TINJAUAN PUSTAKA
2.2
2.2.1 ANAMNESIS
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada
yang simptomatis, pasien biasanya dating dengan keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium
atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari 15
menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus
timbul tiba-tiba. Kadang pasien dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing
berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran nyeri pada punggung bagian
tengah, scapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.16
2.2.4 PENCITRAAN
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar
10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa
jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura
hepatica.16
Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatic maupun ekstra hepatic.
Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem
yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus
distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.1
Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung
jumlah dan ukuran batu. Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan
ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.1,16
Penataan hati dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi di
duktus sistikus misalnya karena batu. Juga dapat berguna untuk membedakan batu empedu dengan
beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan di sekresi
ke kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong
empedu menandakan adanya batu sementara HIDA terisi ke dalam duodenum.1,17
Computed Tomografi (CT) juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk
menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walupun demikian,
teknik ini jauh lebih mahal disbanding USG.17
Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) merupakan metode kolangiografi direk yang amat bermanfaat untuk
menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti koledokolitiasis. Selain untuk
diagnosis ERCP juga dapat digunakan untuk terapi dengan melakukan sfingterotomi ampula vateri
diikuti ekstraksi batu. Tes invasive ini melibatkan opasifikasi lansung batang saluran empedu dengan
kanulasi endoskopi ampula vateri dan suntikan retrograde zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya
dari endoskopi dan mecakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran empedu yang
tersumbat sebagian.17,18
2.3
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, sekitar 10-15 % penduduk dewasa mendertia batu empedu, dengan
angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pada pria. Setiap tahun, sekitar 1 juta
pasien batu empedu ditemukan dan 500.000 600.000 pasien kolesistektomi, dengan total biaya
sekitar US$4 trilyun.19
Balzer dkk,20 melakukan penelitian epdiemiologi untuk mengetahui seberapa banyak populasi
penderita batu empedu di Jerman. Dilaporkan bahwa dari 11.840 otopsi ditemukan 13,1% pria dan
33,7% wanita menderita batu empedu. Faktor etnis dan genetic berperan penting dalam pembentukan
batu empedu. Selain itu, penyakit batu empedu juga relative rendah di Okinawa Jepang. Sementara
itu, 89 % wanita suku Indian Pima di Arizona Selatan yang berusia diatas 65 tahun mempunyai batu
empedu. Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa factor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak factor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya batu
empedu.
2.3.1
Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan pria.
Ini dikarenakan oleh hormone esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh
kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena
batu empedu. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormone (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitis pengosongan kandung empedu.
2.3.2
Usia
Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan orang usia
yang lebih muda.
2.3.3
batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu
pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung
empedu.
2.3.4
Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat (seperti setelah operasi gastrointestinal)
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu.
2.3.5
Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar dibandingkan
2.3.6
Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadi batu empedu. Ini
2.3.7
2.3.8
berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk
terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu
2.4
PATOFISIOLOGI
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90 % batu empedu
adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu yang
mengandung 20-50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung
<20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan stasis
kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan kosentrasi kalsium dalam
kandung empedu.10
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam
menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi
berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk
pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan tersebut
bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Factor motilitas kandung empedu dan
biliary stasis merupakan predisposisi pembentukan batu campuran.16,21