Referat Dermatitis Kontak Alergi
Referat Dermatitis Kontak Alergi
BAB I
PENDAHULUAN
Streptomicin. Segera disusul dengan penemuan asam para amino salisilik ( PAS ).
BAB II
TUBERKULOSIS SECARA GLOBAL
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan
rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,
maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial bahkan
dikucilkan oleh masyarakat 3.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara
negara yang sedang berkembang.
Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
o Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
o Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak
terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan yang standar, dan sebagainya).
o Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat
yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah
didiagnosis)
o Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
o Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang
mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.
Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur umur kependudukan.
keadaan dormant. Dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi 2.
kemudian disenanginya
karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari
bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis 2.
II.3. FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT TBC
Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan faktor
toksis untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini :
1. Faktor Sosial Ekonomi.
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan
perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan
penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena
pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi
syarat-syarat kesehatan 5.
2. Status Gizi.
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lainlain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga rentan terhadap
penyakit termasuk TB Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh
dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak 5.
3. Umur.
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usaia
produktif (15 50) tahun. Dewasa ini dengan terjaidnya transisi demografi
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih
dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap
berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru 5.
4. Jenis Kelamin.
Penyakit TB Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada
sekitar 1 juta perempuanyang meninggal akibat TB Paru, dapat disimpulkan bahwa
pada kaum
dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin
laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol
sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar
dengan agen penyebab TBParu 5.
II.4. CARA PENULARAN
Penyakit tuberkulosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan
bakteri MTB yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk. Bakteri ini bila sering
masuk dan terkumpul di dalam paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama
pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah) dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ
tubuh yang paling sering terkena yaitu paru 2.
Lingkungan hidup yang sangat padat dan dan pemukiman di wilayah
perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan
sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Penularan penyakit ini sebagian besar
melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari
pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan
asam ( BTA ) 2.
Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung.
Infeksi yang disebabkan oleh M.bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang
disterilkan dengan baik atau terkontaminasi. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan
sosial ekonomi yang baik, pengobatan yang teratur dan pengawasan minum obat yang
ketat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama tahun
1950-1960 2.
II.5. RISIKO PENULARAN
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien
TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar
dari pasien TB paru dengan BTA negative 3.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB
selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000
penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi
TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif 3.
akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer 2.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
satu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar
cenderung lebih tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit. Setelah berada di ruang alveolus, biasanya bagian bawah
lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan
reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari hari
pertama, leukosit digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi, dan timbul pneumonia akut 1.
Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada
sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening dan menuju
kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 20 hari 1.
Bila kuman menetap dalam jaringan paru, ia akan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Dari sini ia dapat menuju ke organ - organ lainnya. Sarang
tuberkulosis primer disebut fokus ghon yang dapat terjadi di setiap jaringan paru, dan
kalau menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat
masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi
limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke
seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka
terjadi penjalaran ke seluruh jaringan paru menjadi TB millier 2.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hillus ( limfangitis lokal ), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hillus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + Limfadenitis regional =
10
Kompleks primer ( Ranke ). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
11
Sarang yang mula mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan
Sarang
dini
yang
meluas
sebagai
granuloma
berkembang
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas
dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan menjadi
kavitas lagi.
Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh jamur (contohnya
Aspergillus ) sehingga membentuk misetoma.
c.
12
Menurut WHO tahun 1991, kriteria pasien TB paru adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis
dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis paru.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan MTB
positif 6.
Berdasarkan tipe pasien:
13
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
14
Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru
dan segmen posterior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
Fibrotik
Kalsifikasi
Luas lesi yang tampak pada foto thorax untuk kepentingan pengobatan dinyatakan
sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif):
Lesi minimal
Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih
dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrosternal
junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4
atau korpus vertebra torakalis 5, serta tidak dijumpai kaviti.
Lesi luas
15
Kasus kambuh
Multi-Drugs Resistant TB 2.
TB paru tersangka yang diobati. Dengan sputum BTA negatif, tetapi tanda
tanda lain positif
TB paru tersangka yang tidak diobati. Dengan sputum BTA negatif dan
tanda tanda lain juga meragukan
Status bakteriologi
16
Pada tahun 1974, American Thoracic Society memberi klasifikasi baru yang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat:
1. Kategori 0 : Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi
Riwayat kontak negatif
Tes tuberkulin negatif
2. Kategori I :Terpajan TB, tapi tidak terbukti ada infeksi
Riwayat kontak positif
Tes tuberkulin negatif
3. Kategori II : Terinfeksi TB tapi tidak sakit
Tes tuberkulin positif
Radiologis dan sputum negatif
4. Kategori III: Terinfeksi TB dan sakit 2.
II.9. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Tuberkuloprotein yang berasal dari basil menimbulkan reaksi hipersensitivitas
pada pejamu. Respon peradangan dan nekrotik jaringan adalah akibat dari reaksi
hipersensitivitas selular ( tipe lambat ) dari pejamu terhadap basil TB. Reaksi
hipersensitivitas TB biasanya terjadi 3 10 minggu setelah infeksi. Individu yang
terpajan basil tuberkel membentuk limfosit T yang tersensistisasi. Bila derivat protein
tuberkulin yang telah dimurnikan ( PPD ) disuntikkan ke dalam kulit individu yang
limfositnya sensitif terhadap tuberkuloprotein maka limfosit yang sensitif akan
mengadakan reaksi dan menarik makrofag ke daerah tersebut 1.
17
ujungnya
18
dan bukan negatif. Indurasi terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan
antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin 1.
Orang dengan perubahan fibrotik pada radiografi dada yang sesuai dengan
19
Penduduk dan bekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko tinggi :
Penjara, rumah rumah perawatan, panti jompo, rumah sakit, fasilitas
perawatan lain, fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan AIDS, dan
penampungan tuna wisma.
Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisiko tinggi
Anak di bawah usia 4 tahun atau anak anak dan remaja yang terpajan orang
20
dapat berasal dari infeksi HIV, sakit berat atau demam, campak ( atau infeksi virus
lainnya ), penyakit hodgkin, sarkoidosis, vaksinasi virus hidup, dan pemberian obat
kortikosteroid atau obat imunosupresif 1.
Berdasarkan CDC (2000) 10 % sampai 25 % pasien dengan penyakit TB
memiliki reaksi yang negatif ketika diuji dengan tes tuberkulin intradermal pada saat
didiagnosis sebelum pengobatan dimulai. Kira kira pasien yang terinfeksi HIV
dan lebih dari 60 % pasien dengan AIDS dapat memperlihatkan hasil reaksi tes kulit
yang kurang dari 5 mm, walaupun mereka terinfeksi dengan MTB. Infeksi HIV
dapat menekan respon tes kulit karena jumlah CD4 dan Limfosit T yang menurun
hingga kurang dari 200 sel/mm3. Anergi juga dapat muncul bila jumlah CD4+
Limfosit T cukup tinggi 1.
Anergi dideteksi dengan memberikan sedikitnya 2 antigen hipersensitivitas
dengan menggunakan metode Mantoux. Tidak ada standarisasi dan hasil data,
membatasi evaluasi keefektifan tes anergi. Karena alasan ini, CDC ( 2000 ) tidak lagi
menyarankan tes anergi untuk penapisan rutin TB diantara orang orang yang
menderita HIV positif di Amerika Serikat 1.
II.9.3. Vaksinasi Bacille Calmette-Gurin ( BCG )
Vaksinasi BCG, satu bentuk strain hidup basil TB sapi yang dilemahkan
adlah jenis vaksin yang paling banyak digunakan di berbagai negara. Pada
vaksinasi BCG, organisme ini disuntikkan ke kulit untuk membentuk fokus primer
yang berdinding, berkapur dan berbatas tegas. Bacille Calmette-Gurin tetap
berkemampuan untuk meningkatkan resistensi imunologis pada hewan dan manusia.
Infeksi primer dengan BCG memiliki keuntungan daripada infeksi dengan organisme
virulen karena tidak menimbulkan penyakit pada pejamunya 1.
Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadap tes
tuberkulin. Derajat sensitivitasnya bervariasi, bergantung pada strain BCG yang
dipakai dan populasi yang divaksinasi. Tes tuberkulin kulit tidak merupakan kontra
21
indikasi bagi seseorang yang telah divaksinasi dengan BCG. Terapi pencegahan harus
dipertimbangkan bagi siapapun orang yang telah divaksinasi BCG dan hasil reaksi
tes tuberkulin kulitnya berindurasi 10 mm, khususnya jika salah satu keadaan
dibawah ini menyertai :
1.
2.
3.
semua bentuk TB. Berdasarkan rekomendasi dari CDC 1996, BCG jarang
diindikasikan 1.
22
BAB III
DIAGNOSA TUBERKULOSIS
23
24
ditemukan kelainan, karena hantaran getaran atau suara yang lebih dari 4 cm ke
dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi 2.
Bila dicurigai ada infiltrat yang luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan seperti
ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi apabila infiltrat ini ditutupi oleh penebalan
pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi dapat memberikan suara hipersonor atau tympani dan auskultasi suara
nafas amforik 2.
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan retraksi otot otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi mengecil dan
menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat akan menjadi lebih
hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas, yakni > jumlah jaringan paru, akan
terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan
arteri pulmonalis ( hipertensi pulmonal ) diikuti terjadinya korpulmonale dan gagal
jantung kanan. Disini akan timbul tanda tanda takipnea, takikardia, sianosis, right
ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham Steel, Bunyi P2 yang
mengeras, JVP meningkat, hepatomegali, asites dan edema 2.
Bila mengenai pleura, dapat terjadi effusi pleura. Pada inspeksi, paru yang
sakit terlihat tertinggal dalam pernapasan, pada perkusi pekak, pada auskultasi bunyi
nafas melemah sampai tidak ada 2.
III.3. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini terutama memberikan keuntungan
seperti pada kasus tuberkulosis anak anak dan tuberkulosis milier. Pada keadaan
tersebut, diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan
pemeriksaan sputum hampir selalu negatif 2.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru ( segmen apikal lobus
atas atau segmen apikal lobus bawah ), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah
( bagian inferior ) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru ( misalnya pada
tuberkulosis endobronkial ) 2.
25
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak bercak seperti awan dan dengan batas batas
yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa
bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma 2.
Pada kavitas, bayangannya berupa cincin yang mula mula berdinding tipis,
lama kelamaan dinding menjadi sklerotik dan tampak menebal. Bila terjadi fibrosis,
akan tampak bayangan yang bergaris garis. Pada kalsifikasi, bayangannya tampak
sebagai bercak bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis tampak seperti
fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus
maupun pada satu bagian paru 2.
TB milier memberikan gambaran berupa bercak bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain
yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura ( pleuritis ), massa
cairan di bagian bawah paru ( efusi pleura atau empiema ), bayangan hitam
radiolusen di pinggir paru atau pleura ( pneumothoraks ) 2.
Biasanya pada TB yang sudah lanjut, dalam satu foto dada seringkali
didapatkan bermacam macam bayangan sekaligus, seperi infiltrat, garis garis
fibrotik, kalsifikasi, kavitas ( nonsklerotik atau sklerotik ) maupun atelektasis dan
emfisema 2.
Karena TB sering memberikan gambaran yang berbeda beda, terutama pada
gambaran radiologisnya, sehingga tuberkulosis sering disebut sebagai the greatest
imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia,
mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering
diartikan sebagai abses paru 2.
Pemeriksaan khusus yang kadang kadang diperlukan adalah bronkografi,
yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru.
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah CT scan dan MRI. Pemeriksaan MRI
tidak sebaik CT scan, tetapi dapat mengevaluasi proses proses dekat apeks paru,
tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan
koronal 2.
III.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
III.4.1. Darah
Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis baru mulai (aktif), akan didapatkan jumlah lekosit yang sedikit meninggi
dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju
endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah lekosit kembali
normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah
normal. Hasil pemeriksaan lain dari darah didapatkan : anemia ringan normokrom
normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun 2.
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi takahashi.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak.
26
Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1 / 128. Positif palsu dan negatif
palsu dari pemeriksaan ini masih besar 2.
Akhir akhir ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak dipakai adalah
Peroksidase Anti-Peroksida (PAP-TB) yang nilai sensitivitas dan spesifisitasnya
cukup tinggi ( 85-95% ), tapi di lain pihak ada pula yang meragukannya. Walaupun
demikian, PAP-TB masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila dimanfaatkan
sebagai sarana tunggal diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB adalah menentukan
ada antibodi IgG yang spesifik terhadap antigen tuberkulosis. Hasil uji PAP-TB
dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan uji PAP-TB positif. Hasil
positif palsu didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan, dan masa 3 bulan
revaksinasi BCG 2.
Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama nilai dan caranya dengan uji
PAP-TB adalah uji Mycodot. Disini dipakai antigen Lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada alat berbentuk sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum
pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan
berubah 2.
III.4.2. Sputum
Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Selain itu, pemeriksaan sputum juga
dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Tidak mudah
untuk mendapatkan sputum terutama pada pasien yang tidak batuk atau batuk yang
nonproduktif. Dalam hal ini dianjurkan 1 hari sebelum pemeriksaan, pasien
dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dan
juga dengan memberikan tambahan obat obat mukolitik, ekspektoran atau dengan
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20 30 menit 2.
Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi, diambil
dengan brushing atau bronchial washing atau Broncho Alveolar Lavage (BAL). Basil
tahan asam dari sputum juga dapat diperoleh dengan cara bilasan lambung. Hal ini
sering dikerjakan pada anak anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya 2.
Kuman baru dapat ditemukan apabila bronkus yang terlibat proses penyakit ini
terbuka keluar sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar.
Diperkirakan di Indonesia terdapat 50 % pasien BTA + tetapi kuman tersebut tidak
ditemukan dalam sputum. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang
kurangnya ditemukan ditemukan 3 kuman dalam 1 sediaan, atau dengan kata lain
diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum 2.
Cara pemeriksaan sediaan sputum :
- Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.
27
28
(ATS) dan WHO 1964, diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah dengan menemukan
kuman MTB dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien
memberikan sediaan atau biakan yang positif karena kelainan paru yang belum
berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan sputumnya dengan
baik 2.
Di Indonesia sulit menerapkan diagnosis diatas karena fasilitas laboratorium
yang sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan
kuman BTA dalam sediaan sputum secara mikroskopis biasa, sudah cukup untuk
memastikan diagnosis tuberkulosis paru, karena kekerapan M. atipic di Indonesia
sangat rendah. Meskipun demikian, hanya 30-70 % dari seluruh kasus tuberkulosis
yang dapat didiagnosis secara bakteriologis 2.
Diagnosis TB paru masih banyak yang ditegakkan berdasarkan kelainan klinis
dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini masih besar sehingga
memberikan efek kepada pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Oleh karena
itu, sebaiknya dicantumkan status klinis, status radiologis dan status kemoterapi.
World Health Organization tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru:
Pasien dengan sputum BTA positif :
Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan
BTA, sekurang kurangnya pada 2x pemeriksaan atau
satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan
gambaran TB aktif atau
Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif
Pasien dengan sputum BTA negatif :
Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis
sesuai dengan TB aktif atau
Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif
29
BAB IV
DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE
30
Directly
Observed
Treatment
Shortcourse
(DOTS)
adalah
strategi
31
Observed
Treatment
Shortcourse
menekankan
pentingnya
32
33
34
35
terinfeksi TB. Alasanya adalah karena malu, takut dapat stigma dan alasan klasik
lainnya. Oleh karena itu, ada beberapa saran yang dapat digunakan untuk
menanggulangi masalah TB yang lain 3.
IV.5. Tahapan-tahapan DOTS
Dalam strategi DOTS ini ada tiga tahapan penting yaitu, mendeteksi pasien,
melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Deteksi atau diagnosis
pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber
penyebaran TB berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga
mengidap TB. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi
kuman TB atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan
menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan
diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa
diterapkan 3.
Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TB, dokter akan memberikan obat
dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TB
yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin,
dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TB yang resisten, biasanya
diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini 3.
Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat
serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien
berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TB biasanya
gejala TB bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benarbenar sembuh dari TB diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan.
Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman
TB yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar,
pengendalian TB akan semakin sulit dilaksanakan 3.
36
37
BAB V
PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS PARU
38
39
40
41
Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh. Aktivitasnya
diukur dari kecepatan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga
pada pembiakan didapatkan hasil yang negatif ( 2 bulan dari permulaan pengobatan )
Rifampisin dan INH disebut bakterisid yang lengkap karena kedua obat ini
dapat masuk ke seluruh populasi kuman.
setengah.
Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat.
Aktivitasnya diukur dari kekambuhannya setelah pengobatan dihentikan 2.
yang
metabolismenya
aktif
yang
42
cepat
terbunuh
oleh
obat
b) Basil yang dorman dan yang muncul berlipat ganda secara periodik. Basil ini
terutama sensitif terhadap obat R.
c) Populasi lain, yang terdiri dari basil yang terdapat di lingkungan asam (basil
intrasel dan basil yang terdapat dalam lokasi perkejuan), yang terutama peka
terhadap efek obat Z.
d) Suatu populasi basil yang metabolismenya inaktif yang tidak dapat
dipengaruhi oleh obat apapun dan dapat di eliminasi oleh respons imun
pejamu 2
V.6. REGIMEN PENGOBATAN TB
Obat-obatan TB dapat diklasifikasi menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat lapis
pertama dan lapis kedua. Kedua lapisan obat ini di arahkan ke penghentian
pertumbuhan basil, pengurangan basil dorman dan pencegahan terjadinya resistensi.
Obat-obatan lapis pertama terdiri dari H, R, Z, E, S. obat-obatan lapis kedua
mencakup rifabutin, etionamid, sikloserin, PAS, klofazimin, aminiglikosida di luar
streptomisin dan kuinolon 11.
Dosis
(Mg/ BB < 40 Kg
BB 40-60 Kg
Kg BB/ hari)
BB>60 Dosis
Kg
Maksimal
(mg )
Rifampisin
8-12
300
450
43
600
600
INH
4-6
150
300
450
300
Pirazinamide
20-30
750
1000
1500
Ethambutol
15-20
750
1000
1500
Streptomisin
15-18
Sesuai BB
750
1000
1000
(dikutip dari 1)
Tabel 3. Regimen Pengobatan Tuberkulosis Saat ini ( Metode DOTS =
Directly Observed Treatment Short Course Strategy )
Kategori Pasien TB
Resimen Pengobatan
baru,
lesi minimal
44
2. -
Relaps
Kegagalan Pengobatan
3-6
kanamisin,
sikloserin/
15-18
ofloksasin,
etionamid,
ofloksasin,
etionamid,
Kasus Default
4.
Kasus Kronis
MDR TB
(dikutip dari 1)
1. Rifampisin
45
11
1,11
46
. Isonizid
bakterisidal 2,7. Efek samping yang paling sering dijumpai pada pemberian
pirazinamid adalah hepatotoksik dan juga hiperurisemia
7,11
. Pirazinamid
Etambutol
Etambutol memiliki efek bakteriostatik terhadap MTB
2,7
. Efek
yang
biasanya
muncul
setelah
beberapa
bulan
mengkonsumsi etambutol 7.
Efek samping ini muncul tergantung dari dosis dan juga durasi
pemberian obat. Kadang-kadang dapat pula dijumpai hiperurisemia,
namun asimtomatik 7. Etambutol satu-satunya obat lapis pertama yang
47
Streptomisin
Streptomisin merupakan salah satu obat anti tuberkulosis
pertama yang ditemukan. Streptomisin ini merupakan suatu antibiotik
golongan aminiglikosida yang harus diberikan secara parenteral dan
bekerja
mencegah
pertumbuhan
organisme
ekstraseluler
11
48
7,11
. Obat-obat ini
Quinolon
Obat-obat golongan quinolon digunakan jika terdapat resistensi
terhadap OAT golongan 1 atau pada pasien-pasien yang tidak dapat
menggunakan OAT golongan 1. Obat-obatan yang termasuk golongan
quinolon adalah ofloxacin, levofloxacin, ciprofloxacin, gatifloxacin dan
moxifloxacin. Efek samping jarang sekali dijumpai. Jika ada, biasanya berupa
gangguan gastrointestinal, kemerahan pada kulit, pusing dan sakit kepala.
Efek samping yang cukup berat, seperti kejang, nefritis interstitial, vaskulitis,
dan gagal ginjal akut. Quinolon dapat diberikan secara intravena 7.
1. Capreomycin
Capreomycin merupakan suatu kompleks antibiotik polipeptida siklik
derifat dari Streptomyces capreolus, yang memiliki kesamaan dalam
pemberian dosis, cara kerja, farmakologi dan toksisitas dengan streptomisin.
Capreomycin diberikan secara intramuskular dalam dosis 10-15mg/kg/hari
atau 5 kali dalam seminggu (dosis maksimal per-hari 1 g). Setelah diberikan
selama 2-4 bulan, dosisnya diturunkan menjadi 1 g dalam 2 atau 3 kali
seminggu. Capreomycin merupakan obat injeksi pilihan terhadap tuberkulosis
setelah streptomisiin 7.
2. Rifabutin
Rifabutin
memiliki
beberapa
kemiripan
karakteristik
dengan
rifampisin, namun rifabutin ini juga dapat digunakan pada pasien-pasien yang
resisten terhadap rifampisin dan juga lebih efektif mengatasi M. avium
complex dan nontuberculosis mycobacterium lainnya. Pada pengobatan HIV
dengan TB paru, akan lebih baik jika menggunakan rifabutin dari pada
rifampisin, karena efek interaksi obat antara rifampisin dan Anti Retro Virus
(ARV) yaitu nevirapin 7.
49
Efek samping rifabutin baru muncul jika pemberian dosis > 300
mg/hari. Efek samping yang paling sering muncul adalah gangguan
gastrointestinal. Selain itu, dapat muncul gejala lain seperti kemerahan pada
kulit, nyeri dada, myalgia, dan insomnia7.
Sama seperti rifampisin, pemakaian rifabutin juga dapat menyebabkan
perubahan warna urin menjadi berwarna merah kekuningan. Dari pemeriksaan
laboratorium, akan dijumpai neutropeni, trombositopeni dan peningkatan
enzim hati. Namun efek samping-efek samping tersebut akan hilang jika
pemberian rifabutin dihentikan 7.
3. Amikacin
Amikasin memiliki efek baksterisidal yang berkerja di ekstraseluler.
Amikacin ini efektif terhadap MTB, M. lepra, M. avium complex, dan lainlain. Dosis yang diberikan biasanya 7-10mg/kg IM atau IV, 3-5 kali dalam
seminggu 7.
4. Ethionamide
Ethionamide adalah derivat asam isonikotinik, sama seperti isoniazid
dan
pirazinamid.
Obat
ini
memiliki
efek
bakteriostatik.
Namun
50
51
Isoniazid
Rifampicin, Rifabutin
Pyrazinamide
Ciprofloxacin, Cycloserine
Ethionamide, Prothionamide
Para-aminosalicylic acid
(Dikutip dari 13)
52
Bila setelah 2 bulan dahak menjadi negatif, fase lanjutan dapat dimulai
Bila setelah 2 bulan, dahak masih tetap positif, fase intensif diperpanjang
4 minggu lagi, apabila setelah diperiksa lagi menjadi negatif, fase lanjutan
dapat simulai. Namun bila masih positif, dilanjutkan ke kategori 2 3.
53
Bila setelah fase intensif BTA menjadi (-) pengobatan dilanjutkan dengan
fase lanjutan
Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap (+), fase intensif diperpanjang 1
bulan lagi dengan RHZE. Bila setelah 4 bulan dahak masih tetap (+),
pengobatan dihentikan 2-3 hari, lalu diperiksa biakan dan tes resistensi
kemudian fase lanjutan diteruskan tanpa menunggu hasil tes. Bila hasil tes
menunjukkan resisten terhadap H dan R ini menunjukkan MDR, bila
memungkinkan penderita dirujuk ke unit pelayanan spesialistik untuk
dipertimbangkan pengobatan dengan obat sekunder 3.
54
Bila setelah 2 bulan dahak menjadi tetap (-), fase lanjutan dapat
dimulai
Untuk pasien yang kurang mampu dapat diberikan INH saja seumur hidup
Untuk pasien yang mampu, pemberian obat dicoba berdasarkan hasil uji
resistensinya dan obat-obat sekunder 3.
55
.
1. Bakteriologis
Biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi
negatif. World Health Organization menganjurkan kontrol sputum BTA
dilakukan pada akhir bulan ke 2, 4, dan 6. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada
pasien baru yang BTA nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal
terapi bagi pasien yang
56
2. Radiologis
Bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada akhir
pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus
kambuh. Karena perubahan gambaran radiologis tidak secepat perubahan
bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali. Bila secara
bakteriologis ada perbaikan tetapi klinis dan radiologis tidak, harus dicurigai
penyakit lain disamping tuberkulosis paru. Perlu dipikirkan juga ada gangguan
imunologis pada pasien tersebut antara lain AIDS 2.
Pasien yang gagal pengobatan dapat diberikan resimen pengobatan yang
dimodifikasi dengan menambahkan sedikitnya 3 obat baru (dimana kuman masih
sensitif terhadap obat tersebut). Pasien dengan MDR diterapi dengan 4-6 obat
selama 18-24 bulan ( jika terdapat resistensi terhadap etambutol dan pirazinamid
maka pengobatan diberikan selama 24 bulan) 2.
Semua pasien tuberkulosis harus diperiksa terhadap kemungkinan
menderita HIV. Pasien dengan faktor risiko terkena hepatitis B atau C juga harus
diperiksa 2.
V.10. PENGOBATAN PEMBEDAHAN
Terapi pembedahan banyak dilakukan dalam upaya penyembuhan pada pasien
tuberkulosis paru yang kambuh. Pada saat ini dengan banyaknya obat obat
bakterisid, terapi pembedahan sudah jarang sekali dilakukan. Disamping syarat
toleransi operasi ( spirometri dan AGD ), diperlukan juga obat antituberkulosis tetap
diberikan hingga 6 bulan pasca-operasi. Pasien dengan BTA yang tetap positif,
setelah pembedahan sebagian besar menjadi negatif, dan selain itu juga terjadi
perbaikan klinis 2.
Indikasi mutlak untuk pembedahan adalah:
1. Semua pasien yang telah mendapat pengobatan OAT adekuat tetapi sputum
tetap positif.
2. Pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
3. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif 13.
57
58
dengan
standar
WHO.
Penggunaan
suntikan
Streptomisin
harus
59
dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh
digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE
3
60
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,
kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis
penyakit dan kemajuan pengobatan 3.
j. Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru),
adalah:
1) Untuk TB paru:
Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif.
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif.
Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir 3.
2) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang
yang disertai kelainan neurologic 3.
V.12. TERAPI PREVENTIF
V.12. 1. Vaksinasi BCG
Dari beberapa penaliti, diketahui bahwa vaksinasi BCG yang dilakukan pada
anak anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagain saja, yakni sebesar
0-80%. Tetapi BCG masih tetap dipakai karena ia dapat mengurangi kemungkinan
terhadap tuberkulosis berat ( meningitis, TB milier ) dan tuberkulosis ekstra-paru
lainnya 2.
V.12. 2. Kemoprofilaksis
61
Isoniazid banyak digunakan belakangan ini karena harganya murah dan efek
sampingnya yang sedikit ( terbanyak hepatitis dengan frekuensi 1 % dan yang > 50
thn adalah 2 % ). Obat alternatif lain adalah rifampisin. Beberapa peneliti pada
International Union Against Tuberculosis (I DAT) menyatakan bahwa profilaksis
dengan INH diberikan selama 1 tahun dapat menurunkan insidens tuberkulosis
hingga 55 83 % dan yang kepatuhan minum obatnya cukup baik dapat mencapai
penurunan hingga 90 %. Yang minum obatnya tidak teratur (intermitten),
efektifitasnya masih cukup baik 2.
Lama profilaksis yang optimal masih belum diketahui, tetapi banyak peneliti
menganjurkan 6-12 bulan, ( American Thoracic Society, US Centers for Disease
Control ) terhadap tersangka dengan uji tuberkulin 5 10 mm. Yang mendapat
profilaksis selama 12 bulan adalah pasien HIV + dan pasien dengan keluhan
radiologis dada. Yang lainnya, seperti kontak dengan penderita TB cukup 6 bulan
saja. Pada negara negara dengan populasi TB tinggi sebaiknya profilaksis diberikan
untuk semua pasien dengan HIV + dan pasien yang mendapat terapi imunosupresi 2.
V.13. PENCEGAHAN TB PARU.
Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan
petugas kesehatan.
A. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi
harus diberikan vaksinasi BCG.
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang
antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
62
63
PENGENDALIAN,
PENGOBATAN
DAN
PENYULUHAN YANG
64
65
SIMPULAN
Kategori III
4. Kategori IV
Pengobatan TB memiliki dua prinsip dasar, yaitu:
Pertama adalah bahwa terapi yang berhasil, memerlukan minimal 2 macam obat yang
basilnya peka terhadap obat tersebut, dan salah satu daripadanya harus bakterisidik2.
Kedua adalah bahwa penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik
setelah perbaikan gejala klinisnya, perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk
mengeliminasi basil yang persisten2.
Keluhan terbanyak pada penderita TB yaitu: Demam, Batuk/Batuk darah, Malaise,
Nyeri dada, Sesak napas.
Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti TB
adalah dengan menemukan kuman MTB dalam sputum atau jaringan paru secara
biakan2.
Usaha pencegahan terhadap TB terdiri atas :
66
1.Vaksinasi BCG
2.Kemoprofilaksis2
Directly Observed Treatment Shortcourse atau yang biasa disingkat DOTS
adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.
DOTS bukanlah obat, ia hanya merupakan istilah (term), singkatan atau strategi
pengobatan TB 3.Strategi DOTS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1995 di
Indonesia dan meluas pada tahun 1997 dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat
9
. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek
Dukungan dana
Dan dalam strategi DOTS ini ada tiga tahapan penting yaitu, mendeteksi pasien,
melakukan pengobatan dan melakukan pengawasan langsung4.
67
68
DAFTAR PUSTAKA
Dokter
Paru
Indonesia.
Pedoman
Diagnosis
dan
69
10. Kabo
P.
Pengobatan
TBC.
17
Juli
2009.
Available
from
http://www.medicastore.com/med/index.php
11. Suryono F. Penanggulangan TBC dengan Strategi DOTS. 25 Juli 2009.
Available from http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=18668
12. Wallace RJ,Griffith DE. Antimycobacterial Agents. In : Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E,Hauser SL, Jameson JL. Harrison's Principles of
Internal Medicine. Volume I. 16th Edition. McGraw-Hill. New York. 2005 :
946-53.
13. Mansjoer.A, dkk. Tuberkulosis Paru. Dalam :
70