Pneumotoraks
Pneumotoraks
REFERAT
Oleh:
Aissyiyah Nur An Nisa
0610710006
0610710009
0610710017
Fahima Hidayatullah P.
0610710044
Marina Yunita
0610710079
Pembimbing :
dr. Soebagjo, Sp.B(K)TKV
iii
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
PNEUMOTORAKS
Oleh :
Aissyiyah Nur An Nisa
0610710006
0610710009
0610710017
Fahima Hidayatullah P.
0610710044
Marina Yunita
0610710079
Menyetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ....................................................................................................
Halaman Pengesahan.............................................................................
ii
iii
2.1 Definisi......................................................................................
10
10
10
11
11
12
12
13
16
16
17
17
18
18
18
19
19
19
20
20
22
3.1 Kesimpulan................................................................................
22
23
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalam
rongga pleura, yaitu, di ruang potensial antara pleura viseral dan parietal paruparu. Hasilnya adalah kolaps dari paru-paru pada sisi yang terkena. Udara bisa
masuk ruang intrapleural melalui komunikasi dari dinding dada (yaitu, trauma)
atau melalui parenkim paru-paru di pleura viceralis.
Hasil dari terapi pada 480 penderita dengan fraktur multiple costa dan
dihubungkan pada trauma dada yang telah dianalisa. Berdasarkan dari trauma;
55 (25,5%) pasien pneumotoraks yang berkembang menjadi 71 (32,8%)hemathorax, 90(41,7%)-hemopneumotoraks. Terapi konservatif dari pneumo dan
hemotoraks dalam beberapa kasus kebanyakan (biasanya dilakukan tusukan
pada rongga pleura, jarang dilakukan drainage).
berkaitan dengan trauma yang dengan forced position (posisi setengah duduk),
Bertujuan untuk kateterisasi pada cavum pleura dengan menggunakan stiletto
trocar melengkung dibawah sudut 60 derajat. Pada terapi clotting hematothoraks
digunakan streptokinase yang tercatat berefek positif pada 6 dari 7 pasien.
Indikasi untuk torakotomi dibatasi pada pasien dengan trauma dada yang
berhubungan dengan shock dan kehilangan darah akut (Rebecca B, 2011).
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apa etiologi pneumotoraks?
2. Bagaimana cara menegakkan diagnlosa pneumotoraks?
3. Bagaimana penatalaksanaan pneumotoraks?
4. Apa saja saja komplikasi yang dapat terjadi pada pneumotoraks?
1. 3
Tujuan Penelitian
vii
mengetahui
komplikasi
yang
pneumotoraks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dapat
terjadi
pada
viii
2.1 Definisi
Pneumotoraks adalah penumpukan udara yang bebas dalam dada
diluar paru yang menyebabkan paru kolaps.
Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada
kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam
kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang
berasal dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumotoraks
jenis ini disebut sebagai closed pneumotoraks. Apabila kebocoran
pleura viseralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk
saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat
ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.
2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat
hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang
yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara
cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus
respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam
rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum
pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru
ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat,
akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut.
Kondisi ini disebut sebagai open pneumotoraks (Berck, 2010).
ix
2.2 Epidemiologi
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi pneumotoraks
spontan dan traumatik. Pneumotoraks spontan merupakan pneumotoraks
yang terjadi tiba-tiba tanpa atau dengan adanya penyakit paru yang
mendasari. Pneumotoraks jenis ini dibagi lagi menjadi pneumotoraks
primer (tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari) maupun
sekunder (terdapat riwayat penyakit paru sebelumnya).
Insidensinya sama antara pneumotoraks primer dan sekunder,
namun pria lebih banyak terkena dibanding wanita dengan perbandingan
6:1. Pada pria, resiko pneumotoraks spontan akan meningkat pada
perokok berat dibanding non perokok. Pneumotoraks spontan sering
terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak pada dekade ketiga
kehidupan (20-40 tahun).
Sementara itu, pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh
trauma langsung maupun tidak langsung pada dinding dada, dan
diklasifikasikan menjadi iatrogenik maupun non-iatrogenik. Pneumotoraks
iatrogenik merupakan tipe pneumotoraks yang sangat sering terjadi
(Berck, 2010).
Umur : Biasanya terjadi pada orang yang ber usia 20-40 tahun
Seks : Lebih sering pada pria
Pneumotoraks spontan primer
Biasanya terjadi pada anak laki-laki yang tinggi, kurus dan usia
10-30 tahun
Incidens pada usia tertentu: 7,4-18 kasus per 100.000 orang per
tahun pada laki-laki 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun pada
perempuan
Pneumotoraks spontan sekunder
Umur : Puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus
per 100.000 orang per tahun pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000
orang per tahun pada perempuan 26 per 100.000 pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik per tahun (McCool FD, 2008)
orang per tahun dan 5,8 per 100.000 perempuan per tahun.
Rekurensiakan terjadi pada sekitar 30% dari 45% primer dan sekunder
pneumotoraks. Hal ini sering terjadi dalam 6 bulan, dan biasanya dalam
waktu 3 tahun. (Korom S, 2011)
xi
emfisematous
paru-paru.
Hubungan
tinggi
badan
dengan
xii
simtomatis.
CXR
dilakukan
setelah
aspirasi
untuk
xiii
reekspansi
yang
tidak
adekuat).
Suction
hanya
dapat
terjadi
ada
penyakit
intersisiel
paru
seperti
sarcoidosis,
xiv
signifikan
untuk
mortalitas
pasien
COPD.
Setiap
kejadian
xv
xvi
Hal ini biasanya terjadi pada kru pesawat terbang. Sedangkan pada penyelam,
udara yang terkompresi dialirkan ke paru-paru harus melalui regulator dan
sewaktu naik ke permukaan barotrauma dapat terjadi seiring dengan penurunan
tekanan secara cepat sehingga udara yang terdapat di paru-paru dapat
menyebabkan pneumotoraks (Sharma, 2009)
xvii
xviii
Paru-paru
akan
bertambah
kecil
dengan
bertambah
luasnya
PPOK
Kistik fibrosis
xix
Asma bronchial
Sarkoidosis
Limfangioleimiomatous
Sklerosis tuberus
Artritis rheumatoid
Spondilitis ankilosing
Sleroderma
Sindrom Marfan
Sindrom Ethers-Danlos
Kanker
o
Sarkoma
Kanker paru
Endometriosis toraksis
Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi
xx
mengempes karena tidak ada lagi tarikan ke luar dnding dada. Pengembangan
dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti dengan pengembangan paru yang
baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali. Tekanan pleura yang
normalnya negatif akan meningkat hingga menyebabkan gangguan ventilasi
pada bagian yang mengalami pneumotoraks.
Pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari prosedur medis
atau bedah.Salah satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik
(transthoracic needle aspiration), torakosentesis, biopsy transbronkial, ventilasi
mekanik tekanan positif (positive pressure mechanical ventilation).Angka
kejadian kasus pneumotoraks meningkat apabila dilakukan oleh klinisi yang tidak
berpengalaman.
Pneumotoraks ventil (tension pneumotoraks) terjadi akibat cedera
pada parenkim paru atau bronkus yang berperan sebagai katup searah.Katup ini
mengakibatkan udara bergerak searah ke rongga pleura dan menghalangi
adanya aliran balik dari udara tersebut.Pneumotoraks ventil biasa terjadi pada
perawatan intensif yang dapat menyebabkan terperangkapnya udara ventilator
(ventilasi mekanik tekanan positif) di rongga pleura tanpa adanya aliran udara
balik.
Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga
pleura sehingga menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke
arah kontralateral. Hal ini menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya
hipoksia. Curah jantung turun karena venous return ke jantung berkurang,
sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan pertukaran udara pada paru yang
kolaps dan paru yang tertekan di sisi kontralateral. Hipoksia dan turunnya curah
jantung akan menggangu kestabilan hemodinamik yang akan berakibat fatal jika
tidak ditangani secara tepat.
xxi
2.6.2
b)
c)
d)
(cyanosis)
Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi: dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan
nafas, tertinggal pada sisi yang sakit
b) Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau
melebar, iktus jantung terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus
suara melemah atau menghilang.
c) Perkusi: Suara ketok hipersonor samapi tympani dan tidak bergetar,
batas jantung terdorong ke thoraks yang sehat, apabila tekanannya
tinggi
d) Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat
2.6.3
xxii
secara
bersamaan.
Pada
pasien
dengan
pneumotoraks
perkembangan dinding dada asimetris, deviasi trakea ke paru yang sehat, JVP
meningkat, suara nafas menurun bahkan menghilang dan pada perkusi
didapatkan hipersonor. Bila didapatkan tanda-tanda tersebut, langsung dilakukan
tindakan needle thoracostomy (Boon, 2008).
Pemeriksaan nadi carotis dan radialis didapatkan takhikardi, akral dan
memeriksa capillary refill test. Dilakukan pemasangan intravenous line, bila
terjadi perdarahan masif dilakukan pemasangan double line dengan cairan
kristaloid (Boon, 2008).
2.7.2 Penatalaksanaan Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Kebanyakan
simple
pneumothoraces
akan
membutuhkan
xxiii
(Brohi,
2004).
xxiv
tekanan akan didekompresi dan pemasangan chest tube dapat dilakukan tanpa
terburu-buru. Hal ini terutama berlaku bagi pasien yang terventilasi manual
dengan tekanan positif (Brohi, 2004).
xxv
berhubungan
dengan
daerah
submandibula,
retrofaringeal, dan selubung pembuluh darah leher, dan toraks lateral (Carolan,
2010). Emfisema subkutis terjadi akibat udara memasuki daerah-daerah tersebut
dan bermanifestasi sebagai pembengkakan tidak nyeri. Pada palpasi akan
terasa seperti kertas. Gambaran radiologis untuk emfisema subkutis adalah
radiolusen di tepian struktur anatomi terkait.Komplikasi ini dapat memperparah
keadaan pasien dengan pneumotoraks akibat kompresi jalan napas. Pertolongan
pertama yang dapat dilakukan apabila terjadi distres adalah insisi kulit dengan
pisau pada daerah kulit yang mengalami pembengkakan (Paramasivam, 2008).
BAB III
PENUTUP
xxvi
3.1 Kesimpulan
Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum
pleura akibat robeknya pleura viseralis atau robeknya dinding dada dan
pleura parietalis
2. Pneumotoraks diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kejadian yakni
spontan dan primer, jenis fistel menjadi simple dan tension pneumotoraks,
dan lokalisasinya
3. Diagnosa pneumotoraks ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan
fisik, serta ditunjang oleh pemeriksaan radiologis
4. Penatalaksanaan awal pneumotoraks dilakukan berdasarkan pemeriksaan
Airway, Breathing, dan Circulation sedangkan penatalaksanaan lanjutan
seperti pemasangan chest tube, thoracotomy, dan pleurodesis, dilakukan
berdasarkan jenis pneumotoraks dan perkembangan keadaan klinis pasien
5. Komplikasi yang dapat berkembang dari kejadian pneumotoraks antara lain
emfisema subkutis dan pneumomediastinum dapat berlanjut menjadi depresi
saluran napas gangguan kontraksi jantung dan berujung pada kematian
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff H, Mukty HA. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Arief
Pneumotoraks.
http://www.pulmo-
xxvii
Bascom
R.
2006.
Pneumothorax.
Pneumothorax.
http://nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pneumothorax-2/. Diakses
tanggal 25 September 2011 jam 15.20
Boowan
JG.
2006
Pneumotoraks,
Tension
and
Traumatic.
Trauma:
Pneumothorax-Open.
Trauma:
Pneumothorax-Simple.
http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTpneumo.html.
Brohi
Diakses
Pneumothorax-Tension.
http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTtension.html.
Diakses
Pneumothorax,
Iatrogenic,
Spontaneous
and
Pneumomediastinum. http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC469.HTM.
Diakses tanggal 29 September 2011 jam 03.00
Heffner, JE and Huggins, JT. 2004. Management of Secondary Spontaneous
Korom
xxviii
Mackenzie, SJ, and Gray, A. 2007. Primary Spontaneous Pneumothorax: why all
the confusion over first-line treatment?. Journal of Royal College of
Physicians of Edinburgh; 37:335-338
McCool
FD,
Rochester
DF,
et
al.
2008.
Pneumothorax.
http://www.harrisonspractice.com/practice/ub/view/Harrisons
%20Practice/141278/all/Pneumothorax. Diakses tanggal 25 September
2011 jam 15.00
Paramasivam, E. 2008. Air Leaks, Pneumothorax, and Chest Drains:
Subcutaneous
Emphysema,
Pneumomediastinum,
and
Pneumopericardium. Cont edu Anaesth Crit Care & Pain. 8(6): 204-209.
Oxford University Press
Sahn SA, Heffner JE. Spontaneous Pneumothorax. N Eng J Med 2000; 342: 86874
Ylmaz, A, Bayramgrler, B, Yazcolu, O, nver, M, Erturul, M, Gngr, N,
Baran, R. 2002. Iatrogenic Pneumothorax: Incidence and Evaluation of
the Therapy. Turkish Respiratory Journal, August 2002, Vol.3, No.2