Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN KANKER ESOFAGUS

A. Pendahuluan
Kanker merupakan penyebab utama mortalitas di dunia, di perkirakan
sekitar 7,9 juta (13%) dari seluruh penyebab mortalitas, (WHO, 2007). Kanker
esophagus adalah satu diantara 10 kanker tersering dan kankerke-6 yang
menyebabkan

kematian.

Kanker

ini

merupakan

keganasan

ke-3

pada

gastrointestinal setelah kanker gasterkolorektal dan kanker hepatoseluler. Kanker


esophagus menunjukan gambaran epidemiologi yang unik berbeda dengan
keganasan lain. Kanker esophagus memiliki variasi angka kejadian secara
geografis berkisar dari 3 per 100.000 penduduk di Negara barat sampai 140
kejadian per 100.000 penduduk asia tengah.
Kanker esophagus adalah salah satu tumor dengan tingkat keganasan tinggi,
prognosisnya

buruk,

walaupun

sudah

di

lakukan

diagnosis

dini

dan

penatalaksanaan. Kanker esophagus juga merupakan salah satu kanker dengan


tingkat kesembuhan terendah, dengan 5 year survival rata-rata kira-kira 10%,
survival rates ini terburuk setelah kanker hepatobilier dan kanker pankreas.
Iritasi kronis di pertimbangkan berisiko tinggi menyebabkan kanker
esofagus. Di Amerika Serikat, kanker esophagus telah di hubungkan dengan salah
cerna alcohol dan penggunaan tembakau. Di Negara lain kanker esophagus telah
di hubungkan dengan penggunaan pipa opium, komsumsi minuman panas
berlebihan, dan defesiensi nutrisi khususnya kurang buah dan sayuran. Buah dan
sayur dianggap dapat meningkatkan perbaikan jaringan yang teratasi. Prognosis
klien dengan kanker esophagus adalah buruk, dengan angka bertahan hidup dalam
5 tahun hanya sekitar 9%. Harapan yang tidak menguntungkan ini di hubungkan

dengan keadaan alamiah dari penyakit ini, karena penyakit tumbuh dengan cepat,
bermetastatis dengan sangat cepat dan merupakan penyakit tahap lanjut saat di
diagnosis.
B. Etiologi dan faktor resiko kanker esophagus
Pada karsinoma esofagus tidak diketahui adanya satu faktor tunggal yang
menyebabkan terjadinya kanker ini. Faktor resiko terjadinya kanker esofagus
diantaranya terdiri dari faktor lingkungan, diet, kebiasaan, iritasi kronik pada
mukosa dan kultural.
Faktor resiko terjadinya kanker esofagus
Lingkungan
Lokasi geografis
Kadar molibdium dalam tanah yang rendah
Kadar garam dalam tanah
Suhu
Diet
Aflatoksin
Asbestos
Defisiensi vit A, E, C, ribovlavin, niasin dan zinc
Kebiasaan
Alkohol
Rokok
Iritasi kronik pada mukosa oleh faktor fisis
Radiasi
Akalasia
Skleroterapi injeksi
Kultural
Status sosioekonomi
Ras
C. Klasifikasi kanker esophagus
Tipe karsinoma esophagus yang paling umum adalah tipe karsinoma sel
skuamosa sebanyak 60%, jenis ini timbul dari permukaan epitel dan di temukan

paling sering pada esophagus tengah dan bawah. Sedangkan tipe adenokarsinoma
sebanyak 35%, jenis ini paling sering terjadi pada sepertiga bawah esophagus dan
mungkin timbul dari fundus lambung.
D. Patofisiologi kanker esophagus
Klien telah mengalami lesi ulserasi esophagus yang luas sebelum gejala
timbul. Malignansi, biasanya sel skuamosa tipe epidermoid, menyebar di bawah
mukosa esophagus, atau dapat langsung menyebar kedalamnya melalui bagian
atas lapisan otot ke dalam limfatik. Pada tahap lanjut obstruksi esophagus terlihat,
dengan kemungkinan perforasi mediastinum dan erosi pembuluh darah besar. Bila
gejala terjadi yang berhubungan dengan kanker esophagus, penyakit ini secara
umum meluas.
E. Manifestasi klinis kanker esophagus
Kanker esophagus seringkali tidak terdiagnosa sampai penyakit tersebut
menjadi tahap lanjut atau timbul metastasis(meluas). Keluhan-keluhan pasien
yang bersifat samar-samar mengakibatkan diagnosis sering terlambat. Keluhan
utama klien pada awalnya disfagia, tidak bisa makan dan rasa penuh di perut dan
berat badan menurun. Disfagia merupakan gejala paling sering ditemukan sekitar
90% kasus. Esofagus mudah berdistensi sehingga pasien baru akan menyadari
setelah separuh diameter lumen esofagus terkena. Upaya yang biasanya dilakukan
pasien untuk mengatasi disfagia yaitu sering minum saat makan, makan makanan
yang lebih cair, makan secara lambat.
Odinofagia (nyeri saat menelan) lebih jarang ditemukan daripada disfagia,
nyeri terasa terus menerus, seperti ditusuk dan menyebar ke punggung. Adanya
suara serak menandakan invasi ke N.Laringeus rekurens atau aspirasi kronik.
Gejala lainnya meliputi anoreksia, anemia, adenopati servikal, cegukan setelah
makan. Gejala perluasan penyakit biasanya karena invasi atau keterlibatan organ
dan struktur di sekitarnya: disfonia, paralisis diafragmatik, batuk saat

menelan,sindrom vena kava superior, nodul survikal atau supraklavikula dapat


diraba, efusi pleural maligna, bau nafas busuk, asites maligna dan nyeri tulang.

Keluhan dan gejala kanker esofagus berdasarkan urutan


Disfagia
BB menurun
Odinofagia
Muntah
Suara menjadi serak
Batuk
Regurgitasi
Hematemesis/melena
Anemia defisiensi besi

frekuensi
Nyeri
Rasa
tidak
nyaman
di
kerongkongan
Singultus
Sindrom homer
Sindrom vena kava superior
Efusi pleura maligna
Asites maligna
Nyeri tulang
Pembesaran
kelenjar
supraklavikula

F. Pemeriksaan diagnostic kanker esophagus


Pemeriksaan diagnostic endoscopi esophagus dengan penyikatan untuk
memperoleh sel-sel atau biopsy merupakan diagnosis yang yang sering di
lakukan. Bronkoskopi biasanya di lakukan khususnya pada tumor pada sepertiga
tengah dan atas esophagus, untuk menentukan apakah terjadi penyebaran atau
perluasaan pada trachea atau paru-paru dan untuk membantu dalam menentukan
apakah lesi dapat diangkat. Mediatinoskopi di gunakan untuk menentukan apakah
kanker telah menyebar ke nodus dan struktur mediastinal lain. Kanker esopagus
ujung bawah mungkin berhubungan dengan adenokarsinoma lambung yang
meluas ke atas esophagus. Pemeriksaan radiologi (CT scan dan MRI) di lakukan
untuk evaluasi perluasan (metastasis) penyakit. Kanker esophagus dapat
menyebar ke paru-paru, lambung, peritoneum, ginjal, kelenjar adrenal, otak dan
tulang.

Pada foto dada, air fluid level

di daerah mediastinum menunjukkan

adanya cairan yang tertahan didalam lumen esofagus yang berdilatasi. Mungkin
terdapat kelainan lain berupa metastasis tumor di paru-paru, metastasis ke tulang,
pneumonia, pneumoperikardium, deviasi trakea, efusi pleura dan limfadenopati.
G. Penatalaksanaan medik kanker esophagus
Kanker osepagus sering di temukan pada tahap akhir, maka pengobatan
dapat mencakup pembedahan, radiasi, kemoterapi atau kombinasi modalitas ini
dan tergantung luasnya kanker esophagus.
1. Pembedahan
Pemilihan pendekatan pembedahan
pengangkatan

segmen

esophagus

pada
yang

esofagektomi
mengandung

melibatkan
tumor

dan

esopagogastrostomi bergantung pada luas dan lokasi tumor lesi yang


melibatkan sambungan esofagogastrik atau esophagus torakal bawah dilakukan
dengan terakotomi kiri. Intik lesi esophagus atas, esophagus total
menggunakan insisi garis tengah atas dan torakotomi bawah atau dapat di
gunakan pendekatan transhiatal.
2. Terapi radiasi
Terapi radiasi telah di lakukan baik pra atau pasca pembedahan. Jenis
karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma esophagus sensitive terhadap
terapi radiasi,yang di gunakan paling sering sebagai paliasi untuk obstruksi
atau kontrol nyeri pada klien yang tidak di calonkan prosedur pembedahan.
Terapi radiasi jarang di gunakan sebagai terapi primer karena program
tindakan biasanya berakhir 6-8 minggu. Terapi ini tidak menghasilkan satu
efek dengan harapan hidup yang panjang, biasanya klien bertahan hidup
beberapa bulan saja.
3. Kemoterapi

Kemoterapi telah di lakukan baik pra dan pasca pembedahan dalam kombinasi
modalitas pengobatan, dengan atau tanpa terapi radiasi. Pendekatan yang lebih
agresif ini belum memperlihatkan efek harapan hidupyang lebih besar dan
dikaitkan dengaan toksisitas yang lebih besar. Agens tunggal dan kemoterapi
kombinasi telah menunjukan keefektifan dalam mengobati karsinoma sel
skuamosa. Agens yang umum di gunakan antara lain : sisplatin, bleomisin,
mitomisin, doksorubisin, metotreksat dan 5fluorourasil.
a. Terapi laser (Nd:YAG laser).
Pemberian intervensi terapi laser (ND:YAG laser) dapat menurunkan secara
sementara kondisi disfagia pada 70% pasien kanker esophagus.
Pe;laksanaan secara multiple yang di bagi pada beberapa sesi dapat
meningkatkan kepatenan lumen esophagus (wang, 2008).
b. Photodynamic therapy (PDT)
PDT di lakukan pada pasien dengan jaringan diplastik. Fotosintesis
mentransfer energy kesubstrat kimia pada jaringan abnormal. Beberapa
studi PDT atau terapi laser dengan kombinasi penghambat asam jangka
panjang (longterm acid inhibition) menghasilkan terapi endoskopik yang
efektif pada dysplasia mukosa barret dan mengeliminasi mukosa barret
(Fisichella, 2009).
H. Komplikasi kanker esophagus
Terjadi akibat invasi jaringan dan efek kompresi oleh tumor. Selain itu
komplikasi dapat timbul karena terapi terhadap tumor. Invasi sering terjadi ke
struktur disekitar mediastinum.
1. Invasi ke aorta mengakibatkan perdarahan masif, ke perikardium terjadi
tamponade jantung atau sindrom vena kava superior
2. Invasi ke serabut saraf mengakibatkan suara serak atau disfagia

3. Invasi

ke

saluran

esofagopulmonal

nafas

yang

mengakibatkan

merupakan

fistula

komplikasi

trakeoesofageal
serius

dan

dan

progresif

mempercepat kematian.
4. Obstruksi esofagus dapat menimbulkan terjadinya pneomonia aspirasi yang
pada gilirannya mengakibatkan abses paru dan empiema.
5. Gagal nafas karena obstruksi mekanik dan perdarahan
6. Perdarahan pada tumor dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi sampai
perdarahan akut masif, pasien sering tampak malnutrisi, lemah, emasiasi, dan
gangguan sistem imun yang kemudian akan menyulitkan terapi
I. Pengkajian data keperawatan
Pengkajian keperawatan pada klien kanker esophagus meliputi :
1. Riwayat kesehatan lengkap dapat menunjukan kemungkinan gangguan
esophagus.
2. Kaji nafsu makan klien : apakah baik, meningkat atau menurun.
3. Kaji adanya ketidakmampuan saat menelan: jika ya, apakah terjadi hanya saat
makanan tertentu/berhubungan dengan nyeri/ perubahan posisi mempengaruhi
ketidaknyamanan.
4. Kaji pengalaman nyeri, adakah hal-hal yang mempengaruhi nyeri.
5. Kaji adanya gejala lainya yang terjadi secara regular, seperti regurgitasi,
nocturnal, kembung, nyeri ulu hati, tekanan substernal, sensasi makanan
tersangkut di tenggorok, peraan penuh setelah makan makanan dalam jumlah
sedikit, mual, muntah, dan penurunan berat badan.
6. Kaji adanya faktor penyebab masa lalu atau sekarang seperti infeksi, iritan
kimia, mekanik atau fisik.
7. Kaji apakah klien mengkomsumsi alkohol, tembakau, jika ya, kaji berapa
banyak asupan setiap harinya.
8. Timbang berat badan klien dan ukur tinggi badan untuk menentukan status
nutrisi klien.
9. Auskultasi bunyi napas untuk menentukan adanya komplikasi pulmonal.

Pada pengkajian diagnostic untuk kanker esophagus yang di perlukan adalah


pemeriksaan radiograph, endoscopi biopsi, sitologi dan laboratorium klinik.
1. Pemeriksaan Radiolografi.
a. Dengan bubur barium akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian
kasus di man akan terlihat tumor dengan permukaan yang erosive dan
kasar pada bagian esophagus yang terkena. Bila terdapat penyempitan
pada bagian distal oleh penyebaran tumor ini dari daerah kardia
lambung , hal ini harus dapat di bedakan dengan akalasia.
b. CT scan. Untuk melihat derajat pembesaran tumor pada rongga thoraks
dan di perlukan untuk mengetahui apakah terdapat metastasis pada hati.
2. Endoscopi dan biopsi.
Pemeriksaan endoscopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosa
karsinoma esophagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma
epidermal dan adenokarsinoma. Pada pemeriksaan tersebut di perlukan
beberapa biopsy karena terjadi penyebaran ke submukosa dan adanya
kecenderungan tertutupnya karsinoma epidermal oleh sel epital skuamosa
yang normal.
3. Sitologi.
Pemeriksaan sitologik di dapatkan dengan cara bilasan pada daerah tumor
ttersebut. Sel-sel tumor juga di peroleh pada ujung esofagoskop ketika alat
ini keluar setelah pemeriksaan endoskopik.
4. Pemeriksaan tes faal hati dan ultrasonografi di perlukan untuk mengetahui
apakah ada matastasis pada hati.
J. Diagnosa keperawatan pada klien kanker esophagus pre pembedahan.
Diagnosa keperawatan yang sering timbul pada klien kanker esophagus sebagai
berikut :

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker,
konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan, distress emosional, keletihan,
kontrol nyeri buruk dan kesulitan menelan.
2. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit ( kompresi/destruksi jaringan
saraf, atau suplai vaskularnya, obstruksi jaras saraf, inflamasi, efek samping
berbagai agen terapi saraf.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi esofagotrakeal,
perdarahan, proses inflamasi
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
5. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang dibutuhkan untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel
6. Kelelahan berhubungan dengan punurunan produksi energi metabolik,
peningkatan kebutuhan energi, kebutuhan psikologis/emosional berlebihan,
perubahan kimia tubuh ; efek samping obat-obatan, kemoterapi
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat informasi, kesalahan
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif
8. Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana
pembedahan.
K. Diagnosa keperawatan pada klien kanker esophagus pasca pembedahan.
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kemampuan batuk menurun, nyeri
pascaoperasi.
2. Nyeri b.d gangguan pada kulit, jaringan, munculnya saluran dan selang
3. Kerusakan integritas kulit b.d interupsi mekanis pada kulit/jaringan, perubahan
sirkulasi, efek yang ditimbulkan dari medikasi,
4. Resiko cedera, faktor resiko meliputi kondisi interaktif individu dan
lingkungan, lingkungan eksternal misalnya struktur fisik, lingkungan, posisi,
pemajanan peralatan

5. Resiko infeksi, faktor resiko meliputi kulit yang rusak, trauma jaringan, statis
jaringan tubuh, munculnya zat-zat patogen, prosedur invasif
L. Rencana Keperawatan pada klien kanker esophagus pre pembedahan.
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
status hipermetabolik berkenaan dengan kanker, konsekuensi kemoterapi,
radiasi, pembedahan, distres emosional, keletihan, kontrol nyeri buruk dan
kesulitan menelan.
Tujuan :
Nyeri teratasi/hilang, pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil:
Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Berat badan bertambah
Intervensi :
a. Kaji masukan makanan klien setiap hari
R/ Mengidentifikasi status nutrisi klien
b. Anjurkan kliern mengunyah makanan dengan sempurna dan menelan
perlahan-lahan
R/ memudahkan makanan masuk ke dalam lambung
c. Berikan makanan sedikit tapi sering dengan bahan makanan yang tidak
bersifat iritatif
R/ untuk mengurangi mual dan mencegah muntah
d. Anjurkan klien untuk diet tinggi kalori kaya nutrient dengan masukan
cairan yang adekuat
R/ meningkatkan pemenuhan kebutuhan jaringan metabolik dan cairan
e. Berikan cairan pada makanan atau beri minum saat makan.
R/ cairan memudahkan klien menelan makanan
f. Siapkan makanan dalam bentuk yang menarik
R/ Untuk membantu merangsang nafsu makan
g. Hindari makanan terlalu manis, berlemak atau pedas
R/ Untuk mencegah respon mual/muntah
h. Ajarkan klien tehnik relaksasi, dan latihan aktivitas sedang sebelum makan
R/ Dapat menurunkan perasaan mual, dan meningkatkan masukan oral

i. Timbang berat badan setiap hari


R/ Membantu dalam identifikasi terjadinya malnutrisi.
j. Kolaborasi tentang pemberian terapi antiemetik sebelum, selama dan
setelah pemberian agen agen antineoplastik.
2. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit (kompresi/destruksi jaringan saraf,
infiltrasi saraf, atau suplai vaskulernya, obstruksi jalan saraf, inflamasi, efek
samping berbagai agen terapi saraf.
Tujuan :
Kenyamanan klien terpenuhi.
Nyeri hilang/terkontrol.
Ekspresi wajah klien rileks
Klien dapat istirahat dengan cukup
Kriteria hasil :
Menyatakan nyeri hilang
Menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu tidur/istrahat dengan tepat
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri: lokasi, frekuensi, durasi dan intensitas (skala 0-10).
R/ Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi yang dilakukan.
b. Jelaskan pada klien/orang terdekat tentang yang akan terjadi setelah
program terapi:pembedahan,radiasi dan kemoterapi.
R/ meningkatkan pemahaman klien tentang komplikasi terapi seperti : nyeri
insisi, kulit terbakar, nyeri punggung bawah, sakit kepala.
c. Berikan kenyamanan dasar seperti posisi, gosok punggung, dan aktivitas
hiburan.
R/ meningkatkan relaksasi otot dan membantu memfokuskan perhatian.
d. Ajarkan tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi
R/ memungkinkan klien untuk berpartisifasi secara aktif dan meningkatkan
rasa kontrol terhadap nyeri.
e. Jelaskan pada klien agar menghindari minuman terlalu panas/dingin dan
makanan pedas.

R/ karena merangsang spasme esopagus dan meningkatkan sekresi asam


hidroksida.
f. Jelaskan pada klien agar menghindari aktivitas yang menegangkan area
torakal.
R/ karena dapat meningkatkan nyeri.
g. Anjurkan untuk duduk tegak selama 1-4 jam setiap selesai makan
R/ untuk menghindari terjadinya refluks.
h. Atur posisi tidur semi fowler
R/ untuk mencegah terjadinya refluks
i. Berikan antasida dan antagonis histamine sesuai program pengobatan
R/ untuk mencegah iritasi esophagus dan lambung
j. Berikan analgesik sesuai program pengobatan
R/ Dapat menurunkan atau menghilangkan nyeri.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi esofagotrakeal,
perdarahan, proses inflamasi
Tujuan :
Memperbaiki oksigenasi
Mempertahankan ventilasi adekuat
Fungsi pernafasan adekuat untuk kebutuhan individu
Pola nafas kembali normal
Kriteria hasil
Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam
rentang normal dan paru jelas/bersih
Berpartisipasi dalam aktifitas/perilaku meningkatkan fungsi paru
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman nafas, dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu/pelebaran nasal
R/ kecepatan biasanya meningkat, dispneu dan terjadi peningkatan kerja
nafas. Kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius seperti
krekles, mengi, gesekan pleural

R/ bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder


terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan nafas. Ronkhi dan mengi
menyertai obstruksi jalan nafas/kegagalan pernafasan
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari
tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin
R/ duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan. Perubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisisan
udarasegmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas
d. Observasi pola batuk dan karakteristik sekret
R/ kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi. Sputum berdarah
dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau antikoagulan berlebih
e. Dorong/bantu pasien latihan nafas dalam dan batuk efektif. Penghisapan
peroral atau nasotrakeal bila diindikasikan
R/ dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidaknyamanan upaya bernafas
f. Bantu pasien mengatasi takut/ansietas
R/ perasaan takut dan ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan
bernafas/terjadi

hipoksemia

dan

secara

aktual

meningkatkan

konsumsi/kebutuhan oksigen.
g. Berikan oksigen tambahan
R/ memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
h. Siapkan/bantu untuk bronkoskopi
R/ kadang-kadang berguna untuk membuang bekuan darah dan
membersihkan jalan nafas
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan, muntah
Tujuan :
Perdarahan teratasi dan volume darah kembali normal
Kriteria hasil
Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluaran
urine adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membran
mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat

Intervensi :
a. Catat karakteristik muntah dan atau drainase
R/ membantu dalam membedakan penyebab distress gaster. Kandungan
empedu kuning kehijauan menunjukkan pilorus terbuka, kandungan fekal
menunjukkan obstruksi usus, darah merah cerah menunjukkan adanya
perdarahan arterial akut, darah merah gelap menunjukkan perdarahan lama
atau perdarahan vena dari varises. Makanan tak tercerna menunjukka
obstruksi atau tumor gaster/esofagus
b. Awasi tanda vital, bandingkan dengan hasil normal pasien sebelumnya.
Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring dan berdiri bila mungkin
R/ perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan
kasar kehilangan darah. Hipotensi postural menunjukkan penurunan
volume sirkulasi
c. Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya
perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat,
takipneu, peningkatan suhu
R/ simtomatologi dapat berguna untuk mengukur berat, lamanya episode
perdarahan. Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya
perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan
d. Awasi masukan dan haluran dan hubungkan dengan perubahan berat badan
R/ memberikan pedoman untuk penggantian cairan
e. Pertahankan tirah baring
R/ aktivitas/muntah meningkatkan tekanan intrabdominal dan dapat
mencetuskan perdarahan lanjut
f. Catat perdarahan baru setelah berhentinya perdarahan awal
R/ meningkatnya kepenuhan atau distensi abdominal, mual, muntah baru
dan diare baru dapat menunjukkan perdarahan ulang
g. Berikan cairan/darah sesuai indikasi

R/ penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya


perdarahan. Tambahan volume (albumin) dapat diinfuskan sampai
penggolongan darah diselesaikan dan transfusi dimulai.
h. Awasi pemeriksaan laboratorium misalnya Hb/Ht, SDM, BUN dan
kreatinin
R/ alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah dan mengawasi
keefektifan terapi. BUN > 40 dengan kadar kreatinin normal menunjukkan
perdarahan mayor, BUN harus kembali ke kadar normal pasien kurang
lebih 12 jam setelah perdarahan berhenti
5. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang dibutuhkan untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel
Tujuan :
Mengembalikan perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil :
Mempertahankan/memperbaiki perfusi jaringan dengan bukti tanda vital
stabil, kulit hangat, nadi perifer teraba, GDA dalam batas normal, keluaran
urine adekuat
Intervensi :
a. Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/sakit kepala
R/ perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral akibat
tekanan darah arterial
b. Selidiki keluhan nyeri dada, catat lokasi, kualitas, lamanya, dan apa yang
menghilangkan nyeri
R/ dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan penurunan
perfusi disebabkan oleh kehilangan darah dapat menimbulkan IM pada
pasien jantung
c. Auskultasi nadi apikal, awasi kecepatan jantung/irama
R/ perubahan disritmia dan iskemia dapat terjadi sebagai akibat hipotensi,
hipoksia, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit atau pendinginan dekat
area jantung.

d. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat,


dan nadi perifer lemah
R/ vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume
sirkulasi dan/atau dapat terjadi sebagai efek samping pemberian vasopresin
e. Catat haluaran urine dan berat jenis
R/ penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemia/gagal ginjal
dimanifestasikan dengan penurunan keluaran urine
f. Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba, nyeri hebat atau nyeri
menyebar ke bahu
R/ nyeri berat berlanjut atau tiba-tiba dapat menunjukkan iskemia
sehubungan dengan terapi vasokontriksi, perdarahan kedalam traktus bilier,
atau perforasi/timbulnya peritonitis.
g. Observasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan minyak, ubah posisi
dengan sering
R/ gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan resiko kerusakan kulit
h. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
R/ mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut
i. Berikan cairan IV sesuai indikasi
R/ mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi. Catatan : penggunaan
ringer laktat dikontraindikasikan pada adanya gagal hati karena
metabolisme laktat terganggu, dan asidosis laktat dapat terjadi.
6. Kelelahan berhubungan dengan punurunan produksi energi metabolik,
peningkatan kebutuhan energi, kebutuhan psikologis/emosional berlebihan,
perubahan kimia tubuh ; efek samping obat-obatan, kemoterapi
Tujuan :
Kelelahan teratasi
Pasien dapat beraktifitas adekuat
Kriteria hasil :
Melaporkan perbaikan rasa berenergi
Melakukan aktivitas dan berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
pada tingkat kemampuan

Intervensi :
a. Rencanakan perawatan untuk memungkinkan periode istirahat. Jadwalkan
aktivitas periodik bila pasien mempunyai energi banyak. Libatkan
pasien/orang terdekat dalam jadwal perencanaan.
R/ periode istirahat sering diperlukan untuk memperbaiki/menghemat
energi. Perencanaan akan memungkinkan pasien menjadi aktif selama
waktu dimana tingkat energi lebih tinggi yang dapat memperbaiki perasaan
sejahtera dan rasa kontrol.
b. Buat tujuan aktivitas realistis dengan pasien
R/ memberikan rasa kontrol dan perasaan mampu menyelesaikan
c. Dorong pasien untuk melakukan apa saja bila mungkin. Misalnya mandi,
duduk, bangun dari kursi, berjalan. Tingkatkan tingkat aktifitas sesuai
kemampuan.
R/ meningkatkan kekuatan/stamina dan memampukan pasien menjadi lebih
aktif tanpa kelelahan yang berarti.
d. Pantau respon fisiologis terhadap aktivitas. Misalnya perubahan pada TD
atau frekuensi jantung/pernafasan
R/ toleransi sangat bervariasi tergantung pada tahap proses penyakit, status
nutrisi, keseimbangan cairan, dan reaksi terhadap aturan terapeutik.
e. Dorong masukan nutrisi
R/ masukan/penggunaan nutrisi adekuat perlu untuk memnuhi kebutuhan
energi untuk aktivitas.
f. Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi
R/ adanya anemia atau hipoksemia menurunkan ketersediaan oksigen
untuk ambilan seluler dan memperberat keletihan
g. Rujuk pada terapi fisik/okupasi
R/ latihan yang terprogram setiap hari dan aktivitas membantu pasien
mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan tonus otot, meningkatkan
rasa sejahtera. Penggunaan alat adaptasi dapat membantu menghemat
energi.

7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit prognosis, dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat informasi, kesalahan
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif
Tujuan :
Pemahaman klien tentang penyakitnya meningkat.
Kriteria hasil :
Dapat menjelaskan :
Diagnosa
Pemeriksaan diagnostik
Pengobatan
Efek samping pengobatan
Klien siap untuk pengobatan
Intervensi :
a. Kaji pemahaman klien/orang terdekat tentang diagnose dan alternative
pengobatan yang akan dilakukan.
R/ mengidentifikasi pemahaman klien dan menentukan kebutuhan
informasi yang diperlukan.
b. Jelaskan tentang diagnosa penyakit dan alternative pengobatan atau
prosedur tindakan serta tujuannya.
R/ klien mendapatkan kejelasan tentang penyakitnya dan alternative
pengobatan yang akan dilakukan.
c. Siapkan secara fisik dan psikologis untuk tes diagnostic dan pengobatan
yang akan diberikan.
R/ mengurangi kecemasan klien sehingga dapat berpartisifasi dalam
pengobatan.
d. Jelaskan efek samping yang mungkin timbul setelah pengobatan diberikan.
R/ klien mendapatkan kejelasan tentang efek samping pengobatan yang
diberikan.
e. Monitor respon klien terhadap pengobatan yang diberikan.
R/ untuk mengetahui efek pengobatan yang diberikan dan menentukan
intervensi selanjutnya,

f. Jelaskan pada klien tentang perawatan di rumah yaitu diet, jadwal obatobatan disesuaikan dengan aktivitas harian klien.
R/ agar klien dapat melakukan perawatan dirumah secara mandiri.
8. Kecemasan b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana
pembedahan.
Tujuan :
Kecemasan berkurang.
Kriteria Hasil :
Klien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat
Klien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan
perubahan koping yangdigunakan ssesuai situasi yang dihadapi.
Intervensi :
a. Monitor respon fisik, seperti kelemahan, perubahan tanda vital, dan gerakan
yang berulang-ulang. Catat kesesuaian respon verbal dan nonverbal selama
komunikasi.
R/ Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkatkesadaran/konsentrasi,
khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
b. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan
rasa takutnya.
R/ Memberikan kesempatan untuk berkosentrasi, kejelasan dari rasa takut,
dan mengurangi cemas yang berlebihan.
c. Beri dukungan praoperasi
R/ Hubungan emosional yang baik antara perawat dan klien akan
mempengaruhi penerimaan klien dengan operasi.
d. Berikan kesempatan kepada klien untuk mmengungkapkan kecemasannya.
R/ klien yang divonis mengalami kanker esophagus mempunyai tingkat
penerimaan yang berpariasi.
e. Kolaborasi pemberian anticemas sesuai indikasi seperti diazepam.
R/ Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
M. Rencana keperawatan pada klien kanker esopagus pascaoperasi.

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kemampuan batuk menurun, nyeri


pascaoperasi.
Tujuan :
Pascabedah esofagektomi, bersihan jalan napas klien tetap optimal.
Kriteria hasil :
g. Jalan napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas
h. Suara napas normal, tidak ada bunyi napas tambahan seperti stridor
i. Tidak ada penggunaan otot bantu napas
j. RR dalam batas normal 12-20x/menit.
Intervensi :
a. Kaji dan monitor jalan napas
R/ salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien bernapas atau tidak
adalah dengan menempatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut
pasien untuk merasakan hembusan napas.
b. Beri oksigen 3 liter/menit
R/ pemberian oksigen dilakukan pada fase awal pascaoperasi. Pemenuhan
oksigen dapat membantu meningkatkan paO2 di cairan otak yang akan
mempengaruhi pengaturan pernapasan.
c. Bersihkan sekresi pada jalan napas dan lakukan suctioning apabila
kemampuan mengevakuasi secret tidak efektif.
R/ kesulitan pernapasan dapat terjadi akibat sekresi lendir yang berlebihan.\
d. Ajarkan dan instruksikan klien untuk batuk efektif
R/ Batuk efektif dapat melonggarkan sumbatan mucus.
e. Tetapkan lokasi dari setiap segmen paru-paru
R/ Auskultasi dapat menentukan area paru dengan bunyi napas ronkhi
sebagai dasar untuk menentukan pengaturan posisi.
f. Lakukan vibrasi dan perkusi
R/ Pemberian vibrasi dan perkusi sesuai area penumpukan secret akan
memobilisasi sekret dari jalan napas kecil ke jalan napas besar sehingga
akan mudah dibatukkan.
2. Nyeri b.d gangguan pada kulit, jaringan, munculnya saluran dan selang
Tujuan :
Menghilangkan/meredakan nyeri yang dirasakan pasien

Kriteria hasil :
Mengatakan bahwa rasa nyeri terkontrol/hilang
Tampak santai, dapat beristirahat tidur dan ikut serta beraktifitas sesuai
kemampuan
Intervensi :
a. Catat umur dan berat pasien, masalah medis/psikologis yang muncul
kembali, proses intraoperasi ( ukuran/lokasi insisi, zat-zat anastesi)
R/ pendekatan pada manajemen rasa sakit pascaoperasi berdasarkan kepada
faktor-faktor variasi multipel
b. Evaluasi rasa sakit secara reguler, catat karakteristik, lokasi dan intensitas
R/ sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi
c. Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan dan
R/ perhatikan hal-hal yang tidak diketahui misalnya hasil operasi, biopsi
jaringan
d. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardi, hipertensi dan peningkatan
pernafasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit
R/ dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan
e. Kaji penyebab ketidaknyamanan selain dari tindakan operasi
R/ ketidaknyaman mungkin disebabkan/diperburuk dengan penekanan
pada kateter, selang nasogastrik, cairan dan gas gaster
f. Lakukan reposisi sesuai petunjuk misalnya semi fowler atau miring
R/ mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi
fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot punggung,
sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.
g. Dorong penggunaan tehnik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam,
bimbingan imajinasi, visualisasi
R/ lepaskan tegangan emosional dan otot, tingkatkan perasaan kontrol
yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping
h. Observasi efek analgesik
R/ respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik dan mungkin
menimbulkan efek-efek sinergistik dengan zat anastesi
i. Berikan obat analgesik sesuai petunjuk

R/ analgesik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa sakit,


menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.
Pemberian IM akan memakan waktu yang lama dan keefektifannya
bergantung pada tingkat dan absorpsi sirkulasi
3. Kerusakan integritas kulit b.d interupsi mekanis pada kulit/jaringan, perubahan
sirkulasi, efek yang ditimbulkan dari medikasi,
Tujuan :
Integritas kulit pasien kembali normal
Kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan luka, mendemonstrasikan tingkah laku/tehnik
untuk meningkatkan kesembuhan dan untuk mencegah komplikasi
Intervensi :
a. Beri pengutan pada balutan awal/penggantian sesuai indikasi. Gunakan
tehnik aseptik yang ketat
R/ lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah
akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi
b. Secara hati-hati lepaskan perekat dan pembalut pada waktu mengganti
(sesuai arah pertumbuhan rambut)
R/ mengurangi resiko trauma kulit dan gangguan pada luka
c. Periksa tegangan balutan, beri perekat dari pusat insisi menuju ke tepi luar
dari balutan luka
R/ dapat mengganggu/membendung sirkulasi pada luka
d. Periksa luka secara teratur, cata karakteristik dan integritas kulit
R/ pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan, apabila ada
cairan terus menerus atau adanya eksudat yang bau menunjukkan
terjadinya komplikasi
e. Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh area luka
R/ mencegah kontaminasi luka
f. Biarkan terjadi kontak antara luka dan udara sesegera mungkin atau tutup
dengan kain kasa tipis
R/ membantu mengeringkan luka dan membantu proses penyembuhan luka

g. Irigasi luka, bantu dengan emmberikan debridement sesuai kebutuhan


R/ membuang jaringan nekrotik/luka eksudat untuk meningkatkan
penyembuhan
4. Resiko cedera, faktor resiko meliputi kondisi interaktif individu dan
lingkungan, lingkungan eksternal misalnya struktur fisik, lingkungan, posisi,
pemajanan peralatan
Tujuan :
Pascaintervensi reseksi esophagus, pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria Hasil :
TTV dalam batas normal
Kondisi kepatenan selang dada optimal
Intervensi :
a. Lakukan perawatan di ruang intensif
R/ untuk menurunkan resiko injuri dan agar memudahkan intervensi klien
selama 48 jam dirawat di ruang intensif.
b. Kaji faktor-faktor yang meningkatkan resiko injuri
R/ pada saat pascaoperasi, pada klien akan terdapat banyak drain pada
tubuh klien. Keterampilan keperawatan kritis diperlukan agar pengkajian
vital dapat sistematis dilakukan.
c. Kaji status neurologis dan laporkan apabila terdapat perubahan status
neurologis
R/ setiap adanya perubahan status neurologis merupakan salah satu tanda
terjadi komplikasi bedah.
d. Pertahankan status hemodinamik yang optimal, lakukan hidrasi awal
pascaoperasi.
R/ cairan intravena sebagai pemeliharaan status dinamik. Cairan akan
membantu memelihara keadekuatan sirkulasi dari volume darah sebagai
proteksi pada organ vital untuk mencegah kondisi hipovolemia
pascabedah.
e. Pantau kondisi status cairan kristaloid atau komponen darah

R/ pada periode immediate pascaoperasi pemberian cairan kristaloid atau


komponen darah setelah klien tidak mmengalami kelebihan cairan.
f. Pantau pengeluaran urine rutin
R/ klien pascaprosedur esofagektomi akan mengalami transudasi cairan ke
intertisial, dengan memantau produksi urine dalam kisaran 30 ml/jam
sebagai batas dalam pemberian rehidrasi optimal.
g. Monitor kondisi selang nasogastrik.
R/ untuk menurunkan resiko kerusakan anastomosis harus selalu
memonitor pengeluaran dari selang dan menjaga kepatenan selang.
h. Monitor adanya komplikasi pasca-essofagektomi pada system pernapasan.
R/ ketidakmampuan dalam melakukan pembersihan jalan napas
merupakan kondisi yang paling sering menyebabkan atelaktasis, dan
pneumonia.
i. Bantu menyangga sekitar luka klien pada saat latihan batuk efektif atau
ajarkan menggunakan bantal apabila klien akan batuk.
R/ menurunkan tarikan pada kulit akibat peningkatan dari intraabdomen
sekunder dari batuk akan menurunkan stimulus nyeri sehingga klien
mendapat dukungan serta kepercayaan diri untuk melakukan pernapasan
diafragma.
5. Resiko infeksi, faktor resiko meliputi kulit yang rusak, trauma jaringan, statis
jaringan tubuh, munculnya zat-zat patogen, prosedur invasif
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada intergritas jaringan lunak.
Kriteria hasil :
Jahitan di lepas pada hari ke 12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan
peradangan pada area luka Pembedahan, leukosit dalam batas normal,
TTVdalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan dan apakah adanya order khusus
dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.

R/ Mengidentifikasi perkembangan atau penyimpangan dari tujuan yang di


harapkan.
b. Buat kondisi balutan dalam kedaan bersih dan kering
R/ Kondisi bersih dan kering akan menghindari kontaminasi komensal dan
akan menyebabkan respon inflamasi local dan akan memperlambat
penyembuhan luka.
c. Lakukan perawatan luka pada hari ke 2 post op dan di ulangi setiap 2 hari
sekali
R/ Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak
tindakan dengan luka yang dalam kondisi steril sehingga mencegah
kontaminasi kuman ke luka bedah.
d. Lakukan perawatan luka pada leher 2-3 kali sehari atau sesuai pesanan
medis
R/ Insisis pada leher yang basah akan di lakukan perawatan luka kering 2-3
kali sehari dengan tujuan untuk mendeteksi kebocoran dan anastomosis
pasca esofagektomi.
e. Lakukan perawatan luka pada sekitar drain
Semua drain pasca operasi esofagektomi merupakan material yang menjadi
jalan masuk kuman.
f. Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptic jenis iodine povidium
dengan cara swabbing dari arah dala keluar.
R/ pembersihan debris dan kuman sekitar luka dengan mengoptimalkan
kelebihan dari iodine povidium sebagai antiseptic dan dengan arah dari
dalam keluar dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.
g. Bersihkan bekas sisa iodine pividium dengan alkohol 70% atau normal
salin dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.
R/ antiseptic iodine povidium mempunyai kelemahan dalam menurunkan
proses epitelisasi jaringan sehingga memeperlambat pertumbuhan luka
maka harus di bersihkan dengan alkohol dan portal salim.

h. Tutup luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester yang menyeluruh
menutupi kasa
R/ penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda
atau udara yang bersentuhan dengan luka bedah.
i. Angkat drainase pasca bedah sesuai pesanan medis
R/ Pelepasan sesuai indikasi bertujuan untuk menurunkan resiko infeksi.
j. Kolaborasi pemberian antibiotic
R/ Antibiotik injeksi di berikan selama 3 hari pasca operasi yang kemiadian
di lanjutkan dengan antibiotic oral sampai jahitan di lepas.
Evaluasi Keperawatan kanker Esofagus.
Hasil yang diharapkan :
1. Mencapai asupan nutrisi yang adekuat.
Makan sedikit dan sering
Makan sedikit dan disertai air minum
Mempertahankan berat badan yang di inginkan.
2. Klien bebas dari nyeri atau mampu mengontrol nyeri dalam tingkat yang dapat
ditoleransi.
Menghindari makan banyak dan makanan pengiritasi
Menggunakan obat-obatan sesuai resep
Mempertahankan posisi duduk tegak setelah makan selama 1-4 jam.
Menyatakan bahwa terdapat sedkit sendawa dan nyeri dada.
3. Meningkatkan tingkat pengetahuan tentang kondisi esophagus dan pengobatan :
Menyebutkan penyebab kondisi
Mendiskusikan rasional untuk penatalaksanaan bedah, diet, program obatobatan.
Menjelaskan program pengobatan.
Mempraktikan tindakan pencegahan sehingga cedera kecelakaan dapat
dihindari.
4. Tidak mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.
5. Tidak terjadi infeksi pascabedah

6. Kecemasan pasien berkurang.

Patofisiologi kanker esophagus ke masalah keperawatan


Predisposisis stimulus kronik agen iritan

Refluks gastroesofageal kronik

Alhokol, tembakau, dan beberapa agen nitrogen


Kontak mukosa esophagus dengan asam
lambung dan garam empedu.
Kontak dengan agen karsinogenik iritan

Perubahan genetic pada epitel skuamosa


dysplasia epitel barret

Perubahan genetic pada epithelium


displasia epitel Barret

Adenokarsinoma esofagus
Karsinoma sel skuamosa esofagus

Kanker esofagus
Akalasia,striktur,tumor kepala dan
leher, penyakit sindrom
plummervinson, dan terpajan radiasi

Kompresi rasaf lokal

Nyeri retrosternal

Disfagia
anoreksia

Intake nutrisi tidak


adequat

Nyeri
Actual/resiko
ketidakseibangan nutrisi
kurang dari kebutuhan

Resiko tinggi injuri

Invasi jaringan dan efek


kompresi oleh tumor

Intervensi
radiasi &
kemoterapi

Respon
psikologis

Kecemasan
pemenuhan
informasi

Perub intake nutrisi

Intervensi bedah
trnsthoraksik
esophagektomy

Preoperative

Pasca operasi

Luka post op
Respon serabut likal

Kerusakan jar lunak


post op

Penurunan kemampuan
batuk efektif

Port de entre post


operasi
Actual/resiko ketidakefektifan bersihan jalan napas efektif

Risiko infeksi

Anda mungkin juga menyukai