Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

PENDIDIKAN PANCASILA

DISUSUN OLEH :

NAMA

ADITIO SURYANTO

NIM

14513075

MATA KULIAH

PENDIDIKAN PANCASILA

DOSEN PENGAMPU

DIAN PRATIWI

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2014

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM PANCASILA

Pendahuluan
Pasca reformasi yang berlangsung pada bulan Mei Tahun 1998, bangsa Indonesia
tengah mengalami perubahan tatanan kehidupan yang mendasar, sehingga memerlukan suatu
tekad dan tujuan bersama untuk mempertahankan eksistensi kehidupan berbangsa dan
bernegara serta untuk mengembangkan diri dalam mencapai cita-cita luhur para pendiri
bangsa (founding fathers) yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara
material dan spiritual.
Gagasan luhur tersebut jika dicermati dengan seksama tetap relevan dan menjadi isu
penting karena bangsa Indonesia harus menemukan nilai-nilai yang dapat memotivasi,
memberi inspirasi dan mempersatukan seluruh elemen masyarakat dalam mewujudkan citacita bersama.

Disadari sepenuhnya bahwa upaya mewujudkan cita-cita tersebut tidak

mudah, karena bangsa Indonesia sangat plural dan heterogen, dengan jumlah penduduk
terbesar urut ke empat dan tersebar luas, sehingga sangat rawan konflik akibat alasan yang
sulit diprediksi dan mendadak.
Sebagai Nation (Bhinneka Tunggal Ika), Indonesia yang memiliki penduduk besar
237 juta jiwa penduduk (sensus Tahun 2010) dan kondisi geografis yang memiliki kandungan
sumber kekayaan alam yang besar merupakan modal perjuangan yang utama.

Dalam

perkembangannya, persenyawaan antara kondisi geografis dan demografis dimaknai dan


dirumuskan sebagai sumber jati diri bangsa, dasar negara dan pandangan hidup bersama
(Yudi Latif, 2011: 2-3).
Berdasarkan modal tersebut, melalui perjuangan yang panjang dan semangat juang
serta jiwa yang luhur, para pendiri bangsa berhasil merumuskan pemikiran besar, yang sarat
dengan nilai-nilai kehidupan. Rumusan semangat, pemikiran, perjuangan, dan pengorbanan
untuk membangun negara dan bangsa yang utuh, akhirnya diterima dan disahkan sebagai
dasar negara, ideologi, falsafah bangsa Pancasila pada tanggal 18 Agustus 1945.
Pancasila yang digali dari akar budaya dan nilai-nilai luhur bangsa mencakup
kebutuhan dasar dan hak-hak azasi manusia secara universal, sehingga dapat dijadikan
landasan dan falsafah hidup serta menjadi tuntunan perilaku seluruh warga negara dalam
mewujudkan tujuan nasional.

Kesepakatan seluruh bangsa tersebut menjadi penting dan

bermakna karena masyarakat, suku, kelompok maupun individu yang memiliki perbedaan
ideologi, budaya, agama, bahasa, karakter serta sentimen primordial sepakat mengutamakan

kepentingan umum di atas kepentingan individu.

Bertumpu pada nilai-nilai luhur dan ikatan

sendi kehidupan tersebut, bangsa Indonesia selayaknya mampu menghayati, mengamalkan


dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara
guna mewujudkan tujuan nasional (Kirdi Dipoyudo, 1990 : 21,27).
Pada konteks ide atau gagasan, keberadaan Pancasila sebagai ideologi yang
mempersatukan seluruh elemen bangsa secara de facto dan de yure sudah final.

Namun

dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa, sejak proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17


Agustus 1945 sampai saat ini, pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila
mengalami ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang berat dan sulit diprediksi,
yang bermuara pada ancaman disintegrasi bangsa serta penurunan kualitas kehidupan dan
martabat bangsa.
Penurunan kualitas hidup dan nasionalisme tersebut terutama dalam kaitan dengan
dinamika politik yang menyalahgunakan Pancasila untuk tujuan kekuasaan dan kepentingan
pihak-pihak tertentu (Kristiadi, 2011 : 528). Pancasila yang sarat dengan nilai-nilai luhur
bangsa secara sistematis dijadikan sarana untuk memburu kekuasaan dan kepentingan
tertentu, bahkan dipolitisir dengan mengingkari nilai-nilai Pancasila itu sendiri, baik nilai
ketaqwaan, religiositas, kemanusiaan, kebhinekaan, kerakyatan, keadaban, kebersamaan,
kesetiakawanan sosial, kebijaksanaan, kemufakatan, keadilan sosial dan keharmonisan.
Pada konteks reformasi, perkembangan yang sedang berjalan selama ini telah
membawa berkah, sekaligus juga musibah.

Masyarakat pada satu sisi mendapat berkah

dibidang kebebasan berpendapat dan aktivitas politik, namun sebaliknya sebagian dari
masyarakat menggunakan euforia kebebasan dengan tidak mengindahkan kepentingan orang
lain, menggelar aksi anarkhi dan merusak aset umum.

Dinamika situasi ini berdampak

besar bagi kehidupan masyarakat yang tingkat kesejahteraannya terbelenggu oleh krisis
moneter yang belum pulih, terkena jebakan hambatan investasi sarana dan pasarana
pendukung pembangunan ekonomi, dan mengalami keterbatasan kemampuan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya alam.
Situasi tersebut pada tataran makro berpengaruh bagi kelangsungan pembangunan
nasional, karena : (a) stabilitas politik nasional terkait erat dengan ketahanan ekonomi dan
ketahanan pangan; sedangkan (b) pencapaian ketahanan pangan merupakan basis bagi
pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas; dan (c) pemantapan ketahanan pangan
berarti terpenuhinya kebutuhan pangan bagi setiap warga, sebagai perwujudan hak azasi
manusia atas pangan.

Pada tataran praktis, ketahanan pangan yang mengalami situasi krisis karena tidak
tersedianya produk domestik dengan harga yang terjangkau oleh sebagian besar penduduk
serta menipisnya cadangan pangan mengakibatkan degradasi nilai-nilai yang tersirat dalam
mukadimah UUD 1945 dan ideologi Pancasila.
Berdasarkan pengamatan empiris yang dilakukan para ahli, era reformasi yang
telah berlangsung selama 15 tahun ini ternyata masih menyimpan agenda permasalahan
bangsa yang memerlukan pemikiran, solusi dan kebijakan untuk menjaga kelangsungan
pembangunan nasional. Paradigma kepentingan nasional yang mencakup kepentingan
keamanan dan kepentingan kesejahteraan, terutama kebijakan nasional penyediaan pangan
harus disertai dengan pembangunan karakter yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur bangsa
dalam rangka memperbaiki tatanan kehidupan dan menyelamatkan masa depan bangsa dan
negara.
Atas dasar itu, maka isu strategis yang perlu dikedepankan dalam menanggapi
perkembangan situasi nasional yaitu melakukan redefinisi, reposisi dan reaktualisasi
Pancasila sebagai dasar negara, ideologi dan falsafah bangsa.

Dalam implementasinya

pendidikan ideologi Pancasila harus dilakukan dengan serius dan konsisten oleh seluruh
komponen bangsa, baik pihak eksekutif, yudikatif dan legislatif serta elemen masyarakat.
Dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila diharapkan dapat dibangun karakter bangsa yang
dilandasi oleh nilai-nilai luhur bangsa sehingga agenda reformasi dapat dilakukan dengan
kaidah-kaidah yang benar.

Pembahasan
Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia dan masyarakat
Indonesia seutuhnya dengan Pancasila sebagai dasar, pedoman dan tujuan pembangunan
nasional. Adapun tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang adil
dan makmur secara material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Berdasarkan pengamatan empiris yang dilakukan para ahli, penyelenggaraan pembangunan
nasional khususnya dibidang ekonomi diakui belum berjalan optimal sesuai dengan tujuan
pembangunan nasional.
Berbagai indikasi seperti kesenjangan ekonomi, kesenjangan sosial, tingginya jumlah
pengangguran, besarnya angka kemiskinan serta lemahnya keunggulan komparatif
masyarakat dalam mengelola pertanian sebagai basis ketahanan pangan nasional akibat
pengaruh liberalisasi merupakan bukti terjadinya krisis ekonomi global yang berdampak

terhadap ekonomi nasional.

Perkembangan tersebut akibatnya menimbulkan iklim usaha

yang tidak menentu, situasi ketidakpastian dan dapat berpotensi menjebak sektor pertanian
sebagai basis ketahanan pangan nasional di masa depan (Budiman Hutabarat, 2009 : 18).
a. Nilai-nilai Pancasila.
Bagi bangsa Indonesia, Pancasila telah diterima sebagai kesepakatan bangsa
bersama tiga pilar yang lain yaitu UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pancasila secara de yure telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945 sebagai dasar negara, ideologi dan falsafah bangsa.

Rumusan Pancasila

sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV terdiri dari lima sila, azas
atau prinsip yaitu :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa;
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3) Persatuan Indonesia;
4) Kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmat

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan/perwakilan;
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan berlandaskan agama, budaya, mata pencaharian dan lingkungan yang
heterogen, seluruh elemen masyarakat dapat menemukan kesamaan sebagai manusia
Indonesia. Persenyawaan tersebut pada perkembangannya berhasil menemukan nilai-nilai
dasar manusiawi yang secara konkrit digunakan untuk mengatur kehidupan bersama
dalam wadah negara, yang berwujud Pancasila.
Rumusan Pancasila secara material memuat nilai-nilai dasar manusiawi, sedangkan
sebagai dasar negara, Pancasila memiliki ciri khas yang hanya diperuntukkan bagi bangsa
Indonesia.

Atas dasar itu, keberadaan Pancasila yang pada hakekatnya adalah nilai

(value) yang berharga, yang memuat nilai-nilai dasar manusiawi dan nilai-nilai kodrati
yang melekat pada setiap individu manusia diterima oleh bangsa Indonesia (Paulus
Wahana, 2001: 73).
Mencermati nilai-nilai dasar yang melekat dalam kehidupan manusia, Notonagoro
yang membahas Pancasila secara ilmiah populer, menjelaskan bahwa sesuai sifatnya
manusia memiliki sifat individual dan sekaligus sebagai makhluk sosial.

Dengan

memaknai nilai-nilai dasar manusiawi tersebut, wajar bahwa nilai-nilai Pancasila dapat
diterima oleh seluruh bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki landasan hubungan
antara manusia dengan Tuhan Penciptanya, dengan sesamanya dan dengan lingkungan
alamnya (Notonagoro, 1987: 12-23).

Sebagai nilai-nilai dasar manusiawi, Pancasila dalam implementasinya dapat


dijabarkan kedalam nilai-nilai yang lebih khusus, lebih terperinci dan lebih operasional,
sehingga dapat ditemukan dan dikembangkan dalam berbagai aspek kehidupan.
Sehubungan dengan hal itu, perlu dipahami bahwa nilai-nilai Pancasila sebenarnya
memiliki sifat sebagai realitas yang abstrak, umum, universal, tetap tidak berubah,
normatif dan berguna sebagai pendorong tindakan manusia (Paulus Wahana, Loc. Cit : 2933).
Kelima sila, azas atau prinsip Pancasila dapat dikristalisasikan kedalam lima dasar
yaitu nilai keTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

Pancasila

merupakan jalinan nilai-nilai dasar dan merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya,
nilai-nilai asli yang hidup, yang berasal dan berakar dari bangsa Indonesia.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara setelah ditetapkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam perkembangannya dikuatkan kembali
melalui Ketetapan MPR RI No. XVIII/MPR/1998. Kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara dan ideologi bangsa dapat dipandang dari tiga aspek yaitu filosofis, yuridis dan
politik.
Berdasarkan aspek filosofis, Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional
berisi nilai dan gagasan atau ide dasar.

Sebagai dasar negara, nilai-nilai Pancasila

menjadi pijakan normatif dan orientasi dalam memecahkan masalah kebangsaan dan
kenegaraan, sehingga isi gagasan mengenai Pancasila dapat dijadikan jawaban tentang
persoalan kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi, kesejahteraan dan Ketuhanan.

Lima

prinsip dasar ini dipahami tetap relevan sebagai acuan normatif dan orientasi ketika
bangsa dan negara Indonesia menghadapi persoalan serupa, meskipun dalam konteks
zaman yang berbeda.
Sebagai ideologi nasional, nilai-nilai dasar Pancasila menjadi cita-cita masyarakat
Indonesia, sekaligus menunjukkan karakter dan jati diri bangsa.

Selama ini jati diri

bangsa Indonesia diterima sebagai bangsa yang religius, bersatu, demokratis, adil,
beradab dan manusiawi.

Adapun wujud dari jati diri bangsa ditunjukkan dengan

kesepakatan untuk menggunakan prinsip kemanusiaan, keadilan, kerakyatan dan prinsip


Ketuhanan dalam menyelesaikan masalah kebangsaan (Tilaar, 2007: 32).
Ditinjau dari aspek yuridis, Pancasila sebagai dasar negara menjadi cita hukum
(rechtside), yang berarti harus dijadikan dasar dan tujuan hukum di Indonesia (Abdulkadir
Besar, 2005 : 102).

Cita hukum ini merupakan suatu apriori yang bersifat normatif

sekaligus konstitutif, yang merupakan syarat transendental yang mendasari tiap hukum

positif yang bermartabat. Artinya tanpa cita hukum, tidak akan ada hukum yang memiliki
watak normatif. Adapun jalinan nilai-nilai dasar Pancasila dijabarkan dalam hukum dasar
yaitu UUD 1945, dan dalam bentuk pasal-pasal yang mencakup berbagai segi kehidupan
berbangsa dan bernegara Indonesia. Aturan-aturan dasar dalam UUD 1945 selanjutnya
dijabarkan lagi dalam Undang-Undang dan Peraturan di bawahnya.
Ditinjau dari aspek sosial politik, Pancasila sebagai ideologi mengandung nlai-nilai
yang baik, adil, benar, luhur dan bermanfaat sehingga diterima oleh masyarakat.
Berdasarkan pengalaman empiris, masyarakat selama ini menjadikan nilai-nilai Pancasila
sebagai nilai bersama, sehingga Pancasila menjadi ideologi nasional bangsa Indonesia.
Pada posisisinya sebagai ideologi nasional, nilai-nilai Pancasila difungsikan sebagai nilai
bersama dan nilai pemersatu.
Nilai bersama dan nilai pemersatu ini sejalan dengan fungsi ideologi di
masyarakat, yaitu (1) sebagai tujuan atau cita-cita bersama yang hendak dicapai oleh
masyarakat, dan (2) sebagai pemersatu masyarakat dalam menyelesaikan masalah yang
terjadi dengan cara musyawarah untuk mufakat. Fungsi ideologi tersebut dalam
keberadaannya selaras dengan tujuan hidup bermasyarakat yaitu untuk mencapai
terwujudnya nilai-nilai dalam ideologi bangsa.
b. Implementasi Pancasila.
Berdasarkan pengalaman sejarah dapat diketahui bahwa upaya implementasi
Pancasila telah dilakukan sejak masa Pemerintahan Presiden Soekarno, yang dibagi
menjadi tiga yaitu (a) tahap perjuangan 1945-1949, (b) pemerintahan RIS, dan (c) tahap
setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Secara de yure upaya untuk mengimplementasikan

Pancasila tersurat dalam UU No. 4 Tahun 1959 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di Sekolah, pasal 3 dan pasal 4 yang dengan tegas menyatakan bidang
pendidikan dan pengajaran adalah untuk mewujudkan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[1]

Namun secara de factoindoktrinasi

Pancasila secara terencana dan sistematis belum dapat direalisasikan karena hambatan
politik,

ekonomi

dan

keamanan

(http://inprogres.

wordpress.com/2009/10/26/implementasi-pancasila).
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, implementasi Pancasila gencar
dilaksanakan dengan Penataran P4 dengan tujuan agar setiap warga negara dapat
memahami hak dan kewajibannya sehingga mampu bersikap dan berperilaku dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara institusional kebijakan tersebut juga
ditempuh melalui jalur pendidikan, baik tingkat dasar, menengah hingga Perguruan Tinggi,

dengan kurikulum yang berisi materi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik
dalam hidup bernegara berdasarkan Pancasila.

Selanjutnya paradigma yang diangkat

adalah menciptakan stabilitas politik yang dinamis, namun paradigma dan kebijakan yang
digulirkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Bahkan Pancasila ditafsirkan
dalam hubungan dengan kepentingan kekuasaan pemerintah yang sentralistik dan
otoritarian. Akhirnya periode ini tidak mencapai hasil yang optimal karena metode dan
materi tidak tepat, dan pendidik serta penatar kurang profesional.
Pada pasca reformasi, pemahaman dan pengamalan Pancasila mengalami berbagai
hambatan yang berat dan sulit diprediksi, yang bermuara pada ancaman disintegrasi
bangsa serta penurunan kualitas kehidupan dan martabat bangsa. Perkembangan yang
sangat

memprihatinkan

itu

terutama

disebabkan

oleh

dinamika

politik

yang

menyalahgunakan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dengan


mengingkari nilai-nilai luhur untuk tujuan kekuasaan.
Perilaku politik para pemegang kekuasaan yang mengingkari Pancasila tersebut
akhirnya berpengaruh pada rentannya elemen bangsa dibawahnya untuk melaksanakan
Pancasila secara murni dan konsekuen (Kristiadi, 2011: 529).

Akibatnya Pancasila

mulai ditinggalkan, tidak lagi difungsikan sebagai wacana, baik dalam forum diskusi,
sarasehan, seminar maupun dalam program-program pemerintah.
Bahkan di lingkungan perguruan tinggi tidak lagi diajarkan materi Pancasila.
Selanjutnya tantangan lain yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan
primordialisme sempit.

Fenomena ini mengindikasikan bahwa Pancasila seolah-olah

tidak lagi memiliki kekuatan untuk dijadikan paradigma dan batas pembenaran dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam perkembangannya, gerakan reformasi yang
sebenarnya amat diperlukan, tampak tergulung oleh derasnya arus eforia kebebasan.
Sehingga sebagian masyarakat seperti lepas kendali dan tergelincir ke dalam
perilaku yang anarkis, timbul berbagai konflik sosial yang tidak kunjung teratasi, dan
bahkan di berbagai daerah timbul gerakan yang mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa serta keutuhan NKRI.

Bangsa Indonesia sampai saat ini terus dilanda krisis

multidimensional di segenap aspek kehidupan, sehingga terjadi krisis moral yang


mengarah pada demoralisasi.
Mencermati pengalaman sejarah perjuangan bangsa tersebut dan dalam kaitan
dengan perspektif ilmu, khususnya teori fungsionalisme struktural, maka Indonesia
sebagai suatu negara yang majemuk sangat membutuhkan nilai bersama yang dapat
dijadikan sebagai nilai pengikat integrasi (integrative value), titik temu (common

denominator), jati diri bangsa (national identity) dan sekaligus nilai yang baik dan mampu
diwujudkan (ideal value).
Nilai bersama ini diharapkan dapat diterima, dimengerti, dan dihayati.

Dalam

konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai tersebut dapat diimplementasikan


oleh setiap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sehingga dapat berperan untuk
membangun stabilitas dan komunitas politik, sehingga perlu diinternalisasikan agar dapat
dihayati melalui pendidikan

kewarganegaraan

(civic

education).

Implementasi

Pancasila melalui pendidikan kewarganegaraan diperlukan bagi pembangunan manusia


seutuhnya kedepan karena Pancasila mengandung nilai-nilai penting tentang dasar negara,
ideologi dan falsafah hidup bangsa.
c. Sosialisasi Nilai-nilai Pancasila.
Ditinjau dari segi filsafat, sila-sila dari Pancasila harus dipahami dalam satu
kesatuan yang utuh, sebagai satu kesatuan sistematis, yang tidak dapat diubah-ubah urutan
dan tempatnya yang tersusun secara hirarkhis, karena memahami dan memberi arti setiap
sila secara terpisah akan menimbulkan pengertian yang salah tentang Pancasila sebagai
satu kesatuan.
Pada tataran normatif di dalam Pancasila terkandung prinsip yang sangat penting
bagi usaha menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu persatuan dalam
keanekaragaman yang dijiwai oleh azas Ketuhanan.

Mempedomani prinsip tersebut

dalam membangun relasi sosial dalam kehidupan masyarakat perlu didasari atas sikap
loyalitas terhadap keberagaman daerah, suku, agama, budaya, ideologi yang diterima
sebagai kenyataan sosial untuk dikembangkan menjadi jaringan kerjasama dengan
dilandasi hubungan spiritual antara manusia sebagai mahluk Tuhan, dan dalam hubungan
dengan sesama serta alam sekitarnya secara harmonis.

Prinsip tersebut selayaknya

diwujudkan menjadi sikap dan tindakan yang mengedapankan iman dan taqwa, segi
kemanusiaan dalam bentuk gotong-royong, pemerataan dan keadilan sosial untuk
mengatasi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan akibat krisis yang berkepanjangan.
Mengenai konsep Pancasila, perlu dipahami bersama bahwa secara normatif tidak
berubah, namun dalam kaitan dengan kepentingan politik dan kekuasaan cenderung
mengalami dinamika yang multi kompleks.

Adapun tantangan sosialisasi Pancasila

dalam menyiasati perkembangan situasi kedepan adalah pengaruh globalisasi yang


melanda seluruh aspek kehidupan dan praktek pasar bebas, eksploitasi SKA yang
membabi buta dan ancaman fundamentalisme agama.

Atas dasar itu dibutuhkan upaya konstruktif dengan berlandaskan pada interpretasi
dan sosialisasi Pancasila dengan memberdayakan SDM yang cerdas dan memiliki
komitmen yang kuat terhadap Pancasila, dengan memperhatikan perspektif sejarah, hidup
tertib dan teratur sesuai peraturan, menanamkan sikap tenggang rasa, toleransi dan
bertanggungjawab,

mendahulukan

kepentingan

kesejahteraan

dan

keamanan,

mengembangkan jaringan kerjasama dengan melibatkan institusi dan berbagai kalangan


dan menghargai nilai serta norma sosial dalam kehidupan masyarakat.
d. Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila.
Perwujudan Pancasila yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah
bentuk rumusan Pancasila.

Secara otentik rumusan Pancasila terdapat di dalam

Pembukaan UUD 1945, yang telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Selain diwujudkan dalam bentuk rumusan, Pancasila juga diwujudkan dalam bentuk sikap
dan perilaku sehari-hari baik dalam kaitan dengan kegiatan sosial, budaya, ekonomi,
kesehatan, pendidikan, dan tersedianya peranti lunak berupa pedoman untuk mengatur,
mengarahkan, proses dan cara pelaksanaan organisasi (Moedjanto, 1989: 82-86).
Sebagai sistem nilai, Pancasila merupakan cita-cita luhur yang digali, ditemukan
dan dirumuskan oleh para pendiri bangsa, yang menjadi motivasi bagi sikap, pemikiran,
perkataan dan perilaku bangsa dalam mencapai tujuan hidupnya dan mendukung
terwujudnya nilai-nilai Pancasila. Secara formal nilai-nilai Pancasila harus diterima,
didukung dan dihargai oleh bangsa Indonesia, karena merupakan cita-cita hukum dan citacita moral seluruh bangsa Indonesia (Paulus Wahana,Op.cit., 75-76).
Disadari bahwa rumusan Pancasila terlihat abstrak dan umum, sehingga perlu
penjabaran lebih lanjut, yang dilengkapi dengan pedoman bagi terwujudnya nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Adapun tata urutan peraturan

perundangan di Indonesia diawali dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan


UUD 1945, yang merupakan cita-cita hukum, dijabarkan kedalam pasal-pasal UUD 1945
sebagai norma hukum tertinggi, yang menjadi sumber hukum bagi peratutan perundangan
yang lebih rendah.

Proses selanjutnya diharapkan norma-norma hukum dapat

mewujudkan nilai-nilai Pancasila secara operasional dan nyata dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan bangsa dan keamanan negara.
e. Implementasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Nasional.
Pada konteks hubungan antara manusia, bangsa dan negara, ideologi berarti
sebagai suatu sistem cita-cita dan keyakinan yang mencakup nilai-nilai dasar, yang
dijadikan landasan bagi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupannya. Pancasila yang

memuat nilai-nilai dasar serta cita-cita luhur bangsa memotivasi bangsa Indonesia untuk
mewujudkan tujuan nasional.
Sejak awal pembentukan, ideologi Pancasila merupakan ideologi dari, oleh dan
untuk bangsa Indonesia. Pancasila yang merupakan falsafah dan pandangan hidup bangsa
secara operasional dijadikan ideologi bangsa Indonesia. Pancasila merupakan konsensus
politik yang menjanjikan suatu komitmen untuk bersatu dalam sikap dan pandangan guna
mewujudkan tujuan nasional (Paulus Wahana, Op.cit. 91-92).
Nilai-nilai yang telah disepakati bersama tersebut mewajibkan bangsa Indonesia
dengan segala daya dan upaya untuk mewujudkan sesuai dengan situasi dan kondisi nyata
serta menghindari pemikiran dan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar.
Selanjutnya sebagai ideologi terbuka, Pancasila memiliki keterbukaan, keluwesan yang
harus diterima dan dilaksanakan oleh seluruh golongan yang ada di Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi nasional harus mampu memberikan wawasan, azas dan
pedoman normatif bagi seluruh aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial dan
pertahanan keamanan serta dijabarkan menjadi norma moral dan norma hukum. Sebagai
konsekuensi dari fungsi ideologi, diharapkan dapat mewujudkan sistem ekonomi
Pancasila, khususnya bidang ketahanan pangan sebagai salah satu pilar utama bagi
kelanjutan pembangunan nasional.
f. Implementasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara.
Berdasarkan rumusan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, Pancasila
memiliki kedudukan sebagai dasar negara karena memuat azas-azas yang dijadikan dasar
bagi berdirinya negara Indonesia. Sebagai dasar filsafat negara, rumusan Pancasila
merupakan satu kesatuan rumusan yang sistematis, yang sila-silanya tidak boleh
bertentangan, melainkan harus saling mendukung satu dengan yang lain. Pancasila harus
dipahami secara menyeluruh sebagai satu kesatuan, dan dalam pelaksanaannya tidak tidak
boleh hanya menekankan satu sila atau beberapa sila dengan mengabaikan sila lainnya.
Pancasila yang memiliki rumusan abstrak, umum, universal justru bertumpu pada
realitas yang dapat dipahami bersama oleh seluruh bangsa Indonesia, yang tidak
menimbulkan pengertian pro dan kontra. Dengan demikian Pancasila dapat dijadikan
sebagai azas persatuan, kesatuan dan kerjasama bagi seluruh bangsa Indonesia.
g. Implementasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Falsafah Pandangan Hidup Bangsa.
Apabila dihayati dengn seksama, rumusan Pancasila yang digali oleh para pendiri
bangsa merupakan hasil proses pemikiran yang panjang untuk menentukan jatidiri dan
falsafah pandangan hidup bangsa Indonesia.

Menyikapi dinamika dan tantangan

kehidupan berbangsa dan bernegara yang multi kompleks ini maka agar falsafah
pandangan hidup bangsa dapat terwujud, maka nilai-nilai Pancasila harus menjadi dasar
dalam menentukan perjalanan hidup dalam mencapai tujuan nasional.
Pancasila

perlu

dimaknai

dan

diimplementasikan

secara

nyata

Nilai-nilai

dalam

upaya

menyejahterakan kehidupan masyarakat dan mewujudkan keadilan sosial.


Berdasarkan nilai-nilai Pancasila tersebut bangsa Indonesia akan memandang
persoalan-persoalan yang dihadapi dan menentukan arah serta mencari solusinya. Dalam
perspektif pembangunan saat ini dan kedepan, pemikiran yang disarankan adalah
mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah pandangan hidup bangsa dengan
kebijakan strategis bidang pangan untuk membangun ketahanan pangan sebagai langkah
yang tepat.
h. Akselerasi Sosialisasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Nasional.
Ideologi Pancasila bukan ideologi yang bersifat totaliter dan bersifat memaksa,
seperti Marxisme. Ideologi Pancasila ini selayaknya disosialisasikan secara sederhana,
jelas, praktis dan terus menerus, baik dalam pemikiran, perkataan, perilaku dan
keteladanan, sehingga mampu menarik dan mengetuk hati setiap rakyat Indonesia.
Ideologi Pancasila tetap menghormati hak individu dan martabat manusia.

Pada

perkembangannya kedepan, ideologi Pancasila tidak melancarkan indoktrinasi, melainkan


menggunakan cara persuasif dan dialog, sehingga mampu berperan, membimbing semua
warga negara secara bersama dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan
bernegara secara sadar, iklas dan menaati serta mengamalkan kelima sila dari Pancasila.
Ideologi Pancasila memaklumi adanya perubahan nilai sebagai indikator adanya dinamika
masyarakat dalam mencapai tujuan nasional (Paulus Wahana, Loc. Cit., 99).

Penutup
Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai dasar manusiawi yang digali, ditemukan
dan dirumuskan oleh para pendiri bangsa sebagai satu kesatuan yang sistematis dan
ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia. Nilai-nilai dasar tersebut merupakan nilai-nilai
moral yang secara aktual menjadi pedoman hidup bagi bangsa Indonesia. Rumuan Pancasila
yang terdapat didalam Pembukaan UUD 1945 tampak abstrak dan bersifat umum, sehingga
perlu dijabarkan lebih lanjut agar dapat diwujudkan.
Sebagai nila-nilai dasar dan nilai-nilai moral yang diterima sebagai pedoman dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, implementasi Pancasila sangat relevan dalam upaya

mewujudkan kesejahteraan dan keamanan melalui kepekaan dan kepedulian kesadaran


masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
UU No. 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran, pasal 3
(Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah untuk membentuk manusia susila yang cakap dan
warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan
tanah air) dan pasal 4 (Pendidikan dan pengajaran berdasar atas asas-asas yang termaktub
dalam Pancasila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan
kebangsaan Indonesia).

DAFTAR PUSTAKA

Attamimi, Hamid S, Pancasila sebagai Cita Hukum dalam Oetojo Usman dan Alfian
(Ed.), 1991,Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Bermasyara-kat, Berbangsa dan
Bernegara, Jakarta : BP 7.
Besar, Abdulkadir, 2005, Pancasila Refleksi Filsafati, Transformasi Ideologik, Niscayaan
Metoda Berfikir, Jakarta : Pustaka Azhary.
Dipoyudo, Kirdi, 1990, Membangun Atas Dasar Pancasila, Jakarta : CSIS.
Djebarus, Vitalis , 1994, Pancasila

Asal,

Isi

dan Makna,

Denpasar : Penerbit

Keuskupan Denpasar.
Hutabarat, Budiman, 2009, Kebangkitan Pertanian Nasional: Meretas Jebakan
Globalisasi

dan

Liberalisasi

Perdagangan,

dalam

Kumpulan

Jurnal

Ilmiah

Pengembangan Inovasi Pertanian 3 (1), Bogor, Pusat Analisa Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian, 18-37.
Kristiadi, J., 2011, Politik Bermartabat, Meluruskan Reformasi Indonesia dalam
Jurnal Analisis CSIS Vol. 40, No. 4, Desember 2011, hlm.526-544.
Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila,
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Moedjanto, G., dkk., 1987, Pancasila, Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta : Gramedia.
Purwasasmita, Mubiar dkk., 2012, Padi Sri Organik Indonesia, Jakarta : Peneba Swadaya,
Tilaar, H.A.R., 2007, Mengindonesia

Etnisitas dan

Identitas

Bangsa Indonesia,

Jakarta : Rineka Cipta.


Wahana, Paulus, 2001, Filsafat Pancasila, Yogyakarta : Kanisius.
Sumber Hukum :
Undang-Undang RI No & Tahun 1996 tentang Pangan
Sumber Internet :
Id.wikipedia.org/wiki(31Maret2012);
winarno.staff.fkip.uns.ac.id/files/2009/10/implementasi (21 April 2012)
lppkb.wordpress.com/2011/03/16/pedoman-umum-implementasi-pancasila (21 April 2012)

Anda mungkin juga menyukai