Anda di halaman 1dari 15

BAB II

BERPRILAKU SIFAT-SIFAT TERPUJI


(TOBAT DAN RAJA')
NAMA KELOMPOK:

DINDA PUJI L
DIO RATRIYADI R
DYAH AYU WARDANI
FANI USNAWATI
FAUSTINO RIKA .A.
GALIH JATI .L.
GHEA AQUANTICA
HANA ERYANA
HAYU MAULIDA
KENNA KINZELLA

(11)

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)

SMA Negeri 9 Surabaya


Kelas: XI IPA 2

PEMBUKAAN
Assalamualaikum. Wr.Wb
Alhamdulillah dan puji syukur kehadirat Allah SWT kami
ucapkan atas terselesainya tugas makalah penddidikan agama islam
tentang PERILAKU TERPUJI. Tanpa ridha dan kasih sayang serta
petunjuk dari-Nya mustahil makalah ini dapat dirampungkan.
makalah ini disusun sebagai tugas pembelajaran agama islam
untuk SMA kelas XI semester ganjil. Besar harapan kami agar makalah
ini dapat digunakan oleh siswa-siswi dalam mempelajari bagaimana
berperilaku terpuji dalam konteks ini adalah taubat dan raja. Kami juga
berharap bahwa dengan hadirnya makalah ini akan mempermudah para
siswa dlam proses belajar disekolah maupun dalam kehidupan seharihari.
Akhirnya, sesuai dengan petatah tiada gading yang tak retak,
kami mengharapkan saran dan kritik, khususnya dari bapak/ibu
pembimbing bidang study Agama Islam. Kebenaran dan kesempurnaan
hanya milik Allah yang maha kuasa. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada para lembaga yang telah membantu penyelaesaian
makalah ini.
Wassalamualaikum. Wr. Wb

Surabaya, 6 September 2012

Kelompok 2

I. Taubat
A. Pengertian taubat

Jika ditinjau dari segi etimologi, term tobat adalah bentuk masdar dari kata dasar - -
tersusun dari akar kata - - Kata ini memiliki arti asal ( kembali). Contoh
dalam kalimat sama dengan kalimat , berarti ia telah meninggalkan

perbuatan dosanya.
Dalam beberapa kamus bahasa Arab, kata tobat diartikan sebagai al-ruj min al-dzambi
yang artinya kembali dari perbuatan dosa. Di dalam hadist disebutkan bahwa al-nadmu
taubatun penyesalan itu manifestasi tobat. Orang yang bertobat kepada Allah (wa tba
il Allh) adalah kembali kepada Allah dari perbuatan maksiat dengan taat kepada-Nya
(wa raaja an al-masiat il al-tat). Jadi menurut Abu Mansur, asal dari kata tobat
adalah kembali kepada Allah. yakni ketika seorang hamba telah bertobat kepada Allah,
maka Allah akan kembali menerima hamba-Nya dengan pemberian ampunan.
Senada dengan pengertian di atas, Ibrahim Anis, et. al, mendefinisikan tobat sebagai
berikut :


Artinya : Tobat adalah pengakuan penyesalan, pencabutan terhadap perbuatan masa
lalunya yang kelam), dan itikad manusia untuk tidak membinasakan (mengulang-ulangi)
dosa yang telah diperbuatnya. Oleh karenanya tobat itu dapat menghilangkan perbuatan
dosa.
menurut al-Ashfahany, tobat merupakan upaya meninggalkan perbuatan dosa dengan
cara yang baik. Tobat adalah cara penyesalan yang terbaik. Masih menurut al-Ashfahany,
ia mengklasifikasikan penyesalan menjadi tiga; adakalanya orang yang menyesal
mengatakan saya tidak melakukan, atau dia berkata saya melakukan karena sebab
begini, atau saya melakukan dan dan saya berkehendak dan sungguh saya telah
mencabutnya. Tobat secara syara adalah menanggalkan perbuatan dosa karena
kejelekannya, dan menyesal atas kealpaannya serta bertekad untuk meninggalkan
kebiasaan buruk.

B. Syarat taubat

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang bertobat agar tobatnya diterima
Allah awt. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tobat harus dilakukan seketika juga, yaitu setelah sadar bahwa ia telah berbuat dosa.
2. Tobat harus dilaukan dalam eadaan tidak mempunyai tanggungan hak orang lain.
Contohnya adalah utang. Tobat tidak diterima sebelum utang tersebut dibayar.
3. Tobat harus merupakan nasuha, yaitu benar-benar menyesal atas kesalahan yang diperbuat
dan bertekat tidak akan mengulangi lagi.
4. Tobat harus desertai pengakuan dan kesadaran bahwa manusia sangat membutuhkan
ampunan dari Allah swt.
5. Tobat harus diikuti dengan perbuatan baik.

C. Nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah yang


memotifasi bertaubat
1. Firman Allah Ta'ala QS. At-Tahrim : 8



"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan
nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan
menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan
nabi dan orang-orang mukmin yang bersamanya."

2. Firman Allah Ta'ala QS. An-Nur: 31

"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung."
3. Firman Allah Ta'ala QS. Al-Maidah : 74




"Maka Mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun
kepada-Nya?. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
4. Firman Allah Ta'ala QS. Az-Zumar : 53



"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang."
5. Diriwayatkan Imam Muslim, dari Abu Sa'id Al-Khudri Radliyallah 'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:





"Sungguh Allah 'Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya pada malam hari
untuk merima taubat pelaku dosa di siang hari, dan akan membentangkan
tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat pelaku dosa di malam
hari."

Sungguh Allah 'Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya pada malam


hari untuk merima taubat pelaku dosa di siang hari, . . .

6. Diriwayatkan Imam muslim dan Ibnu Majah, dari Rifa'ah Al-Juhni, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:





"Sungguh Allah akan memberi tangguh, sehingga berlalu setengah atau sepertiga
malam, lalu berfirman: ((hambaku tidak meminta kepada selain-Ku, maka siapa
saja yang berdoa kepada-Ku pasti kan Ku kabulkan, siapa saja yang meminta
kepadaku pasti kan kupenuhi permintaannya, siapa saja yang memohon ampun
pada-ku pasti kan kuampuni sehingga terbit faja.))."
7. Diriwayatkan Imam Muslim, dari Anas bin Malik radliyallah 'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:









"Sungguh Allah sangat gembira dengan taubat hambanya ketika bertaubat
kepada-Nya, melebihi senangnya seorang hamba yang bepergian dengan
kendaraannya di sebuah negeri yang gersang, lalu kendaraannya tadi hilang,
padahal bekal makan dan minumnya berada di atasnya, lalu ia patah harapan
untuk mendapatkannya, lalu ia berteduh di bawah pohon dengan diliputi
kekecewaan. Ketika seperti itu, tiba-tiba kendaraannya berdiri di sampingnya,
lalu ia pegang tali kendalinya, kemudian berkata dengan gembiranya : "Ya Allah,
Engkau adalah hambaku sedangkan akku adalah tuhan-Mu!! Dia telah
melakukan kesalahan karena terlalu gembira."
Sebenarnya ia ingin berkata: "Ya Allah, Engkau Tuhanku dan aku hamba-Mu"
tapi, lidahnya terbalik seperti di atas karena kegembiraan yang luar biasa. Maka
Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya melebihi kegembiraannya.

8. Diriwayatkan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:


"Seandainya kalian semua melakukan kesalahan (dosa), sehingga dosa kalian
mencapai setinggi langit, kemudian kalian bertaubat pasti Allah akan
mengampuni kalian." (Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam al Shahihah:
2/604)
9. Diriwayatkan Ibnu Majah, dari Anas bin Malik radliyallah 'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


"Setiap anak Adam pasti memiliki kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah
adalah mereka yang mau bertaubat." (Dihasankan oleh Syaikh AlAlbani dalam al Misykah dan shahih sunan Ibni Majah).

D.

Hukum Taubat

Hukum taubat ada dua macam:


Pertama, wajib. Yaitu bertaubat dari meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman.
Kedua, sunnah. Yaitu bertaubat dari meninggalkan perkara sunnah atau melakukan perkara yang
makruh.
Orang yang bertaubat dari yang pertama termasuk abrar muqtasidin. Adapun yang bertaubat dari
keduanya termasuk sabiqin muqarrabin. Sedangkan orang yang tidak melakukan taubat yang
pertama bisa menjadi dzalim, fasik bahkan kafir.
Firman Allah Ta'ala:




"Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara
hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri
dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih
dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang
amat besar." (Faafhir: 32).

E.Syarat Taubat
Syarat taubat jika dirincikan ada tujuh macam:
Pertama, Ikhlas untuk Allah. Yaitu ia melakukan taubat karena takut kepada Allah dan hanya
mengharapkan pahala dari-Nya.
Kedua, Taubatnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
Taubat termasuk ibadah yang bersifat khusus yang bisa diketahui caranya hanya melalui AlQur'an dan As-Sunnah. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:



"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan ibadah yang tidak ada perintah dari kami, maka ia
tertolak." (HR. Muslim, no. 2747)
Ibnu Rajab rahimahullah berkata: "Orang yang beramal tidak mengharap wajah Allah, maka
orang itu tidak mendapat pahala. Seperti itu juga semua perbuatan yang tidak sesuai dengan
perintah Allah dan Rasul-Nya akan tertolak. Dan setiap orang yang mengadakan perkara-perkara
baru dalam urusan dien yang tidak diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya bukan termasuk bagian
dien (Islam)."
Imam Ats-Tsauri rahimahullah berkata: "Para fuqaha' berkata: tidaklah tegak suatu ucapan
kecuali dengan amal, dan tidak syah suatu amal kecuali dengan niat, dan tidak tegak suatu
ucapan, amal dan niat kecuali dengan as-Sunnah." (Al-Ibanatul Kubra, karya Ibnu Baththah:
1/333)

Taubat termasuk ibadah yang bersifat khusus yang bisa diketahui caranya hanya
melalui Al-Qur'an dan As-Sunnah

Ketiga, Harus meninggalkan dosa yang dilakukannya.


Taubat tidak mungkin dengan tetap melaksanakan dosa yang ia bertaubat darinya. Orang yang
bertaubat tapi tetap melaksanakan dosa tersebut berarti ia telah berdusta dan menghina Allah
'Azza wa Jalla.
Keempat, Menyesali perbuatan dosa.
Kalau ia tidak menyesalinya, hal itu sebagai bukti bahwa ia ridla dengan perbuatan dosa tersebut
dan pasti akan selalu melakukannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Menyesal adalah (inti) taubat." (Ibnu Majah : 4252, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Menyesal adalah berangan-angan, seandainya kesempatan itu datang lagi, ia pasti akan
melaksanakan kewajiban yang telah ditinggalkan, tidak akan berbuat dosa, akan istiqamah
terhadap perintah Allah dan senantiasa taat kepada-Nya.
Kelima, Bertekad tidak akan mengulangi dosa itu selama-lamanya.
Kalau seandainya ia sengaja melakukan dosa tersebut, maka taubatnya batal, ia harus bertekad
lagi untuk tidak mengulanginya. Tapi, barangsiapa yang tergoda oleh syetan setelah itu, lalu
terjerumus melakukan dosa tersebut, ia harus bertaubat lagi, sedangkan taubatnya yang pertama
tetap sah.
Dari Uqbah bin Amir radliyallah 'anhu, ada seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, lalu berkata: "Wahai Rasulullah, salah seorang kami melakukan dosa."
Beliau berkata: "Dicatat sebagai dosa (ia berdosa)."
Ia berkata: "Kemudian ia minta ampun dan bertaubat."
eliau berkata: "Diampuni dosanya dan diterima taubatnya."
Ia berkata: "Lalu ia mengulanginya lagi dan melakukan dosa?"
Beliau berkata: "Dicatat sebagai dosa (ia berdosa)."
Ia berkata: "Kemudian ia minta ampun dan bertaubat."
Beliau berkata: "Diampuni dosanya dan diterima taubatnya, dan Allah tidak akan bosan
(mengampuni dan menerima taubat) sampai kalian bosan (minta ampun dan bertaubat)." (HR.
At-Thabrani dan Imam Al-Haitsami dengan isnad yang hasan)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda yang diriwayatkan dari Rabb-nya 'Azza wa
Jalla, Allah berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa." Lalu ia berkata: 'Ya Allah ampuni
dosaku!' Lalu Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu ia tahu,
bahwa ia mempunyai Tuhan yang akan mengampuni dosa dan menghukum dengan dosa
tersebut."
Kemudian ia kembali lagi berbuat dosa dan berkata: "Ya Allah ampuni dosaku!" maka Allah
Tabaraka wa Ta'ala berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu ia tahu bahwa ia mempunyai
Tuhan yang akan mengampuni dosa dan menghukum dengan dosa tersebut."
Kemudian ia kembali lagi berbuat dosa dan berkata: "Ya Allah ampuni dosaku!" maka Allah
Tabaraka wa Ta'ala berfirman: "Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu ia tahu, bahwa ia mempunyai
Tuhan yang akan mengampuni dosa dan menghukum dengan dosa tersebut. Berbuat-lah
sesukamu, Aku telah mengampuni dosamu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Keenam, Mengembalikan hak kepada pemiliknya jika berkaitan dengan hak adami. Seperti
mencuri, menipu dan lainnya, maka ia harus mengembalikan hak itu kepada pemiliknya, kecuali
kelau setelah itu ia mengikhlaskan untuknya.
Ketujuh, Taubat dilakukan pada waktu yang tepat/masyru', yaitu sebelum dua hal:
a.

Sebelum nyawa berada di kerongkongan. Ia yakin akan segera mati sehingga tidak punya
pilihan lain kecuali itu, seperti Fir'aun, dikisahkan dalam QS. Yunus: 91-92.

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.


"Sesungguhnya Allah tetap menerima taubat seorang hamba selama ruh (nyawa)nya belum di
tenggorokan." (HR. At-Tirmidzi, hadits hasan)
b.

Sebelum Matahari terbit dari barat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:




"Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan menerima
taubatnya." (HR. Muslim; 2703)

"Surga memiliki delapan pintu; tujuh buahnya tertutup, dan ada satu buah yang terbuka untuk
taubat sehingga matahari terbit dari barat." (HR. Ath-Thabrani, dicatat oleh Imam Al-Mundziri
dalam Taghib Wa Tarhib dengan isnad hasan. Namun hadits ini didha'ifkan oleh Syaikh Al
Albani dalam dza'if al Targhib wa al Tarhib)

"Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan
menerima taubatnya." (al Hadits).

F.Syarat diterimanya taubat yaitu:


1.

Ikhlas. Artinya, taubat pelaku dosa harus ikhlas semata-mata karena Allah,
bukan karena lainnya.

2.

Menyesali dosa yang telah diperbuatnya.

3.

Meninggalkan sama sekali maksiat yang telah dilakukannya.

4.

Tidak mengulangi. Artinya, seorang muslim harus bertekad tidak mengulangi


perbuatan dosa tersebut.

5.

Istighfar. Yaitu memohon ampun kepada Allah atas dosa yang dilakukan
terhadap hakNya.

6.

Memenuhi hak bagi orang-orang yang berhak, atau mereka melepaskan


haknya tersebut.

7.

Waktu diterimanya taubat itu dilakukan di saat hidupnya, sebelum tiba


ajalnya. Sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam : Sesungguhnya Allah akan
menerima taubat seorang hambaNya selama belum tercabut nyawanya. (HR.
At-Tirmidzi, hasan).

G.

Contoh perilaku taubat

Diantara contoh dan tanda orang yang bertaubat adalah : Lebih berhati-hati dalam
melakukan sesuatu disebabkan takut terjerumus lagi ke dalam dosa. Selain itu orang
yang bertaubat akan lebih giat beramal karena merasa khawatir dosanya belum diampuni
oleh Allah Swt.

H.

Membiasakan taubat dalam kehidupan sehari-hari

Taubat itu dilakukan setiap kita melakukan dosa, akan tetapi tentunya dosa yang berbeda.
Bahkan kita harus bertaubat kepada Allah setiap saat karena mungkin saja ada dosa yang
tidak terasa kita lakukan sehingga memerlukan pembersihan atau taubat.

II. Raja
A.

Pengertian raja
Raja ialah mengharap keridaan Allah SWT. Dan rahmatnya. Rahmat adalah
segala karunia Allah SWT. Yang mendatangkan manfaat dan nikmat. Raja termasuk
akhlakul karimah terhadap Allah SWT, yang manfaatnya dapat mempertebal iman
dan mendekatkan diri kapada Allah SWT. Muslim yang mengharapkan ampunan
Allah, berarti ia mengakui bahwa Allah itu maha Pengampun. Muslim yang
mengharapkan agar Allah melimpahkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, berarti ia
meyakini bahwa Allah itu maha Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh karena itu,
sudah seharusnya setiap muslim senantiasa berharap memperoleh ridlo dan rahmat
Allah, sebagai bukti penghambaan kapada-Nya. Allah SWT telah memperintahkan
kepada orang-orang yang beriman agar banyak berdoa kepada Allah SWT, dengan
berharap Allah SWT akan mengabulkan doanya.
Seseorang yang berharap rido dan rahmat Allah SWT, bahagia di dunia dan
akhirat tentu harus berusaha dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang
menyababkan apa yang diharapkannya itu terwujud. Jika ia hanya berharap saja tanpa
mau berusaha itu namanya berangan-angan kosong atau berhayal.

B.

Peranan raja'
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Ketahuilah
sesungguhnya penggerak hati menuju Allah 'azza wa jalla ada tiga: Al-Mahabbah (cinta),
Al-Khauf (takut) dan Ar-Rajaa' (harap). Yang terkuat di antara ketiganya adalah
mahabbah. Sebab rasa cinta itulah yang menjadi tujuan sebenarnya. Hal itu dikarenakan
kecintaan adalah sesuatu yang diharapkan terus ada ketika di dunia maupun di akhirat.
Berbeda dengan takut. Rasa takut itu nanti akan lenyap di akhirat (bagi orang yang masuk
surga, pent). Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Ketahuilah, sesungguhnya para wali

Allah itu tidak ada rasa takut dan sedih yang akan menyertai mereka." (QS. Yunus: 62)
Sedangkan rasa takut yang diharapkan adalah yang bisa menahan dan mencegah supaya
(hamba) tidak melenceng dari jalan kebenaran. Adapun rasa cinta, maka itulah faktor
yang akan menjaga diri seorang hamba untuk tetap berjalan menuju sosok yang dicintaiNya. Langkahnya untuk terus maju meniti jalan itu tergantung pada kuat-lemahnya rasa
cinta.

C.

Raja' yang terpuji


Syaikh Al 'Utsaimin berkata: "Ketahuilah, roja' yang terpuji hanya ada pada diri

orang yang beramal taat kepada Allah dan berharap pahala-Nya atau bertaubat dari
kemaksiatannya dan berharap taubatnya diterima, adapun roja' tanpa disertai amalan
adalah roja' yang palsu, angan-angan belaka dan tercela." (Syarh Tsalatsatu Ushul,
hal. 58).

D. Raja' adalah ibadah


Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Orang-orang yang diseru oleh mereka itu justru
mencari jalan perantara menuju Rabb mereka siapakah di antara mereka yang bisa
menjadi orang paling dekat kepada-Nya, mereka mengharapkan rahmat-Nya dan
merasa takut dari siksa-Nya." (QS. al-Israa': 57) Allah menceritakan kepada kita melalui
ayat yang mulia ini bahwa sesembahan yang dipuja selain Allah oleh kaum musyrikin
yaitu para malaikat dan orang-orang shalih mereka sendiri mencari kedekatan diri
kepada Allah dengan melakukan ketaatan dan ibadah, mereka melaksanakan perintahperintah-Nya dengan diiringi harapan terhadap rahmat-Nya dan mereka menjauhi
larangan-larangan-Nya dengan diiringi rasa takut tertimpa azab-Nya karena setiap
orang yang beriman tentu akan merasa khawatir dan takut tertimpa hukuman-Nya.

E. Raja' yang disertai dengan ketundukan dan


perendahan diri
Syaikh Al 'Utsaimin rahimahullah berkata: "Roja' yang disertai dengan
perendahan diri dan ketundukan tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah 'azza wa
jalla. Memalingkan roja' semacam ini kepada selain Allah adalah kesyirikan, bisa jadi

syirik ashghar dan bisa jadi syirik akbar tergantung pada isi hati orang yang berharap
itu..." (Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 58).

F. Mengendalikan roja'
Sebagian ulama berpendapat: "Seyogyanya harapan lebih didominasikan tatkala
berbuat ketaatan dan didominasikan takut ketika muncul keinginan berbuat maksiat."
Karena apabila dia berbuat taat maka itu berarti dia telah melakukan penyebab tumbuhnya
prasangka baik (kepada Allah) maka hendaknya dia mendominasikan harap yaitu agar
amalnya diterima. Dan apabila dia bertekad untuk bermaksiat maka hendaknya ia
mendominasikan rasa takut agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat.
Sebagian yang lain mengatakan: "Hendaknya orang yang sehat memperbesar rasa
takutnya sedangkan orang yang sedang sakit memperbesar rasa harap." Sebabnya adalah
orang yang masih sehat apabila memperbesar rasa takutnya maka dia akan jauh dari
perbuatan maksiat. Dan orang yang sedang sakit apabila memperbesar sisi harapnya maka
dia akan berjumpa dengan Allah dalm kondisi berbaik sangka kepada-Nya. Adapun
pendapat saya sendiri dalam masalah ini adalah: hal ini berbeda-beda tergantung kondisi
yang ada. Apabila seseorang dikhawatirkan dengan lebih condong kepada takut
membuatnya berputus asa dari rahmat Allah maka hendaknya ia segera memulihkan
harapannya dan menyeimbangkannya dengan rasa harap. Dan apabila dikhawatirkan
dengan lebih condong kepada harap maka dia merasa aman dari makar Allah maka
hendaknya dia memulihkan diri dan menyeimbangkan diri dengan memperbesar sisi rasa
takutnya. Pada hakikatnya manusia itu adalah dokter bagi dirinya sendiri apabila hatinya
masih hidup. Adapun orang yang hatinya sudah mati dan tidak bisa diobati lagi serta tidak
mau memperhatikan kondisi hatinya sendiri maka yang satu ini bagaimanapun cara yang
ditempuh tetap tidak akan sembuh." (Fatawa Arkanil Islam, hal. 58-59).

PENUTUPAN
Assalamualaikum. Wr. Wb
Alhamdulillah kami ucapkan atas selesainya makalah ini. Demikian tadi yang dapat kami
paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah kami. Tentunya masih
abnyak kekurangan dan kelemahan karena keterbatasan pengetahuan kami dan kurangnaya
rujukan atau referensi yang ada sehubungan dengan judul makalah kami.
Kami berharap bapak dan ibu guru memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan berikutnya.
Semoga makalah kami dapat bermanfaat bagi siswa pastinya dan umat islam pada
umumnya. Amin.

Anda mungkin juga menyukai