Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.A. Gangguan Identitas Jenis Kelamin


Pada usia 2 sampai 3 tahun, hampir semua orang memiliki keyakinan yang kuat bahwa
saya laki-laki atau saya perempuan. Bahkan meskipun jika rasa kelaki-lakian dan
keperempuanan berkembang normal, seseorang masih tetap mengembangkan maskulinitas atau
femininitas.
Identitas gender, menurut Robert Stoller, menunjukkan aspek psikologis perilaku yang
berkaitan dengan maskulinitas dan femininitas. Ia menganggap gender sosial dan seks biologis:
cenderung untuk kelaki-lakian dan perempuan keperempuan-perempuanan. Namun, seks dan
gender dapat berkembang dengan cara yang menimbulkan konflik atau bahkan berlawanan.
Identitas gender terjadi akibat banyak rangkaian isyarat yang berasal dari pengalaman dengan
anggota keluarga, guru, teman, teman kerja, dan fenomena budaya. Ciri fisik yang berasal dari
jenis kelamin biologis seseorang-seperti, fisik, bentuk tubuh, dan dimensi fisik-saling berkaitan
dengan sistem stimulus yang sangat kompleks, termasuk hadiah dan hukuman serta label gender
orang tua, untuk menegakkan identitas gender.
Identitas gender adalah perasaan seseorang tentang kejantanan atau keperempuanan
dirinya juga merupakan kondisi saat seseorang mengatakan dirinya maskulin atau feminim.
Dari kelima kondisi yang termasuk kelompok ini yang terkenal hanyalah
transseksualisme serta transvestisme peran ganda. Transvestisme peran ganda merupakan
transseksualisme yang tidak menginginkan operasi ganti kelamin.
Gangguan sexual ini termasuk dalam kelompok diagnosis F60-F69 Gangguan
kepribadian dan perilaku masa dewasa.
Pembagian menurut PPDGJ-III adalah sebagai berikut:
F64

Gangguan identitas jenis jelamin


F64.0 Transexualisme
F64.1 Tranvestisme peran ganda
F64.2 Gangguan identitas jenis kelamin masa kanak
F64.8 Gangguan identitas jenis kelamin lainnya
F64.9 Gangguan identitas jenis kelamin YTT

I.B. Gangguan Preferensi Seksual

Sejak dahulu, seksualitas merupakan hal yang masih dianggap tabu untuk dibahas.
Walaupun kemudian kita tahu bahwa seksualitas di zaman sekarang akan selalu diidentikkan
dengan pergaulan bebas, pada dasarnya tidak semua orang memiliki pemahan yang baik seputar
seksualitas, bahkan mungkin hanya segelintir orang saja dari sekian banyak orang di dunia ini.
Padahal sama halnya dengan masalah-masalah lain dalam hidup ini, kunci pemecahannya adalah
dengan

memahami

hakikat

masalah

itu

sendiri. Poin

penting

ini

juga

berlaku

bagi seksualitas,yaitu penting sekali bagi kita untuk memahami seputar seksualitas agar dapat
menyelesaikan masalah berkenaan dengan seksualitas itu sendiri. Konsep seksualitas seseorang
dipengaruhi oleh banyak aspek dalam kehidupan, baik aspek biologis maupun psikologis.
Tentu saja, kita tidak memerlukan seks sama seperti kita membutuhkan makanan,
minuman dan tempat tinggal demi keberlangsungan hidup. Namun demikian, kita tetap
membutuhkannya sebagai syarat mutlak untuk meneruskan keturunan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Gangguan Identitas Jenis Kelamin

Pengertian Identitas Gender dan Gangguan Identitas Gender:


Identitas gender adalah keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang
mengenai ia sebagai laki laki atau perempuan.
Peran gender adalah pola perilaku eksternal yang mencerminkan perasaan internal
seseorang mengenai saya laki-laki atau saya perempuan.
Gangguan identitas gender melibatkan hasrat menetap untuk menjadi atau sikap
bersikeras seseorang bahwa ia berjenis kelamin sebaliknya dan rasa tidak nyaman yang
hebat dengan jenis kelamin aslinya serta peran gendernya.
B. Epidemiologi
Sebagian besar perkiraan prevalensi adalah didasarkan pada jumlah orang yang meminta
pembedahan penggantian jenis kelamin . Suatu angka yang menyatakan adanya penonjolan
jumlah laki laki. Pada 3 klinik dilaporkan , rasio laki-laki dan perempuan adalah 30 banding 1,
17 banding 1, 6 banding 1. Ketidakseimbangan tersebut menyatakan laki laki lebih rentan
terhadap gangguan identitas jenis kelamin.
Penelitian pada anak laki laki yang dirujuk untuk terapi psikiatrik rawat jalan
menemukan bahwa sampai kira kira 50 persennnya memiliki jumlah perilaku feminim yang
signifikan. Anak laki laki tersebut awalnya tidak dirujuk untuk masalah dengan identitas
gender. Masih belum jelas berapa kasus yang memenuhi kriteria gangguan identitas gender.
C. Etiologi Gangguan Identitas Jenis Kelamin
1.

Faktor Biologis
Gangguan Identitas Gender terlepas dari berbagai isu, bahwa secara meragukan pola
tersebut dapat disebabkan oleh gangguan fisik. Secara spesifik, bukti menunjukkan bahwa
identitas gender dipengaruhi oleh hormon dalam tubuh. Tubuh manusia menghasilkan hormon
testosterone yang mempengaruhi neuron otak, dan berkontribusi terhadap maskulinisasi otak
yang terjadi pada area seperti: hipotalamus, dan sebaliknya dengan hormone feminism.
Steroid seks mempengaruhi ekspresi perilaku seksual pada laki-laki atau perempuan
dewasa; yaitu testosteron dapat meningkatkan libido dan keagresifan laki-laki. Namun,

maskulinitas, femininitas, dan identitas gender lebih merupakan akibat peristiwa kehidupaan
pascalahir daripada pengaturan hormon pranatal.
2. Faktor Psikososial
Anak mengembangkan identitas gender sesuai dengan jenis kelamin aslinya (juga dikenal
sebagai jenis kelamin yang didapat). Pembentukan identitas gender dipengaruhi interaksi antara
tempramen anak dengan kualitas dan sikap orang tua. Peran gender yang dapat diterima budaya:
masih terdapat larangan bagi anak laki-laki untuk menunjukkan perilaku feminisme dan anak
wanita menjadi tomboy, termasuk akan pembedaan terhadap pakaian dan mainan untuk anak
laki-laki dan wanita.
Kualitas hubungan ibu-anak pada tahun pertama kehidupan paling pnting dalam
menegakkan identitas gender. Selama periode ini, ibu normalnya memfasilitasi kesadaran
anaknya dan rasa bangga mengenai gender yang dimiliki: anak dinilai sebagai anak laki-laki dan
anak perempuan kecil, tetapi ibu yang memusuhi dan merendahkan dapat menimbulkan masalah
gender.
D. Diagnosis dan Gambaran Klinis
Menurut DSM-IV-TR , ciri penting dari gangguan identitas jenis kelamin adalah
penderitaan yang persisten dan kuat tentang jenis kelamin seseorang .

Berikut Kriteria

Diagnostik untuk Gangguan Identitas Jenis Kelamin.


A. Identifikasi kepada jenis kelamin (cross-gender) yang kuat dan persisten (bukan sematamata keinginan mendapatkan sesuatu keuntungan kultural karena memiliki jenis kelamin
lain.
B. Ketidak sukaan yang menetap dengan jenis kelaminnya sendiri atau merasa tidak sesuai
dalam peran jenis kelamin tersebut.
C. Gangguan tidak bersamaan dengan kondisi interseks fisik.
D. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
Pengkodean didasarkan usia saat ini:
Gangguan identitas jenis kelamin pada anak
Gangguan identitas jenis kelamin pada remaja atau dewasa
Tentukan jika (untuk individu yang matang secara seksual) :
Tertarik secara seksual pada laki-laki

Tertarik secara seksual pada perempuan


Tertarik secara seksual pada keduanya
Tidak tertarik secara seksual pada keduanya

E.

Jenis-Jenis Gangguan Identitas Jenis Kelamin


1. Transeksualisme
Suatu hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya,
biasanya disertai perasaan tidak enak atau tidak sesuai dengan anatomi seksualnya dan
menginginkan untuk memperoleh terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat tubuhnya
semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan (PPDGJ III).
Transseksualisme (bagi awam disebut sebagai waria) adalah suatu kondisi disaat
seseorang yang merasa dirinya tak sesuai seperti jenis kelamin fisiknya dan ia berusaha untuk
mengoreksinya lewat operasi ganti kelamin atau terapi hormon.
Penderita gangguan transeksual sebagian besar adalah laki-laki yang mengenali dirinya
sebagai wanita, yang biasanya timbul pada awal masa kanak-kanak dan melihat alat kelamin dan
penampakan kejantanannya dengan perasaan jijik. Transeksual jarang ditemukan pada wanita.
Penyebab terjadinya transeksual karena adanya perasaan tidak nyaman akan kondisi fisik
tubuhnya yang kemudian menyebabkan individu terkait melakukan penggantian alat vitalnya.
Dalam Diagnosis Gangguan Jiwa (Maslim, 2003), diagnosa transeksualisme yaitu:
a. Untuk menegakkan diagnosis, identitas transeksual harus sudah menetap selama
minimal 2 tahun, dan harus bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti
skizofrenia, atau berkaitan dengan kelainan interseks, genetik atau kromosom.
b. Gambaran Identitas, sbb:

Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok
lawan jenisnya, biasanya disertai perasaan risih, atau ketidakserasian,
dengan anatomi seksualnya; dan

Adanya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedahan


untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang
diinginkan.

2. Transvestisme Peran Ganda

Pedoman Diagnostik(PPDGJ III), yaitu:


a. Mengenakan pakaian dari lawan jenisnya sebagai bagian dari eksistensi dirinya untuk
menikmati sejenak pengalaman sebagai anggota lawan jenisnya;
b. Tanpa hasrat untuk mengubah jenis kelamin secara lebih permanen atau berkaitan
dengan tindakan bedah;
c. Tidak ada perangsangan seksual yang menyertai pemakaian pakaian lawan jenis
tersebut, yang membedakan gangguan ini dengan transvetisme fetishistik.(PPDGJ)
Anak dengan transvestisme peran ganda mengenakan pakaian lawan jenisnya sebagai
bagian dari eksistensi dirinya untuk menikmati sejenak pengalaman sebagai anggota lawan
jenisnya. Namun ia tidak memiliki hasrat untuk mengubah genitalianya secara permanen dengan
tindakan bedah (seperti pada transexualisme).
3.

Gangguan Identitas Jenis Kelamin Masa Kanak

Pedoman Diagnostik(PPDGJ III), yaitu:


- anak yang mendalam (pervasive) dan menetap (persistent) untuk menjadi (atau
keteguhan bahwa dirinya adalah) jenis kelamin lawan jenis-nya. Disertai penolakan terhadap
perilaku, atribut dan/ atau pakaian yang sesuai untuk jenis kelaminnya; Tidak ada rangsangan
seksual dari pakaian.
- Yang khas adalah bahwa manifestasi pertama timbul pada usia pra-sekolah. Gangguan
ini harus tampak sebelum pubertas;
- Pada kedua jenis kelamin, kemungkinan ada penyangkalan terhadap struktur anatomi
jenis kelaminnya sendiri, tetapi hal ini jarang terjadi.
- Ciri khas lain, anak dengan gangguan identitas jenis kelamin, menyangkal bahwa
dirinya terganggu meskipun mereka mungkin tertekan oleh konflik dengan keinginan orang tua
atau kawan sebayanya dan oleh ejekan dan/atau penolakan oleh orang-orang yang berhubungan
dengan dirinya.

Tidak ada garis tegas yang dapat ditarik mengenai kelanjutan gangguan identitas gender
antara anak yang seharusnya tidak diberikan diagnosis tersebut. Anak perempuan dengan
gangguan ini biasanya memiliki banyak teman laki-laki dan minat yang kuat pada olah raga dan
permainan yang kasar serta bergulingan; mereka tidak tertarik bermain boneka dan rumahrumahan (kecuali mereka berperan sebagai ayah atau peran laki-laki lainnya). Mereka mungkin
menolak buang air kecil dengan posisi duduk, menyatakan bahwa mereka memiliki akan tumbuh
penis, tidak ingin tumbuh payudaranya atau mengalami menstruasi, dan menyatakan dengan
tegas bahwa mereka akan tumbuh menjadi seorang laki-laki (bukan hanya memainkan peran
laki-laki).
Manifestasi pertama timbul pada usia prasekolah, gangguan sudah harus tampak sebelum
pubertas. Ada keinginan yang mendalam dan persisten untuk menjadi jenis kelamin lawan
jenisnya atau yakin bahwa ia adalah jenis kelamin lawan jenisya. Namun ia menolak atribut,
pakaian dan perilaku yang sesuai dengan lawan jenisnya. Ia tidak mengalami rangsangan sexual
dengan menggunakan pakaian lawan jenisnya.

F.

Perjalanan Gangguan & Prognosis


Prognosis untuk gangguan identitas gender bergatung pada onset usia dan intensitas

gejala Anak laki-laki mulai memiliki gangguan ini sebelum usia 4 tahun dengan konflik dengan
sebaya terjadi tahun-tahun awal, sekolah sekitar usia 7 atau 8 tahun. Sikap feminim yang jelas
dapat berkurang ketika anak laki-laki bertambah usianya, terutama jika upaya untuk dilakukan
untuk menghambat perilaku seperti itu. Onset usia biasaya dini untuk anak perempun, tetapi
sebagian besar menunjukkan perilaku maskulin saat remaja.
Pada kedua jenis kelamin, homoseksualitas cenderung terjadi pada sepertiga hingga
duapertiga kasus, walaupun alasannya tidak jelas, lebih sedikit anak perempuan yang memiliki
orientasi homoseksual daripada anak laki-laki.
Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan akibat keinginan seseorang turut serta dalam peran
gender yang diinginkan (dan berlawanan) lazim terjadi.

G.

Tatalaksana Bagi Gangguan Identitas & Jenis Kelamin


Terapi gangguan identitas gender rumit dan jarang berhasil jika tujuannya adalah untuk

menyembuhkan gangguan. Sebagian besar orang dengan gangguan identitas gender memiliki
gagasan dan nilai yang terfiksasi dan tidak ingin berubah. Jika dan ketika mereka mengikuti
psikoterapi, paling sering adalah karena depresi atau ansietas yang menyertai keadaan mereka.
a. Anti depresan
Anti- Depresi adalah obat untuk mengatasi atau mencegah depresi mental. Depresi
didefinisikan sbagai gangguan mental dengan penurunan mood, kehilangan minat atau perasaan
senang, adanya persaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur penurunan selera makan, sulit
konsentrasi atau kelemahan fisik (WHO 2006) gangguan ini dapat menjadi kronik atau kambuh
dan mengganggu aktivitas pasien. Pada keadaan terburuk dapat mencetuskan bunuh diri, suatu
kejadian fatal yang dewasa ini semakin sering terjadi. Perbaikan depresi ditandai dengan
perbaikan alam perasaan, bertambahnya aktivitas fisik dan kewaspadaan mental, nafsu makan
dan pola pikir lebih baik dan berkurangnya keinginan untuk bunug diri. Adapun penggolongan
dan jenis-jenis obatnya adalah sebagai berikut:

Golongan trisiklik
Imiprapin, amitriptilin
Golongan heterosiklik (generasi kedua dan ketiga)
Amoksapin, maprotilin, trazodon, bupropion, venlafaksin, mirtazapin,nefazodon.
Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
Fluoksetin, paroksetin, setralin, fluvoksamin, sitalopram.
Golongan Serotonin Norepinefrin Reuptake Inhibitors (SNRI)
Venlafaksin.

b. Anti ansietas
Adapun penggolongan dan jenis-jenis obatnya adalah sebagai berikut :
1. Benzodiazepine
e.g Diazepam, Chlordiazepoxide, Lorazepam, Clobazam, Bromazepam,
Alprazolam
2. Non-Benzodiazepine
eg Sulpiride, Buspirone, Hydroxyzine
Indikasi penggunaan:
Gejala sasaran (target syndrome): Simdrom Ansietas
Butir-butir diagnostik sindrom ansietas:

Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau lebih hal yang
dipersepsikan sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat

dengan tenang (inability to relax).


Hendakya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasikan dalam gejala:
penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial, dan melakukan kegiatan rutin
c. Pembedahan ganti Kelamin
Terapi pembedahan bersifat definitif, dan karena bersifat ireversibel, standar yang diteliti

sebelum pembedahan telah dikembangkan. Di antara standar ini adalah sebagai berikut: Pasien
harus menjalani percobaan kehidupan gender berlawan selama sedikitnya 3 bulan dan kadangkadang hingga 1 tahun.
Pasien harus menerima terapi hormon, dengan estradiol dan progesteron pada perubahan
laki-laki menjadi perempuan dan testosteron pada perubahan perempuan menjadi laki-laki.
Pembedahan ganti kelamin merupakan cara yang sangat kontroversial yang sedang
banyak diteliti.
d. Terapi Hormon
Kedua jenis kelamin dapat diterapi dengan hormon selain pembedahan. Mereka yang
secara biologis adalah laki-laki dapat menggunakan estrogen, dan mereka yang secara biologis
perempuan menggunakan testosteron.
2.1

DEFINISI GANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL


F65.0 Gangguan Preferensi Seksual
Termasuk : Parafilia

Tidak termasuk : Problem yang berhubungan dengan orientasi seksual (F66.-)


Dalam PPDGJ-III dinyatakan bahwa parafilia adalah sekelompok gangguan yang
mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak
pada umumnya. Dengan kata lain, terdapat deviasi (para) dalam ketertarikan seseorang
(filia).Parafilia (paraphilia) diambil dari bahasa Yunani yaitu para yang artinya "pada sisi lain",
dan philos artinya "mencintai". Parafilia adalah gangguan seksual yang ditandai oleh khayalan
seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual yang kuat, biasanya berulang kali dan
menakutkan.

2.2

KLASIFIKASI

Parafilia Menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder 5th edition
(DSM-5)

Voyeurisme
Ekshibisionisme
Froteurisme
Masokisme Seksual
Sadisme Seksual
Pedofilia
Fetishisme
Fetishisme Transvestik
Parafilia Lain yang Tidak Ditentukan (NOS : Not Oherwise Specified) contoh:
Zoofilia

F65. Gangguan Preferensi Seksual Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis


Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi III (PPDGJ III)
F65.0 Fetihisme
F65.1 Tranvetisme Fetihistik
F65.2 Ekshibisionisme
F65.3 Voyeurisme
F65.4 Pedofilia
F65.5 Sadomasokisme
F65.6 Gangguan Preeferensi Seksual Multipel
F65.8 Gangguan Preferensi Seksual Lainya
F65.9 Gangguan Preferensi Seksual YTT
2.3

EPIDEMIOLOGI
Parafilia dipratekkan oleh sejumlah kecil populasi. Tetapi, sifat gangguan yang berulang

menyebabkan tingginya frekuensi kerusakan akibat tindakan parafilia. Di antara kasus parafilia
yang dikenali secara hukum, pedofilia adalah jauh lebih sering dibandingkan yang lainnya.
Voyeurisme memiliki resiko yang tidak besar. 20% wanita dewasa telah menjadi sasaran orang
dengan ekshibisionisme dan voyeurisme. Masokisme seksual dan sadisme seksual

kurang

terwakili dalam perkiraan prevalensi yang ada. Zoofilia merupakan kasus yang jarang .
Menurut definisinya, parafilia adalah kondisi yang terjadi pada laki-laki. Lebih dari 80%
penderita parafilia memiliki onset sebelum usia 18 tahun. Pasien parafilia umunya memiliki 3
sampai 5 parafilia baik yang bersamaan atau pada saat terpisah. Kejadian perilaku parafilia

memuncak pada usia antara 15 dan 25 tahun, dan selanjutnya menurun. Parafilia jarang terjadi
pada pria umur 50 tahun, kecuali mereka tinggal dalam isolasi atau teman yang senasib.

2.4

ETIOPATOFISIOLOGI
1. Faktor Psikososial
Dalam model psikoanalitik klasik, seseorang dengan parafilia adalah orang yang
gagal untuk menyelesaikan proses perkembangan normal kearah penyesuaian
heteroseksual, tetapi model tersebut telah dimodifikasi oleh pendekatan psikoanalitik.
Kegagalan menyelesaikan krisis oedipus dengan mengidentifikasi aggressor ayah (untuk
laki-laki)atau aggressor ibu (untuk perempuan) menimbulkan baik identifikasi yang tidak
sesuai dengan orang tua dengan jenis kelamin berlawanan atau pilihan objek yang tidak
tepat untuk penyaluran libido. Eksibisionisme dapat merupakan suatu upaya
menenangkan kecemasan mereka akan kastrasi. Kecemasan kastrasi membuat
eksibisionis meyakinkan diri sendiri tentang maskulinitasnya dengan menunjukkan
kelaki-lakiannya kepada orang lain.
Apa yang membedakan satu parafilia dengan parafilia lainnya adalah metode yang
dipilih oleh seseorang (biasanya laki-laki) untuk mengatasi kecemasan yang disebabkan
oleh: (1) kastrasi oleh ayah dan (2) perpisahan dengan ibu. Bagaimanapun kacaunya
manifestasi, perilaku yang dihasilkan memberikan jalan keluar untuk dorongan seksual
dan agresif yang seharusnya telah disalurkan kedalam perilaku seksual yang tepat.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa penyebab parafilia. Freud dan koleganya
mengajukan bahwa beberapa parafilia dapat disebabkan oleh penyimpangan dari fase
courtship. Normalnya, fase ini akan berujung pada proses mating pada pria dan
wanita(Sadock BJ et al, 2010).
Fase ini dimulai dari masa remaja dan dengan/ tanpa adanya sexual intercourse

a)

pada tahap awal perkembangan seksual.


Fase Definitif Courtship
Locating partner potensial fase inisial dari courtship.

b)

Pretactile interaction berbicara, main mata dst.

c)

Tactile interaction memegang, memeluk, dst. (foreplay).

d)

Effecting genital union sexual intercourse .


Teori lain mengaitkan timbulnya parafilia dengan pengalaman diri yang
mengondisikan atau mensosialisasikan anak melakukan tindakan parafilia. Awitan
tindakan parafilia dapat terjadi akibat orang meniru perilaku mereka berdasarkan perilaku
orang lain yang melakukan tindakan parafilia, meniru perilaku seksual yang digambarkan
media, atau mengingat kembali peristiwa yang memberatkan secara emosional di masa
lalu. Teori pembelajaran menunjukkan bahwa karena mengkhayalkan minat parafilia
dimulai pada usia dini dan karena khayalan serta pikiran pribadi tidak diceritakan kepada
orang lain, penggunaan dan penyalahgunaan khayalan dan dorongan parafilia terus
berlangsung tanpa hambatan sampai usia tua.
2. Faktor Biologis
Beberapa studi mengidentifikasi temuan organik abnormal pada orang dengan
parafilia. Di antara pasien yang dirujuk ke pusat medis besar, yang memiliki temuan
organik positif mencakup 74 % pasien dengan kadar hormone abnormal, 27 % dengan
tanda neurologi yang ringan atau berat, 24 % dengan kelainan kromosom, 9 % dengan
kejang, 9 % dengan disleksia, 4 % dengan EEG abnormal, 4 % dengan gangguan jiwa
berat, 4 % dengan cacat mental. Tes psikofisiologis telah dikembangkan untuk mengukur
ukuran volumemetrik penis sebagai repon stimulasi parafilia dan nonparafilia. Prosedur
dapat digunakan dalam diagnosis dan pengobatan, tetapi memiliki keabsahan diagnostik
yang diragukan karena beberapa laki-laki dapat menekan respon erektilnya.Karena
sebagian besar orang yang mengidap parafilia adalah laki-laki, terdapat spekulasi bahwa
androgen berperan dalam gangguan ini. Berkaitan dengan perbedaan dalam otak, suatu
disfungsi pada lobus temporalis dapat memiliki relevansi dengan sejumlah kecil kasus
eksibisionisme.
3. Teori Behavioural
Berdasarkan teori ini, parafilia disebabkan oleh proses conditioning. Jika objek
nonseksual dipakai sering dan diulang-ulang untuk aktivitas seksual maka akan
mengakibatkan objek tersebut menjadi sexually arousing. Tidak harus dengan adanya
dorongan positif tapi bisa disebabkan oleh dorongan negatif. Misalnya jika anak laki-laki
suka membanggakan penisnya ketika ereksi maka ibunya akan memarahinya, akibat dari
itu, anak merasa bersalah dan malu dengan kelakuan seksual normal.

Pedofilia, ekshibisionisme dan vouyerisme merupakan akibat dari perilaku yang


beresiko dilakukan secara berulang-ulang. Conditioning bukan satu-satunya hal yang
berperan pada perkembangan parafilia. Hal yang juga berpengaruh adalah kepercayaan diri
yang rendah. Ini sering dijumpai pada pasien parafilia.
4. Teori Dawkin (Teori Transmisi Gen)
Parafilia dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik. Contohnya kebanyakan orang
akan mendapatkan orgasme yang pertama pada prepubertas tetapi ada beberapa orang
dapat terjadi sebelum periode prepubertas. Ada sedikit orang yang tanpa adanya stimulus
eksternal bisa mengalami orgasme, orang ini biasanya memiliki dorongan seksual yang
tinggi saat bayi (sonogram menunjukkan bayi memegang penisnya dalam uterus). Anak
yang aktif secara seksual pada usia muda akan cenderung aktif secara seksual pada remaja.
Hal ini dipengaruhi oleh DNA dan akan diturunkan kepada anak- anaknya.
5. Teori Darwin
Faktor operatif dari teori Darwin ada 2, yaitu kuantitas dan kualitas. Kuantitas jika
dari keturunan yang dihasilkan yang besar dibandingkan dengan yang survive. Kualitas
yaitu yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan. Pria yang secara fisik dapat
menghasilkan banyak keturunan (kuantitas), dan wanita yang bertanggung jawab untuk
kualitas. Wanita akan lebih berhati hati dalam memilih pasangannya sedangkan pria
cenderung hanya untuk melakukan hubungan seksual dengan banyak wanita (tidak
memilih-milih). Hal tersebut menjelaskan mengapa parafilia sering terjadi pada pria.
Study dari Sharnor (1978) menyatakan bahwa pria usia 12-19 tahun memikirkan seks 20
kali dalam 1 jam atau sekali dalam 3 menit Pria usia 30-39 tahun, memikirkan seks 4 kali
per jam. Hal ini dapat menjelaskan alasan, mengapa parafilia biasanya terjadi pada usia
15-25 tahun.
2.5

PENEGAKAN DIAGNOSIS

2.5.1

F.65.0 FETISHISME

2.5.1.1 DEFINISI
Fetishisme adalah kegairahan atau kepuasan seks yang didapat dari sesuatu objek.
Seseorang yang mempunyai perilaku ini mendapatkan keghairahan seksual dengan memakai atau
dengan menyentuh objek tersebut.
2.5.1.2 JENIS FETISHISME

Fetisisme terdiri dari beberapa jenis yang dapat dibagi kepada fetisisme dan fetisisme
transvestik. Selain itu, terdapat juga jenis-jenis fetisisme lain seperti:
1

Agalmatophilia - kegairahan seksual yang timbul terhadap manekin atau

2
3
4
5
6

patung.
Mechanophilia/Mechaphilia - kegairahan seksual yang timbul terhadap mesin.
Psychrophilia - kegairahan seksual yang timbul dari objek yang sejuk.
Salirophilia - kegairahan seksual yang timbul terhadap tanah atau kekotoran.
Mucophilia - kegairahan seksual yang timbul dari mucus.
Dendrophilia- kegairahan seksual yang timbul disebabkan seseorang yang

7
8

memiliki ketetarikan seksual terhadap pohon-pohonan


Symorophilia - kegairahan seksual yang timbul dengan melihat kecelakaan.
Autonepiophilia - kegairahan seksual yang timbul dengan memakai pakaian
anak.

Satu lagi jenis fetisisme adalah objectofilia yang merupakan kegairahan seksual yang
didapat dari benda- benda seperti bulu, balon, celana dalam perempuan, sepatu tumit tinggi,
karet dan banyak lagi.
2.5.1.3 GAMBARAN KLINIS
Penderita kelainan Fetishisme sering masturbasi sambil memegang atau menggosok
objek fetish atau mungkin meminta pasangan seksual untuk memakai objek fetish dalam
hubungan seksual mereka. Fetishisme biasanya dimulai pada masa remaja, meskipun fetish
mungkin bisa muncul lebih awal pada masa anak-anak. Setelah menjadi suatu kebiasaan yang
menetap, fetishisme cenderung kronis. Gejala awal pada penderita biasanya meningkatkan
sentuhan pada benda fetish, dan waktu yang dihabiskan untuk memikirkan mengenai objek
fethish meningkat. Lambat laun, objek fetish akan menjadi objek yang sangat penting bagi
penderita, hal ini akan menjadi syarat untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan seksual.
2.5.1.4 KRITERIA DIAGNOSIS
Fetishisme harus didiagnosis hanya apabila fetish merupakan sumber yang paling penting
dari stimulasi seksual atau esensial untuk respons seksual yang memuaskan. Fantasi fetishistik
adalah lazim, tetapi tidak menjadi suatu gangguan kecuali apabila menjurus kepada suatu ritual
yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai mengganggu hubungan seksual dan
menyebabkan penderitaan pada individu. Fetishisme terbatas hanya khusus pada pria. Menurut
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), kode yang
sesuai untuk fetishisme adalah F65.0. Pelaku baru didiagnosa menderita fetishisme apabila

memiliki kepuasan seksual terhadap sesuatu sedikitnya 6 bulan. Dalam hal ini pelaku biasanya
mengalami tekanan jiwa secara klinis dan cenderung terisolir dari kehidupan sosial, pekerjaan,
atau bidang fungsi penting lainnya dan bisa membahayakan baik dirinya maupun orang lain.
Kriteria diagnostik untuk fetishisme menurut DSM-5 adalah:
1

Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang merangsang secara


seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa pemakaian

benda-benda mati (misalnya, pakaian dalam wanita)


Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi

penting lainnya.
Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada crossdressing (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme transvestik atau alat-alat
yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital, misalnya sebuah vibrator.

Pedoman Diagnostik Fetihisme menurut PPDGJ III:


1. Mengandalkan pada beberapa benda mati(non-living object) sebagai rangsangan
untuk membangkitkan keinginan seksual dan memberikanb kepuasan seksual.
Kebanyakan benda tersebut (object fetish) adalah ekstensi dari tubuh manusia, seperti
pakaian atau sepatu
2. Diagnosis ditegakkan apabila object fetish benar-benar merupakan sumber yang
utama dari rangsangan seksual atau penting sekali untuk respon seksual yang
memuaskan.
3. Fantasi fetihistik adalah lazim, tidak menjadi suatu gangguan kecuali apabila
menjurus kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai
menggangu hubungan seksual dan menyebabkan bagi penderitaan individu.
4. Fetihisme terbatas hampir hanya pada pria saja
2.5.2

F.65.1 TRANSVESTISME FETISHISTIK

2.5.2.1 DEFINISI
Transvestisme fetishistik adalahgejala keadaan seseorang yang mencari rangsangan dan
pemuasan sexual dengan memakai pakaian dan berperan sebagai seorang dari sex yang
berlainan.Cross dressing tersebut dapat berupa menggunakan salah satu bahan yang dipakai
wanita atau mengenakan pakaian wanita lengkap dan menampilkan diri sebagai wanita di depan
umum. Tujuan orang tersebut adalah untuk mencari kepuasan seksual. Pria yang mengalami
penyakit ini mengadakan masturbasi pada waktu mengenakan pakaian wanita dan berfantasi

mengenai pria lain yang tertarik dengan pakaiannya. Seorang wanita dikatakan mengalami
kelainan ini jika mereka mengenakan pakaian laki-laki untuk mencari kepuasan seksual.
2.5.2.2 KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria Diagnostik Fetishisme Transvestik menurut DSM-5:
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, pada laki-laki heteroseksual, terdapat khayalan
yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan
kuat berupa cross dressing.
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis dan gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
Pedoman Diagnostik Tranvetisme Fetihistik menurut PPDGJ III:
1. Mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan pokok untuk mencapai
kepuasaan seksual
2. Gangguan ini harus dibedakan dari fetihisme (F65.0) dimana pakaian sebagai objek
fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi juga untuk menciptakan penampilan
seorang dari lawan jenis kelaminya. Biasanya lebih dari satu jenis barang yang
dipakai dan seringkali suatu perlengkapan yang menyeluruh, termasuk rambut palsu
dan tata rias wajah.
3. Transvetisme fetihistik dibedakan dari trasvetisme transsexual oleh adanya hubungan
yang jelas dengan bangkitnya gairah seksual dan keinginan/hasrat yang kuat untuk
melepaskan baju tersebut apabila orgasme sudah terjadi dan rangsang seksual
menurun
4. Adanya riwayat transvetisme fetihistik biasanya dilaporkan sebagai suatu fase awal
oleh para penderita transeksualisme dan kemungkinan merupakan suatu stadium
dalam perkembangan transeksualisme.

2.5.3

F65.2 EKSHIBISIONISME

2.5.3.1 DEFINISI

Ekshibisionisme adalah kepuasan yang diperoleh dengan memperlihatkan bagian tubuh


lain, pada lawan jenis atau anak-anak. Memperlihatkan alat kelamin sering dilakukan di tempat
umum seperti kereta, taman, perpustakaan, halaman sekolah, bus, depan bioskop, di jalan raya.
Setelah memamerkan alat genitalnya, penderita tidak bermaksud melakukan aktivitas seksual
lebih lanjut terhadap korban misalnya memperkosa. Oleh sebab itu, gangguan ini tidak
berbahaya secara fisik bagi korban.
Diantara orang-orang dewasa memperlihatkan alat kelamin yang patologik lebih sering
dilakukan oleh laki-laki sedangkan memperlihatkan bagian tubuh dengan batas-batas tertentu
sering dilakukan eksibinisme oleh perempuan.
2.5.3.2 KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis eksibisionisme menurut DSM-5 adalah:
1. Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang melibatkan
menunjukkan alat kelamin seseorang pada orang asing yang tidak menduganya.
2. Orang tersebut telah melakukan dorongan seksual ini, atau dorongan atau khayalan
seksual menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan interpersonal.
Pedoman diagnosis eksibisonisme menurut PPDGJ-III:
1. Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada
asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum,
tanpa ajakan atau niat utuk berhubungan lebih akrab.
2. Eksibisionisme hampir sama sekali terbatas pada laki-laki heteroseksual yang
memamerkan pada wanita, remaja atau dewasa, biasanya menghadap mereka dalam
jarak yang aman di tempat umum. Apabila yang menyaksikan itu terkejut, takut, atau
terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat.
3. Pada beberapa penderita, eksibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran seksual,
tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan (simultaneously)
dengan kehidupan seksual yang aktif dalam suatu

jalinan hubungan yang

berlangsung lama, walaupun demikian dorongan menjadi lebih kuat pada saat
menghadapi konflik dalam hubungan tersebut.

4. Kebanyakan penderita eksibisionisme mendapatkan kesulitan dalam mengendalikan


dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat ego-alien (suatu benda asing bagi
dirinya).
2.5.4

F. 65.3 Voyeurisme

2.5.4.1 DEFINISI
Istilah voyeurism, dari kata Prancis berarti melihat, mengacu pada keinginan untuk
memandang tindakan dan ketelanjangan hubungan seks. Voyeurisme adalah preokupasi rekuren
dengan khayalan dan tindakan yang berupa mengamati orang lain yang telanjang atau sedang
berdandan atau melakukan aktivitas seksual. Gangguan ini juga dikenal sebagai skopofilia.
Masturbasi sampai orgasme biasanya terjadi selama atau setelah peristiwa. Voyeurisme ini
merupakan kegiatan mengintip yang menggairahkan dan bukan merupakan aktivitas seksual
dengan orang yang dilihat. Sebagian besar pelaku voyeurisme ialah dari golongan pria.
2.5.4.2 KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria Diagnostik Voyeuisme menurut DSM-5:
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa mengamati
orang telanjang yang tidak menaruh curiga, sedang membuka pakaian, atau sedang
melakukan hubungan seksual.
2. Individu telah bertindak dengan dorongan seksual dengan orang yang tidak
menyetujui atau khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosil, pekerjaan, atau fungsi
penting lainnya.
3. Individu menemukan di sekitar dan atau bertindak pada dorongan adalah sekurangnya
18 tahun
Pedoman DiagnostikVoyeurisme menurut PPDGJ-III:
1. Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk melihat orang yang sedang
berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang menanggalkan pakaian.
2. Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan mastrubasi, yang dilakukan
tanpa orang yang diintip menyadarinya.
2.5.5

F65.4 Pedofilia

2.5.5.1 DEFINISI
Kata ini berasal dari bahasa Yunani: paidophilia (), pais (, "anak-anak")
dan philia (, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan". Di zaman modern, pedofil
digunakan sebagai ungkapan untuk "cinta anak" atau "kekasih anak" dan sebagian besar dalam
konteks ketertarikan romantis atau seksual. Pedofilia juga merupakan gangguan psikoseksual,
yang mana fantasi atau tindakan seksual dengan anak-anak prapubertas merupakan cara untuk
mencapai gairah dan kepuasan seksual. Perilaku ini mungkin diarahkan terhadap anak-anak
berjenis kelamin sama atau berbeda dengan pelaku. Beberapa pedofil tertarik pada anak laki-laki
maupun perempuan. Sebagian pedofil ada yang hanya tertarik pada anak-anak, tapi ada pula
yang juga tertarik dengan orang dewasa dan anak-anak.
2.5.5.2 KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria Diagnostik Pedofilia menurut DSM-5
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa aktivitas
seksual dengan anak prapubertas atau dengan anak-anak (biasanya berusia 13 tahun
atau kurang)
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.
3. Orang sekurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnya berusia 5 tahun lebih tua dari
anak, atau anak-anak dalam kriteria A.
Pedoman Diagnostik menurut Pedofilia PPDGJ III
1. Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra-pubertas atau awal masa
pubertas, baik laki-laki maupun perempuan
2. Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan
3. Preferensi tersebut harus berulang dan menetap
4. Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual dewasa,
tetapi karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai hubungan seksual yang
diharapkan, maka kebiasaanya beralih kepada anak-anak sebagai pengganti.
2.5.6

F65.5 Sadomasokisme

2.5.6.1 DEFINISI

Sadisme seksual adalah preferensi mendapatkan atau meningkatkan kepuasan seksual


dengan cara menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun mental. Perbuatan sadistik dalam
bersetubuh antara lain memukul, menampar, menggigit, mencekik, menoreh mitranya dengan
pisau, menyayat-nyayat mitranya dengan benda tajam. Juga bisa dengan mengeluarkan kata-kata
kotor, penyiksaan berat sampai dengan pembunuhan untuk mendapatkan kepuasan seks dan
untuk mendapatkan orgasme adalah puncak dari sadisme dimana tubuh korban dirusak dan
dibunuh dengan kejam. Biasanya hal ini dilakukan dengan kondisi jiwa psikotik. Ada semacam
obsesi sangat kuat merasa ditolak oleh wanita, sekaligus rasa agresif, dendam dan benci.
Masokhisme seksual yaitu mencapai kepuasan seksual dengan menyakiti diri sendiri, lebih sering
terjadi pada wanita, sedangkan sadisme lebih sering terjadi pada laki-laki.
2.5.6.2 KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria Diagnostik Untuk Sadisme Seksual menurut DSM-5
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa tindakan
(nyata atau disimulasi) dimana penderitaan korban secara fisik atau psikologis
(termasuk penghinaan) adalah menggembirakan pelaku secara seksual.
2. Individu yang bertindak dengan dorongan seksual dengan orang yang tidak
menyetujui atau khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.
Kriteria Diagnostik Sadomasokisme menurut PPDGJ-III
1. Preferensi terhadap aktivitas seksual yang melibatkan pengikatan atau menimbulkan
rasa sakit atau penghinaan; (individu yang lebih suka untuk menjadi resipien dari
perangsangan demikian disebut masokisme, sebagai pelaku = sadism)
2. Seringkali individu mendapatkan rangsangan seksual dari aktivitas sadistik maupun
masokistik.
3. Kategori ini hanya digunakan apabila sadomasokistik merupakan sumber rangsangan
yang penting pemuasan seksual.
4. Harus dibedakan dari kebrutalan dalam hubungan seksual atau kemarahan yang tidak
berhubungan dengan erotisme.

.
2.6

TATALAKSANA
1. Terapi Seks
Terapi seks merupakan pelengkap yang tepat untuk pengobatan pasien yang
menderita disfungsi seksual tertentu dimana mereka mencoba melakukan aktivitas
seksual yang tidak menyimpang dengan pasangannya.
2. Terapi Perilaku
Digunakan untuk memutuskan pola parafilia yang dipelajari. Stimuli yang
menakutkan, seperti kejutan listrik atau bau yang menyengat, telah dipasangkan dengan
impuls tersebut, yang selanjutnya menghilang. Stimuli dapat diberikan oleh diri sendiri
dan digunakan oleh pasien bilamana mereka merasa bahwa mereka akan bertindak atas
dasar impulsnya.
3. Terapi Obat
Termasuk medikasi anti psikotik dan anti depresan, adalah diindikasikan sebagai
pengobatan skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia disertai dengan gangguangangguan

tersebut.

Antiandrogen,

seperti ciproterone

acetate di

Eropa

dan

medroxiprogesterone acetate (Depo-Provera) di Amerika Serikat, telah digunakan secara


eksperimental pada parafilia hiperseksual. Medroxiprogesterone acetate bermanfaat bagi
pasien yang dorongan hiperseksualnya diluar kendali atau berbahaya (sebagai contoh
masturbasi yang hampir terus-menerus, kontak seksual setiap kesempatan, seksualitas
menyerang yang kompulsif). Obat serotonorgik seperti Fluoxetin (prozac) telah
digunakan pada beberapa kasus parafilia dengan keberhasilan yang terbatas.
4. Psikoterapi Berorintasi Tilikan
Merupakan pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengobati parafilia.
Pasien memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa-peristiwa
yang menyebabkan perkembangan parafilia. Secara khusus, mereka menjadi menyadari
peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya (sebagai
contohnya, penolakan yang nyata atau dikhayalkan). Psikoterapi juga memungkinkan
pasien meraih kembali harga dirinya dan memperbaiki kemampuan interpersonal dan
menemukan metode yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual. Terapi
kelompok juga berguna.

BAB III
KESIMPULAN

Identitas gender

adalah keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang

mengenai ia sebagai laki laki atau perempuan.

Gangguan identitas gender melibatkan hasrat menetap untuk menjadi atau sikap bersikeras
seseorang bahwa ia berjenis kelamin sebaliknya dan rasa tidak nyaman yang hebat dengan
jenis kelamin aslinya serta peran gendernya

Suatu angka yang menyatakan adanya penonjolan jumlah laki laki. Pada 3 klinik
dilaporkan , rasio laki-laki dan perempuan adalah 30 banding 1, 17 banding 1, 6 banding 1.
Ketidakseimbangan tersebut menyatakan laki laki lebih rentan terhadap gangguan identitas
jenis kelamin .

Etiologi Gangguan Identitas Jenis Kelamin adalah:

Faktor Biologis

Faktor Psikososial

Menurut DSM-IV-TR , ciri penting dari gangguan identitas jenis kelamin adalah penderitaan
yang persisten dan kuat tentang jenis kelamin seseorang.

Jenis-Jenis Gangguan Identitas Jenis Kelamin adalah:

Transeksualisme

Transvestisme Peran Ganda

Gangguan Identitas Jenis Kelamin Masa Kanak

Terapi gangguan identitas gender rumit dan jarang berhasil jika tujuannya adalah untuk
menyembuhkan gangguan. Jika dan ketika mereka mengikuti psikoterapi, paling sering
adalah karena depresi atau ansietas yang menyertai keadaan mereka.

Anti depresan

Anti Ansietas

Pembedahan ganti kelamin

Terapi hormon

Gangguan Preferensi seksual atau disebut juga parafilia adalah sekelompok


gangguanyang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar
atau aktivitas seksualyang tidak pada umumnya. Parafilia yang dialami oleh
seseorang

dapat

merupakan

parafiliadengan kebiasaan mendekati normal sampai kebiasaan yang mer


usak atau menyakiti dirisendiri ataupun diri sendiri dan pasangan, dan pada akhirnya
menjadi kebiasaan yang dianggapmerusak dan mengancam komunitas yang lebih luas.
Penyebab dari parafilia antara lain adalahfaktor psikososial dan faktor biologi.

Menurut PPDGJ III dibagi menjadi F65.0 Fetihisme, F65.1 Tranvetisme


Fetihistik,F65.2 Ekshibisionisme, F65.3 Veyeurisme, F65.4 Pedofilia, F65.5
Sodomasokisme, F65.6Gangguan Preeferensi Seksual Multipel, F65.8 Gangguan
Preferensi Seksual Lainya, dan F65.9Gangguan Preferensi Seksual YTT.

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 5th
ed. Washington DC: American Psychiatric Publishing 2013
Rusadi M. 2013. Buku saku diagnosis jiwa Rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta. Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa
SadockBJ, Sadock VA. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed Ke- 2. EGC :
Jakarta.
Maramis WF, Maramis AA. 2009. Catatan Buku Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press
Ronawulan, Endah. Bahan ajar mata kuliah kedokteran Jiwa gangguan psikoseksual
.Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. 2006.
McManus MA, Hargreaves P, Rainbow L et al. Paraphilias: definition, diagnosis and
treatment.F1000Prime

Rep.

Sep

2013;5:36.

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3769077/#!po=39.4737
Berner W, Briken P.Paraphilia, sexual preference disorders. Diagnosis, etiology, epidemiology,
treatment

and

prevention.

Gesundheitsschutz. 2007

Bundesgesundheitsblatt
Jan;50(1):33-43.

Gesundheitsforschung
Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17177100
Guay DR. Drug treatment of paraphilic and nonparaphilic sexual disorders. Clin Ther. 2009
Jan;31(1):1-31.

doi:

10.1016/j.clinthera.2009.01.009.

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19243704
DeFeo J. Understanding Sexual, Paraphilic, and Gender Dysphoria Disorders in DSM-5. J Child
Sex Abus. 2015;24(2):210-5. doi: 10.1080/10538712.2015.1004293. Available from:
http://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/10538712.2015.1004293

Anda mungkin juga menyukai