Anda di halaman 1dari 15

Paper

SANITARY LANDFILL
Disusun Untuk Melengkapi
Tugas Mata Kuliah Penanganan Limbah Agroindustri (THP095)
Disusun oleh Kelompok 4
Tim Penyusun :
Fakhrurrazi

1105105010026

M. Zaki Muttaqin

1105105010019

Hanif Muchdatul A.

1105105010017

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah lama sampah menjadi permasalahan serius di berbagai kota besar di Indonesia.
Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia berbanding lurus dengan sampah yang dihasilkan
tiap harinya. Sampah berdasarkan kandungan zat kimia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
sampah anorganik pada umumnya tidak mengalami pembusukan, seperti plastik, logam.
Sedangkan sampah organik pada umumnya mengalami pembusukan, seperti daun, sisa makanan.
Sudah bertahun-tahun lamanya, bahkan sejak dulu kala, masalah sampah dianggap
bukanlah sebagai masalah. Bagi mereka, jika sampah sudah dibuang, maka masalah sudah
selesai. Tapi, benarkah jika sampah sudah dibuang maka masalah selesai? Mereka lupa bahwa
tempat dimana sampah dibuang itu sangat penting, karena sebenarnya sampah yang tidak
dibuang pada tempatnya akan menimbulkan banyak masalah. Sampah yang dibuang secara
sembarangan di jalan, akan membuat kota menjadi kotor. Sampah yang dibuang di sungai akan
mencemari air sungai dan menimbulkan banjir. Bahkan sampah yang dibuang di Tempat
Pembuangan Akhir pun bisa menjadi masalah.Coba kita lihat kondisi Tempat Pembuangan Akhir
sampah yang ada di kota Banda Aceh ini. Lihatlah, sudah seberapa tinggi gundukansampah yang
ada disana. Jika kita tak dapat mengelola sampah dengan baik, maka tak lama lagi gundukan
sampah itu akan semakin tinggi.
Pengelolaan sampah itu sendiri ada berbagai macam cara. Ada dengan diangkut
menggunakan mobil sampah, gerobak sampah, dan sebagainya yang kemudian ditampung di
TPS (Tempat Pengelolaan Sampah) terlebih dahulu sebelum dibuang ke TPA (Tempat
Pengelolaan Sampah). Disini penulis ingin menjelaskan salah satu cara penanganan sampah yang
dianggap mampu menjadi solusi permasalahan sampah yang terjadi saat ini. Adapun penanganan
sampah tersebut adalah dengan cara Sanitary Landfill, cara ini dianggap sangat efektif dalam
menangani permasalahan sampah belakangan ini.

BAB II
DASAR TEORI
A. Definisi Sanitary Landfill
Pemusnahan sampah dengan metode Sanitary Landfill adalah membuang dan menumpuk
sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah tersebut kemudian menutupnya
dengan tanah. Metode ini dapat menghilangkan polusi udara. Definisi lainnya yaitu sistem
sanitary landfill merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan yang disiapkan dan
dioperasikan secara sistematis. Ada proses penyebaran dan pemadatan sampah pada area
pengurugan dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel sampah dengan tanah penutup juga
dilakukan setiap hari. Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional.
Untuk meminimalkan potensi gangguan timbul, maka penutupan sampah dilakukan setiap hari.
Namun, untuk menerapkannya diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal.
Di Indonesia, metode sanitary landfilled dianjurkan untuk diterapkan di kota besar dan
metropolitan.
Secara umum Sanitary Landfill terdiri atas elemen sebagai berikut :
a. Lining System
Berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran leachate ke dalam tanah yang
akhirnya bisa mencemari air tanah. Biasanya Lining System terbuat dari compacted clay,
geomembran, atau campuran tanah dengan bentonite.
b. Leachate Collection System
Dibuat di atas Lining system dan berguna untuk mengumpulkan leachate dan memompa
ke luar sebelum leachate menggenang di lining system yang akhirnya akan menyerap ke dalam
tanah. Leachate yang dipompa keluar melalui sumur yang disebut Leachate Extraction System.
c. Cover atau cap system
Berguna untuk mengurangi cairan akibat hujan yang masuk kedalam landfill. Dengan
berkurangnya cairan yang masuk akan mengurangi leachate.
d. Gas ventilation System
Berguna untuk mengendalikan aliran dan konsentrasi di dalam dengan demikian
mengurangi risiko gas mengalir di dalam tanah tanpa terkendali yang akhirnya dapat
menimbulkan peledakan.

e. Monitoring system
Bisa dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai peringatan dini kalau terjadi kebocoran
atau bahaya kontaminasi di lingkungan sekitar.
Salah satu masalah terbesar dengan sanitary landfill adalah bahaya lingkungan. Sebagai
bahan dalam lapisan sampah dipadatkan memecah, mereka menghasilkan gas, termasuk metana
yang mudah terbakar. Namun gas metana yang dihasilkan melalui teknik sanitary landfill dapat
dimanfaatkan untuk sumber listrik yang dapat dialirkan kerumah-rumah penduduk.
Tempat pembuangan sampah juga menghasilkan lindi, lindi adalah cairan yang dihasilkan
sebagai akibat dari perkolasi air atau cairan lain melalui sampah, dan kompresi dari limbah.
Lindi dianggap cairan terkontaminasi, karena banyak mengandung bahan terlarut dan
tersuspensi. Lindi merupakan bahan-bahan yang dapat merusak lingkungan alam jika mereka
berakhir di meja air. Namun air sampah atau air lindi mempunyai manfaat yaitu dapat diolah
menjadi pupuk cair. Manajemen yang baik teknik yang dapat membatasi dampak negatif dari
lindi pada tanah dan air permukaan termasuk kontrol produksi lindi dan debit dari TPA, dan
koleksi air lindi dengan perlakuan final dan / atau pembuangan.
Menurut Nizar (2013) Landfill adalah penimbunan sampah pada suatu lubang tanah, dan
ini bukanlah metode yang berdiri sendiri. Karena dapat juga sistem campuran, yang disebabkan
oleh air mengalir, menembus tempat ini, ketika air hujan berinfiltrasi ke permukaan landfill, dan
ketika air ini mengalir keluar dari landfill akan membawa berbagai mineral dan zat organik
dalam bentuk suspensi yang tak dapat dipisahkan.
Jumlah dari hasil saringan berhubungan dengan suhu dan sifat geologi tanah, maka aliran
air akan cenderung berbentuk vertikal dan tak mempengaruhi sumber air tanah dan tidak akan
menyebabkan polusi yang berasal dari landfill.
Leaching secara horizontal sampai pada titik celah kedap air dan menyebabkan
terkontaminasinya air permukaan, sanitary landfill sebagai suatu tempat untuk pembuangan
sampah padat tanah tanpa menimbulkan bahaya atau gangguan kesehatan dan keselamatan
masyarakat.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Prosedur Sanitary Landfill


Ada beberapa metode sanitary landfill yaitu area method, , trench method, dan metode
slope/ramp. Metode Area dapat diterapkan pada site yang relatif datar. Sampah membentuk selsel sampah yang saling dibatasi oleh tanah penutup. Setelah pengurugan akan membentuk slope.
Penyebaran dan pemadatan sampah berlawanan dengan kemiringan. Area method sangat cocok
untuk site dimana tidak ada natural slopes. Method ini bisa diaplikasikan pada canyon, lembah,
ataupun bekas penambangan. Membuang sampah pada canyon site membutuhkan konstruksi
sistem drainase runoff water sebelum sampah ditempatkan. Pada area method sampah
ditempatkan per layer, dikompaksi, dan kemudian diberi cover.alat berat seperti track ataupun
landfill compactor menyebarkan dan mengkompaksi material. Soil untuk daily cover harus
diambil dari lokasi lain menggunakan articulated truck (Government Engineering, 2006).
Metode trench disebut sebagai metode pemotongan dan pengisian. Sebuah trench
(Parit) digali di bawah permukaan tanah dan sampah ditempatkan dalam parit dan ditutup. Cara
lain yaitu dua buah parit digali sekaligus, sampah diisikan pada salah satu parit dan lumpur dari
salah satu lubang galian digunakan sebagai material penutup. Jika lokasi landfill yang
direncanakan terletak di bawah tanjakan seperti lembah atau ngarai, metode area digunakan.
Lokasi landfill lebih tinggi dari tempat lain yang ada disekitarnya, maka metode pengisian area
landfill digunakan. Trench method sangat cocok digunakan untuk flat ataupun tanah dengan
sedikit slope dimana groundwater jauh dibawah permukaan tanah. Soil mudah untuk excavate
dan cocok untuk cover soil harus dipunyai site terpilih. Ketersediaan cover soil tanpa biaya besar
untuk dan peralatan serta usaha mendapatkannya adalah kelebihan terbesar metode ini. Tetapi
metode ini juga mempunyai kekurangan jika cover soil lebih banyak diexcavated dan tidak bisa
langsung digunakan maka cover soil harus ditampung terlebih dahulu dan dipindahkan dengan
biaya lebih (Government Engineering, 2006).
Ramp method adalah variasi dari area dan trench teknik. Pada metode slope/ramp
sebagian tanah digali, kemudian sampah diurug pada tanah. Tanah penutup diambil dari tanah

galian. Setelah lapisan pertama selesai, operasi berikutnya seperti metode area. Sampah disebar
dan dikompaksi pada slope eksisting. Cover material diexcavated langsung didepan sampah
kemudian disebar diatasnya dan dikompaksi. Excavated area menjadi bagian dari cell hari
berikutnya. Sama dengan kemajuan trench method, ramp method dipertimbangkan ideal begi
beberapa operator karena mereka tidak perlu menyediakan biaya untuk cover soil dan mereka
hanya perlu menangani cover soil sekali saja serta tidak perlu menyediakan tempat bagi
penampungan sementara cover soil. Kedalaman dari muka air tanah tidak sepenting trench
method (Government Engineering, 2006).

B. Pemilihan letak dan struktur geologi


Suatu hal yang perlu dipertimbangkan suatu sanitary landfill adalah struktur geologi dan
topografi serta permeabilitas dari tanah. Pertimbangan lain adalah kedalaman air tanah, lapisan
tanah sampai lapisan batuan. Lokasi landfill akan menimbulkan efek yang merugikan bagi air
permukaan dan air tanah yang terletak di bawah dasar landfill. Dalam keadaan demikian, maka
tanah dapat diberikan beberapa renovasi untuk menghadapi leachate. Dengan cara demikian
dapat ditingkatkan kualitasnya sebelum dipisahkan dengan air permukaan atau air tanah, aliran
dari tanah ini dapat membentuk suatu materiil penutup. Sehingga dapat menciptakan suatu
renovasi yang optimum menghadapi leachate.
Lokasi landfill harus dipilih secara teliti dari lokasi yang tersedia yaitu basah dan
berlumpur dapat digunakan sebagai tempat yang baik dan cukup luas bagi santary landfill.

Ketika sebuah sanitary landfill ditempatkan pada area yang tersebar dekat dengan suplay air
bersih, hal yang perlu diperhatikan adalah kedalaman dari tempat bebatuan dan air tanah.
Mekanisme dari formasi leachate tak diketahui secara pasti, penelitian terakhir yang
dilakukan oleh Fungaroli dan Stuiner (1969). Bahwa leachate sebagian besar merupakan akibat
dari sanitary landfill. Metode hidrologi menunjukkan dengan sedikit air hujan maka leachate
akan terbentuk, maka sanitary landfill dipikirkan keberadaannya sebagai sumber polusi.
C. Peralatan untuk penimbunan limbah dan pengoperasiannya
Culham (1969), Stone dan Courad (1969) menyelidiki suatu jenis landfill yang lebih
besar diperoleh suatu peralatan tambah untuk mengerjakan hal-hal tertentu, alat pengikis yang
cepat untuk mengangkut dan menyingkirkan material yang menutupinya, sebuah alat penyiram
pengontrol/debu, jenis peralatan tanah yang langsung dioperasikan, traktor, bulldozer. Sanitary
landfill mempunyai potensi untuk dimanfaatkan tanah-tanah yang sebelumnya tidak dapat
dipakai. Sehingga besar dimanfaatkan kembali, sehingga menambah nilai ekonomis.
D. Aktifitas biologi
Dari sisi kehidupan sebuah sanitary landfill akan mengalami, proses dekomposisi, secara
aerob maupun anaerob ketika pertama kali material diletakkan dalam pengisian, maka proses
dekomposisi mengarah pada peristiwa aerob, ketika komponen oksigen dikonsumsi, maka
landfill dianggap mengalami kondisi anaerob, lamanya tergantung pada suhu dan oksigen yang
tersedia. Periode dekomposisi aerob lebih cepat dibanding dengan periode anaerob dalam proses
ini.

Hasil yang diperoleh dari dekomposisi aerob adalah asam dan alkohol, yang dikonsumsi
oleh mikroorganisme yang akan menghasilkan methana dan karbon dioksida. Gas methana

menyebabkan kondisi gas masuk ke rumah. Fist (1967) melaporkan konsentrasi ledakan dalam
penelitiannya gas lain yang diproduksi secara anaerob adalah hidrogen sulfida yang berbau
busuk dan mudah meledak.
Untuk itu pada system Sanitary Landfill terdapat pipa-pipa yang akan menyalurkan Gas
Metana yang terbentuk ke udara bebas agar menghindari menumpuknya Gas Metana di dalam
timbunan yang akan menyebabkan terjadinya ledakan sewaktu-waktu.
D. Leachate (Lindi) Pada Landfill
Masalah utama yang dijumpai dalam aplikasi penimbunan/pengurugan sampah atau
limbah padat lainnya ke dalam tanah adalah kemungkinan pencemaran air tanah oleh lindi,
terutama di daerah yang curah hujan dan muka air tanahnya tinggi. Timbulan (debit) lindi serta
kualitasnya yang keluar dari timbunan sampah sangat berfluktuasi karena bergantung pada curah
hujan serta karakter sampah yang ditimbun. Kaitan antara banyaknya hujan dan timbulan lindi
perlu ditentukan bila hendak merancang kapasitas penanganan lindi, demikian juga beban
cemaran lindi yang akan digunakan dalam perancangan.
Menurut Soemirat, (1996), Leachate adalah larutan yang terjadi akibat bercampurnya air
limpasan hujan (baik melalui proses infiltrasi maupun proses perkolasi) dengan sampah yang
telah membusuk dan mengandung zat tersuspensi yang sangat halus serta mikroba patogen.
Leachate dapat menyebabkan kontaminasi yang potensial baik bagi air permukaan maupun air
tanah. Hal ini diakibatkan karena kandungan BOD yang tinggi yaitu sekitar 3.500 mg/L.
E. Dampak Leachate (Air Lindi) Terhadap Lingkungan
Secara umum Rembesan lindi yang sudah mencapai lebih dari 400 m dari pusat timbunan
sampah menunjukkan betapa cepatnya lindi tersebut mencemari lingkungan TPA . Bisa
dibayangkan kalau Pemerintah dan Instansi terkait tidak tanggap atas dampak yang telah
ditimbulkan oleh adanya TPA yang masih menerapkan sistem open dumping, maka sudah barang
tentu akan berdampak negatif terhadap lingkungan baik terhadap sifat fisik-kimia-biologis
maupun berdampak pada kesehatan masyarakat khususnya yang bermukim di sekitar TPA.
Pengaruh pencemaran lindi terhadap lingkungan disekitar TPA antara lain dapat berpengaruh
pada perubahan sifat fisik air, suhu air, rasa, bau dan kekeruhan. Suhu limbah yang berasal dari
lindi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan air yang tidak tercemar lindi. Hal ini dapat

mempercepat reaksi kimia dalam air, mengurangi kelarutan oksigen dalam air, mempercepat
pengaruh rasa dan bau.
Terkontaminasinya sumber air tanah dangkal oleh zat-zat kimia yang terkandung dalam
lindi seperti misalnya nitrit, nitrat, ammonia, kalsium, kalium, magnesium, kesadahan, klorida,
sulfat, BOD, COD, pH yang konsentrasinya sangat tinggi akan menyebabkan terganggunya
kehidupan makhluk hidup disekitar TPA. Disamping itu pula tercemarnya air bawah permukaan
yang diakibatkan oleh lindi berengaruh terhadap kesehatan penduduk terutama bagi penduduk
yang bermukim di sekitar TPA. Lindi yang semakin lama semakin banyak volumenya akan
merembes masuk ke dalam tanah yang nantinya akan menyebabkan terkontaminasinya air bawah
permukaan yang pada akhirnya akan menyebabkan tercemarnya sumur-sumur dangkal yang
dimaanfaatkan oleh penduduk sebagai sumber air minum.
F. Penanggulangan Leachate (Air Lindi)
1. Pelapis Dasar (Liner)
Pada sebuah lahan urug yang baik biasanya dibutuhkan sistem pelapis dasar, yang
bersasaran mengurangi mobilitas lindi ke dalam air tanah. Sebuah liner yang efektif akan
mencegah migrasi cemaran ke lingkungan, khususnya ke dalam air tanah. Namun pada
kenyataannya belum didapat sistem liner yang efektif 100%. Karena timbulan lindi tidak
terelakkan, maka di samping sistem liner dibutuhkan sistem pengumpulan lindi. Oleh karenanya,
dasar sebuah lahan urug akan terdiri dari :
1. Lapisan-lapisan bahan liner untuk mencegah migrasi cemaran ke luar lahan urug
2. Sistem pengumpulan lindi.
Sistem pelapis tersebut dapat berupa bahan alami (seperti : tanah liat, bentonite) maupun
sintetis. Penggunaan bahan liner tersebut bisa secara tunggal maupun kombinasi antara keduanya
yang dikenal sebagai geokomposit, tergantung fungsi yang dibutuhkan. Formasi lapisan dan jenis
bahan liner ini bermacam-macam tergantung pada karakteristik buangan padat yang ditimbun.
Untuk jenis sampah kota, Bagchi merekomendasikan cukup mengaplikasikan sistem singled
liner dengan jenis bahan liner berupa clay.
Pelapis dasar yang dianjurkan adalah dengan geosintetis atau dikenal sebagai flexible
membrane liner (FML). Jenis geosintetis yang biasa digunakan sebagai pelapis dasar adalah:
Geotextile sebagai filter
1. Geonet sebagai sarana drainase

2. Geomembrane dan geokomposit sebagai lapisan penghalang.

Untuk landfill sampah kota di Indonesia perlu dipertimbangkan hal-hal seperti :


1. Lahan urug biasanya terletak di luar kota, dan kadangkala berdekatan dengan perumahan
penduduk yang belum terjangkau oleh sistem pelayanan air minum yang layak (seperti
PDAM), sehingga masalah pencemaran lindi perlu dipertimbangkan.
2. Intensitas hujan di Indonesia cukup tinggi.
2. Saluran Pengumpul Lindi
Sistem pengumpul lindi yang umum digunakan adalah :
1.

Menggunakan pipa berlubang yang ditempatkan dalam saluran, kemudian diselubungi

2.

batuan. Cara ini paling banyak digunakan pada landfill.


Membuat saluran kemudian saluran tersebut diberi pelapis dan di dalamnya disusun batu
kali kosong.

Fasilitas-fasilitas pengumpulan lindi dengan menggunakan pipa secara umum adalah sebagai
berikut :
1.

Slope teras
Untuk mencegah akumulasi lindi di dasar suatu lahan urug, dasar lahan urug ditata

menjadi susunan teras-teras dengan kemiringan tertentu (1-5%) sehingga lindi akan mengalir ke
saluran pengumpul (0,5-1%). Untuk mengalirkan lindi ke unit pengolahan atau resirkulasi setiap
saluran pengumpul dilengkapi dengan pipa berlubang. Kemiringan dan panjang maksimum
saluran pengumpul dirancang berdasarkan kapasitas fasilitas saluran pengumpul. Untuk
memperkirakan kapasitas fasilitas saluran pengumpul dipergunakan persamaan Manning.
2. Piped Bottom
Dasar lahan urug dibagi menjadi beberapa persegi panjang yang dipisahkan oleh pemisah
tanah liat. Lebar pemisah tersebut tergantung dari

lebar sel. Pipa-pipa pengumpul lindi

ditempatkan sejajar dengan panjang sel dan diletakkan langsung pada geomembrane.
3. Penutup Akhir
Beberapa fungsi dari sistem penutup akhir tersebut adalah :
1.

Meminimasi infiltrasi air hujan ke dalam tumpukan sampah setelah lahan urug selesai
dipakai.

2.
3.

Mengontrol emisi gas dari lahan urug ke lingkungan.


Mengontrol binatang dan vektor-vektor penyakit yang dapat menyebabkan penyakit pada

4.
5.

ekosistem.
Mengurangi resiko kebakaran.
Menyediakan permukaan yang cocok untuk berbagai kegunaan setelah lahan urug selesai

6.
7.
8.

digunakan, seperti untuk taman rekreasi dan lain-lain


Elemen utama dalam reklamasi lahan.
Mencegah kemungkinan erosi.
Memperbaiki tampilan lahan urug dari segi estetika.
Sistem penutup akhir lahan urug terdiri dari beberapa bagian. Bagian atas biasanya

beberapa tanah yang berfungsi sebagai pelindung dan media pendukung tanaman (top soil).
Apabila tanah yang terdapat di lokasi tidak memenuhi persyaratan maka diperlukan perbaikan.
Perbaikan ini dilakukan dengan cara mencampur atau mengganti tanah tersebut dengan tanah
dari lokasi lain. Tebal lapisan top soil ini adalah 60 cm.
Lapisan di bawah top soil berfungsi sebagai sistem drainase. Lapisan ini menyalurkan
sebanyak mungkin presipitasi yang masuk sehingga tidak mengalir ke lapisan di bawahnya.
Materi yang biasa digunakan berupa materi berpori, seperti: pasir, kerikil, dan bahan sintetis,
seperti geonet. Tebal lapisan ini sekitar 30 cm.
Berikutnya adalah lapisan penahan. Materi yang biasa digunakan adalah geokomposit
(geomembrane dan tanah liat yang dipadatkan). Ketebalan geomembrane yang dianjurkan adalah
lebih besar dari 2,5 mm, sedangkan untuk tanah liat adalah lebih besar dari 50 cm.
Di bawah lapisan penahan terdapat lapisan sistem ventilasi gas. Sistem ini mutlak diperlukan
untuk sampah kota, karena sebagian besar sampah tersebut merupakan bahan organik yang dapat
diuraikan secara biologis. Dalam kondisi aerob, gas yang dihasilkan sebagian besar berupa
karbon dioksida dan methan; oleh karena itu pemanfaatan gas bio tersebut dapat dijadikan suatu
alternatif sumber energi.
Lapisan sistem ventilasi gas terdiri dari media berpori seperti pasir/kerikil atau berupa
sistem perpipaan. Lapisan terbawah dari sistem penutup akhir adalah lapisan subgrade. Lapisan
ini dibutuhkan untuk meningkatkan kestabilan permukaan lahan urug. Selain itu lapisan ini
membantu pembentukan kemiringan yang diinginkan guna mempercepat drainase lateral dan
mengurangi tinggi hidrolis. Ketebalan lapisan ini biasanya 30 cm.

Selain sistem penutup akhir tersebut, untuk mengurangi limpasan air yang masuk ke
dalam lahan urug, dilakukan pengaturan kemiringan, juga dilengkapi dengan drainase permukaan
dan penanaman tanaman.
Di negara maju biasanya masalah lindi ini ditangani dengan diolah seperti halnya air
limbah biasa. Beberapa jenis pengolahan yang biasa digunakan adalah pengolahan kimia fisika,
biasanya koagulasi-flokulasi-pengendapan. Pengolahan secara aerobik: proses lumpur aktif,
kolam stabilisasi atau kolam aerasi. Pengolahan secara anaerobik, biasanya kolam stabilisasi.
Pemanfaatan sifat-sifat sorpsi seperti karbon aktif.
G. Pengolahan Leachate (Air Lindi)
Lindi yang timbul setelah pengoperasian selesai, dapat diperkirakan dengan
menggunakan suatu metoda yang disebut Metoda Neraca Air (Water Balance Method). Metoda
ini didasari oleh asumsi bahwa lindi hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap
masuk ke dalam timbunan sampah (perkolasi). Beberapa sumber lain seperti air hasil
dekomposisi sampah, infiltrasi muka air tanah, dan aliran air permukaan lainnya dapat diabaikan.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas perkolasi dalam Metoda Neraca Air ini
adalah: Presipitasi, Evapotransipitasi, Surface run-off, dan Soil moisture storage.
Dari segi komponen, kandungan pada lindi tidak berbeda dengan air buangan domestik.
Namun zat organik yang terkandung pada lindi dari timbunan sampah domestik sangat tinggi
konsentrasinya. Hal ini ditunjukkan dari sangat tingginya kadar BOD 5 pada lindi yaitu sekitar
2.000-30.000. Sistem pengolahan lindi dibagi menjadi dua tingkat, yaitu pengolahan sekunder
dan pengolahan tersier. Untuk pengolahan sekunder akan diuraikan gambaran singkat tentang
unit kolam stabilisasi (fakultatif dan anaerob) dan kolam aerasi. Adapun pengolahan tersier akan
diuraikan gambaran singkat tentang land treatment dan intermitten sand filter.
H. Keuntungan Dan Kerugian Sanitary Landfill
Keuntungan dengan adanya metode sanitary landfill dalam pengelolaan sampah antara
lain :
1. Dimana tanah tersedia, sanitary landfill adalah yang paling ekonomis.
2. Investasi modal relative lebih rendah dari cara yang lain.
3. Sanitary landfill adalah tahap terakhir dibanding dengan insenerator dan komposting
dimana masih memerlukan tindak lanjut dari residunya.

4. Sanitary landfill bisa menerima segala macam bentuk sampah bisa dibuang kesana dengan
tanpa ada pemisahan tempat.
Sedangkan kerugian menggunakan metode sanitary landfill antara lain :
1. Di daerah yang padat penduduk, tidak tersedia tanah yang masih terjangkau untuk
pengangkutan secara ekonomis.
2. Harus dipelihara setiap hari, karena jika tidak akan menjadi open dumping.
3. Akan menganggu penduduk yang bertempat tinggal di sekitarnya.
4. Landfill yang telah sempurna akan tetap dan perlu pemeliharaan yang periodik.
5. Perencanaan dan konstruksi khusus harus dibuat untuk penggunaan bangunan di atas
landfill.

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penguraian di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut;
1. Landfill merupakan suatu metode pembuangan sampah dengan cara menumpukkan
sampah pada suatu lokasi yang ditimbun dalam atau di tutupi dengan tanah.
2. Dalam metode sanitasy landfill harus memperhatikan struktur geologi

dan

mempertimbangkan kedalam tanah serta lapisan tanah.


3. Pada proses landfill terjadi dekomposisi bahan sehingga menghasilkan gas, oleh sebab
itu diperlukan pipa-pipa untuk menyalurkan gas terbebas ke udara untuk menghindari
terjadinya pemupukan gas yang dapat menghasilkan ledakan.
4. Sistem pengolahan lindi dibagi menjadi dua tingkat, yaitu pengolahan sekunder dan
pengolahan tersier. Untuk pengolahan sekunder akan diuraikan gambaran singkat tentang
unit kolam stabilisasi (fakultatif dan anaerob) dan kolam aerasi. Adapun pengolahan
tersier akan diuraikan gambaran singkat tentang land treatment dan intermitten sand
filter.
5. Salah satu Penanggulangan leachate (air lindi) yaitu dengan cara pelapis dasar ( liniear)
untuk mencegah terjadinya cemaran lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Damanhuri. E. 2008. Diktat Landfilling Limbah : Pengelolaan Leachate (Lindi) Pada Landfill .
Jakarta.
Herlina, K. 2013. Pencemaran Air Permukaan Atau Air Tanah Oleh Air Lindi (Leachate).
Bandung.
Nizar, C. 2013. Sistem Sanitary Landfill. http://www.ilmusipil.com/sistem-sanitary-landfill.
Diakses 15 Noverber 2014.
Soemirat, J.S. 1996. Kesehatan Lingkungan. UGM Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai