Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar dan segera untuk mengurangi resiko infeksi.
Utamanya adalah untuk mencegah infeksi, penyembuhan fraktur dan restorasi
fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam
penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera,
secara hati-hati, debridemen yang dapat dilakukan berulang-ulang selama 48-72
jam, stabilisasi fraktur, penutupan kulit serta pemberian antibiotik yang adekuat. 1
Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi serta tingkat
keparahan cederanya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya
yang mengenai tubuh. Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh trauma langsung
maupun tidak langsung seperti luka tembak, trauma kecelakaan lalu lintas,
ataupun kecelakaan kerja yang berhubungan dengan himpitan pada jaringan
lunak.2
Infeksi pada tulang dapat menjadi masalah yang sulit ditangani. Gustilo
dan Anderson melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki hasil kultur
yang positif pada luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang
memiliki hasil kultur negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan
definitif. Oleh karena itu, setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah
potensial tersebut dengan penanganan secepat mungkin.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penatalaksanaan fraktur secara umum


Penatalaksanaan awal fraktur sebelum dilakukan pengobatan definitif, maka
diperlukan:
1. Pertolongan pertama
Pada

penderita

dengan

fraktur

yang

penting

dilakukan

adalah

membersihkan jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih dan
imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa
nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut ke ambulan.
2. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis.
Apakah luka itu luka tembus tulang, adaah trauma pembuluh darah atau
saraf ataukah ada trauma organ dalam yang lain.
3. Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba dirumah sakit dengan
syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
frakturnya sendiri berupa pemberian transfuse darah dan obat-obat anti
nyeri.
Adapun prinsip penatalaksanaan fraktur dibagi menjadi 6, yaitu:
1. Jangan membuat keadaan lebih jelek
2. Pengobatan berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus
- Menghilangkan nyeri

- Memperoleh posisi yang baik dari fragmen


- Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
- Mengembalikan fungsi secara optimal
4. Mengingat hukum hukum penyembuhan secara alami
5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual

Kasus fraktur biasanya terjadi akibat adanya trauma oleh karena perlu
dilakukan penatalaksaan sesuai dengan prinsip trauma, sebagai berikut:
Penilaian awal (primary survey / survei awal)
Survei awal bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan
prioritas berdasarkan trauma yang dialami. Fungsi-fungsi vital penderita harus
dinilai secara tepat dan efisien. Penanganan penderita terdiri atas evaluasi awal
yang cepat serta resusitasi fungsi vital, penangan trauma, dan identifikasi keadaan
yang dapat menyebabkan kematian.
A: Airway (saluran napas). Pada evaluasi awal penderita trauma, yang pertama
kali harus dinilai adalah saluran nafas. Penilain ini untuk mengetahui adanya
obstruksi saluran nafas seperti adanya benda asing, adanya fraktur mandibula atau
kerusakan trakea maupun laring yang dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas.
Harus diperhatikan pula secara cermat mengenai kelainan yang mungkin terdapat
pada vertebra servikalis dan apabila ditemukan kelainan, harus dicegah gerakan
yang berlebihan pada tempat ini dan dapat diberikan alat bantu seperti kolar leher
untuk penyangga. Pada beberapa keadaan kemungkinan terdapat kesulitan untuk
membedakan adanya benda asing dalam jalan nafas, fraktur mandibula dan

maksila, robekan trakea atau laring dan trauma servikalis. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah pemeriksaan neurologis dan foto rontgen vertebra servikal
B: Breathing (pernapasan). Perhatikan secara keseluruhan daerah thorak untuk
menilai ventilasi. Jalan napas yang bebas bukan berarti ventilasi cukup. Bila ada
gangguan atau instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan neurologis,
kita harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat pernapasan berupa kantong
yang disambung dengan masker atau pipa endotrakeal
C: Circulation (sirkulasi). Sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi 2 hal: a)
volume darah dan output jantung yang merupakan penyebab utama kematian pada
trauma. Perdarahan dianggap sebagai penyebab hipotensi pada trauma sebelum
dapat dibuktikan penyebab yang lain. Pada keadaan ini diperlukan penilaian
secara cepat dan akurat terhadap status hemodinamik penderita yang mengalami
trauma. 3 tanda klinis untuk menunjukan hipovolemik: kesadaran, warna kulit,
nadi b) perdarahan baik perdarahan luar maupun perdarahan dalam. Perdarahan
luar harus diatasi dengan balut tekan
D: Disability (evaluasi neurologis). Evaluasi neurologis secara cepat setelah satu
survei awal, dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil. Evaluasi ini
menggunakan metode AVPU, yaitu: A (Alert atau sadar), V (Vocal atau adanya
respon terhadap suara), P (Painful adanya respon terhadap rangsangan nyeri) dan
U (Unresponsive atau tidak ada respon sama sekali). Hasilnya dapat diketahui
GCS (glasgow coma scale)
E: Exposure (kontrol lingkungan). Untuk melakukan pemeriksaan secara teliti
pakaian penderita perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri), selain itu perlu
dihindari terjadinya hipotermi
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif

prinsip pengobatan ada 4 (4R), adalah:


- Rekognisi (diagnosis dan penilaian fraktur)
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologis. Pada awal pengobatan yang perlu
diperhatikan, adalah; lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang
sesuai untuk pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan
sesudah pengobatan.
- Reduksi / Manipulasi / Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimal. Reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode
tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya
tetap sama. Biasanya reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan
untuk menjalani prosedur. Harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus
ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Fraktur seperti
fraktur klavikula, iga dan fraktur impaksi dan humerus tidak memerlukan reduksi.
Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.
- Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai

terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau


interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
- Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan,
perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik
dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan
peredaran darah. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai
batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih
awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan
luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan
tingkat aktivitas dan beban berat badan.4

2.2 Penatalaksanaan fraktur terbuka


Fraktur terbuka sendiri merupakan suatu kasus emergensi karena dapat terjadi
kontaminasi oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam
(golden period). Agar kuman tidak terlalu jauh masuk kedalam tubuh, maka

dilakukan:
1.

Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCL
fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat pada
luka.

2.

Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridement)


Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat
perkembangan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fascia, otot dan fragmen-fragmen yang lepas.
Debridemen adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka
menjadi bersih. Untuk melakukan debridemen yang adekuat, luka lama dapat
diperluas, jika diperlukan dapat membentuk irisan yang berbentuk elips untuk
mengangkat kulit, fasia serta tendon ataupun jaringan yang sudah mati.
Debridemen yang adekuat merupakan tahapan yang penting untuk
pengelolaan dan dapat dilakukan secara berulang. Diperlukan cairan yang
cukup untuk fraktur terbuka dan dapat menggunakan cairan normal salin.

3.

Pengobatan fraktur itu sendiri


Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi
terbuka dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III sebaiknya
difiksasi dengan fiksasi eksterna.

4.

Penutupan kulit
Fraktur terbuka harus diobati dalam waktu periode emas (6-8 jam mulai dari
terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini dilakukan

apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat dilakukan split


thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah
akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan
terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup
kembali disebut delayed primary closure. Yang perlu mendapat perhatian
adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan sehingga kulit
menjadi tegang.
5.

Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam dosis yang adekuat sebelum, saat dan sesudah tindakan operasi.
Pemberian antibiotika efektif mencegah terjadinya infeksi pada fraktur
terbuka. Untuk fraktur terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah golongan
sefalosporin dan dikombinasi dengan golongan aminoglikosida.

6.

Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus.
Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian
toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin
(manusia).5

Terapi invasif (Operasi atau pembedahan)


Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan saat operasi adalah google, boot
dan sarung tangan tambahan. Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian

dengan povine iodine, lalu drapping area operasi. Debridemen dilakukan pertama
kali pada daerah kulit. Kemudian rawat perdarahan di vena dengan melakuan
koagulasi. Buka fascia untuk menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai
dengan 4C, Color, Contractility, Circulation and Consistency. Lakukan
pengangkatan kontaminasi canal medullary dengan saw atau rongeur. Curettage
canal medulary dihindarkan dengan alasan mencegah infeksi ke arah proksimal.
Irigasi dilakukan dengan normal salin. Penggunaan normal salin adalah 6-10 liter
untuk fraktur terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan reposisi.
Penutupan luka dilakukan jika memungkinkan. Berdasarkan jumlah jaringan
lunak yang hilang, luka-luka kompleks (complex wound) dapat ditutupi dengan
menggunakan metode yang berbeda, yakni :
a.

Lokal Flap
Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi fraktur.
Kemudian diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh (graft) dan
ditempatkan di atas luka.

b.

Free Flap
Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan ini
sering diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur free flap
membutuhkan bantuan dari seorang ahli bedah mikrovaskuler untuk
memastikan pembuluh darah terhubung dan sirkulasi tetap berjalan. 6

Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya digunakan metode fiksasi


eksternal atau internal. Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera
mungkin dan mencegah kerusakan jaringan yang lebuh lunak. Adapun metodenya
memerlukan operasi:
a.

Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke posisi
normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan
pelat logam ke permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat diselenggarakan
bersama-sama dengan memasukkan batang bawah melalui ruang sumsum di
tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk kerusakan jaringan
dan disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum
operasi fiksasi internal dapat dilakukan dengan aman. Indikasi untuk fraktur
terbuka, fraktur multipel.

b.

Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan
untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin
atau sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah
tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup
dihubungkan ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini
merupakan suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi
yang tepat. Indikasi dilakukan fiksasi eksterna yaitu fraktur terbuka grade II
& III, fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat.7

10

Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi. Immediate amputation


biasanya diindikasikan pada keadaan berikut:

Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan

iskemia sudah terjadi >8 jam


Anggota gerak yang mengalami crush berat dan jaringan viable yang

tersisa untuk revaskularisasi sangat minimal


Kerusakan neurologis dan soft tissue yang berat, dimana hasil akhir

repair tidak lebih baik dari penggunaan prosthesis.


Cedera multipel dimana amputasi dapat mengontrol perdarahan dan

mengurangi efek sistemik/life saving


Kasus dimana limb salvage bersifat life-threatening dengan adanya
penyakit kronik yang berat, seperti diabetes mellitus dengan gangguan

vaskular perifer berat dan neuropati (2099)


Kondisi bencana / mass disaster

11

Tabel 2.1 Penilaian amputasi menurut MESS

Diperlukan perawatan pasca bedah untuk mendapatkan hasil yang maksimal.


Dimana terdapat lima tujuan pengobatan fraktur, yaitu:
1. Menghilangkan nyeri
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen
fraktur
3. Mengharapkan dan mengusahakan union

12

4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan


fungsi otot dan sendi, mencegah atrofi otot dan mencegah kekakuan
sendi
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan sebuah akhir
pengobatan fraktur. Baik secara psikologis maupun pemberian
fisioterapi.8

13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1
3.1.1

Struktur dan penyembuhan tulang


Struktur
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5

fungsi utama, yaitu:


1. Membentuk rangka badan
2. Sebagai tempat melekat otot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat
dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam
5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk
memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit 9
Tulang dalam garis besarnya dibagi atas:10
Tulang panjang, yang temasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna.
Tulang panjang (os longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis,
diaphysis, dan metaphysis. Diaphysis atau batang, adalah bagian tengah
tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal
yang memiliki kekuatan yang besar. Metaphysis adalah bagian tulang yang

14

melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh
trabekular atau sel spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoetik.
Metaphysis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup
luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epiphysis. Epiphysis
langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang. Seluruh tulang dilapisi
oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum.

Gambar 3.1 Tulang panjang

Tulang pendek, contohnya antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang


carpal

Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis

Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan
bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan di luarnya dilapisi
oleh periosteum. Berdasarkan histologisnya maka dikenal:

Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini
pertama-tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan

15

embrional dan kemudian secara perlahan-lahan menjadi tulang yang matur


dan pada umur 1 tahun tulang imatur tidak terlihat lagi. Tulang imatur ini
mengandung jaringan kolagen dengan substansi semen dan mineral yang
lebih sedikit dibandingkan dengan tulang matur.

Tulang matur (mature bone, lamellar bone)

o Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone)


o Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)
Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel,
jaringan kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang matur ditandai dengan sistem
Harversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui
korteks yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih banyak
substansi semen dan mineral dibanding dengan tulang imatur.
Tulang terdiri atas bahan antar sel dan sel tulang. Sel tulang ada 3, yaitu
osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Sedang bahan antar sel terdiri dari bahan
organik (serabut kolagen, dll) dan bahan anorganik (kalsium, fosfor, dll).
Osteoblas merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim yang
sangat penting dalam proses osteogenesis dan osifikasi. Sebagai sel osteoblas
dapat memproduksi substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi
terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid
dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat

16

sesudah osteoblas dikelilingi oleh substansi organik intraseluler, disebut osteosit


dimana kradaan ini terjadi dalam lakuna.

Gambar 3.2 Histologi Tulang


Osteosit adalah bentuk dewasa dari osteoblas yang berfungsi dalam
recycling garam kalsium dan berpartisipasi dalam reparasi tulang. Osteoklas
adalah sel makrofag yang aktivitasnya meresorpsi jaringan tulang. Kalsium hanya
dapat dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoklasis yang
mengilangkan matriks organik dan kalsium secara bersamaan dan disebut
deosifikasi. Jadi dalam tulang selalu terjadi perubahan dan pembaharuan. Tulang
dapat dibentuk dengan dua cara: melalui mineralisasi langsung pada matriks yang
disintesis osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau melalui penimbunan matiks
tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral).
Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode
pertumbuhan tulang berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak
terjadi dalam bentuk perubahan mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang
sebagai suatu organ biokimia utama tulang. Komposisi tulang terdiri atas:
substansi organik (35%), substansi anorganik (45%), air (20%). Substansi organik

17

terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau matriks kolagen
dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah
asam hialuronat dan kondrotin asam sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri
atas kalsium dan fosfor dan sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat,
dan fluorida. Enzim tulang adalah alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas
yang kemungkinan besar mempunyai peranan penting dalam produksi organik
matriks sebelum terjadi kalsifikasi.11
3.1.2 Penyembuhan fraktur
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan.
Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa
jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada
penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses
penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami
kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi
konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang
secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga
merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses
penyembuhan fraktur berbeda pada tulang kortikal pada tulang panjang serta
tulang kanselosa pada metafisis tulang panjang atau tulang-tulang pendek,
sehingga kedua jenis penyembuhan fraktur ini harus dibedakan.

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:

18

Gambar 3.3 Proses penyembuhan fraktur


1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam sistem harvesian mengalami robekan pada
daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong
dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi
sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu

19

daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi sisi fraktur segera
setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi
sampai 2 3 minggu.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk suatu
kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna
sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan
yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari
diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam
jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi
pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan
yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor
ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan
hematoma suatu daerah fraktur.
Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa
yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus
belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan
berakhir pada minggu ke 4 8.
3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen
sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks
interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam

20

kalsium membentuk suatu tulang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai
woven bone. Pada pemeriksaan radiologis pertama terjadi penyembuhan
fraktur.
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang
menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara
bertahap. Pada fase 3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4 8 dan berakhir
pada minggu ke 8 12 setelah terjadinya fraktur.
5. Fase remodelling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian
yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodelling ini, perlahan-lahan akan terjadi resorbsi
secara osteoklasik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan
kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat
berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem harvesian dan
kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang
sumsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8 12 dan
berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.12

3.1.3

Waktu penyembuhan fraktur

Waktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan


beberapa factor penting pada penderita, antara lain:
1. Umur penderita

21

Waktu penyembuhan tulang pada anak anak jauh lebih cepat pada orang
dewasa. Hal ini terutama disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis
pada daerah periosteum dan endoestium dan juga berhubungan dengan
proses remodeling tulang pada bayi pada bayi sangat aktif dan makin
berkurang apabila usia bertambah
2. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Lokalisasi fraktur memegang peranan sangat penting. Fraktur metafisis
penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis. Disamping itu konfigurasi
fraktur seperti fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya dibanding
dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.
3. Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana periosteum intak, maka
penyembuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang
bergeser. Terjadinya pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan
menyebabkan kerusakan periosteum yang lebih hebat.
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua fragmen memiliki vaskularisasi yang baik, maka
penyembuhan biasanya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur
vaskularisasinya jelek sehingga mengalami kematian, maka akan
menghambat terjadinya union atau bahkan mungkin terjadi nonunion.
5. Reduksi dan Imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang
lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan

22

mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan


mengganggu penyembuhan fraktur.
6. Waktu imobilisasi
Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum
terjadi union, maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar.
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lemak.
Bila ditemukan interposisi jaringan baik berupa periosteal, maupun otot
atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua
ujung fraktur.
8. Adanya infeksi
Bila terjadi infeksi didaerah fraktur, misalnya operasi terbuka pada fraktur
tertutup atau fraktur terbuka, maka akan mengganggu terjadinya proses
penyembuhan.
9. Cairan Sinovia
Pada persendian dimana terdapat cairan sinovia merupakan hambatan
dalam penyembuhan fraktur.
10. Gerakan aktif dan pasif anggota gerak
Gerakan pasif dan aktif pada anggota gerak akan meningkatkan
vaskularisasi daerah fraktur tapi gerakan yang dilakukan didaerah fraktur
tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi

Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu 4 bulan. Waktu


penyembuhan pada anak secara kasar setengah waktu penyembuhan daripada

23

orang dewasa. Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa dapat di lihat
pada table berikut:
LOKALISASI
WAKTU PENYEMBUHAN (minggu)
Phalang / metacarpal/ metatarsal / kosta
36
Distal radius

Diafisis ulna dan radius

12

Humerus

10 12

Klavicula

Panggul

10 12

Femur

12 16

Condillus femur / tibia

8 10

Tibia / fibula

12 16

Vertebra

12
Tabel 3.1 Waktu penyembuhan fraktur

Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis


dan union secara radiologik. Penilaian secara klinis dilakukan dengan
pemeriksaan daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah
fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan
nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh
penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis
telah terjadi union dari fraktur.
Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah
fraktur dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan

24

adanya trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat
lanjut dapat dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah fraktur.13

3.2

Fraktur

3.2.1

Pengertian
Fraktur adalah diskontinuitas atau terputusnya jaringan tulang maupun

jaringan skeletal akibat tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang Trauma yang dapat menyebabkan fraktur dapat berupa trauma
langsung maupun tidak langsung. Dimana trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, sedangkan trauma
tidak langsung apabila trauma tersebut dihantarkan ke daerah yang lebih dari
daerah fraktur (contoh: jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur
pada klavikula) dan pada keadan ini biasanya jaringan lunak akan tetap utuh.
Fraktur terbuka sendiri merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk menurangi resiko infeksi. Selain mencegah
infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan dari fraktur dan restorasi fungsi
anggota gerak.5
Fraktur terbuka sering menimbulkan komplikasi berupa infeksi. Infeksi
dapat berasal dari flora normal di kulit ataupun bakteri pathogen khususnya
bakteri gram (-). Golongan flora normal kulit, seperti Staphylococus,
Propionibacterium acne, Micrococus dan dapat juga Corynebacterium.

3.2.2

Epidemiologi

25

Frekuensi dari fraktur terbuka bervariasi tergantung pada faktor geografis ,


sosio-ekonomi, populasi penduduk, dan trauma yang terjadi. Dari data yang
diambil didapatkan insidens fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur
dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3,64 : 1 dan kelompok umur
mayoritas dekade dua atau dekade tiga, dimana mobilitas dan aktifitas fisik
tergolong tinggi. Sedangkan sumber lain mengatakan insiden fraktur terbuka
sebanyak 21,3 kasus per 100.000 dalam setahun. Fraktur diafisis menduduki
peringkat terbanyak pada tibia (21,6%), disusul oleh femur (12,1%), radius dan
ulna (9,3%), dan humerus (5,7%). Pada tulang panjang, fraktur terbuka diafiseal
lebih sering terjadi dibanding metafiseal (15.3 % versus 1.2%).14

Lokasi

Jumlah kasus fraktur Fraktur Terbuka

Fraktur

Terbuka
Ekstremitas atas

15,406

503

3.3

Ekstremitas bawah

13,096

488

3.7

Lingkar bahu

1,448

0.2

Pelvis

942

0.6

Tulang Belakang

683

0.0

Total

31,575

1,000

3.17

Tabel 3.2 Epidemiologi fraktur

26

3.2.3

Klasifikasi

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).


1). Faktur Terbuka (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan
antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan kulit.

Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.


1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada
foto.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

Berdasarkan

bentuk

garis

patah

dan hubungannya

dengan

27

mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap

sumbu

tulang

dan

meruakan

akibat

trauma

angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

Berdasarkan jumlah garis patah.


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.

Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang

28

yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:


a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).

Berdasarkan posisi frakur


Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal

Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis


tulang.15

Menurut Gustilo dan Anderson pada tahun 1990 membagi fraktur terbuka
menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Grade I : Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena luka
tusukan dari fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit kerusakan
jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan
lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple, transversal, oblik pendek
atau sedikit komunitif.

29

2. Grade II : Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan jaringan
yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan
dengan sedikit kontaminasi fraktur.
3. Grade III : Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot,
kulit dan struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Tipe ini
biasanya di sebabkan oleh karena trauma dengan kecepatan tinggi. Tipe 3 di
bagi dalam 3 subtipe:
1. Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun
terdapat laserasi yang hebat ataupun adanya flap. Fraktur bersifat
segmental atau komunitif yang hebat
2. Tipe IIIB: fraktur disertai dengan trauma yang hebat dengan kerusakan
dan kehilangan jaringan, terdapat pendorongan periost, tulang terbuka,
kontaminasi yang hebatserta fraktur komunitif yang hebat.
3. Tipe IIIC: fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri yang
memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan
lunak.16

30

Gambar 3.4 Derajat fraktur terbuka menurut Gustilo dan Anderson


3.2.4

Etiologi

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:17
1.
Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat
dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.

31

Gambar 3.5 Pathway fraktur


Tekanan pada tulang dapat berupa:5
1.

Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat


spiral atau oblik

2.

Tekanan

membengkok

yang

menyebabkan

fraktur

transversal
3.

Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan


fraktur impaksi, dislokasi atau fraktur dislokasi

32

4.

Kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur komunitif


atau memecah misalnya pada badan vertebra, talus atau fraktur
buckle pada anak-anak

5.

Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu


jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z

6.

Fraktur oleh karena remuk

7.

Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan


menarik sebagian tulang

Gambar 3.6 Klasifikasi fraktur sesuai konfigurasi


3.2.5

Gejala klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat. Nyeri berkurang jika fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.

33

2. Deformitas dapat disebabkan oleh pergeseran fragmen pada eksremitas.


Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur.
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

3.2.6

Diagnosis

1. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada
daerah lain.

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:

34

1. Syok, anemia atau pendarahan


2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang
atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.

3. Pemeriksaan Lokal

Inspeksi (Look) Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang


abnormal,angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka

memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka, keadaan vaskularisasi


Palpasi (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangat nyeri. Adanya cedera pembuluh darah adalah
keadaan darurat
o Temperatur setempat yang meningkat.
o Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
o Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati.
o Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena.
o Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma , temperatur kulit.
o Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai.

35

Pergerakan (Movement). Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan,


tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan
sendi sendi di bagian distal cedera. Pergerakan dengan mengajak
penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan
distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur,
setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan
tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena
dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.5

3.2.7

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologis
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menetapkan
kelainan tulang dan sendi :

36

o Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang
bersifat

radiolusen

untuk

imobilisasi

sementara

sebelum

dilakukan

pemeriksaan radiologis. Tujuan pemeriksaan radiologis :

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi


Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmenserta

pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.

Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan beberapa prinsip dua (rule of 2):

dua posisi proyeksi (minimal AP dan lateral)

2 sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, dibawah dan
diatas sendi yang mengalami fraktur

2 anggota gerak

2 trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada 2 daerah


tulang. Misal: fraktur kalkaneus dan femur, maka perlu dilakukan foto
pada panggul dan tulang belakang

37

2 kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya tulang skafoid foto
pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto
berikutnya 10-14 harikemudian.
Pemeriksaan radiologis lainnya:

o CT-Scan. Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian
tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis.
o MRI, dapat digunakan untuk memeriksa hampir seluruh tulang, sendi, dan
jaringan lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera
tendon,ligamen, otot, tulang rawan dan tulang.
o Radioisotop scanning
o Tomografi
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu
ditanyakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan
lokasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu penyembuhan
fraktur. 5,8

3.2.8

Komplikasi

Komplikasi Fraktur Terbuka


1. Komplikasi Umum
Syok, koagulopati difus atau gangguan fungsi pernapasan yang dapat
terjadi dalam 24 jam pertama setelah trauma dan setelah beberapa hari
kemudian akan terjadi gangguan metabolisme berupa peningkatan

38

katabolisme. Komplikasi umum yang lain dapat berupa emboli lemak,


trombosis vena dalam, infeksi tetanus atau gas gangren.
2. Komplikasi Lokal Dini
Komplikasi dalam 1 minggu pertama pasca trauma disebut sebagai
komplikasi lokal dini dan bila lebih dari 1 minggu pasca trauma disebut
komplikasi lokal lanjut. Macam komplikasi lokal dini dapat mengenai
tulang, otot, jaringan lunak, sendi, pembuluh darah, saraf, organ viseral
maupun timbulnya sindrom kompartemen atau nekrosis avaskuler.
3. Komplikasi Lokal Lanjut
Komplikasi pada tulang, osteomielitis kronis, kekakuan sendi, degenerasi
sendi, maupun nekrosis pasca trauma. Dalam penyembuhan fraktur dapat
juga terjadi komplikasi karena teknik, perlengkapan ataupun keadaan yang
kurang baik, sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi, nonunion,
delayed union, dan malunion.5
3.2.9

Prognosis

Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Dengan terbukanya
barier jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya
infeksi. Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang terbuka, luka
yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden period) dan setelah waktu
tersebut, luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patah
tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran
akhir penanganan patah tulang terbuka tercapai walaupun ditinjau dari segi
prioritas penanganannya, tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6.12

39

BAB IV
KESIMPULAN
Fraktur adalah diskontinuitas atau terputusnya jaringan tulang maupun jaringan
skeletal akibat tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang. Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat. Insiden fraktur terbuka
sebesar 4% dan banyak pada laki-laki. Klasifikasi fraktur terbuka yang dianut
dewasa ini adalah menurut Gustillo dan Anderson. Penyebabnya bisa berupa
trauma langsung dan tidak langsung. Diagnosis fraktur terbuka didapatkan dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik yang paling bermakna adalah look, feel dan
move serta penunjang berupa pemeriksaan radiologis, CT-Scan maupun MRI.
Tujuan dari tata laksana fraktur terbuka adalah untuk mengurangi resiko infeksi,
terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal
yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi
yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen yang berulang-ulang,
stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian
antibiotik yang adekuat. Komplikasi fraktur sendiri terdiri dari komplikasi umum,

40

lokal dini maupun lokal lanjut. Prognosis tergantung pada penolongan fraktur itu
sendiri yang harus dilakukan sebelum 6 jam (golden period).

DAFTAR PUSTAKA
1. Kenneth J.K., Joseph D.Z. Handbook of Fractures, 3 rd Edition.
Pennsylvania. 2006.
2. Thomas M. S., Jason H.C. Open Fractures. Mescape Reference (update
2012,
May
21).
Available
from
http://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview#aw2aab6b3.
Accessed 18 September 2014
3. Jonathan C. Open Fracture. Orthopedics (update 2012, May 27). Available
from http://orthopedics.about.com/cs/ brokenbones/g/openfracture.htm.
Accessed 18 September 2014
4. American College of Surgeons. Advance Trauma Life Support Course for
Physicians (1993), USA
5. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Trauma, Fraktur Terbuka, Edisi
ke-3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 317-478.
6. American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2011. Open Fractures.
Available
from
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00582.
Accessed 18 September 2014
7. Lakatos R dan Herbenick MA. General Principles of Internal Fixation.
2009[cited
2011
Feb
2].
Available
from:URL:http://emedicine.medscape.com/article/1269987-overview.
Accessed 18 September 2014
8. Chapman MW. Open Fractures in in Chapmans Orthopaedic Surgery 3rd
ed Vol 1. 2001[online database]. Lippincott Williams & Wilkins.
9. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
10. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Struktur dan Fungsi Tulang,
Edisi ke-3. Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 6-11.
11. Carlos Junqueira, Jose Carniero, Robert Kelley. 1998. Histologi Dasar.
Jakarta : EGC.

41

12. Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal


System Third Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999. p417498
13. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood & Green's
Fractures in Adults, 6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006. p80331
14. Court-Brown CM, Brewster N (1996) Epidemiology of open
fractures. Court-Brown CM, McQueen MM, Quaba AA (eds), Management
of open fractures. London: Martin Dunitz, 25-35.
15. Newton CD. Etiology, Classification, and Diagnosis of Fracture.
http://www.ivis.org [diakses 14 Mei 2011].
16. Gustilo RB, Merkow RL, Templeman D (1990) Current Concepts Review.
The Management of Open Fractures. J. Bone and Joint Surg, 72-A(2):
299303.
17. Sachdeva R.K., 1996. Catatan Ilmu Bedah. Ed 5, Jakarta: Hipocrates, hal
245-249
18. Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
Widya Medika: Jakarta.

42

Anda mungkin juga menyukai