PERAN PPR
DALAM RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL
Togap Marpaung
Badan Pengawas Tenaga Nuklir
Jalan Gajah Mada No.8, Jakarta, 10120
Abstrak
PERAN PPR DALAM RADIOLOGI DIAGNOSTIK DAN INTERVENSIONAL. Latar belakang
tulisan ini adalah adanya persepsi yang kurang tepat mengenai status PPR secara legal, selain itu peran
PPR hanya dianggap sekedar persyaratan teknis untuk memenuhi peraturan Masyarakat sains nuklir yang
bekerja di bagian radiologi rumah sakit, khususnya Radiografer menganggap PPR suatu profesi, pendapat
ini masuk akal karena pada umumnya PPR adalah praktisi medik yang berasal dari bagian radiologi.
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1997 dinyatakan bahwa PPR adalah kedudukan sesuai tanggung jawab
dan setiap petugas tertentu (PPR) di dalam instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi pengion wajib
memiliki izin berupa surat izin bekerja (SIB). PP No. 33 Tahun 2007 menegaskan bahwa PPR adalah
petugas yang ditunjuk oleh Pemegang Izin (PI) dan oleh BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan
pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi. Klassifikasi PPR terdiri dari 3 tingkatan dan mereka
adalah PPR Medik Tingkat 2. Hingga bulan September 2010, sesuai data b@lis, jumlah PPR Medik Tingkat
2 adalah 2.350 personil. Masa berlaku SIB adalah 4 tahun dan untuk perpanjangan SIB maka PPR wajib
mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh BAPETEN. Dasar hukum adalah Perka BAPETEN No.15
Tahun 2008. Perwujudan peran PPR dapat tercermin dari terpenuhinya persyaratan administrasi terkait
dengan masalah perizinan dan persyaratan keselamatan radiasi penggunaan pesawat sinar-X. Semua
persyaratan tersebut menjadi tanggung jawab PPR. Ruang lingkup adalah pembahasan peran PPR terkait
dengan tanggung jawabnya dalam rangka menjamin implememtasi dari program proteksi dan keselamatan
radiasi (Program P & KR).
Kata kunci: PPR, Radiologi Diagnostik dan Intervensional, Pesawat Sinar-X, Program P & KR.
Abstract
RULE OF RPO IN DIAGNOSTIC AND INTERVENTIONAL RADIOLOGY. The Background of
this paper is there is an incorrect perception on status of RPO legally, besides that the role of RPO just
consider as a technical requirement to comply with the regulations. Nuclear scientists who work at radiology
department in hospital, especially Radiographers consider that RPO as a profession, this opinion makes
sense because they are medical practitioners in general, coming from department of radiology. Based on Act
No. 10 Year 1997 stated that RPO is a status related with responsibility and every particular personnel
(RPO) in installation which utilize ionizing radition shall have a license as a working permit (WP).
Government Regulation No. 33 Year 2007 states that RPO is a personnel which is pointed by Licensee and by
Regulatory Authority declared they are capable to perform their job which is relevant to radiation protection.
Classification of RPO consits of 3 levels and they are RPO of Medical Level 2. Until September 2010, refer
to b@lis data, number of RPO Medical Level 2 are 2,350 personnels. Validity of WP is 4 years and to extend
it, RPO shall follow a refresher course conducted by BAPETEN. Legal basis is Chairman Regulation of
BAPETEN No. 15 Year 2008. Realization of the role of RPO can be reflected from by complying with the
administrative requirement related to a problem of licensing process and radiation safety requirement for the
use of X-ray equipment. All those requirements become a responsibility of RPO. Scope is a discussion of the
Togap Marpaung
99
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
role of RPO related to their reponsibility in the frame of ensuring the implementaion of radition protection
and safety program (RP & S Program).
Keywords: RPO, Diagnostic Radiology and Interventional, X-ray equipment, R P & S Program.
PENDAHULUAN
Pemahaman oleh sebagian besar masyarakat sains
nuklir yang bekerja di bagian radiologi rumah sakit,
khususnya Radiografer bahwa PPR merupakan
suatu profesi yang sama dengan profesi lain, hal ini
dapat menjadi masuk akal karena pada umumnya
PPR adalah tenaga kesehatan yang berasal dari
bagian radiologi. Namun pendapat ini suatu hal
yang keliru karena tidak sesuai dengan fakta juridis
sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 1997
tentang Ketenaganukliran, PPR adalah suatu
kedudukan sesuai tanggung jawab. Demikian
halnya dalam ketentuan umum PP No. 33 Tahun
2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan
Keamanan Sumber Radioaktif, dijelaskan bahwa
PPR adalah petugas yang ditunjuk oleh PI dan oleh
BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan
pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi
radiasi.
Namun demikian seseorang dapat menjadi
PPR harus terlebih dahulu menjadi personil yang
profesional bahkan secara ideal yang bersangkutan
telah memiliki pengetahuan yang komprehensif
terkait dengan tanggung jawab yang dipikulnya
dalam hal penerapan proteksi radiasi sedemikian
sehingga
dapat menjamin terselenggaranya
keselamatan radiasi hingga terwujudnya budaya
keselamatan.
Terminologi Keselamatan Radiasi atau
Keselamatan Radiologik dan Proteksi Radiasi atau
Proteksi Radiologik adalah sering digunakan secara
bersamaan yang dapat dipertukarkan sebagai
contoh, Petugas Proteksi Radiasi-PPR (Radiation
Protection Officer-RPO) atau Petugas Keselamatan
Radiasi-PKR (Radiation Safety Officer-RSO).
Dalam publikasi Badan Tenaga Atom Internasional
(International Atomic Energy Agency-IAEA) juga
disebutkan dua terminologi tersebut (RPO dan
RSO), sebagai contoh, Indonesia dan Malaysia
menggunakan penyebutan PPR, negara Amerika
dengan penyebutan PKR, bahkan negara Inggris
dengan penyebutan Penasehat Proteksi Radiasi-PPR
(Radiation Protection Adviser-RPA). Nomenklatur
sebagai PPR atau PKR mempunyai peran yang
sama, hal itu tergantung dari Badan Pengawas suatu
negara menetapkan personil sebagai PPR atau PKR.
Oleh sebab itu, suatu saat boleh saja penyebutan
personil tersebut berubah menjadi Petugas Proteksi
dan Keselamatan Radiasi (PP&KR).
STTN-BATAN & Fak Saintek UIN SUKA
Togap Marpaung
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
fungsional pengawas radiasi yang berasal dari luar
instansi BAPETEN sudah ada, yaitu staf Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sejak beberapa
tahun yang lalu. Salah satu ketentuan menjadi
tenaga fungsional adalah PPR wajib mengikuti dan
lulus
pelatihan
tenaga
fungsional
yang
diselenggarakan oleh BAPETEN.
PPR juga sebagai mitra kerja dari BAPETEN
dalam berbagai situasi, misalnya ketika proses
permohonan
izin,
inspektur
BAPETEN
melaksanakan inspeksi, dalam hal terjadi situasi
abnormal atau insiden (paparan berlebih),
konsultasi publik mengenai draf peraturan atau
sosialisasi mengenai peraturan yang baru, dan
sistem perizinan. Jelasnya PPR merupakan kontak
person dari pihak BAPETEN tetapi bukan sebagai
perpanjangan tangan dari BAPETEN.
101
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
5.
6.
4.
5.
6.
terjadi;
perubahan rona lingkungan yang berpengaruh
pada proteksi dan keselamatan;
kemungkinan terjadinya kesalahan prosedur
penmgoperasian, dan akibat yang ditimbulkan;
dan/atau
dampak terhadap proteksi dan keselamatan,
jika dilakukan modifikasi.
Togap Marpaung
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
1.
2.
103
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
Tugas dan Tanggung Jawab
5.
6.
7.
8.
DAN
Togap Marpaung
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
c. Pesawat sinar-X C-arm/U-arm angiografi; dan
d. Pesawat sinar-X CT-scan angiografi.
Pesawat sinar-X selain digunakan untuk
radiologi diagnostik secara umum, ada juga pesawat
sinar-X untuk penunjang radioterapi terdiri atas:
a. Pesawat sinar-X simulator;
b. Pesawat sinar-X CT-scan untuk simulator;
c. Pesawat sinar-X CT-scan simulator; dan
d. Pesawat sinar-X C-arm untuk brakhiterapi.
Satu jenis lain adalah pesawat sinar-X untuk
penunjang kedokteran nuklir, yaitu pesawat sinar-X
CT-scan.
Radiologi Diagnostik
Radiologi diagnostik adalah kegiatan yang
berhubungan dengan penggunaan semua modalitas
yang menggunakan radiasi (pengion maupun bukan
pengion) untuk diagnosis dengan menggunakan
panduan radiologi. Pesawat Sinar-X digunakan
untuk menghasilkan citra dari objek yang diperiksa
dengan teknik radiografi atau fluoroskopi dan
pesawat sinar-X ini secara khusus dapat
dikelompokkan sesuai fungsinya sebagai suatu
peralatan penunnjang medik meliputi: (1)
diagnostik; (2) intervensional; (3) penunjang
radioterapi; dan (4) penunjang kedokteran nuklir.
Pesawat sinar-X diagnostik sangat beragam
jenisnya terdiri atas:
a. Pesawat sinar-X terpasang tetap untuk
pemeriksaan umum;
b. Pesawat sinar-X mobile, yang ditempatkan
dalam:
1. ruangan;
2. mobile station.
c. Pesawat sinar-X tomografi;
d. Pesawat sinar-X densitas tulang;
e. Pesawat sinar-X ESWL, dengan jenis:
1. C-arm; dan
2. konvensional.
f. Pesawat sinar-X C-arm bedah;
g. Pesawat sinar-X mamografi;
yang
ditempatkan dalam:
1. ruangan;
2. mobile station.
h. Pesawat sinar-X kedokteran gigi, meliputi:
1. intraoral konvensional;
2. intraoral digital;
3. ekstraoral konvensional;
4. ekstraoral digital;
5. CBCT-scan.
i. Pesawat sinar-X fluoroskopi; dan
j. Pesawat sinar-X CT-scan.
Radiologi Intervensional
Radiologi intervensional adalah cabang ilmu
radiologi yang terlibat dalam terapi dan diagnosis
pasien, dengan melakukan terapi dalam tubuh
pasien melalui bagian luar tubuh dengan
memasukan berbagai macam instrumen antara lain
kateter, kawat penuntun, stent, dan lain-lain dengan
menggunakan sinar-X yang merupakan terapi
alternatif selain bedah pada berbagai kondisi dan
mengurangi kebutuhan perawatan.
Jenis pesawat sinar-X untuk intervensional
terdiri atas:
a. Pesawat sinar-X fluoroskopi;
b. Pesawat sinar-X CT-scan fluoroskopi;
Togap Marpaung
105
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
ruang kedokteran nuklir tidak dibedakan dengan
pesawat sinar-X CT-Scan di ruang radiologi.
Berbagai jenis pesawat sinar-X, sebagaimana pada
gambar berikut:
106
Togap Marpaung
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
Persyaratan Administrasi
Persyaratan Manajemen
Togap Marpaung
107
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
pelaksanaan inspeksi.
Tujuan Program P & KR adalah menunjukkan
tanggung jawab penyelenggara proteksi dan
keselamatan radiasi melalui penerapan struktur
manajemen, kebijakan, dan prosedur yang sesuai
dengan sifat dan tingkat risiko sedemikian sehingga
budaya keselamatan dapat terselenggara secara
konsisten.
Dokumen Program P & KR akan dibuat secara
tersendiri untuk Radiologi Diagnostik dan
Intervensional sesuai dengan sistematika di bawah
ini.
BAB I.
PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
I.2.
Tujuan
I.3.
Ruang Lingkup
I.4.
Definisi
BAB II. PENYELENGGARA PROTEKSI DAN
KESELAMATAN RADIASI
II.1. Struktur Organisasi (jika penyelenggara
dalam bentuk organisasi)
II.2. Tanggung Jawab
II.3. Pelatihan
BAB III. DESKRIPSI FASILITAS, PESAWAT
SINAR-X
DAN
PERALATAN
PENUNJANG,
DAN
PERLENGKAPAN
PROTEKSI
RADIASI
III.1. Deskripsi Fasilitas
III.2. Deskripsi Pesawat Sinar-X dan
Peralatan Penunjang
III.3. Deskripsi
Perlengkapan
Proteksi
Radiasi
BAB IV. PROSEDUR
PROTEKSI
DAN
KESELAMATAN RADIASI
IV.1. Proteksi dan Keselamatan Radiasi
dalam Operasi Normal
IV.1.1. Pengoperasian Pesawat Sinar-X
IV.1.2. Proteksi dan Keselamatan Radiasi
untuk Personil
IV.1.3. Proteksi dan Keselamatan Radiasi
untuk Pasien
IV.1.4. Proteksi dan Keselamatan Radiasi
untuk Pendamping Pasien
IV.2. Rencana Penanggulangan Keadaan
Darurat
BAB V.
REKAMAN DAN LAPORAN
V.1.
Keadaan Operasi Normal
V.2.
Keadaan Darurat
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
SARAN
1.
2.
3.
108
Togap Marpaung
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Togap Marpaung
109