Anda di halaman 1dari 12

10 Pelebur Dosa (1)

rumaysho.com/1356-10-pelebur-dosa-1.html

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

Dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah menunjukkan bahwa ada sekitar sepuluh pelebur dosa,
(rinciannya sebagai berikut):

Pertama: Taubat.

Hal ini disepakati oleh kaum muslimin. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
َ
‫ُﻗْﻞ َﯾﺎ ِﻋَﺒﺎِدَي اﱠﻟِﺬﯾَﻦ أَْﺳَﺮُﻓﻮا َﻋﻠَﻰ أَْﻧُﻔِﺴِﻬْﻢ ﻻ ﺗَْﻘَﻨُﻄﻮا ِﻣْﻦ َرْﺣَﻤِﺔ ا ﱠِﷲ إِﱠن اﱠﷲ َﯾْﻐِﻔُﺮ اﻟﱡﺬُﻧﻮَب َﺟِﻤﯿًﻌﺎ إِﱠﻧُﻪ ُﻫَﻮ اْﻟَﻐُﻔﻮُر اﻟﱠﺮِﺣﯿُﻢ‬

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-
dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Az Zumar: 53)

Allah Ta’ala juga berfirman,


َ َ
‫أَﻟَْﻢ َﯾْﻌﻠَُﻤﻮا أَﱠن اﱠﷲ ُﻫَﻮ َﯾْﻘَﺒُﻞ اﻟﱠﺘْﻮَﺑَﺔ َﻋْﻦ ِﻋَﺒﺎِدهِ َوَﯾْﺄُﺧُﺬ اﻟﱠﺼَﺪَﻗﺎِت َوأَﱠن اﱠﷲ ُﻫَﻮ اﻟﱠﺘﱠﻮاُب اﻟﱠﺮِﺣﯿُﻢ‬

“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-


Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang?” (QS. At Taubah: 104)

Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,

‫َوُﻫَﻮ اﱠﻟِﺬي َﯾْﻘَﺒُﻞ اﻟﱠﺘْﻮَﺑَﺔ َﻋْﻦ ِﻋَﺒﺎِدهِ َوَﯾْﻌُﻔﻮ َﻋِﻦ اﻟﱠﺴﱠِﯿﺌﺎِت‬

“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-
kesalahan.” (QS. Asy Syura: 25). Dan masih banyak ayat-ayat lainnya semisal ini yang
menunjukkan bahwa taubat akan melebur dosa.

Kedua: Istighfar (Mohon ampunan pada Allah).

Sebagaimana terdapat dalam hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ﺑﺎ َﯾْﻐﻔُِﺮ اﻟﱠﺬْﻧَﺐ َوَﯾْﺄُﺧُﺬ ِﺑِﻪ ﻗَْﺪ َﻏَﻔْﺮت ﻟَِﻌْﺒِﺪي ُﺛﱠﻢ أَْذﻧََﺐ‬‫ َﻋﻠَِﻢ َﻋْﺒِﺪي أَﱠن ﻟَُﻪ َر‬: ‫ أَْي َرﱢب أَْذﻧَْﺒﺖ َذْﻧًﺒﺎ ﻓَﺎْﻏﻔِْﺮ ﻟِﻲ ﻓََﻘﺎَل‬: ‫إَذا أَْذﻧََﺐ َﻋْﺒٌﺪ َذْﻧًﺒﺎ ﻓََﻘﺎَل‬
‫ﺑﺎ َﯾْﻐِﻔُﺮ اﻟﱠﺬْﻧَﺐ َوَﯾْﺄُﺧُﺬ ِﺑِﻪ ﻗَْﺪ َﻏَﻔْﺮت ﻟَِﻌْﺒِﺪي َﻓْﻠَﯿْﻔَﻌْﻞ َﻣﺎ‬‫ َﻋﻠَِﻢ َﻋْﺒِﺪي أَﱠن ﻟَُﻪ َر‬: ‫ َﻓﺎْﻏِﻔْﺮُه ﻟِﻲ َﻓَﻘﺎَل َرﱡﺑُﻪ‬. ‫َذْﻧًﺒﺎ آَﺧَﺮ َﻓَﻘﺎَل أَْي َرﱢب أَْذَﻧْﺒﺖ َذْﻧًﺒﺎ آَﺧَﺮ‬
‫ ِﻓﻲ اﻟﱠﺜﺎﻟَِﺜِﺔ أَْو اﻟﱠﺮاِﺑَﻌِﺔ‬: ‫َﺷﺎَء َﻗﺎَل َذﻟَِﻚ‬

“Jika seorang hamba berbuat dosa, lalu ia berkata: Wahai Rabbku, aku betul-betul telah
berbuat dosa, ampunilah aku. Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia
memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menhukumi setiap dosa. Aku telah
mengampuni hamba-Ku.” Kemudian ia berbuat dosa lainnya, lantas ia pun mengatakan
pada Rabbnya, “Wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa lainnya, ampunilah
aku.” Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang
1/3
Maha Mengampuni dosa dan menhukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku.
Lakukanlah sesukamu (maksudnya: selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka
Allah akan mengampunimu, pen).” Kemudian ia pun melakukan dosa lain yang ketiga atau
keempat.”[1]

Dalam shahih Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


ُ
‫ﻟَْﻮ ﻟَْﻢ ُﺗْﺬﻧُِﺒﻮا ﻟََﺬَﻫَﺐ اﱠﷲ ِﺑُﻜْﻢ َوﻟََﺠﺎَء ِﺑَﻘْﻮِم ُﯾْﺬﻧُِﺒﻮَن ُﺛﱠﻢ َﯾْﺴﺘَْﻐﻔُِﺮوَن ﻓََﯿْﻐﻔُِﺮ ﻟَُﻬْﻢ‬

“Seandainya kamu sekalian tidak berbuat dosa sama sekali, niscaya Allah akan
memusnahkan kalian. Setelah itu, Allah akan mengganti kalian dengan umat yang pernah
berdosa. Kemudian mereka akan memohon ampunan kepada Allah (beristighfar) dan Allah
pun pasti akan mengampuni mereka.”[2]

Dapat kita katakan bahwa sebagai pelebur dosa ialah istighfar (mohon ampunan pada
Allah) disertai dengan taubat. Hal ini sebagaimana dapat dilihat pada hadits,

‫ﺻﱠﺮ َﻣْﻦ اْﺳَﺘْﻐَﻔَﺮ َوإِْن َﻋﺎَد ِﻓﻲ اْﻟَﯿْﻮِم ِﻣﺎَﺋَﺔ َﻣﱠﺮٍة‬ َ


َ ‫َﻣﺎ أ‬

“Bukanlah orang yang terus berbuat dosa orang yang meminta ampunan (beristighfar)
walaupun ia kembali melakukan dosa dalam sehari sebanyak seratus kali.”[3]

Sebagian ulama mengatakan bahwa istighfar tanpa taubat pun dapat melebur dosa.
Penjelasan lebih jauh tentang hal ini diulas di tempat lainnya. Karena istigfar yang disertai
dengan taubat, itulah yang ada pada orang yang ingin bertaubat. Sedankan istighfar yang
tidak disertai dengan taubat, maka ini akan didapati pada sebagian orang yang beristighfar,
di mana istighfar mereka di dalamnya terdapat khosyah (rasa takut yang sangat pada
Allah), ada pula rasa ingin kembali pada-Nya. Inilah yang dapat menggugurkan dosa-
dosanya. Sebagaimana masalah ini dapat kita lihat tentang hadits “bithoqoh”, orang yang
memiliki kartu “Laa ilaha illallah”. Kartu tersebut ternyata lebih berat dari dosa-dosanya
yang begitu banyak. Ini semua karena ia memiliki shidq (sifat selalu membenarkan) dan
ikhlas sehingga menghapuskan dosa-dosa yang ada. Begitu pula dosa seorang pezina
yang ia memberikan minuman pada seekor anjing karena di dalam hatinya ada iman.
Masih banyak contoh lainnya selain itu.

–bersambung insya Allah di sini—

Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7/487-489

Finished on 24th Dzulqo’dah 1431 H, while adzan Maghrib in KSU, Riyadh, KSA

Muhammad Abduh Tuasikal

www.rumaysho.com

[1] HR. Muslim no. 2758.

[2] HR. Muslim no. 2749.

2/3
[3] HR. Abu Daud no. 1514 dan At Tirmidzi no. 3559. Hadits ini adalah hadits yang dhoif
karena majhulnya Maula Abu Bakr. Namun hadits ini memiliki penguat (syahid) dalam
riwayat Ath Thobroni tentang do’a, hadits no. 1797, sehingga kesimpulannya hadits ini
hasan. Lihat Takhrij Azh Zhilal, hal. 168.

3/3
10 Pelebur Dosa (2)
rumaysho.com/1518-10-pelebur-dosa-2.html

Alhamdulillah, wash shalaatu was salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi
ajma’in.

Pembaca sekalian yang moga selalu dalam penjagaan Allah dan senantiasa mendapatkan
barokah dari-Nya. Tulisan kali ini adalah tulisan yang tertunda sebelumnya, silakan lihat di
sini. Baru sempat saat ini rumaysho.com melanjutkannya. Bahasan ini adalah bahasan
dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengenai apa saja yang termasuk pelebur
dosa yang nanti akan beliau jelaskan sampai sepuluh rincian. Insya Allah rumaysho.com
akan menyicilnya perlahan-lahan. Moga Allah mudahkan dan memberikan kekuatan.
Allahumma yassir wa a’in.

Ketiga: Amalan kebaikan sebagai pelebur dosa.

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

ِ ِ‫ﱠ ْ ِ ِ ﱠ ْ َ َ َ ِ ُ ْ ِ ْ َ ﱠ ﱠ‬

“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Huud: 114)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ﻀﺎَن ُﻣَﻜﱢﻔَﺮاٌت ﻟَِﻤﺎ َﺑْﯿﻨَُﻬﱠﻦ إَذا ُاْﺟُﺘﻨَِﺒْﺖ اْﻟَﻜَﺒﺎﺋُِﺮ‬


َ ‫ﻀﺎُن إﻟَﻰ َرَﻣ‬
َ ‫ﻟﱠﺼﻠََﻮاُت اْﻟَﺨْﻤُﺲ َواْﻟُﺠُﻤَﻌُﺔ إﻟَﻰ اْﻟُﺠُﻤَﻌِﺔ َوَرَﻣ‬

“Di antara shalat lima waktu, di antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya, di
antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan yang berikutnya, akan mengampuni dosa-
dosa di antara kedunya asalkan dosa-dosa besar dijauhi.”[1]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

ِ ِ َْ

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar iman dan mengharapkan pahala
dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[2]

Dalam hadits lain, beliau bersabda,

ُ ‫ُ ُ ِ ِ َ َ ْ ِ َ َ َْ ُ ُ ﱡ‬

“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan
maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.”[3]

Dalam hadits lain disebutkan,

ِ َ ْ ُْ ْ َ

1/3
“Keluarga, harta, dan anak dapat menjerumuskan seseorang dalam maksiat (fitnah).
Namun fitnah itu akan terhapus dengan shalat, shaum, shadaqah, amr ma’ruf (mengajak
pada kebaikan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran).”[4]

Hadits lain pula,

ِ ِ ْ َِ ُ َ ْ َ ‫ِ ْ ﱠ ِ َ ﱠ‬

“Barangsiapa yang memerdekakan seorang budak mukminah, maka Allah akan


memerdakan setiap anggota tubuhnya dari neraka. Sampai pun kemaluannya yang ia
memerdekakan, itu pun akan selamat.”[5]

Hadits-hadits di atas dan semisalnya terdapat dalam kitab shahih.

Dalam hadits lain disebutkan pula,

‫اﻟﱠﺼَﺪﻗَُﺔ ُﺗْﻄِﻔُﺊ اْﻟَﺨِﻄﯿﺌََﺔ َﻛَﻤﺎ ُﯾْﻄِﻔُﺊ اْﻟَﻤﺎُء اﻟﱠﻨﺎَر َواْﻟَﺤَﺴُﺪ َﯾْﺄُﻛُﻞ اْﻟَﺤَﺴَﻨﺎِت َﻛَﻤﺎ ﺗَْﺄُﻛُﻞ اﻟﱠﻨﺎُر اْﻟَﺤَﻄَﺐ‬

“Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api. Hasad
akan memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar.”[6]

Yang menjadi masalah dalam memahami hadits-hadits di atas, ada yang memahami
bahwa amalan kebaikan itu hanya menghapuskan dosa-dosa kecil saja. Adapun dosa
besar, itu baru bisa terhapus dengan taubat. Sebagaimana dalam sebagian hadits
disebutkan,

‫َﻣﺎ ُاْﺟُﺘﻨَِﺒْﺖ اْﻟَﻜَﺒﺎﺋُِﺮ‬

“Selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” Maka kami akan menjawab masalah ini
dari beberapa sisi.

-Bahasan bahwa kebaikan tidak selamanya menghapus dosa kecil, bisa pula dosa besar
akan diulas dalam bahasan terakhir dari serial ini karena membutuhkan bahasan yang
panjang dari Ibnu Taimiyah. Insya Allah …-

Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7/489

***

Inti dari bahasan ini adalah dengan melakukan amalan kebaikan bisa menghapuskan
dosa. Jadi jangan remehkan kebaikan sekecil pun juga. Wallahu walliyut taufiq.

Riyadh-KSA, 12 Shafar 1432 H (16/01/2011)

www.rumaysho.com

[1] HR. Muslim no. 233, dari Abu Hurairah.

[2] HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760, dari Abu Hurairah.

[3] HR. Bukhari no. 1521, dari Abu Hurairah.


2/3
[4] HR. Bukhari no. 3586 dan Muslim no. 144. Kata Ibnu Baththol, hadits ini semakna
dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu
hanyalah fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Ath Thagobun: 15)
(Lihat Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 3/194, Asy Syamilah)

[5] HR. Bukhari no. 6715 dan Muslim no. 1509.

[6] HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman.

3/3
10 Pelebur Dosa (3)
rumaysho.com/2430-10-pelebur-dosa-3.html

Untuk menghapuskan dosa tidak hanya dengan taubat dan istighfar. Amalan sholeh yang
dilakukan oleh orang beriman itu pun bisa menghapuskan dosa bahkan dikatakan oleh
Ibnu Taimiyah sampai bisa menghapuskan dosa besar. Totalnya ada 10 amalan yang bisa
melebur dosa atau menghindarkan hamba dari hukuman di akhirat kelak. Tulisan ini kami
susun dari penjelasan Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa. Dalam serial
kali ini kita akan masuk pada pelebur dosa keempat dan kelima.

Keempat: Do’a sesama orang beriman kepada lainnya seperti melalui shalat jenazah.

Dari ‘Aisyah dan Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

‫ﺼﱢﻠﻲ َﻋﻠَْﯿِﻪ ُأﱠﻣٌﺔ ِﻣْﻦ اْﻟُﻤْﺴﻠِِﻤﯿَﻦ َﯾْﺒُﻠُﻐﻮَن ِﻣﺎﺋًَﺔ ُﻛﱡﻠُﻬْﻢ َﯾْﺸَﻔُﻌﻮَن إﱠﻻ ُﺷﱢﻔُﻌﻮا ِﻓﯿِﻪ‬
َ ‫َﻣﺎ ِﻣْﻦ َﻣﱢﯿٍﺖ ُﯾ‬

“Tidaklah seorang mayit dishalati oleh sekelompok kaum muslimin yang jumlahnya hingga
100 orang, maka mereka semua akan memberikan syafa’at pada mayit tersebut”[1]

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,


ُ
‫َﻣﺎ ِﻣْﻦ َرُﺟٍﻞ ُﻣْﺴﻠٍِﻢ َﯾُﻤﻮُت َﻓَﯿُﻘﻮُم َﻋﻠَﻰ ِﺟَﻨﺎَزِﺗِﻪ أَْرَﺑُﻌﻮَن َرُﺟًﻼ َﻻ ُﯾْﺸِﺮُﻛﻮَن ِﺑﺎَ ﱠِﷲ َﺷْﯿﺌًﺎ إﱠﻻ َﺷﱠﻔَﻌُﻬْﻢ اﱠﷲ ِﻓﯿِﻪ‬

“Tidaklah seorang muslim meninggal dunia lalu ia dishalati (dengan shalat jenazah) oleh 40
orang di mana mereka tidak berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu apa pun
melainkan orang yang dishalati tadi akan mendapatkan syafa’at dari mereka.”[2] Kedua
hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Ini adalah do’a bagi seorang mukmin setelah ia
mati. Tidak boleh dipahami bahwa ampunan bagi orang mukmin yang bertakwa ini
disyaratkan jika ia menjauhi dosa besar, lalu dosa-dosa kecilnya saja yang diampuni.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa dosa si mayit tadi diampuni menurut dua kubu yang
berselisih[3]. Dari sini dipahami pula bahwa do’a merupakan sebab ampunan bagi si mayit.

Kelima: Amalan kebaikan yang ditujukan untuk mayit.

Contohnya adalah sedekah. Amalan sedekah ini bermanfaat bagi mayit berdasarkan dalil
yang shahih dan tegas serta berdasarkan kesepakatan para ulama. Begitu pula dengan
memerdekakan dan haji bagi si mayit juga bermanfaat. Terdapat hadits shahih dalam
Bukhari-Muslim yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ﺻﺎَم َﻋْﻨُﻪ َوﻟِﱡﯿُﻪ‬ ِ ‫َﻣْﻦ َﻣﺎَت َوَﻋﻠَْﯿِﻪ‬


َ ‫ﺻَﯿﺎٌم‬

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki utang puasa, maka ahli warisnya
yang nanti mempuasakan dirinya.”[4]

Terdapat pula hadits semisal itu mengenai puasa nadzar dari riwayat yang lain. Amalan-
amalan tadi tidak bisa kita pertentangkan dengan ayat,

َ ‫َوأَْن ﻟَْﯿ‬
‫ﺲ ﻟِ ِْﻺْﻧَﺴﺎِن إﱠﻻ َﻣﺎ َﺳَﻌﻰ‬

1/3
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.”[5] Hal ini disebabkan dua alasan:

1. Telah terdapat dalil-dalil yang shahih yang mutawatir (lewat jalur yang banyak) ditambah
dengan kesepakatan para ulama salaf bahwa seorang mukmin akan mendapatkan
manfaat dari amalan yang bukan ia usahakan. Seperti dari do’a dan permintaan ampun
dari para malaikat padanya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

‫ش َوَﻣْﻦ َﺣْﻮﻟَُﻪ ُﯾَﺴﱢﺒُﺤﻮَن ِﺑَﺤْﻤِﺪ َرﱢﺑِﻬْﻢ َوُﯾْﺆِﻣُﻨﻮَن ِﺑِﻪ َوَﯾْﺴَﺘْﻐِﻔُﺮوَن ﻟِﱠﻠِﺬﯾَﻦ آَﻣُﻨﻮا‬
َ ‫اﱠﻟِﺬﯾَﻦ َﯾْﺤِﻤُﻠﻮَن اْﻟَﻌْﺮ‬

“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya


bertasbih memuji Rabbnya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun
bagi orang-orang yang beriman.”[6]

Begitu pula dengan firman Allah Ta’ala,


َْ
‫ﺻﻠََﻮاِت اﻟﱠﺮُﺳﻮِل‬ ‫ﱠ‬ ْ ْ ‫ﱠ‬
َ ‫َوِﻣَﻦ اﻷْﻋَﺮاِب َﻣْﻦ ُﯾْﺆِﻣُﻦ ِﺑﺎ ِﷲ َواﻟَﯿْﻮِم اﻵِﺧِﺮ َوَﯾﱠﺘِﺨُﺬ َﻣﺎ ُﯾْﻨﻔُِﻖ ُﻗُﺮَﺑﺎٍت ِﻋْﻨَﺪ ا ِﷲ َو‬

“Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan
untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul.”[7]

‫َواْﺳﺘَْﻐﻔِْﺮ ﻟَِﺬْﻧِﺒَﻚ َوﻟِْﻠُﻤْﺆِﻣﻨِﯿَﻦ َواْﻟُﻤْﺆِﻣﻨَﺎت‬

“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan.”[8] Seperti juga do’a orang yang melaksanakan shalat jenazah pada si mayit
dan bagi orang –beriman- berziarah ke kuburnya.

2. Ayat di atas (surat An Najm ayat 39) secara tekstual tidaklah menunjukkan bahwa
manusia akan mendapatkan manfaat dari hasil usahanya saja. Tidaklah dipahami bahwa ia
tidak memiliki atau tidak berhak selain dari yang ia usahakan atau usaha orang lain tidak
akan ia peroleh manfaatnya. Yang tepat adalah Allah masih mungkin memberinya manfaat
dan rahmat dari amalan orang lain dan itu tidak menghalangi sama sekali. Sebagaimana
Allah merahmati hamba dengan memberinya sebab agar keluar dari kesempitan. Allah
subhanahu wa ta’ala dengan hikmah dan rahmat-Nya menyayangi hamba dengan sebab
yang ia lakukan dan ini akan mengokohkannya dan semakin merahmatinya. Sebagaimana
disebutkan dalam hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُ
‫ آِﻣﯿَﻦ َوﻟَﻚ ِﺑِﻤْﺜِﻞ‬: ‫َ ﺎ ِﻣْﻦ َرُﺟٍﻞ َﯾْﺪُﻋﻮ َِﻷِﺧﯿِﻪ ِﺑَﺪْﻋَﻮةِ إﱠﻻ َوﱠﻛَﻞ اﱠﷲ ِﺑِﻪ َﻣﻠًَﻜﺎ ُﻛﱠﻠَﻤﺎ َدَﻋﺎ َِﻷِﺧﯿِﻪ ﻗَﺎَل اْﻟَﻤﻠَُﻚ اْﻟُﻤَﻮﱠﻛُﻞ ِﺑِﻪ‬

“Tidaklah seseorang mendoakan saudaranya dengan suatu do’a melainkan Allah akan
mengutus malaikat yang bertugas ketika ia berdo’a kepada saudaranya, malaikat itu pun
berkata, “Aamiin (semoga Allah kabulkan), engkau pun akan dapat semisalnya.”[9]

Sebagaimana terdapat hadits, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ٍ ُ ُ ُِْ َ ُ ُ َ ْ َ ِ َ َ ِ َُ َ َ َ ْ ُ ‫َ َ ْ َ ِ َ َ َ ﱠ‬ ٌ َ ِ َُ َ ٍ َ َ ِ ََ ‫ﱠ‬
َ

“Barangsiapa yang shalat jenazah, maka ia akan mendapatkan satu qiroth. Barangsiapa
yang menambah dengan mengikutinya hingga dikuburkan, maka ia akan mendapatkan dua
qiroth. Minimal ukuran qiroth adalah semisal gunung Uhud.”[10] Sebagaimana Allah
2/3
merahmati orang yang melaksanakan shalat jenazah lantas berdo’a untuk si mayit,
demikian pula si mayit dirahmati dengan do’a orang yang masih hidup untuknya.

Pembahasan ini masih dilanjutkan pada pelebur dosa keenam s/d kesepuluh. Semoga
Allah melebur setiap dosa kita dengan taubat, istighfar dan amalan kebaikan. Ya Allah,
terimalah setiap taubat kami.

Wallahu waliyyut taufiq.

Sumber: Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7: 498-500

Baca artikel pelebur dosa yang lain:

1. 10 Pelebur Dosa (seri 1)

2. 10 Pelebur Dosa (seri 2)

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 15 Jumadats Tsaniyah 1433 H

www.rumaysho.com

[1] HR. Muslim no. 947 dan An Nasai no. 1991.

[2] HR. Muslim no. 948.

[3] Dua kubu di sini: pertama, yang menganggap bahwa kebaikan hanya menghapuskan
dosa kecil sedangkan dosa besar harus dengan taubat, dan kedua, yang menganggap
bahwa kebaikan itu bisa menghapus dosa besar sekaligus. Pendapat kedua inilah yang
dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

[4] HR. Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147.

[5] QS. An Najm: 39.

[6] QS. Ghofir (Al Mu’min): 7.

[7] QS. At Taubah: 99.

[8] QS. Muhammad: 19.

[9] HR. Muslim no. 2733.

[10] HR. Muslim no. 945.

3/3
10 Pelebur Dosa (4)
rumaysho.com/2436-10-pelebur-dosa-4.html

Kesempatan kali ini adalah serial terakhir dari 10 Pelebur Dosa yang sebelumnya telah
dibahas. Di antara sebab dosa bisa lebur adalah berkat syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bagi pelaku dosa besar, bisa pula karena musibah yang menimpa seorang muslim.
Dan yang lebih besar dari itu semua adalah karena rahmat dan ampunan Allah.

Sebab Keenam: Syafa’at[1] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya pada
pelaku (dosa besar)[2] di hari kiamat kelak.

Sebagaimana telah terdapat hadits mutawatir (dengan jalur periwayatan yang banyak)
yang membicarakan tentang syafa’at. Seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam hadits yang shahih,

“Syafa’atku untuk pelaku dosa besar dari umatku.”[3]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

‫ َوﻟَِﻜﱠﻨَﻬﺎ ﻟِْﻠُﻤْﺬِﻧِﺒﯿَﻦ‬. ‫ُﺧﱢﯿْﺮت َﺑْﯿَﻦ أَْن َﯾْﺪُﺧَﻞ ِﻧْﺼُﻒ ُأﱠﻣِﺘﻲ اْﻟَﺠﱠﻨَﺔ ؛ َوَﺑْﯿَﻦ اﻟﱠﺸَﻔﺎَﻋِﺔ َﻓﺎْﺧﺘَْﺮت اﻟﱠﺸَﻔﺎَﻋَﺔ َِﻷﱠﻧَﻬﺎ أََﻋﱡﻢ َوأَْﻛﺜَُﺮ ؛ أَﺗََﺮْوَﻧَﻬﺎ ﻟِْﻠُﻤﱠﺘِﻘﯿَﻦ ؟ َﻻ‬
‫اﻟﻤﺘﻠﻮﺛﯿﻦ اْﻟَﺨﱠﻄﺎِﺋﯿَﻦ‬

“Separuh dari umatku akan dipilih untuk masuk surga atau akan diberi syafa’at. Maka aku
pun memilih agar umatku diberi syafa’at kareana itu tentu lebih umum dan lebih banyak.
Apakah syafa’at itu hanya untuk orang bertakwa? Tidak. Syafa’at itu untuk mereka yang
terjerumus dalam dosa (besar).”[4] [5]

Sebab Ketujuh: Musibah di dunia yang menjadi sebab terhapusnya dosa.

Sebagaimana disebutkan dalam shahihain (Bukhari-Muslim), Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

ِْ
‫َﺧَﻄﺎَﯾﺎُه‬

“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek,
kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang)[6], kesusahan hati[7] atau
sesuatu yang menyakiti[8] sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan
dosa-dosanya.”[9]

Sebab Kedelapan: Ujuan di alam kubur, juga siksaan dan kenikmatan yang menjadi
sebab terhapusnya dosa-dosanya.

Sebab Kesembilan: Kengerian dan kesulitan pada hari kiamat.

Sebab Kesepuluh: Rahmat dan ampunan dari Allah tanpa sebab yang dilakukan oleh
hamba.
1/3
Jika sudah jelas bahwa celaan dan hukuman akan terhindar pada pelaku dosa karena
sepuluh sebab di atas, maka anggapan yang menyatakan bahwa hukuman bagi pelaku
dosa besar (al kabair) hanya bisa terhapus dengan taubat berarti menyelisihi keterangan di
atas.

[10 Pelebur Dosa ini diterjemahkan dari Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7: 487-501]
Baca artikel pelebur dosa yang lain:

1. 10 Pelebur Dosa (seri 1)

2. 10 Pelebur Dosa (seri 2)

3. 10 Pelebur Dosa (seri 3)

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 18 Jumadats Tsaniyah 1433 H

www.rumaysho.com

[1] Syafa’at adalah meminta agar dihapuskan dosa dan kesalahan. Demikian kata Ibnul
Atsir dalam An Nihayah fii Ghoribil Hadits wal Atsar 2: 485. As Safarini berkata bahwa
syafa’at adalah meminta kebaikan untuk yang lain (Lawami’ul Anwar Al Bahiyah, 2: 204).

[2] Yang dimaksud pelaku dosa besar adalah orang yang berbuat dosa besar atau maksiat
namun masih termasuk ahlu tauhid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikann
syafa’at kepada pelaku dosa besar agar mereka keluar dari nereka setelah mereka mampir
dulu di dalamnya. (Asy Syafa’ah ‘an Ahlis Sunnah war Rod ‘alal Mukholifina fiiha, Dr.
Nashir bin ‘Abdurrahman Al Judai’, hal. 51).

Syarat seseorang mendapatkan syafa’at adalah sebagaimana disebutkan oleh Ibnul


Qoyyim dalam Madarijus Salikin (1: 341),

‫ﻓ ﻬﺬه ﺛ ﻼ ﺛ ﺔ أ ﺻ ﻮ ل … ﻻ ﺷﻔﺎ ﻋ ﺔ إ ﻻ ﺑﺈذ ﻧ ﻪ و ﻻ ﯾﺄذ ن إ ﻻ ﻟ ﻤ ﻦ ر ﺿ ﻲ ﻗ ﻮﻟ ﻪ و ﻋ ﻤﻠ ﻪ و ﻻ ﯾ ﺮ ﺿ ﻰ ﻣ ﻦ اﻟﻘ ﻮ ل واﻟ ﻌ ﻤ ﻞ إ ﻻ ﺗ ﻮ ﺣ ﯿﺪه وا ﺗ ﺒﺎ ع‬


‫ر ﺳ ﻮﻟ ﻪ‬

“Inilah tiga ushul …: (1) Tidak ada syafa’at kecuali dengan izin Allah. (2) Tidak ada izin
kecuali pada orang yang Allah ridhoi perkataan dan amalannya. (3) Tidak ada ridho pada
perkataan dan amalan kecuali dengan bertauhid dan mengikuti ajaran Rasul –shallallahu
‘alaihi wa sallam-.”

Syarat pertama adalah untuk syaafi’ (orang yang memberi syafa’at). Syarat kedua dan
ketiga adalah untuk masyfu’ lahu (orang yang diberi syafa’at).

Dalil yang mendukung tiga syarat di atas,


ُ
َ ‫َوَﻛْﻢ ِﻣْﻦ َﻣﻠٍَﻚ ﻓِﻲ اﻟﱠﺴَﻤﺎَواِت َﻻ ُﺗْﻐﻨِﻲ َﺷﻔَﺎَﻋُﺘُﻬْﻢ َﺷْﯿﺌًﺎ إِﱠﻻ ِﻣْﻦ َﺑْﻌِﺪ أَْن َﯾْﺄَذَن اﱠﷲ ﻟَِﻤْﻦ َﯾَﺸﺎُء َوَﯾْﺮ‬
‫ﺿﻰ‬

2/3
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna,
kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)” (QS.
An Najm: 26).

Dalam hadits, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,

‫س ِﺑَﺸَﻔﺎَﻋِﺘَﻚ َﯾْﻮَم اْﻟِﻘَﯿﺎَﻣِﺔ ﻗَﺎَل َرُﺳﻮُل ا ﱠِﷲ – ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ – » ﻟََﻘْﺪ َﻇَﻨْﻨُﺖ َﯾﺎ أََﺑﺎ ُﻫَﺮْﯾَﺮَة أَْن َﻻ‬
ِ ‫ َﻣْﻦ أَْﺳَﻌُﺪ اﻟﱠﻨﺎ‬، ‫ِﻗﯿَﻞ َﯾﺎ َرُﺳﻮَل ا ﱠِﷲ‬
ُ‫ﱠ‬
‫َ ْ َ َ َ ِﻟََﻪ إِﱠﻻ اﷲ‬
ِ ْ ِ

“Katakanlah wahai Rasulullah, siapa yang berbahagia karena mendapat syafa’atmu di hari
kiamat nanti?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Wahai Abu Hurairah, aku
merasa tidak ada yang bertanya kepadaku tentang hal ini selain engkau. Yang aku lihat, ini
karena semangatmu mempelajari hadits. Yang berbahagia dengan syafa’atku pada hari
kiamat nanti adalah yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya.”
(HR. Bukhari no. 99)

[3] HR. Abu Daud no. 4739, Tirmidzi no. 2435 dan Ahmad 3: 213. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[4] HR. Tirmidzi no. 2441, Ibnu Majah no. 4317 dan Ahmad 2: 75. Hadits ini shahih kata
Syaikh Al Albani selain perkataan “‫” ﻗﻮﻟﻪ ﻷﻧﻬﺎ‬.

[5] Dalam riwayat Tirmidiz, dari ‘Auf bin Malik Al Asyja’iy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫ﱠ َ َ َ َ ِﻫَﻰ ﻟَِﻤْﻦ َﻣﺎَت َﻻ ُﯾْﺸِﺮُك ِﺑﺎ ﱠِﷲ َﺷْﯿﺌًﺎ‬ ُ ْ َ ْ َ ِ َ َ ‫ْ َ ﱠ َ َ َْ َ ﱠ‬ ِ ‫ِ ْ ِ ْ ِ َ ﱢ َ َ ﱠ َ ِ َْ َ َ ْ ُ ْ ِ َ ِ ْ َ ُ ﱠ‬

“Ada yang mendatangiku dari sisi Rabbku, aku disuruhh memilih antara memasukkan
separuh dari umatku ke dalam surga atau memilih syafa’at. Aku pun memilih syafa’at dan
ini akan diperoleh oleh orang yang mati dalam keadaan tidak berbuat syirik pada Allah
dengan sesuatu apa pun” (HR. Tirmidzi no. 2441. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih).

[6] Kata “‫ ”َوَﻻ َﻫﱟﻢ ؛ َوَﻻ َﺣَﺰٍن‬keduanya adalah penyakit hati. (Lihat Fathul Bari, 10: 106)

[7] Kata “‫ ”َﻏﱟﻢ‬termasuk penyakit hati yang berarti kesempitan (kesulitan) yang diderita hati.
Ada ulama yang merinci makna dari tiga kata “‫”اْﻟَﻬّﻢ َواْﻟَﻐّﻢ َواْﻟُﺤْﺰن‬. Kata “‫ ”اْﻟَﻬّﻢ‬muncul dari pikiran
yang timbul bentuk menyakiti dari orang lain. Kata “‫ ”َواْﻟَﻐّﻢ‬timbul pada hati. Sedangkan
“‫ ”َواْﻟُﺤْﺰن‬timbul karena sesuatu yang hilang sehingga membuat susah. (Lihat Fathul Bari, 10:
106)

[8] Ada yang menyatakan bahwa maksudnya adalah umum. Ada yang menyatakan khusus
pada bentuk menyakiti dari orang lain padanya. (Lihat Fathul Bari, 10: 106)

[9] HR. Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573.

3/3

Anda mungkin juga menyukai