dalam ilmu kedokteran, khususnya radiologi yang menghasilkan gambaran potongan tubuh
manusia dengan menggunakan medan magnet tanpa menggunakan sinar x. ( Rasad Sjahrar )
Prinsip dasar Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah inti atom yang bergetar dalam
magnit. Prinsip ini pertama kali ditemukan oleh blonch dan purcell pada tahun 1946. Dengan
penemuan tersebut mereka mendapat hadiah nobel pada tahun 1952. Pada prinsip ini proton
yang merupukan inti atom hydrogen dalam sel tubuh berputar ( spining ), bila atom hydrogen
ini ditembak tegak lurus pada intinya dengan radiofrekuensi tinggi didalam medan magnit
secara periodik akan beresonansi, maka proton tersebut akan bergerak menjadi searah /
sejajar. Dan bila radiofrekuensi tinggi ini dimatikan, maka proton yang bergetar tadi akan
kembali keposisi semula dan akan menginduksi dalam satu kumparan untuk menghasilkan
sinyal elektrik yang lemah. Bila hal ini terjadi berulang-ulang dan sinyal elektrik tersebut
ditangkap kemudian diproses dalam komputer akan dapat disusun menjadi suatu gambar.
Sejak penemuan ini, para ahli mulai mengembangkannya dalam bidang fisika dan kimia.
Baru pada tahun 1971 damadian menemukan kegunaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
untuk membedakan jaringan normal dan jaringan abnormal / tumor pada spesimen hewan
percobaan. Pada 1977 damadian dkk untuk pertama kali menerbitkan makalah hasil
penelitiannya tentang rekaman MRI pada makhluk hidup. Alat Magnetic Resonance Imaging
(MRI) untuk pemeriksaan tubuh untuk pertama kali dipergunakan pada tahun 1981 di
hammersmith hospital di london oleh perusahaan E.M.I. baru pada akhir tahun 1982 alat MRI
mulai ramai digunakan di rumah sakit besar, terutama di amerika dan eropa.
Metode ini dipakai karena tubuh manusia mempunyai konsentrasi atom hydrogen yang
tinggi (70%). Untuk menghasilkan sebuah gambaran dari proton, minimum dibutuhkan
tenaga medan magnit 0,064 Tesla. Untuk suatu medan magnit yang rendah 0,2 tesla
dibutuhkan kumparan yang normal dimana tenaga listrik dirubah menjadi panas. Untuk suatu
medan magnit diatas 0,3 tesla dibutuhkan suatu kumparan istimewa / super. Kumparan ini
ekstrim dingin (-2690 C), sehingga tahanannya tidak sama sekali nol. Oleh karena itu,
kumparan super ini tidak memakai listrik. Kumparan ini sangat mahal. Saat kini alat
Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang digunakan mulai dari 0.064 T sampai 3 Tesla.
Satu alat MRI yang lengkap terdiri dari:
1. Sistem magnit
2. Alat pemancar radio frekuensi tinggi
3. Alat penerima radio frekuensi tinggi
4. Komputer
Prostat adalah kelenjar eksokrin pada sistem reproduksi binatang menyusui jantan. Fungsi
utamanya adalah untuk mengeluarkan dan menyimpan sejenis cairan yang menjadi dua
pertiga bagian dari air mani. Prostat berbeda-beda dari satu spesies ke spesies lainnya dalam
hal anatomi, kimia dan fisiologi.
Pembesaran prostat adalah gejala umum yang diderita kaum lelaki di atas usia 50 tahun.
Pembesaran terjadi di bagian tengah dari kelenjar prostat yang mengelilingi saluran kencing
(uretra). Pembesaran kelenjar prostat yang berkelanjutan dapat mengarah ke tahap yang lebih
serius sampai ke kanker prostat.
http://id.wikipedia.org/wiki/Prostat
MRI (2005).
b. Instrumentasi Dasar MRI ( Ness Aver, 1997 )
Komponen Utama MRI yaitu : magnet utama, gradient coil,
transmitter coil, receiver coil, dan komputer.
1) Magnet Utama
Magnet utama dipakai untuk membangkitkan medan magnet
berkekuatan besar yang mampu menginduksi jaringan tubuh
sehingga menimbulkan magnetisasi.
Beberapa jenis magnet utama, antara lain :
a) Magnet Permanen
Magnet permanen terbuat dari beberapa lapis batang keramik
ferromagnetik dan memiliki kuat medan magnet maksimal 0,3
Tesla. Magnet ini di rancang dalam bentuk tertutup maupun
terbuka (C shape) dengan arah garis magnetnya adalah
antero-posterior.
b) Magnet Resistif
Medan magnet dari jenis resistif dibangkitkan dengan
memberikan arus listrik pada kumparan. Kuat medan magnet
yang mampu dihasilkan mencapai 0,3 Tesla.
c) Magnet Super Conductor
Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet hingga
berkekuatan 0,5 Tesla-3.0 Tesla, dan sekarang banyak
dipakai untuk kepentingan klinik. Helium cair digunakan untuk
mempertahankan kondisi superkonduktor agar selalu berada
pada temperatur yang diperlukan.
2) Koil Gradien
Koil gradien dipakai untuk membangkitkan medan magnet
gradien yang berfungsi untuk menentukan irisan, pengkodean
frekuensi, dan pengkodean fase. Terdapat tiga medan yang saling
tegak lurus, yaitu bidang x,y, dan z. Peranannya akan saling
bergantian berkaitan dengan potongan yang dipilih yaitu aksial,
sagital atau coronal. Gradien ini digunakan untuk memvariasikan
medan pada pusat magnet yang terdapat tiga medan yang saling
900 RF pulse
frequency encode readout
signal
gradient
1800 RF pulse
4) Scan Time.
Scan time adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
akuisisi data. Scan time berpengaruh terhadap kualitas gambar,
karena dengan waktu scanning yang lama akan menyebabkan
pasien bergerak dan kualitas gambaran akan turun. Beberapa hal
yang berpengaruh terhadap scan time adalah TR, jumlah phase
enchoding dan jumlah akuisisi (NEX).
f. Pulsa sekuen
1) Spin Echo
a) Pengertian Spin Echo
Spin echo konvensional adalah sekuen yang paling banyak
digunakan pada pemeriksaan MRI. Pada spin echo
konvensional, segera setelah pulsa RF 90 diberikan, sebuah
FID segera terbentuk. Dengan menggunakan kekuatan radio
frekuensi yang sesuai, akan terjadi transfer NMV bersudut 90
kemudian diikuti dengan rephasing pulse bersudut 180.
Gambar 5. Urutan sekuence pada pulse sekuence spin echo
(Westbrook, 1999).
Spin echo menggunakan eksitasi pulsa 90o yang diikuti oleh
satu atau lebih rephasing pulsa 180o, untuk menghasilkan
spin echo. Jika hanya menggunakan satu echo gambaran T1
Weighted Image dapat diperoleh dengan menggunakan TR
pendek dan TE pendek. Sedangkan untuk menghasilkan
proton density dan T2 Weighted Image, diaplikasikan dua spin
echo dengan dua pulsa RF 180o rephasing, echo pertama
dengan short TE dan long TR, untuk menghasilkan proton
density, echo kedua dengan long TR dan long TE
menghasilkan T2. Pada spin echo raw image data dari
EPI dan versi fast dari sekuen GRE saat ini merupakan
mode akuisisi yang paling cepat pada MRI, sehingga dengan
teknik ini pemeriksaan MRI real-time, dinamik dan fungsional
MRI dapat dilakukan.
Gambar 6. Diffusion Weighted Spin Echo EPI (Peggy
Woodward dan William Orrison, 1995)
4) Diffusion Weighted Imaging (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1995)
Diffusi adalah istilah yang dipergunakan untuk
menggambarkan pergerakan molekul secara acak pada jaringan.
Gerakan ini dibatasi oleh batas-batas seperti ligamen, membran
dan macromolecul. Kadangkala terjadinya pembatasan difusi
adalah secara langsung tergantung pada struktur jaringan. Pada
stroke dini segera setelah terjadinya iskemia tapi sebelum
terjadinya infark atau kerusakan permanen pada jaringan otak,
sel-sel membengkak dan menyerap air dari ruang extraseluler.
Ketika sel-sel penuh oleh molekul air dan dibatasi oleh membran,
maka diffusi yang terjadi akan terbatas dan nilai rata-rata difusi
pada jaringan tersebut akan berkurang.
Gambar 7. Jaringan dengan cairan yang berdifusi
normal ( gambar kiri ), dan jaringan yang
diffusinya terbatas ( gambar kanan )
(Westbrook, 1999).
Imejing dengan sekuen spin echo dapat memperlihatkan
struktur dengan tanda-tanda diffusi pada jaringan. Gambaran
diffusi dapat diperoleh dengan lebih efektif dengan
mengkombinasikan dua pulsa gradient yang diapplikasikan
setelah eksitasi. Pulsa gradient digunakan untuk saling
mempengaruhi jika spin-spin tidak bergerak sementara spin-spin
yang bergerak tidak dipengaruhi. Ini sebabnya mengapa pada
gambaran diffusi sinyal yang mengalami atenuasi terjadi pada
jaringan normal dengan pergerakan difusi yang random, dan
sinyal yang intensitasnya tinggi terjadi pada jaringan dengan difusi
yang terbatas ( restriksi ) misalnya pada stroke dini.
lagi.
Magnet buatan atau magnet artificial
gosokan dengan batang magnit atau
kumparan
yang dialiri arus listrik searah ( DC ).
magnet tetap ( Permanent Magnet )
Magnet ).
dapat dibuat dari baja yang digosokdengan memasukan baja itu kedalam
Magnet buatan ada dua macam yaitu
dan magnet sementara ( Temporary
HIPOTESIS WEBER
Untuk menerangkan berbagai hal tentang magnet,Weber menyusun hipotesisnya
sebagai
berikut
:
a. Semua magnet terdiri dari atom-atom magnetic yang dinamakan magnetmagnet
molekuler
atau
magnet
elementer.
b. Pada benda yang bersifat magnet, magnet-magnet elementer diarahkan
sedemikian sehingga kutub-kutub utaranya mengarah ke suatu arah yang sama
dan
demikian
sebaliknya
untuk
kutub-kutub
selatan.
c. Pada benda yang tidak bersifat magnet kedudukan magnet-magnet elementer
tidak teratur, tetapi sebagian besar membentuk lingkaran-lingkaran tertutup
dimana kutub utara berhadapan dengan kutub selatan sehingga mengadakan
keadaan
yang
seimbang.
HUKUM
TOLAK
MENOLAK
DAN
TARIK
MENARIK
Lokasi dimana terdapat pengaruh kemagnitan disebut medan magnet. Secara
sederhana medan magnet dapat diperlihatkan dengan menabur serbuk besi
diatas selembar kertas yang dibawahnya ditaruh batang magnet sehingga
tampak garis-garis dengan arah tertentu yang dibentuk oleh serbuk besi
tersebut.
Garis-garis ini disebut garis magnet atau garis magnitisme. Garis magnitisme
disebut juga garis induksi. Setiap garis ( satu garis ) dinamakan Maxwell dan
jumlah garis yang masuk dan meninggalkan kurub disebut Flux Magnet ( O ),
sedengkan tingkat kerapatan garis gaya magnet tersebut ( induksi magnet )
menunjukan kekuatan medan magnet ( B ) yang ditentukan oleh banyaknya flux
magnet dalam suatu luas area tertentu ( A ) sehingga kekuatan medan magnet
dapat
diformulasikan
sebagai
berikut
:
B= O / A
Satuan untuk mengukur kekuatan medan magnet adalah Weber / m2 atau Tesla.
Kutub-kutub magnet yang senama apabila didekatkan akan tolak menolak,
sebaliknya yang tidak senama akan tarik menarik. Menurut hukum coulomb
besar gaya tolak menolak dan tarik menarik dua kutub sebanding dengan
kekuatan kutub-kutub itu dan berbanding terbalik dengan kuadran jarak kedua
kutub
tersebut;
K
=
M1.M2
/
D2
K
=
Gaya
tolak
/
tarik
(
dynes
)
M1 = kuat kutub pertama dalam satuan kutub utara ( SKU )
M2 = kuat kutub kedua dalam satuan kutub utara ( SKU )
D
=
jarak
antara
kedua
kutub
SKU adalah kuat kutub magnet yag diletakan sejauh 1 cm dalam kutub lain yang
sama kuatnya dan dapat membangkitkan gaya tarik atau tolak sebesar 1 dyne
( 1 gram = 981 dyne ). Banyaknya garis gaya magnet yang dikeluarkan oleh
sebuah
kutub
adalah
:
O
=
4
M
=
4
(
3,14
)
M
=
12,57
M
M
=
Kuat
kutub
dalam
SKU
KEMAGNITAN
LISTRIK
Hubungan antara listrik dan kemagnitan dan listrik adalah bahwa magnet dapat
dibuat dengan menggunakan arus listrik sebaliknya tenaga listrik dapat
dibangkitkan dengan menggunakan magnet. Orang yang pertama kali
melakukan penelitian tentang hubungan tersebut adalah Oersted tahun 1819.
Medan magnet dapat timbuk pada sekitar kawat berbentuk lurus maupun
melingkar. Sebuah selonoida adalah kawat penghantar listrik yang digulung
menjadi sebuah kimparan panjang. Medan magnet yang sitimbulkan oleh suatu
kumparan yang dialiri listrik lebih kuat daripada medan magnet yang ditimbulkan
oleh sebuah lingkaran saja. Bila didalam kumparan itu ditempatkan inti besi
lunak,
maka
kemagnetannya
jauh
lebih
besar
lagi.
Susunan kumparan dari inti besi lunak itu disebut elektromagnet .
keuntungan
elektromagnet
adalah
:
1. Dengan mengambil jumlah lilitan yang banyak dan arus yang kuat dapat
diperoleh
kemagnetan
yang
kuat
sekali.
2. Bila arus diputus, sifat kemagnitan dapat hilang sama sekali.
3. Kekuatan magnetnya dapat diubah ubah dengan mengubah kuat arusnya.
4. Cara menyimpannya tidak memerlukan apa-apa seperti halnya dengan
magnet
permanen.
5.
Kedua
kutubnya
dapat
ditukar.
Solenoida adalah suatu lilitan kawat atau kumparan yang rapat. Jika solenoida
menggunakan teras udara, maka besarnya medan magnet pada pusat dan ujung
solenoida
adalah
sebagai
berikut
:
B
pada
pusat
solenoida
adalah
:
UO
.
i
.
n
Diketahui
UO
=
K
.
4
Jika K adalah suatu ketetapan bernilai 10-7 weber / meter ampere
Maka UO = 4 10-7 weber / meter ampere. Jika n = N/ I maka :
B
=
UO
.
i
.
N/L
Dimana
:
n
=
jumlah
lilitan
tiap
satuan
panjang
I
=
panjang
lilitan
N
=
jumlah
lilitan
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B
=
UO
.
i
.
N/2
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B
=
UO
.
i
.
N/2
Apabila solenoida dilengkungkan maka sumbunya membentuk sebuah lingkaran
yang disebut toroida . Berikut gambar solenoida ( A ) dan toroida ( B ).
SEJARAH
MRI
Penemuan MRI tidak muncul secara tiba-tiba akan tetapi melalui perkembangan
ilmu yang mendukung terwujudnya teknologi MRI. Terdapat serentetan nama
yang
memiliki
andil
yang
cukup
besar
dalam
mewujudkannya.
Mendeleyev dan Mayer tahun 1869 menyusun unsur-unsur atom dengan sistem
periodiknya. Eniest Rutherford, Neils Bohr dan James Chud pada tahun 1911
berjasa dalam teori tentang struktur atom. Kemudian Felix Block dan Edward
Purcell keduanya menerima hadiah nobel di bidang fisika pada tahun 1952
mengungkapkan perilaku inti atom seperti sebuah magnet kecil, yang dapat
melakukan spin dan precessing dengan berlandaskan pada rumus larmor ( akan
dibahas
)
yang
merupaka
dasar utam terciptanya MRI. Tahun 1960 seorang ahli fisika yang dapat dianggap
palinh berjasa dalam pengembangan MRI adalah Raymond Damadian telah
melakukan rentetan penelitian dan mampu membedakan jaringan- jaringan
tumor ganas dan jaringan normal. Disusul kemudian tahun 1974 ia
mendemonstrasikan tumor tikus secara kasar dengan citra MRI dan tahun 1976
menghasilkan citra tubuh manusia dengan memerlukan waktu pemeriksaan 4
jam. Tahun 1977 bersama Paul Luterbur menyempurnakan dan resmi menjadi
salah
satu
instrumen
pencitraan
medik.
PRINSIP
DASAR
MRI
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air ( H2O ) yang mengandung 2 atom
hydrogen yang memiliki no atom ganjil ( 1) yang pada intinya terdapat satu
proton. Inti hydrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh
manusia yaitu 1019 inti/ mm3 , memiliki konsentrasi tertinggi dalam jaringan
100 mmol/ Kg dan memiliki gaya magnetic terkuat dari elemen lain.
Dalam aspek klinisnya, perbedaan jaringan normal dan bukan normal didasarkan
pada deteksi dari kerelatifan kandungan air ( proton hydrogen ) dari jaringan
tersebut. Proton proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku
sebuah magnet. Sebab proton merupakan suatu partikel yang bermuatan positif
dan aktif melakukan gerakan mengintari sumbunya ( spin ) secara kontinyu.
Secara teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan maka disekitarnya
akan timbul gaya magnet dengan demikian proton proton dapat diibaratkan
seperti magnet magnet yang kecil ( Bar Magnetic ). Secara ringkas prosedur
pembentukan gambar pada pemeriksaan MRI adalah pasien diletakan dalam
medan magnet yang kuat selanjutnya dipancarkan sebuah gelombang radio,
ketika gelombang radio dimayikan ( turn off ) pasien memancarkan signal yang
berasal dari proton proton tubuh pasien dan signal tersebut akan diterima oleh
antenna dan dikirim ke sisitem komputer untuk direkonstruksi menjadi gambar.
Proses terjadinya signal MRI yang berasal dari pasien tersebut melalui 3 fase
fisika yaitu : Fase Presesi ( Magnetisasi ), Fase Resonansi dan Fase Relaksasi.
FASE
PRESESI
Telah diketahui inti sebuah atom terdiri dari neutron yang tidak bermuatan
( netral ) dan proton yang bermuatan positif. Proton proton yang bersifat
magnetic memiliki medan magnet yang mengarah pada 2 kutub ( utara dan
selatan
)
mirip
dengan sebuah magnet kecil ( sebagaimana yang telah dijelaskan ) sehingga
proton proton dengan kutubnya tersebut lazim disebut Magnetic Dipole . Pada
atom dengan nomor atom genap, inti atom ( partikel elementer ) akan
berpasang pasangan sehingga saling meniadakan efek magnetik masing masing
dengan demikian tidak terdapat inti bebas yang akan membentuk jaringan
magnetisasi
sehingga
sulit
untuk
dirangsang agar terjadi pelepasan signal. Sebaliknya atom atom dengan nomor
atom ganjil memiliki inti atom bebas yang akan menghasilkan jaringan
magnetisasi, sehingga materi lain selain hydrogen ( dengan 1 proton pada
intinya ) juga memungkinkan pengembangan pemeriksaan MRI pada jaringan
yang mengandung natrium ( NA 23- Proton 11 dan neutron 12 ), phospor ( NA 31
15 proton dan 16 neutron ) dan Potassium ( NA 39-19 proton dan 20 neutron ).
Dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh tersusun secara
85
MHZ
)
Y
(
gamma
)
=
konstanta
giromagnetik
proton
(
hydrogen
42,8
MHZ/Tesla
)
BO
=
kekuatan
medan
magnet
(
Tesla
)
Dipole yang membentuk jaringan magnetisasi tersebut cenderung dengan arah
kurub medan magnet pesawat MRI ( B0 ) dikenal juga dengan arah longitudinal
(Z axis ). Jaringan magnetisasi itu sulit diukur karena arah induksi magnetnya
sama dengan arah induksi magnet pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan
arah induksi magnet dari dipole dipole tersebut dengan menggunakan
gelombang
radio.
Dipole dipole selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif.
Gerakan relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing ( spinning to
toy
)
yang
disebut
gerakan
presesi
FASE
RESONANSI
Mengetahui secara tepat frekuensi presesi proton proton sangat mutlak untuk
menentukan besarnya frekuensi presesi gelombang radio ( RF ) yang akan
dipancarkan untuk mengubah arah orientasi dipole yang membentuk jaringan
magnetisasi.
Ketika proton proton hydrogen mengalami 1 presesi, maka proton proton akan
mudah menyerap energi luar. Pada saat fase presesi itulah gelombang radio (RF)
dipancarkan dan proton proton hydrogen akan menyerapnya dan mulai bergerak
meninggalkan arah longitudinal ( L direction ) yang sejajar dengan arah kutub
magnet pesawat menuju kearah transversal ( Tegak lurus terhadap sumbu
medan magnet pesawat) dan menghasilkan magnetisasi transversal. Proton
proton yang dapat dipengaruhi oleh gelombang radio hanyalah proton proton
yang memiliki frekuensi presesi yang sama dengan frekuensi gelombang radio.
Fase proton proton bergerak meninggalkan sumbu longitudinal menuju arah
transversal
disebut
sebagai
fase
resonansi.
FASE
RELAKSASI
Ketika proton proton hydrogen berada pada bidang transversal, akan
menginduksikan signal dalam bentuk gelombang elektromagnetik ( dikenal
dengan MRI ) yang akan diterima oleh sebuah kumparan ( antenna ) penerima
disisi pesawat MRI. Saat pancaran frekuensi radio dihentikan ( turn off ) proton
proton secara perlahan lahan kehilangan energinya dan mulai bergerak
meninggalkan arah transversal ( decay ) menuju kembali kearah longitudinal
( recovery ) sambil melepaskan energi yang diserapnya dari gelombang radio
dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang dikenal sebagai SIGNAL MRI,
fase
ini
disebut
fase
relaksasi.
Fase relaksasi dibagi menjadi T1 dan T2. T1 didefenisikan sebagai waktu yang
diperlukan proton proton hydrogen sekitar 63% telah berada kembali dalam arah
longitudinal ( magnetisasi longitudinal ). T1 mencerminkan tingkat trnsfer energi
frekuensi radio ( RF ) dari proton proton keseluruh jaringan sekitar ( TissueLattice ) sehingga T1 biasa pula dikenal; istilah Spin Lattice-Relaxation,
dimana besar T1 tergantung pada konsentrasi dan kepadatan proton serta
struktur kimiawi dari materi jaringan yang diperiksa ( Macromolecul enveiroment
). Jika T1 makin lama maka diperoleh signal yang makin besar.
Ketika pemberian gelombang radio 900 ( memutar proton proton ke arah
transversal ) diperoleh signal dari arah transversal maksimum. Namun ketika RF
900 dihentikan magnetisasi transversal yang memancarkan signal awal
maksimum berangsur angsur mulai berkurang ( Decay ). Awalnya presesi proton
proton berada dalam laju dan arah yang sama ( fase yang sama ) namun secara
perlahan satu sama lain keluar dari fase yang satu tersebut ( Dephasing )
disebabkan terjadinya interaksi masing proton dengan proton proton
disekitarnya ( spin-spin interaction ). Interaksi spin spin merupakan suatu
mekanisme tambahan yang dikonstribusikan oleh kenyataan bahwa medan
magnetic
eksternal
dari
pesawat
MRI
tidak
betul
betul
seragam ( homogen ) sehingga menghasilkan magnetisasi proton proton lokal
yang tidak homogen ( local inhomogeneity ). Local inhomogeneity meningkatkan
interksi spin spin dan mempercepat dephasing sehingga mempercepat
penurunan besarnya signal ( signal decay ) ke nilai nol. Hal ini berarti terdapat
adanya signal yang hilang ( loss of signal ). Waktu yang diperlukan proton proton
dari keadaan magnetisasi transversal berkurang hingga sekitar 37 % saja
merupakan nilai T2 yang sebenarnya. Kehilangan signal yang diakibatkan oleh
medan magnetic lokal yang tidak homogen tersebut, menutupi nolai T2 yang
sebenarnya. Nilai T2 yang diakibatkan oleh adanya medan magnetic yang tidak
homogen
diberi
symbol
T2*.
Nilai T1, T2 dan efek T2* terhadap nilai T2 yang sebenarnya dapat diperlihatkan
pada
kurva
berikut
:
Pada gambar ( A ) nilai T1 lebih cepat pada jaringan padat ( solid) dibandingkan
cairan ( liquid ). Gambar ( B ) menunjukan defenisi T2 dan gambar ( C )
menunjukan
efek
T2*
terhadap
nilai
T2
yang
sebenarnya.
Medan magnetic lokal yang tidak homogen mengakibatkan terjadinya gerakan
presesi proton proton yang tidak seragam ( acak ) sehingga menyebabkan
terjadinya saling interaksi diantara mereka dengan demikian tidak ada signal
yang terdeteksi sehingga seolah olah ada kehilangan signal ( loss of signal ).
Hadirnya T2* mempersepat signal menuju ke nol, oleh karena itu prosedur
pemeriksaan MRI salah satunya adalah mengurangi atau menghilangkan efek
T2*, sehingga diperileh nilai T2 yang sebenarnya. Jika nilai T2 besar maka signal
yang dihasilkan juga besar. Jadi proses deohasing diakibatkan oleh hasil interaksi
spin spin yang sebenarnya dan interaksi spin spin akibat medan magnet yang
tidak
homogen
(
T2*
).
Ringkasan
Prinsip
Dasar
Pemeriksaan
MRI
Secara ringkas dapat disimpulakan kejadian dan langkah langkah pemeriksaan
MRI
sebagai
berikut
:
1. Penderita sebelum dimasukan kedalam medan magnet pesawat MRI, proton
proton dalam tubuh tersusun secara acak, sehingga tidak ada jaringan
magnetisasi.
2. Penderita ditempatkan dalam medan magnet, terjadi magnetisasi proton
posisi parallel dan anti parallel serta melakukan gerakan presesi.
3. Pemberian gelombang radio ( RF ) proton menyerap energi dari gelombang
radio tersebut dan melakukan magnetisasi ke arah transversal ( Fase
Resonansi
).
4. Penghentian gelombang radio menyebabkan relaksasi ( kembali ke posisi awal
) dimana proton proton melepaskan energi berupa signal- signal elektromagnetik
(
Signal
MRI
).
5.
Signalsignal
diterima
oleh
sebuah
koil
antenna
penerima.
6. Selanjutnya signal- signal tersebut diubah menjadi pulsa listrik dan dikirim ke
sistem
komputer
untuk
diubah
menjadi
gambar.
Untuk memperoleh nilai T1 dan T2 yang tidak dipengaruhi oleh T2* dibutuhkan
rangkaian pulsa khusus ( special pulse sequence ) yaitu : Saturation Recovery,
Inversion
Recovery,
dan
Spin
Echo
Sequence.
SIGNIFIKASI
SIGNAL
MRI
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan signal MRI yaitu :
1.
Medan
Magnet
Utama
Seperti yang telah dijelaskan bahwa kekuatan medan magnet luar ( magnet
pesawat MRI ) mempengaruhi jumlah proton-proton bebas yang membentuk
jaringan magnetisasi ( Proton-proton parallel yang tidak memiliki pasangan anti
parallel ). Semakin besar kekuatan medan magnet utama maka semakin besar
pula jumlah proton-proton bebas yang membentuk jaringan magnetisasi
sehingga secara keseluruhan akan memberikan akumulasi signal yang semakin
besar
pula.
2.
Proton
Density
(
Chemical
Shift
dan
Dimensi
Jaringan
)
Jika materi yang diperiksa memiliki kandungan proton yang besar maka akan
semakin banyak pula proton-proton bebas yang akan membentuk jaringan
magnetisasi dihasilkan jika dibandingkan dengan materi yang memiliki
kandungan proton-proton lebih kecil pada kuat medan magnet yang sama. Pada
dasarnya kandungan proton ini dalam pemeriksaan MRI tergantung pada
kandungan ( kadar ) air yang merupakan salah satu material dari komposisi
kimia
penyusun
jaringan
yang
diperiksa.
3.
Waktu
Relaksasi
(
T1
dan
T2
)
Waktu relaksasi terdiri atas T1 dan T2. jika T1 lama maka diperoleh jumlah signal
yang semakin besar pula sebaliknya jika T2 lama diperoleh signal yang semakin
kecil.
Berikut ini tabel hubungan T1 dan T2 terhadap bermacam-macam jaringan tubuh
pada
medan
magnet
1
Tesla
:
T
I
S
S
U
E
T1
(
mill
second
)
T2
(mill
second
)
Fat
180
90
Liver
270
50
Renal
Cortex
360
70
White
Matter
390
90
Splien
480
80
Gray
Matter
390
100
Muscle
600
40
Renal
Medulla
680
140
Blood
800
180
Cerebro
Spinal
Fluid
2000
3000
Water
2500
2500
4.
Gerakan
Fisiologi
(
Flow
Phenomena
)
Diposkan oleh Sumarsono.Dipl.Rad, S.Si
Posted by Babeh Edi at 14:36 0 comments
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: FISIKA IMEJING - MRI
warna putih.
Citra TR yang panjang. Terlihat adanya kehilangan kontras pada komposisi warna
hitam ,abu-abu, dan putih.
Penyusutan Magnetisasi Transversal (T2)
Setelah sinyal 90o, selanjutnya magnetisasi transversal yang berotasi akan
menghasilkan sinyal MR. Sinyal ini (FID) akan menghilang dengan cepat.
Segera setelah diberikan sinyal RF, spin berada dalam keadaan phase-coherent,
dimana seolah-olah berperan sebagai magnet yang besar, yang berotasi dalam
bidang x-y.
Bagaimanapun, spin yang berotasi tersebut akan kehilangan sifat koherennya
karena interaksi antar molekul, yang nantinya akan menyebabkan penyusutan
magnetisasi transversal.
Untuk lebih memahami tentang pencitraan MR, maka ada yang dinamakan
dengan spins dephase, yaitu keadaan dimana magnetisasi rotasi transversal
akan kembali kepada spin individunya dan akan mulai menyusut. Hal inilah yang
disebut dengan Relaksasi Transversal, dengan konstanta waktunya adalah T2.
Setelah T2, koherensi fasa dari spin akan berkurang sampai 37 %. Setelah 2T2,
maka akan berkurang sampai 14 % dan setelah 5T2, koherensi fasanya akan
segera menghilang.
Proses di atas dapat dijelaskan dengan analogi pelari, yaitu :
Pada awal lomba, semua pelari berbaris pada garis awal. Selama pertandingan,
pelari-pelari ini akan menyebar karena mereka berlari pada kecepatan yang
berbeda. Dalam hal ini terlihat bahwa, keadaan tersebut menunjukkan tidak
adanya suatu koherensi selama pertandingan.
Berikut ini adalah tabel T2 dari beberapa jenis jaringan (T2 juga bersifat tissuespecific) :
Pada penjelasan terdahulu, diketahui bahwa proses yang menentukan
peningkatan magnetisasi longitudinal, akan menentukan penurunan dari
magnetisasi transversal (analogi jatuhnya kotak). Selain itu, ada suatu proses
tambahan yang disebut dengan interaksi spin-spin. Walaupun proses tersebut
tidak menjadi satu-satunya sumber dari relaksasi transversal, tetapi komponen
relaksasi spin-spin harus tetap ada.
Medan magnet yang berfluktuasi mendekati frekuensi Larmor akan menentukan
perubahan keadaan spin dari proton-proton. Hal inilah yang menyebabkan
relaksasi longitudinal, tetapi juga akan berpengaruh pada komponen
transversalnya, yaitu kapan saja terjadi perubahan keadaan spin, fasanya juga
akan berubah.
Perubahan keadaan spin juga mengubah sedikit medan lokal. Komponen z dari
spin tersebut sekarang akan menunjuk pada arah yang berlawanan. Protonproton yang berdekatan akan merasakan perubahan medan magnet pada arah z,
sebesar 1mT.
Saat medan magnet statis menunjukkan perubahan secara lokal, maka frekuensi
precession pada daerah tersebut juga akan berbeda. Oleh karena itu, perbedaan
frekuensi precession dari spin yang terstimulasi adalah sekitar 40 KHz di sekitar
frekuensi Larmor.
Karena perbedaan frekuensi yang kecil tersebut, maka spin magnet yang
berputar tidak ada lagi, seperti halnya para pelari yang bergerak dengan
kecepatan yang berbeda.
Relaksasi transversal merupakan hasil dari interaksi kompleks dan sulit untuk
digambarkan sebagai kurva eksponensial sederhana.
Karena setiap jenis jaringan menunjukkan relaksasi T2 yang berbeda, maka
karena itu, sekarang spin berotasi dengan kecepatan yang berbeda karena
perubahan medan.
Dalam teknologi MR ini, gradient diartikan sebagai perubahan medan magnet
pada arah tertentu (meningkat atau berkurang secara linier).
Setelah sinyal RF diberikan, sinyal gradient (-) akan melakukan proses dephase
pada frekuensi spin. Karena masih berputar dengan kecepatan yang berbeda,
spin akan kehilangan fasanya dengan lebih cepat. FID akan berkurang dengan
lebih cepat daripada di kondisi normal.
Dengan membalikkan polaritas dari gradient (+), spinnya masih berada dalam
keadaan dephased. Sinyal echo diukur selama proses rephasing dari FID dan
karena echo tersebut dihasilkan oleh gradient, maka disebut gradient echo.
Sinyal fasa 180o diabaikan dalam teknologi gradient echo ini, sehingga
mekanisme dephasing statis T2* tidak dihapuskan, sebagaimana yang terjadi
pada metode spin echo. Komponen echo time untuk gradient echo ini harus
menempati alokasi waktu T2*. Oleh karena itu, metode gradient echo akan lebih
cepat daripada metode spin echo.
Memperkecil Flip Angle
Untuk menghasilkan gradient echo, komponen flip angle yang digunakan untuk
menstimulasi sinyal RF biasanya lebih kecil dari 90o. Keuntungan dari metode ini
adalah sinyal yang lebih kuat dan waktu pengukuran yang lebih singkat.
Citra yang Dihasilkan dari Irisan-irisan
Dasar untuk citra MR adalah melalui proses spasial allocation dari sinyal-sinyal
MR individu yang menunjukkan struktur anatomis. Kemudian spin dari atomatom tersebut akan memberikan frekuensi precession yang berbeda pada posisi
yang berbeda juga. Resonansi magnetik akan dibedakan secara spasial.
Dalam pencitraan medis, dibutuhkan citra irisan-irisan dari tubuh manusia pada
posisi yang spesifik, yaitu dengan metode switching gradient.
Cara untuk Menghasilkan Gradient
Medan magnet dihasilkan segera saat arus listrik mengalir di sepanjang
konduktor sirkular atau sebuah lilitan. Saat arah rambat arus listrik dibalik, maka
arah dari medan magnetnya pun akan berubah juga.
Dengan MR, bagian gradient coil dioperasikan secara berpasangan dalam arah x,
y, dan z pada :
Besar arus yang sama
Polaritas yang berlawanan.
Satu lilitan akan meningkatkan medan magnet statis, sedangkan lilitan yang
berlawanan akan menguranginya. Hal ini berarti medan magnet B0 akan
berubah secara proporsional.
Pengaruh Gradient
Di dalam medan magnet normal, kekuatannya akan sama dimanapun posisinya
(B0). Oleh karena itu, spin proton akan menunjukkan frekuensi spin (0) yang
proporsional dengan kekuatan medan magnetnya. Hasilnya, resonansi
magnetiknya akan sama di semua posisi.
Dengan menggunakan gradient, medan magnet menunjukkan peningkatan yang
linier. Gerak precession dari spin akan bervariasi pada arah ini. Pada arah yang
satu akan berputar dengan lebih lambat, sedangkan pada arah yang lain akan
berputar dengan lebih cepat. Dapat disimpulkan bahwa proton-proton tersebut
menunjukkan frekuensi resonansi yang berbeda.
Cara Menentukan Posisi Irisan
Jika dipilih irisan pada bidang x-y, maka irisan tersebut akan vertikal pada sumbu
z. Misalkan ada seorang pasien yang sedang telentang pada arah sumbu z di
Gradient (GF). Bagian echo yang dimaksud merupakan kombinasi sinyal dari spin
yang tereksitasi di sepanjang sumbu x. Pada resolusi 256 voxel, echo terdiri dari
256 frekuensi.
Metode Transformasi Fourier dapat membantu untuk menentukan kontribusi
sinyal dari setiap komponen frekuensi. Setiap sinyal individu yang didapat akan
menentukan derajat keabu-abuan dari pixel yang dialokasikan.
Dua voxel yang berbeda dapat memiliki frekuensi yang sama dan karenanya,
tidak dapat didiferensiasi.
Pada selang waktu di antara sinyal RF dan echo, gradient akan diposisikan pada
arah y. Sebagai hasilnya, spin akan melakukan precession pada kecepatan yang
berbeda dalam waktu yang singkat. Setelah gradient dimatikan, pergeseran fasa
spin di sepanjang sumbu y akan berbeda yang tetap bersifat proporsional
terhadap lokasi masing-masing. Proses ini dinamakan phase encoding dan
komponen gradient yang berkaitan disebut dengan phase-encoding gradient
(Gp).
Untuk memfilter pergeseran-pergeseran fasa tersebut, maka digunakan proses
Transformasi Fourier. Selain itu, untuk mendapatkan matriks sebanyak 256 baris,
maka dibutuhkan sinyal MR sebanyak 256 dengan proses phase encoding untuk
256 lokasi yang berbeda. Hal ini berarti 256 langkah proses phase encoding dan
menyebabkan urutan sinyal-sinyal tersebut harus diulang sebanyak 256 kali
untuk membentuk matriks 256 x 256.
Setelah itu, matriks tersebut dinamakan Raw Data Matrix, yang juga dikenal
dengan k-Space.
Antara Raw Data dan Data Citra
Bagian Center Raw Data akan menentukan struktur yang kasar dan kontras citra.
Sedangkan komponen Raw Data di sepanjang perbatasan akan memberikan
informasi tentang batasan-batasan yang ada, transisi pada tepi, dan kontur citra.
Pada suatu waktu tertentu, data-data tertentu akan menampilkan struktur yang
lebih bagus dan pada proses analisis akhir, akan menentukan resolusi citra.
Bagian ini hampir tidak berisi informasi apapun tentang kontras jaringan.
Urutan Sinyal
Urutan spin echo terdiri dari sinyal fasa 90o, yang diikuti dengan sinyal fasa 180o
yang menghasilkan spin echo pada konstanta TE (Echo Time). Urutan pulsa
tersebut diulang berdasarkan konstanta TR (Repetition Time) selama komponen
k-space diisi dengan echo. Jumlah tahapan proses phase-encoding (yang
merupakan baris dari raw data) berhubungan dengan jumlah pengulangan
tersebut. Waktu scanning akan ditentukan oleh derajat yang besar dari resolusi
gambar dalam arah proses phase-encoding.
Dengan NP = jumlah tahap proses phase-encoding.
Pemilihan Irisan
Slice-selection gradient GS dinyalakan segera setelah sinyal fasa 90o, yaitu saat
gambar balok ada di bagian atas, untuk memilih irisan yang diinginkan.
Gradient akan menyebabkan fasa spin dalam keadaan dephase, pada sepanjang
ketebalan irisan. Oleh karena itu, keadaan ini harus dikompensasi dengan
gradient dari polaritas yang berlawanan dan setengah durasi (proses rephase
dari gradient). Hal inilah yang menimbulkan adanya gambar balok dibagian
bawah dari GS.
Selama sinyal fasa 180o, GS akan dinyalakan lagi sehingga sinyal tersebut hanya
mempengaruhi spin dari irisan yang terstimulasi sebelumnya.
Phase-encoding
Phase-encoding gradient GP akan dinyalakan sementara di antara pemilihan
irisan dan spin echo. GP akan menumpukkan fasa yang berbeda pada spin.
Untuk matriks yang terdiri dari 256 baris dan 256 kolom, proses penyalaan
gradient (switching) dari urutan spin echo akan diulang sebanyak 256x dengan
parameter TR dan GP yang meningkat secara bertahap.
Tahap proses phase-encoding dalam grafik sinyal sering digambarkan dengan
garis horisontal yang banyak dalam bagian balok GP, yang menggambarkan
amplitudo tahapan gradient yang berbeda, baik positif maupun negatif.
Frequency-encoding
Selama proses spin echo, frequency-encoding gradient GF akan dipengaruhi
juga. Karena spin echo dibaca pada saat tersebut, gradient ini disebut juga
readout gradient.
Jika tidak ada hal lain yang diberikan selain readout gradient, maka gerakan
precession dari spin pada arah frequency-encoding akan mulai berubah menjadi
keadaan dephase. Selama parameter TE, spin akan berada dalam keadaan
dephase sepenuhnya, tidak memberikan spin echo. Hal ini dapat diatasi engan
memberikan gradient tambahan.
Berkaitan dengan proses pembacaan, spin dalam keadaan dephase karena
gradient dengan polaritas yang berbeda dan setengah durasi dari readout
gradient (dephasing gradient). Hal ini menyebabkan readout gradient akan
mengembalikan fasa spin, sehingga spin yang berada di tengah-tengah interval
pembacaan akan sefasa lagi pada waktu terjadinya spin echo maksimum.
Seperti misalnya, readout gradient diberikan sebelum sinyal fasa 180o, sehingga
gradient memiliki fasa yang sama seperti readout gradient. Hal ini dikarenakan
sinyal fasa 180o akan membalikkan fasa spin.
Biasanya TE selalu lebih singkat daripada TR. Selama interval waktu antara
proses pembacaan echo terakhir dan sinyal RF selanjutnya, dapat dihasilkan
beberapa irisan tambahan (misalnya z1 sampai z4), yang disebut dengan
multislice sequence.
Metode ini akan memberikan irisan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan suatu
daerah tertentu.
Urutan yang lebih cepat, seperti misalnya urutan gradient echo, akan
memberikan suatu keuntungan, yaitu dapat menghasilkan sekumpulan data 3D
karena waktu pengulangan yang singkat. Kumpulan data 3D tersebut digunakan
untuk merekonstruksi tampilan 3 dimensi.
Posisi fasa yang berbeda dapat ditempatkan pada lokasi yang kosong. Hal inilah
yang mendasari proses phase-encoding. Saat phase-encoding gradient seolaholah akan ditumpukkan pada arah pilihan irisan (arah z, seperti pada contoh),
maka yang dibicarakan adalah pencitraan 3D.
Melalui proses phase-encoding tambahan yang tegak lurus terhadap bidang
citra, seperti citra-citra yang bersebelahan, maka akan didapat informasi tentang
volume spasial (SLAB), dimana bidang volume tersebut dinamakan PARTISI.
Dari kumpulan data yang dihasilkan selama pengukuran 3D, perangkat lunak
POST-PROCESSING dapat menghasilkan tampilan secara spasial.
Kontras Spin Echo
Dalam pencitraan MR, ada tiga buah jenis kontras yang sangat penting, yaitu
kontras T1, kontras T2, dan kontras densitas proton. Jenis jaringan tubuh yang
berbeda akan memberi magnetisasi transversal yang berbeda juga. Tempat
dimana sinyalnya kuat, maka citranya akan menunjukkan pixel yang lebih
terang, sedangkan sinyal yang lebih lemah akan menghasilkan pixel yang lebih
gelap.
Jika jumlah proton yang berkontribusi dalam magnetisasi makin banyak, maka
sinyalnya akan semakin kuat. Walaupun begitu, hal terpenting untuk diagnostik
medis adalah efek yang ditimbulkan dari konstanta relaksasi T1 dan T2 pada
kontras suatu citra.
Parameter TE dan TR
Jika mengingat kembali tentang urutan spin echo, maka prosesnya adalah sbb :
sebuah sinyal fasa 180o diberikan pada selang waktu setelah sinyal fasa 90o
dan menghasilkan spin echo setelah Echo Time TE = 2.
Urutan sinyal ini, fasa 90o dan fasa 180o harus diulang hingga memenuhi semua
tahap proses phase-encoding dari scan matrix (misalnya 256 kali). Waktu
interval antara pengulangan-pengulangan tersebut disebut dengan Repetition
Time TR.
Konstanta TE dan TR merupakan parameter yang terpenting untuk
mengendalikan kontras dari urutan spin echo.
Kontras Densitas Proton
Gambar di samping menampilkan tiga buah jenis jaringan tubuh yang berbeda
(1, 2, dan 3) dengan waktu relaksasi yang berbeda juga.
Relaksasi longitudinal akan dimulai segera setelah sinyal fasa 90o. Magnetisasi
longitudinal MZ dari tiga buah jaringan tubuh yang berbeda akan pulih pada
kecepatan yang berbeda. Nilai maksimumnya berhubungan dengan "densitas
proton", yaitu jumlah proton Hidrogen per unit volume.
Dengan diberikannya kembali sinyal fasa 90o setelah TR, maka magnetisasi
longitudinal aktual akan berubah menjadi magnetisasi transversal MXY dan
menghasilkan sinyal dengan kekuatan yang berbeda.
Jika TR dipilih cukup panjang, maka perbedaan sinyal dalam jaringan setelah
sinyal fasa 90o yang diulang hanya akan bergantung pada densitas proton di
dalam jaringan, karena relaksasi longitudinal yang hampir selesai. Echo harus
dihasilkan segera setelah sinyal fasa 90o yang diulang, dengan TE yang lebih
singkat, sehingga didapat citra proton density-weighted (PD yang singkat). Pada
kenyataannya, TR dari urutan spin echo biasanya lebih lama dari 2-3 detik. Hal
ini juga berarti jenis jaringan tubuh dengan konstanta T1 yang lebih lama,
misalnya CSF, yang tidak segera pulih setelah periode waktunya.
Kontras T2
Kurva sinyal akan menurun karena relaksasi T2 dan mulai berpotongan. Kontras
densitas proton akan hilang. Pada TE yang lebih lama, kurva akan mulai
menyimpang dan kontras dikendalikan oleh relaksasi T2, sehingga diperoleh citra
T2-weighted. Kekuatan sinyal dari spin echo akan bergantung pada penyusutan
T2.
Di samping merupakan perbandingan citra yang menunjukkan kontras T2
dengan TE yang semakin lama akan semakin lama.
Pada keadaan tersebut, densitas proton tidak lagi mempengaruhi kontras.
Kontras T2 hanya bergantung pada komponen TE yang dipilih. T2 yang optimal
dari suatu citra T2-weighted merupakan nilai rata-rata konstanta T2 dari citra
jaringan yang akan ditampilkan (ada di antara 80 dan 100 ms).
Jika TE terlalu lama (citra yang terakhir), magnetisasi transversal telah menyusut
sampai pada suatu tingkat dimana sinyal-sinyal dari beberapa jenis jaringan
akan menghilang di dalam derau (noise) sinyal yang tidak dapat dihindarkan.
Kontras T1
Jika dipilih TR yang singkat sehingga relaksasi T1 belum selesai, maka sinyalnya
akan menjadi lebih lemah dan kontrasnya akan berkurang seiring TE yang
semakin meningkat. Oleh karena itu, harus dipilih TE yang sesingkat mungkin.
TR yang singkat akan menghilangkan efek dari densitas proton, TE yang singkat
didapat
beberapa
menggunakan
kelebihan MRI
a. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak
otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal
b. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas
c. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi
dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT scan
d. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa
merubah posisi pasien
e. MRI tidak menggunakan radiasi pengion
Secara ringkas, proses terbentuknya citra MRI dapat digambarkan sebagai
berikut: Bila tubuh pasien diposisikan dalam medan magnet yang kuat, inti-inti
hidrogen tubuh akan searah dan berotasi mengelilingi arah/vektor medan
magnet. Bila signal frekuensi radio dipancarkan melalui tubuh, beberapa inti
hidrogen akan menyerap energi dari frekuensi radio tersebut dan mengubah
arah, atau dengan kata lain mengadakan resonansi. Bila signal frekuensi radio
dihentikan pancarannya, inti-inti tersebut akan kembali pada posisi semula,
melepaskan energi yang telah diserap dan menimbulkan signal yang ditangkap
oleh antena dan kemudian diproses computer dalam bentuk radiograf.
perkembangan
dunia
kedokteran,terutama
dalam
bidang
bunyi tertentu (gelombang akustik). Jika ada garpu tala kedua yang digetarkan
dengan frekuensi yang sama, maka osilasinya merupakan respon dari
gelombang akustik yang dikirimkan dari garpu tala pertama. Pada saat ini, kedua
garpu tala tersebut dinyatakan dalam keadaan resonansi.
ANALOGI KERANJANG BERPUTAR
Apa yang sebenarnya terjadi dengan magnetic resonance dapat dijelaskan
dengan suatu analogi keranjang berputar, dimana orang berperan sebagai sinyal
RF yang harus berada dalam keadaan resonansi dengan spin yang berputar
(keranjang).
Jika ada seseorang yang diharuskan untuk menaruh batu pada dua buah
keranjang yang berputar (seperti pada gambar), dan ia hanya menaruh batu
pada saat salah satu keranjang berada tepat di depannya (orang tersebut diam),
maka cara ini akan memakan waktu yang lama.
Cara yang paling efektif adalah dengan ikut berlari di sepanjang keliling putaran
keranjang tersebut dan menaruh batu tersebut pada keranjang-keranjang
tersebut (dengan kecepatan yang sama, beriringan dengan keranjang). Dengan
cara ini, maka ia dapat menaruh batu sebanyak-banyaknya ke dalam keranjang
itu.
Dengan berlari seperti itu, maka orang tersebut dikatakan "diam" relatif
terhadap keranjang dan kecepatan orang = kecepatan keranjang.
Sinyal-sinyal dan Sudut Flip Angle
Semakin besar energi yang berikan oleh sinyal RF, maka simpangan
magnetisasinya akan semakin besar juga. Sudut simpangan akhir ini disebut
dengan FLIP ANGLE (dinotasikan dengan ).
Sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi pada arah yang berlawanan
dengan sumbu z. Sedangkan sinyal fasa 90o akan menyebabkan magnetisasi
pada arah yang tepat dengan bidang x-y.
Setelah diberikan sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 180o akan menyebabkan magnetisasi dengan arah yang berlawanan
dengan sumbu z. Pada keadaan ini, spin berada pada keadaan yang tidak stabil,
sehingga spin tersebut akan kembali pada keadaan setimbangnya lagi. Karena
magnetisasi akibat sinyal fasa 180o ini memiliki orientasi vertikal (sumbu z),
maka sinyal fasa 180o menyebabkan magnetisasi longitudinal.
Sebelum diberikan sinyal fasa 180o
Sinyal fasa 90(derajat) akan menyebabkan magnetisasi pada arah transversal,
bidang x-y. Selama masih ada sinyal RF, maka ada dua jenis medan yang akan
berpengaruh, yaitu : medan statis dan medan RF yang berputar (untuk selang
waktu yang pendek).
Cara Memperoleh Sinyal MR
Sama halnya dengan notasi vektor, dimana magnetisasi juga memiliki dua buah
komponen yang saling tegak lurus satu sama lain, yaitu :
MAGNETISASI LONGITUDINAL Mz yang merupakan vektor dengan arah sumbu z
(sepanjang medan magnet eksternal) dan MAGNETISASI TRANSVERSAL Mxy yang
merupakan komponen yang berotasi di sekitar medan (pada bidang x-y).
Magnetisasi transversal merupakan jumlah dari vektor spin yang berotasi pada
bidang x-y, yang menyamai frekuensi Larmor.
FID
Magnetisasi transversal berperan sebagai magnet yang berotasi, sehingga dapat
memasukkan coil ke dalamnya dan menginduksikan tegangan. Sinyal itulah yang
berbeda juga. Walaupun begitu, hal tersebut merupakan faktor utama untuk
mendapatkan kontras dari citra yang diperoleh dengan sistem MR. Perbedaan
tersebut terjadi karena energi RF yang terstimulasi akan menghilang kembali
akibat interaksi dengan kisi-kisi (lattice).
. Konstanta T1 beberapa jenis jaringan
Relaksasi spin-lattice
Proton-proton akan mengubah status spinnya pada saat beresonansi. Proton
akan merasakan medan lokal secara kontinu dan fluktuasinya disebabkan oleh
pergerakan molekular. Fluktuasi medan magnet ini seolah-olah dilapisi oleh
medan eksternal. Efek terkuat yang dirasakan merupakan akibat dari fluktuasi
medan magnet yang bersesuaian dengan frekuensi Larmor dan berosilasi secara
transversal terhadap medan magnet utama. Perilaku proton tersebut seperti
sinyal RF yang kecil dan menyebabkan pembalikkan spin.
Lingkungan tempat proton berada seringkali terdiri dari molekul yang besar
(lemak) dan makro-molekul (protein). Proton Hidrogen yang berada di dalam
molekul lemak yang bergerak relatif lambat (terletak dalam kisi yang tebal)
sebagaimana proton yang membatasi protein merasakan fluktuasi medan lokal
yang kuat, sehingga dengan cepat mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang
menjelaskan konstanta T1 jaringan lemak yang relatif singkat.
Lain halnya jika berada di dalam cairan, dimana mobilitas molekularnya lebih
cepat daripada fluktuasi medannya. Resonansi dengan medan magnet yang
berosilasi jarang terjadi dan semakin lemah, sehingga proton tidak segera
mengganti keadaan spinnya. Hal inilah yang menyebabkan mengapa air murni
dan CSF (cerebrospinal fluid) memiliki konstanta T1 yang besar (waktunya lebih
lama).
Lingkungan dari suatu proton sering disebut sebagai kisi-kisi (lattice). Karena
pasangan spin menghasilkan energi kepada kisi-kisi selama proses relaksasi
longitudinal, maka proses T1 dinamakan juga dengan relaksasi spin-lattice.
Proses ini terjadi setelah interferensi dari sinyal RF dan sesaat setelah proses
pembentukkan kembali magnetisasi longitudinal (setelah pasien dimasukkan ke
dalam medan magnet).
Karena jenis jaringan tubuh yang berbeda akan memberikan waktu relaksasi T1
yang berbeda juga, maka hal ini dapat digunakan untuk menyebabkan kontras
pada citra MR, misalnya jaringan yang terkena penyakit akan menunjukkan
konsentrasi air yang berbeda dengan daerah di sekitarnya (adanya perbedaan
konstanta relaksasi).
Pada gambar di samping, terlihat bahwa dengan kontras T1, CSF akan terlihat
sebagai bagian yang hitam pada citra sistem MR.
Perhatikan antara hitam yang dihasilkan oleh CSF, warna keabu-abuan sampai
warna putih.
Citra TR yang panjang. Terlihat adanya kehilangan kontras pada komposisi warna
hitam ,abu-abu, dan putih.
Penyusutan Magnetisasi Transversal (T2)
Setelah sinyal 90o, selanjutnya magnetisasi transversal yang berotasi akan
menghasilkan sinyal MR. Sinyal ini (FID) akan menghilang dengan cepat.
Segera setelah diberikan sinyal RF, spin berada dalam keadaan phase-coherent,
dimana seolah-olah berperan sebagai magnet yang besar, yang berotasi dalam
bidang x-y.
Bagaimanapun, spin yang berotasi tersebut akan kehilangan sifat koherennya
karena interaksi antar molekul, yang nantinya akan menyebabkan penyusutan
magnetisasi transversal.
Untuk lebih memahami tentang pencitraan MR, maka ada yang dinamakan
dengan spins dephase, yaitu keadaan dimana magnetisasi rotasi transversal
akan kembali kepada spin individunya dan akan mulai menyusut. Hal inilah yang
disebut dengan Relaksasi Transversal, dengan konstanta waktunya adalah T2.
Setelah T2, koherensi fasa dari spin akan berkurang sampai 37 %. Setelah 2T2,
maka akan berkurang sampai 14 % dan setelah 5T2, koherensi fasanya akan
segera menghilang.
Proses di atas dapat dijelaskan dengan analogi pelari, yaitu :
Pada awal lomba, semua pelari berbaris pada garis awal. Selama pertandingan,
pelari-pelari ini akan menyebar karena mereka berlari pada kecepatan yang
berbeda. Dalam hal ini terlihat bahwa, keadaan tersebut menunjukkan tidak
adanya suatu koherensi selama pertandingan.
Berikut ini adalah tabel T2 dari beberapa jenis jaringan (T2 juga bersifat tissuespecific) :
Pada penjelasan terdahulu, diketahui bahwa proses yang menentukan
peningkatan magnetisasi longitudinal, akan menentukan penurunan dari
magnetisasi transversal (analogi jatuhnya kotak). Selain itu, ada suatu proses
tambahan yang disebut dengan interaksi spin-spin. Walaupun proses tersebut
tidak menjadi satu-satunya sumber dari relaksasi transversal, tetapi komponen
relaksasi spin-spin harus tetap ada.
Medan magnet yang berfluktuasi mendekati frekuensi Larmor akan menentukan
perubahan keadaan spin dari proton-proton. Hal inilah yang menyebabkan
relaksasi longitudinal, tetapi juga akan berpengaruh pada komponen
transversalnya, yaitu kapan saja terjadi perubahan keadaan spin, fasanya juga
akan berubah.
Perubahan keadaan spin juga mengubah sedikit medan lokal. Komponen z dari
spin tersebut sekarang akan menunjuk pada arah yang berlawanan. Protonproton yang berdekatan akan merasakan perubahan medan magnet pada arah z,
sebesar 1mT.
Saat medan magnet statis menunjukkan perubahan secara lokal, maka frekuensi
precession pada daerah tersebut juga akan berbeda. Oleh karena itu, perbedaan
frekuensi precession dari spin yang terstimulasi adalah sekitar 40 KHz di sekitar
frekuensi Larmor.
Karena perbedaan frekuensi yang kecil tersebut, maka spin magnet yang
berputar tidak ada lagi, seperti halnya para pelari yang bergerak dengan
kecepatan yang berbeda.
Relaksasi transversal merupakan hasil dari interaksi kompleks dan sulit untuk
digambarkan sebagai kurva eksponensial sederhana.
Karena setiap jenis jaringan menunjukkan relaksasi T2 yang berbeda, maka
perbedaan-perbedaan tersebut digunakan untuk memberikan kontras pada citra
MR.
Spin Echo (T2*)
Setelah pemberian sinyal RF pada proton-proton, maka proton-proton tersebut
akan memberikan respon, yaitu yang disebut dengan spin echo. Saat sinyal MR
tersebut menyusut (begitu juga dengan magnetisasi transversal), maka spin
echo akan muncul, bersamaan dengan sinyal MR "pantulan"nya.
Penyusutan FID yang Sebenarnya.
Sebenarnya, penyusutan sinyal MR (FID) diharapkan terjadi bersamaan dengan
konstanta T2. Tetapi walaupun begitu, penyusutan FID terjadi dengan lebih
cepat, yaitu dengan waktu efektif yang lebih pendek T2*.
Medan magnet yang dirasakan oleh spin ternyata tidak sama di setiap posisi,
precession dari spin pada arah frequency-encoding akan mulai berubah menjadi
keadaan dephase. Selama parameter TE, spin akan berada dalam keadaan
dephase sepenuhnya, tidak memberikan spin echo. Hal ini dapat diatasi engan
memberikan gradient tambahan.
Berkaitan dengan proses pembacaan, spin dalam keadaan dephase karena
gradient dengan polaritas yang berbeda dan setengah durasi dari readout
gradient (dephasing gradient). Hal ini menyebabkan readout gradient akan
mengembalikan fasa spin, sehingga spin yang berada di tengah-tengah interval
pembacaan akan sefasa lagi pada waktu terjadinya spin echo maksimum.
Seperti misalnya, readout gradient diberikan sebelum sinyal fasa 180o, sehingga
gradient memiliki fasa yang sama seperti readout gradient. Hal ini dikarenakan
sinyal fasa 180o akan membalikkan fasa spin.
Biasanya TE selalu lebih singkat daripada TR. Selama interval waktu antara
proses pembacaan echo terakhir dan sinyal RF selanjutnya, dapat dihasilkan
beberapa irisan tambahan (misalnya z1 sampai z4), yang disebut dengan
multislice sequence.
Metode ini akan memberikan irisan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan suatu
daerah tertentu.
Urutan yang lebih cepat, seperti misalnya urutan gradient echo, akan
memberikan suatu keuntungan, yaitu dapat menghasilkan sekumpulan data 3D
karena waktu pengulangan yang singkat. Kumpulan data 3D tersebut digunakan
untuk merekonstruksi tampilan 3 dimensi.
Posisi fasa yang berbeda dapat ditempatkan pada lokasi yang kosong. Hal inilah
yang mendasari proses phase-encoding. Saat phase-encoding gradient seolaholah akan ditumpukkan pada arah pilihan irisan (arah z, seperti pada contoh),
maka yang dibicarakan adalah pencitraan 3D.
Melalui proses phase-encoding tambahan yang tegak lurus terhadap bidang
citra, seperti citra-citra yang bersebelahan, maka akan didapat informasi tentang
volume spasial (SLAB), dimana bidang volume tersebut dinamakan PARTISI.
Dari kumpulan data yang dihasilkan selama pengukuran 3D, perangkat lunak
POST-PROCESSING dapat menghasilkan tampilan secara spasial.
Kontras Spin Echo
Dalam pencitraan MR, ada tiga buah jenis kontras yang sangat penting, yaitu
kontras T1, kontras T2, dan kontras densitas proton. Jenis jaringan tubuh yang
berbeda akan memberi magnetisasi transversal yang berbeda juga. Tempat
dimana sinyalnya kuat, maka citranya akan menunjukkan pixel yang lebih
terang, sedangkan sinyal yang lebih lemah akan menghasilkan pixel yang lebih
gelap.
Jika jumlah proton yang berkontribusi dalam magnetisasi makin banyak, maka
sinyalnya akan semakin kuat. Walaupun begitu, hal terpenting untuk diagnostik
medis adalah efek yang ditimbulkan dari konstanta relaksasi T1 dan T2 pada
kontras suatu citra.
Parameter TE dan TR
Jika mengingat kembali tentang urutan spin echo, maka prosesnya adalah sbb :
sebuah sinyal fasa 180o diberikan pada selang waktu setelah sinyal fasa 90o
dan menghasilkan spin echo setelah Echo Time TE = 2.
Urutan sinyal ini, fasa 90o dan fasa 180o harus diulang hingga memenuhi semua
tahap proses phase-encoding dari scan matrix (misalnya 256 kali). Waktu
interval antara pengulangan-pengulangan tersebut disebut dengan Repetition
Time TR.
Konstanta TE dan TR merupakan parameter yang terpenting untuk
Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan
sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari
data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa
pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang
sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka
didapat citra densitas proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran
tunggal.
Jadi dengan mengambil beberapa nilai parameter yang berbeda, maka akan
didapat citra-citra sbb :
Kontras T1 (TR dan TE singkat)
Kontras T2 (TR danTE yang lama)
Kontras densitas proton (TR lama, TE singkat)
Dengan pencitraan spin echo, efek akibat T1 dan T2 berbanding terbalik, yaitu :
jaringan dengan T1 yang lebih lama akan berwarna lebih gelap dalam citra T1weighted dan jaringan dengan T2 yang lebih lama akan tampak lebih terang.
Kontras Menggunakan Pemulihan Inversi (IIR)
Urutan pemulihan inversi merupakan urutan spin echo dengan didahului oleh
sinyal fasa 180o. Dalam teknologi MR, sinyal-sinyal persiapan akan mendahului
urutan yang sebenarnya dan di sini akan dibicarakan bagaimana cara
memanipulasi kontras citra tersebut.
Pemulihan inversi
Pertama Proses Inversi Dahulu, kemudian Proses Pemulihan.
Urutan pemulihan Inversi (Inversion Recovery Sequence, IIR) menggunakan
sinyal fasa 180o 90o 180o. Pertama-tama, magnetisasi longitudinal dibalik
oleh sinyal persiapan fasa 180o pada arah yang berlawanan. Magnetisasi
transversal akan nol dan sinyal MR tidak akan diterima.
Interval di antara sinyal fasa 180o dan sinyal stimulasi fasa 90o diketahui
sebagai Inversion Time TI. Selama periode tersebut, magnetisasi longitudinal
akan pulih.
Sinyal stimulasi fasa 90o akan mengubah magnetisasi longitudinal aktual
menjadi magnetisasi transversal.
Kontras T1 yang Kuat
Dua atau lebih spin echo dapat dihasilkan dengan multi-echo sequence.
Kekuatan sinyal echo akan berkurang seiring dengan relaksasi T2. Pengurangan
sinyal ini akan memungkinkan untuk melakukan perhitungan citra T2 murni dari
data tersebut, tanpa bagian T1.
Selain itu, citra T1 murni dapat dihitung dari kekuatan sinyal dari beberapa
pengukuran spin echo dengan TR yang berbeda-beda tetapi TE singkat yang
sama.
Dengan double-echo sequence (misal TE1 = 15 ms dan TE2 = 90 ms), maka
didapat citra kepadatan proton sebagaimana citra T2-weighted dari pengukuran
tunggal. Saat urutan spin echo memberikan kontras T2 yang baik, maka IIR
digunakan untuk mendapatkan kontras T1 yang lebih tinggi.
Sebagaimana magnetisasi longitudinal memulihkan nilai negatifnya dengan
proses inversi, magnetisasi dari jenis jaringan yang berbeda akan mencapai nilai
nol pada waktu yang berbeda. Proses inversi magnetisasi ini memberikan
dispersi yang lebih baik dari kurva T1 menjadi kontras T1 yang lebih baik juga.
Dengan memilih TI yang sesuai, maka kontras akan semakin baik.
Kerugiannya adalah waktu pengukuran yang lebih lama. Dengan bergantung
pada T1, irisan yang diukur lebih sedikit dibandingkan dengan metode T1weighted spin echo.
Karena TI telah dipilih, jaringan yang lebih cepat relaks (a) telah melewati titik
perpotongan nol, sedangkan jaringan relaksasi yang lebih lambat (b) belum
melewatinya. Akan sangat membingungkan jika hanya magnitudo sinyal yang
digunakan untuk menentukan kontras citra. Jenis jaringan dengan konstanta T1
yang berbeda akan ditampilkan dengan nilai keabu-abuan yang sama.
Perbandingan citra di samping menunjukkan efek TI pada kontras di dalam otak.
Sinyal yang berasal dari zat putih atau abu akan dihilangkan.
Kontras dari beberapa jenis jaringan yang berbeda dapat dipastikan dengan
mempertimbangkan arah dari magnetisasi longitudinal.
Magnetisasi longitudinal positif dan negatif akan diubah oleh sinyal eksitasi fasa
90o menjadi magnetisasi transversal dengan pergeseran fasa sebesar 180o. Jika
magnitudonya dipertimbangkan seperti halnya perbedaan fasa dari sinyal-sinyal
tersebut, maka akan dimungkinkan untuk menempatkan sinyal pada magnetisasi
longitudinal positif atau negatif aslinya. Hal inilah yang akan menentukan
kontras T1 maksimum.
Metode rekonstruksi phase sensitive ini akan memberikan magnetisasi
longitudinal yang sebenarnya dan sering disebut dengan true inversion recovery,
yang banyak digunakan oleh bidang ilmu kesehatan anak-anak (pediatrics).
http://blogbabeh.blogspot.com/search/label/FISIKA%20IMEJING%20-%20MRI
Karakteristik spasial
Protokol pencitraan
Berbagai faktor protokol
Pencitraan MRI merupakan proses yang kompleks, dengan banyak faktor variabel
atau parameter yang harus diatur oleh operator. Yang perlu diperhatikan
termasuk faktor berikut:
Kualitas citra
Pemilihan MRI untuk aplikasi klinis spesifik pada umumnya ditentukan oleh
karakteristik kualitas citra. Dibandingkan dengan citra dengan modalitas sinar x
(radiografi dan CT) MRI mempunyai kelebihan dan kekurangan karakteristik
kualitas.
Sensitivitas kontras
Kontras sensitivitas tinggi membuat MRI menjadi modalitas yang sangat
berharga. MRI mampu untuk menghasilkan citra perbedaan kecil dalam
karakteristik jaringan dan fluida yang tidak tampak dalam citra dari modalitas
lain. Pencitraan MRI dapat diatur sehingga sensitive pada karakter berikut:
Densitas proton
Akuisisi signal
Rekonstruksi citra
Fase akuisisi pada umumnya membutuhkan waktu lebih lama dibanding dengan
fase rekonstruksi. Fase ini berisi siklus pencitraan yang diulang banyak kali.
Lama pengulangan (repetition time) TR merupakan salah satu parameter
protokol yang dapat diatur. Efek utama adalah pada sensitivitas kontras dan
noise citra. Jumlah siklus pengulangan dalam suatu akuisisi ditentukan oleh
detail anatomi dan noise. Kedua karakteristik dapat diperbaiki dengan
meningkatkan jumlah siklus pengulangan.
Karakteristik spasial
Pada umumnya aplikasi MRI dalam bentuk citra tomografi. Ketidak untungan
pencitraan tomografi adalah jumlah citra yang banyak dibutuhkan untuk
memperoleh informasi dari suatu daerah anatomi spesifik.
Irisan
Karakteristik utama irisan yang harus diperhatikan adalah ukuran, orientasi, dan
jumlah irisan.
Ukuran
Ukuran irisan ditentukan oleh dua parameter protokol. The field of view (FOV)
menentukan daerah anatomi yang akan masuk dalam irisan. Kebanyakan
prosedur menggunakan FOV bujur sangkar, tetapi FOV persegi panjang
mempunyai keuntungan untuk aplikasi tertentu. Ketebalan irisan biasanya dapat
diatur dalam daerah 1 mm 10 mm. Ukuran irisan memberikan dampak
signifikan pada 3 karakteristik kualitas; detail, noise, dan artifacts.
Orientasi
MRI mampu membentuk citra virtual sembarang bidang dalam tubuh pasien.
Dengan demikian struktur anatomi dapat dilihat dari berbagai perspektif.
Jumlah irisan
Jumlah irisan dipilih untuk prosedur spesifik pada umumnya ditentukan oleh
ukuran daerah anatomi yang diamati, tebal irisan, dan jarak antar irisan. Jumlah
irisan memberikan efek pada waktu akuisisi citra.
Voxel
Selama proses pencitraan, irisan jaringan dibagi menjadi matrix atau deretan
satuan volume individual yang disebut voxel. Voxel mewakili suatu sampel
jaringan diskrit. Jumlah voxel dalam irisan memberi efek kualitas citra dan waktu
akuisisi citra.
Ukuran voxel
Ukuran voxel dalam bidang irisan sama dengan FOV dibagi dengan ukuran
matrix. Ketebalan irisan menentukan ukuran tebal voxel
Jumlah voxels matrix size
Ukuran matrix, yaitu jumlah voxel sepanjang satu dimensi pada irisan
merupakan parameter protokol yang bervariasi. Biasanya ukuran matrix dalam
jangkauan 128 512 untuk aplikasi dalam semua pencitraan.
Pixels
Citra dibagi menjadi matrix dari satuan individu yang disebut pixel. Kecerahan
individual pixel ditentukan oleh intensitas signal rf yang diproduksi oleh voxel
yang bersangkutan. Biasanya satu pixel mewakili satu voxel. Namun dapat pula
dibuat citra dengan beberapa pixel untuk satu voxel. Ukuran pixel memberi efek
pada penampilan citra, namun ukuran voxel jaringan yang menentukan kualitas
citra.
Visualisasi karakteristik
Citra MR adalah tayangan suatu fenomena atau karakteristik fisika. Berbagai
karakteristik membentuk hubungan antara citra yang didisplai dengan jaringan
dalam tubuh pasien.
Intensitas signal radiofrekuensi (rf)
Citra MR konvensional merupakan displai intensitas signal rf yang dipancarkan
oleh irisan jaringan. Kecerahan setiap piksel berhubungan dengan intensitas
signal rf yang diproduksi oleh voksel yang sepadan.
Resonansi magnetik
Bila jaringan dan fluida tubuh yang berisi inti magnetik diletakkan dalam medan
magnet kuat, inti akan beresonansi dalam daerah radiofrekuensi. Frekuensi
resonansi ditentukan oleh 2 faktor: karakteristik frekuensi resonansi setiap inti
tertentu, dan kuat medan magnet. Untuk hidrogen, yang merupakan inti utama
dalam pencitraan medis, beresonansi pada frekuensi 42.6 dalam medan magnet
1 Tesla. Voxel yang terresonansi memancarkan signal rf sebagai respons pada
deretan pulsa rf yang diterima dari sistem pencitraan.
Sayangnya, sistem pencitraan sensitif terhadap energi rf dari berbagai sumber
lain selain jaringan dalam voxel. Penerimaan energi rf yang tidak diharapkan ini
akan mengurangi kualitas citra dengan adanya penambahan gangguan visual
(visual noise) ataupun artifact.
Intensitas signal voxel
Pada dasarnya, setiap voxel jaringan merupakan suatu sumber signal
independen. Intensitas signal setiap voxel ditayangkan sebagai kecerahan oleh
citra pixel yang sepadan. Tampaknya konsep pencitraan tersebut sederhana,
namun proses sebenarnya dari voxel menjadi kecerahan pixel berkaitan dengan
2 operasional yang sangat kompleks, yaitu proses akuisisi dan rekonstruksi.
Selama proses akuisisi, signal voxel harus diberi tanda dengan karakteristik yang
unik sehingga dapat diarahkan ke pixel sepadan oleh proses rekonstruksi citra
Fourier. Selama proses akuisisi, gradien medan magnet dipakai untuk memberi
signal dari voxel dengan kombinasi unik antara frekuensi dan berbagai
karakteristik fase. Frekuensi dan proses penandaan fase menempatkan dua
pengenal alamat pada signal dari setiap voxel (seperti lamat rumah, nama jalan
dan nomer rumah). Proses rekonstruksi menyortir signal dan menayangkan
intensitasnya dalam lokasi pixel citra yang sepadan.
Energi gangguan (noise)
Jaringan di luar suatu irisan jaringan dapat juga menjadi sumber energi.
Kebanyakan energi tersebut dihasilkan oleh aktivitas termal dalam jaringan,
bukan dari prosese MR yang memproduksi signal dalam voxel jaringan. Sifat
sembarang energi rf ini menambah signal voxel dan menghasilkan variasi jenis
statistik dalam kecerahan pixel, yang akan kelihatan sebagai gangguan citra.
Kehadiran konstan energi rf yang tidak diharapkan ini dan menghasilkan
gangguan citra merupakan salah satu faktor terbesar keterbatasan dalam MRI.
Artifacts
Proses pencitraan MR sensitif terhadap berbagai kondisi yang menghasilkan
artifacts. Gerakan jaringan dan fluida tubuh selama proses akuisisi merupakan
sumber utama artifacts yang mengganggu pencitraan klinis. Suatu karakteristik
umum yang terbanyak terjadi dalam citra MR adalah signal rf dari suatu foxel
tertentu tidak diarahkan dan ditayangankan pada lokasi pixel yang sepadan.
Magnetisasi jaringan
Citra MR merupakan tayangan magnetisasi jaringan. Jaringan menjadi bersifat
magnet ketika diletakkan dalam medan magnet kuat. Magnetisasi terjadi karena
magnetik inti dalam jaringan menjadi searah dengan medan magnet,
menghasilkan magnetisasi dalam voxel jaringan. Tingkat magnetisasi yang dapat
dicapai ditentukan oleh konsentrasi inti magnet dan kuat medan magnet.
Magnetisasi jaringan yang searah dengan medan magnet disebut sebagai
magnetisasi longitudinal.
Relaksasi longitudinal
Magnetisasi longitudinal maksimum tidak terjadi instan ketika jaringan
dimasukkan kedalam medan magnet. Magnetisasi ini akan tumbuh secara
eksponen dengan waktu. Waktu konstan untuk proses pertumbuhan tersebut
dikenal sebagai T1. Waktu T1 merupakan karakteristik jaringan yang tergantung
pada jenis jaringan dan kehadiran kondisi patologik.
Eksitasi
Magnetisasi longitudinal merupakan kondisi diam yang tidak memproduksi
signal rf. Di lain pihak, magnetisasi pada bidang transversal merupakan
generator signal rf. Di beberapa tempat pada setiap siklus akuisisi, magnetisasi
longitudinal harus diubah menjadi magnetisasi transversal dengan memberikan
suatu pulsa energi rf, yang disedut proses eksitasi. Pulsa eksitasi ditandai oleh
flip angle (sudut jatuh putar) yang menentukan fraksi magnetisasi longitudinal
yang dapat dijatuhkan pada bidang transversal.
Relaksasi transversal
Magnetisasi transversal merupakan kondisi tidak stabil yang meluruh secara
eksponen. Waktu konstan proses peluruhannya dikenal sebagai T2. Harga T2
ditentukan oleh karakteristik jaringan seperti jenis jaringan dan kehadiran
patologi.
Ada dua persyaratan agar dihasilkan magnetisasi transversal. Inti magnetik
harus dalam bidang transversal dan harus spinning dalam fase yang sama. Pulsa
eksitasi menghasilkan kedua kondisi tersebut. Meskipun magnetik inti akhirnya
Perbedaan ketiga karakteristik ini dari jaringan satu dengan jaringan lain yang
merupakan sumber kontras dalam pencitraan MR konvensional. Sensitivitas
kontras pada suatu karakteristik jaringan spesifik ditentukan oleh berbagai
parameter yang dihubungkan dengan metoda pencitraan. Bila metoda
pencitraan spin-echo konvensional digunakan, TR dan TE adalah parameter yang
dapat dipakai untuk mengatur kontras sensitivitas untuk karakteristik jaringan
tertentu.
Sensivitas maksimum untuk kontras T1 diperoleh dengan menggunakan TR
relatif pendek. Maksimum sensitivitas untuk kontras densitas proton
membutuhkan TR yang relatif panjang. Nilai TE merupakan kontrol utama untuk
menentukan sensitivitas kontras T2. Dalam pencitraan MR pertimbangan harus
diberikan pada kontras berlawanan yang sering dihasilkan oleh berbagai
karakteristik jaringan. Sebagai contoh, bila kontras T1 dan T2 dicampur tidak
tepat dalam suatu citra, visibilitas perbedaan berbagai lesi atau jaringan lain
akan direduksi dan bahkan akan dapat hilang.
Posted by Babeh Edi at 09:13 0 comments
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: FISIKA IMEJING-MRI
1.
a.
Magnet Utama
Magnet utama digunakan untuk memproduksi medan magnet yang besar, yang
mampu menginduksi jaringan atau obyek sehingga mampu menimbulkan magnetisasi
dalam obyek. Beberapa jenis magnet utama adalah:
1)
Permanen Magnet.
intervensional yang sulit dilakukan dengan MRI yang tertutup (Westbrook dan Kaut, 1998)
2)
Resistive Magnet.
antara 0,5-4 Tesla untuk pencitraan diagnostik, dan lebih dari 9 Tesla untuk penelitian
spectroscopic dan high resolution.
b.
Koil Gradien
Koil gradien digunakan untuk membangkitkan suatu medan magnet yang
mempunyai fraksi-fraksi kecil terhadap medan magnet utama. Gradien digunakan untuk
memvariasikan medan pada pusat magnet. Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus
antara ketiganya, yaitu bidang x, y, dan z. Fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan irisan
yang dipilih (axial, sagital, atau koronal), gradien ini digunakan sesuai dengan koordinat
dimensi ruang sebagai berikut:
1)
2)
3)
Gambar 2.3 Kumparan gradien pada MRI menunjukkan tiga kumparan gradien yang saling
tegak lurus pada bidang x, y, dan z. (Hashemi dan Bradley, 1997)
Gambar 2. 4 Menunjukkan pemilihan gradien sepanjang sumbu x, y, dan z dengan z axis pasien
sejajar dengan z axis magnet. (Hashemi dan Bradley, 1997)
Dengan asumsi bahwa z axis tubuh sejajar dengan long axis magnet dengan arah
cranio-caudal (CC), y axis pada arah posteroanterior (PA) dan x axis dari arah kanan ke kiri
(R/L) akan menghasilkan gradien pemilihan irisan sepanjang z.
Pemilihan irisan dapat kita lihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.1. Tabel Gradien
SliceSelect
Gradient
PhaseFrequencyEncoding
Encoding Gradient
Gradient
Axial
Sagittal
Coronal
c.
Koil Radiofrekuensi
Koil yang umum digunakan, yaitu koil penerima dan koil pemancar-penerima
(transceiver receiver coil).
Dengan medan magnet yang tinggi akan lebih efisien menggunakan koil transceiver
jika dibandingkan dengan penggunaan koil penerima saja, karena koil transceiver hanya
membutuhkan energi Radio-Frekuensi ( RF ) yang kecil untuk menghasilkan magnetisasi
transversal, sehingga SAR (Specific Absorbtion Rate) terhadap pasien dapat dikurangi.
Koil pemancar berfungsi memancarkan gelombang radio pada inti yang terlokalisir
sehingga terjadi eksitasi. Sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal output
dari sistem setelah eksitasi terjadi (Woordward, Peggy, 1995).
Semakin dekat objek terhadap koil, kemampuan koil menerima sinyal semakin baik.
Receive Only Coils, koil jenis ini hanya menerima sinyal, didesain untuk dapat ditempatkan
pada organ-organ tertentu seperti caudorectal untuk melihat prostat, rectum, atau uterus.
Koil jenis ini disebut juga local coil. Beberapa jenis koil diantaranya :
1)
Koil Volume. Koil Volume dapat menangkap sinyal lebih besar dari jaringan yang tereksitasi
sehingga Signal to Noise Ratio (SNR) menjadi lebih baik. Koil ini merupakan koil transceiver
yang berfungsi sebagai pemancar sekaligus penerima, digunakan untuk pemeriksaan
kepala, ekstremitas, abdomen, dan pelvis.
2)
Koil Permukaan (Surface Coil), merupakan penguat sinyal yang diterima dan dapat
ditempatkan dekat dengan objek (sumber sinyal). Surface coil juga meningkatkan SNR.
3)
Koil Linier, merupakan koil yang sensitif terhadap perubahan arah medan magnet atau
perubahan medan magnet sepanjang axis.
4) Koil Kuadrat, merupakan koil yang sensitif terhadap perubahan medan magnet sepanjang
axis ganda.
Koil Phased Array, disebut juga multicoil yang dapat mencakup objek lebih besar
tanpa menimbulkan noise sebagaimana jika digunakan dua koil yang diletakkan berdekatan.
d.
Sistem Komputer
Sistem komputer digunakan sebagai pengendali sebagian besar operasional
peralatan MRI. Dengan kelengkapan perangkat lunaknya, computer mampu melakukan
tugas-tugas mulai dari input data, pemilihan protokol pemeriksaan, pemilihan irisan,
mengontrol seluruh sistem, pengolahan data, penyimpanan data, pengolahan citra, display
citra sampai rekam data.
bermuatan +1 dan neutron yang tidak bermuatan. Sedangkan elektron bermuatan -1.
Sedangkan nomor atom menunjukkan jumlah proton di dalam inti dan massa atom
menunjukkan jumlah proton dan neutron di dalam inti (Westbrook, 1998).
a.
Spinning
Spinning (gerakan berputar yang berotasi pada sumbunya) dari suatu partikel
bermuatan yaitu proton akan menghasilkan momen dipol magnetic yang disebut juga
dengan spin. Inti yang paling banyak mendominasi jaringan tubuh adalah atom hidrogen (1
proton tanpa neutron). Atom hidrogen juga mempunyai momen dipol magnetic yang kuat
sehingga akan menghasilkan konsentrasi yang besar dan kekuatan yang kuat per inti. Hal
inilah yang menyebabkan signal atom hidrogen yang dihasilkan lebih besar (1000x lebih
besar dari atom lain daripada yang lainnya), sehingga atom inilah yang digunakan sebagai
sumber signal dalam pencitraan MRI (Westbrook, 1998).
b.
Presesi
Tidak semua proton arahnya paralel dan anti paralel terhadap medan magnet luar,
bahkan mereka berputar dengan cara tertentu, yang disebut dengan presesi (precession).
Frekuensi presesi adalah kecepatan angular dari presesi proton. Perputaran pada
atom dimana satu putaran dari suatu titik dan kembali ke titik yang sama disebut Frekuensi
Frekuensi presisi tidak konstan, tergantung kekuatan medan magnet eksternal.
Medan magnet luar semakin kuat maka precessi semakin cepat dan frekuensi semakin
tinggi.
Dalam keadaan normal, spinning proton atom hidrogen adalah acak (random).
Sehingga tidak menimbulkan magnetisasi (magnetisasi sama dengan nol). Jika spinning
proton diletakkan dalam medan magnet luar yang sangat kuat maka akan mengalami
precessi, yaitu pergerakan spin proton yang unik seperti gangsing. Kecepatan atau frekuensi
precessi atom hidrogen tergantung pada kuat medan magnet yang diberikan pada jaringan.
Semakin besar kuat medan magnet yang diberikan maka semakin cepat precessi proton.
Frekuensi precessi proton tergantung pada kuat medan magnet disebut dengan frekuensi
larmor yang mengikuti persamaan
=B
dimana
= frekuensi
Larmor proton
= koefisien gyromagnetic
B = medan magnet eksternal
Resonansi.
Resonansi terjadi apabila pada obyek diberikan gangguan berupa gelombang radio
yang mempunyai frekuensi yang sama dengan frekuensi presisi Larmor obyek. Untuk
keperluan klinis, pembentukan citra didasarkan pada pemanfaatan atom hidrogen dalam
tubuh dengan kata lain agar fenomena resonansi terjadi gelombang radio (RF) yang
diberikan harus mempunyai frekuensi Larmor yang sama dengan frekuensi larmor hidrogen,
yaitu 42,57 MHz/Tesla. Pengaplikasian gelombang radio (RF) yang menyebabkan resonansi
terjadi eksitasi sebagai hasil dari fenomena resonansi Nett Magnetitation Vector (NMV)
menjadi terotasi dari bidang longitudinal ke bidang transversal xy. Magnetisasi pada bidang
ini dikenal dengan magnetisasi transversal. Mxy sudut perotasi dikenal dengan flip angle.
Fenomena terpenting pada pencitraan MRI adalah peristiwa resonansi magnetik dari
suatu spinning proton yang mengalami precessi ketika berada pada medan magnet luar
yang sangat kuat. Syarat untuk menimbulkan fenomena resonance magnetic ini adalah
dengan menggunakan pulsa RF (yang dipancarkan oleh suatu coil transmitter) yang sama
dengan frekuensi larmor yang dimiliki oleh proton atom hydrogen dalam tubuh. Dari
peristiwa resonance magnetik ini akan didapatkan signal yang pancarkan oleh proton atom
hidrogen tubuh yang kemudian ditangkap oleh coil receiver dan selanjutnya signal ini akan
diolah oleh komputer menjadi sebuah citra (Westbrook, 1998).
B.
80 MHz (Bushong, 1996). Apabila spin ditembak oleh sejumlah pulsa yang mempunyai
frekuensi sama dengan frekuensi Larmor, maka resonansi akan terjadi. Spin memungkinkan
menyerap energi pulsa dan mengakibatkan sudut presesi semakin besar. Peristiwa tersebut
dikenal dengan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Pada hidrogen, agar terjadi resonansi
maka frekuensi pulsa yang diaplikasikan harus sebesar frekuensi Larmornya.
Perubahan sudut presesi akibat pemberian pulsa RF tergantung dari lama dan
intensitas pulsa. Pulsa yang mengakibatkan sudut presesi menjadi 90 disebut pulsa 90,
pulsa yang mengakibatkan sudut 180 disebut pulsa 180, pulsa yang mengakibatkan sudut
< 90 disebut pulsa alpha flip.
Peristiwa resonansi mengakibatkan Nuclear Magnetic Vektor ( NMV ) berada pada
bidang transversal. Magnetisasi transversal akan menginduksi koil penerima sehingga
terbentuk sinyal. Sinyal ini disebut sinyal MR (magnetic resonance), dimana besarnya
frekuensi adalah sama dengan frekuensi Larmor (Westbrook, 1998).
2.
a.
Gambar 2.8 Kurva karakteristik T1, tumbuh kembali magnetisasi longitudinal (Longitudinal
recovery) menjadi 63% (Westbrook, 1999)
Waktu yang dibutuhkan untuk kembalinya 63 % magnetisasi lonitudinal disebut
waktu relaksasi longitudinal atau T1, disebut juga relaksasi spin-kisi.
b.
Gambar akan memiliki kontras apabila ada perbedaan intensitas sinyal yang
ditangkap. Sinyal tinggi memberikan gambaran yang terang (hiperintens) sedangkan sinyal
yang rendah menghasilkan warna gelap (hipointens) dan beberapa tempat ada yang
intermediate (isointens). Jaringan tampak terang jika memiliki komponen magnetisasi
transversal yang besar, sehingga amplitudo sinyal yang diterima koil besar pula. Begitu juga
sebaliknya dengan jaringan yang memiliki komponen magnetisasi transversal yang kecil
tampak gelap (Westbrook,1998).
perbandingan untuk merinci suatu perbedaan. Untuk diagnosis yang akurat, gambar MR
harus dapat menujukkan perbedaan antar jaringan.
Hal yang paling penting adalah seorang operator harus memahami dan menguasai
prinsip-prinsip untuk mendapatkan kontras gambar yang baik. Pada penggunaan pulse
sequence spin echo, hanya ada dua faktor yang berperan langsung dalam mengontrol
kontras jaringan pada gambar, yaitu TR dan TE. TR adalah TR (Time Repetition) adalah
waktu pengulangan antar pulse Rf 900 yang satu dengan yang berikutnya pada sebuah
slice. Nilai TR berkisar antara 350-3000 ms. Sedangkan TE adalah waktu tengah antar
pulsa 900 dan signal maksimum (echo). Nilai TE pada spin echo standar berkisar antara 10120 ms (Woodward, 1995).
a)
Pada pulse sekuens spin echo untuk mengontrol kontras T1 dapat digunakan short
TR short TE yaitu TR : 250-700 ms, TE : 10-25 ms (Westbrook, 1998).
b)
C.
Gambar 2.11 Phase Encode pada Spin Echo konvensional (Westbrook dan Kaut, 1998)
Pada
fast spin echo waktu dikurangi dengan cara melakukan lebih dari satu phase encoding step
per TR yang dikenal dengan echo train dan kemudian mengisi lebih dari satu baris Kspace per TR.
Fast spin echo banyak digunakan untuk image T2 weighted karena waktu bisa lebih
singkat. Fast spin echo digunakan pada pemeriksaan sistem syaraf pusat, pelvis dan
musculoskeletal. Penggunaan Fast spin echo pada thorax dan abdomen kadang dapat
menimbulkan respiratori artefak sehingga perlu adanya teknik respiratori compensation.
Gambar 2.12 Phase Encode pada Fast Spin Echo (Echo Train) (Westbrook dan Kaut, 1998)
Tabel 2.2 Nilai-nilai Parameter Pada sekuens Fast Spin Echo Echo (Terry M. Button, Ph.D,
149.28.118.44/meetings/lakegeorge_2003/button2.ppt, diakses 23 des 2008)
Parameter
Nilai
TR Panjang
TR Pendek
500 ms (400-600ms)
TE Pendek
10 ms
TE Panjang
100 ms (90ms+)
(min -20ms)
Tabel 2.3 Parameter TR dan TE yang digunakan dalam Fast Spin Echo
(Westbrook, dan Kaut, 1999)
Parameter
Sekuens
TR
TE
T1 weighting
Pendek
Pendek
T2 weighting
Panjang
Panjang
Panjang
Pende
a.
high resolution dengan waktu yang relatif singkat, motion artefak dapat diminimalkan,
adanya rephasing pulse yang membuat distorsi pada objek metalik dapat dikurangi.
Keuntungan FSE yang utama adalah pengurangan waktu scan yang sangat signifikan
terutama untuk pembobotan T2. (Hashemi dan Bradley, 1997)
b.
(K-space averaging) yang dapat menyebabkan cerebro spinal fluid menjadi lebih terang.
Kerugian dari fast spin echo terutama adalah adanya blurring atau kekaburan yang
berhubungan dengan pemilihan ETL yang digunakan. Hal ini dapat ditanggulangi dengan
pemilihan ETL yang rendah.
D.
Anatomi
Anatomi tulang sangat komplek, tersusun oleh berbagai tipe jaringan. Korpus
vertebra memberikan support mekanik, sedangkan diskus intervertebralis menjadi bantalan
gerakan. Berbagai ligamen menghubungkan struktur struktur tersebut. Medula spinalis
yang dikelilingi oleh LCS ( Liquor Cerebro Spinalis ), berada pada lingkungan yang
terlindung dalam kolumna spinalis.
Pada setiap segmen, sepasang nervus spinalis keluar melalui forament neuralis.
Terdapat pula jaringan vasculer yang luas, dimana arteri-arteri secara segmental mendarahi
tulang, otot, meningens, dan medula serta terdapat pula jaringan vena drainase yang
terbentang di dalam kanalis vertebralis dan melingkari korpus vertebra. Tiap struktur
tersebut memiliki karakteristik sinyal yang berbeda tergantung pulsasi sekuen yang
digunakan.
a.
Faktor utama penyebab artefak dari pasien yaitu Artefak motion / gerakan. Gerakan pasien
pada saat pemeriksaan dapat menyebabkan artefak motion, begitu juga gerakan dari tubuh
seperti gerakan perut dan denyut jantung.
Artefak phase mismapping dapat dikurangi dengan cara menempatkan presaturation antara asal artefak dengan FOV, menggunakan respiratori gating, menggunakan
gating EKG dan peripheral gating, menggunakan GMN (gradien moment nulling) dan
swapping phase axis.
Magnetic susceptibility
Terjadi karena semua jaringan mengalami magnetisasi dengan derajat yang berbeda
tergantung dari karakteristik magnetiknya. Hal tersebut akan menghasilkan perbedaan
precessional frekuensi dan phase. Perbedaan tersebut menyebabkan dephasing disekitar
struktur yang memiliki magnetic susceptibility yang sangat berbeda, sehingga akan terjadi
sinyal loss.
Biasanya pada GRE. Magnetic susceptibility bermanfaat pada pemeriksaan
hemorhage
atau
blood
produk
karena
dengan
adanya
artefak
tersebut
berarti
perdarahannya masih baru. Dapat dikurangi dengan menggunakan SE / FSE dan bahan
logam dihilangkan dari pasien.
Artefak ini juga dapat mengakibatkan kehilangan slice karena penggunaan TE yang
meningkat.
Untuk mengurangi artefak misregistration dalam pulse sequence gradien echo dipilih
TE yang tepat untuk lemak dan air. Dengan kata lain memilih TE yang menghasilkan echo
ketika lemak dan air in phase. Untuk memilih nilai TE dari lemak dan air bergantung pada
kekuatan medan magnet. Contohnya untuk 1.5 T untuk mengurangi artefak misregistration
digunakan TE sebesar
4.2 ms.
3. Faktor alat.
a.
menurun dan Scan time menjadi lebih panjang karena double scan time.
Artefak Aliasing
Terjadi ketika bagian antomi dalam receiver coil berada diluar FOV. Bagian anatomi
tersebut tampak spt terlipat dalam gambar. Bisa terjadi dalam frekuensi encoding maupun
phase encoding (phase wrap)
Dapat dikurangi dengan cara: memperbesar FOV, oversampling pada phase
direction, menempatkan spatial pre sat di atas bagian anatomi yg menghasilkan sinyal.
Gejala Eddy
Curent
dapat menyebabkan artifak dalam gambar yang serius dan dapat menurunkan
keseluruhan kinerja magnet. Distorsi gambar terlihat pada seluruh slice. Karakteristik
artefak ini berupa daerah hitam dengan bintik-bintik terang dengan keseluruhan
kualitas gambar yang buruk.
b.
Menggunakan T2 weighting.
c.
pre-saturation.
3. Scan time
Waktu scanning dipengaruhi oleh TR (time repetition), jumlah phase encoding, dan
NEX (Westbrook, 1999). Untuk mengurangi waktu scan time dilakukan dengan cara:
a.
Pemilihan TR .
Pada pulse sequence spin echo, SNR yang dihasilkan akan lebih baik karena
menggunakan flip angle 90 derajat sehingga magnetisasi Longitudinal menjadi magnetisasi
transversal dibandingkan dengan gardient echo yang flip anglenya kurang dari 90 derajat.
Flip angle berpengaruh terhadap jumlah magnetisasi transversal.
TR merupakan parameter yang mengontrol jumlah magnetisasi longitudinal yang
recovery sebelum RF pulse berikutnya. TR yang panjang memungkinkan full recovery
sehingga lebih banyak yang akan mengalami magnetisasi transversal pada RF pulse
berikutnya. TR yang panjang akan meningkatkan SNR dan TR yang pendek akan
menurunkan SNR.
Secara matematis, TR mempunyai hubungan searah dengan waktu scanning.
Semakin panjang TR yang digunakan maka semakin lama waktu scanning. Untuk
pemeriksaan MRI secara umum, hubungan antara waktu pencitraan dengan parameter lain
dijelaskan melalui persamaan :
Pemilihan Matriks
Matriks adalah jumlah elemen gambar (piksel) dalam satu FOV (field of view).
Ukuran matriks ditentukan oleh dua sisi gambar, yaitu sisi yang berhubungan dengan jumlah
sampel frekuensi yang diambil, dan sisi yang berhubungan dengan fase enkoding yang
dibentuk. Misalnya matrik 256 x 192, ini berarti bahwa ada 256 sampel frekuensi yang
diambil selama readout dan sebanyak 192 fase enkoding yang dibentuk. Banyaknya sampel
frekuensi dan fase enkoding menentukan banyaknya piksel dalam FOV. Matriks kasar
memiliki sedikit piksel dalam FOV, sedangkan matriks halus berarti banyak piksel dalam
FOV (Westbrook, 1998)
c.
(Westbrook, 1998). Sinonim NEX adalah NSA, Nacq = NA (number of acquisition) atau
average.
NEX adalah cara yang umum digunakan dalam meningkatkan SNR (signal to noise
ratio). Peningkatan NEX berati akan menambah sinyal secara linier tetapi deraunya acak,
sehingga menambah NEX sebesar 2 kali hanya akan menambah SNR sebesar 2 kali, atau
SNR = NEX
Kompensasi Respiratori
Kompensasi respiratori (RC) mengurangi phase missmaping dari gerakan
permukaan dada sepanjang gradien phase encoding selama akuisisi data. Diusahakan
ditempatkan disekitar area pernafasan di bawah melingkari dada pasien. Gerakan udara ke
belakang dan seterusnya selama inspirasi dan ekspirasi dirubah ke waveforms (gelombang
sinusoidial) dengan transduser.
Gambar 2.27 Pengambilan slice pada Respiratory Cycle ( Instruction Manual Hitachi, 2004)
Sistem kemudian membentuk phase gradien encode lereng curam ketika gerakan
maksimum permukaan dada dan sebaliknya gradien membentuk lereng yang dangkal untuk
gerakan minimum permukaan dada. Dalam hal ini signal diakuisisi ketika permukaan dada
sedang bergerak dan kemudian phase ghosting (artefak ghosting) dikurangi. Bentuk lain
kompensasi gerakan respirasi disebut respiratori trigering dimana menurut Soto et al (2003)
penggunaan respiratory triggered 3D maximum intensity projection fast spin echo teknik.
Dengan cara yang sama gating diakuisisi dari data gate ke respiratori. Teknik ini kadang-
kadang tidak efisien karena phase berulang, tetapi mempunyai keuntungan karena phase
yang berulang sesuai, seperti FSE (Westbrook, 1999).
b.
Gating kardiac
Gating kardiac menggunakan sinyal listrik, dengan mendeteksi dada pasien pada
trigger pada setiap eksitasi pulse RF. Dengan cara ini tiap image selalu diakuisisi pada
phase yang sama dari siklus kardiac, sehingga phase missmaping dari kardiac dikurangi.
Penempatan lead sangat penting untuk mengoptimisasi kualitas image (Westbrook, 1999).
ad merah
d hijau
Gambar 2.29 Pengambilan slice pada Gating Cardiac ( Instruction Manual Hitachi, 2004)
Lead mempunyai warna yang berbeda untuk memudahkan penggunaannya.
Beberapa sistem ada juga yang menggunakan tiga lead, tetapi prinsipnya sama dalam
penempatanya, dapat di letakkan di anterior atau posterior tetapi lebih mudah anterior
karena biasanya untuk menemukan landmark (Westbrook, 1999).
a.
Lead hitam
b.
Lead putih
akan mempengaruhi jumlah cahaya ke sensor dan menghasilkan dalam bentuk gelombang
(Westbrook, 1999).
Gambar 2.33 Pengambilan Slice pada Pulsa Gating ( Instruction Manual Hitachi, 2004)
Gambar 2.34 Gambar Artefak pada penggunaan Pulsa Gating ( Panti Rapih, 2008 )
d. Presaturation
Pre sat akan menolkan sinyal dari nuklei yang menghasilkan artefak dengan aplikasi
RF 90 pada jaringan yang dipilih sebelum pulse sequence dimulai.
Gambar 2.35 Gambar Artefak pada penggunaan Presaturation ( Panti Rapih, 2008 )
Gambar 2.36 Pre sat out side dan inside ( Instruction Manual Hitachi, 2004 )
Magnetic moment nuklei tersebut akan dinversi 180 oleh excitation pulse dan tidak
menghasilkan sinyal. Presaturation dapat dilakukan dengan presesional frekuensi tertentu
seperti fat dan water untuk menolkan sinyal dari fat dan water tersebut. Yang biasa disebut
dengan chemical /spectral pre saturation.
MODALITAS IMAJING II
1. PENJELASAN FST ( FAST SPIN TURBO )
Pada pulsa sequence dikenal adanya istilah spin echo ( SE ) untuk pulsa
sequence yang konvensional dengan waktu scaning yang lama, sementara Fast
Spin Turbo ( FSE) merupakan modifikasi dari bentuk konvensional untuk
mempercepat waktu scaning pada pemeriksaan MRI.
Fast Spin Echo atau Turbo Spin Echo sering disebut juga dengan nama:
a. Rapid Acquisition with Relaxation Enhancement.
b. Turbo Spin Echo.
c. Rapid Imaging Spin Echo.
d. Rapid Akuisisi Spin Echo
Fast Spin Echo pada waktu urutan pulsa sequencenya memiliki 3ETL ( echo train
length) Urutan pulsa sequence ini terjadi dalam serangkaian aplikasi cepat dari
rephasing pulsa 180 derajat dan beberapa pulsa echo mengalami perubahan
fasa gradien encoding untuk setiap pulsa echo. FSE ini dapat digambarkan
bahwa dalam satu waktu scanning dihasilkan phase encoding yang beberapa kali
per Time Repetision ( TR) sehingga terisi bebrapa baris K- space pada waktu
yang bersamaan.
Gambar pengisisan K-Space
Pada FSE waktu scaning bisa lebih singkat hal ini terjadi melalui proses:
a. Melakukan lebih dari 1x phase encode per Time Repetision (TR ) hal ini juga
dikenal dengan nama Echo Train yaitu aplikasi dari beberapa Radio Frekuensi
( RF) pilsa 180 per TR
b. Pada masing masing Rephasing / Refocusing dihasilkan 1 echo sehingga dapat
melakukan phase encode yang lain
Phase
encoding
gradient
adalah
gradien
medan
magnet
yang
dengan density weighting, Time Repetision mesti dijaga antara 2000 - 2400
msec dengan Echo Train Length singkat sebagai contoh 4 ETL.
ETL(echo train length) adalah Jumlah seri dari 180 RF rephasing pulsa dan
gema yang sesuai untuk fast atau turbo spin echo pulse sequence.
Mengingat waktu scaning yang lebih singkat dengan hyperintens yang
hampir
sama
dari
FSE
dengan
SE
maka
FSE
sering
digunakan
pada
pemeriksaan :
a. Sistem syaraf pusat
b. Pemeriksaan Muskuloskletal
c. Pemeriksaan Pelvis
d. Pada pemeriksaan Thorax dan Abdomen diperlukan Tekhnik kompensasi
Pernafasan.
Disamping sebagai suatu keuntungan dengan waktu scanning yang lebih
singkat juga merupakan suatu kelemahan dari FSE dikarenakan :
a. Coverage akan lebih sedikit
b. Kontrast averaging :
a. CSF akan tampak lebih terang pd PD image, dapat diminimalkan dengan ETL
pendek, atau dengan menurunkan ESP dan min TE eff
b. Pathology : MS plaque dan lesi lainnya pada daerah antara brain-CSF bisa missed
dengan FSE pd PD image karena CSF tampak lebih terang.
c. Meningkatnya Artefak yang dikarenakan oleh Flow maupun motion
d. Terjadinya Blurring pada citra imajing dikarenakan oleh akuisisi data yang
dilakukan dengan TE yang berbeda beda.
e. Tidak sensitif terhadap Pendarahan ( hemorage ) sehingga mengurangi efek
susceptibility.
b. Jika NEX dilakukan perubahan akan berpengaruh pada Signal to Noise Ratio
(SNR).
c. Bila mengurangi phase encoding akan menurunkan Spatial Resolusi.
Jadi pemakaian FSE, scan timenya dikurangi dengan cara melakukan lebih
dari satu phase encoding per TR, yang dikenal dengan Echo Train yakni aplikasi
beberapa RF pulse 180 derajat per TR. Pada masing2 rephasing/refocusing,
dihasilkan satu echo sehingga dapat melakukan phase encoding yang lain.
1.b. Jumlah irisan pada FSE tidak sebanyak pada SE, sehingga perlu ditambah waktu
TR, jelaskan mengapa terjadi demikian, dan bila terjadi penambahan waktu TR
apakah masih bisa diterima. Sertakan contoh perhitungannya!
Pada pemakaian FSE, waktu scanningnya dikurangi dengan cara melakukan lebih dari
satu phase encoding per TR, yang dikenal dengan Echo Train Length (ETL) yakni
aplikasi
dari
beberapa
RF
pulse
180
derajat
per
TR.
Pada
masing2
Bagaimana Bila ETL nya 16 ? Berapa jumlah slice dan waktu scanningnya ? Bisa
gak utk Brain tsb?
Dengan ETL 16, echo terpanjang 272 ms (17 x 16)
Maka jumlah slice 4000/272 = 14,7 slice = 15 slice
Waktu scannya = 4000x256/16x1 = 1,066 menit
Jadi Slice coverage berkurang mjd 15 slice waktunya lebih cepat yaitu 1,066
menit
Bagaimana bila TR dinaikkan menjadi 5000 ms,dengan ETL 16, fase encdoe dan
nex sama. Berapa jmlh slices dan brp waktu scanningnya ?
Bila jumlah slices < = TR/TE
Dan dengan ETL 16, echo terpanjang 272 ms (17 x 16 ms)
Maka jumlah slices = 5000/272 = 18,4 slices = 18 slice
Waktu scannya = 5000x256/16 x1 = 1,33 mnt
Jadi dengan TR dinaikkan dari 4000 menjadi 5000 jumlah slice bertambah dari 15
menjadi 18, waktu scan semakin lama dari 1,066 menit menjadi 1,333 menit
1.c. Penjelasan tentang ETL ( Echo Train Length )
ETL(echo train length) adalah Jumlah seri dari 180 RF rephasing pulsa dan
gema yang sesuai untuk fast atau turbo spin echo pulse sequence. Sering juga
disebut dengan Turbo factor. ETL bisa genap (GE) atau ganjil (Siemens) mulai
dari 3 32. Waktu interval antara aplikasi RF 180 pd FSE disebut dengan Echo
Spacing (ESP). Typical ESP = 16-20 ms (pd typical high field bandwidth 32 kHz
(+- 16 kHz).
Kelebihannya
Scan time dapat dikurangi sehingga pemeriksaan bisa lebih cepat.
S / N terjaga karena dapat dilakukan dengan 256 fase encoding step.
yang
secara
konvensional
juga
untuk
membuat
gambar
dengan
pembobotan T1. Hasil gambar pada T1 weighted sangat diperberat, karena pulsa
penginversi 180 mencapai saturasi penuh dan memastikan adanya kontras yang
besar antara lemak dan air.
Inversion Recovery secara konvensional digunakan untuk memperoleh
gambaran
T1
weighted
yang
menghasilkan
gambaran
anatomi.
Pulsa
penginversi 180 menghasilkan perbedaan kontras yang besar antara lemak dan
air karena saturasi penuh dari vector lemak dan air telah tercapai pada
permulaan setiap repetisi. Sehingga sequence pulsa IR menghasilkan T1
weighted yang lebih berat dari pada spin echo konvensional dan sebaiknya
digunakan
bila
dibutuhkan
karena
penggunaan
kontras
terutama
untuk
dominan T1W1, tetapi apabila terdapat proses patologis maka kelainannya akan
tampak terang pada gambar.
Sequens IR sekarang digunakan secara lebih luas bersama dengan FSE
untuk menghasilkan gambar T2 weighted. Bila IR digunakan untuk menghasilkan
terutama gambar T1 weighted, TE mengendalikan besar penurunan T2 dan oleh
karena itu biasanya dibuat tetap pendek untuk meminimalkan efek T2. Namun
demikian, dapat diperpanjang untuk memberi jaringan yang mempunyai T2
panjang sehingga sinyal yang dihasilkan terang (hiperintens). Hal ini disebut
penekanan patologi dan menghasilkan gambar yang secara perdominan T2
weighted, tetapi area yang mengalami proses patologi tampak terang.
Gambaran teknik Inversion Recovery, T1-weighted, PD dan T2-weighted
pada MRI brain
Parameter yang lain adalah Time Inversion (TI). Yaitu waktu yang
diperlukan dari aplikasi pulsa RF 180 hingga ke titik yang disebut dengan null
point. Null point adalah suatu titik dimana sinyal berada pada bidang transversal
akan tetapi komponen magnetisasi nol. Pada titik tersebut intensitas sinyalnya
adalah nol atau tidak ada intensitas sinyal. Secara formulasi TI (null) adalah
0,693 T1 dihasilkan pada sequens Inversion Recovery (IR). Bila waktu TI diatur
medium (400-800 ms) akan menghasilkan gambaran dengan pembobotan T1W1,
akan tetapi bila waktu TI diperpanjang (1800 ms) akan menghasilkan gambaran
dengan pembobotan ke arah Proton Density-Weighted Image.
Time Repetition (TR) pada sequens Inversion Recovery (IR) harus cukup
panjang untuk memberikan peluang agar Net Magnetization Vektor (NMV) dapat
recovery secara penuh sebelum pulsa inverse RF 180 berikutnya. Jika TR terlalu
pendek maka masing-masing jaringan akan recovery dengan tingkat yang
berbeda-beda dimana pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pembobotan
(weighting) yang dihasilkan. Agar tercapainya recovery penuh, sebaiknya TR
dipilih paling tidak 2000 ms. Dengan TR yang panjang ini sequens IR akan
menghasilkan SNR dan kontras gambaran yang bagus akan tetapi berakibat
waktu scanning menjadi lebih kuat.
Kurva dari Inversion Times (TI)
Dua aplikasi yang paling umum dari teknik Inversion Recovery ini adalah
pencitraan STIR dan FLAIR. STIR digunakan di hampir semua bagian tubuh dan
dikenal dengan Fat Suppression. FLAIR terutama digunakan untuk pencitraan
otak dan kadang-kadang digunakan dalam tulang belakang.
1. TAU kaitannya dengan Null point dan proses Inversi
TAU atau yang dikenal dengan Time Inversion (TI) adalah waktu yang
diperlukan dari aplikasi 180-90. Aplikasi pulsa RF 180 pertama bertujuan untuk
menghasilkan magnetisasi longitudinal tetapi dengan arah negative. Setelah
ditunggu beberapa saat setelah pulse RF 90 yang dilakukan pada saat recovey
suatu jaringan yang dikehendaki mencapai intensitas sinyal nol pada titik nol
(null point).
Null point adalah suatu titik dimana sinyal berada pada bidang transversal
akan tetapi komponen magnetisasi nol. Pada titik tersebut intensitas sinyalnya
adalah nol atau tidak ada intensitas sinyal. Secara formulasi TI (null) adalah
0,693 T1 dihasilkan pada sequens Inversion Recovery (IR). Bila waktu TI diatur
medium (400-800 ms) akan menghasilkan gambaran dengan pembobotan T1W1,
akan tetapi bila waktu TI diperpanjang (1800 ms) akan menghasilkan gambaran
dengan pembobotan ke arah Proton Density-Weighted Image.
TAU kaitanny dengan proses inverse adalah lamanya waktu dari aplikasi
pulsa RF 180 dengan aplikasi pulsa RF 90, kemudian diaplikasikan kembali pulsa
RF 180 agar sinyal tersebut dapat dicatat dan diolah menjadi gambaran MRI
sehingga dihasilkan gambaran Spin Echo Inversion Recovery.
2. STIR dan FLAIR
1. STIR
STIR (Short TI Inversion Recovery) adalah pulsa pemulihan penggerakan
waktu tertentu sehingga dapat menekan signal dari lemak. Pulsa pemulihan
inverse merupakan urutan spin echo di dahului oleh pulsa RF 180 0.
Gambar STIR pada Genu
2. FLAIR
Sequens FLAIR (Fluid Attenuation Inversion Recovery) meruapakan bagian
dari sequens Inversion Recovery (IR). FLAIR dapat digunakan untuk menekan air
(cairan) agar intensitas sinyalnya rendah. Sequens FLAIR ini dalam apliksinya
membutuhkan TR yang sangat panjang untuk menghilangkan sinyal CSF.
FLAIR
meruapakan
salah
satu
phase
Inversion
Recovery
yang
memanfaatkan sinyal CSF pada keadaan null point. Saat NMV dari CSF pada titik
null point, tidak terjadi magnetisasi longitudinal CSF sehingga tidak ada sinyal
yang terdeteksi. Sinyal CSF yang dihilangkan akan berguna untuk mendeteksi
lesi pada daerah yang sulit dibedakan atau hipertintens dengan CSF seperti
sulcus atau ventrikel.
Gambar FLAIR pada Brain M R I
Pulse sequens dalam FLAIR ini menggunakan TR yang sangat panjang
mencapai 9000 ms dan TI mencapai 1800 ms sampai dengan 2500 ms, dengan
pemilihan TI dan TR yang panjang tersebut akan menekan gambaran CSF,
sehingga dalam gambaran diagnostic tersebut CSF tampak gelap.
ETL : 16 +,
TI pendek 100-175 msec
b. Parameter FLAIR :
TE : 60 msec, TR : 6000-10.000 msec, ETL : 16 +, TI panjang 1700-2200 msec
Rasionalisasinya :
Inversion Time (TI) yang pendek pada STIR berfungsi menangkap lemak saat titik
null pada relakasi longitudinal
Inversion Time (TI) yang panjang pada FLAIR untuk menangkap cairan pada titik
null. Hal ini menghasilkan supresi struktur seperti ventrikel (CSF) dan telah
terbukti membantu mengidentifikasi bahkan lesi dieliminasi yang sangat kecil
seperti sklerosis multiple
Pada FLAIR dikombinasikan dengan ETL FSE panjang, karena untuk memulihkan
seluruh magnetisasi +z setelah echo terakhir pada data yang dikumpulkan
TI 1700-2200 msec pada FLAIR gambaran cairan akan tampak hipointens pada
pembobotan T2 yang biasanya terang pada T2 FSE
TI 150-175 msec pada STIR untuk menekan sinyal lemak.
http://blogbabeh.blogspot.com/search/label/MODALITAS%20IMEJING%20MRI
A. Terminologi :
1. Pencitraan resonansi magnetik atau lazim nya disebut dengan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) awalnya disebut dengan NMR ( Nuclear Magnetic Resonance
) hal ini disebabkan dasar pencitraannya bersumber pada pemanfaatan into
artefak
pada
hasil
gambaran
MRI,
sehingga
dapat
E. Persiapan Pasien
1. Inform Concent adalah surat persetujuan pasien atau keluarga pasien akan
tindakan
medis
yang
dilakukan
2. Screening atau safety dan informasi pemeriksaan
screening dilakukan dengan cara mewancarai pasien dengan tujuan untuk
mengetahui keadaan yang berbahaya bila melakukan MRI, misalnya :
a) pasien dengan face maker
b) terdapat logam pada tubuh (IUD, Sendi palsu, Neurostimulator, cerebral
aneurisme clip, dll)
c) Hamil Muda
informasi kepada pasien, misalnya :
a) tidak boleh bergerak-gerak pada saat pemeriksaan MRI berlangsung
b) akan terdengar suara bising pada saat pemeriksaan MRI berlangsung
3. Transfer pasien khususnya untuk pasien yang tidak dapat berjalan kedalam
meja
pemeriksaan
MRI
4. perlu diperhatikan alat-alat seperti tabung oksigen, alat resusitator, kursi roda,
walker logam itu semua tidak boleh berada didalam ruang pemeriksaan MRI
5. Pasien memakai baju pasien dan melepaskan benda-benda ferromagnetik
seperti
jam
tangan,
perhiasan,
jepit
rambut,
gigi
palsu,
dll
6.
Upaya
kenyamanan
pasien
:
a) earplugs untuk mengurangi kebisingan pada saat pasien berada didalam
ruang
pemeriksaan
MRI
b)
penyangga
lutut
c)
selimut
d) memberikan dorongan mental terutama untuk pasien penderita
claustrophobia
F.
Persiapan
pemeriksaan
1.
Registrasi
pasien
2. isi identitas pasien antara lain nama, umur, jenis kelamin, berat badan, jenis
pemeriksaan,
dokter
pengirim,
dll
3.
Scanning
procedures
a)
positioning
coil
selection
patien
landmarking
b)
pulse
sequence
selection
c)
imaging
option
selection
d)
Scanner
start
up
or
shut
down
e)
record
keeping
or
decumentation
f)
archiving
or
deletion
of
data
G.
Positioning
pasien diposisikan supine diatas meja pemeriksaan dengan head first atau feet
first tergantung dari objek yang diperiksa, misalnya menggunakan head first
untuk pemeriksaan kepala, tulang belakang sedangkan menggunakan feet first
untuk
pemeriksaan
ekstremitas
bawah,
pelvis,
dan
sebagainya.
H.
Pemilihan
coil
ada beberapa jenis coil yang dapat dipergunakan pada saat pemeriksaan MRI
yaitu
1.
BODY
COIL,
berada
tetap
didalam
gantry
2.
HEAD
COIL,
digunakan
untuk
pemeriksaan
kepala
3. SURFACE COIL, digunakan untuk pemeriksaan ekstremitas, tulang belakang,
dan lain-lain.
Head Coil
I.
Pemilihan
parameter
untuk mendapatkan gambaran MRI yang tepat dan akurat harus dipilih dan
digunakan
parameter
yang
tepat
juga,
antara
lain
:
1.
Kontras
T1
(image
anatomis)
gambar dengan kontras T1 dipilih parameter T1 yaitu dengan TR (repetition
time)
dan
TE
(Echo
time)
yang
pendek
2.
Kontras
T2
(image
pathologis)
untuk mendapatkan gambaran dengan kontras T2 maka dipilih parameter T2
yaitu
dengan
TR
dan
TE
panjang
3.
Kontras
proton
density
(image
inter
medicate)
untuk mendapatkan gambaran dengan kontras proton density dipilih parameter
PD,
yaitu
TR
panjang
dan
TE
pendek
J.
Penentuan
center
magnet
(landmarking
patient)
untuk mendapatkan gambaran yang optimal, coil dan bagian tubuh yang diamati
harus diusahakan sedekat mungkin dengan center magnet misalnya untuk
pemeriksaan kepala CM (Center magnet) pada nasion, untuk pemeriksaan
daerah
lutut
CM
(center
magnet)
pada
patella
K.
Tentukan
protokol
pada
window
site
dan
pilih
series
buat 3 plan scanogram misalnya untuk pemeriksaan MRI kepala dibuat
potongan sagital dengan parameter T1, slice thickness 5 mm, interval slice 2.5
mm,
FOV
24
cm,
matrix
256,
L30,
T0,
R30
setelah tergambar scan scout / scanogram pada tv monitor maka dibuat scanscan
berikutnya
sesuai
dengan
kebutuhan
L.
Aplikasi
penggunaan
MRI
1. berdasarkan organ yang diperiksa seperti head and neck, spine (MRI
myelography), musculoskeletal, sistem vaskular, thorax, abdomen, pelvis
2.
berdasarkan
tujuan
penggambarannya
seperti
:
a) untuk anatomi, ada MRI (conventional), dan MR angiography (MRA)
b) functional MRI, ada MR-Spectrocopy, MR perfusion, Bold imaging (blood
oxygenation level dependent), DTI (diffusion tensor imaging)
MRI (Conventional)
MRI Lumbal
MRI Mylography
MRI ANGIOGRAPHY
MRCP
MRI KNEE
MR Spectrocopy
Perfusion MR
M.
tindakan
penyelamatan
pada
pemeriksaan
MRI
1. bila terjadi keadaan gawat pada pasien maka segera hentikan pemeriksaan
MRI dengan menekan tombol ABORT, pasien segera dikeluarkan dari gantry
dengan
menarik
meja
pemeriksaan
dan
berikan
pertolongan
pertama.pertolongan selanjutnya yang memerlukan peralatan ferromagnetik
dilakukan
diluar
pemeriksaan
MRI.
2. kebocoran helium yang ditandai dengan bunyi alarm dari alat sensor oksigen
maka tekanlah tombol emergency switch dan segera bawa pasien ke luar
ruangan pemeriksaan serta buka pintu ruang pemeriksaan selebar-lebarnya agar
terjadi
pertukaran
udara.
3. QUENCHING yaitu hilangnya sifat medan magnet yang kuat pada gantry
secara tiba-tiba. hal ini bisa menyebabkan terjadinya penguapan gas helium
sehingga ruang pemeriksaan tercemar gas heliuum dan keluarkan pasien
dengan segera.
http://blogbabeh.blogspot.com/search/label/TEKNIK%20IMEJING%20MRI