PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dewasa
ini,
statistik
kejadian
nikah
siri
meningkat
seiring
untuk
memilih
topik
Nikah
Siri
dalam
permasalahan
nikah
siri
dan
tidak
mengerti
baik-buruknya
jenis
pernikahan ini. Hal itu juga termasuk salah satu faktor yang melatar
belakangi diangkatnya topik Pernikahan Siri yang dilatar belakangi
dengan status kehadiran wali dan kedua saksi ini kami angkat.
Besar harapan penulis agar makalah ini dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya sebagai literatur atau sumber pencarian informasi terkait
topik pernikahan Siri. Maka dari itu, kami berusaha sebaik-baiknya untuk
mengumpulkan
berbagai
informasi
dari
berbagai
sumber
dan
1.2.
Tujuan
Tujuan menulis dan menyusun makalah ini antara lain :
a. Mahasiswa dan masyarakat lainnya (pembaca makalah dan audiens
presentasi) memahami berbagai definisi akan nikah siri baik yang
berhubungan dengan wali / saksi
b. Mahasiswa dan audiens lain mengerti dan mengetahui landasan
hukum terkait nikah siri baik ditinjau dari sudut pandang Islam dan
pembahasan berbagai rancangan undang-undang
c. Mahasiswa dan audiens lain mengetahui dampak positif dan dampak
negatif dari nikah siri
d. Mahasiswa dan audiens
lain
dapat
mengeluarkan
berbagai
hal
negatif
dan
pada
akhirnya
dapat
dijadikan
atau
masyarakat
yang
memahami
berbagai fakta, pro dan kontra terkait pernikahan siri dan hukumhukum yang terkait nikah siri
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Definisi Nikah Siri
Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan :
Pertama: Pernikahan tanpa wali, atau ada wali (tidak jelas) dan tidak
ada izin dari wali sebenarnya lalu menikah dengan wali yang tidak jelas
(asal copot), jadi sama saja tidak memakai wali. Pernikahan semacam ini
dilakukan secara rahasia (siri), penyebab umum yang terjadi dikalangan
masyarakat dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena
menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin
memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuanketentuan syariat
Kedua: Pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan
dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan
seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga
pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak
mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan
karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri
nikah lebih dari satu; dan lain sebagainya.
Ketiga: pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbanganpertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma /
noda negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu
pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang
memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.
2.2.
Landasan Terkait Catatan Pernikahan
Pertama: pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga
pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah)
3
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Nikah Siri Menurut Hukum Negara
RUU Nikah Siri atau Rancangan Undang-Undang Hukum Materil oleh
Peradilan
Agama
Bidang
Perkawinan
yang
akan
memidanakan
pernikahan tanpa dokumen resmi atau yang biasa disebut sebagai nikah
siri, kini tengah memicu kontroversi ditengah-tengah masyarakat.
Pasal 143 Rancangan Undang-Undang
Pasal 143 RUU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini
menggariskan, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan
perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan
ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun
dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin siri,draf
RUU juga menyinggung kawin mutah atau kawin kontrak.
Pasal 144 Rancangan Undang-Undang
Pasal 144 menyebut, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah
dihukum penjara selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal
karena hukum. RUU itu juga mengatur soal perkawinan campur
(antardua orang yang berbeda kewarganegaraan). Pasal 142 ayat 3
menyebutkan, calon suami yang berkewarga negaraan asing harus
membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar
Rp500 juta.
3.2.
Nikah Siri Menurut Islam
Adapun mengenai fakta pertama,
yakni
pernikahan
tanpa
wali;