PENDAHULUAN
Sejak dahulu, seksualitas merupakan hal yang masih dianggap tabu untuk dibahas.
Walaupun kemudian kita tahu bahwa seksualitas di zaman sekarang akan selalu diidentikkan
dengan pergaulan bebas, pada dasarnya tidak semua orang memiliki pemahan yang baik seputar
seksualitas, bahkan mungkin hanya segelintir orang saja dari sekian banyak orang di dunia ini.
Padahal sama halnya dengan masalah-masalah lain dalam hidup ini, kunci pemecahannya adalah
dengan
memahami
hakikat
masalah
itu
sendiri. Poin
penting
ini
juga
berlaku
bagi seksualitas,yaitu penting sekali bagi kita untuk memahami seputar seksualitas agar dapat
menyelesaikan masalah berkenaan dengan seksualitas itu sendiri. Konsep seksualitas seseorang
dipengaruhi oleh banyak aspek dalam kehidupan, baik aspek biologis maupun psikologis.
Tentu saja, kita tidak memerlukan seks sama seperti kita membutuhkan makanan,
minuman dan tempat tinggal demi keberlangsungan hidup. Namun demikian, kita tetap
membutuhkannya sebagai syarat mutlak untuk meneruskan keturunan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor Biologis
Gangguan Identitas Gender terlepas dari berbagai isu, bahwa secara meragukan pola
tersebut dapat disebabkan oleh gangguan fisik. Secara spesifik, bukti menunjukkan bahwa
identitas gender dipengaruhi oleh hormon dalam tubuh. Tubuh manusia menghasilkan hormon
testosterone yang mempengaruhi neuron otak, dan berkontribusi terhadap maskulinisasi otak
yang terjadi pada area seperti: hipotalamus, dan sebaliknya dengan hormone feminism.
Steroid seks mempengaruhi ekspresi perilaku seksual pada laki-laki atau perempuan
dewasa; yaitu testosteron dapat meningkatkan libido dan keagresifan laki-laki. Namun,
maskulinitas, femininitas, dan identitas gender lebih merupakan akibat peristiwa kehidupaan
pascalahir daripada pengaturan hormon pranatal.
2. Faktor Psikososial
Anak mengembangkan identitas gender sesuai dengan jenis kelamin aslinya (juga dikenal
sebagai jenis kelamin yang didapat). Pembentukan identitas gender dipengaruhi interaksi antara
tempramen anak dengan kualitas dan sikap orang tua. Peran gender yang dapat diterima budaya:
masih terdapat larangan bagi anak laki-laki untuk menunjukkan perilaku feminisme dan anak
wanita menjadi tomboy, termasuk akan pembedaan terhadap pakaian dan mainan untuk anak
laki-laki dan wanita.
Kualitas hubungan ibu-anak pada tahun pertama kehidupan paling pnting dalam
menegakkan identitas gender. Selama periode ini, ibu normalnya memfasilitasi kesadaran
anaknya dan rasa bangga mengenai gender yang dimiliki: anak dinilai sebagai anak laki-laki dan
anak perempuan kecil, tetapi ibu yang memusuhi dan merendahkan dapat menimbulkan masalah
gender.
D. Diagnosis dan Gambaran Klinis
Menurut DSM-IV-TR , ciri penting dari gangguan identitas jenis kelamin adalah
penderitaan yang persisten dan kuat tentang jenis kelamin seseorang .
Berikut Kriteria
E.
Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok
lawan jenisnya, biasanya disertai perasaan risih, atau ketidakserasian,
dengan anatomi seksualnya; dan
Tidak ada garis tegas yang dapat ditarik mengenai kelanjutan gangguan identitas gender
antara anak yang seharusnya tidak diberikan diagnosis tersebut. Anak perempuan dengan
gangguan ini biasanya memiliki banyak teman laki-laki dan minat yang kuat pada olah raga dan
permainan yang kasar serta bergulingan; mereka tidak tertarik bermain boneka dan rumahrumahan (kecuali mereka berperan sebagai ayah atau peran laki-laki lainnya). Mereka mungkin
menolak buang air kecil dengan posisi duduk, menyatakan bahwa mereka memiliki akan tumbuh
penis, tidak ingin tumbuh payudaranya atau mengalami menstruasi, dan menyatakan dengan
tegas bahwa mereka akan tumbuh menjadi seorang laki-laki (bukan hanya memainkan peran
laki-laki).
Manifestasi pertama timbul pada usia prasekolah, gangguan sudah harus tampak sebelum
pubertas. Ada keinginan yang mendalam dan persisten untuk menjadi jenis kelamin lawan
jenisnya atau yakin bahwa ia adalah jenis kelamin lawan jenisya. Namun ia menolak atribut,
pakaian dan perilaku yang sesuai dengan lawan jenisnya. Ia tidak mengalami rangsangan sexual
dengan menggunakan pakaian lawan jenisnya.
F.
gejala Anak laki-laki mulai memiliki gangguan ini sebelum usia 4 tahun dengan konflik dengan
sebaya terjadi tahun-tahun awal, sekolah sekitar usia 7 atau 8 tahun. Sikap feminim yang jelas
dapat berkurang ketika anak laki-laki bertambah usianya, terutama jika upaya untuk dilakukan
untuk menghambat perilaku seperti itu. Onset usia biasaya dini untuk anak perempun, tetapi
sebagian besar menunjukkan perilaku maskulin saat remaja.
Pada kedua jenis kelamin, homoseksualitas cenderung terjadi pada sepertiga hingga
duapertiga kasus, walaupun alasannya tidak jelas, lebih sedikit anak perempuan yang memiliki
orientasi homoseksual daripada anak laki-laki.
Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan akibat keinginan seseorang turut serta dalam peran
gender yang diinginkan (dan berlawanan) lazim terjadi.
G.
menyembuhkan gangguan. Sebagian besar orang dengan gangguan identitas gender memiliki
gagasan dan nilai yang terfiksasi dan tidak ingin berubah. Jika dan ketika mereka mengikuti
psikoterapi, paling sering adalah karena depresi atau ansietas yang menyertai keadaan mereka.
a. Anti depresan
Anti- Depresi adalah obat untuk mengatasi atau mencegah depresi mental. Depresi
didefinisikan sbagai gangguan mental dengan penurunan mood, kehilangan minat atau perasaan
senang, adanya persaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur penurunan selera makan, sulit
konsentrasi atau kelemahan fisik (WHO 2006) gangguan ini dapat menjadi kronik atau kambuh
dan mengganggu aktivitas pasien. Pada keadaan terburuk dapat mencetuskan bunuh diri, suatu
kejadian fatal yang dewasa ini semakin sering terjadi. Perbaikan depresi ditandai dengan
perbaikan alam perasaan, bertambahnya aktivitas fisik dan kewaspadaan mental, nafsu makan
dan pola pikir lebih baik dan berkurangnya keinginan untuk bunug diri. Adapun penggolongan
dan jenis-jenis obatnya adalah sebagai berikut:
Golongan trisiklik
Imiprapin, amitriptilin
Golongan heterosiklik (generasi kedua dan ketiga)
Amoksapin, maprotilin, trazodon, bupropion, venlafaksin, mirtazapin,nefazodon.
Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
Fluoksetin, paroksetin, setralin, fluvoksamin, sitalopram.
Golongan Serotonin Norepinefrin Reuptake Inhibitors (SNRI)
Venlafaksin.
b. Anti ansietas
Adapun penggolongan dan jenis-jenis obatnya adalah sebagai berikut :
1. Benzodiazepine
e.g Diazepam, Chlordiazepoxide, Lorazepam, Clobazam, Bromazepam,
Alprazolam
2. Non-Benzodiazepine
eg Sulpiride, Buspirone, Hydroxyzine
Indikasi penggunaan:
Gejala sasaran (target syndrome): Simdrom Ansietas
Butir-butir diagnostik sindrom ansietas:
Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau lebih hal yang
dipersepsikan sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat
sebelum pembedahan telah dikembangkan. Di antara standar ini adalah sebagai berikut: Pasien
harus menjalani percobaan kehidupan gender berlawan selama sedikitnya 3 bulan dan kadangkadang hingga 1 tahun.
Pasien harus menerima terapi hormon, dengan estradiol dan progesteron pada perubahan
laki-laki menjadi perempuan dan testosteron pada perubahan perempuan menjadi laki-laki.
Pembedahan ganti kelamin merupakan cara yang sangat kontroversial yang sedang
banyak diteliti.
d. Terapi Hormon
Kedua jenis kelamin dapat diterapi dengan hormon selain pembedahan. Mereka yang
secara biologis adalah laki-laki dapat menggunakan estrogen, dan mereka yang secara biologis
perempuan menggunakan testosteron.
2.1
2.2
KLASIFIKASI
Parafilia Menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder 5th edition
(DSM-5)
Voyeurisme
Ekshibisionisme
Froteurisme
Masokisme Seksual
Sadisme Seksual
Pedofilia
Fetishisme
Fetishisme Transvestik
Parafilia Lain yang Tidak Ditentukan (NOS : Not Oherwise Specified) contoh:
Zoofilia
EPIDEMIOLOGI
Parafilia dipratekkan oleh sejumlah kecil populasi. Tetapi, sifat gangguan yang berulang
menyebabkan tingginya frekuensi kerusakan akibat tindakan parafilia. Di antara kasus parafilia
yang dikenali secara hukum, pedofilia adalah jauh lebih sering dibandingkan yang lainnya.
Voyeurisme memiliki resiko yang tidak besar. 20% wanita dewasa telah menjadi sasaran orang
dengan ekshibisionisme dan voyeurisme. Masokisme seksual dan sadisme seksual
kurang
terwakili dalam perkiraan prevalensi yang ada. Zoofilia merupakan kasus yang jarang .
Menurut definisinya, parafilia adalah kondisi yang terjadi pada laki-laki. Lebih dari 80%
penderita parafilia memiliki onset sebelum usia 18 tahun. Pasien parafilia umunya memiliki 3
sampai 5 parafilia baik yang bersamaan atau pada saat terpisah. Kejadian perilaku parafilia
memuncak pada usia antara 15 dan 25 tahun, dan selanjutnya menurun. Parafilia jarang terjadi
pada pria umur 50 tahun, kecuali mereka tinggal dalam isolasi atau teman yang senasib.
2.4
ETIOPATOFISIOLOGI
1. Faktor Psikososial
Dalam model psikoanalitik klasik, seseorang dengan parafilia adalah orang yang
gagal untuk menyelesaikan proses perkembangan normal kearah penyesuaian
heteroseksual, tetapi model tersebut telah dimodifikasi oleh pendekatan psikoanalitik.
Kegagalan menyelesaikan krisis oedipus dengan mengidentifikasi aggressor ayah (untuk
laki-laki)atau aggressor ibu (untuk perempuan) menimbulkan baik identifikasi yang tidak
sesuai dengan orang tua dengan jenis kelamin berlawanan atau pilihan objek yang tidak
tepat untuk penyaluran libido. Eksibisionisme dapat merupakan suatu upaya
menenangkan kecemasan mereka akan kastrasi. Kecemasan kastrasi membuat
eksibisionis meyakinkan diri sendiri tentang maskulinitasnya dengan menunjukkan
kelaki-lakiannya kepada orang lain.
Apa yang membedakan satu parafilia dengan parafilia lainnya adalah metode yang
dipilih oleh seseorang (biasanya laki-laki) untuk mengatasi kecemasan yang disebabkan
oleh: (1) kastrasi oleh ayah dan (2) perpisahan dengan ibu. Bagaimanapun kacaunya
manifestasi, perilaku yang dihasilkan memberikan jalan keluar untuk dorongan seksual
dan agresif yang seharusnya telah disalurkan kedalam perilaku seksual yang tepat.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa penyebab parafilia. Freud dan koleganya
mengajukan bahwa beberapa parafilia dapat disebabkan oleh penyimpangan dari fase
courtship. Normalnya, fase ini akan berujung pada proses mating pada pria dan
wanita(Sadock BJ et al, 2010).
Fase ini dimulai dari masa remaja dan dengan/ tanpa adanya sexual intercourse
a)
b)
c)
d)
PENEGAKAN DIAGNOSIS
2.5.1
F.65.0 FETISHISME
2.5.1.1 DEFINISI
Fetishisme adalah kegairahan atau kepuasan seks yang didapat dari sesuatu objek.
Seseorang yang mempunyai perilaku ini mendapatkan keghairahan seksual dengan memakai atau
dengan menyentuh objek tersebut.
2.5.1.2 JENIS FETISHISME
Fetisisme terdiri dari beberapa jenis yang dapat dibagi kepada fetisisme dan fetisisme
transvestik. Selain itu, terdapat juga jenis-jenis fetisisme lain seperti:
1
2
3
4
5
6
patung.
Mechanophilia/Mechaphilia - kegairahan seksual yang timbul terhadap mesin.
Psychrophilia - kegairahan seksual yang timbul dari objek yang sejuk.
Salirophilia - kegairahan seksual yang timbul terhadap tanah atau kekotoran.
Mucophilia - kegairahan seksual yang timbul dari mucus.
Dendrophilia- kegairahan seksual yang timbul disebabkan seseorang yang
7
8
Satu lagi jenis fetisisme adalah objectofilia yang merupakan kegairahan seksual yang
didapat dari benda- benda seperti bulu, balon, celana dalam perempuan, sepatu tumit tinggi,
karet dan banyak lagi.
2.5.1.3 GAMBARAN KLINIS
Penderita kelainan Fetishisme sering masturbasi sambil memegang atau menggosok
objek fetish atau mungkin meminta pasangan seksual untuk memakai objek fetish dalam
hubungan seksual mereka. Fetishisme biasanya dimulai pada masa remaja, meskipun fetish
mungkin bisa muncul lebih awal pada masa anak-anak. Setelah menjadi suatu kebiasaan yang
menetap, fetishisme cenderung kronis. Gejala awal pada penderita biasanya meningkatkan
sentuhan pada benda fetish, dan waktu yang dihabiskan untuk memikirkan mengenai objek
fethish meningkat. Lambat laun, objek fetish akan menjadi objek yang sangat penting bagi
penderita, hal ini akan menjadi syarat untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan seksual.
2.5.1.4 KRITERIA DIAGNOSIS
Fetishisme harus didiagnosis hanya apabila fetish merupakan sumber yang paling penting
dari stimulasi seksual atau esensial untuk respons seksual yang memuaskan. Fantasi fetishistik
adalah lazim, tetapi tidak menjadi suatu gangguan kecuali apabila menjurus kepada suatu ritual
yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai mengganggu hubungan seksual dan
menyebabkan penderitaan pada individu. Fetishisme terbatas hanya khusus pada pria. Menurut
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), kode yang
sesuai untuk fetishisme adalah F65.0. Pelaku baru didiagnosa menderita fetishisme apabila
memiliki kepuasan seksual terhadap sesuatu sedikitnya 6 bulan. Dalam hal ini pelaku biasanya
mengalami tekanan jiwa secara klinis dan cenderung terisolir dari kehidupan sosial, pekerjaan,
atau bidang fungsi penting lainnya dan bisa membahayakan baik dirinya maupun orang lain.
Kriteria diagnostik untuk fetishisme menurut DSM-5 adalah:
1
penting lainnya.
Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada crossdressing (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme transvestik atau alat-alat
yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital, misalnya sebuah vibrator.
2.5.2.1 DEFINISI
Transvestisme fetishistik adalahgejala keadaan seseorang yang mencari rangsangan dan
pemuasan sexual dengan memakai pakaian dan berperan sebagai seorang dari sex yang
berlainan.Cross dressing tersebut dapat berupa menggunakan salah satu bahan yang dipakai
wanita atau mengenakan pakaian wanita lengkap dan menampilkan diri sebagai wanita di depan
umum. Tujuan orang tersebut adalah untuk mencari kepuasan seksual. Pria yang mengalami
penyakit ini mengadakan masturbasi pada waktu mengenakan pakaian wanita dan berfantasi
mengenai pria lain yang tertarik dengan pakaiannya. Seorang wanita dikatakan mengalami
kelainan ini jika mereka mengenakan pakaian laki-laki untuk mencari kepuasan seksual.
2.5.2.2 KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria Diagnostik Fetishisme Transvestik menurut DSM-5:
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, pada laki-laki heteroseksual, terdapat khayalan
yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan
kuat berupa cross dressing.
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis dan gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
Pedoman Diagnostik Tranvetisme Fetihistik menurut PPDGJ III:
1. Mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan pokok untuk mencapai
kepuasaan seksual
2. Gangguan ini harus dibedakan dari fetihisme (F65.0) dimana pakaian sebagai objek
fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi juga untuk menciptakan penampilan
seorang dari lawan jenis kelaminya. Biasanya lebih dari satu jenis barang yang
dipakai dan seringkali suatu perlengkapan yang menyeluruh, termasuk rambut palsu
dan tata rias wajah.
3. Transvetisme fetihistik dibedakan dari trasvetisme transsexual oleh adanya hubungan
yang jelas dengan bangkitnya gairah seksual dan keinginan/hasrat yang kuat untuk
melepaskan baju tersebut apabila orgasme sudah terjadi dan rangsang seksual
menurun
4. Adanya riwayat transvetisme fetihistik biasanya dilaporkan sebagai suatu fase awal
oleh para penderita transeksualisme dan kemungkinan merupakan suatu stadium
dalam perkembangan transeksualisme.
2.5.3
F65.2 EKSHIBISIONISME
2.5.3.1 DEFINISI
berlangsung lama, walaupun demikian dorongan menjadi lebih kuat pada saat
menghadapi konflik dalam hubungan tersebut.
F. 65.3 Voyeurisme
2.5.4.1 DEFINISI
Istilah voyeurism, dari kata Prancis berarti melihat, mengacu pada keinginan untuk
memandang tindakan dan ketelanjangan hubungan seks. Voyeurisme adalah preokupasi rekuren
dengan khayalan dan tindakan yang berupa mengamati orang lain yang telanjang atau sedang
berdandan atau melakukan aktivitas seksual. Gangguan ini juga dikenal sebagai skopofilia.
Masturbasi sampai orgasme biasanya terjadi selama atau setelah peristiwa. Voyeurisme ini
merupakan kegiatan mengintip yang menggairahkan dan bukan merupakan aktivitas seksual
dengan orang yang dilihat. Sebagian besar pelaku voyeurisme ialah dari golongan pria.
2.5.4.2 KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria Diagnostik Voyeuisme menurut DSM-5:
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa mengamati
orang telanjang yang tidak menaruh curiga, sedang membuka pakaian, atau sedang
melakukan hubungan seksual.
2. Individu telah bertindak dengan dorongan seksual dengan orang yang tidak
menyetujui atau khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosil, pekerjaan, atau fungsi
penting lainnya.
3. Individu menemukan di sekitar dan atau bertindak pada dorongan adalah sekurangnya
18 tahun
Pedoman DiagnostikVoyeurisme menurut PPDGJ-III:
1. Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk melihat orang yang sedang
berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang menanggalkan pakaian.
2. Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan mastrubasi, yang dilakukan
tanpa orang yang diintip menyadarinya.
2.5.5
F65.4 Pedofilia
2.5.5.1 DEFINISI
Kata ini berasal dari bahasa Yunani: paidophilia (), pais (, "anak-anak")
dan philia (, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan". Di zaman modern, pedofil
digunakan sebagai ungkapan untuk "cinta anak" atau "kekasih anak" dan sebagian besar dalam
konteks ketertarikan romantis atau seksual. Pedofilia juga merupakan gangguan psikoseksual,
yang mana fantasi atau tindakan seksual dengan anak-anak prapubertas merupakan cara untuk
mencapai gairah dan kepuasan seksual. Perilaku ini mungkin diarahkan terhadap anak-anak
berjenis kelamin sama atau berbeda dengan pelaku. Beberapa pedofil tertarik pada anak laki-laki
maupun perempuan. Sebagian pedofil ada yang hanya tertarik pada anak-anak, tapi ada pula
yang juga tertarik dengan orang dewasa dan anak-anak.
2.5.5.2 KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria Diagnostik Pedofilia menurut DSM-5
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa aktivitas
seksual dengan anak prapubertas atau dengan anak-anak (biasanya berusia 13 tahun
atau kurang)
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
3. Orang sekurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnya berusia 5 tahun lebih tua dari
anak, atau anak-anak dalam kriteria A.
Pedoman Diagnostik menurut Pedofilia PPDGJ III
1. Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra-pubertas atau awal masa
pubertas, baik laki-laki maupun perempuan
2. Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan
3. Preferensi tersebut harus berulang dan menetap
4. Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual dewasa,
tetapi karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai hubungan seksual yang
diharapkan, maka kebiasaanya beralih kepada anak-anak sebagai pengganti.
2.5.6
F65.5 Sadomasokisme
2.5.6.1 DEFINISI
.
2.6
TATALAKSANA
1. Terapi Seks
Terapi seks merupakan pelengkap yang tepat untuk pengobatan pasien yang
menderita disfungsi seksual tertentu dimana mereka mencoba melakukan aktivitas
seksual yang tidak menyimpang dengan pasangannya.
2. Terapi Perilaku
Digunakan untuk memutuskan pola parafilia yang dipelajari. Stimuli yang
menakutkan, seperti kejutan listrik atau bau yang menyengat, telah dipasangkan dengan
impuls tersebut, yang selanjutnya menghilang. Stimuli dapat diberikan oleh diri sendiri
dan digunakan oleh pasien bilamana mereka merasa bahwa mereka akan bertindak atas
dasar impulsnya.
3. Terapi Obat
Termasuk medikasi anti psikotik dan anti depresan, adalah diindikasikan sebagai
pengobatan skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia disertai dengan gangguangangguan
tersebut.
Antiandrogen,
seperti ciproterone
acetate di
Eropa
dan
BAB III
KESIMPULAN
Identitas gender
Gangguan identitas gender melibatkan hasrat menetap untuk menjadi atau sikap bersikeras
seseorang bahwa ia berjenis kelamin sebaliknya dan rasa tidak nyaman yang hebat dengan
jenis kelamin aslinya serta peran gendernya
Suatu angka yang menyatakan adanya penonjolan jumlah laki laki. Pada 3 klinik
dilaporkan , rasio laki-laki dan perempuan adalah 30 banding 1, 17 banding 1, 6 banding 1.
Ketidakseimbangan tersebut menyatakan laki laki lebih rentan terhadap gangguan identitas
jenis kelamin .
Faktor Biologis
Faktor Psikososial
Menurut DSM-IV-TR , ciri penting dari gangguan identitas jenis kelamin adalah penderitaan
yang persisten dan kuat tentang jenis kelamin seseorang.
Transeksualisme
Terapi gangguan identitas gender rumit dan jarang berhasil jika tujuannya adalah untuk
menyembuhkan gangguan. Jika dan ketika mereka mengikuti psikoterapi, paling sering
adalah karena depresi atau ansietas yang menyertai keadaan mereka.
Anti depresan
Anti Ansietas
Terapi hormon
dapat
merupakan
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 5th
ed. Washington DC: American Psychiatric Publishing 2013
Rusadi M. 2013. Buku saku diagnosis jiwa Rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta. Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa
SadockBJ, Sadock VA. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed Ke- 2. EGC :
Jakarta.
Maramis WF, Maramis AA. 2009. Catatan Buku Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press
Ronawulan, Endah. Bahan ajar mata kuliah kedokteran Jiwa gangguan psikoseksual
.Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. 2006.
McManus MA, Hargreaves P, Rainbow L et al. Paraphilias: definition, diagnosis and
treatment.F1000Prime
Rep.
Sep
2013;5:36.
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3769077/#!po=39.4737
Berner W, Briken P.Paraphilia, sexual preference disorders. Diagnosis, etiology, epidemiology,
treatment
and
prevention.
Gesundheitsschutz. 2007
Bundesgesundheitsblatt
Jan;50(1):33-43.
Gesundheitsforschung
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17177100
Guay DR. Drug treatment of paraphilic and nonparaphilic sexual disorders. Clin Ther. 2009
Jan;31(1):1-31.
doi:
10.1016/j.clinthera.2009.01.009.
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19243704
DeFeo J. Understanding Sexual, Paraphilic, and Gender Dysphoria Disorders in DSM-5. J Child
Sex Abus. 2015;24(2):210-5. doi: 10.1080/10538712.2015.1004293. Available from:
http://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/10538712.2015.1004293