Community Acquired Pneumonia CAP
Community Acquired Pneumonia CAP
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Pneumonia
adalah
suatu
peradangan
paru
yang
disebabkan
oleh
Epidemiologi
Pneumonia adalah penyakit yang sering terjadi di masyarakat. Jumlah serangan
rata-rata 12 kasus dari 1000 orang per tahun. Pada orang dewasa, rata-rata yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit usianya berkisar 17-55 tahun, kebanyakan
menyerang usia lanjut. Pneumonia menempati urutan ke 6 sebagai penyebab
kematian di Amerika Serikat. Dalam penelitian di Seattle, peneliti menemukan
jumlah penderita CAP berusia 65-69 tahun sebanyak 18,2 kasus per 1000 orang per
tahun dibandingkan 52,3 kasus per 1000 orang per tahun yang mengenai usia 85
tahun. Hasil dari survey rumah sakit nasional di Amerika Serikat mengindikasikan
bahwa dari tahun 1990 hingga 2002 ada 21,4 juta kasus pasien rumah sakit usianya
diatas 65 tahun
(6)
lama, Osler W menyebutkan pneumonia sebagai "teman pada usia lanjut" (2).
Epidemiologi pneumonia berubah tiap tahunnya. Hal ini berkaitan dengan
perubahan jumlah populasi dan penyebaran bakteri-bakteri baru yang menyebabkan
pneumonia dan perubahan antibiotik guna memberantas bakteri-bakteri lama, seperti
S. pneumonia, H. influenzae, dan Staphylococcus Aureus. Perubahan populasi
termasuk pertumbuhan jumlah dari pasien yang berusia 65 tahun atau lebih (2).
2
Ven Katesen dkk mendapatkan 38 orang pneumonia usia lanjut yang didapat di
masyarakat,
43%
diantaranya
disebabkan
oleh
Streptococcus
pneumoniae,
Hemophilus influenzae dan virus influenza B; tidak ditemukan bakteri gram negatif.
Lima puluh tujuh persen lainnya tidak dapat diidentifikasi karena kesulitan
pengumpulan spesimen dan sebelumnya telah diberikan antibiotik (3).
2.3
Patogenesis
Pada orang yang sehat tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang
bersifat patogen di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan saluran
napas. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme
dan lingkungan, akan menimbulkan penyakit (4).
Terjadinya pneumonia berhubungan dengan banyaknya jumlah bakteri yang
teraspirasi, penurunan daya tahan tubuh dan virulensi koloni bakteri di orofaring.
Mekanisme organisme mencapai saluran napas melalui : inokulasi langsung,
penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi, dan kolonisasi di permukaan mukosa
(4)
.
Turunnya daya tahan tubuh juga dihubungkan dengan imunitas humoral dan
imunitas seluler, malnutrisi, perokok berat dan penyakit sistemik. Faktor predisposisi
pneumonia adalah penggunaan pipa endotrakeal, pemakaian nebuhaler, adanya super
infeksi dan malnutrisi (5,6).
Mikroorganisme menyerang sel untuk bereproduksi. Biasanya, mikroorganisme
akan mencapai paru ketika udara yang dihirup melalui mulut dan hidung. Setelah di
paru, mikroorganisme ini menyerang sel-sel yang melapisi saluran udara dan alveoli.
Hal ini sering menyebabkan kematian sel, baik ketika mikroorganisme langsung
membunuh sel, atau melalui jenis apoptosis sel yang disebut penghancuran diri.
Ketika sistem kekebalan tubuh merespon infeksi, kerusakan paru bahkan lebih
meluas. Sel darah putih, terutama limfosit, mengaktifkan sitokin kimia tertentu yang
memungkinkan cairan bocor ke dalam alveoli. Hal ini menyebabkan demam,
menggigil, dan kelelahan. Kombinasi dari kerusakan sel dan alveoli berisi cairan
mengganggu transportasi normal oksigen ke dalam aliran darah (4,6).
Gambaran Klinis
Gejala pada masing-masing individu berbeda-beda, diantaranya demam, sesak
napas, nyeri dada, dan batuk. Batuk dapat bersifat tidak produktif (kering) atau
terdapat sputum yang mukoid atau purulen (produktif)
(2,7)
tanda-tanda pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan konsolidasi paru seperti
perkusi yang redup, suara napas bronkial, dan ronki basah
(5,7)
. Tidak didapatkan
demam pada 20% pneumonia dan dapat tanpa disertai batuk produktif dan perasaan
dingin (8).
Gejala diluar sistem pernapasan seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri perut,
diare, nyeri otot, dan nyeri sendi juga gejala yang sering didapat pada pneumoni.
Perlu diingat bahwa pada pasien yang tua keluhan lebih sedikit dibandingkan pada
pasien yang lebih muda (2,7).
Pada sebagian besar penderita didapatkan leukosit yang normal atau sedikit
meninggi, kadang-kadang didapatkan leukositosis. Dapat terjadi peningkatan ureum,
kreatinin dan glukosa, terdapat juga hiponatremi atau hipernatremi, hipofosfatemi;
dapat terjadi hipoksemi yang disebabkan infeksi akut (2,6,7).
2.5
Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Radiologi
Pada pneumonia diagnosis radiologik ditegakkan bila didapatkan gambaran
infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik, dan
intersisial. Tidak khas untuk menenttukan etiologi pneumonia. Sering kali infiltrat
belum terlihat pada 24-48 jam setelah perawatan. Gambaran radiologi kadangkadang masih tampak normal pada pneumonia dini, pneumonia oleh bakteri gram
negatif dan tuberkulosis endobronkial (9).
2.5.2 Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukan
leukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left, dan LED meningkat (7,9).
2.5.3 Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen
polisakarida pneumokokkus (7,9).
2.5.4 Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan
parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan
asidosis respiratorik (9).
2.6
Diagnosis
Diagnosis pneumonia komunitas didasarkan kepada riwayat penyakit yang
lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang yaitu pada foto
toraks terdapat infiltrat baru, atau infiltrat progresif ditambah dengan dua atau lebih
gejala seperti batuk, perubahan karakteristik dahak atau purulen, suhu tubuh lebih
dari 38oC (aksila) atau riwayat demam, pada pemeriksaan fisik ditemukan tandatanda konsolidasi, suara napas bronkhial, ronkhi, dan leukosit >10.000 atau <4500
/uL (7,9).
5
2.7
Penatalaksanaan
Identifikasi etiologi penting untuk pengobatan antibiotik. Pemeriksaan bakteri
dapat dengan cara pewarnaan gram dari sputum dan cairan pleura, kultur sputum,
kultur darah dan cairan pleura. Kadang-kadang sukar untuk memperoleh sputum
yang baik pada pneumonia. Terapi kita gunakan antibiotik secara empirik. Pada
pneumonia oleh pneumococcus, penisilin adalah obat pilihan utama (4,9).
Pada pneumonia oleh H. influenzae dapat diberikan ampisilin. Pada penderita
yang resisten terhadap ampisilin dapat diberikan cefonicid atau cefuroxime sodium.
Pilihan lain adalah penisilin atau sefalosporin. Bila alergi terhadap penisilin dapat
diberikan kloramfenikol atau trimetoprim-sulfametoksasol (5,9).
Pada pneumonia oleh strain staphylococcus dapat diberikan terapi oksasilin,
nafsilin dan sefalotin (5,9).
saja
ICU
Tanpa masalah infeksi Pseudomonas: beta laktam + makrolid atau
fluoroquinolon, bila alergi beta laktam, fluoroquinolon + klindamisin
Infeksi Pseudomonas: antipseudomonal + ciprofloksasin atau antipseudomonal
+ aminoglikosida + fluoroquinolon/makrolid, bila alergi beta laktam: aztreonam
+ levofoksasin atau aztreonam + moxifloksasin/gatifloksasin dengan atau tanpa
aminoglikosida
Pada penderita rawat jalan dapat diberikan antibiotik (empirik) dan pengobatan
yang bersifat suportif atau simtomatik : istirahat yang cukup, minum yang cukup
untuk mencegah dehidrasi, panas dapat diberikan antipiretik, mukolitik dan
ekspektoran jika diperlukan (6).
Pada penderita rawat inap biasa dapat diberikan antibiotik (empirik) dan
pengobatan suportif : pemberian oksigen, infus rehidrasi nutrisi dan elektrolit (ringer
laktat, NaCl 0,9 %, ringer asetat), pemberian obat simtomatik diantaranya antipiretik
(paracetamol 500mg 3x1 tablet) dan mukolitik (Bromhexin 3x1 tablet atau ambroxol
3x1 tablet) (6).
Pada penderita rawat inap di ruang intensif, terapi sama dengan penderita di
ruang rawat inap biasa, biila diperlukan dipasang ventilator mekanik. Pemilihan
antibiotik empirik sesuai dengan golongan kuman penyebab (6).
Dalam penatalaksanaan harus diperhatikan nutrisi, jumlah kalori yang
dibutuhkan baik parenteral atau melalui pipa lambung
(5)
dinilai karena pada pneumonia dapat terjadi hiponatremi atau hipernatremi. Infeksi
meningkatkan katabolisme protein dan melemahkan sistim imunitas humoral dan
seluler. Sistim respirasi harus diperhatikan, bila terjadi hipoksemi dapat diberi
oksigen. Pemberian oksigen dapat dinilai dengan analisis gas darah, karena
keracunan oksigen dapat melemahkan gerakan mukosiliar dan menyebabkan fibrosis.
Penting diperhatikan interaksi obat-obat yang dipakai, agar dicapai efek obat yang
7
maksimum dengan efek samping yang minimal. Dalam pemberian obat lebih dan dua
macam dapat terjadi percepatan metabolisme obat, pengaruh terhadap pembuluh
darah perifer atau mempengaruhi sistim saraf sentral (9).
Bila dengan antibiotik empirik tidak ada perbaikan atau bahkan memburuk,
terapi disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitivitas (10).
2.8
Pencegahan
Di luar negri di anjurkan pemberian vaksin influenza dan pneumokokus pada
orang dengan resiko tinggi, dengan gangguan imunologis, penyakit berat termasuk
penyakit paru kronik, hati, ginjal dan jantung. Di samping itu vaksin juga perlu di
berikan untuk penghuni rumah jompo atau rumah penampungan penyakit kronik, dan
usia diatas 65 tahun (11).
BAB III
8
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat diketahui definisi, etiologi, epiderniologi,
Saran
Penulis masih mengharapkan saran yang membangun dari dosen pembimbing
DAFTAR PUSTAKA
10