Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit Berdasarkan Kewenangan PDF
Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit Berdasarkan Kewenangan PDF
2012
I. PENDAHULUAN
Pembangunan Kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi hak dasar rakyat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 dan UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan yang telah
dilakukan selama ini bertujuan untuk meningkatkan derajat dan status kesehatan bagi
seluruh masyarakat Indonesia. Untuk itu pemerintah menetapkan Pembangunan Kesehatan
dalam Program Pembangunan Nasional.
Pemerintah telah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan tingkat
dasar sampai dengan rujukan yang memiliki kemampuan yang berbeda dalam menangani
masalah kesehatan di masyarakat. Meskipun pendekatan pelayanan kesehatan sama tetapi
fokus penekanan pelayanan berbeda sesuai dengan kemampuan yang ada pada tiap fasilitas
pelayanan kesehatan. Agar kesinambungan pelayanan kesehatan pada masyarakat dapat
terwujud, diperlukan sistem rujukan yang berjenjang dan terstruktur, dimana ada kejelasan
peran dan fungsinya sesuai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelayanan medis di
pemberi pelayanan kesehatan harus senantiasa dipertahankan bahkan ditingkatkan agar
tercapai pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Demi
Tercapainya penyelenggaraan pelayanan medis yang memenuhi standar tersebut perlu
pedoman pengelolaan berdasarkan kewenangan di tingkat pelayanan kesehatan. Untuk itu
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat bersama FK UNPAD, RSUP Hasan Sadikin Bandung dan
Organisasi Profesi telah menyusun Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit Berdasarkan
Kewenangan Tingkat Pelayanan Kesehatan.
Buku ini menginformasikan bagaimana pengelolaan penyakit mulai dari pelayanan dasar
sampai pelayanan rujukan, perlu tidaknya kasus tersebut dirujuk berdasarkan kewenangan
tingkat pelayanan kesehatan. Sehingga diharapkan dapat menjadi acuan dalam peningkatan
kompetensi tenaga kesehatan di pemberi pelayanan kesehatan.
II.
2012
DASAR HUKUM
1. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 128/MENKES/SK/II/2004, tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas.
3. Buku Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit
III. TUJUAN
Umum :
Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang optimal berdasarkan kewenangan
dan kompetensi di tiap jenjang pelayanan kesehatan.
Khusus :
- Tersusunnya pedoman pengelolaan penyakit berdasarkan kewenangan
Pemberi Pelayanan Kesehatan
- Dasar pengkajian untuk rencana pengembangan dan peningkatan
kompetensi tenaga kesehatan
2012
DIAGNOSIS
PPK 1
TB Paru
Bronko
Pneumonia
Penilaian
klinis,
diagnostik dan terapi
(BP ringan) sesuai MTBS
Diare
Penyakit
jantung
bawaan (PJB)
PPK 2
PPK 3
Penilaian
klinis
diagnostik
PPD, rontgen thorax)
dan Diagnostik
dan
(Tes penanganan TB
paru
disertai
komplikasi
(empyema,
atelektasis,
destroyed
lung,
hemoptysis, TB milier,
Multi Drug Resistance TB
(MDR-TB)
Rujuk balik untuk th/ OAT
rujuk balik untuk terapi
OAT)
Penilaian klinis, diagnostik Penegakan diagnostik dan
dgn pemeriksaan penunjang terapi BP berat dengan
(lab dan rontgen)
ancaman gagal nafas
sehingga membutuhkan
ventilator, empysema dan
sepsis.
Penatalaksanaan
rujuk balik
Bronkhopneumoni
Penatalaksanaan
diare Diagnosis
etiologi dan
ringan- sedang yang tidak talaksana diare persisten /
dapat direhidrasi per oral, kronis,
diare
dengan
diare berat, diare akut penyakit penyerta seperti
dengan dehidrasi berat, HIV,
diare
yang
diare disertai komplikasi membutuhkan
seperti sepsis, gangguan pemeriksaan penunjang
elektrolit, (membutuhkan kultur
feses,
dan
kultur feses)
endoskopi
rujuk balik dan
penyuluhan
Deteksi
dini
PJB, Diagnosis PJB melalui
tatalaksana
penyakit pemeriksaan penunjang
penyerta pada PJB.
(EKG, rontgen thorax),
penatalaksanaan penyakit
penyerta PJB
Cerebal Palsy
(CP)
2012
epilepsi)
Tatalaksana spastisitas,
fisioterapi (klinik tumbuh
kembang)
Gizi buruk
Deteksi
Diagnosis dini
PMT
Rujuk
Penatalaksanaan komplikasi
Tatalaksana dan
fisioterapi, penilaian IQ
(URM : fisioterapi, terapi
bicara, terapi okupasi)
Rujuk balik untuk
pemantauan tumbuh
kembang dan stimulasi di
rumah
Tatalaksana kegawatan
dan tatalaksana kelainan
khusus
Diagnosis etiologi
(HIV/AIDS, kelainan
congenital, sindroma
malabsorbsi) Rujuk
balik
Bila memerlukan
pemeriksaan khusus untuk
etiologi (HIV/AIDS, kelainan
Kongenital ) Rujuk
Rujuk balik ke PKM untuk
pemantauan dan PMT
7
ISPA
Thalassemia
Diagnosis
dan
tatalaksana ISPA
Tidak perlu dirujuk
DF/DHF
Skrining
tanda serta Penanganan DHF Grade II
gejala klinik
sampai dengan DSS (DHF
Grade III dan IV)
Pemeriksaan penunjang Ig
M dan Ig G
Tatalaksana
DF/DHF bila memerlukan perawatan
dengan
pemeriksaan intensif Rujuk ke PPK 3
darah rutin (Puskesmas
DTP)
Penegakan diagnosis
melalui Hb elektroforesa,
pencegahan dan
penanganan komplikasi :
hemosiderosis (chelating
agent), splenektomi,
Rujuk balik untuk
transfusi berkala
Penegakkan diagnosis,
dengan pemeriksaan
penunjang (IgG , IgM,
NS1), DHF yang
memerlukan perawatan
intensif
Rujuk balik paska
perawatan
10
Sindroma
Nefrotik
11
Epilepsi
12
13
14
15
Kejang
demam
Masalah
neonates
Demam Tifoid
Morbili
Tatalaksana
kejang Kejang demam kompleks
demam (sederhana)
dan kejang demam status
konvulsivus,
Bila perlu perawatan
intensif/ status epileptikus
refrakterRujuk
Deteksi
kegawatan Tatalaksana
(BBLR,
Infeksi/sepsis, kegawatdaruratan
Ikterus
neonatorum,
kejang
neonatus,
Diagnosis etiologi
asfiksia) Rujuk
Perawatan Bayi baru lahir
level 2
Bila perlu perawatan
intensif (Level III) rujuk
PPK 3
Skrining
tanda serta
gejala
klinik
Tatalaksana
Demam
Tifoid
Pemeriksaan
darah
rutin
(Puskesmas DTP)
Diagnosis
Tatalaksana
simptopmatis
Penatalaksanaan sampai
dengan komplikasi ( Tifoid
ensefalopati, perdarahan,
perforasi usus)
Rujuk balik
Penegakan diagnosis
Tatalaksana komplikasi
2012
16
Meningitis
Deteksi komplikasi
Bila ada komplikasi
Rujuk
Deteksi dan tatalaksana Penatalaksanaan
kegawatan (Kejang) kegawatan
Rujuk
Diagnostic etiologi (Lumbal
pungsi ) dan perawatan
non intensif
Bila perlu perawatan
intensif Rujuk ke PPK 3
2012
Penatalaksanaan
komplikasi dan
perawatan intensif
Penegakan diagnosis
etiologi dan komplikasi
(CT scan, MRI, EEG)
2012
DIAGNOSIS
PPK 1
PPK 2
PPK 3
DM Tipe 2
Tanpa
komplikasi, NIDDM (4)
TERKENDALI dengan Standar Kompetensi Dokter KKI 2006
1 obat hipoglikemik
oral (OHO)
DM Tipe 2
Tanpa
komplikasi,
TIDAK
TERKENDALI
dengan 1 OHO
rujuk
DM Tipe 2
Tanpa
komplikasi, Tanpa komplikasi, TIDAK Terkendali
TIDAK
TERKENDALI TERKENDALI dengan
1
dengan 1 OHO
OHO pengelolaan
rujuk
BERKOMPLIKASI
TERKENDALI dg 2 OHO
Hipoglikemi
1. TEGAKKAN
DIAGNOSIS KLINIS
2. TERAPI
PENDAHULUAN
3. RUJUK SEGERA
Terkendali
rujuk balik ke PPK 2
HIPOGLIKEMI (3B)
Standar Kompetensi Dokter
KKI 2006
DM tipe 2
KOMPLIKASI
(KAD)
1. TEGAKKAN
DIAGNOSIS KLINIS
2. TERAPI
PENDAHULUAN
3. RUJUK
DM tipe 2
Hipertensi
Esensial
rujuk balik
2012
Terkendali
rujuk balik
Terkendali pengelolaan
Terkendali
1. TEGAKKAN
DIAGNOSIS KLINIS
rujuk balik
rujuk balik
2. TERAPI
PENDAHULUAN
3. RUJUK
rujuk
Hipertensi esensial
KOMPLIKASI KRONIS
Hipertensi
Sekunder
Pengelolaan
Hipertensi krisis
Terkendali Pengelolaan
rujuk
rujuk balik
1. TEGAKKAN
DIAGNOSIS KLINIS
Terkendali Pengelolaan
Tidak
terkendali
2. TERAPI
PENDAHULUAN
rujuk balik
3. RUJUK
3
ASHD
(Peny PJK Kronik Stabil
Jantung Koroner 1. TEGAKKAN
Kronik Stabil)
DIAGNOSIS KLINIS
2. TERAPI
PENDAHULUAN
3. RUJUK
1. TEGAKKAN
DIAGNOSIS KLINIS
rujuk
2012
Stabil/terkendali (evaluasi
tiap 3 bulan)
rujuk balik
2. TERAPI
PENDAHULUAN
3. RUJUK
ASHD
(Gagal 1. TEGAKKAN
Jantung)
DIAGNOSIS KLINIS
rujuk balik
2. TERAPI
PENDAHULUAN
3. RUJUK
4
Terkendali pengelolaan
TBP
tidak TBP kasus baru
berkomplikasi
Uncomplicated Pulmonary
Tuberculosis (4)
tidak berkomplikasi
TB Paru
TB
paru
pneumotoraks
dg Terkendali pengelolaan
(pneumotoraks)
1. TEGAKKAN
DIAGNOSIS KLINIS
rujuk balik
2. RUJUK SEGERA
TB Paru
1. TEGAKKAN
DIAGNOSIS KLINIS
Terkendali pengelolaan
(pengobatan
ulang
/berkomplikasi)
2. TERAPI
PENDAHULUAN
rujuk balik
3. RUJUK
TB Paru
1. TEGAKKAN
DIAGNOSIS KLINIS
Terkendali pengelolaan
(MDR/XDR)
2. RUJUK
rujuk balik
Diare
dengan 1. TEGAKKAN
Terkendali pengelolaan
dehidrasi ringan
DIAGNOSA KLINIS
rujuk balik
sedang / berat 2. RUJUK jika tidak
dengan / tanpa
ada fasilitas DTP
komplikasi
Goiter
1.Tegakkan diagnosis
2012
Pengelolaan di PPK.2
2.Rujuk
7
Terkendali pengelolaan
Pneumonia
tanpa
komplikasi
Terkendali pengelolaan
1. Tegakkan diagnosis
10
rujuk balik
SLE
Pengelolaan di PPK.2
2. Rujuk
Fisioterapi
1.Tegakkan diagnosis
Pengelolaan di PPK.2
2.Rujuk
11
Gastritis
12
Demam Dengue
1.Tegakkan diagnosis
2.Pengelolaan di PPK
1 dgn DTP
Pengelolaan di PPK.2
2.Rujuk
DSS
1.Tegakkan diagnosis
2.Rujuk
13
14
GGK terminal
1.Tegakkan diagnosis
10
15
Sindroma
Nefrotik
2.Rujuk
atau sesama
fasilitas sama
PPK.2
1.Tegakkan diagnosis
Pengelolaan di PPK.2 (
Rujuk balik untuk Tapering
off, bisa dilakukan di PPK I)
2012
dg
2.Rujuk
16
Anemia berat
1.Tegakkan diagnosis
2.Rujuk
17
Leukemia
1.Tegakkan diagnosis
2.Rujuk
Pengelolaan di PPK.2
18
Perdarahan
saluran cerna
1.Tegakkan diagnosis
2.Rujuk
Pengelolaan
di
PPK.2 Jika PPK.2 tidak ada
dengan fasilitas endoskopi fasilitas endoskopi
19
HIV
1.Tegakkan diagnosis
2.VCT
3.Rujuk
20
Hepatitis akut
Hepatitis kronis
1.Tegakkan diagnosis
2.Rujuk
21
Pengelolaan di PPK.2
Pengelolaan di PPK.2.
Diagnosis tegak, Stabil
rujuk balik
11
2012
DIAGNOSIS
PPK 1
PPK 2
Skrining :
Test protein urine
Therapi oral anti
hipertensi dapat
diberikan
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Preeklamsi
Ringan
Skrining:
Test Protein urine
Rujuk ke PPK II
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Skrining:
Test Protein urine
Pemberian MgSO4
Pemberian
antihipertensi
Rujuk ke PPK II
Perawatan/tindakan
terminasi kehamilan
Pemberian MgSO4
Pemberian
antihipertensi
Rujuk ke PPK II
Preeklamsi
Berat
Eklamsi
Tindakan terminasi
kehamilan dan rawat
bersama dengan bagian
lain
2
PPK 3
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi HELLP
syndrome atau komplikasi
lain
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
yang Memerlukan
perawatan ICU
NICU atau dengan
komplikasi HELLP
syndrome atau komplikasi
lain
Perdarahan
Trimester 1:
Abortus
Imminens
Skrining
Sarankan untuk
pemeriksaan USG ke
PPK II
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Skrining:
sarankan untuk
pemeriksaan USG ke
PPK II
12
2012
Abortus
Komplitus
Skrining :
Pemeriksaan awal
KU baik rujuk ke
PPK II
KU tidak baik
Perbaiki KU sambil
di rujuk ke PPK II
(boleh dilakukan kuret
tumpul di PONED)
Terminasi
Skrining:
Rujuk ke PPK II untuk
pemeriksaan lanjut
Mola
Hidatidosa
Skrining :
Rujuk ke PPK II
Kehamilan
Ektopik
Terganggu
(KET)
Skrining :
KU baik Rujuk ke
PPK II
KU
buruk Perbaiki KU
Rujuk PPK II
Skrining :
Rujuk ke PPK II
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain (seperti
kelainan darah dan
penyakit sistemik lainnya)
Skrining :
KU baik rujuk ke
PPK II
KU
buruk perbaiki KU
sambil rujuk ke PPK II
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain seperti
kelainan darah dan
penyakit sistemik lainnya )
Skrining :
Trimester 2:
Perdarahan
Midtrimester
Trimester 3:
Perdarahan
Antepartum
Plasenta previa
Solusio
Plasenta
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain seperti
tirotoksikosis
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain atau dengan
riwayat infertilitas yang
memerlukan keahlian
subspesialis
13
KU baik rujuk ke
PPK II
KU buruk perbaiki
KU sambil di rujuk ke
PPK II
Post Partum:
Perdarahan
Post Partum
Dini:
Atonia Uteri
Retensio
plasenta
Sisa plasenta
Perdarahan
post partum
lambat:
Skrining:
Resusitasi cairan,
pemberian O2
Rujuk ke PPK II
sambil lakukan
dekompresi manual
Skrining:
KU baik Rujuk ke
PPK II
KU buruk rujuk
sambil resusitasi
cairan dan pemberian
O2
Skrining:
KU baik Rujuk ke
PPK II
KU buruk rujuk
sambil resusitasi
cairan dan pemberian
O2
Skrining:
KU baik Rujuk ke
PPK II
KU buruk rujuk
sambil resusitasi
cairan dan pemberian
O2
Skrining:
KU baik Rujuk ke
PPK II
KU buruk rujuk
sambil resusitasi
cairan dan pemberian
O2
2012
Tindakan terminasi
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Diagnosis dan
Penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Diagnosis
Penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Diagnosis
Penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Diagnosis
Penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
14
Kelainan Letak
Skrining:
Rujuk ke PPK II
(PONED apabila letak
sungsang dan
pembukaan lengkap)
2012
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Persalinan : terminasi
4
Kehamilan
Multiple
Ketuban Pecah
Dini
Kelainan Janin:
IUGR
Skrining:
Persalinan: terminasi
Skrining:
Rujuk ke PPK II
(skrening : sediakan
lakmus test)
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Skrining:
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Rujuk ke PPK II
IUFD
Prematur
Gawat Janin
Persalinan
tidak
maju/Distosia
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Dan memerlukan
perawatan NICU
Skrining:
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Rujuk ke PPK II
Terminasi kehamilan
Skrining:
Rujuk ke PPK II
Dan memerlukan
perawatan NICU
Skrining:
Rujuk ke PPK II
Terminasi kehamilan
Skrining:
Rujuk ke PPK II
(dilakukan vakum di
PONED)
Terminasi
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain dan
memerlukan perawatan
NICU
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
15
10
11
12
13
Panggul Sempit
2012
Skrining:
Rujuk ke PPK II
Terminasi
Skrining:
Rujuk ke PPK II
Terminasi
Skrining:
Perbaiki KU sambil
rujuk ke PPK II
Laparotomi eksploratif
Penyakit
Jantung:
Decompensatio
Cordis FC I II
Skrining:
Rujuk ke PPK II
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Decompensatio
Cordis FC III-IV
Skrining:
Rujuk ke PPK II
Memerlukan perawatan
ICU/CICU
NICU. Perlu pemeriksaan
lanjutan ECHO
Kehamilan
dengan
Komplikasi lain
Skrining:
Memerlukan perawatan
ICU/CICU
Infeksi
Skrining:
Tanda-tanda infeksi
Bekas Seksio
sesarea
Ruptura Uteri
Rujuk ke PPK II
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
Diagnosis dan
penatalaksanaan kasus
dengan komplikasi
penyakit lain
NICU
Spesialis lain yang tidak ada
di PPK II
Penilaian klinis dan
diagnosis.
16
2012
DIAGNOSIS
Appendicitis
Acute
PPK 1
Skrining tanda serta
gejala klinik
Edukasi
Rujuk ke PPK 2
Hemorhoid
interna
Fistula ani
simple
PPK 2
Appendectomy
PPK 3
Appendectomy
laparoskopiDiver
Kontrol Luka
Rujuk ke PPK 2
(Haemorrhoid Gr III
dan IV)
Penegakan Diagnosis
Fistulectomy
Therapi pendahuluan
Haemorroidectomy
Kontrol luka
Rujuk ke PPK 2
4
Fissura ani
Cholelithiasis
Hernia
inguinalis
lateralis
reponibilis
Penegakkan Diagnosis
Therapi Pendahuluan
Rujuk ke PPK 2
Deteksi gejala klinik
Penegakkan Diagnosis
Penanganan oleh
Subspesialis
Therapi Simptomatis
melalui Pemeriksaan
Penunjang
Rujuk ke PPK 2
Therapi Pendahuluan
Edukasi
Tindakan operasi
Bila dg penyulit rujuk ke
PPK 3
Hernioraphy
17
Simptomatis
10
Fibro
Adenoma
Mammae
(FAM)
Lipoma
Ateroma
Struma
Nodosa
Rujuk ke PPK 2
Deteksi dini
Simptomatis
Rujuk Ke PPK 2
Simptomatis
Ekstirpasi dan
perawatan luka post
eksisi
2012
Ekstirpasi dan
perawatan luka post
eksisi
Rujuk ke PPK 2 bila :
Giant Ateroma
Penanganan
Subspesialistik
Edukasi
Simptomatik
Rujuk
18
2012
DIAGNOSIS
Otitis Media
Supuratif
Kronik dengan
penyulit
PPK 1
PPK 2
PPK 3
- Penilaian klinis
- Penilaian Klinis
Rujuk ke PPK 2
- Foto Rontgen
( Schuller dan Stenver )
- Kultur resistensi
- Operasi
Tumor Kepala
Leher
a. Karsinoma
Nasofaring
b. Karsinoma
Sinonasal
c. Karsinoma
Laring
d. Tumor di
leher
Rinosinusitis
dengan/tanpa
polip disertai
- Biopsi, FNAB
- Menerima rujukan balik
dari PPK 3
untuk perbaikan
Keadaan Umum
- FNAB
- Nasoendoskopi
- Kultur resistensi
19
penyulit
Pedoman
Tatalaksana
2012
lengkap
- Nasoendoskopi
- Kultur resistensi
- Rontgen sinus ( waters,
Caldwelluck)
- Tindakan bedah hidung
sinus
konvensional
Skrining tanda dan gejala
klinis
Rhinitis Alergi
Epistaksis
- Nasoendoskopi
mencari sumber
Perdarahan
- Tampon hidung anterior
dan posterior
- Ligasi
Benda Asing di
esophagus
Benda asing di
Bronkus
- Foto Thoraks
- Foto thoraks
Speech
delayed
(Terlambat
bicara)
- Pemeriksaan Emisi
Otoakustik
20
2012
DIAGNOSIS
PPK 1
(RAWAT INAP)
STROKE
Skrining tanda serta
Perdarahan
gejala klinik
Intra Serebral
PPK 2
PPK 3
Diagnostik dan
penanganan stroke PIS
Diagnostik dan
penanganan stroke PIS
disertai komplikasi
inrakranial (TTIK) dan
ekstrakanial (emboli paru,
respiratory failure)
Penanganan sesuai
guideline stroke
Rujuk ke PPK 1
CT Scan kepala
Terapi : antiedem, operatif
atas indikasi, rehabilitasi
Pemeriksaan penunjang
(EKG, Foto Thorax, profil
lipid, pemeriksaan darah
perifer lengkap)
STROKE
INFARK
Diagnostik dan
penanganan stroke infark
dengan komplikasi
Pemeriksaan penunjang :
EKG, Ro-Thorax,
pemeriksaan darah perifer
lengkap, faktor resiko (gula
darah, profil lipid,asam
urat)
Diagnostik dan
penanganan stroke infark
dengan komplikasi
neuroprotektan,
antiplatelet agregasi,
penanganan faktor
resiko (sesuai
guideline stroke)
Pemeriksaan penunjang
(EKG, ,CT-scan kepala atas
indikasi, USG
karotis,Transcranial
Doppler,Echocardiografi)
21
2012
FISIOTERAPI
Setelah lewat fase akut
rujuk balik
Bila komplikasi berat dan
tidak tertangani rujuk ke
PPK 3
Meningitis
serosa
Diagnostik dan
penanganan Pemeriksaan
Penunjang : LP,
pemeriksaan darah rutin,
kimia, elektrolit, sputum
BTA, foto thorax
Diagnostik dan
penanganan komplikasi
meningitis
Rujuk ke PPK 2
Pemeriksaan penunjang :
CT scan bila ada tandatanda TTIK, LP dengan
pemeriksaan kultur Terapi
sesuai diagnostik,
dexamethason, operatif
bila tanda-tanda TTIK akut
Tetanus
Tindakan lanjutan :
tracheostomi Penanganan
komplikasi tetanus (kejang
tidak teratasi, disotonomi,
pneumonia aspirasi ,
respiratory failure hebat,
kardiomipati, fraktur
kompresi)
22
Terapi Pendahuluan :
debridement luka, ATS
10.000 u, TT 0,5 cc,
Oksigen, diazepam
injeksi, metronidazole
3x500mg antibiotic
(tetrasiklin
4x500mg) Tetanus
grade I
Tetanus grade II -V
Rujuk ke PPK 2
2012
Terapi : metronidazole
3x500mg (14 hari),
tetrasiklin 4x500 mg (10
hari), debidrement,
diazepam injeksi)
Setelah perbaikan rujuk
kembali ke PPK 1
ENSEFALITIS
Penegakkan Diagnosis : LP
Penanganan komplikasi
pada ensefalitis (status
epileptikus), perlu
perawatan ruang intensif
Penanganan kejang :
diazepam injeksi
Pemeriksaan penunjang :
pemeriksaan darah, foto
thorax, EEG,
Pemeriksaan penunjang :
LP, EEG, CT Scan,
pemeriksaan antigen antibodi spesifik untuk
virus
Antiviral (acyclovir)
Perbaikanrujuk balik
Therapi Simptomatis :
untuk demam
(parasetamol)
Rujuk ke PPK 2
23
MYELORADIKU
LOPATI
MYELOPATI
RADIKULOPATI
2012
Simptomatis : anti
nyeri (Na diklofenak)
dan tirah baring
Pemeriksaan penunjang :
pemeriksaan darah, foto
thorax, foto vertebra,
myelografi
Rujuk ke PPK 2
Rujuk ke PPK 3
Rujuk Ke PPK 2
Simptomatis : anti
nyeri (Na diklofenak)
24
STATUS
EPILEPTIKUS
Diagnosa berdasarkan
gejala klinis,
tatalaksana serangan
kejang akut
(pemberian diazepam
dan loading dose OAE)
segera rujuk PPK 1
Penanganan status
epileptikus, mencari
etiologi.
2012
Diagnostik status
epileptikus (EEG, CT scan,
MRI)
Penanganan di
ruang intensif
Bila perbaikan dan kejang
terkontrol Rujuk balik
PPK 2
SOL
( Tumor
Intrakranial
dan infeksi
intrakranial )
Diagnosa berdasarkan
gejala klinis
Diagnostik dan
penanganan lebih lanjut
TTIK (gejala berupa
penurunan kesadaran,
muntah, nyeri kepala,
papiledema)
Penanganan Subspesialistik
(operatif, kemoterapi,
radioterapi)
Penatalaksanaan :
dexamethason dan
ranitidine injeksi
Rujuk PPK 2
Pemeriksaan penunjang :
foto polos tengkorak, CT
Scan kepala dengan
kontras
Pemeriksaan penunjang :
PA
25
NO
1
DIAGNOSIS
(RAWAT
JALAN)
Sequele Stroke
PPK 1
Skrining tanda dan
gejala klinis dan faktor
resiko
PPK 2
Penanganan faktor resiko
dan kecacatan
(rehabilitasi)
2012
PPK 3
-
Radikulopati
CTS
Simptomatis : anti
nyeri (Na diklofenak),
bila tdk ada
perubahan rujuk ke
PPK 2
Penanganan
simptomatik analgetik,
dan posisioning
EMG
26
2012
penanganan analgetik
deksamethason injeksi
fisioterapi
terapi medikamentosa
operatif bila ada indikasi
Parkinson
Rujuk ke PPK 2
Obat antiparkinson
Pemeriksaan darah untuk
mencari faktor resiko
Pemeriksaan CT Scan
Bila gejala terkontrol
rujuk balik ke PPK 2
Parkinson sekunder
rujuk ke PPK 3
Bila ada perbaikan rujuk ke
PPK 1
5
Nyeri kepala
27
2012
Epilepsi
Vertigo
Pemeriksaan penunjang :
EEG, pemeriksaan darah
rutin, elektrolit, SGOT,
SGPT
EEG, MRI
28
Nyeri
(termasuk
nyeri
punggung
bawah)
2012
terapi simptomatik
konsul THT
Terapi simptomatik,
fisioterapi
Terapi simptomatik,
fisioterapi
terapi simptomatik
Penanganan nyeri :
analgetik, fisioterapi
Analgetik, fisioterapi
Neuropati/
Polineuropati
terapi siimptomatik,
mencari factor resiko
EMG
29
10
Meningitis
(post
perawatan)
2012
Diagnostik dan
penanganan Pemeriksaan
Penunjang : LP,
pemeriksaan darah rutin,
kimia, elektrolit, sputum
BTA, foto thorax
Diagnostik dan
penanganan komplikasi
meningitis
Pemeriksaan penunjang :
CT scan bila ada tandatanda TTIK, LP dengan
pemeriksaan kultur Terapi
sesuai diagnostik,
dexamethason, operatif
bila tanda-tanda TTIK akut
30
2012
DIAGNOSIS
PPK 1
PPK 2
PPK 3
Vitiligo
Terapi topikal
Bila tidak responsif rujuk
PPK 3
Terapi topical
Fototerapi
Liken Simpleks
Kronikus
Terapi topical
3.
Psoriasis
vulgaris
Terapi topical
Terapi sistemik
Terapi topikal
Terapi sistemik
Bila tidak responsif rujuk
PPK 3
4.
Dermatitis
Seboroik
Bila terdapat
komplikasi
eritroderma Rujuk
PPK 2
5.
Dermatitis
Numularis
Terapi topical
Terapi sistemik
Skabies
Penyuluhan
Terapi topikal
Terapi sistemik
7.
Tinea Kruris
Menghilangkan faktor
Terapi topikal
predisposisi
Terapi topikal
Terapi sistemik
Bila luas rujuk PPK
2
2012
8.
Keloid
Terapi topical
Bila tidak responsif
rujuk PPK 2
Terapi topikal
Tindakan: injeksi
kortikosteroid inralesi
Bila tidak responsif
rujuk PPK 3
Terapi topikal
Tindakan injeksi
kortikosteroid inralesi
dapat dikombinasikan
dengan bedah beku
Eksisi dengan radioterapi
9.
Xerosis Cutis
10.
Dermatitis
Kontak Iritan
Menyarankan kepada
penderita untuk
menghindari bahan
penyebab
Menyarankan
penderita untuk
menggunakan
pelindung seperti
sarung tangan jika
terpaksa harus kontak
dengan bahan
penyebab
Terapi topikal
Terapi sistemik
Bila tidak responsif
rujuk PPK 2
32
2012
NO
1.
DIAGNOSIS
KONJUNGTIVITIS
PPK 1
PPK 2
PPK 3
EVALUASI
Riwayat
trauma/kelilipan,
kontak
dengan
penderita
mata
merah,
riwayat
iritasi
dan
alergi/hipersensitiv
itas (udara, debu,
obat, makanan dll)
Pemeriksaan tajam
penglihatan
dengan
kartu
snellen dan koreksi
terbaik
menggunakan
pinhole.
Pemeriksaan
dengan
lampu
senter dan lup
untuk
melihat,
konjungtivabulbi
dan tarsal, dan
memastikan pada
kornea
tidak
ditemukan
kelainan
akibat
perdagangan
konjungtiva.
Konjungtivitas
bakteri
bila
ditemukan
konjungtiva
hiperemis, secret
mukopurulen atau
purulen,
dapat
disertai membrane
atau
pseudomembran
pada konjungtiva
tarsalis.
Konjungtivitis virus
bila
ditemukan
konjungtiva
hiperemis, secret
2012
umumnya
mukoserosa dan
pembesaran
kelenjar
limfe
preaurikuler.
Konjungtivitis
alergi
bila
mempunyai
riwayat alergi atau
atopi
dan
ditemukan
keluhan gatal, dan
hiperemis
konjungtiva.
Curigai
Steven
Johnson syndrome
jika
terjadi
konjungtivitis pada
kedua mata yang
timbul
seteleh
minum
atau
mendapatkan
terapi
obatobatan.
Curigai
kojungtivitis
gonore, terutama
pada bayi baru
lahir,
jika
ditemukan
konjungtivitas
pada dua mata
dengan
secret
purulen
yang
sangat banyak.
PENATALAKSANAAN
Berikan tetes mata
kloramfenikol
Berikan obat tetes
(0,5% -1 %)6 kali
mata
antibiotik
sehari atau salep
sprektum luas 6 kali
mata 3x sehari
sehari dan/atau salep
selama minimal 3
mata 3 kali setiap bila
hari bila dicurigai
dicurigai infeksi bakteri
infeksi bakteri.
Berikan salep mata
Berikan salep anti
antivirus asiklovir 5 kali
virus jka sicurigai
sehari bila dicurigai
infeksi virus
infeksi virus.
Berikan tetes mata Berikan tetes mata anti
buatan
6
kali
alergi (kromolin glikat)
Berikan
tetes
antibiotika sesuai hasil
gram atau kultur, 6 kali
sehari atau salep mata
3 kali sehari bila infeksi
bakteri
Berikan tetes antivirus
sdoksuridin
atau
asiklovir bila infeksi
virus.
Berikan
tetes/salep
mata antihistamin atau
kortikosteroid
bila
34
sehari
bila
dan/atau anti inflamasi
dicurigai iritasi.
bila dicurigai reaksi
Pada
steven
alergi/hipersensitivitas
Jhonson
Berikan
tetes
/gel
syndrome,
lubrikan atau air mata
diberikan
tetes
buatan bila ditemukan
mata antiinlamasi
iritasi
(sterioid) dan air Dicari
factor
mata
predisposisi penyakit
buatan/lubrikan
yaitu sistemik (diabetes
kemudian rujuk ke
mellitus, TBC, kondisi
fasilitas sekunder
imunitas yang rendah,
untuk
cacingan,
kondisi
mendapatkan
immunocompromised).
penanganan lanjut Keadaan konjungtiva
dari
bagian
diperiksa 3 hari hingga
spesialis kulit.
sidapatkan perbaikan
Pada Konjungtivitis
klinis, Bila tidak ada
gonoro, pada bayi
perbaikan, memburuk
diberikan injeksi
atau terjasi kompliksi
penilisin procain
dalam 1 bulan, dirujuk
50.000
IU/Kg
ke
dokter
mata
bb/hari
dan
konsultan Infeksi dan
kloramfenikol
Imunologi atau fasilitas
tetes mata (0,5% mata tersier.
1,0%) tiap jam.Bila
tidak tidak ada
perbaikan
dan
atau
terjadi
komplikasi pada
kornea,
segera
rujuk ke fasilitas
sekunder
dan
tersier.
Bila tidak ada
perbaikan dengan
terapi dalam 1
minggu
pada
konjungtivitis
bakteri, 2 minggu
pada konjungtivitis
virus dan alergi,
segera rujuk ke
fasilitas sekundrt
atau tersier.
2012
2012
penyakit sistemik.
Berikan
terapi
oral/parenteral sistemik
bila ditemukan factor
predisposisi
sistemik
sesuai hasil konsultsi
bagian
yang
bersangkutan.
Keadaan konjungtiva di
periksa tiap 3 hari
hingga
didapatkan
perbaikan klinis dan
evaluasi
pengobatan
terhadap
factor
predisposisi
sistemik
dan local
EVALUASI
KERATITIS
DAN ULKUS
Riwayat
KORNEA
trauma
(kelilipan,
benda
asing di kornea,
khusus
riwayat
trauma
tumbuhtumbuhan
atau
pengunaan
obat
tetes
mata
tradisional
yang
berasal dari tumbuhtumbuhan
dapat
dicurigai disebabkan
oleh
jamur,
penggunaan lensa
kontak), pemakaian
kortikosteroid
topical.
Pemeriksaan tajam
penglihatan dengan
kartu Snellen dan
koreksi
terbaik
menggunakan pinhole.
Pemeriksaan dengan
lampu senter dan
lup untuk melihat
keadaan kornea
36
2012
perforasi (impending
perforasi (impending
perforation)
dan
perforation)
dan
perforasi.
perforasi.
Pemeriksaan
kerokan
Hipopion dapat ada
korea dengan penawaran
atau tidak ada.
Gram dan pemeriksaan Lakukan
foto
keadan
langsung dengan KOH 10%
kornea
dan
segmen
anterior lainnya.
Pemeriksaan
kerokan
kornea dengan pewarnaan
Gram,
Giemsa
dan
pemeriksaan
langsung
dengan KOH 10%
Pemeriksaan
kultur
kerokan kornea dengan
agar
darah
domba,
tioglikolat
dan
agar
sabouraud dekstrosa.
Bila segmen posterior sulit
dinilai,
lakukan
pemeriksaan
ultrasonografi.
Bila
didapatkan
adanya
kekeruhan vitreus dan
tanda-tanda endoftalmitis,
lakukan
prosedur
endoftalmitis.
PENATALAKSANAAN
Berikan tetes. Salep
mata kloramfenikol
(0,5-1%) enam kali
sehari, atau salep
mata tetrasiklin 3
kali sehari sekurangkurangnya untuk 3
hari.
Jangan
diberikan
kombinasi
antibiotika dengan
obat
yang
mengandung
kortikosteroid
Jang menggunakan
obat-obat
tradisional.
Segera rujuk ke
spesialis
mata
apabila :
Tajam
penglihatan
awal buruk atau
menurun
setelah 3 hari
pengobatan
Tampak
lesi
Pasien
dianggap
Pasien
dianggap
kurang patuh utnuk
kurang patuh utnuk
pemberian obat tiap
pemberian obat tiap
jam
jam
Diperlukan follow up
Diperlukan follow up
untuk
menilai
untuk
menilai
kebersihan terapi.
kebersihan terapi.
Apabila
ditemukan Apabila
ditemukan
gambaran ulkus kornea
gambaran ulkus kornea
dendritik, geogradik atau
dendritik, geogradik atau
stroma, dapat diberikan
stroma, dapat diberikan
salep mata asiklovir 5 kali
salep mata asiklovir 5 kali
sehari atau tetes mata
sehari atau tetes mata
idoksuridin tiap jam.
idoksuridin tiap jam.
Bila pada pemeriksaan Bila pada pemeriksaan
kerokan
kornea
kerokan
kornea
didapatkan hasil gram
didapatkan hasil gram
positif atau negative
positif atau negative
diberikan antibiotika tetes
diberikan antibiotika tetes
mata
golongan
mata
golongan
37
aminoglikosida
(gentamisin
,dibekasin,
tobramisin)
dengan
konsentrasi
yang
ditingkatkan (fortified)tiap
jam
atau
golongan
quinolone (sprofloksasin,
ofloksasin, levofloksasin)
tiap 5 menit pada 1 jam
pertama dilanjutkan tiap
jam. Keadaan kornea
diperiksa tiap hari hingga
didapatkan
adanya
kemajuan
pengobatan,
yang kemudian frakuensi
pemberian
dapat
dikurangi
hingga
2
minggu.
Bila
kerokan
kornea
didapatka hifa jamur (KOH
positif), berikan tetes
mata Natamisin 5 % tiap
jam tiga kali sekali.
Keadaan Korea diperiksa
tiap
hari
hingga
didapatkan
adanya
kemajuan
pengobatan,
yang kemudian frekuensi
pemberian
dapat
dikurangi
hingga
3-5
minggu.
Terapi tambahan yang
dapat diberikan adalah
tetes mata sikloplegik dan
anti glaukoma apabila
didapatkan peningkatan
TIO. Pemberian analgetik
apabila diperlukan.
Lakukan pemeriksaan gula
darah puasa dan 2 jam
setelah makan sebagai
salah satu factor risiko
ulkus kornea.
Rujuk ke spesialis mata
konsultan infeksi dan
imunologi mata atau klinik
mata
tersier
apabila
didapatkan :
Adanya
2012
aminoglikosida
(gentamisin
,dibekasin,
tobramisin)
dengan
konsentrasi
yang
ditingkatkan (fortified)tiap
jam
atau
golongan
quinolone (sprofloksasin,
ofloksasin, levofloksasin)
tiap 5 menit pada 1 jam
pertama dilanjutkan tiap
jam. Keadaan kornea
diperiksa tiap hari hingga
didapatkan
adanya
kemajuan
pengobatan,
yang kemudian frakuensi
pemberian
dapat
dikurangi
hingga
2
minggu.
Bila
kerokan
kornea
didapatkan hifa jamur,
diberikan tetes mata
Natamisin 5% tiap jam
dan salep mata Natamisin
5 % tiga kali sehari atau
bila
pasien
mampu,
berikan
tetes
mata
amfoterisin B 0,15% tiap
jam
(tetes
mata
amfoterisin B 0,15% dapat
dibuat dengan modifikasi
sediaan bubuk untuk
pemberian
intravena).
Keadaan kornea diperiksa
tiap
hari
hingga
didapatkan
adanya
kemajuan
pengobatan
yang kemusian frekuensi
pemberian
dapat
dikurangi hingga 3-5
minggu.
Terapi tambahan yang
dapat diberikan adalah
tetes mata sikloplegik dan
anti glaukoma apabila
didapatkan peningkatan
TIO. Pemberian analgetik
apabila diperlukan.
Lakukan pemeriksaan gula
darah puasa dan 2 jam
setelah makan sebagai
salah satu factor risiko
ulkus kornea.
Tidakan Bedah:
Keratektomi
superfinansial tanpa
membuat perlukaan
38
kecenderungan
untuk perforasi atau
perforasi.
Kedurigaan
ulkus
kornea jamur, tetapi
tidak
mempunyai
fasilitas pemeriksaan
langsung KOH 10%
atau
pewarnaan
jamur lainnya.
Tidak
didapatnya
kemajuan
terapi
setelah
3
hari
pengobatan (ulkus
kornea bakteri) atau
7 pengobatan (ulkus
kornea jamur).
2012
pada
membrane
Bowman
dengan
indikasi :
Keratitis
virus
epitelial
Erosi
kornea
rekuren
Keratektomi
superfinansial hingga
membran
Bowman
atau stroma anterior,
dengan indikasi :
Untuk
menegakkan
diagnosis,
terutama pada
ulkus
kornea
jamur.
Menghilangkan
materi
infeksi,
terutama jamur
Tarsorafi lateral atau
medial
,
dengan
indikasi :
Keratitis terpapar
Keratitis
neuroparalitik
Tissue adhesive atau
graft
amnion
multilayer,
dengan
indikasi :
Ulkus
korena
dengan tissue loss
berukuran kecil
Perforasi kornea
perifer berukuran
kecil
Flap
konjungtiva,
dengan indikasi :
Kecenderungan
perforasi/descem
atocele
Perforasi kornea
di perifer
Patch graft dengan
flap
konjungtiva,
dengan indikasi :
Kecenderungan
perforasi/descemato
cele
Perforasi kornea
di perifer
Keratoplasi tembus,
dengan indikasi :
Mempertahankan
39
2012
integritas
bola
mata
- Mengganti jaringan
kornea
yang
terinfeksi
dengan
donor kornea.
Fascia lata graft,
dengan indikasi :
- Mempertahankan
integritas bola mata,
dimana sulit untuk
mendapatkan donor
kornea
GLAUKOMA
KRONIS
EVALUASI
Pemeriksaan tajam
penglihatan dengan
kartu Snellen dengan
koreksi terbaik dan
pin-hole: biasanya
tajam
penglihatan
masih
baik.Pada
stadium
lanjut
didapatkan koreksi
tajam
penglihtan
tidak penuh dengan
pupil melebar dan
berwarna hitam.
Pemeriksaan dengan
lampu senter dan
lup: gambaran bola
mata tidak berbeda
dengan
gambaran
mata normal. Pupil
dapat
terlihat
midriasis dan reflex
cahaya yang lambat.
Pemeriksaan
funduskopi rasio
CD
(Perbandingan
antara
lebar
cekungan
papil
terhadap lebar papil
N.II) sebesar 0,6 atau
lebih.
Pemeriksaan
tekanan intraocular
dengan tonometer
Schiotz : TIO 28 mm
Hg (4,5/7,5) atau
lebih.
Pemeriksaan lapang
pandang dengan tes
konfrontasi
:
menyempit.
Klafisikasi
glaucoma
berdasarkan pemeriksaan
sudut bilik mata depan
(gonioskopi) dibagi ke
dalam glaucoma sudut
terbuka dan glaucoma
sudut
tertutup.
Berdasarkan etiologinya
dibagi kedalam glaucoma
sekunder.
Glaucoma
primer adalah glaucoma
yang
timbul
dengan
sendirinya pada orang
yang mempunyai bakat
bawaan
glaucoma,
sedangkan
glaucoma
sekunder adalah glaucoma
yang
timbul
sebagai
penyulit penyakit mata
lain baik yang sedang
maupun yang pernah
diderita serta penyakit
sistemik.
Glaukoma sudut terbuka
primer (glaucoma kronis)
Glaukoma
sudut
terbuka primer adalah
glaucoma primer yang
ditandai sudut bilik
mata
depan
yang
terbuka, atrifi dan
ekskavasi papil N.II
serta lapang pandang
karakteristik,
yang
bersifat
progessif
lambat,
disebabkan
oleh berbagai factor
risiko, terutama TIO
yang terlalu tinggi
untuk
kelangsungan
40
2012
kesehatan mata.
saraf optik.
Glaukoma sudut terbuka Pemeriksaan
tekanan
sekunder
intraocular
dengan
tonometer
Schiotz,
Gambaran klinis yang
tonometri aplanasi, tonomirip
dengan
pen dan bila ada dengan
glaucoma
sudut
tonometer non kontak.
terbuka primer antara
lapang
lain adalah glaucoma Pemeriksaan
pandang
dengan
alat
pigmenter, glaucoma
perimeter kinetic dan
kortikosteroid,
static baik manual maupun
glaucoma
computer:bila
pseudoeksfoliasi,
memungkinkan
dengan
glaucoma angle recess
Octopus atau Humphrey.
setelah trauma tumpul
Bila
memungkinkan
dan lain-lain.
evaluasi papil saraf optic
Glaukoma kronis sudut
dan serabut saraf retina
tertutup primer
dengan alat diagnostic
Glaukoma jenis ini
imaging
seperti
OCT
adalah
glaucoma
(optical
coherence
primer yang ditandai
tomography)dan
HRT
dengan tertutupnya
(Heidelberg
retinal
trabekulum oleh iris
topography).
perifer
secara
perlahan.Bentuk
primer
berkembang
pada mereka yang
memiliki
factor
predisposisi anatomi
berupa sudut bilik
mata depan tergolong
sempit.
Selain sudut bilik mata
depan yang tertutup,
gambaran
klinisnya
asimptomatis
mirip
glaucoma
sudut
terbuka
primer.
Glaukoma
tersebut
dapat
pula
berkembang
dari
bentuk
intermiten,subakut
atau
merambat
(creeping). Glaukoma
jenis
ini
juga
merupakan kelanjutan
glaucoma akut sudut
tertutup primer yang
tidak
mendapat
pengobatan
atau
setelah
mendapat
pengobatan yang tidak
sempurna atau setelah
terapi
iridektomi
perifer/trabekulektomi
(glaucoma residual).
41
2012
Pemeriksaan
tajam
penglihatan menggunakan
kartu Snellen dengan
koreksi dan
pin-hole.
Tajam penglihatan sentral
sering
masih
baik
walaupun penyakit sudah
stadium lanjut.
Pemeriksaan
dengan
biomiksokopi : Gambaran
bola mata tidak berbeda
dengan gambaran mata
normal.
Pupil
dapat
terlihat midriasis dan
reflex
cahaya
yang
lambat.Bilik mata depan
dalam dengan sudut bilik
mata depan yang terbuka
lebar pada glaucoma sudut
terbuka primer. Bilik mata
depan dangkal dan sudut
bilik mata depan sempit
pada glaucoma sudut
tertutup primer. Kelainan
glaucoma jenis ini bersifat
bilateral walaupun tidak
selalu simetris pada kedua
mata. Pada glaucoma
sudut terbuka sekunder
harus
dicari
factor
penyebab.
Pemeriksaan sudut bilik
mata depan menggunakan
teknik Van Herrick dan
sebaliknya menggunakan
gonioskopi.
Pemeriksaan funduskopi :
terlihat
atrofi
papil
glaukomatosa.
Pemeriksaan
tekanan
intraocular
dengan
tonometer Schiotz : TIO
umumnya lebih dari 21
mm Hg.
Pemeriksaan
lapang
pandang dengan alat
perimeter sederhana atau
perimeter Goldmann :
cacat lapang pandang
galukomatosa.
PENATALAKSANAAN
Tekanan intra ocular
diturunkan dengan
1. GLAUKOMA
TERBUKA PRIMER
SUDUT
1. GLAUKOMA
TERBUKA PRIMER
42
SUDUT
Tujuan
pengobatan
pada penderita yang
terbukti
menderita
glaucoma sudut terbuka
primer
adalah
mencegah berlanjutnya
kerusakan papil saraf
optic. Sampai saat ini
belum ada criteria yang
memuaskan
untuk
menetapkan tingkat TIO
yang dapat diterapkan
aman
untuk
mempertahankan
keadaan
lapang
pandang bagi semua
penderita. Ada yang
menurukan 30% lebih
rendah dari TIO awal.
Adapula
yang
menetapkan
target
pressure
dengan
perhitungan
khusus
yang
bersifat
individual/mata.
a. Medikamentosa
- Pemilihan
obat
untuk pengobatan
awal
didasarkan
pada
penilaian
mata
penderita
dan
status
kesehatan umum.
Bila cacat lapang
pandang
belum
lanjut atau TIO
tidak terlalu tinggi
maka terapi dapat
dicoba pada satu
mata lebih dahulu
untuk
menilai
manfaat dan efek
samping.
- Terapi
medikamentosa
bersifat
monoterapi
dimulai
dengan
timolol
maleat
(C.Timol) 0,25% 0,5% satu sampai
2x sehari bila tidak
ada kontraindikasi
atau
obat-obat
baru yang lain
(seperti glaupen,
2012
Medika mentosa
- Prinsip terapi mirip
dengan penanganan
pada
fasilitas
sekunder,
namun
dapat
pula
menggunakan obatobatan jenis terbaru,
seperti :
Prostaglandin
analog (Glaupen,
Glauplus,
Xalatan,
Travatan)
Penghambat
karbonik
anhidrase topical
(Dorzol, Azopt)
Alpha 2 agonist
adrenergic
Terapi laser beurpa
trabekuloplasti
argon
laser,
trabekuloplasti laser
selektif
Terapi
bedah
berupa
trabekulektomi
tanpa/atau
dengan
Mitomisin C/5Fluorourasil, non
penetrating
filtering surgery,
operasi drainase
implant,
siklodiatermi
dan
operasi
kombinasi
katarak
dan
glaukoma.
2. GLAUKOMA
SUDUT
TERBUKA SEKUNDER
Cari faktor penyebab
Medikamentosa
Prostaglandin
analog
(Glaupen,
Glauplus,
Xalatan,
Travatan)
Penghambat
karbonik
anhidrase
topical (Dorzol,
Azopt).
43
2012
glauplus, xalatan,
travatan, dorzol,
azopt). Bila dengan
obat
pertama
keadaan TIO yang
diharapkan belum
tercapai
tetapi
obat
tersebut
dianggap berespon
baik
(mencapai
nilai
efektif
farmakologis)
dapat ditambahkan
obat tetes lainnya,
tetapi bila bila
dianggap
tidak
efektif maka obat
pertama
diganti
dengan obat lain,
lalu
penilaian
diulang lagi. Bila
dengan
monoterapi atau
kombinasi ternyata
belum mencapai
sasaran
beurpa
penurunan
TIO
yang
tidak
memuaskan atau
tetap berlanjutnya
kerusakan
atau
sejak awal tekanan
lebih
dari
30
mmHg maka dapat
diberikan
terapi
sistematik dengan
penghambat
karbonik
anhidrase. Obat ini
biasanya dimulai
dengan dosis 125
mg, 3 4 kali per
hari.
Bila
efektivitas
yang
diharapkan belum
tercapai,
maka
dosis ditingkatkan
menjadi 250 mg
tiap 6 jam atau 500
mg setiap 12 jam.
Pada
setiap
pemberian
obat
asetazolamide
harus disertakan
pemberian
obat
preparat
kalium
Alpha 2 agonist
adrenergic
Terapi laser berupa
trabekuloplasti argon
laser, trabekuloplasti
laser selektif.
Terapi bedah berupa
trabekulektomi
tanpa/ atau dengan
mitomisin
C/5Fluorourasil,
non
penetrating filtering
surgery,
operasi
drainase
impant,
siklodiatermi
dan
operasi
kombinasi
katarak
dan
glaukoma.
3. GLAUKOMA
KRONIS
SUDUT TERTUTUP PRIMER
Terapi
medikamentosa
diberikan
baik
sebelum
terapi
definitive iridektomi
perifer
maupun
setelahnya.
Tindakan
bedah
trabekulektomi bila
TIO diatas 21 mmHg
setelah
tindakan
iridektomi
perifer
dan medikamentosa
Tindakan
bedah
kombinasi
trabekulektomi dan
katarak bila ada
indikasi keduanya.
Tindakan iridektomi perifer
laser atau trabekuloplasti
Pra dan setelah tindakan
diberikan alpha 2 agonis
Pemberian anti inflamaasi
topical setelah tindakan
selama 2-3 hari
Follow up tindakan laser
setelah 1 hari, 1 minggu
selanjutnya 4-8 minggu
minggu setelah tindakan
IP/trabekuloplasti laser.
Bila
TIO
naik
pertimbangan pemberian
medikamentosa
atau
tindakan trabekulektomi.
Minggu ke 8 lakukan
44
2012
45
2012
46
2012
250
mg
sehari
disertai dengan KCI
2-3 x 500mg
- Obat-obat
baru
seperti : Glaupen,
Glauplus,
Xalatan,
Travatan,
Dorzol,
Azopt.
Tindakan
bedah
trabekulektomi,
bila
dengan
tindakan
iridektomi perifer dan
obat-obatan
tekanan
intraocular masih diatas
21 mmHg.
4
KATARAK PADA
PENDERITA
DEWASA
EVALUASI
Pemeriksaan visus
dengan kartu Snellen
dengan
koreksi
terbaik
serta
menggunakan pinhole
Pemeriksaandengan
lampu senter dan lup
untuk
segmen
anterior
dimana
tidak
ditemukan
kekeruhan
kornea
dan tampak refleks
pupil yang masih
baik.
Tekanan intraokular
(TIO) diukur dengan
tonometer Schiotz.
Jika TIO dalalm batas
normal (kurang dari
21 mmHg) dilakukan
dilatasi pupil dengan
tetes
mata
tropicamide
0.5%,
setelah pupil cukup
lebar
dilakukan
pemeriksaan dengan
lampu senter dan lup
untuk
melihat
adanya kekeruhan
lensa.
Pemeriksaan
funduskopi dengan
oftalmoskop
langsung
untuk
melihat
segmen
posterior jika katarak
masih tidak terlalu
47
2012
b.
Derajat 2 : Nukleus
dengan kekerasan
ringan,
tampak
nukleus mulai sedikit
berwarna
kekuningan,
visus
biasanya antara 6/12
sampai 6/30. Refleks
fundus juga masih
mudah
diperoleh
dan katarak jenis ini
paling
sering
memberikan
gambaran
seperti
katarak
subkapsularis
posterior.
c. Derajat 3 : Nukleus
dengan kekerasan
medium,
dimana
nukleus
tampak
berwarna
kuning
disertai
dengan
kekeruhan korteks
yang
berwarna
keabu-abuan. Visus
biasanya antara 3/60
sampai 6/30.
d. Derajat 4 : Nukleus
keras,
dimana
nukleus
sudah
berwarna
kuning
kecoklatan dan visus
biasanya antara 3/60
sampai 1/60, dimana
refleks
fundus
maupun
keadaan
fundus sudah sulit
dinilai.
e. Derajat 5 : Nukleus
sangat
keras,
nukleus
sudah
berwarna kecoklatan
bahkan ada yang
sampai
berwarna
agak
kehitaman.
Visus biasanya hanya
1/60 atau lebih jelek
dan usia penderita
sudah diatas 65
tahun. Katarak ini
sangat keras dan
disebut
juga
brunescent cataract
atau black cataract.
Dilakukan
pemeriksaan
48
2012
fundus
dengan
oftalmoskopi
langsung
ataupun tidak langsung.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
bersifat non bedah,
dimana
pasien
dengan virus > 6/12
diberikan kacamata
dengan
koreksi
terbaik.
Jika visus <6/12 atau
sudah mengganggu
untuk
melakukan
kegiatan sehari-hari
berkaitan
dengan
pekerjaan
pasien
atau ada indikasi lain
untuk
opersai,
pasien dirujuk ke
dokter spesialis mata
pada
fasilitas
sekunder
atau
tersier.
Penatalaksanaan bersifat
non bedah, dimana pasien
dengan virus > 6/12
diberikan
kacamata
dengan koreksi terbaik.
Jika visus <6/12 atau
sudah mengganggu untuk
melakukan
kegiatan
sehari-hari
berkaitan
dengan pekerjaan pasien
atau ada indikasi lain
untuk
opersi,
dapat
dilakukan operasi ECCE
(Extra capsular cataract
extraction)
Operasi katarak dilakukan
menggunakan mikroskop
operasi dan peralatan
bedah mikro, dimana
pasien dipersiapkan untuk
implantasi lensa tanam
(IOL : Intraocular lens)
Ukuran
lensa
tanam
dihitung berdasarkan data
keratometri
serta
menggunakan biometri Ascan, tetapi bisa juga
berdasarkan anamnesis
menggunakan IOL standar
(power +20.00) dikurangi
ukuran kacamta yang
selama ini digunakan
pasien.Misalnya
jika
pasien
menggunakan
kacamata S-6.00 dapat
diberikan
IOL
power
+14.00
Perhatikan
juga
rekomendasi
tindakan
bedah katarak.
Penatalaksanaan bersifat
bedah, jika visus sudah
mengganggu
untuk
melakukan
kegiatan
sehari-hari
berkaitan
dengan pekerjaan pasien
atau ada indikasi lain
untuk operasi.
Operasi katarak dilakukan
menggunakan mikroskop
operasi dan peralatan
bedah mikro, pasien
dipersiapkan
untuk
implantsi lensa tanam (I)L:
intraocular lens)
Ukuran
lensa
tanam
dihitung berdasarkan data
keratometri
serta
menggunakan biometri Ascan.
Teknik bedah katarak
menggunakan
teknik
manual ECCE atau pun
fakoemulsifikasi dengan
mempertimbangkan
derajat katarak serta
tingkat kemampuan ahli
bedah
Operasi katarak hanya
dilakukan jika visus sudah
mengganggu
kegiatan
sehari-hari pasien dimana
pasien
berkesempatan
melakukann
diskusi
dengan dokter mengenai
alternative lain selain
operasi,risiko
operasi,
serta perawatan pasca
operasi.
Pasien mengisi surat izin
tindakan medis (informed
consent).
Setiap kali melakukan
pemeriksaan pre operasi
mencakup hal-hal berikut
:
Anamnesis riwayat
penyakit
mata,
penyakit
lain
ataupun alergi.
49
2012
Visus tanpa koreksi
dengan Snellen serta
refraksi terbaik.
Pengukuran tekanan
intraocular
Penilaian
fungsi
pupil (reflex pupil).
Pemeriksaan mata
luar
(external
examination) dengan
senter dan lup atau
slit lamp bergantung
fasilitas.
Pemeriksaan fundus
dengan dilatasi pupil
50
2012
refraksi
pasca
operasi
yang
direncanakan serta
jadwal pemeriksaan
pasca bedah).
Melakukan evalusi
pre operasi diatas
termsuk
pemeriksaan
laboraturium serta
berdiskusi
dengan
pasien
ataupun
keluarga pasien yang
dianggap
lebih
mengerti dan dapat
bertindak atas nama
pasien.
Operasi katarak bilateral (
operasi dilakukan pada
kedua mata sekaligus
secara beruntun) sangat
tidak dianjurkan berkaitan
dengan
risiko
pasca
operasi
(endoftalmitis)
yang bisa berdampak
kebutaan.Tetapi
ada
beberapa keadaan khusus
yang bisa dijadikan alasan
pembenaran
dan
keputusan
tindakan
operasi katarak bilateral
ini
harus
dipikirkan
sebaik-baiknya.
Operasi
tidak
boleh
dilakukan pada keadaan
sebagai berikut :
Pasien menolak
tindakan operasi
Pemberian kacamata
ataupun alat bantu
penglihatan lainnya
masih
cukup
memuaskan
bagi
pasien.
Ada dugaan bahwa
operasi tidak dapat
meningkatkan
penglihatan pasien
pasca operasi.
Kualitas hidup pasien
belum
terganggu
dengan
gangguan
penglihatan
yang
dialaminya.
Pasien tidak dapat
menjalani
operasi
51
2012
katarak
berkaitan
dengan
penyakit
mata lain ataupun
keadaan kesehatan
akibat
penyakit
lainnya.
Pasien tidak dapat
memberikan surat
izin tindakan medis
yang sah secara
hukum
karena
kurang pengertian
ataupun
kurang
informasi.
Pasien tidak dapat
mengikuti petunjuk
pengobatan pasca
operasi.
52
2012
optimal
yang
diharapkan.
Pada pasien dengan
risiko tinggi, seperti
pada pasien dengan
satu
mata,
mengalami
komplikasi intra
operasi atau ada
riwayat
penyakit
mata
lain
sebelumnya seperti
uveitis,
glaukoma
dan lain-lain, maka
pemeriksaan harus
dilakukan harus satu
hari setelah operasi.
Pada pasien yang
dianggap
tidak
bermasalah
baik
keadaan pre-operasi
maupun
intra
operasi serta diduga
tidak
akan
mengalami
komplikasi lainnya
maka
dapat
mengikuti petunjuk
pemeriksaan
lanjutan (follow up)
sebagai berikut:
Kunjungan
pertama:
dijadwalkan
dalam waktu 48
jam
setelah
operasi
(untuk
mendeteksi dan
mengatasi
komplikasi dini
seperti
kebocoran luka
yang
menyebabkan
bilik
mata
dangkal,hipotonu
s,
peningkatan
tekanan
intraocular,
edema
kornea
ataupun tandatanda
peradangan.
Kunjungan kedua
:
dijadwalwak
53
2012
pada hari ke 4-7
setelah operasi
jika
tidak
dijumpai masalah
pada kunjungan
pertama, yaitu
untuk
mendeteksi dan
mengatasi
kemungkinan
endoftalmitis
yang
paling
sering
terjadi
pada
minggu
pertama pasca
operasi.
Kunjungan
ketiga:
dijadwalkan
sesuai
dengan
kebutuhan
pasien
dimana
bertujuan untuk
memberikan
kacamata sesuai
dengan refraksi
terbaik
yang
diharapkan.
Obat-obat
yang
digunakan
pasien
pasca
operasi
bergantng
dari
keadaan mata serta
disesuaikan dengan
kebutuhan masingmasing
pasien
(misalnya analgetika,
antibiotika oral, anti
glaukoma
atau
edema kornea, dan
lain-lain).
Tetapi
penggunaan
tetes
mata
kombinasi
antibiotika
dan
steroid
harus
diberikan
kepada
pasien
untuk
digunakan
setiap
hari selama minimal
2 minggu pasca
operasi.
54
PTERYGIUM
2012
EVALUASI
Pemeriksaan cukup
dengan lup dan
lampu
senter,
diperiksa
segmen
anterior
serta
ditentukan derajat
pertumbuhan
pterygium
Tajam penglihatan
penderita diperiksa
dengan Snellen
Tekanan intraokular
(TIO) diukur dengan
tonometer Schiotz
untuk memastikan
tidak ada penyakit
penyerta
lainnya
(glaukoma).
Pada
pterygium derajat 4
yang tidak dapat
diukur
dengan
tonometer Schiotz,
perkiraan
TIO
diperiksa
dengan
cara palpasi digital
(dengan jari tangan).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
bersifat non bedah,
penderita
diberi
penyuluhan untuk
mengurahi
iritasi
maupun
paparan
terhadap ultra
violet.
Pada
pterygium
derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi,
pasien
dapat
diberikan obat tetes
mata
kombinasi
antibiotic
dan
steroid seperti CXitrol 3 kali sehari
selama 5-7 hari.
Diperhatikan
juga
bahwa penggunaan
kortikosteroid tidak
dibenarkan
pada
penderita
dengan
TIO
yang
tinggi
Penatalaksanaan
bersifatnon bedah pada
pterygium derajat 1 dan 2,
yaitu edukasi terhadap
pasien untuk mengurangi
iritasi dan paparan ultra
violet. Jika pterygium
mengalami
inflamasi,
dapat diberikan obat tetes
mata kombinasi antibiotic
dan steroid sepertiCXitrol 3 kali selama 5-7
hari. Diperhatikan juga
bahwa
penggunaan
kortikosteroid
tidak
dibenarkan
pada
penderita dengan TIO
yang
tinggi
ataupun
mengalami
kelainan
kornea.
Pada pterygium derajat 3
dan 4, dilakukan tindakan
bedah
berupa
avulsi
(pengangkatan)
Penatalaksanaan
pada
fasilitas tersier bersifat
bedah
dengan
memperhatikan
tujuan
utama dari pengangkatan
dari pterygium, yaitu:
Teknik
operasi
yang
dianjurkan adalah dengan
avulse pterygium disertai
cangkok
konjungtiva
(conjunctival limbal graft)
Penggunaan Mitomycin C
sebaiknya hanya pada
untuk penanganan kasus
pterygium yang rekuren,
mengingat komplikasi dari
mitomycin C yang cukup
berat.
Sebagai
perbandingan
angka kekambuhan pasca
pengangkatan pterygium
dapat dilihat dari berbagai
55
pterygium.
Sedapat
mungkin setelah avulse
pterygium maka bagian
konjungtiva
bekas
pterygiumtersebut
ditutupi dengan cangkok
kongjungtiva yang diambil
dari bagian kanjungtiva
superior
untuk
menurunkan
angka
kekambuhan.
2012
TECHNIQUE
RECURENCE RATE
Bare
61 % (Tan et al)
Sclera
Graft
Graft
Intra-Operative Mitomycin C
5,8% (Helal et al)
Amniotic
Membrane
10,9%(Prabhasawat et al)
Transplantation
3% (Solomon et al)
6
KELAINAN
REFRAKSI
PADA ANAK
EVALUASI
Mengenali
gejala
dan tanda pada
masing-masing
kelainan
refraksi
sesuai usia. Usia
biasanya
dibagi
menjadi 3 kelompok
yaitu usia < 2 thn,
usia prasekolah (2-5
thn),
dan
usia
sekolah.
Pemeriksaan posisi
dan gerak bola mata.
Pemeriksaan visus
yang
disesuaikan
dengan
umur
(kelompok
non
verbal
dengan
pemeriksaan fiksasi,
simbol chart, E Chart
dan kelompok verbal
dengan
Snellen
chart)
Pemeriksaan segmen
anterior
dengan
senter dan lup
56
posterior
dengan
oftalmoskop direk.
Pemeriksaan
kemungkinan ambliopia
dan atau mata juling.
PENATALAKSANAAN
Koreksi
kelainan
refraksi
pada
kelompok
usia
sekolah bila pada
pemeriksaan
subjektif
virus
mencapai 6/6.
Rujuk ke fasilitas
sekunder bila:
Pada kelompok
usia
sekolah
visus
dengan
koreksi
tidak
mencapai 6/6
Pada kelompok
usia
<2tahun
dan kelompok
usia prasekolah
didapatkan
tanda
dan
gejala kelainan
refraksi
dan
kemampuan
penglihatan
tidak
sesuai
dengan umur
Dijumpai
kelainan posisi
bola
mata
(kelainan
refraksi + mata
juling)
STRABISMUS
2012
posterior
dengan
oftalmoskop direk.
Mendeteksi
adanya
faktor-faktor ambliopia.
Koreksi kelainan refraksi
pada semua kelompok
umur harus berdasarkan
pertimbangan :
Apakah
besarnya
kelainan
refraksi
cukup mengganggu
aktifitas
Kemampuan
akomodasi pasien.
Kebutuhan
tajam
penglihatan sesuai
umur
Penatalaksanaan amblipio
dan akomodatif esotropia
Koreksi
(tindakan)sisa
esotropia pada kasus
akomodatif
esotropia
setelah koreksi kaca mata
diberikan
EVALUASI
Pemeriksaan visus
dilakukan
sesuai
Pemeriksaan
dilakukan
visus
sesuai
Pemeriksaan
dilakukan
visus
sesuai
57
keadaan.
Bila
penderita
adalah
bayi, pemeriksaan
visus
secara
subyektif
belum
dapat
dilakukan,
hanya
dapat
dilakukan dengan
memperlihatkan
sesuatu
yang
berwarna-warni di
depan wajah bayi
tersebut
bila
penderita
anak
yang sudah lebih
besar pemeriksaan
dilakukan
sesuai
tingkatan usia dan
kemampuan
masing-maisng
anak, demikian pula
yang dewasa.
Pemeriksaan
dengan
lampu
senter dan lup
untuk
segmen
anterior,
dinilai
bagaimana keadaan
kornea, iris/pupil
termasuk
reflek
pupil dan lensa.
Dilakukan penilaian
pergerakan
bola
mata untuk melihat
ada
tidaknya
hambatan
pergerakan
bola
mata.
Penetuan
kedudukan
bola
mata dengan cara
Hirschberg.
Funduskopi dengan
oftalmoskop direk.
PENATALAKSANAAN
Rujuk ke
sekunder
fasilitas
2012
58
kelainan refraksi.
Bila dengan pemberian
kaca mata tidak ada
perbaikan
pada
deviasinya maka dirujuk
ke fasilitas kesehatan
tertier untuk dilakukan
penatalaksanaan
selanjutnya.
TUMOR
ORBITA
2012
EVALUASI
Identitas : umur
(anak, dewasa muda,
dan tua)
Anamnesis
(mata
menonjol/benjolan
atau ulkus dikelopak
mata dan putih
mata, lama gejala,
penglihatan ganda,
rasa
nyeri,
dan
penurunan visus).
Pemeriksaan mata
tanpa slitlamp :
Terlihat adanya
benjolan/ulkus
di
palpebrakonjungtiva
dengan
59
permukaan
berbenjolbenjol
pada
usia tua, tidak
menyembuh
dengan
pengobatan
antibiotika,
dengan lama
gejala
yang
khronisdiagnosis
tumor ganas
epitel adneksa
(basalioma;kar
sinoma
sel
skuamosa;
adenokarsinom
a
kelenjar
Meibom; atau
melanoma
maligna).
Teraba massa
di
orbita
dengan lokasi
tertentu,
menunjukkan
lebar
fisura
yang melebar,
gejala
dirasakan lebih
dari 1 tahun,
dan
usia
dewasa muda
diagnosis
tumor primer
orbita jinak.
Adanya
keluhan rasa
nyeri disertai
tanda
meradang di
sekitar massa
tumor, gejala
dirasakan akut
(kurang
1
tahun),
dan
umur tua
diagnosis
tumor primer
orbita ganas.
Jika
gejala
diderita oleh
semua umur
dapat
dipikirkan
menyembuh dengan
pengobatan
antibiotika, dengan
lama gejala yang
khronis-diagnosis
tumor ganas epitel
adneksa
(basalioma;karsino
ma sel skuamosa;
adenokarsinoma
kelenjar Meibom;
atau
melanoma
maligna).
Teraba massa di
orbita dengan lokasi
tertentu,
menunjukkan lebar
fisura yang melebar,
dengan lama gejala
lebih dari 1 tahun,
dan usia dewasa
muda diagnosis
tumor primer orbita
jinak.
Adanya keluhan rasa
nyeri disertai tanda
meradang di sekitar
massa tumor, gejala
dirasakan
akut
(kurang 1 tahun),
dan umur tua
diagnosis
tumor
primer orbita ganas.
Jika gejala diderita
oleh semua umur
dapat
dipikirkan
suatu
proses
inflamasi.
Pemeriksaan orbita :
Pengukuran adanya
proptosis
dengan
menggunakan alat
Hertel
atau
penggaris di kantus
lateral ke ujung
kornea.
Pemeriksaan penunjang
radiologi :
Foto orbita baku
pada tumor primer
orbita
jinak
diharapkan
gambaran
perselubungan,
phlebolith,
atau
pembesaran rongga
2012
Arah terdorongnya
bola mata : bola
mata ke nasal
bawah:
Massa
temporal
atas
(kelenjar
lakrimal)
usia
muda,
pertumbuhan
lambat
:benign
mixed tumor usia
muda/tua,pertumb
uhan
cepat
:
adenoid
kistik
karsinoma
atau
keganasan
lain
bola
mata
ke
inferior:
massa
berada di superior
umumnya
neurilemmoma
atau kista dermoid
bola
mata
terdorong inferotemporal : massa
berada di nasal
tumor
berasal
sinus frontal, dapat
mukokel
atau
keganasan
dari
epitel
sinus
(karsinoma
sel
skuamosa)
bola
mata
terdorong
aksial : massa
berada di konus
umumnya tumor
dari saraf optik
terutama
pada
penderita berusia
muda, antara lain
glioma,
meningioma, dan
dapat
hemangioma
kavernosa
bola
mata terdorong ke
superior : massa
berasal
dari
inferior
kebanyakan tumor
ganas berasal dari
sinus maksila atau
jaringan
penunjang.
Kuadran
lokasi
60
2012
massa
berada
berlawanan
dengan
arah
terdorongnya bola
mata tumor sesuai
dengan
jaringan/organ
yang berada di
kuadran tersebut
Gangguan
gerak
bola
partial,
tempat hambatan
menunjukkan
lokasi
tumor
(kuadran lokasi)
Pemeriksaan
pulsasi : bila posifit
tumor dapat
berupa
neurofibroma atau
jika
diketahui
didahului
trauma/hipertensi
pada orang tua
dapat diferensiasi
dengan arteri-vena
fistula.
Jika tumor dapat
diraba,
dinilai
kekenyalannya.
Jika teraba lunak
dapat
diduga
tumor
bersifat
jinak, tetapi jika
keras kenyal dapat
dicurigai
tumor
bersifat ganas.
Pemeriksaan penunjang
radiologi :
Ultrasonografi
:
pemeriksaan tidak
invasif, penilaian
lebih
dititik
beratkan pada ada
tidaknya
tumor
dan refleks tumor.
Pemeriksaan USG
sukar
untuk
mendiferensiasika
n jenis tumor.
CT-scan
:
pemeriksaan
ini
cukup
untuk
mendiagnosis
tumor orbita serta
membantu untuk
61
PENATALAKSANAAN
Jika dicurigai tumor
jinak dan diagnosis
dibuat pseudotumor
dapat
diberikan
pengobatan steroid
oral,
seperti
prednisone
dosis
tinggi 12-16 tablet
(2mg
perKgBB)
setiap hari selama
dua
minggu,
kemudian
diturunkan
secara
bertahap. Jika tidak
berhasil sebaiknya
penderita dirujuk.
Pada tumor epitel
adneksa, berukuran
kecil dan diduga
jinak,
dapat
dilakukan ekstripasi
dengan
meninggalkan
jaringan sehat.Pada
tumor epitel yang
2012
penentuan
penatalaksanaan
selanjutnya. Untuk
membedakan sifat
tumor, jinak atau
ganas
dengan
menilai
batas
tumor.
Pemeriksaan MRI
dan
arteriografi
pada kasus khusus
yang mencurigai
fistula atau ingin
mengetahui tumor
berasal dari saraf
optik.
Pemeriksaan
Laboratorium :
Pemeriksaan
ini
sangat membantu
dalam
membedakan sifat
ganas tumor. Akan
tetapi pemeriksaan
penanda
ganas
tidak ada yang
spesifik
untuk
tumor
orbita,
tetapi
dengan
penanda
ganas
asam
sialat
menunjukkan nilai
kadar
yang
berbeda
bermakna.
Pemeriksaan fisik : untuk
mencari
adanya
keganasan
atau
metastasis.
Pemeriksaan
patologi
anatomi :
Benjolan/ulkus
dipalpebrakomjungtiva yang
meragukan
keganasan dapat
dilakukan
biopsi
eksisi
untuk
spesimen
pemeriksaan
patologi anatomi.
Massa orbita yang
mudah
teraba
dapat
dilakukan
tindakan
biopsi
62
2012
dengan
pemeriksaan
patologi
jaringan
tumor.Jika
diagnosis
meragukan,
sebaiknya
dirujuk.
Jika
meragukan
melakukan
tindakan,
terutama pada tumor
orbita, baik jinak, ganas
ataupun metastasis/invasi
sebaiknya
langsung
dirujuk.
Jika
memungkinkan
dapat
dilakukan tindakan biopsy
insisi untuk pemeriksaan
patologi.
Penatalaksanaan
selanjutnya dapat dirujuk
untuk
tindakan
pembedahan,
radiasi,
ataupun sitostatika.
insisi
sebagai
bahan
spesimen
pemeriksaan
patologi anatomi,
kecuali bila lokasi
di daerah kelenjar
lakrimal.
63
2012
harus dilakukan.
Pada tumor orbita, baik
jinak, ganas, ataupun
metastasis/invasi
sebaiknya
dilakukan
tindakan biopsy insisi
untuk
pemeriksaan
patologi. Penatalaksanaan
sebelumnya
dengan
melakukan pemeriksaan
penunjang, terutama CTscan untuk mengetahui
dengan
tepat
lokasi
tumor.
Selanjutnya
dapat
dilakukan pembedahan,
jenis pembedahan sesuai
dengan lokasi dan jenis
tumor. Pemberian terapi
tambahan radiasi dan
sitostatika dapat diberikan
sesuai kebutuhan dan
sesuai dengan patogenesa
jenis
tumor,
dengan
kerjasama antar disiplin.
9
DIABETIK
RETINOPATI
EVALUASI
Anamnesia semua
penderita
diabetes
mengenai
keluhan
penglihatan.
Pemeriksaan
visus
dengan
Snelen chart
Pemeriksaan
tekanan
bola
mata
dengan
tonometer
Schiozt
Pemeriksaan
refleks
cahaya
pada pupil baik
langsung maupun
tak langsung
Pemeriksaan
funduskopi
dengan
menggunakan
ophhalmoscope
direk, apakah ada
perdarahan,
eksudat
atau
kekeruhan
Pemeriksaan
mata
dasar yang meliputi
visus, tekanan bola
mata, kedudukan bola
mata, pergerakan bola
mata, segmen anterior
dan segmen posterior.
Pemeriksaan segmen
anterior
dengan
menggunakan slit lamp
untuk melihat apakah
ada epiteliopati kornea,
flare dan sel di BMD,
RAPD, neovaskularisasi
iris, tingkat kekeruhan
lensa,
kekeruhan
vitreus.
Pemeriksaan segmen
posterior
dengan
menggunakan
oftalmoskop
indirek,
untuk
melihat
kekeruhan
vitreus
karena
perdarahan
atau adanya jaringan
fibro-vaskular,
perdarahan
retina,
eksudat,
pelebaran
Fundus
Fluorocence
Angiography
(FFA),
dilakukan apabila ada
indikasi.
USG,
bila
terdapat
kekeruhan media dan
fundus tidak tembus.
ERG
64
2012
vena,
intra-retinal
microvascular anomaly
(IRMA)
dan
neovaskularisasi.
PENATALAKSANAAN
Seleksi pasien, ada
diabetes
mellitus
atau
tidak,
Bila
ditemukan adanya
diabetes
mellitus,
pasien dikonsulkan
ke
dokter
ahli
penyakit
dalam
untuk
mengontrol
gula darahnya dan
apabila
dari
anamnesis penyakit
diabetes
diderita
sudah lebih dari 2
tahun,
penderita
dirujuk ke pelayanan
kesehatan
mata
sekunder
(SEC)
untuk evaluasi lebih
lanjut.
Apabila
diabetes
diderita
kurang dari 2 tahun,
pasien
dapat
dikonsul
bilamana
keadan
keadaan
memungkinkan.
Apabila
dari
anamnesis
tidak
diketahui lamanya
diabetes
diderita,
pasien dapat dirujuk
langsung
untuk
evaluasi
segmen
posterior.
Apabila funduskopi
tersedia
dan
gambaran
fundus
dapat dinilai, adanya
retinopati
merupakan indikasi
untuk rujukan ke
tingkat yang lebih
tinggi.
10
RETINA LEPAS
(RETINAL
DETACHMENT)
Pendarahan
intra
retina 4 kwadran
Pelebaran vena 2
kwadran
Intra
retina
mikrovaskular
abnormalism
1
kwadran
Pasien
dengan
Proliferative
Diabetic
Retinopathy (PDR), yaitu
dengan
adanya
pendarahan vitreus dan
pertumbuhan
jaringan
fibrovaskular di vitreus,
dirujuk ke pelayanan
kesehatan mata tersier.
Apabila
ditemukan
katarak yang mempersulit
evalusi segmen poeterior,
dapat dilakukan operasi,
dengan penjelasan akan
prognosis penglihatan dan
kemungkinan retinopati
bertambah berat setelah
operasi.
EVALUASI
Anamnesia
Melakukan
evaluasi
Melakukan
tindakan
65
2012
seperti pelayanan di
PEC, ditambah dengan
pemeriksaan
fundus
untuk evaluasi retina.
Pemeriksaan
fundus
sebaiknya
dilakukan
dengan
funduskopi
tidak langsung atau
dengan condensed wide
angle lens (Mainster
Ocular, Super Field
Volk, Super Pupil Volk
atau Goldmann 3mirror. Seluruh retina
lepas harus dianggap
sebagai rhegmatogen.
Pemeriksaan
kampimetri
dapat
dilakukan
sebagai
penunjang.
Pemeriksaan di SEC
sudah
dapat
menentukan
apakah
penderita perlu di rujuk
atau tidak ke TEC.
Apabila
tidak
ada
kecurigaan tetapi ada
keluhan,
penderita
harus
diistirahatkan
apabila
mengancam
macula,
hingga
tindakan
dilakukan.
Semua
jenis
rhegmatogen
yang
tidak
mengancam
macula
atau
jenis
traksional
yang
melibatkan
macula
harus
dirujuk
seceoatnya, umumnya
dalam beberapa hari.
Penderita dirujuk TEC
untuk
penanganan
lebih lanjut dengan
penjelasan akan faktor
dan keberhasilan.
Melakukan
tindakan
sesuai dengan jenis retina
lepas. Pada rhegmatogen
akut dan traksional yang
tidak mengancam macula,
operasi
dilakukan
secepatnya,
sedangkan
yang
kronik
dapat
dioperasi dalam waktu 1
minggu. Jenis operasi
(sclera buckling atau
vitektomi)
tergantung
kondisi yang dirtemukan,
dan
jenis
viteus
tamponade
ditentukan
oleh
keadaan
yang
ditemukan pre-operative
dan durante operasi,
kondisi mata sebelahnya
dan mobilitas penderita.
Tipe
exudative
memerlukan pengobatan
sesuai dengan penyakit
yang
mendasari.
Keberhasilan pengobatan
penyakit yang mendasari
akan memperbaiki retina
yang lepas.
PENATALAKSANAAN
Rujuk ke PPK 2
66
2012
No.
1.
A
DIAGNOSA
PPK 1
PPK 2
SpKJ (-)
SpKJ (+)
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Terapi
pemeliharaan/
lanjutan
setelah
penanganan
dan atas
petunjuk
dr.SpKJ selama
3 bulan untuk
selanjutnya
evaluasi ulang
ke PPK 2 atau
PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
jika
memungkinkan
- Jika tidak
memungkinkan
rujuk ke PPK 3
- Terapi
pemeliharaan
PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
Penatalaksanaan
Kondisi agresif :
Pilihan antipsikotik
- Haloperidol 0.252mg/hari (po)
- Risperidon 0.252mg/hari (po)
- Aripiprazol 515mg/hari (po)
Gejala depresi :
(pilihan)
- Sertralin
25mg/hari (po)
- Fluoksetin
10mg/hari (po)
Anti demensia :
- Donepezil
- Rivastigmin
Delirium
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2 dg
SpKJ/PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
jika
memungkinkan
- Jika tidak
memungkinkan
rujuk ke PPK III
Non farmakologik
- Terapi perilaku
- Terapi
stimulasi/aktivitas
- Psikoedukasi
keluarga
- Skrining
- Diagnosis
Terapi sesuai
penyebab
Kondisi
agitasi/psikotik :
Antipsikotik inj
- Haloperidol (im) 25mg, bila perlu
diulang tiap 1 jam
67
2012
atau Olanzapin
(im) 5mg
- Lorazepam (im, iv)
1-2mg
Antipsikotik oral
(pilihan)
- Haloperidol 2x0.51mg/hari
- Risperidon 0.51mg/hari
- Olanzapin 510mg/hari
- Quetiapin 25150mg/hari
Terapi tambahan
- Lorazepam 0.52mg/hari
2.
A
Non farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Reorientasi
lingkungan
- Edukasi keluarga
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF
Gangguan
- Skrining
- Skrining
- Skrining
- Skrining
Mental dan
- Kondisi akut :
- Kondisi akut :
- Diagnosis
- Diagnosis
Perilaku
rujuk ke
rujuk ke
- Penanganan
akibat
PPK 2/PPK 3
PPK 2 dg
kondisi akut
Penatalaksanaan :
Penyalahgun
SpKJ/PPK 3
jika
Antidotum Naloxon
aan Opioid
memungkinka HCl
(intoksikasi)
n
Naloxone (iv) mulai
- Jika tidak
dg 0.8mg evaluasi
memungkinka tiap 15, jika tidak
n rujuk ke
ada respon naikkan
PPK 3
dosis menjadi 1.6mg
sampai 3.2mg
Bila ada respon
teruskan pemberian
0.4mg/jam (iv)
Gangguan
Mental dan
Perilaku
akibat
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK II dg
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
Penyalahgun
aan Opioid
(putus zat)
- Terapi subtitusi
di PPK 1 yg telah
mampu laksana
SpKJ/PPK 3
- Terapi subtitusi
di PPK 2 yg telah
mampu laksana
jika
memungkinka
n
- Jika tidak
memungkinka
n rujuk ke
PPK 3
- Terapi
subtitusi di
PPK 2 yg telah
mampu
laksana
2012
Simtomatik sesuai
gejala
Subtitusi opioid :
- Metadon
- Bufrenorfin +
Nalokson
- Kodein
Subtitusi non opioid :
- Klonidin
Pemberian sedatifhipnotik dan
antipsikotik
diberikan sesuai
indikasi
Gangguan
Mental dan
Perilaku
akibat
Penyalahgun
aan
Amfetamin
(intoksikasi)
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
jika
memungkinka
n
- Jika tidak
memungkinka
n rujuk ke
PPK 3
Non farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Edukasi keluarga
- Rehabilitasi
- Skrining
- Diagnosis
- Observasi di IGD
Penatalaksanaan
Terapi simtomatik
Rangsang
muntah/kuras
lambung dg
activated charcoal
Antipsikotik :
- Haloperidol 25mg/kali
- Klorpromazin
1mg/kgBB
Antihipertensi :
Jika TD >
140/100mmHg
Gejala ansietas :
- Diazepam 3x5mg
- Klordiazepoksid
3x25mg
Bila kejang :
Diazepam 10-30mg
69
2012
(parenteral)
Gangguan
Mental dan
Perilaku
akibat
Penyalahgun
aan
Amfetamin
(putus zat)
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
jika
memungkinka
n
- Jika tidak
memungkinka
n rujuk ke
PPK 3
Cardiac monitoring
Propanolol 2080mg/hari
- Skrining
- Diagnosis
Penatalaksanaan
Observasi di IGD
Rawat inap jika
disertai tanda2
psikotik, depresi
berat atau ide bunuh
diri
Antipsikotik :
- Haloperidol 3x1.55mg
- Risperidon 2x1.53mg
Gejala ansietas :
- Alprazolam
2x0.25-0.5mg
- Diazepam 3x510mg
- Klobazam 2x10mg
Gejala depresi :
- Fluoksetin 1020mg
- Setralin 25-50mg
- Amitriptilin 2550mg
Gangguan
Mental dan
Perilaku
akibat
Penyalahgun
aan
Dekstrometo
rfan
(intoksikasi)
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
jika
memungkinka
n
- Jika tidak
memungkinka
n rujuk ke
Non farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Edukasi keluarga
- Rehabilitasi
- Skrining
- Diagnosis
- Observasi di IGD
Penatalaksanaan
Terapi simtomatik
Rangsang
muntah/kuras
lambung dg
activated charcoal
70
2012
PPK 3
Antipsikotik :
- Haloperidol 25mg/kali
- Klorpromazin
1mg/kgBB
2.6.
Gangguan
Mental dan
Perilaku
akibat
Penyalahgun
aan Alkohol
(intoksikasi)
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
jika
memungkinka
n
- Jika tidak
memungkinka
n rujuk ke
PPK 3
Kontraindikasi :
- Antidepresan
- Golongan
Benzodiazepin
- Skrining
- Diagnosis
- Observasi di IGD
Penatalaksanaan
Terapi simtomatik
Rangsang
muntah/kuras
lambung dg
activated charcoal
Antipsikotik :
- Haloperidol 25mg/kali
- Klorpromazin
1mg/kgBB
3.
A
Kontraindikasi :
- Antidepresan
- Golongan
Benzodiazepin
SKIZOFRENIA, GANGGUAN SKIZOTIPAL, GANGGUAN WAHAM DAN GANGGUAN SKIZOAFEKTIF
Skizofrenia,
- Skrining
- Skrining
- Skrining
- Skrining
Gangguan
- Kondisi
- Kondisi
- Diagnosis
- Diagnosis
Skizotipal,
emergensi :
emergensi :
Gangguan
Klorpromazin
Klorpromazin
Penatalaksanaa Penatalaksanaan
Waham
25-50mg (im)
25-50mg (im)
n
bila tidak ada
bila tidak ada
Fase akut
hipotensi
hipotensi
Fase akut
atau Lorazepam
atau Lorazepam
Non farmakologik
(im) 1-2mg
(im) 1-2mg
Non
- Hospitalisasi
- Rujuk ke PPK 2
- Rujuk ke PPK 2
farmakologik
- Seklusi (isolasi)
dg SpKJ/PPK 3
dg SpKJ/PPK 3
- Hospitalisasi
- Restrain (fiksasi)
- Terapi
- Terapi
- Seklusi
pemeliharaan
pemeliharaan
- Restrain
Pilihan antipsikotik
/lanjutan setelah
/lanjutan setelah
injeksi :
penanganan dan
penanganan dan Pilihan
- Klorpromazin 25atas petunjuk
atas petunjuk
antipsikotik inj :
50mg (im)
dr.SpKJ selama 3
dr.SpKJ selama 3 - Klorpromazin - Haloperidol 5mg
bulan untuk
bulan untuk
25-50mg (im)
(im)
71
selanjutnya
evaluasi ulang ke
PPK 2 atau PPK 3
selanjutnya
evaluasi ulang ke
PPK 2 atau PPK 3
2012
- Haloperidol
5mg (im)
- Olanzapin
10mg (im)
- Aripiprazol
9.75mg (im)
- Diazepam
10mg (im/iv)
- Olanzapin 10mg
(im)
- Aripiprazol 9.75mg
(im)
- Diazepam 10mg
(im/iv)
Antipsikotik oral
:
Generasi 1
- Haloperidol 520mg/hari
- Trifluoperazin 1550mg/hari
- Flufenazin 520mg/hari
- Perfenazin 1624mg/hari
- Klorpromazin 3001000mg/hari
Generasi 1
- Haloperidol
5-20mg/hari
- Trifluoperazin
15-50mg/hari
- Flufenazin 520mg/hari
- Perfenazin
16-24mg/hari
- Klorpromazin
3001000mg/hari
Generasi 2
- Risperidon 28mg/hari
- Olanzapin 1030mg/hari
- Quetiapin
300800mg/hari
- Klozapin 150600mg/hari
- Aripiprazol
10-30mg/hari
- Paliperidon 39mg/hari
- Olanzapin
sublingual
Fase stabil :
Non
farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Psikoedukasi
keluarga
- Intervensi
Antipsikotik oral :
Generasi 2
- Risperidon 28mg/hari
- Olanzapin 1030mg/hari
- Quetiapin 300800mg/hari
- Klozapin 150600mg/hari
- Aripiprazol 1030mg/hari
- Paliperidon 39mg/hari
- Olanzapin
sublingual
Fase stabil :
Non farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Psikoedukasi
keluarga
- Intervensi perilaku
- Intervensi
psikososial
Antipsikotik oral
Sama dengan di atas
72
perilaku
- Intervensi
psikososial
Antipsikotik oral
Sama dengan di
atas
Fase stabilisasi:
Non
farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Psikoedukasi
keluarga
- Intervensi
perilaku
- Intervensi
psikososial
- Terapi
okupasi/voka
sional
- Pelatihan
ketrampilan
social
- Rehabilitasi
Antipsikotik oral
Sama dengan di
atas
Sediaan
antipsikotik lain
- Haloperidol
dekanoat inj
- Flufenazin
dekanoat inj
- Risperidon
oral solution
- Risperidon
long acting inj
Penatalaksanaa
n efek samping
neurologis
(akatisia,
distonia,
parkinsonism) :
- Turunkan/he
ntikan obat
2012
Fase stabilisasi:
Non farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Psikoedukasi
keluarga
- Intervensi perilaku
- Intervensi
psikososial
- Terapi
okupasi/vokasiona
l
- Pelatihan
ketrampilan social
- Rehabilitasi
Antipsikotik oral
Sama dengan di atas
Sediaan antipsikotik
lain
- Haloperidol
dekanoat inj
- Flufenazin
dekanoat inj
- Risperidon oral
solution
- Risperidon long
acting inj
Penatalaksanaan
efek samping
neurologis (akatisia,
distonia,
parkinsonism) :
- Turunkan/hentika
n obat
- Difenhidramin inj
1-2cc (im)
- Triheksifenidil 112mg/hari
- Propanolol 1030mg/hari
- Lorazepam 16mg/hari
Sindroma
Neuroleptik
Malignansi (SNM) :
- Hentikan obat
73
4.
A
Gangguan
Skizoafektif
2012
- Difenhidrami
n inj 1-2cc
(im)
- Triheksifenidil
1-12mg/hr
- Propanolol
10-30mg/hr
- Lorazepam 16mg/hr
- Terapi suportif
- Perhatikan
keseimbangan
cairan dan
observasi tandatanda vital
- Rawat di ICU
- Bromokriptin
2.5mg, diberikan
2-3kali/hari,
maksimal
30mg/hari
- Dantrolen
1mg/kgBB/hari,
selama 8 hari
- Benzodiazepin 12mg (im)
- Skrining
- Kondisi
emergensi :
Klorpromazin
25-50mg (im)
bila tidak ada
hipotensi
atau Lorazepam
(im) 1-2mg
- Rujuk ke PPK 2
dg SpKJ/PPK 3
- Terapi
pemeliharaan
/lanjutan setelah
penanganan dan
atas petunjuk
dr.SpKJ selama 3
bulan untuk
selanjutnya
evaluasi ulang ke
PPK 2 atau PPK 3
- Skrining
- Kondisi
emergensi :
Klorpromazin
25-50mg (im)
bila tidak ada
hipotensi
atau Lorazepam
(im) 1-2mg
- Rujuk ke PPK 2
dg SpKJ/PPK 3
- Terapi
pemeliharaan
/lanjutan setelah
penanganan dan
atas petunjuk
dr.SpKJ selama 3
bulan untuk
selanjutnya
evaluasi ulang ke
PPK 2 atau PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
- Skrining
- Diagnosis
Penatalaksanaa
n
Sama dengan di
atas
Penatalaksanaan
Sama dengan di atas
Gelisah/insomni
a:
- Lorazepam
3x1-2mg
Pasien refrakter :
- Terapi kejang
listrik (ECT)
3x/minggu
- Klozapin 300750mg/hari
- Skrining
- Kondisi
akut/usaha
bunuh diri : rujuk
ke
PPK 2/PPK 3
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
(jika
memungkinka
n)
- Rujuk ke PPK
3
- Skrining
- Diagnosis
Mood stabilizer
:
- Divalproat 23x250mg
- Lithium
karbonat
2x400mg
Mood stabilizer :
- Divalproat 23x250mg
- Lithium karbonat
2x400mg
Gelisah/insomnia :
- Lorazepam 3x12mg
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Kondisi
tenang/kronis
: terapi
pemeliharaan
2012
- Gejala depresi
berat
- Risiko/usaha
bunuh diri
- Fungsi diri buruk
- Dukungan
keluarga buruk
Tindakan
- Hospitalisasi
- Seklusi (isolasi)
- Restrain (fiksasi)
Farmakologik :
Pilihan Antidepresan
Fase Akut :
- Amitriptilin 2575mg/hari
- Maproptilin 25100mg/hari
- Imipramin 2575mg/hari
- Fluoksetin 1040mg/hari
- Sertralin 2550/hari
- Duloksetin 4060mg/hari
- Venlafaksin 75150mg/hari
- Escitalopram 1020mg/hari
- Agomelatin 2550mg/hari
Fase Lanjutan :
Terapi dilanjutkan
hingga 6-12 bln
Dosis diturunkan
perlahan 4-12 mg
Non farmakologik :
- Psikoterapi
suportif
- Terapi perilaku
kognitif
- Terapi
interpersonal
- Terapi keluarga
75
Episode
manik
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
(jika
memungkinka
n)
- Kondisi
tenang/kronis
: terapi
pemeliharaan
2012
- Psikoedukasi
keluarga
- Skrining
- Diagnosis
Fase akut :
Tindakan
- Hospitalisasi
- Seklusi (isolasi)
- Restrain (fiksasi)
Agitasi akut
Antipsikotik injeksi :
Pilihan Lini 1
- Olanzapin 12x10mg/hr (im),
maksimal 3 hari
- Aripiprazol 13x9.75mg/hr (im),
maksimal 3 hari
Pilihan Lini 2
- Klorpromazin 12x25-50mg (im)
- Haloperidol 12x5mg (im)
- Diazepam 12x10mg (im)
Antipsikotik oral :
Pilihan Lini 1 :
- Lithium
- Karbamazepin
- Okskarbamazepin
- Asam valproat
- Natrium
divalproat
- Risperidon 28mg/hari
- Olanzapin 1030mg/hari
- Quetiapin 300800mg/hari
- Aripiprazol 1030mg/hari
- Klozapin 150600mg/hari
Pilihan Lini 2 :
76
2012
- Haloperidol 520mg/hari
- Klorpromazin 100300mg/hari
Gangguan
afektif
bipolar
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
(jika
memungkinka
n)
Kondisi
tenang/kronis
: terapi
pemeliharaan
Non farmakologik :
- Psikoterapi
suportif
- Terapi perilaku
kognitif
- Terapi
interpersonal
- Terapi keluarga
- Psikoedukasi
keluarga
- Skrining
- Diagnosis
Fase akut :
Tindakan
- Hospitalisasi
- Seklusi (isolasi)
- Restrain (fiksasi)
Antipsikotik injeksi :
Pilihan Lini 1
- Olanzapin 12x10mg/hr (im),
maksimal 3 hari
- Aripiprazol 13x9.75mg/hr (im),
maksimal 3 hari
Pilihan Lini 2
- Klorpromazin 12x25-50mg (im)
- Haloperidol 12x5mg (im)
- Diazepam 12x10mg (im)
Episode Mania Akut
Pilihan Lini 1 :
- Lithium
- Divalproat
- Olanzapin
- Risperidon
- Quetiapin
- Aripiprazol
- Lithium /
Divalproat +
77
2012
Risperidon
- Lithium /
Divalproat +
Quetiapin
- Lithium /
Divalproat +
Olanzapin
- Lithium /
Divalproat +
Aripiprazol
Pilihan Lini 2 :
- Karbamazepin
- Terapi Kejang
listrik (ECT)
- Lithium +
Divalproat
- Paliperidon
Pilihan Lini 3 :
- Haloperidol
- Klorpromazin
- Lithium /
Divalproat +
Haloperidol
- Klozapin
Tidak
direkomendasikan :
- Gabapentin
- Topiramat
- Lamotrigin
- Risperidon +
Karbamazepin
- Olanzapin +
Karbamazepin
Episode Depresi Akut
Pilihan Lini 1 :
- Lithium
- Lamotrigin
- Quetiapin
- Lithium /
Divalproat + SSRI
- Olanzapin + SSRI
- Lithium
+Divalproat
Pilihan Lini 2 :
- Quetiapin + SSRI
- Divalproat
- Lithium /
Divalproat +
Lamotrigin
78
2012
Pilihan Lini 3 :
- Karbamazepin
- Olanzapin
- Lithium +
Karbamazepin
- Lithium /
Divalproat +
Venlafaksin
- Lithium + MAOI
- Terapi kejang
listrik
- Lithium /
Divalproat + TCA
- Lithium /
Divalproat /
Karbamazepin +
SSRI + Lamotrigin
Fase Stabilisasi :
Non farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Psikoedukasi
keluarga
- Intervensi perilaku
- Terapi okupasi
- Intervensi
psikososial
Gangguan Bipolar I
Pilihan Lini 1 :
- Lithium
- Lamotrigin
- Divalproat
- Olanzapin
- Quetiapin
- Lithium /
Divalproat +
Quetiapin
- Risperidon depo
- Aripiprazol
Pilihan Lini 2 :
- Karbamazepin
- Lithium +
Divalproat
- Lithium +
Karbamazepin
- Lithium /
Divalproat +
Olanzapin
79
2012
- Lithium +
Risperidon
- Lithium +
Lamotrigin
- Olanzapin +
Fluoksetin
Pilihan Lini 3 :
Penambahan
- Fenitoin
- Olanzapin
- Terapi kejang
listrik
- Topiramat
- Asam lemak
omega 3
- Okskarbazepin
Gangguan Bipolar II
Episode Depresi Akut
:
Pilihan Lini 1 :
- Quetiapin
Pilihan Lini 2 :
- Lithium
- Lamotrigin
- Divalproat
- Lithium +
Divalproat +
antidepresan
- Lithium +
Divalproat
- Antipsikotik
atipikal +
antidepresan
Pilihan Lini 3 :
- Antidepresan
monoterapi
Non farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Psikoedukasi
keluarga
- Intervensi perilaku
- Terapi okupasi
- Intervensi
psikososial
5.
A
panik
emergensi
tanpa
- Rujuk ke PPK 2
agorafobia - Kondisi
- Gangguan
tenang/kronis
panik
terapi lanjutan
dengan
setelah
agorafobia
penanganan dan
- Agorafobia
atas petunjuk
tanpa
SpKJ
riwayat
gangguan
panik
emergensi
- Rujuk ke PPK 2
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
kondisi akut
- Terapi
lanjutan
2012
kondisi akut
Farmakologik
Pilihan gol
benzodiazepine
- Alprazolam 3x0.52mg/hari
- Lorazepam 2x 0.52 mg/hari
- Diazepam 2-3x5
mg/hari
Pilihan Antidepresan
- Golongan SSRI
Fluoksetin 10-20
mg/hari
Sertralin 25-50
mg/hari
Non farmakologik
- Terapi perilaku
kognitif
- Psikoedukasi
- Manajemen
ansietas
B
Gangguan
Ansietas
Menyeluruh
- Skrining
- Kondisi akut :
penanganan
emergensi
- Rujuk ke PPK 2
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Kondisi akut :
penanganan
emergensi
- Rujuk ke PPK 2
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
- Terapi
lanjutan
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
Farmakologik
Pilihan gol
benzodiazepine
- Alprazolam 3x0.52mg/hari
- Lorazepam 2x 0.52 mg/hari
- Diazepam 2-3x5
mg/hari
Pilihan Antidepresan
- Golongan SSRI
Fluoksetin 10-20
mg/hari
Sertralin 25-50
mg/hari
Pilihan lain :
- Buspiron
81
2012
- Venlafaxine
Gangguan
Obsesif
Kompulsif
Gangguan
Stres Pasca
Trauma
- Skrining
- Kondisi akut :
penanganan
emergensi
- Rujuk ke PPK 2
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Kondisi akut :
penanganan
emergensi
- Rujuk ke PPK 2
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
- Terapi
lanjutan
- Skrining
- Kondisi akut :
penanganan
emergensi
- Rujuk ke PPK 2
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Kondisi akut :
penanganan
emergensi
- Rujuk ke PPK 2
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
- Terapi
lanjutan
Non farmakologik
- Terapi perilaku
kognitif
- Psikoedukasi
- Manajemen
ansietas
Non farmakologik
- Terapi perilaku
kognitif
- Psikoterapi
berorientasi tilikan
- Psikoedukasi
Farmakologik
(pilihan) :
- Klomipramin 25100mg/hari
- Fluoksetin 2060mg/hari
- Sertralin 50150mg/hari
- Fluvoksamin 100200 mg/hari
Non farmakologik
- Terapi suportif
individu
- Psikoedukasi
- Latihan relaksasi
- Terapi perilaku
kognitif
Farmakologik
Sesuai dengan gejala
klinis yang menonjol
Gejala cemas :
- Klobazam 2x510mg
- Lorazepam 12x0.5-1mg
Gejala depresi :
- Fluoksetin 540mg/hari
- Sertralin 12.550mg/hari
- Fluvoksamin 25100mg/hari
82
2012
- Amitriptilin 2x1025mg
- Imipramin 1-2x1025mg
6.
SINDROM
PERILAKU
YANG
BERHUBUNG
AN DENGAN
GANGGUAN
FISIOLOGIK
DAN
FAKTOR
FISIK
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Kondisi
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
- Terapi
lanjutan
Gejala psikotik :
- Haloperidol 2x15mg
- Risperidon 2x12mg
- Olanzapin 1-2x2.510mg
- Quetiapin 50100mg
Non farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Psikoedukasi
keluarga
- Terapi perilaku
- Terapi kognitif
perilaku
Farmakologik
Anticemas
- Diazepam
- Alprazolam
- Lorazepam
- Klobazam
7.
GANGGUAN
KEPRIBADIA
N DAN
PERILAKU
MASA
DEWASA
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
- Terapi
lanjutan
8.
RETARDASI
MENTAL
- Skrining
- Diagnosis
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Kondisi
- Skrining
- Diagnosis
- Kondisi akut :
rujuk ke
PPK 2/PPK 3
- Kondisi
- Skrining
- Diagnosis
- Penanganan
kondisi akut
- Terapi
lanjutan
Antidepresan
- Amitriptilin
- Maproptilin HCl
- Imipramin
- Klomipramin
- Fluoksetin
- Sertraline
Psikoterapi
Non farmakologik
- Psikoedukasi
keluarga
- Pendidikan
tingkah laku
intensif
83
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
tenang/kronis
terapi lanjutan
setelah
penanganan dan
atas petunjuk
SpKJ
2012
- Anjuran ke
Sekolah
berkebutuhan
khusus
- Pelatihan
kemandirian
- Pelatihan
ketrampilan
Farmakologik
Bila ditemukan
gejala penyerta
- Anti depresan
- Anti cemas
- Anti psikotik
9.
A
- Skrining
- Diagnosis
Non
farmakologik
- Konseling
orang tua
- Psikoedukasi
keluarga
10.
A
Non farmakologik
- Konseling orang
tua
- Psikoedukasi
keluarga
- Terapi perilaku
- Terapi okupasi
- Terapi wicara
Farmakologik
Bila ditemukan
gejala penyerta
- Anti depresan
- Anti psikotik :
Risperidon 0,1-0,2
mg/kg/hari
(2 kali pemberian
po)
Aripiprazole 0,10,2 mg/kg/hari
(1 kali pemberian
po)
GANGGUAN PERILAKU DAN EMOSIONAL DENGAN ONSET MASA KANAK DAN REMAJA
Gangguan
- Skrining
- Skrining
- Skrining
Non farmakologik
pemusatan
- Rujuk ke PPK
- Rujuk ke PPK
- Diagnosis
- Konseling orang
perhatian dan
2/PPK 3
2/PPK 3
tua
hiperaktivitas
Non
- Psikoedukasi
farmakologik
keluarga
- Konseling
- Intervensi
orang tua
keluarga
- Psikoedukasi
- Intervensi
keluarga
psikososial
- Intervensi
- Terapi perilaku
keluarga
- Intervensi
Farmakologik
84
psikososial
Gangguan
tempertantr
um
Gangguan
depresi
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
Non
farmakologik
- Konseling
orang tua
- Psikoedukasi
keluarga
- Skrining
- Diagnosis
Non
farmakologik
- Konseling
orang tua
- Psikoedukasi
keluarga
- Psikoterapi
suportif
- Hospitalisasi
Gangguan
cemas
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
Non
farmakologik
- Konseling
orang tua
- Psikoedukasi
keluarga
- Psikoterapi
suportif
Gangguan
akibat
persaingan
antar
saudara
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
Non
farmakologik
- Konseling
orang tua
2012
- Metilfenidat
Dosis 0.3-1mg/kg
BB dalam dosis
terbagi
- Anti depresan
(SSRI)
Fluoksetin 1x5
mg/hari
Non farmakologik
- Konseling orang
tua
- Psikoedukasi
keluarga
- Parentings skills
training
Non farmakologik
- Konseling orang
tua
- Psikoedukasi
keluarga
- Psikoterapi
suportif
- Terapi keluarga
- Hospitalisasi
Farmakologik
- Anti depresan
(SSRI)
Non farmakologik
- Konseling orang
tua
- Psikoedukasi
keluarga
- Psikoterapi
suportif
- Terapi keluarga
Farmakologik
- Anti depresan
(SSRI)
- Anti insomnia
(Difenhidramin)
Non farmakologik
- Konseling orang
tua
- Psikoedukasi
keluarga
- Konseling
perkawinan
85
Gangguan
kelekatan
reaktif
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Psikoedukasi
keluarga
- Parentings skills
training
- Skrining
- Diagnosis
Non farmakologik
- Psikoedukasi
keluarga
- Psikoterapi
suportif
- Terapi keluarga
- Konseling
perkawinan
- Parenting;s skills
training
Non farmakologik
- Membatasi minum
di malam hari
- Toilet training
- Psikoterapi
suportif
- Konseling orang
tua
Non
farmakologik
- Psikoedukasi
keluarga
- Psikoterapi
suportif
G
Gangguan
enuresis
Gangguan
enkoperesis
Gangguan
makan
Gangguan
gagap
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
2012
- Skrining
- Diagnosis
Non
farmakologik
- Membatasi
minum di
malam hari
- Toilet training
- Psikoterapi
suportif
- Konseling
orang tua
- Skrining
- Diagnosis
Non
farmakologik
- Toilet training
- Psikoterapi
suportif
- Konseling
orang tua
- Skrining
- Diagnosis
Non
farmakologik
- Konseling
orang tua
- Skrining
- Diagnosis
Non
farmakologik
- Psikoterapi
suportif
Farmakologik
- Anti depresan
(Imipramin)
Non farmakologik
- Toilet training
- Psikoterapi
suportif
- Konseling orang
tua
- Psikoedukasi
keluarga
- Terapi perilaku
Non farmakologik
- Konseling orang
tua
Konsultasi ke Bagian
IK. Anak
Non farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Konseling orang
tua
- Psikoedukasi
keluarga
86
- Konseling
orang tua
- Psikoedukasi
keluarga
K
Gangguan
tidur
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Rujuk ke PPK
2/PPK 3
- Skrining
- Diagnosis
Non
farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Konseling
orang tua
- Psikoedukasi
keluarga
2012
- Terapi wicara
Farmakologik (jika
perlu)
- Anti cemas
Non farmakologik
- Psikoterapi
suportif
- Konseling orang
tua
- Psikoedukasi
keluarga
87
2012
TINDAKAN
PPK 1
PPK 2
Eksodontia
Bedah Dento
alveolar
Alvelektomi
Konservasi
- Karies
dini,
PPK 3
Apikoektomi
a. Kista Radikuler
b. Kista Periodontal
c. Abses Dentoalveolar
Penatalaksanaan
infeksi
-
Fulnus Fasial
Fraktur Mandibula
Fraktur maksila
Kista rongga mulut
Kelainan
kelenjar
ludah (Sialolithiasis,
Sialorrhoea, Sjorgen
Sindroma , parotitis
epidemica,
Sealodenitis Bakterial
Akut,
Makulicz
Sindroma,
Sarkoidosis)
- Kelainan
syaraf
kranialis
- Kelainan
sendi
temporomandibular
- Bedah Orthognati
- Fraktur Mandibula
- Fraktur
Maksila
kompleks
- Neoplasma
- Kista rongga mulut
- Kelainan congenital
- Kelainan kelenjar
ludah (Sialolithiasis,
Sialorrhoea, Sjorgen
Sindroma , parotitis
epidemica,
Sealodenitis
Bakterial
Akut,
Makulicz Sindroma,
Sarkoidosis)
88
2012
profunda
- Atrisi, abrasi dan
Perubahan
warna
erosi
eksternal/internal
- Abses
periapikal
Dentin hipersensitif
akut/kronis
Pulpitis reversible
- Kelainan
jaringan
Nekrosis pulpa
periodontal
- Kista radikuler
Prostodontia
- Overdenture
- Pembuatan feeding - Gigi tiruan Intermediat,
plate pada celah
intermediet,
lengkap
langit pada bayi
imediet,
lepasan - Obturator
untuk
imediet, lengkap akrilik)
celah langit dewasa
- Protesa
hidung,
telinga, muka, mata,
periodontal
- Implan dental
Pedodontia
Periodontia
Penyakit Gigi
dan Mulut
Gingivitis
Hiperplasik gingiva
Resesi Gusi
Periodontitis
- Stomatitis Aptosa
- Chemical Burn
- Ulkus Traumatikus
- Ulkus Dekubitalis
- Lingua Geografika /
Benign Migratory
Glossitis
- Denture Sore mouth
(Chronic Athropic
Candidiasis)
- Herpes Labialis
- Karies
mencapai
pulpa non vital
- Abses
akut/kronis
dento alveolar
- Amelogenesis
dan
dentinogenesis
imperfect
Resesi Gusi
Periodontitis
Liken Planus
Leukoplakia
Karsinoma Sel Skuamosa
89
2012
90