRI adalah suatu alat kedokteran
di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi, yang menghasilkan rekaman gambar
potongan penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan medan
magnet berkekuatan antara 0,064 1,5 Tesla (1 tesla = 10000 Gauss) dan
resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen.

Dasar dari pencitraan resonansi magnetik (MRI-Magnetic Resonance Imaging)


adalah fenomena resonansi magnetik dari inti benda dimana sebuah inti benda
yang dikenai medan meagnet kemudian mengasilkan gambar benda tersebut.
Resonansi magnetik itu sendiri merupakan getaran inti atom karena adanya
penyearahan momen magnetik inti dari bahan oleh medan magnetik luar dan
rangsangan gelombang EM yang tepat dengan frekuensi gerak gasing inti
tersebut.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa medan magnet yang digunakan berkekuatan
dari 0,064 1,5 tesla. Dari interval tersebut, MRI dibagi menjadi 3 macam yang
ditinjau dari kekuatanmedan magnetnya :
a. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 1,5 T
b. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 T
c. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T.
Bagaimana cara kerja MRI??
1. Pertama, putaran nukleus atom molekul otot diselarikan dengan
menggunakan medan magnet yang berkekuatan tinggi.
2. Kemudian, denyutan/pulsa frekuensi radio dikenakan pada tingkat
menegak kepada garis medan magnet agar sebagian nuklei hidrogen
bertukar arah.
3. Selepas itu, frekuensi radio akan dimatikan menyebabkan nuklei berganti
pada konfigurasi awal. Ketika ini terjadi, tenaga frekuensi radio dibebaskan
yang dapat ditemukan oleh gegelung yang mengelilingi pasien.
4. Sinyal ini dicatat dan data yang dihasilkan diproses oleh komputer untuk
menghasilkan gambar otot.
Dengan ini, ciri-ciri anatomi yang jelas dapat dihasilkan. Pada pengobatan, MRI
digunakan untuk membedakan otot patologi seperti tumur otak dibandingkan
otot normal.
Prinsip dasar dari cara kerja suatu MRI adalah Inti atom Hidrogen yang ada pada
tubuh manusia (yang merupakan kandungan inti terbanyak dalam tubuh
manusia) berada pada posisi acak (random), ketika masuk ke dalam daerah
medan magnet yang cukup besar posisi inti atom ini akan menjadi sejajar
dengan medan magnet yang ada. Kemudian inti atom Hidrogen tadi dapat
berpindah dari tingkat energi rendah kepada tingkat energi tinggi jika
mendapatkan energi yang tepat yang disebut sebagai energi Larmor.
Ketika terjadi perpindahan inti atom Hidrogen dari tingkat energi rendah
ke tingkat energi yang lebih tinggi akan terjadi pelepasan energi yang kemudian
ini menjadi unsur dalam pembentukan citra atau dikenal dengan istilah Free
Induction Decay (FID). Secara sederhana prinsip tadi dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :

Tingkatan Energi Sebuah Inti Atom dengan Nomer Spin


Quantum 3
Beberapa faktor kelebihan yang dimiliki oleh MRI adalah kemampuannya
membuat potongan koronal, sagital, aksial tanpa banyak memanipulasi posisi
tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostic jaringan lunak. Kualitas
gambar MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan
perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
dievaluasi secara teliti.

Alat MRI yang digunakan di Rumah Sakit


Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari:
a. Sistem magnet yang berfungsi membentuk medan magnet.
b. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari 3 buah kumparan
koil, yaitu : Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagital, Gardien koil Y,
untuk membuat citra potongan koronal, dan Gradien koil Z untuk membuat citra
potongan aksial. Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka
terbentuk potongan oblik.
c. Sistem frekuensi radio berfungsi membangkitkan dan memberikan radio
frekuensi serta mendeteksi sinyal.

d. Sistem komputer berfungsi untuk membangkitkan urutan pulsa, mengontrol


semua komponen alat MRI dan menyimpan memori beberapa citra. Sistem
pencetakan citra, berfungsinya untuk mencetak gambar pada film Rongent atau
untuk menyimpan citra.
Berikut ini contoh potongan gambar hasil MRI :

Apa keunggulan MRI???


Selain
menggunakan
MRI,
citra
otak
ComputedTomography (CT) scan. Tetapi ada
dibandingkan dengan pemeriksaan CT scan yaitu:

didapat
beberapa

menggunakan
kelebihan MRI

a. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak
otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal
b. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas
c. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi
dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT scan
d. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa
merubah posisi pasien
e. MRI tidak menggunakan radiasi pengion
Secara ringkas, proses terbentuknya citra MRI dapat digambarkan sebagai
berikut: Bila tubuh pasien diposisikan dalam medan magnet yang kuat, inti-inti
hidrogen tubuh akan searah dan berotasi mengelilingi arah/vektor medan
magnet. Bila signal frekuensi radio dipancarkan melalui tubuh, beberapa inti
hidrogen akan menyerap energi dari frekuensi radio tersebut dan mengubah
arah, atau dengan kata lain mengadakan resonansi. Bila signal frekuensi radio
dihentikan pancarannya, inti-inti tersebut akan kembali pada posisi semula,
melepaskan energi yang telah diserap dan menimbulkan signal yang ditangkap
oleh antena dan kemudian diproses computer dalam bentuk radiograf.

Diagram Blok Proses MRI


Dalam

perkembangan

dunia

kedokteran,terutama

dalam

bidang

instrumentasinya MRI berkembang pesat dengan bertambahnya kekuatan


medan magnet yang dihasilkan, semakin tinggi kekuatan teslanya semakin tinggi
kemampuan yang akan dihasilkan baik dari sisi pencitraan maupun dari sisi lain
khususnya spektroskopi
Posted by Babeh Edi at 15:16 0 comments
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: FISIKA IMEJING - MRI
Prinsip Fisika dalam Sistem MRI
Pengaruh Sinyal RF
Gerakan Precession di dalam Medan Magnet
Pergerakkan atom-atom dapat dianalogikan dengan pergerakkan gasing. Saat
gasing diputar dengan kecepatan yang tinggi, maka gasing tersebut tidak akan
jatuh, karena gerak rotasinya akan tetap menjaga pada setiap sisinya.
Deskripsi gerak gasing adalah sbb ,Sumbu rotasinya bergerak menyerupai
kerucut terhadap arah gravitasi.Pergerakkan ini disebut precession.
Gerak precession ini merupakan hasil interaksi antara momentum sudut yang
dihasilkan oleh massa yang berputar dan gaya akibat gaya gravitasi bumi. Sama
halnya dengan apa yang terjadi dengan nukleus, dimana nukleus yang
mempunyai momentum sudut intrinsik (seperti Hidrogen) ditempatkan pada
medan magnet eksternal, sehingga nukleus tersebut tidak hanya berputar pada
sumbunya saja, tetapi juga melakukan gerak precession karena medan
magnetnya.
Sedangkan pergerakan dari spin magnet adalah sbb :
Spin yang berada di dalam medan magnet akan bergerak menyerupai kerucut
terhadap arah medan penyebabnya. Gerakan ini disebut spin preccesion.

Kecepatan atau karakteristik (frekuensi) gerak putaran terhadap arah medan


tersebut merupakan hal yang paling penting di dalam MR. Hal tersebut sangat
bergantung pada :
- Jenis nukleus
- Kekuatan medan magnet yang diberikan
Makin kuat medan magnetnya, maka perputarannya akan semakin cepat juga.
Frekuensi precession disebut juga dengan frekuensi Larmor.
Jika membahas mengenai frekuensi, maka sama saja seperti membicarakan
jumlah rotasi dari satu periode gerakan.
Misalnya 3000 rpm merupakan sebuah frekuensi juga, yang berarti 50 putaran
per detik. Satuan dari "putaran per detik" adalah Hertz, sehingga 3000 rpm = 50
Hz.
Frekuensi Larmor akan membesar secara proporsional dengan medan magnet
. Persamaannya adalah sbb :
dimana = frekuensi precession
= rasio gyromagnetic dari nukleus
= besar medan magnet
Persamaan Larmor tersebut menunjukkan bahwa frekuensi precession dari
proton sangat bergantung pada kekuatan medan magnet.
Berikut ini adalah daftar frekuensi resonansi (frekuensi Larmor = frekuensi
precession) dari beberapa nukleus :
Nukleus Simbol Frekuensi per Tesla
Hydrogen H 42.6 MHz/T
Fluorine F 40.1 MHz/T
Phosphorus P 17.2 MHz/T
Sodium Na 11.3 MHz/T
Carbon C 10.7 MHz/T
Untuk sistem MR, spin akan melakukan gerak precession pada frekuensi radio,
yang berarti spin akan berosilasi sebanyak beberapa juta kali per detik.
Pada 1,0 T, frekuensi Larmor dari proton Hidrogen kira-kira sebesar 42 MHz dan
pada 1,5 T akan mencapai 63 MHz. Frekuensi osilasi dalam orde MegaHertz ini
termasuk dalam gelombang radio (AM atau FM).
Semua spin akan bergerak dengan frekuensi yang sama pada arah medan
magnet, di dalam orientasi yang masih acak.
Jika spin memiliki frekuensi yang sama, maka akan berorientasi fasa dan selama
itu juga, komponen transversalnya terhadap medan magnet (paralel pada bidang
x-y) akan saling meniadakan. Oleh karena itu, magnetisasi konstan M akan
berada di sepanjang sumbu z saja.
Salah satu cara untuk mengubah distribusi atom (baik spin atas maupun bawah),
fasanya, dan juga arahnya adalah dengan memberikan gelombang magnetik,
dimana gelombang radio yang digunakan adalah sinyal RF.
Sinyal RF akan mengganggu keadaan spin jika frekuensinya sama. Dengan kata
lain, sinyal RF tersebut harus beresonansi dengan gerakan spin. Arti resonansi
itu sendiri adalah frekuensi dari sinyal RF harus sama dengan frekuensi Larmor
dari spin (beresonansi).
ANALOGI GARPU TALA
Peristiwa kesamaan frekuensi RF dengan frekuensi Larmor dari spin (disebut
sebagai keadaan resonansi), dapat dijelaskan dengan analogi garpu tala sbb :
Saat suatu grapu tala digetarkan, maka akan mulai berosilasi dan menghasilkan

bunyi tertentu (gelombang akustik). Jika ada garpu tala kedua yang digetarkan
dengan frekuensi yang sama, maka osilasinya merupakan respon dari
gelombang akustik yang dikirimkan dari garpu tala pertama. Pada saat ini, kedua
garpu tala tersebut dinyatakan dalam keadaan resonansi.
ANALOGI KERANJANG BERPUTAR
Apa yang sebenarnya terjadi dengan magnetic resonance dapat dijelaskan
dengan suatu analogi keranjang berputar, dimana orang berperan sebagai sinyal
RF yang harus berada dalam keadaan resonansi dengan spin yang berputar
(keranjang).
Jika ada seseorang yang diharuskan untuk menaruh batu pada dua buah
keranjang yang berputar (seperti pada gambar), dan ia hanya menaruh batu
pada saat salah satu keranjang berada tepat di depannya (orang tersebut diam),
maka cara ini akan memakan waktu yang lama.
Cara yang paling efektif adalah dengan ikut berlari di sepanjang keliling putaran
keranjang tersebut dan menaruh batu tersebut pada keranjang-keranjang
tersebut (dengan kecepatan yang sama, beriringan dengan keranjang). Dengan
cara ini, maka ia dapat menaruh batu sebanyak-banyaknya ke dalam keranjang
itu.
Dengan berlari seperti itu, maka orang tersebut dikatakan "diam" relatif
terhadap keranjang dan kecepatan orang = kecepatan keranjang.
Sinyal-sinyal dan Sudut Flip Angle
Semakin besar energi yang berikan oleh sinyal RF, maka simpangan
magnetisasinya akan semakin besar juga. Sudut simpangan akhir ini disebut
dengan FLIP ANGLE (dinotasikan dengan ).
Sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi pada arah yang berlawanan
dengan sumbu z. Sedangkan sinyal fasa 90o akan menyebabkan magnetisasi
pada arah yang tepat dengan bidang x-y.
Setelah diberikan sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi dengan arah yang berlawanan
dengan sumbu z. Pada keadaan ini, spin berada pada keadaan yang tidak stabil,
sehingga spin tersebut akan kembali pada keadaan setimbangnya lagi. Karena
magnetisasi akibat sinyal fasa 180o ini memiliki orientasi vertikal (sumbu z),
maka sinyal fasa 180o menyebabkan magnetisasi longitudinal.
Sebelum diberikan sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 90(derajat) akan menyebabkan magnetisasi pada arah transversal,
bidang x-y. Selama masih ada sinyal RF, maka ada dua jenis medan yang akan
berpengaruh, yaitu : medan statis dan medan RF yang berputar (untuk selang
waktu yang pendek).
Cara Memperoleh Sinyal MR
Sama halnya dengan notasi vektor, dimana magnetisasi juga memiliki dua buah
komponen yang saling tegak lurus satu sama lain, yaitu :
MAGNETISASI LONGITUDINAL Mz yang merupakan vektor dengan arah sumbu z
(sepanjang medan magnet eksternal) dan MAGNETISASI TRANSVERSAL Mxy yang
merupakan komponen yang berotasi di sekitar medan (pada bidang x-y).
Magnetisasi transversal merupakan jumlah dari vektor spin yang berotasi pada
bidang x-y, yang menyamai frekuensi Larmor.
FID
Magnetisasi transversal berperan sebagai magnet yang berotasi, sehingga dapat
memasukkan coil ke dalamnya dan menginduksikan tegangan. Sinyal itulah yang

disebut dengan sinyal MR. Semakin kuat magnetisasi transversalnya, maka


semakin kuat sinyal MRnya, tetapi akan menghilang dengan cepat juga.
Oleh karena itu, pada akhir dari sinyal RF ini, sinyal MR tersebut disebut dengan
Free Induction Decay (FID).
Tentang Relaksasi Spin dan Echo
Magnetisasi longitudinal akan menjadi nol setelah sinyal 90o dan berotasi
sebagaimana magnetisasi transversal pada bidang x-y. Seperti telah dijelaskan di
atas bahwa magnetisasi transversal akan segera menyusut dalam waktu yang
singkat dan sinyal MR akan segera berhenti juga. Setelah sinyal 90o, magnetisasi
longitudinal akan kembali ke keadaan semula (keadaan setimbang), seolah-olah
tidak terjadi apa-apa. Proses tersebut disebut relaksasi.
Proses tersebut melibatkan sejumlah energi yang dipindahkan oleh proton yang
tereksitasi, yang merupakan sifat dari suatu jaringan. Ada dua buah waktu
relaksasi di dalam sistem MR, yaitu T1 dan T2, yang saling bebas satu sama lain
dan merupakan sifat intrinsik dari setiap jaringan yang berbeda. Di dalam MRI,
mekanisme utama dalam menentukan kontras pada sebuah citra adalah
perbedaan dari waktu T1 dan T2 tersebut.
Magnetisasi longitudinal dan transversal
Magnetisasi transversal Mxy akan menyusut dengan lebih cepat daripada waktu
yang dibutuhkan untuk pulihnya magnetisasi longitudinal Mz, dimana proses
tersebut berlangsung secara eksponensial.
Suatu waktu tertentu (T1) dibutuhkan untuk memulihkan magnetisasi
longitudinal dan magnetisasi transversal menyusut dalam waktu yang lebih
cepat (T2).
Ada suatu analogi yang menarik untuk menjelaskan T1 dan T2, yaitu analogi
jatuhnya kotak.
ANALOGI JATUHNYA KOTAK
Jika ada sebuah pesawat yang menjatuhkan sebuah kotak dari suatu ketinggian
tertentu, maka kotak tersebut akan jatuh ke tanah dengan kecepatan yang
meningkat karena gaya gravitasi. Pada kotak tersebut ada dua buah komponen
yang bekerja, yaitu gaya gravitasi (sebagai T1) dan energi kinetik (dalam arah
terbang, sebagai T2). Pergerakan kotak merupakan superposisi dari dua gerakan,
kotak jatuh ke tanah tapi masih memiliki arah yang sama dengan arah
penerbangan.
Secara mudahnya, relaksasi merupakan suatu keadaan dari sistem yang kembali
dari keadaan tidak setimbang kepada keadaannya yang setimbang. Saat
mendekati kesetimbangannya, prosesnya akan melambat sampai mencapai
keadaan saturasi (saat sistem semakin dekat ke keadaan setimbang, maka
relaksasi akan semakin lemah).
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa saat magnetisasi longitudinal mulai
pulih, magnetisasi transversal mulai menyusut, dimana proses magnetisasi
transversal berjalan dengan lebih cepat (T2) daripada pemulihan magnetisasi
longitudinal (T1).
Relaksasi Magnetisasi Longitudinal (T1)
Proses pemulihan magnetisasi longitudinal merupakan proses yang berifat
eksponensial, yang dinamakan RELAKSASI LONGITUDINAL dan konstanta
waktunya adalah T1.
Setelah T1, magnetisasi longitudinal Mz telah pulih sebesar 63 % dari nilai
akhirnya dan setelah 5T1, maka proses tersebut sudah sempurna. Konstanta T1
tersebut berbeda-beda untuk setiap jaringan, sehingga bersifat tissue-specific.
Jenis jaringan dalam tubuh yang berbeda menunjukkan waktu relaksasi yang

berbeda juga. Walaupun begitu, hal tersebut merupakan faktor utama untuk
mendapatkan kontras dari citra yang diperoleh dengan sistem MR. Perbedaan
tersebut terjadi karena energi RF yang terstimulasi akan menghilang kembali
akibat interaksi dengan kisi-kisi (lattice).
. Konstanta T1 beberapa jenis jaringan
Relaksasi spin-lattice
Proton-proton akan mengubah status spinnya pada saat beresonansi. Proton
akan merasakan medan lokal secara kontinu dan fluktuasinya disebabkan oleh
pergerakan molekular. Fluktuasi medan magnet ini seolah-olah dilapisi oleh
medan eksternal. Efek terkuat yang dirasakan merupakan akibat dari fluktuasi
medan magnet yang bersesuaian dengan frekuensi Larmor dan berosilasi secara
transversal terhadap medan magnet utama. Perilaku proton tersebut seperti
sinyal RF yang kecil dan menyebabkan pembalikkan spin.
Lingkungan tempat proton berada seringkali terdiri dari molekul yang besar
(lemak) dan makro-molekul (protein). Proton Hidrogen yang berada di dalam
molekul lemak yang bergerak relatif lambat (terletak dalam kisi yang tebal)
sebagaimana proton yang membatasi protein merasakan fluktuasi medan lokal
yang kuat, sehingga dengan cepat mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang
menjelaskan konstanta T1 jaringan lemak yang relatif singkat.
Lain halnya jika berada di dalam cairan, dimana mobilitas molekularnya lebih
cepat daripada fluktuasi medannya. Resonansi dengan medan magnet yang
berosilasi jarang terjadi dan semakin lemah, sehingga proton tidak segera
mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa air murni
dan CSF (cerebrospinal fluid) memiliki konstanta T1 yang besar (waktunya lebih
lama).
Lingkungan dari suatu proton sering disebut sebagai kisi-kisi (lattice). Karena
pasangan spin menghasilkan energi kepada kisi-kisi selama proses relaksasi
longitudinal, maka proses T1 dinamakan juga dengan relaksasi spin-lattice.
Proses ini terjadi setelah interferensi dari sinyal RF dan sesaat setelah proses
pembentukkan kembali magnetisasi longitudinal (setelah pasien dimasukkan ke
dalam medan magnet).
Karena jenis jaringan tubuh yang berbeda akan memberikan waktu relaksasi T1
yang berbeda juga, maka hal ini dapat digunakan untuk menyebabkan kontras
pada citra MR, misalnya jaringan yang terkena penyakit akan menunjukkan
konsentrasi air yang berbeda dengan daerah di sekitarnya (adanya perbedaan
konstanta relaksasi).
Pada gambar di samping, terlihat bahwa dengan kontras T1, CSF akan terlihat
sebagai bagian yang hitam pada citra sistem MR.
Perhatikan antara hitam yang dihasilkan oleh CSF, warna keabu-abuan sampai
warna putih.
Citra TR yang panjang. Terlihat adanya kehilangan kontras pada komposisi warna
hitam ,abu-abu, dan putih.
Penyusutan Magnetisasi Transversal (T2)
Setelah sinyal 90o, selanjutnya magnetisasi transversal yang berotasi akan
menghasilkan sinyal MR. Sinyal ini (FID) akan menghilang dengan cepat.
Segera setelah diberikan sinyal RF, spin berada dalam keadaan phase-coherent,
dimana seolah-olah berperan sebagai magnet yang besar, yang berotasi dalam
bidang x-y.
Bagaimanapun, spin yang berotasi tersebut akan kehilangan sifat koherennya
karena interaksi antar molekul, yang nantinya akan menyebabkan penyusutan
magnetisasi transversal.

Untuk lebih memahami tentang pencitraan MR, maka ada yang dinamakan
dengan spins dephase, yaitu keadaan dimana magnetisasi rotasi transversal
akan kembali kepada spin individunya dan akan mulai menyusut. Hal inilah yang
disebut dengan Relaksasi Transversal, dengan konstanta waktunya adalah T2.
Setelah T2, koherensi fasa dari spin akan berkurang sampai 37 %. Setelah 2T2,
maka akan berkurang sampai 14 % dan setelah 5T2, koherensi fasanya akan
segera menghilang.
Proses di atas dapat dijelaskan dengan analogi pelari, yaitu :
Pada awal lomba, semua pelari berbaris pada garis awal. Selama pertandingan,
pelari-pelari ini akan menyebar karena mereka berlari pada kecepatan yang
berbeda. Dalam hal ini terlihat bahwa, keadaan tersebut menunjukkan tidak
adanya suatu koherensi selama pertandingan.
Berikut ini adalah tabel T2 dari beberapa jenis jaringan (T2 juga bersifat tissuespecific) :
Pada penjelasan terdahulu, diketahui bahwa proses yang menentukan
peningkatan magnetisasi longitudinal, akan menentukan penurunan dari
magnetisasi transversal (analogi jatuhnya kotak). Selain itu, ada suatu proses
tambahan yang disebut dengan interaksi spin-spin. Walaupun proses tersebut
tidak menjadi satu-satunya sumber dari relaksasi transversal, tetapi komponen
relaksasi spin-spin harus tetap ada.
Medan magnet yang berfluktuasi mendekati frekuensi Larmor akan menentukan
perubahan keadaan spin dari proton-proton. Hal inilah yang menyebabkan
relaksasi longitudinal, tetapi juga akan berpengaruh pada komponen
transversalnya, yaitu kapan saja terjadi perubahan keadaan spin, fasanya juga
akan berubah.
Perubahan keadaan spin juga mengubah sedikit medan lokal. Komponen z dari
spin tersebut sekarang akan menunjuk pada arah yang berlawanan. Protonproton yang berdekatan akan merasakan perubahan medan magnet pada arah z,
sebesar 1mT.
Saat medan magnet statis menunjukkan perubahan secara lokal, maka frekuensi
precession pada daerah tersebut juga akan berbeda. Oleh karena itu, perbedaan
frekuensi precession dari spin yang terstimulasi adalah sekitar 40 KHz di sekitar
frekuensi Larmor.
Karena perbedaan frekuensi yang kecil tersebut, maka spin magnet yang
berputar tidak ada lagi, seperti halnya para pelari yang bergerak dengan
kecepatan yang berbeda.
Relaksasi transversal merupakan hasil dari interaksi kompleks dan sulit untuk
digambarkan sebagai kurva eksponensial sederhana.
Karena setiap jenis jaringan menunjukkan relaksasi T2 yang berbeda, maka
perbedaan-perbedaan tersebut digunakan untuk memberikan kontras pada citra
MR.
Spin Echo (T2*)
Setelah pemberian sinyal RF pada proton-proton, maka proton-proton tersebut
akan memberikan respon, yaitu yang disebut dengan spin echo. Saat sinyal MR
tersebut menyusut (begitu juga dengan magnetisasi transversal), maka spin
echo akan muncul, bersamaan dengan sinyal MR "pantulan"nya.
Penyusutan FID yang Sebenarnya.
Sebenarnya, penyusutan sinyal MR (FID) diharapkan terjadi bersamaan dengan
konstanta T2. Tetapi walaupun begitu, penyusutan FID terjadi dengan lebih
cepat, yaitu dengan waktu efektif yang lebih pendek T2*.
Medan magnet yang dirasakan oleh spin ternyata tidak sama di setiap posisi,

sehingga masih bersifat inhomogen. Adanya variasi medan lokal tersebut


disebabkan karena karakteristik tubuh pasien dan juga sifat inhomogentias dari
magnet itu sendiri.
Penjelasan di atas dapat diperjelas dengan deskripsi singkat tentang pelari,
dimana pada suatu waktu, para pelari yang telah menyebar (dalam posisi yang
berbeda-beda) tersebut diminta untuk berbalik arah sebesar 180o (kembali ke
garis awal).
Seorang pelari yang berada pada posisi terdepan saat lomba masih berjalan,
akan menjadi pelari dengan posisi yang paling terakhir saat diminta berbalik
arah.
Saat lomba awal, maka terlihat bahwa posisi pelari telah menyebar. Akan tetapi,
saat diminta berbalik arah, maka para pelari tersebut akan kembali sejajar di
garis awal (kembali seperti semula). Peristiwa dimana fasa proton kembali
bersifat koheren, yang dianalogikan dengan para pelari berada di garis awal,
disebut dengan echo.
Efek yang ditimbulkan oleh sinyal fasa 180o adalah spin kembali memiliki fasa
yang sama dan dihasilkan sinyal MR baru, yaitu spin echo. Sinyal fasa 180o
diberikan setelah sinyal fasa 90o dengan selang waktu . Sinyal spin echo ini
akan membesar dan mencapai nilai maksimum setelah 2. Selang waktu
tersebut disebut dengan echo time (dinotasikan dengan TE). Setelah selang
waktu ini, spin echo akan segera mengecil.
Saat beberapa sinyal fasa 180o diberikan secara berurutan, maka beberapa spin
echo akan dihasilkan oleh multi-echo sequence. Amplitudo dari echo ini lebih
kecil dari amplitudo sinyal FID. Semakin besar echo timenya, maka echonya akan
semakin kecil. Hal ini dapat diulang sampai hilangnya magnetisasi transversal,
melalui relaksasi T2.
Karena FID akan segera menyusut setelah sinyal fasa 90o, maka akan sangat
sulit untuk mengukur kekuatan / intensitasnya. Oleh karena itu, sinyal echo lebih
dipilih untuk proses pencitraan.
Gradient Echo
Pencitraan MR menggunakan dua buah metode, yaitu spin echo (yang telah
dijelaskan di atas) dan gradient echo.
Mengubah Medan Magnet
Medan magnet akan coba diubah segera setelah sinyal RF. Perubahan ini
menyebabkan medannya akan mengecil pada satu arah dan membesar pada
arah yang lain. Hal inilah yang disebut dengan gradient. Medan B0 hanya ada
pada satu lokasi saja, sebelum dan setelah lokasi ini, kekuatan medannya bisa
menjadi lebih rendah atau lebih tinggi. Dari persamaan Larmor, diketahui bahwa
frekuensi precession berbanding lurus dengan kekuatan medan magnetnya. Oleh
karena itu, sekarang spin berotasi dengan kecepatan yang berbeda karena
perubahan medan.
Dalam teknologi MR ini, gradient diartikan sebagai perubahan medan magnet
pada arah tertentu (meningkat atau berkurang secara linier).
Setelah sinyal RF diberikan, sinyal gradient (-) akan melakukan proses dephase
pada frekuensi spin. Karena masih berputar dengan kecepatan yang berbeda,
spin akan kehilangan fasanya dengan lebih cepat. FID akan berkurang dengan
lebih cepat daripada di kondisi normal.
Dengan membalikkan polaritas dari gradient (+), spinnya masih berada dalam
keadaan dephased. Sinyal echo diukur selama proses rephasing dari FID dan
karena echo tersebut dihasilkan oleh gradient, maka disebut gradient echo.
Sinyal fasa 180o diabaikan dalam teknologi gradient echo ini, sehingga

mekanisme dephasing statis T2* tidak dihapuskan, sebagaimana yang terjadi


pada metode spin echo. Komponen echo time untuk gradient echo ini harus
menempati alokasi waktu T2*. Oleh karena itu, metode gradient echo akan lebih
cepat daripada metode spin echo.
Memperkecil Flip Angle
Untuk menghasilkan gradient echo, komponen flip angle yang digunakan untuk
menstimulasi sinyal RF biasanya lebih kecil dari 90o. Keuntungan dari metode ini
adalah sinyal yang lebih kuat dan waktu pengukuran yang lebih singkat.
Citra yang Dihasilkan dari Irisan-irisan
Dasar untuk citra MR adalah melalui proses spasial allocation dari sinyal-sinyal
MR individu yang menunjukkan struktur anatomis. Kemudian spin dari atomatom tersebut akan memberikan frekuensi precession yang berbeda pada posisi
yang berbeda juga. Resonansi magnetik akan dibedakan secara spasial.
Dalam pencitraan medis, dibutuhkan citra irisan-irisan dari tubuh manusia pada
posisi yang spesifik, yaitu dengan metode switching gradient.
Cara untuk Menghasilkan Gradient
Medan magnet dihasilkan segera saat arus listrik mengalir di sepanjang
konduktor sirkular atau sebuah lilitan. Saat arah rambat arus listrik dibalik, maka
arah dari medan magnetnya pun akan berubah juga.
Dengan MR, bagian gradient coil dioperasikan secara berpasangan dalam arah x,
y, dan z pada :
Besar arus yang sama
Polaritas yang berlawanan.
Satu lilitan akan meningkatkan medan magnet statis, sedangkan lilitan yang
berlawanan akan menguranginya. Hal ini berarti medan magnet B0 akan
berubah secara proporsional.
Pengaruh Gradient
Di dalam medan magnet normal, kekuatannya akan sama dimanapun posisinya
(B0). Oleh karena itu, spin proton akan menunjukkan frekuensi spin (0) yang
proporsional dengan kekuatan medan magnetnya. Hasilnya, resonansi
magnetiknya akan sama di semua posisi.
Dengan menggunakan gradient, medan magnet menunjukkan peningkatan yang
linier. Gerak precession dari spin akan bervariasi pada arah ini. Pada arah yang
satu akan berputar dengan lebih lambat, sedangkan pada arah yang lain akan
berputar dengan lebih cepat. Dapat disimpulkan bahwa proton-proton tersebut
menunjukkan frekuensi resonansi yang berbeda.
Cara Menentukan Posisi Irisan
Jika dipilih irisan pada bidang x-y, maka irisan tersebut akan vertikal pada sumbu
z. Misalkan ada seorang pasien yang sedang telentang pada arah sumbu z di
dalam magnet, maka irisan yang didapat adalah irisan transversal.
Untuk pemilihan irisan, gradient diubah pada arah z terhadap sinyal RF secara
serempak. Gradient ini disebut slice-selection gradient (Gs).
Sekarang, medan magnet memiliki besar B0 pada satu lokasi saja, yaitu z0. Saat
sinyal RF berfrekuensi hanya pada satu frekuensi (0), maka akan
mengharuskan spin untuk berada pada lokasi resonansi z0. Posisi tersebut
dinamakan slice position.
Akan tetapi, proses ini tidak cukup hanya sampai di sini karena yang didapat
hanyalah irisan tanpa ketebalan. Irisan tersebut hanya setipis kertas dan
sinyalnya akan terlalu lemah, karena hanya sedikit proton yang terstimulasi pada
daerah tipis ini. Kebutuhan akan resolusi tertentu pada arah z disebut dengan
slice thickness.

Sinyal RF penstimulasi memiliki bandwidth tertentu di sekitar frekuensi


tengahnya, (0) dan dapat menstimulasi daerah yang diinginkan dari ketebalan
irisan (z0).
Ketebalan irisan dapat diubah dengan menjaga bandwidth sinyal RF agar tetap
konstan pada saat mengubah kemiringan gradient. Gradient yang lebih curam
(a) akan menghasilkan irisan yang lebih tipis (za) dan irisan yang lebih landai
(b) akan menghasilkan irisan yang lebih tebal.
Suatu irisan merupakan daerah resonansi spin yang terdefinisi. Di luar irisan
tersebut, spin tidak akan terpengaruh oleh sinyal RF. Magnetisasi transversal
(dan juga sinyal MR) hanya dihasilkan di dalam irisan.
Keunggulan Teknologi Gradient
Metode menggunakan gradient ini memungkinkan kita untuk memposisikan
bidang irisan pada beberapa pencitraan MR.
Sistem MR memiliki tiga pasang gradient coil di sepanjang sumbu x, y, dan z.
Untuk irisan sagittal, harus menggunakan gradient-x dan untuk irisan coronal,
harus menggunakan gradient-y. Untuk mendapatkan irisan yang miring, maka
beberapa gradient harus digunakan secara serempak. Hasilnya akan saling
bertumpukan. Sebuah irisan miring tunggal dihasilkan oleh dua buah gradient
(misalkan gradient dalam arah y dan z) dan untuk mendapatkan irisan miring
ganda, maka digunakan ketiga gradient secara serempak.
Rekonstruksi Citra dari Irisan-irisan
Penjelasan Pixel dan Voxel
Citra dari suatu irisan tidak dihasilkan secara langsung melalui prosedur
pengukuran. Pertama-tama, setelah sinyal MR diterima maka akan dihasilkan
data mentah (raw data) terlebih dahulu. Kemudian data-data tersebut akan
melalui proses komputasi untuk menghasilkan citra yang diinginkan.
Citra MR terdiri dari banyak elemen citra, yang disebut dengan pixel (picture
element). Konfigurasi ini disebut image matrix. Setiap pixel dalam image matrix
memiliki derajat keabu-abuan. Secara keseluruhan, nilai keabu-abuan tersebut
akan membentuk suatu komposisi citra.
Komponen pixel dalam sebuah citra akan menunjukkan komponen voxel dalam
sebuah irisan. Semakin banyak pixel dalam suatu citra, maka informasi yang
berkaitan dengan citra tersebut akan semakin banyak dan citra yang dihasilkan
akan semakin tajam dan detail (memiliki resolusi yang lebih tinggi).
Besarnya sinyal-sinyal tersebut dapat dibagi-bagi sbb : selama proses
pengukuran echo, gradient diarahkan pada arah x. Pasangan spin dari voxel
individual akan melakukan gerak precession di sepanjang sumbu x pada
frekuensi yang terus membesar, yang disebut frekuensi encoding. Sedangkan
gradient yang berhubungan dengan proses tersebut disebut Frequency-Encoding
Gradient (GF). Bagian echo yang dimaksud merupakan kombinasi sinyal dari spin
yang tereksitasi di sepanjang sumbu x. Pada resolusi 256 voxel, echo terdiri dari
256 frekuensi.
Metode Transformasi Fourier dapat membantu untuk menentukan kontribusi
sinyal dari setiap komponen frekuensi. Setiap sinyal individu yang didapat akan
menentukan derajat keabu-abuan dari pixel yang dialokasikan.
Dua voxel yang berbeda dapat memiliki frekuensi yang sama dan karenanya,
tidak dapat didiferensiasi.
Pada selang waktu di antara sinyal RF dan echo, gradient akan diposisikan pada
arah y. Sebagai hasilnya, spin akan melakukan precession pada kecepatan yang
berbeda dalam waktu yang singkat. Setelah gradient dimatikan, pergeseran fasa
spin di sepanjang sumbu y akan berbeda yang tetap bersifat proporsional

terhadap lokasi masing-masing. Proses ini dinamakan phase encoding dan


komponen gradient yang berkaitan disebut dengan phase-encoding gradient
(Gp).
Untuk memfilter pergeseran-pergeseran fasa tersebut, maka digunakan proses
Transformasi Fourier. Selain itu, untuk mendapatkan matriks sebanyak 256 baris,
maka dibutuhkan sinyal MR sebanyak 256 dengan proses phase encoding untuk
256 lokasi yang berbeda. Hal ini berarti 256 langkah proses phase encoding dan
menyebabkan urutan sinyal-sinyal tersebut harus diulang sebanyak 256 kali
untuk membentuk matriks 256 x 256.
Setelah itu, matriks tersebut dinamakan Raw Data Matrix, yang juga dikenal
dengan k-Space.
Antara Raw Data dan Data Citra
Bagian Center Raw Data akan menentukan struktur yang kasar dan kontras citra.
Sedangkan komponen Raw Data di sepanjang perbatasan akan memberikan
informasi tentang batasan-batasan yang ada, transisi pada tepi, dan kontur citra.
Pada suatu waktu tertentu, data-data tertentu akan menampilkan struktur yang
lebih bagus dan pada proses analisis akhir, akan menentukan resolusi citra.
Bagian ini hampir tidak berisi informasi apapun tentang kontras jaringan.
Urutan Sinyal
Urutan spin echo terdiri dari sinyal fasa 90o, yang diikuti dengan sinyal fasa 180o
yang menghasilkan spin echo pada konstanta TE (Echo Time). Urutan pulsa
tersebut diulang berdasarkan konstanta TR (Repetition Time) selama komponen
k-space diisi dengan echo. Jumlah tahapan proses phase-encoding (yang
merupakan baris dari raw data) berhubungan dengan jumlah pengulangan
tersebut. Waktu scanning akan ditentukan oleh derajat yang besar dari resolusi
gambar dalam arah proses phase-encoding.
Dengan NP = jumlah tahap proses phase-encoding.
Pemilihan Irisan
Slice-selection gradient GS dinyalakan segera setelah sinyal fasa 90o, yaitu saat
gambar balok ada di bagian atas, untuk memilih irisan yang diinginkan.
Gradient akan menyebabkan fasa spin dalam keadaan dephase, pada sepanjang
ketebalan irisan. Oleh karena itu, keadaan ini harus dikompensasi dengan
gradient dari polaritas yang berlawanan dan setengah durasi (proses rephase
dari gradient). Hal inilah yang menimbulkan adanya gambar balok dibagian
bawah dari GS.
Selama sinyal fasa 180o, GS akan dinyalakan lagi sehingga sinyal tersebut hanya
mempengaruhi spin dari irisan yang terstimulasi sebelumnya.
Phase-encoding
Phase-encoding gradient GP akan dinyalakan sementara di antara pemilihan
irisan dan spin echo. GP akan menumpukkan fasa yang berbeda pada spin.
Untuk matriks yang terdiri dari 256 baris dan 256 kolom, proses penyalaan
gradient (switching) dari urutan spin echo akan diulang sebanyak 256x dengan
parameter TR dan GP yang meningkat secara bertahap.
Tahap proses phase-encoding dalam grafik sinyal sering digambarkan dengan
garis horisontal yang banyak dalam bagian balok GP, yang menggambarkan
amplitudo tahapan gradient yang berbeda, baik positif maupun negatif.
Frequency-encoding
Selama proses spin echo, frequency-encoding gradient GF akan dipengaruhi
juga. Karena spin echo dibaca pada saat tersebut, gradient ini disebut juga
readout gradient.
Jika tidak ada hal lain yang diberikan selain readout gradient, maka gerakan

precession dari spin pada arah frequency-encoding akan mulai berubah menjadi
keadaan dephase. Selama parameter TE, spin akan berada dalam keadaan
dephase sepenuhnya, tidak memberikan spin echo. Hal ini dapat diatasi engan
memberikan gradient tambahan.
Berkaitan dengan proses pembacaan, spin dalam keadaan dephase karena
gradient dengan polaritas yang berbeda dan setengah durasi dari readout
gradient (dephasing gradient). Hal ini menyebabkan readout gradient akan
mengembalikan fasa spin, sehingga spin yang berada di tengah-tengah interval
pembacaan akan sefasa lagi pada waktu terjadinya spin echo maksimum.
Seperti misalnya, readout gradient diberikan sebelum sinyal fasa 180o, sehingga
gradient memiliki fasa yang sama seperti readout gradient. Hal ini dikarenakan
sinyal fasa 180o akan membalikkan fasa spin.
Biasanya TE selalu lebih singkat daripada TR. Selama interval waktu antara
proses pembacaan echo terakhir dan sinyal RF selanjutnya, dapat dihasilkan
beberapa irisan tambahan (misalnya z1 sampai z4), yang disebut dengan
multislice sequence.
Metode ini akan memberikan irisan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan suatu
daerah tertentu.
Urutan yang lebih cepat, seperti misalnya urutan gradient echo, akan
memberikan suatu keuntungan, yaitu dapat menghasilkan sekumpulan data 3D
karena waktu pengulangan yang singkat. Kumpulan data 3D tersebut digunakan
untuk merekonstruksi tampilan 3 dimensi.
Posisi fasa yang berbeda dapat ditempatkan pada lokasi yang kosong. Hal inilah
yang mendasari proses phase-encoding. Saat phase-encoding gradient seolaholah akan ditumpukkan pada arah pilihan irisan (arah z, seperti pada contoh),
maka yang dibicarakan adalah pencitraan 3D.
Melalui proses phase-encoding tambahan yang tegak lurus terhadap bidang
citra, seperti citra-citra yang bersebelahan, maka akan didapat informasi tentang
volume spasial (SLAB), dimana bidang volume tersebut dinamakan PARTISI.
Dari kumpulan data yang dihasilkan selama pengukuran 3D, perangkat lunak
POST-PROCESSING dapat menghasilkan tampilan secara spasial.
Kontras Spin Echo
Dalam pencitraan MR, ada tiga buah jenis kontras yang sangat penting, yaitu
kontras T1, kontras T2, dan kontras densitas proton. Jenis jaringan tubuh yang
berbeda akan memberi magnetisasi transversal yang berbeda juga. Tempat
dimana sinyalnya kuat, maka citranya akan menunjukkan pixel yang lebih
terang, sedangkan sinyal yang lebih lemah akan menghasilkan pixel yang lebih
gelap.
Jika jumlah proton yang berkontribusi dalam magnetisasi makin banyak, maka
sinyalnya akan semakin kuat. Walaupun begitu, hal terpenting untuk diagnostik
medis adalah efek yang ditimbulkan dari konstanta relaksasi T1 dan T2 pada
kontras suatu citra.
Parameter TE dan TR
Jika mengingat kembali tentang urutan spin echo, maka prosesnya adalah sbb :
sebuah sinyal fasa 180o diberikan pada selang waktu setelah sinyal fasa 90o
dan menghasilkan spin echo setelah Echo Time TE = 2.
Urutan sinyal ini, fasa 90o dan fasa 180o harus diulang hingga memenuhi semua
tahap proses phase-encoding dari scan matrix (misalnya 256 kali). Waktu
interval antara pengulangan-pengulangan tersebut disebut dengan Repetition
Time TR.
Konstanta TE dan TR merupakan parameter yang terpenting untuk

mengendalikan kontras dari urutan spin echo.


Kontras Densitas Proton
Gambar di samping menampilkan tiga buah jenis jaringan tubuh yang berbeda
(1, 2, dan 3) dengan waktu relaksasi yang berbeda juga.
Relaksasi longitudinal akan dimulai segera setelah sinyal fasa 90o. Magnetisasi
longitudinal MZ dari tiga buah jaringan tubuh yang berbeda akan pulih pada
kecepatan yang berbeda. Nilai maksimumnya berhubungan dengan "densitas
proton", yaitu jumlah proton Hidrogen per unit volume.
Dengan diberikannya kembali sinyal fasa 90o setelah TR, maka magnetisasi
longitudinal aktual akan berubah menjadi magnetisasi transversal MXY dan
menghasilkan sinyal dengan kekuatan yang berbeda.
Jika TR dipilih cukup panjang, maka perbedaan sinyal dalam jaringan setelah
sinyal fasa 90o yang diulang hanya akan bergantung pada densitas proton di
dalam jaringan, karena relaksasi longitudinal yang hampir selesai. Echo harus
dihasilkan segera setelah sinyal fasa 90o yang diulang, dengan TE yang lebih
singkat, sehingga didapat citra proton density-weighted (PD yang singkat). Pada
kenyataannya, TR dari urutan spin echo biasanya lebih lama dari 2-3 detik. Hal
ini juga berarti jenis jaringan tubuh dengan konstanta T1 yang lebih lama,
misalnya CSF, yang tidak segera pulih setelah periode waktunya.
Kontras T2
Kurva sinyal akan menurun karena relaksasi T2 dan mulai berpotongan. Kontras
densitas proton akan hilang. Pada TE yang lebih lama, kurva akan mulai
menyimpang dan kontras dikendalikan oleh relaksasi T2, sehingga diperoleh citra
T2-weighted. Kekuatan sinyal dari spin echo akan bergantung pada penyusutan
T2.
Di samping merupakan perbandingan citra yang menunjukkan kontras T2
dengan TE yang semakin lama akan semakin lama.
Pada keadaan tersebut, densitas proton tidak lagi mempengaruhi kontras.
Kontras T2 hanya bergantung pada komponen TE yang dipilih. T2 yang optimal
dari suatu citra T2-weighted merupakan nilai rata-rata konstanta T2 dari citra
jaringan yang akan ditampilkan (ada di antara 80 dan 100 ms).
Jika TE terlalu lama (citra yang terakhir), magnetisasi transversal telah menyusut
sampai pada suatu tingkat dimana sinyal-sinyal dari beberapa jenis jaringan
akan menghilang di dalam derau (noise) sinyal yang tidak dapat dihindarkan.
Kontras T1
Jika dipilih TR yang singkat sehingga relaksasi T1 belum selesai, maka sinyalnya
akan menjadi lebih lemah dan kontrasnya akan berkurang seiring TE yang
semakin meningkat. Oleh karena itu, harus dipilih TE yang sesingkat mungkin.
TR yang singkat akan menghilangkan efek dari densitas proton, TE yang singkat
akan menghilangkan efek dari relaksasi T2. Perbedaan kekuatan sinyalnya
sebagian besar bergantung pada magnetisasi longitudinal sebelumnya, yaitu
yang berasal relaksasi T1 jaringan tertentu, sehingga diperoleh citra T1weighted.
. Dengan TE yang lebih panjang, baik kontras T1 maupun sinyal yang terukur,
masing-masing akan dikurangi. Kombinasi waktu pengulangan yang singkat dan
TE yang lama sangat tidak sesuai.
Jenis jaringan yang normal hanya memiliki sedikit perbedaan dari densitas
protonnya, di samping relaksasi T1 yang berbeda. Oleh karena itu, pencitraan
T1-weighted akan sangat sesuai untuk tampilan anatomi tubuh.
Mengukur Multiple Echo
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence.

Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan
sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari
data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa
pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang
sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka
didapat citra densitas proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran
tunggal.
Jadi dengan mengambil beberapa nilai parameter yang berbeda, maka akan
didapat citra-citra sbb :
Kontras T1 (TR dan TE singkat)
Kontras T2 (TR danTE yang lama)
Kontras densitas proton (TR lama, TE singkat)
Dengan pencitraan spin echo, efek akibat T1 dan T2 berbanding terbalik, yaitu :
jaringan dengan T1 yang lebih lama akan berwarna lebih gelap dalam citra T1weighted dan jaringan dengan T2 yang lebih lama akan tampak lebih terang.
Kontras Menggunakan Pemulihan Inversi (IIR)
Urutan pemulihan inversi merupakan urutan spin echo dengan didahului oleh
sinyal fasa 180o. Dalam teknologi MR, sinyal-sinyal persiapan akan mendahului
urutan yang sebenarnya dan di sini akan dibicarakan bagaimana cara
memanipulasi kontras citra tersebut.
Pemulihan inversi
Pertama Proses Inversi Dahulu, kemudian Proses Pemulihan.
Urutan pemulihan Inversi (Inversion Recovery Sequence, IIR) menggunakan
sinyal fasa 180o 90o 180o. Pertama-tama, magnetisasi longitudinal dibalik
oleh sinyal persiapan fasa 180o pada arah yang berlawanan. Magnetisasi
transversal akan nol dan sinyal MR tidak akan diterima.
Interval di antara sinyal fasa 180o dan sinyal stimulasi fasa 90o diketahui
sebagai Inversion Time TI. Selama periode tersebut, magnetisasi longitudinal
akan pulih.
Sinyal stimulasi fasa 90o akan mengubah magnetisasi longitudinal aktual
menjadi magnetisasi transversal.
Kontras T1 yang Kuat
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence.
Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan
sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari
data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa
pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang
sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka
didapat citra kepadatan proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran
tunggal. Saat urutan spin echo memberikan kontras T2 yang baik, maka IIR
digunakan untuk mendapatkan kontras T1 yang lebih tinggi.
Sebagaimana magnetisasi longitudinal memulihkan nilai negatifnya dengan
proses inversi, magnetisasi dari jenis jaringan yang berbeda akan mencapai nilai
nol pada waktu yang berbeda. Proses inversi magnetisasi ini memberikan
dispersi yang lebih baik dari kurva T1 menjadi kontras T1 yang lebih baik juga.
Dengan memilih TI yang sesuai, maka kontras akan semakin baik.
Kerugiannya adalah waktu pengukuran yang lebih lama. Dengan bergantung

pada T1, irisan yang diukur lebih sedikit dibandingkan dengan metode T1weighted spin echo.
Karena TI telah dipilih, jaringan yang lebih cepat relaks (a) telah melewati titik
perpotongan nol, sedangkan jaringan relaksasi yang lebih lambat (b) belum
melewatinya. Akan sangat membingungkan jika hanya magnitudo sinyal yang
digunakan untuk menentukan kontras citra. Jenis jaringan dengan konstanta T1
yang berbeda akan ditampilkan dengan nilai keabu-abuan yang sama.
Perbandingan citra di samping menunjukkan efek TI pada kontras di dalam otak.
Sinyal yang berasal dari zat putih atau abu akan dihilangkan.
Kontras dari beberapa jenis jaringan yang berbeda dapat dipastikan dengan
mempertimbangkan arah dari magnetisasi longitudinal.
Magnetisasi longitudinal positif dan negatif akan diubah oleh sinyal eksitasi fasa
90o menjadi magnetisasi transversal dengan pergeseran fasa sebesar 180o. Jika
magnitudonya dipertimbangkan seperti halnya perbedaan fasa dari sinyal-sinyal
tersebut, maka akan dimungkinkan untuk menempatkan sinyal pada magnetisasi
longitudinal positif atau negatif aslinya. Hal inilah yang akan menentukan
kontras T1 maksimum.
Metode rekonstruksi phase sensitive ini akan memberikan magnetisasi
longitudinal yang sebenarnya dan sering disebut dengan true inversion recovery,
yang banyak digunakan oleh bidang ilmu kesehatan anak-anak (pediatrics).
http://blogbabeh.blogspot.com/search/label/FISIKA%20IMEJING%20-%20MRI

MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Dalam pencitraan MRI, dokter interes pada perspektif klinis, sedangkan fisikawan
medis seharusnya lebih memperhatikan karakteristik fisika citra. Nilai klinis citra
tergantung pada karakter fisikanya. Peran fisikawan medis yang utama
membantu optimasi berbagai karakteristik fisika untuk aplikasi klinik yang
khusus. Beberapa karakteristik MRI yang perlu diperhatikan adalah :

Karakteristik kualitas citra

Karakteristik spasial

Karakteristik visual citra


Beberapa karakteristik merupakan variabel yang berkaitan dengan desain
pesawat, metoda pencitraan spesifik, pemilihan berbagai faktor protokol
pencitraan.
Karakteristik kualitas citra
Kualitas citra yang menentukan dokter mampu visualisasi struktur, fungsi, dan
tingkat patologik dalam tubuh pasien. Kualitas citra merupakan gabungan antara
5 karakteristik spesifik.

Kemampuan dan limitasi proses MRI

Desain pesawat MRI

Kontrol kualitas dan perawatan peralatan

Faktor yang berhubungan dengan pasien

Protokol pencitraan
Berbagai faktor protokol
Pencitraan MRI merupakan proses yang kompleks, dengan banyak faktor variabel
atau parameter yang harus diatur oleh operator. Yang perlu diperhatikan
termasuk faktor berikut:

Metoda pencitraan (pulsa rf dan urutan gradien)

Nilai parameter untuk setiap metode

Cara pencitraan (karakteristik spasial)

Teknik pencitraan spesifik (reduksi artifact)


Dengan memilih kombinasi faktor protokol dapat dibuat citra yang optimum
sesuai dengan kebutuhan klinis.
Hubungan antara berbagai faktor protokol dengan kualitas citra sering sangat
kompleks. Mengubah salah satu faktor protokol dapat mengakibatkan
karakteristik citra yang berbeda. Perubahan satu faktor protokol untuk
meningkatkan salah satu aspek kualitas citra akan mengakibatkan penurunan
satu atau lebih karakteristik citra. Pada umumnya variabilitas yang tinggi dalam
kualitas MRI berkaitan erat dengan banyak faktor protokol yang tersedia.

Kualitas citra
Pemilihan MRI untuk aplikasi klinis spesifik pada umumnya ditentukan oleh
karakteristik kualitas citra. Dibandingkan dengan citra dengan modalitas sinar x
(radiografi dan CT) MRI mempunyai kelebihan dan kekurangan karakteristik
kualitas.
Sensitivitas kontras
Kontras sensitivitas tinggi membuat MRI menjadi modalitas yang sangat
berharga. MRI mampu untuk menghasilkan citra perbedaan kecil dalam

karakteristik jaringan dan fluida yang tidak tampak dalam citra dari modalitas
lain. Pencitraan MRI dapat diatur sehingga sensitive pada karakter berikut:

Densitas proton

T1 (longitudinal magnetization relaxation time)

T2 (transverse magnetization relaxation time)

Tipe jaringan (chemical shift)

Stuktur vaskular (blood flow velocity and direction)

Sensitivitas kontras pada karakteristik jaringan atau fluida spesifik ditentukan


dengan seleksi metoda pencitraan spesifik dan kemudian mengatur parameter
yang sesuai dengan metoda khusus tersebut.
Visibilitas detail
Visibilitas detail anatomi atau obyek kecil dibatasi oleh pengaburan berkaitan
dengan proses pencitraan. Sumber utama pengaburan MRI adalah ukuran
individu voxel jaringan. Semua jaringan dalam suatu voxel merupakan satu
kesatuan dalam pengaburan. Visibilitas detail anatomi diperoleh dengan
menggunakan ukuran voxel yang kecil. Meskipun MRI mampu membuat voxel
kecil dan detail citra tinggi, namun ada limitasi praktis yang dibentuk oleh image
noise dan waktu akuisisi.
Image noise
Visual noise membatasi visibilitas obyek dengan kontras rendah. Yang
membatasi visibilitas detail anatomi adalah ukuran voxel. Teknik untuk
mengurangi noise sering meningkatkan waktu akuisisi citra. Noise merupakan
limitasi tertinggi dalam proses pencitraan MRI.
Artifacts
Proses pencitraan MRI sensitif pada berbagai kondisi yang meproduksi artifacts.
Artifact signifikan bila dalam daerah pencitraan hadir gerakan anatomi dan arus
fluida. Artifact dapat dihilangkan atau dikurangi dengan satu atau lebih teknik
reduksi artifact selama proses akuisisi citra.
Distorsi
Distorsi geometri bukan masalah yang signifikan dalam pencitraan MRI. Pada
umumnya citra memberikan indikasi akurat ukuran relatif, bentuk, dan lokasi
struktur anatomi. Bila terjadi tidak keakuratan geometri, biasanya dikarenakan
oleh orientasi bidang citra yang tidak benar.
Waktu akuisisi
Karakteristik kualitas citra dapat diperbaiki dengan meningkatkan waktu akuisisi.
Pembentukan citra MRI terdiri dari dua fase yang berbeda.

Akuisisi signal

Rekonstruksi citra

Fase akuisisi pada umumnya membutuhkan waktu lebih lama dibanding dengan
fase rekonstruksi. Fase ini berisi siklus pencitraan yang diulang banyak kali.
Lama pengulangan (repetition time) TR merupakan salah satu parameter
protokol yang dapat diatur. Efek utama adalah pada sensitivitas kontras dan
noise citra. Jumlah siklus pengulangan dalam suatu akuisisi ditentukan oleh
detail anatomi dan noise. Kedua karakteristik dapat diperbaiki dengan
meningkatkan jumlah siklus pengulangan.
Karakteristik spasial
Pada umumnya aplikasi MRI dalam bentuk citra tomografi. Ketidak untungan
pencitraan tomografi adalah jumlah citra yang banyak dibutuhkan untuk
memperoleh informasi dari suatu daerah anatomi spesifik.

Irisan
Karakteristik utama irisan yang harus diperhatikan adalah ukuran, orientasi, dan
jumlah irisan.
Ukuran
Ukuran irisan ditentukan oleh dua parameter protokol. The field of view (FOV)
menentukan daerah anatomi yang akan masuk dalam irisan. Kebanyakan
prosedur menggunakan FOV bujur sangkar, tetapi FOV persegi panjang
mempunyai keuntungan untuk aplikasi tertentu. Ketebalan irisan biasanya dapat
diatur dalam daerah 1 mm 10 mm. Ukuran irisan memberikan dampak
signifikan pada 3 karakteristik kualitas; detail, noise, dan artifacts.
Orientasi
MRI mampu membentuk citra virtual sembarang bidang dalam tubuh pasien.
Dengan demikian struktur anatomi dapat dilihat dari berbagai perspektif.
Jumlah irisan
Jumlah irisan dipilih untuk prosedur spesifik pada umumnya ditentukan oleh
ukuran daerah anatomi yang diamati, tebal irisan, dan jarak antar irisan. Jumlah
irisan memberikan efek pada waktu akuisisi citra.
Voxel

Selama proses pencitraan, irisan jaringan dibagi menjadi matrix atau deretan
satuan volume individual yang disebut voxel. Voxel mewakili suatu sampel
jaringan diskrit. Jumlah voxel dalam irisan memberi efek kualitas citra dan waktu
akuisisi citra.
Ukuran voxel
Ukuran voxel dalam bidang irisan sama dengan FOV dibagi dengan ukuran
matrix. Ketebalan irisan menentukan ukuran tebal voxel
Jumlah voxels matrix size
Ukuran matrix, yaitu jumlah voxel sepanjang satu dimensi pada irisan
merupakan parameter protokol yang bervariasi. Biasanya ukuran matrix dalam
jangkauan 128 512 untuk aplikasi dalam semua pencitraan.
Pixels
Citra dibagi menjadi matrix dari satuan individu yang disebut pixel. Kecerahan
individual pixel ditentukan oleh intensitas signal rf yang diproduksi oleh voxel
yang bersangkutan. Biasanya satu pixel mewakili satu voxel. Namun dapat pula
dibuat citra dengan beberapa pixel untuk satu voxel. Ukuran pixel memberi efek
pada penampilan citra, namun ukuran voxel jaringan yang menentukan kualitas
citra.
Visualisasi karakteristik
Citra MR adalah tayangan suatu fenomena atau karakteristik fisika. Berbagai
karakteristik membentuk hubungan antara citra yang didisplai dengan jaringan
dalam tubuh pasien.
Intensitas signal radiofrekuensi (rf)
Citra MR konvensional merupakan displai intensitas signal rf yang dipancarkan
oleh irisan jaringan. Kecerahan setiap piksel berhubungan dengan intensitas
signal rf yang diproduksi oleh voksel yang sepadan.
Resonansi magnetik
Bila jaringan dan fluida tubuh yang berisi inti magnetik diletakkan dalam medan
magnet kuat, inti akan beresonansi dalam daerah radiofrekuensi. Frekuensi
resonansi ditentukan oleh 2 faktor: karakteristik frekuensi resonansi setiap inti
tertentu, dan kuat medan magnet. Untuk hidrogen, yang merupakan inti utama
dalam pencitraan medis, beresonansi pada frekuensi 42.6 dalam medan magnet
1 Tesla. Voxel yang terresonansi memancarkan signal rf sebagai respons pada
deretan pulsa rf yang diterima dari sistem pencitraan.
Sayangnya, sistem pencitraan sensitif terhadap energi rf dari berbagai sumber
lain selain jaringan dalam voxel. Penerimaan energi rf yang tidak diharapkan ini
akan mengurangi kualitas citra dengan adanya penambahan gangguan visual
(visual noise) ataupun artifact.
Intensitas signal voxel
Pada dasarnya, setiap voxel jaringan merupakan suatu sumber signal
independen. Intensitas signal setiap voxel ditayangkan sebagai kecerahan oleh
citra pixel yang sepadan. Tampaknya konsep pencitraan tersebut sederhana,

namun proses sebenarnya dari voxel menjadi kecerahan pixel berkaitan dengan
2 operasional yang sangat kompleks, yaitu proses akuisisi dan rekonstruksi.

Selama proses akuisisi, signal voxel harus diberi tanda dengan karakteristik yang
unik sehingga dapat diarahkan ke pixel sepadan oleh proses rekonstruksi citra
Fourier. Selama proses akuisisi, gradien medan magnet dipakai untuk memberi
signal dari voxel dengan kombinasi unik antara frekuensi dan berbagai
karakteristik fase. Frekuensi dan proses penandaan fase menempatkan dua
pengenal alamat pada signal dari setiap voxel (seperti lamat rumah, nama jalan
dan nomer rumah). Proses rekonstruksi menyortir signal dan menayangkan
intensitasnya dalam lokasi pixel citra yang sepadan.
Energi gangguan (noise)
Jaringan di luar suatu irisan jaringan dapat juga menjadi sumber energi.
Kebanyakan energi tersebut dihasilkan oleh aktivitas termal dalam jaringan,
bukan dari prosese MR yang memproduksi signal dalam voxel jaringan. Sifat
sembarang energi rf ini menambah signal voxel dan menghasilkan variasi jenis
statistik dalam kecerahan pixel, yang akan kelihatan sebagai gangguan citra.
Kehadiran konstan energi rf yang tidak diharapkan ini dan menghasilkan
gangguan citra merupakan salah satu faktor terbesar keterbatasan dalam MRI.
Artifacts
Proses pencitraan MR sensitif terhadap berbagai kondisi yang menghasilkan
artifacts. Gerakan jaringan dan fluida tubuh selama proses akuisisi merupakan
sumber utama artifacts yang mengganggu pencitraan klinis. Suatu karakteristik
umum yang terbanyak terjadi dalam citra MR adalah signal rf dari suatu foxel
tertentu tidak diarahkan dan ditayangankan pada lokasi pixel yang sepadan.

Magnetisasi jaringan
Citra MR merupakan tayangan magnetisasi jaringan. Jaringan menjadi bersifat
magnet ketika diletakkan dalam medan magnet kuat. Magnetisasi terjadi karena
magnetik inti dalam jaringan menjadi searah dengan medan magnet,
menghasilkan magnetisasi dalam voxel jaringan. Tingkat magnetisasi yang dapat
dicapai ditentukan oleh konsentrasi inti magnet dan kuat medan magnet.
Magnetisasi jaringan yang searah dengan medan magnet disebut sebagai
magnetisasi longitudinal.

Magnetisasi longitudinal tidak dapat langsung menghasilkan signal rf. Oleh


karenanya harus diubah dalam bentuk lain. Selama proses akuisasisis citra MR,
magnetisasi jaringan mengalami suatu deretan perubahan dalam orientasi
maupun besarnya. Intensitas signal rf ditentukan oleh besar magnetisasi yang
ada pada suatu waktu spesifik yang dikenal sebagai kejadian ekho. Tingkat
magnetisasi pada waktu kejadian ekho ditentukan oleh kombinasi karakteristik
jaringan dan parameter proses pencitraan.

Relaksasi longitudinal
Magnetisasi longitudinal maksimum tidak terjadi instan ketika jaringan
dimasukkan kedalam medan magnet. Magnetisasi ini akan tumbuh secara
eksponen dengan waktu. Waktu konstan untuk proses pertumbuhan tersebut
dikenal sebagai T1. Waktu T1 merupakan karakteristik jaringan yang tergantung
pada jenis jaringan dan kehadiran kondisi patologik.
Eksitasi
Magnetisasi longitudinal merupakan kondisi diam yang tidak memproduksi
signal rf. Di lain pihak, magnetisasi pada bidang transversal merupakan
generator signal rf. Di beberapa tempat pada setiap siklus akuisisi, magnetisasi
longitudinal harus diubah menjadi magnetisasi transversal dengan memberikan
suatu pulsa energi rf, yang disedut proses eksitasi. Pulsa eksitasi ditandai oleh
flip angle (sudut jatuh putar) yang menentukan fraksi magnetisasi longitudinal
yang dapat dijatuhkan pada bidang transversal.
Relaksasi transversal
Magnetisasi transversal merupakan kondisi tidak stabil yang meluruh secara
eksponen. Waktu konstan proses peluruhannya dikenal sebagai T2. Harga T2
ditentukan oleh karakteristik jaringan seperti jenis jaringan dan kehadiran
patologi.
Ada dua persyaratan agar dihasilkan magnetisasi transversal. Inti magnetik
harus dalam bidang transversal dan harus spinning dalam fase yang sama. Pulsa
eksitasi menghasilkan kedua kondisi tersebut. Meskipun magnetik inti akhirnya

meninggalkan bidang transversal, namun proses ini relatif lebih lambat


dibanding dengan proses kehilangan koherensi fase. Proses dephasing
(kehilangan/pengurangan
fase)
magnetisasi
inti
dalam
voxel
yang
mengakibatkan peluruhan magnetisasi transversal. Dephasing dan peluruhan
magnetisasi transversal dihasilkan oleh karakteristik jaringan T2 dan
inhomogenitas medan magnet dalam voxel. Inhomogenitas medan magnet
dalam voxel dapat berasal dari inhomogenitas medan inherent, variasi
suseptibilitas dalam voxel atau aplikasi gradien magnet.
Kejadian ekho
Signal rf diproduksi pada suatu tempat spesifik bersamaan waktu dengan refase
magnetik inti. Refase ini yang memproduksi kejadian ekho. Bila refase diproduksi
oleh pulsa rf, maka disebut spin echo. Refase dapat juga dihasilkan dengan
memberikan gradien magnet terbalik yang menghasilkan kejadian gradient echo.
Interval waktu antara eksitasi dan kejadian ekho merupakan parameter protokol
yang dapat diatur yang disebut TE (time to the echo event).
Inti magnetik
Citra MR merupakan citra inti magnetik. Inti magnetik ini yang akan menjadi
sumber magnetisasi jaringan yang akan menghasilkan signal rf. Agar dapat
berinteraksi dengan medan magnet, inti harus merupakan magnet kecil dan
memiliki momen magnet. Karakteristik magnetik individu inti ditentukan oleh
komposisi proton-netron. Hanya inti dengan jumlah proton dan netron ganjil yang
memiliki momen magnet. Suatu voxel jaringan harus berisi inti magnetik dengan
konsentrasi tinggi agar dapat memproduksi signal rf.
Hidrogen
Inti hidrogen mempunyai satu proton. Pencitraan klinis MR dibatasi hanya
bersumber dari inti hidrogen.
Karakteristik jaringan
Intensitas signal rf pada waktu kejadian ekho ditentukan oleh 3 karakteristik
spesifik, yakni densitas proton, T1 dan T2.

Perbedaan ketiga karakteristik ini dari jaringan satu dengan jaringan lain yang
merupakan sumber kontras dalam pencitraan MR konvensional. Sensitivitas
kontras pada suatu karakteristik jaringan spesifik ditentukan oleh berbagai
parameter yang dihubungkan dengan metoda pencitraan. Bila metoda
pencitraan spin-echo konvensional digunakan, TR dan TE adalah parameter yang
dapat dipakai untuk mengatur kontras sensitivitas untuk karakteristik jaringan
tertentu.
Sensivitas maksimum untuk kontras T1 diperoleh dengan menggunakan TR
relatif pendek. Maksimum sensitivitas untuk kontras densitas proton
membutuhkan TR yang relatif panjang. Nilai TE merupakan kontrol utama untuk
menentukan sensitivitas kontras T2. Dalam pencitraan MR pertimbangan harus
diberikan pada kontras berlawanan yang sering dihasilkan oleh berbagai
karakteristik jaringan. Sebagai contoh, bila kontras T1 dan T2 dicampur tidak
tepat dalam suatu citra, visibilitas perbedaan berbagai lesi atau jaringan lain
akan direduksi dan bahkan akan dapat hilang.
Posted by Babeh Edi at 09:13 0 comments
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: FISIKA IMEJING-MRI

Wednesday, 25 January 2012


MAGNETIK RESONANCE IMEJING
Tinjauan Pustaka
A.

Prinsip Dasar MRI

1.
a.

Komponen Dasar MRI

Magnet Utama
Magnet utama digunakan untuk memproduksi medan magnet yang besar, yang
mampu menginduksi jaringan atau obyek sehingga mampu menimbulkan magnetisasi
dalam obyek. Beberapa jenis magnet utama adalah:

1)

Permanen Magnet.

Gambar 2.1 Permanen Magnet (Westbrook dan Kaut,1998).


Permanen magnet dibuat dari bahan-bahan ferromagnetic. Yang umum digunakan
sebagai pembuat magnet permanen adalah campuran antara alumunium, nikel, dan kobalt,
disebut juga alnico. Permanen magnet tidak memerlukan listrik, kadangkala dirancang
dengan model terbuka dan sangat umum digunakan pada pasien-pasien klaustrophobia,
obesitas, ataupun pasien dengan pemeriksaan musculo skeletal dan teknik

intervensional yang sulit dilakukan dengan MRI yang tertutup (Westbrook dan Kaut, 1998)
2)

Resistive Magnet.

Gambar 2.2 Resistive magnet (Westbrook dan Kaut,1998)


Magnet jenis ini dibangkitkan dengan memberikan arus listrik melalui kumparan.
Resistive magnet lebih ringan dibandingkan dengan permanen magnet, sementara kuat
medan magnet maksimum yang dihasilkan kurang dari 0,3 Tesla.
3)

Super Conducting magnet.


Super conducting magnet menggunakan bahan yang terbuat dari miobium dan
titanium. Bahan tersebut akan menjadi superconductive pada temperatur 4K (Kelvin) dengan
memberikan arus listrik melalui kumparan-kumparan. Untuk menjaga kemagnetan
kumparan harus dalam temperatur yang sangat dingin. Biasanya digunakan helium cair
yang disebut juga dengan cryogen bath. Kuat medan magnet yang dihasilkan berkisar

antara 0,5-4 Tesla untuk pencitraan diagnostik, dan lebih dari 9 Tesla untuk penelitian
spectroscopic dan high resolution.
b.

Koil Gradien
Koil gradien digunakan untuk membangkitkan suatu medan magnet yang
mempunyai fraksi-fraksi kecil terhadap medan magnet utama. Gradien digunakan untuk
memvariasikan medan pada pusat magnet. Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus
antara ketiganya, yaitu bidang x, y, dan z. Fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan irisan
yang dipilih (axial, sagital, atau koronal), gradien ini digunakan sesuai dengan koordinat
dimensi ruang sebagai berikut:

1)

Gradien pemilihan irisan (slice selection) yaitu Gz.

2)

Gradien pemilihan fase (phase encode), yaitu Gy.

3)

Gradien pemilihan frekuensi (frequency encode), yaitu Gx.

Gambar 2.3 Kumparan gradien pada MRI menunjukkan tiga kumparan gradien yang saling
tegak lurus pada bidang x, y, dan z. (Hashemi dan Bradley, 1997)

Gambar 2. 4 Menunjukkan pemilihan gradien sepanjang sumbu x, y, dan z dengan z axis pasien
sejajar dengan z axis magnet. (Hashemi dan Bradley, 1997)
Dengan asumsi bahwa z axis tubuh sejajar dengan long axis magnet dengan arah
cranio-caudal (CC), y axis pada arah posteroanterior (PA) dan x axis dari arah kanan ke kiri
(R/L) akan menghasilkan gradien pemilihan irisan sepanjang z.
Pemilihan irisan dapat kita lihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.1. Tabel Gradien
SliceSelect
Gradient

PhaseFrequencyEncoding
Encoding Gradient
Gradient

Axial

Sagittal

Coronal

Sumber : Hashemi dan Bradley, 1997

c.

Koil Radiofrekuensi
Koil yang umum digunakan, yaitu koil penerima dan koil pemancar-penerima
(transceiver receiver coil).
Dengan medan magnet yang tinggi akan lebih efisien menggunakan koil transceiver
jika dibandingkan dengan penggunaan koil penerima saja, karena koil transceiver hanya
membutuhkan energi Radio-Frekuensi ( RF ) yang kecil untuk menghasilkan magnetisasi
transversal, sehingga SAR (Specific Absorbtion Rate) terhadap pasien dapat dikurangi.
Koil pemancar berfungsi memancarkan gelombang radio pada inti yang terlokalisir
sehingga terjadi eksitasi. Sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal output
dari sistem setelah eksitasi terjadi (Woordward, Peggy, 1995).
Semakin dekat objek terhadap koil, kemampuan koil menerima sinyal semakin baik.
Receive Only Coils, koil jenis ini hanya menerima sinyal, didesain untuk dapat ditempatkan
pada organ-organ tertentu seperti caudorectal untuk melihat prostat, rectum, atau uterus.
Koil jenis ini disebut juga local coil. Beberapa jenis koil diantaranya :

1)

Koil Volume. Koil Volume dapat menangkap sinyal lebih besar dari jaringan yang tereksitasi
sehingga Signal to Noise Ratio (SNR) menjadi lebih baik. Koil ini merupakan koil transceiver
yang berfungsi sebagai pemancar sekaligus penerima, digunakan untuk pemeriksaan
kepala, ekstremitas, abdomen, dan pelvis.

2)

Koil Permukaan (Surface Coil), merupakan penguat sinyal yang diterima dan dapat
ditempatkan dekat dengan objek (sumber sinyal). Surface coil juga meningkatkan SNR.

3)

Koil Linier, merupakan koil yang sensitif terhadap perubahan arah medan magnet atau
perubahan medan magnet sepanjang axis.

4) Koil Kuadrat, merupakan koil yang sensitif terhadap perubahan medan magnet sepanjang
axis ganda.

Koil Phased Array, disebut juga multicoil yang dapat mencakup objek lebih besar
tanpa menimbulkan noise sebagaimana jika digunakan dua koil yang diletakkan berdekatan.
d.

Sistem Komputer
Sistem komputer digunakan sebagai pengendali sebagian besar operasional
peralatan MRI. Dengan kelengkapan perangkat lunaknya, computer mampu melakukan
tugas-tugas mulai dari input data, pemilihan protokol pemeriksaan, pemilihan irisan,
mengontrol seluruh sistem, pengolahan data, penyimpanan data, pengolahan citra, display
citra sampai rekam data.

Gambar 2.5 Instrumentasi Dasar MRI


(Westbrook dan Kaut, 1998)
2.

Prinsip Dasar Pencitraan MRI


Atom terdiri atas inti atom dan orbit elektron. Inti atom terdiri atas proton yang

bermuatan +1 dan neutron yang tidak bermuatan. Sedangkan elektron bermuatan -1.
Sedangkan nomor atom menunjukkan jumlah proton di dalam inti dan massa atom
menunjukkan jumlah proton dan neutron di dalam inti (Westbrook, 1998).
a.

Spinning
Spinning (gerakan berputar yang berotasi pada sumbunya) dari suatu partikel
bermuatan yaitu proton akan menghasilkan momen dipol magnetic yang disebut juga
dengan spin. Inti yang paling banyak mendominasi jaringan tubuh adalah atom hidrogen (1
proton tanpa neutron). Atom hidrogen juga mempunyai momen dipol magnetic yang kuat
sehingga akan menghasilkan konsentrasi yang besar dan kekuatan yang kuat per inti. Hal
inilah yang menyebabkan signal atom hidrogen yang dihasilkan lebih besar (1000x lebih
besar dari atom lain daripada yang lainnya), sehingga atom inilah yang digunakan sebagai
sumber signal dalam pencitraan MRI (Westbrook, 1998).

b.

Presesi
Tidak semua proton arahnya paralel dan anti paralel terhadap medan magnet luar,
bahkan mereka berputar dengan cara tertentu, yang disebut dengan presesi (precession).
Frekuensi presesi adalah kecepatan angular dari presesi proton. Perputaran pada
atom dimana satu putaran dari suatu titik dan kembali ke titik yang sama disebut Frekuensi
Frekuensi presisi tidak konstan, tergantung kekuatan medan magnet eksternal.
Medan magnet luar semakin kuat maka precessi semakin cepat dan frekuensi semakin
tinggi.
Dalam keadaan normal, spinning proton atom hidrogen adalah acak (random).
Sehingga tidak menimbulkan magnetisasi (magnetisasi sama dengan nol). Jika spinning
proton diletakkan dalam medan magnet luar yang sangat kuat maka akan mengalami
precessi, yaitu pergerakan spin proton yang unik seperti gangsing. Kecepatan atau frekuensi
precessi atom hidrogen tergantung pada kuat medan magnet yang diberikan pada jaringan.
Semakin besar kuat medan magnet yang diberikan maka semakin cepat precessi proton.
Frekuensi precessi proton tergantung pada kuat medan magnet disebut dengan frekuensi
larmor yang mengikuti persamaan

=B
dimana
= frekuensi
Larmor proton
= koefisien gyromagnetic
B = medan magnet eksternal

(Sumber Westbrook dan Kaut 1998)

Gambar 2.6 Presesi Atom Hidrogen (Westbrook dan Kaut, 1998)


c.

Resonansi.
Resonansi terjadi apabila pada obyek diberikan gangguan berupa gelombang radio
yang mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi presisi Larmor obyek. Untuk
keperluan klinis, pembentukan citra didasarkan pada pemanfaatan atom hidrogen dalam
tubuh dengan kata lain agar fenomena resonansi terjadi gelombang radio (RF) yang
diberikan harus mempunyai frekuensi Larmor yang sama dengan frekuensi larmor hidrogen,
yaitu 42,57 MHz/Tesla. Pengaplikasian gelombang radio (RF) yang menyebabkan resonansi

terjadi eksitasi sebagai hasil dari fenomena resonansi Nett Magnetitation Vector (NMV)
menjadi terotasi dari bidang longitudinal ke bidang transversal xy. Magnetisasi pada bidang
ini dikenal dengan magnetisasi transversal. Mxy sudut perotasi dikenal dengan flip angle.

Gambar 2.7 Arah magnetisasi longitudinal dan transversal


(Westbrook dan Kaut, 1998)

Fenomena terpenting pada pencitraan MRI adalah peristiwa resonansi magnetik dari
suatu spinning proton yang mengalami precessi ketika berada pada medan magnet luar
yang sangat kuat. Syarat untuk menimbulkan fenomena resonance magnetic ini adalah
dengan menggunakan pulsa RF (yang dipancarkan oleh suatu coil transmitter) yang sama
dengan frekuensi larmor yang dimiliki oleh proton atom hydrogen dalam tubuh. Dari
peristiwa resonance magnetik ini akan didapatkan signal yang pancarkan oleh proton atom
hidrogen tubuh yang kemudian ditangkap oleh coil receiver dan selanjutnya signal ini akan
diolah oleh komputer menjadi sebuah citra (Westbrook, 1998).
B.

Proses Pembentukan Gambar


1.

Pulsa RF ( Radio Frequency )


Pulsa RF merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki frekuensi antara 1

80 MHz (Bushong, 1996). Apabila spin ditembak oleh sejumlah pulsa yang mempunyai
frekuensi sama dengan frekuensi Larmor, maka resonansi akan terjadi. Spin memungkinkan
menyerap energi pulsa dan mengakibatkan sudut presesi semakin besar. Peristiwa tersebut
dikenal dengan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Pada hidrogen, agar terjadi resonansi
maka frekuensi pulsa yang diaplikasikan harus sebesar frekuensi Larmornya.
Perubahan sudut presesi akibat pemberian pulsa RF tergantung dari lama dan
intensitas pulsa. Pulsa yang mengakibatkan sudut presesi menjadi 90 disebut pulsa 90,
pulsa yang mengakibatkan sudut 180 disebut pulsa 180, pulsa yang mengakibatkan sudut
< 90 disebut pulsa alpha flip.
Peristiwa resonansi mengakibatkan Nuclear Magnetic Vektor ( NMV ) berada pada
bidang transversal. Magnetisasi transversal akan menginduksi koil penerima sehingga
terbentuk sinyal. Sinyal ini disebut sinyal MR (magnetic resonance), dimana besarnya
frekuensi adalah sama dengan frekuensi Larmor (Westbrook, 1998).
2.

Waktu Relaksasi Longitudinal ( T1 ) dan Tranversal ( T2 )

a.

Waktu Relaksasi Longitudinal (T1)


Pada waktu pemberian pulsa RF dihentikan, Nuclear Magnetic Vektor ( NMV ) akan
bergerak menuju bidang longitudinal. Masing-masing komponen magnetisasi mengalami
relaksasi secara bebas. Seiring dengan itu, maka nilai magnetisasi longitudinal (Mz) akan
muncul kembali dan bertambah besar, tetapi nilai komponen magnetisasi transversal (M T)
semakin berkurang.

Gambar 2.8 Kurva karakteristik T1, tumbuh kembali magnetisasi longitudinal (Longitudinal
recovery) menjadi 63% (Westbrook, 1999)
Waktu yang dibutuhkan untuk kembalinya 63 % magnetisasi lonitudinal disebut
waktu relaksasi longitudinal atau T1, disebut juga relaksasi spin-kisi.

b.

Waktu Relaksasi Tranversal (T2)


Sementara waktu yang dibutuhkan komponen magnetisasi tranversal untuk meluruh
hingga 37 % dari nilai awalnya disebut waktu relaksasi tranversal atau T 2, disebut juga
relaksasi spin-spin (Bushong, 1998). T2 decay disebabkan oleh pertukaran energi inti inti
atom dengan atom lainnya. Pertukaran energi ini disebabkan oleh interaksi medan magnet
tiap inti atom.
Proses ini dinamakan spin relaxation dan menghasilkan decay atau hilangnya
transverse magnetisasi. Decay rate juga merupakan proses eksponensial.Seperti halnya T1,
T2 relaxation time adalah waktu yang konstan pada saat 63% transverse magnetisasi
hilang.

Gambar 2.9 Kurva Karakteristik T2, berkurangnya magnetisasi transversal (Transversal


Decay) menjadi 37% (Westbrook, 1999)
c.

Mekanisme Kekontrasan Gambar

Gambar akan memiliki kontras apabila ada perbedaan intensitas sinyal yang
ditangkap. Sinyal tinggi memberikan gambaran yang terang (hiperintens) sedangkan sinyal
yang rendah menghasilkan warna gelap (hipointens) dan beberapa tempat ada yang
intermediate (isointens). Jaringan tampak terang jika memiliki komponen magnetisasi
transversal yang besar, sehingga amplitudo sinyal yang diterima koil besar pula. Begitu juga
sebaliknya dengan jaringan yang memiliki komponen magnetisasi transversal yang kecil
tampak gelap (Westbrook,1998).

Gambar 2.10 Grafik intensitas sinyal terhadap waktu (Sprawl, 1987).


Secara skematis, dengan aplikasi waktu TR dan TE maka kedua jaringan(A dan B)
mengalami pemulihan magnetisasi longitudinal dan peluruhan magnetisasi transversal
sebelum full recovery. Formasi echo yang dihasilkan memiliki perbedaan intensitas sehingga
menghasilkan kontras gambar (dilihat pada skala keabuan).
1)

Kontras Citra T1 dan T2


Salah satu aspek outstanding diagnostik pada pencitraan MRI adalah kemampuan
untuk melihat variasi tipe dari jaringan yang normal dan abnormal. Dengan menggunakan
parameter yang benar, pencitraan MRI akan memberikan kita sebuah kontras jaringan yang
baik. Dorlands Illustrated Medical Dictionary mendefinisikan istilah kontras sebagai

perbandingan untuk merinci suatu perbedaan. Untuk diagnosis yang akurat, gambar MR
harus dapat menujukkan perbedaan antar jaringan.
Hal yang paling penting adalah seorang operator harus memahami dan menguasai
prinsip-prinsip untuk mendapatkan kontras gambar yang baik. Pada penggunaan pulse
sequence spin echo, hanya ada dua faktor yang berperan langsung dalam mengontrol
kontras jaringan pada gambar, yaitu TR dan TE. TR adalah TR (Time Repetition) adalah
waktu pengulangan antar pulse Rf 900 yang satu dengan yang berikutnya pada sebuah
slice. Nilai TR berkisar antara 350-3000 ms. Sedangkan TE adalah waktu tengah antar
pulsa 900 dan signal maksimum (echo). Nilai TE pada spin echo standar berkisar antara 10120 ms (Woodward, 1995).
a)

Kontras Citra T1 (pembobotan T1)


Yang dimaksud dengan citra dengan pembobotan T1 adalah citra yang kontrasnya
tergantung pada perbedaan T1 time. T1 time adalah waktu yang diperlukan untuk recovery
hingga 63% dan dikontrol oleh TR. Karena TR mengontrol seberapa jauh vector dapat
recover sebelum diaplikasi RF berikutnya, maka untuk mendapatkan pembobotan T1, TR
harus dibuat pendek sehingga baik lemak maupun air tidak cukup waktu untuk kembali ke
Bo, sehingga kontras lemak dan air dapat tervisualisasi dengan baik. Jika TR panjang lemak
dan air akan cukup waktu untuk kembali ke Bo dan recover longitudinal magnetisasi secara
penuh sehingga tidak bisa mendemonstrasikan keduanya.
Atom hydrogen pada jaringan yang berbeda dalam tubuh manusia mempunyai nilai
karakteristik intrinsik berupa T1 yang berbeda. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan
lingkungan makro melekularnya. T1 yang disebut juga dengan waktu relaksasi longitudinal
atau spin-lattice (Bontrager, 2001) didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk
kembalinya 63% magnetisasi sepanjang sumbu longitudinal setelah pemberian pulsa RF 90 0
(Bushberg, 2002).

Pada pulse sekuens spin echo untuk mengontrol kontras T1 dapat digunakan short
TR short TE yaitu TR : 250-700 ms, TE : 10-25 ms (Westbrook, 1998).
b)

Kontas Citra T2 (pembobotan T2)


Yang dimaksud dengan pembobotan citra T2 adalah citra yang kontrasnya
tergantung perbedaan T2 time. T2 time adalah waktu yang diperlukan untuk decay hingga
37% dan dikontrol oleh TE. Untuk mendapatkan T2 weighting, TE harus panjang untuk
memberikan kesempatan lemak dan air untuk decay, sehingga kontras lemak dan dan air
dapat tervisualisasi dengan baik. Jika TE terlalu pendek maka baik lemak dan air tidak
punya waktu untuk decay sehingga keduanya tidak akan menghasilkan kontras citra yang
baik. Penjelasan tersebut secara ringkas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Sebagaimana T1, jaringan yang berbeda dalam tubuh manusia mempunyai nilai
karakteristik intrinsik berupa T2 yang berbeda pula. T2 atau yang disebut juga dengan waktu
relaksasi transversal atau spin-spin (Bontrager, 2001) .
Didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan magnetisasi transversal untuk meluruh
37% dari nilai awalnya (Bushberg, 2002).
Pada pulse sekuens spin echo untuk mengontrol kontras T2 dapat digunakan long
TR long TE yaitu TR : +2000 ms, TE : +60 ms (Westbrook, 1998)

C.

Pulse Sequence Pada MRI Thorakal.


Pulse sequence adalah pengaturan pemilihan dari radiofrekuensi dan pulse gradient
yang tepat, biasanya berulang beberapa kali selama scanning, dimana interval waktu
antara pulse dan amplitudo dan gelombang gradient dikontrol oleh penerimaan signal NMR
(nukleic magnetic resonance) dan karakteristik yang mempengaruhi gambaran MRI (mr-tip,
2008).
1. Spin Echo

Dalam Spin Echo dengan memberikan pulse RF (radio frekuensi) 90 terhadap


NMV (nuclei magnetisasi vector) mengakibatkan magnetisasi longitudinal berubah ke dalam
bidang transversal, kemudian mengalami dephasing. Setelah waktu berikutnya diberikan
pulse RF 180 sehingga NMV mengalami dephasing berlawanan dengan bidang
transversal. Pada saat mengalami dephasing 180 akan terbentuk echo dan waktu yang
terjadi disebut time echo (TE). Spin echo terbentuk ketika terjadi magnetisasi transversal in
phase signal maksimum yang menginduksi coil. Spin echo terdiri dari T1 dan T2.
Pulse sequence menghasilkan gambaran T1 weighted jika mempunyai nilai TR dan
TE pendek. Kontras image terjadi apabila terjadi perbedaan waktu T1 dalam lemak dan air
karena banyak echo, atau T2 dalam jaringan karena sedikit echo yang terjadi. T1 weighting
memberikan gambaran anatomis organ dan T2 weghting memberikan gambaran patologis
karena adanya cairan (odema/hemorhage) dalam jaringan

Gambar 2.11 Phase Encode pada Spin Echo konvensional (Westbrook dan Kaut, 1998)

2. Fast Spin Echo


Fast spin echo (FSE) sama dengan spin echo akan tetapi waktu scanning jauh lebih
singkat. Pada spin echo sequencenya adalah 90kemudian diaplikasi 180 (refocusing
echo), dan hanya satu phase encoding step per TR pada masing-masing slice sehingga
hanya satu baris K-space yang terisi per TR.

Pada

fast spin echo waktu dikurangi dengan cara melakukan lebih dari satu phase encoding step
per TR yang dikenal dengan echo train dan kemudian mengisi lebih dari satu baris Kspace per TR.
Fast spin echo banyak digunakan untuk image T2 weighted karena waktu bisa lebih
singkat. Fast spin echo digunakan pada pemeriksaan sistem syaraf pusat, pelvis dan
musculoskeletal. Penggunaan Fast spin echo pada thorax dan abdomen kadang dapat
menimbulkan respiratori artefak sehingga perlu adanya teknik respiratori compensation.

Gambar 2.12 Phase Encode pada Fast Spin Echo (Echo Train) (Westbrook dan Kaut, 1998)

Tabel 2.2 Nilai-nilai Parameter Pada sekuens Fast Spin Echo Echo (Terry M. Button, Ph.D,
149.28.118.44/meetings/lakegeorge_2003/button2.ppt, diakses 23 des 2008)

Parameter

Nilai

TR Panjang

2500 ms+ (4000ms+)

TR Pendek

500 ms (400-600ms)

TE Pendek

10 ms

TE Panjang

100 ms (90ms+)

(min -20ms)

Tabel 2.3 Parameter TR dan TE yang digunakan dalam Fast Spin Echo
(Westbrook, dan Kaut, 1999)

Parameter

Sekuens
TR

TE

T1 weighting

Pendek

Pendek

T2 weighting

Panjang

Panjang

Proton Density weighting

Panjang

Pende

a.

Keunggulan Sekuens Fast Spin Echo


Waktu menjadi lebih singkat, SNR masih relatif bagus, dapat untuk membuat citra

high resolution dengan waktu yang relatif singkat, motion artefak dapat diminimalkan,
adanya rephasing pulse yang membuat distorsi pada objek metalik dapat dikurangi.
Keuntungan FSE yang utama adalah pengurangan waktu scan yang sangat signifikan
terutama untuk pembobotan T2. (Hashemi dan Bradley, 1997)
b.

Keterbatasan Sekuens Fast Spin Echo


Berkurangnya jumlah slice,

adanya contras averaging

(K-space averaging) yang dapat menyebabkan cerebro spinal fluid menjadi lebih terang.
Kerugian dari fast spin echo terutama adalah adanya blurring atau kekaburan yang
berhubungan dengan pemilihan ETL yang digunakan. Hal ini dapat ditanggulangi dengan
pemilihan ETL yang rendah.
D.

Anatomi
Anatomi tulang sangat komplek, tersusun oleh berbagai tipe jaringan. Korpus
vertebra memberikan support mekanik, sedangkan diskus intervertebralis menjadi bantalan
gerakan. Berbagai ligamen menghubungkan struktur struktur tersebut. Medula spinalis
yang dikelilingi oleh LCS ( Liquor Cerebro Spinalis ), berada pada lingkungan yang
terlindung dalam kolumna spinalis.
Pada setiap segmen, sepasang nervus spinalis keluar melalui forament neuralis.
Terdapat pula jaringan vasculer yang luas, dimana arteri-arteri secara segmental mendarahi
tulang, otot, meningens, dan medula serta terdapat pula jaringan vena drainase yang
terbentang di dalam kanalis vertebralis dan melingkari korpus vertebra. Tiap struktur

tersebut memiliki karakteristik sinyal yang berbeda tergantung pulsasi sekuen yang
digunakan.

Gambar 2.13 Anatomi Tulang belakang (http://yourtotalhealth.ivillage.com/spinalanatomy.html, diakses 23 des 2008)


E.

Artefak pada MRI


Artefak adalah area sinyal abnormal pembentuk gambar yang bukan berasal dari
anatomi dan patologi pasien.
Menurut ( Markisz dan Aqulia ,1996) , penyebab artefak dibagi menjadi beberapa
faktor, yaitu :
1. Faktor pasien.

a.

Faktor utama penyebab artefak dari pasien yaitu Artefak motion / gerakan. Gerakan pasien
pada saat pemeriksaan dapat menyebabkan artefak motion, begitu juga gerakan dari tubuh
seperti gerakan perut dan denyut jantung.

Gambar 2.14 Artefak gerakan (www.mr-tip.com/serv1.php, diakses 23 des 2008)


Untuk mengatasi gerakan peristaltik usus dapat dikurangi dengan cara diberi obat
anti kejang sebelum scan dimulai untuk pemeriksaan abdomen. Meningkatkan NEX juga
dapat membantu meningkatkan jumlah signal. Untuk denyut jantung dapat dikurangi dengan
cara memberikan gating atau teknik gradien moment nulling.
b.

Artefak phase mismapping / ghosting


Artefak phase mismapping / ghosting disebabkan karena pergerakan organ pada
saat aplikasi phase encoding gradien dan pergerakan searah dengan phase encode gradien
pada saat akuisisi data. Penyebabnya adalah denyut pembuluh, pergerakan dada saat
respirasi, dan pergerakan jantung (Westbrook, 1999).

Artefak phase mismapping dapat dikurangi dengan cara menempatkan presaturation antara asal artefak dengan FOV, menggunakan respiratori gating, menggunakan
gating EKG dan peripheral gating, menggunakan GMN (gradien moment nulling) dan
swapping phase axis.

Gambar 2.15 Artefak


Mismapping / Aliran
CSF(www.mrtip.com/serv1.php,
diakses 23 des 2008

Gambar 2.16 Artefak mismapping / pergerakan jantung (www.mr-tip.com/serv1.php, diakses


23 des 2008)
c.

Magnetic susceptibility
Terjadi karena semua jaringan mengalami magnetisasi dengan derajat yang berbeda
tergantung dari karakteristik magnetiknya. Hal tersebut akan menghasilkan perbedaan
precessional frekuensi dan phase. Perbedaan tersebut menyebabkan dephasing disekitar
struktur yang memiliki magnetic susceptibility yang sangat berbeda, sehingga akan terjadi
sinyal loss.
Biasanya pada GRE. Magnetic susceptibility bermanfaat pada pemeriksaan
hemorhage

atau

blood

produk

karena

dengan

adanya

artefak

tersebut

berarti

perdarahannya masih baru. Dapat dikurangi dengan menggunakan SE / FSE dan bahan
logam dihilangkan dari pasien.

Gambar 2.17 Magnetic susceptibility (www.mr-tip.com/serv1.php, diakses 23 des 2008)


2. Faktor fisiologi pasien
Artefak chemical misregistration
Artefak chemical misregistration adalah artefak yang juga menghasilkan frekuensi
precessional yang berbeda antara lemak dan air. Namun, dalam hal ini artefak di sebabkan
karena lemak dan air sephase pada waktu yang sama dan kemudian out phase karena
perbedaan frekuensi precessional. Artefak ini menyebabkan cincin dari signal yang hitam
disekitar organ yang terdapat lemak dan air dalam voxel yang sama, contohnya pada ginjal.

Artefak ini juga dapat mengakibatkan kehilangan slice karena penggunaan TE yang
meningkat.
Untuk mengurangi artefak misregistration dalam pulse sequence gradien echo dipilih
TE yang tepat untuk lemak dan air. Dengan kata lain memilih TE yang menghasilkan echo
ketika lemak dan air in phase. Untuk memilih nilai TE dari lemak dan air bergantung pada
kekuatan medan magnet. Contohnya untuk 1.5 T untuk mengurangi artefak misregistration
digunakan TE sebesar

4.2 ms.

Gambar 2.18 Artefak chemical misregistration


(www.mr-tip.com/serv1.php, diakses 23 des 2008)

Artefak Black Boundary

Gambar 2.19Artefak Black Boundary


(www.mr-tip.com/serv1.php, diakses 23 des 2008
Artefak Entry Slice Phenomena
Flow nuklei yang berjalan searah dengan slice excitation menerima beberapa RF
excitation pulse dan akan menjadi saturated. Nuklei yang bergerak berlawanan arah
terhadap slice excitation tidak akan menerima RF excitation pulse, sehingga akan selalu
fresh pada slice tertentu.
Fenomena tersebut menghasilkan sinyal yang berbeda antara arteri dan vena
dimana flow tegak lurus dengan bidang slice tersebut. Diatasi dengan menggunakan pre
saturation

Gambar 2.20 Artefak Entry Slice Phenomena


(www.mr-tip.com/serv1.php, diakses 23 des 2008)

3. Faktor alat.
a.

Artefak cross talk


Artefak cross talk terjadi jika eksitasi pulse RF tidak tepat. Pulse pada saat setengah
amplitudo, normalnya bervariasi hingga 10/0. Akibatnya, inti atom dalam slice berimpit
dengan eksitasi pulse RF. Slice yang berbatasan menerima energi dari eksitasi pulse RF
dari daerah sekitarnya.
Akibat dari artefak

cross talk SNR akan

menurun dan Scan time menjadi lebih panjang karena double scan time.

Gambar 2.21 Artefak cross talk


(www.mr-tip.com/serv1.php, diakses 23 des 2008)
b.

Artefak Aliasing
Terjadi ketika bagian antomi dalam receiver coil berada diluar FOV. Bagian anatomi
tersebut tampak spt terlipat dalam gambar. Bisa terjadi dalam frekuensi encoding maupun
phase encoding (phase wrap)
Dapat dikurangi dengan cara: memperbesar FOV, oversampling pada phase
direction, menempatkan spatial pre sat di atas bagian anatomi yg menghasilkan sinyal.

Gambar 2.22 Artefak Aliasing


(www.mr-tip.com/serv1.php, diakses 23 des 2008)
c.

Artefak Edy Curent

Gejala Eddy

Curent

dapat menyebabkan artifak dalam gambar yang serius dan dapat menurunkan
keseluruhan kinerja magnet. Distorsi gambar terlihat pada seluruh slice. Karakteristik
artefak ini berupa daerah hitam dengan bintik-bintik terang dengan keseluruhan
kualitas gambar yang buruk.

Gambar 2.23 Artefak Edy Curent


(www.mr-tip.com/serv1.php, diakses 23 des 2008)
d.

Artefak Central Point


Artifak Central Point merupakan titik fokus peningkatan sinyal di pusat gambar.. Hal
ini disebabkan oleh Selisih dari tegangan DC di reciever. Setelah transformasi Fourier,
Selisih ini memberikan titik terang di tengah gambar .

Gambar 2.24 artefak Central Point (www.mr-tip.com/serv1.php, diakses 23 des 2008)


4. Faktor luar.
Faktor luar yang sering menyebabkan artefak yaitu terjadinya kerusakan pada sangkar
farady sehingga gangguan frekuensi dari luar bisa masuk.
F.

Pemeriksaan MRI Thorakal


Supaya pemeriksaan MRI Thorakal optimal perlu diperhatikan parameter-parameter
yaitu
1. Signal to noise ratio (SNR)
SNR adalah perbandingan antara besarnya amplitudo sinyal dengan besarnya
amplitudo noise dalam gambar MRI. Noise bisa disebabkan oleh sistem komponen MRI dan
juga dari pasien. Semakin besar sinyal yang dihasilkan akan semakin meningkatkan SNR
(Westbrook, 1999)
SNR dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu densitas proton dari daerah yang
diperiksa, voxel volume, TR, TE, dan flip angle, NEX, receive bandwidth, dan koil.
2. Contrast to noise ratio (CNR)
Contrast to noise ratio adalah perbedaan SNR antara organ yang saling berdekatan.
CNR yang baik dapat menunjukkan perbedaan daerah patologis dan daerah sehat
( Westbrook, 1999 ).

Untuk meningkatkan CNR dapat dilakukan dengan cara :


a.

Menggunakan kontras media.

b.

Menggunakan T2 weighting.

c.

Menghilangkan gambaran jaringan yang tidak dibutuhkan dengan spectral

pre-saturation.

3. Scan time
Waktu scanning dipengaruhi oleh TR (time repetition), jumlah phase encoding, dan
NEX (Westbrook, 1999). Untuk mengurangi waktu scan time dilakukan dengan cara:
a.

Pemilihan TR .
Pada pulse sequence spin echo, SNR yang dihasilkan akan lebih baik karena
menggunakan flip angle 90 derajat sehingga magnetisasi Longitudinal menjadi magnetisasi
transversal dibandingkan dengan gardient echo yang flip anglenya kurang dari 90 derajat.
Flip angle berpengaruh terhadap jumlah magnetisasi transversal.
TR merupakan parameter yang mengontrol jumlah magnetisasi longitudinal yang
recovery sebelum RF pulse berikutnya. TR yang panjang memungkinkan full recovery
sehingga lebih banyak yang akan mengalami magnetisasi transversal pada RF pulse
berikutnya. TR yang panjang akan meningkatkan SNR dan TR yang pendek akan
menurunkan SNR.
Secara matematis, TR mempunyai hubungan searah dengan waktu scanning.
Semakin panjang TR yang digunakan maka semakin lama waktu scanning. Untuk
pemeriksaan MRI secara umum, hubungan antara waktu pencitraan dengan parameter lain
dijelaskan melalui persamaan :

Waktu pencitraan = TR X N phase X NEX

TR adalah waktu pengulangan pulsa,


N phase merupakan jumlah fase enkoding per step, dan
NEX menyatakan berapa kali data dicatat selama akuisisi.
(Westbrook, 1998)
b.

Pemilihan Matriks
Matriks adalah jumlah elemen gambar (piksel) dalam satu FOV (field of view).
Ukuran matriks ditentukan oleh dua sisi gambar, yaitu sisi yang berhubungan dengan jumlah
sampel frekuensi yang diambil, dan sisi yang berhubungan dengan fase enkoding yang
dibentuk. Misalnya matrik 256 x 192, ini berarti bahwa ada 256 sampel frekuensi yang
diambil selama readout dan sebanyak 192 fase enkoding yang dibentuk. Banyaknya sampel
frekuensi dan fase enkoding menentukan banyaknya piksel dalam FOV. Matriks kasar
memiliki sedikit piksel dalam FOV, sedangkan matriks halus berarti banyak piksel dalam
FOV (Westbrook, 1998)

c.

NEX sekecil mungkin


NEX (Number of Excitation)
NEX (Number of Excitation) merupakan angka yang menunjukkan berapa kali data
diperoleh/dicatat selama scanning.
NEX adalah nilai yang menunjukkan jumlah pengulangan pencatatan data selama
akuisisi dengan amplitudo dan fase enkoding yang sama. NEX mengontrol sejumlah data
yang masing-masing disimpan dalam lajur K space. Data tersebut terdiri dari sinyal dan
derau (noise). Data tersebut terdiri dari sinyal dan derau. K space merupakan area frekuensi
spasial dimana sinyal berupa frekuensi yang berasal dari pasien akan disimpan.

(Westbrook, 1998). Sinonim NEX adalah NSA, Nacq = NA (number of acquisition) atau
average.
NEX adalah cara yang umum digunakan dalam meningkatkan SNR (signal to noise
ratio). Peningkatan NEX berati akan menambah sinyal secara linier tetapi deraunya acak,
sehingga menambah NEX sebesar 2 kali hanya akan menambah SNR sebesar 2 kali, atau
SNR = NEX

Gambar 2.25 Grafik peningkatan NEX teradap SNR (Westbrook, 1998)


4. Penanganan Artefak
a.

Kompensasi Respiratori
Kompensasi respiratori (RC) mengurangi phase missmaping dari gerakan

permukaan dada sepanjang gradien phase encoding selama akuisisi data. Diusahakan
ditempatkan disekitar area pernafasan di bawah melingkari dada pasien. Gerakan udara ke
belakang dan seterusnya selama inspirasi dan ekspirasi dirubah ke waveforms (gelombang
sinusoidial) dengan transduser.

Gambar 2.26 Respiratory Gating ( Panti Rapih, 2008 )

Gambar 2.27 Pengambilan slice pada Respiratory Cycle ( Instruction Manual Hitachi, 2004)

Sistem kemudian membentuk phase gradien encode lereng curam ketika gerakan
maksimum permukaan dada dan sebaliknya gradien membentuk lereng yang dangkal untuk
gerakan minimum permukaan dada. Dalam hal ini signal diakuisisi ketika permukaan dada
sedang bergerak dan kemudian phase ghosting (artefak ghosting) dikurangi. Bentuk lain
kompensasi gerakan respirasi disebut respiratori trigering dimana menurut Soto et al (2003)
penggunaan respiratory triggered 3D maximum intensity projection fast spin echo teknik.
Dengan cara yang sama gating diakuisisi dari data gate ke respiratori. Teknik ini kadang-

kadang tidak efisien karena phase berulang, tetapi mempunyai keuntungan karena phase
yang berulang sesuai, seperti FSE (Westbrook, 1999).
b.

Gating kardiac
Gating kardiac menggunakan sinyal listrik, dengan mendeteksi dada pasien pada

trigger pada setiap eksitasi pulse RF. Dengan cara ini tiap image selalu diakuisisi pada
phase yang sama dari siklus kardiac, sehingga phase missmaping dari kardiac dikurangi.
Penempatan lead sangat penting untuk mengoptimisasi kualitas image (Westbrook, 1999).

Gambar 2.28 Gating kardiac ( Panti Rapih, 2008 )

ad merah

d hijau

Gambar 2.29 Pengambilan slice pada Gating Cardiac ( Instruction Manual Hitachi, 2004)
Lead mempunyai warna yang berbeda untuk memudahkan penggunaannya.
Beberapa sistem ada juga yang menggunakan tiga lead, tetapi prinsipnya sama dalam
penempatanya, dapat di letakkan di anterior atau posterior tetapi lebih mudah anterior
karena biasanya untuk menemukan landmark (Westbrook, 1999).
a.

Lead hitam

: Kiri atas dada di bawah klavikula

b.

Lead putih

: Midline pada superior sternum

: Pada space intercostal inferior ke kiri puting susu


: Kanan berdekatan dengan lead merah tetapi tidak sampai bersentuhan dengan lead merah.
Lead hitam mungkin dihilangkan jika dalam sistem tidak tersedia. Ketika lead
terpasang dan masuk ke dalam sistem, cek gambaran pada EKG. Gambaran mungkin
bervariasi sesuai rata-rata ritme dan out put kardiac.

Gambar 2.30 Pemasangan cardiac gating ( Instruction Manual Hitachi, 2004)


c. Peripheral gating
Peripheral gating (gating Pe) menggunakan sensor photo yang dilekatkan pada jari
biasanya pada jempol untuk mendeteksi peningkatan volume kapiler selama sistol yang

akan mempengaruhi jumlah cahaya ke sensor dan menghasilkan dalam bentuk gelombang
(Westbrook, 1999).

Gambar 2.31 Pulsa Gating ( Panti Rapih, 2008 )

Gambar 2.32 Pemasangan Pulsa Gating ( Instruction Manual Hitachi, 2004)

Gambar 2.33 Pengambilan Slice pada Pulsa Gating ( Instruction Manual Hitachi, 2004)

Gelombang gating Pe tidak mempunyai karakteristik seperti EKG tetapi puncak


gelombang pada R-wave sekitar 250 ms yang ditampilkan di monitor.

Gambar 2.34 Gambar Artefak pada penggunaan Pulsa Gating ( Panti Rapih, 2008 )
d. Presaturation
Pre sat akan menolkan sinyal dari nuklei yang menghasilkan artefak dengan aplikasi
RF 90 pada jaringan yang dipilih sebelum pulse sequence dimulai.

Gambar 2.35 Gambar Artefak pada penggunaan Presaturation ( Panti Rapih, 2008 )

Gambar 2.36 Pre sat out side dan inside ( Instruction Manual Hitachi, 2004 )

Magnetic moment nuklei tersebut akan dinversi 180 oleh excitation pulse dan tidak
menghasilkan sinyal. Presaturation dapat dilakukan dengan presesional frekuensi tertentu
seperti fat dan water untuk menolkan sinyal dari fat dan water tersebut. Yang biasa disebut
dengan chemical /spectral pre saturation.

Gambar 2.37 Gambar pemakaian Pre Saturation ( Panti Rapih, 2008 )


http://blogbabeh.blogspot.com/search/label/FISIKA%20IMEJING-MRI

MODALITAS IMAJING II
1. PENJELASAN FST ( FAST SPIN TURBO )
Pada pulsa sequence dikenal adanya istilah spin echo ( SE ) untuk pulsa
sequence yang konvensional dengan waktu scaning yang lama, sementara Fast
Spin Turbo ( FSE) merupakan modifikasi dari bentuk konvensional untuk
mempercepat waktu scaning pada pemeriksaan MRI.
Fast Spin Echo atau Turbo Spin Echo sering disebut juga dengan nama:
a. Rapid Acquisition with Relaxation Enhancement.
b. Turbo Spin Echo.
c. Rapid Imaging Spin Echo.
d. Rapid Akuisisi Spin Echo
Fast Spin Echo pada waktu urutan pulsa sequencenya memiliki 3ETL ( echo train
length) Urutan pulsa sequence ini terjadi dalam serangkaian aplikasi cepat dari

rephasing pulsa 180 derajat dan beberapa pulsa echo mengalami perubahan
fasa gradien encoding untuk setiap pulsa echo. FSE ini dapat digambarkan
bahwa dalam satu waktu scanning dihasilkan phase encoding yang beberapa kali
per Time Repetision ( TR) sehingga terisi bebrapa baris K- space pada waktu
yang bersamaan.
Gambar pengisisan K-Space
Pada FSE waktu scaning bisa lebih singkat hal ini terjadi melalui proses:
a. Melakukan lebih dari 1x phase encode per Time Repetision (TR ) hal ini juga
dikenal dengan nama Echo Train yaitu aplikasi dari beberapa Radio Frekuensi
( RF) pilsa 180 per TR
b. Pada masing masing Rephasing / Refocusing dihasilkan 1 echo sehingga dapat
melakukan phase encode yang lain
Phase

encoding

gradient

adalah

gradien

medan

magnet

yang

memungkinkan pengkodean sinyal dari lokasi spasial sepanjang dimensi kedua


oleh berbagai fase spin. Phase encoding gradient dapat terjadi setelah seleksi
slice dan eksitasi (waktu sebelum pengkodean frekuensi gradien), orthogonally
ke dua gradien. Resolusi spasial terkait langsung dengan jumlah langkah Phase
enkoding gradien ini sangat berkaitan erat dengan Spacial Resolution yang
berarti pula sangat berpengaruh terhadap perintens suatu citra.
Fast spin echo (FSE) mengurangi waktu akuisisi dan memungkinkan untuk
T2* aplikasinya pada waktu scanning pasien dapat tetap bernapas tanpa harus
khawatir akan efek movement obyek saat pembentukan citra imaging, misalnya
untuk pemeriksaan upper abdomen. Dalam kasus akuisisi gema dari 2 jenis ini
disebut Double Fast Spin Echo (Dual Echo Sequence) echo yang pertama
biasanya densitas dan echo yang kedua adalah gambar T2 *. Gambar Fast spin
echo T2 lebih berbobot, yang membuatnya sulit untuk mendapatkan gambar
pembobotan proton density yang sebenarnya. Untuk pencitraan dual echo

dengan density weighting, Time Repetision mesti dijaga antara 2000 - 2400
msec dengan Echo Train Length singkat sebagai contoh 4 ETL.
ETL(echo train length) adalah Jumlah seri dari 180 RF rephasing pulsa dan
gema yang sesuai untuk fast atau turbo spin echo pulse sequence.
Mengingat waktu scaning yang lebih singkat dengan hyperintens yang
hampir

sama

dari

FSE

dengan

SE

maka

FSE

sering

digunakan

pada

pemeriksaan :
a. Sistem syaraf pusat
b. Pemeriksaan Muskuloskletal
c. Pemeriksaan Pelvis
d. Pada pemeriksaan Thorax dan Abdomen diperlukan Tekhnik kompensasi
Pernafasan.
Disamping sebagai suatu keuntungan dengan waktu scanning yang lebih
singkat juga merupakan suatu kelemahan dari FSE dikarenakan :
a. Coverage akan lebih sedikit
b. Kontrast averaging :
a. CSF akan tampak lebih terang pd PD image, dapat diminimalkan dengan ETL
pendek, atau dengan menurunkan ESP dan min TE eff
b. Pathology : MS plaque dan lesi lainnya pada daerah antara brain-CSF bisa missed
dengan FSE pd PD image karena CSF tampak lebih terang.
c. Meningkatnya Artefak yang dikarenakan oleh Flow maupun motion
d. Terjadinya Blurring pada citra imajing dikarenakan oleh akuisisi data yang
dilakukan dengan TE yang berbeda beda.
e. Tidak sensitif terhadap Pendarahan ( hemorage ) sehingga mengurangi efek
susceptibility.

f. Fat ( lemak ) tampak terang pada T2 weighted


Spin Echo (SE) kemunculan kembali sinyal MR setelah FID telah
tampaknya mereda, sebagai akibat dari pembalikan yang efektif (rephasing) dari
spin oleh teknik dephasing seperti spesifik RF pulsa sequence atau pasangan
pulsa lapangan gradien, diterapkan dalam waktu lebih singkat dari T2. Pemilihan
waktu TE yang tepat dari urutan pulsa sequence dapat membantu untuk
mengontrol jumlah kontras T1 atau T2 dalam gambar. Pulse sequence dari jenis
spin echo, biasanya menggunakan pulsa 90 , diikuti oleh satu atau lebih 180
pulsa untuk menghilangkan lapangan inhomogeneity dan efek pergeseran kimia
pada gema/echo. Disebabkan oleh 180 refokusing pulsa, spin echo atau fast
spin spin echo (FSE, TSE) sequence lebih kuat terhadap misalnya suceptibility
artefak dari jenis gradient echo. Penggunaan Spin Echo pada pemeriksaan MRI :
a. Spin Echo dapat digunakan pada hampir semua pemeriksaan klinik
b. Pada T1* dapat memberikan gambaran anatomis dari suatu organ
c. T2* memberikan gambaran pathologis karena adanya cairan (darah atau oedem)
dalam jaringan
d. Proton Density (PD) memberikan gambaran berdasarkan jumlah proton hidrogen
dalam jaringan.
1.a. Alasan tidak menggunakan / mengolah TR, NEX maupun phase Encode untuk
mempersingkat waktu pemeriksaan
Untuk bisa mengurangi waktu scanning dapat ditempuh dengan mengurangi
faktor Time Repetision(TR), fase encode maupunNumber Of Exitasion ( NEX). Ada
beberapa alasan dalam mempersingkat waktu scanning tidak mengatur nilai TR,
NEX dan Phase Endcode :
a. Jika TR dilakukan perubahan akan mengubah image weightingnya

b. Jika NEX dilakukan perubahan akan berpengaruh pada Signal to Noise Ratio
(SNR).
c. Bila mengurangi phase encoding akan menurunkan Spatial Resolusi.
Jadi pemakaian FSE, scan timenya dikurangi dengan cara melakukan lebih
dari satu phase encoding per TR, yang dikenal dengan Echo Train yakni aplikasi
beberapa RF pulse 180 derajat per TR. Pada masing2 rephasing/refocusing,
dihasilkan satu echo sehingga dapat melakukan phase encoding yang lain.
1.b. Jumlah irisan pada FSE tidak sebanyak pada SE, sehingga perlu ditambah waktu
TR, jelaskan mengapa terjadi demikian, dan bila terjadi penambahan waktu TR
apakah masih bisa diterima. Sertakan contoh perhitungannya!
Pada pemakaian FSE, waktu scanningnya dikurangi dengan cara melakukan lebih dari
satu phase encoding per TR, yang dikenal dengan Echo Train Length (ETL) yakni
aplikasi

dari

beberapa

RF

pulse

180

derajat

per

TR.

Pada

masing2

rephasing/refocusing, dihasilkan satu echo sehingga dapat melakukan phase


encoding yang lain. Bila ETL semakin dibesarkan maka semakin cepat waktu
scannya, tetapi slice coveragenya akan turun. Karenanya bila ingin memperoleh
coverage yang lebih lebar maka TR ditambah. Hanya dengan bertambahnya TR
akan menambah waktu; namun masih bisa diterima karena dapat disubtitusi
dengan ETL yang panjang. Nilai TR pada pemakain Fast Spin Echo berkisar
antara 4000 sampai dengan kisaran 6000 ms.
Perbedaan 8 ET dengan 16 ET
Perbedaan antara SE dan FSE 8 echo dalam pengisian K- Space

Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:


Waktu acquisisi SE dengan TR = 4000 ms, fase encode 256 dan NEX = 1
SE time = TR x fase encode x NEX
= (4000)(256)(1) msec
= 17,33 menit
Dengan FSE,
FSE time = TR x fase encode/ETL x NEX
= (4000)(256/8)(1) msec
= 2,13 menit.
Dari contoh tsb, dengan FSE akan memperpendek waktu dari 12, 8 menit
menjadi 1,6 menit ( FSE 8 kali lebih cepat dari SE, tetapi coverage slice lebih
sedikit daripada SE).
Penambahan TR meningkatkan coverage slice, diatasi dengan penambahan ETL
Bila TR 3000 ms, ETL 8, NEX 1, jumlah fase encode =256. Brp jumlah slice
misalnya utk brain dengan 15 slices, 5 mm tebal slice dan 2mm gap.
Bila jumlah slices < = TR/TE
Dan dengan ETL 8, echo terpanjang 136 ms (17 x 8 ms)
Maka jumlah slices = 4000/136 = 29,4 slices = 29 slice
Waktu scannya = 4000x256/8 x1 = 2,13 mnt
Jadi kita dapat memeproleh 29 slices dengan waktu 2,13 menit.

Bagaimana Bila ETL nya 16 ? Berapa jumlah slice dan waktu scanningnya ? Bisa
gak utk Brain tsb?
Dengan ETL 16, echo terpanjang 272 ms (17 x 16)
Maka jumlah slice 4000/272 = 14,7 slice = 15 slice
Waktu scannya = 4000x256/16x1 = 1,066 menit
Jadi Slice coverage berkurang mjd 15 slice waktunya lebih cepat yaitu 1,066
menit
Bagaimana bila TR dinaikkan menjadi 5000 ms,dengan ETL 16, fase encdoe dan
nex sama. Berapa jmlh slices dan brp waktu scanningnya ?
Bila jumlah slices < = TR/TE
Dan dengan ETL 16, echo terpanjang 272 ms (17 x 16 ms)
Maka jumlah slices = 5000/272 = 18,4 slices = 18 slice
Waktu scannya = 5000x256/16 x1 = 1,33 mnt
Jadi dengan TR dinaikkan dari 4000 menjadi 5000 jumlah slice bertambah dari 15
menjadi 18, waktu scan semakin lama dari 1,066 menit menjadi 1,333 menit
1.c. Penjelasan tentang ETL ( Echo Train Length )
ETL(echo train length) adalah Jumlah seri dari 180 RF rephasing pulsa dan
gema yang sesuai untuk fast atau turbo spin echo pulse sequence. Sering juga
disebut dengan Turbo factor. ETL bisa genap (GE) atau ganjil (Siemens) mulai
dari 3 32. Waktu interval antara aplikasi RF 180 pd FSE disebut dengan Echo
Spacing (ESP). Typical ESP = 16-20 ms (pd typical high field bandwidth 32 kHz
(+- 16 kHz).
Kelebihannya
Scan time dapat dikurangi sehingga pemeriksaan bisa lebih cepat.
S / N terjaga karena dapat dilakukan dengan 256 fase encoding step.

Dengan meningkatnya kecepatan scanning memungkinkan utk menghasilkan gbr


dengan high resolution, misal dengan menaikkan matrix hingga 512 x 512 pd
auditory canal dengan TR yg sangat panjang.
Motion artefak minimal, karena aplikasi RF 180 dengan jarak/waktu yng sama.
Misal CSF motion artefak akan lebih minimal pd FSE daripada dengan SE.
Dengan aplikasi Rf 180, akan mengurangi efek distorsi karena adanya logam.
Ini merupakan keuntungan di daerah di mana gerakan adalah masalah, misalnya
dinamis atau pencitraan perut. Waktu pemindaian yang lebih pendek dan echo
jarak yang dicapai dengan menggunakan faktor TSE yang lebih tinggi dan
peningkatan laju sampling data.
Keterbatasanya :
Coverage akan lebih sedikit
Kontrast averaging :
CSF akan tampak lebih terang pd PD image, dapat diminimalkan dengan ETL
pendek, atau dengan menurunkan ESP dan min TE eff
Pathology : MS plaque dan lesi lainnya pada daerah antara brain-CSF bisa missed
dengan FSE pd PD image karena CSF tampak lebih terang.
Kelemahan FSE : fat tampak putih pada T2 diakibatkan karena multiple RF pulses
shg akan mengurangi efek interaksi spin-spin pada lemak (J-coupling). Untuk
mengurangi digunakan tehnik fat saturation.
Dengan pengulangan RF pulse dapat meningkatkan efek magnetisation transfer,
sehingga otot tampak lebih gelap pada FSE daripada SE.

Kekurangan adalah penurunan SNR (disebabkan melalui peningkatan bandwidth)


dan artefak jika jarak minimum echo spacing digunakan (incomplete dephasing
dari 180 pulsa FID).
1.d. Contoh Parameter FSE untuk T1, T2, PD
1.d.1. Parameter dalam MRI secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi 2 macam
yaitu:
a. Parameter Intrinsic ( Medan Magnet Utama, PD,T1, T2 jaringan, Gerakan fisiologis
seperti aliran darah, CSF, Chemical Shift)
b. Parameter Exstrinsic ( Parameter Numerik dan NonNumerik)
Adapun Parameter FSE diantaranya :
a. TR ; bisa lebih panjang hingga 6000 ms
b. TE efektif ; tidak bisa diatur oleh operator
c. ETL = Echo Train Lenght / TURBO FACTOR
ETL/turbo factor sangat penting dalam weighting:
Short ETL: @. menurunkan TE efektif
@. meningkatkan T1 weighting
@. waktu scan lebih lama
@. more slice per TR menurunkan image blurring
Long ETL : meningkatkan TE efektif
meningkatkan T2 weighting
mengurangi waktu scan
mengurangi jumlah slice per TR

meningkatkan image blurring


ETS : Echo Train Spacing : Adalah waktu antara 180 derajat dengan 180 derajat,
parameter ini tidak dapat diubah oleh Operator
1.d.2. Parameter FSE untuk T1, T2, FD
a. T1 : Short TE eff (kurang dari 20 ms)
Short TR 300-600 ms
Turbo factor (ETL) 2-6
typical scan time 30 dtk 1 menit
b. T2 : Long TE ( 100 ms+)
Long TR ( 4000 ms +)
Turbo factor 8-20
typical scan time 2 menit
c. PD/T2: TE eff short( 20 ms)/ long Te eff 100ms
Long TR ( 2500 ms+)
Turbo factor 8-12.
typical scan time 3-4 min
2. PENJELASAN MENGENAI INVERSION RECOVERY
Inversion recovery ( IR ) merupakan variasi sequence dari Spin Echo (SE),
Basic pulsa sequence yang digunakan dimulai dengan pulsa 180 derajat
inversion time (TI) yang dilanjutkan dengan pulsa 90 derajat excitation, baru
kemudian 180 derajat rephasing. Hasil akhir dari IR adalah pembobotan T1
dengan menampakan kontras antara fat dengan air sangatlah baik terlihat.

Gambar proses Inversion Recovery pada pulsa RF


Parameter utamanya adalah TR, TE dan TI. Kontras gambar yang
dihasilkan dari pembobotan T1 tergantung dari panjang pendeknya Time
Inversion (TI). Pulsa inverse 180 menghasilkan perbedaan kontras antara cairan
dan jaringan yang lain.
Inversion Recovery biasanya digunakan sebagai alternative metode spin
echo

yang

secara

konvensional

juga

untuk

membuat

gambar

dengan

pembobotan T1. Hasil gambar pada T1 weighted sangat diperberat, karena pulsa
penginversi 180 mencapai saturasi penuh dan memastikan adanya kontras yang
besar antara lemak dan air.
Inversion Recovery secara konvensional digunakan untuk memperoleh
gambaran

T1

weighted

yang

menghasilkan

gambaran

anatomi.

Pulsa

penginversi 180 menghasilkan perbedaan kontras yang besar antara lemak dan
air karena saturasi penuh dari vector lemak dan air telah tercapai pada
permulaan setiap repetisi. Sehingga sequence pulsa IR menghasilkan T1
weighted yang lebih berat dari pada spin echo konvensional dan sebaiknya
digunakan

bila

dibutuhkan

karena

penggunaan

kontras

terutama

untuk

memperpendek waktu T1 jaringan tertentu, sequens pulsa IR memperbesar


sinyal dari struktur-struktur yang hiperintens sebagai hasil dari injeksi kontras.
Gambar pulsa sequence pada Inversion Recovery
Parameter utama dalam IR adalah TR, TE dan Time Inversion (TI). Ketika IR
digunakan untuk menghasilkan citra dengan pembobotan T1W1 kontras tinggi,
sebaiknya TE dijaga agar tetap pendek dengan tujuan untuk mrngontrol waktu
T2 dcay dan meminimalkan efek T2 pada citra. Namun waktu TE dapat
diperpanjang dengan tujuan agar jaringan dengan waktu relaksasi T2 yang
panjang akan tampak terang pada gambar. Hal ini sering disebut dengan
pembobotan patologis (Pathology-Weighted) yang akan menghasilkan citra

dominan T1W1, tetapi apabila terdapat proses patologis maka kelainannya akan
tampak terang pada gambar.
Sequens IR sekarang digunakan secara lebih luas bersama dengan FSE
untuk menghasilkan gambar T2 weighted. Bila IR digunakan untuk menghasilkan
terutama gambar T1 weighted, TE mengendalikan besar penurunan T2 dan oleh
karena itu biasanya dibuat tetap pendek untuk meminimalkan efek T2. Namun
demikian, dapat diperpanjang untuk memberi jaringan yang mempunyai T2
panjang sehingga sinyal yang dihasilkan terang (hiperintens). Hal ini disebut
penekanan patologi dan menghasilkan gambar yang secara perdominan T2
weighted, tetapi area yang mengalami proses patologi tampak terang.
Gambaran teknik Inversion Recovery, T1-weighted, PD dan T2-weighted
pada MRI brain
Parameter yang lain adalah Time Inversion (TI). Yaitu waktu yang
diperlukan dari aplikasi pulsa RF 180 hingga ke titik yang disebut dengan null
point. Null point adalah suatu titik dimana sinyal berada pada bidang transversal
akan tetapi komponen magnetisasi nol. Pada titik tersebut intensitas sinyalnya
adalah nol atau tidak ada intensitas sinyal. Secara formulasi TI (null) adalah
0,693 T1 dihasilkan pada sequens Inversion Recovery (IR). Bila waktu TI diatur
medium (400-800 ms) akan menghasilkan gambaran dengan pembobotan T1W1,
akan tetapi bila waktu TI diperpanjang (1800 ms) akan menghasilkan gambaran
dengan pembobotan ke arah Proton Density-Weighted Image.
Time Repetition (TR) pada sequens Inversion Recovery (IR) harus cukup
panjang untuk memberikan peluang agar Net Magnetization Vektor (NMV) dapat
recovery secara penuh sebelum pulsa inverse RF 180 berikutnya. Jika TR terlalu
pendek maka masing-masing jaringan akan recovery dengan tingkat yang
berbeda-beda dimana pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pembobotan
(weighting) yang dihasilkan. Agar tercapainya recovery penuh, sebaiknya TR

dipilih paling tidak 2000 ms. Dengan TR yang panjang ini sequens IR akan
menghasilkan SNR dan kontras gambaran yang bagus akan tetapi berakibat
waktu scanning menjadi lebih kuat.
Kurva dari Inversion Times (TI)
Dua aplikasi yang paling umum dari teknik Inversion Recovery ini adalah
pencitraan STIR dan FLAIR. STIR digunakan di hampir semua bagian tubuh dan
dikenal dengan Fat Suppression. FLAIR terutama digunakan untuk pencitraan
otak dan kadang-kadang digunakan dalam tulang belakang.
1. TAU kaitannya dengan Null point dan proses Inversi
TAU atau yang dikenal dengan Time Inversion (TI) adalah waktu yang
diperlukan dari aplikasi 180-90. Aplikasi pulsa RF 180 pertama bertujuan untuk
menghasilkan magnetisasi longitudinal tetapi dengan arah negative. Setelah
ditunggu beberapa saat setelah pulse RF 90 yang dilakukan pada saat recovey
suatu jaringan yang dikehendaki mencapai intensitas sinyal nol pada titik nol
(null point).
Null point adalah suatu titik dimana sinyal berada pada bidang transversal
akan tetapi komponen magnetisasi nol. Pada titik tersebut intensitas sinyalnya
adalah nol atau tidak ada intensitas sinyal. Secara formulasi TI (null) adalah
0,693 T1 dihasilkan pada sequens Inversion Recovery (IR). Bila waktu TI diatur
medium (400-800 ms) akan menghasilkan gambaran dengan pembobotan T1W1,
akan tetapi bila waktu TI diperpanjang (1800 ms) akan menghasilkan gambaran
dengan pembobotan ke arah Proton Density-Weighted Image.
TAU kaitanny dengan proses inverse adalah lamanya waktu dari aplikasi
pulsa RF 180 dengan aplikasi pulsa RF 90, kemudian diaplikasikan kembali pulsa

RF 180 agar sinyal tersebut dapat dicatat dan diolah menjadi gambaran MRI
sehingga dihasilkan gambaran Spin Echo Inversion Recovery.
2. STIR dan FLAIR
1. STIR
STIR (Short TI Inversion Recovery) adalah pulsa pemulihan penggerakan
waktu tertentu sehingga dapat menekan signal dari lemak. Pulsa pemulihan
inverse merupakan urutan spin echo di dahului oleh pulsa RF 180 0.
Gambar STIR pada Genu
2. FLAIR
Sequens FLAIR (Fluid Attenuation Inversion Recovery) meruapakan bagian
dari sequens Inversion Recovery (IR). FLAIR dapat digunakan untuk menekan air
(cairan) agar intensitas sinyalnya rendah. Sequens FLAIR ini dalam apliksinya
membutuhkan TR yang sangat panjang untuk menghilangkan sinyal CSF.
FLAIR

meruapakan

salah

satu

phase

Inversion

Recovery

yang

memanfaatkan sinyal CSF pada keadaan null point. Saat NMV dari CSF pada titik
null point, tidak terjadi magnetisasi longitudinal CSF sehingga tidak ada sinyal
yang terdeteksi. Sinyal CSF yang dihilangkan akan berguna untuk mendeteksi
lesi pada daerah yang sulit dibedakan atau hipertintens dengan CSF seperti
sulcus atau ventrikel.
Gambar FLAIR pada Brain M R I
Pulse sequens dalam FLAIR ini menggunakan TR yang sangat panjang
mencapai 9000 ms dan TI mencapai 1800 ms sampai dengan 2500 ms, dengan
pemilihan TI dan TR yang panjang tersebut akan menekan gambaran CSF,
sehingga dalam gambaran diagnostic tersebut CSF tampak gelap.

Gambaran diagnostic FLAIR memiliki waktu TR yang panjang untuk


menghasilkan heavy T2 weighted dan termasuk ke dalam tipe gambaran T2W1,
walaupun CSF dalam gambaran diagnostic tersebut tampak gelap. Sequence
FLAIR tidak dianjurkan memakai kontras media karena sekuens ini juga akan
menekan media kontras yang dimasukkan.
Gambaran FLAIR pada sagital Brain
3. Upaya apa yang diperlukan untuk mengatasi lamanya waktu scanning ?
Time Inversion adalah pengendalian kontras yang paling potensial pada
sequence IR. Besar TI medium memberikan T1 weighted, tetapi karena
diperpanjang gambar menjadi PD weighted image. TR sebaiknya selalu dibuat
cukup panjang untuk memulihkan seluruh NMV sebelum pulse penginversi
diaplikasikan. Bila tidak demikian, vector individual dipulihkan pada derajat yang
berbeda dan mempengaruhi pembobotan hasil gambar.
Untuk mencapai IR penuh NMV, TR sebaiknya lebih panjang dari 2000
milidetik. Akibatnya waktu scanning relative panjang. Dan hal ini telah diperbaiki
pada beberapa sistem yang sekarang sering digunakan yakni FSE-IR (Fast Spin
Echo-Inversion Recovery). Pulse penginversian 180 0 setelah waktu TI diikuti
dengan pulse eksitasi 900 dan berikutnya pulse RF 1800. Hal ini sangat
mengurangi waktu scanning.
4. Berikan contoh parameter STIR dan FLAIR dan rasionalisasinya mengapa
dipilih angka-angka tersebut
a. Parameter STIR :
TE : 60 msec,
TR : 6000 msec +,

ETL : 16 +,
TI pendek 100-175 msec
b. Parameter FLAIR :
TE : 60 msec, TR : 6000-10.000 msec, ETL : 16 +, TI panjang 1700-2200 msec
Rasionalisasinya :
Inversion Time (TI) yang pendek pada STIR berfungsi menangkap lemak saat titik
null pada relakasi longitudinal
Inversion Time (TI) yang panjang pada FLAIR untuk menangkap cairan pada titik
null. Hal ini menghasilkan supresi struktur seperti ventrikel (CSF) dan telah
terbukti membantu mengidentifikasi bahkan lesi dieliminasi yang sangat kecil
seperti sklerosis multiple
Pada FLAIR dikombinasikan dengan ETL FSE panjang, karena untuk memulihkan
seluruh magnetisasi +z setelah echo terakhir pada data yang dikumpulkan
TI 1700-2200 msec pada FLAIR gambaran cairan akan tampak hipointens pada
pembobotan T2 yang biasanya terang pada T2 FSE
TI 150-175 msec pada STIR untuk menekan sinyal lemak.
http://blogbabeh.blogspot.com/search/label/MODALITAS%20IMEJING%20MRI

TEKNIK IMEJING MRI


Diposkan oleh cafe-radiologi , Label: MRI , Kamis, 16 Juni 2011 07:13

A. Terminologi :
1. Pencitraan resonansi magnetik atau lazim nya disebut dengan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) awalnya disebut dengan NMR ( Nuclear Magnetic Resonance
) hal ini disebabkan dasar pencitraannya bersumber pada pemanfaatan into

atom ( Nucleus ) positif ( Proton ) yang berinteraksi dengan gelombang radio


dalam medan magnet yang kuat.
2. MRI sangat berkembang dengan pesat karena selain mampu menyajikan
informasi diagnostik dengan tingkat akurasi yang tinggi juga bersifat noninvasive (non traumatis), tidak ada bahaya radiasi (radiation hazard), dan
menghasilkan gambaran-gambaran organ dari berbagai irisan (Multi planar)
tanpa memanipulasi tubuh pasien.
B. Mengapa Dokter merekomendasikan MRI ??
1. MRI dapat menggambarkan jaringan lunak misalnya otak dengan detail yang
sangat tinggi.
2. MRI sering dapat memvisualisasikan kelainan pada otak yang sangat kecil
atau yang lokasinya pada bagian otak yang tidak dapat ditampilkan dengan CTSCAN secara baik.
3. Alasan lainnya karena MRI tidak menggunakan sinar-x dan untuk beberapa
pemeriksaan organ tertentu tidak memerlukan kontras media.
4. Terkadang memerlukan kontras media Intra Vena yang dinamakan dengan
"GADOLINIUM" digunakan untuk menggambarkan jaringan otak dan pembuluh
darah.
C. Tampilan gambaran MRI

1. Coronal orientasi : irisan menurut bidang coronal (dari bagian belakang ke


arah depan tubuh)
2. Saggital orientasi : irisan menurut bidang sagital (dari bagian kiri ke arah
kanan tubuh)
3. Axial orientasi : irisan dari bagian atas ke arah bagian bawah tubuh
D. Pendahuluan
MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah suatu teknik radiografi penampang
tubuh berdasarkan pada efek fisika dengan prinsip resonansi inti atom. Pada
pemeriksaan MRI tubuh pasien dimasukan kedalam gantry (medan magnet) dan
diransang oleh suatu sinyal radio frequensi (RF).
sebagian besar tubuh manusia terdiri dari hydrogen, rangsangan sinyal RF
mengakibatkan atom hydrogen beresonansi dan menyerap sebagian energi dari
sinyal RF yang diberikan. pada saat sinyal RF dihentikan, atom hydrogen akan
melepas kembali energi tersebut dengan cara mengeluarkan sinyal RF yang akan
diterima oleh antena dan dengan bantuan peralatan komputer, sinyal tersebut
diolah dan direkontruksi sehingga menghasilkan gambaran dari potongan

tuubbuh yang diperiksa. gambaran yang dihasilkan tergantung pada parameter


intrinsik dan parameter ekstrinsik. bila pemilihan parameter tersebut tepat maka
kualitas gambaran MRI akan dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia
dengan perbedaan kontras jaringan, sehingga anatomi dan patologi jaringan
tubuh dapat di evaluasi secara tepat.
untuk menghasilkan gambaran MRI yang optimal sebagai alat diagnosa, harus
dipahami prosedur-prosedur teknik penggambaran MRI , antara lain
1. memahami dan dapat melaksanakan persiapan pasien dan persiapan
pemeriksaan
2. dapat melakukan pemeriksaan dan filming
3. mengenali jenis
mengatasinya.

artefak

pada

hasil

gambaran

MRI,

sehingga

dapat

4. tanggap pada keadaan darurat dan segera mengatasinya dengan tindakan


penyelamatan.

E. Persiapan Pasien
1. Inform Concent adalah surat persetujuan pasien atau keluarga pasien akan
tindakan
medis
yang
dilakukan
2. Screening atau safety dan informasi pemeriksaan
screening dilakukan dengan cara mewancarai pasien dengan tujuan untuk
mengetahui keadaan yang berbahaya bila melakukan MRI, misalnya :
a) pasien dengan face maker
b) terdapat logam pada tubuh (IUD, Sendi palsu, Neurostimulator, cerebral
aneurisme clip, dll)
c) Hamil Muda
informasi kepada pasien, misalnya :
a) tidak boleh bergerak-gerak pada saat pemeriksaan MRI berlangsung
b) akan terdengar suara bising pada saat pemeriksaan MRI berlangsung
3. Transfer pasien khususnya untuk pasien yang tidak dapat berjalan kedalam
meja
pemeriksaan
MRI
4. perlu diperhatikan alat-alat seperti tabung oksigen, alat resusitator, kursi roda,
walker logam itu semua tidak boleh berada didalam ruang pemeriksaan MRI
5. Pasien memakai baju pasien dan melepaskan benda-benda ferromagnetik
seperti
jam
tangan,
perhiasan,
jepit
rambut,
gigi
palsu,
dll
6.
Upaya
kenyamanan
pasien
:
a) earplugs untuk mengurangi kebisingan pada saat pasien berada didalam
ruang
pemeriksaan
MRI
b)
penyangga
lutut
c)
selimut
d) memberikan dorongan mental terutama untuk pasien penderita
claustrophobia
F.
Persiapan
pemeriksaan

1.
Registrasi
pasien
2. isi identitas pasien antara lain nama, umur, jenis kelamin, berat badan, jenis
pemeriksaan,
dokter
pengirim,
dll
3.
Scanning
procedures
a)
positioning
coil
selection
patien
landmarking
b)
pulse
sequence
selection
c)
imaging
option
selection
d)
Scanner
start
up
or
shut
down
e)
record
keeping
or
decumentation
f)
archiving
or
deletion
of
data
G.
Positioning
pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan dengan head first atau feet
first tergantung dari objek yang diperiksa, misalnya menggunakan head first
untuk pemeriksaan kepala, tulang belakang sedangkan menggunakan feet first
untuk
pemeriksaan
ekstremitas
bawah,
pelvis,
dan
sebagainya.
H.
Pemilihan
coil
ada beberapa jenis coil yang dapat dipergunakan pada saat pemeriksaan MRI
yaitu
1.
BODY
COIL,
berada
tetap
didalam
gantry
2.
HEAD
COIL,
digunakan
untuk
pemeriksaan
kepala
3. SURFACE COIL, digunakan untuk pemeriksaan ekstremitas, tulang belakang,
dan lain-lain.

Head Coil
I.
Pemilihan
parameter
untuk mendapatkan gambaran MRI yang tepat dan akurat harus dipilih dan
digunakan
parameter
yang
tepat
juga,
antara
lain
:
1.
Kontras
T1
(image
anatomis)
gambar dengan kontras T1 dipilih parameter T1 yaitu dengan TR (repetition
time)
dan
TE
(Echo
time)
yang
pendek
2.
Kontras
T2
(image
pathologis)
untuk mendapatkan gambaran dengan kontras T2 maka dipilih parameter T2
yaitu
dengan
TR
dan
TE
panjang
3.
Kontras
proton
density
(image
inter
medicate)
untuk mendapatkan gambaran dengan kontras proton density dipilih parameter
PD,
yaitu
TR
panjang
dan
TE
pendek
J.
Penentuan
center
magnet
(landmarking
patient)
untuk mendapatkan gambaran yang optimal, coil dan bagian tubuh yang diamati
harus diusahakan sedekat mungkin dengan center magnet misalnya untuk
pemeriksaan kepala CM (Center magnet) pada nasion, untuk pemeriksaan
daerah
lutut
CM
(center
magnet)
pada
patella
K.
Tentukan
protokol
pada
window
site
dan
pilih
series
buat 3 plan scanogram misalnya untuk pemeriksaan MRI kepala dibuat
potongan sagital dengan parameter T1, slice thickness 5 mm, interval slice 2.5
mm,
FOV
24
cm,
matrix
256,
L30,
T0,
R30
setelah tergambar scan scout / scanogram pada tv monitor maka dibuat scanscan
berikutnya
sesuai
dengan
kebutuhan
L.
Aplikasi
penggunaan
MRI
1. berdasarkan organ yang diperiksa seperti head and neck, spine (MRI
myelography), musculoskeletal, sistem vaskular, thorax, abdomen, pelvis
2.
berdasarkan
tujuan
penggambarannya
seperti
:
a) untuk anatomi, ada MRI (conventional), dan MR angiography (MRA)
b) functional MRI, ada MR-Spectrocopy, MR perfusion, Bold imaging (blood
oxygenation level dependent), DTI (diffusion tensor imaging)

MRI (Conventional)

MRI Lumbal

MRI Mylography

MRI ANGIOGRAPHY

MRCP

MRI KNEE

MR Spectrocopy

Perfusion MR

DTI (diffusion tensor imaging)

BLOOD IMAGING (BLOOG OXYGENATION LEVEL DEPENDENT)

M.
tindakan
penyelamatan
pada
pemeriksaan
MRI
1. bila terjadi keadaan gawat pada pasien maka segera hentikan pemeriksaan
MRI dengan menekan tombol ABORT, pasien segera dikeluarkan dari gantry
dengan
menarik
meja
pemeriksaan
dan
berikan
pertolongan
pertama.pertolongan selanjutnya yang memerlukan peralatan ferromagnetik
dilakukan
diluar
pemeriksaan
MRI.
2. kebocoran helium yang ditandai dengan bunyi alarm dari alat sensor oksigen
maka tekanlah tombol emergency switch dan segera bawa pasien ke luar
ruangan pemeriksaan serta buka pintu ruang pemeriksaan selebar-lebarnya agar
terjadi
pertukaran
udara.
3. QUENCHING yaitu hilangnya sifat medan magnet yang kuat pada gantry
secara tiba-tiba. hal ini bisa menyebabkan terjadinya penguapan gas helium
sehingga ruang pemeriksaan tercemar gas heliuum dan keluarkan pasien
dengan segera.
http://blogbabeh.blogspot.com/search/label/TEKNIK%20IMEJING%20MRI

Anda mungkin juga menyukai