Anda di halaman 1dari 14

METODOLOGI PENGHITUNGAN ICOR DAN ILOR

I. PENDAHULUAN
Angka-angka pendapatan nasional yang disajikan baik menurut lapangan usaha maupun
penggunaannya, sebenarnya sudah merupakan bahan informasi yang cukup lengkap dalam
mengamati dan menilai perekonomian Indonesia. Dari angka-angka tersebut dapat dilihat
tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dan sektoral, struktur perekonomian dan
perubahannya, GNP, income per kapita dan sejumlah informasi lainnya. Walaupun demikian,
untuk memanfaatkannya secara maksimal seperti untuk melihat aspek-aspek tertentu, angkaangka ini biasanya dikaitkan dan dibandingkan dengan variabel ekonomi lainnya.
Paper ini mencoba mengaitkan variabel pendapatan nasional, dengan investasi (ICOR),
dengan tenaga kerja (Labour Coeficient, Labour Elasticity, ILOR) dan dengan perkembangan
harga ekspor dan impor (terms of trade); dilengkapi dengan contoh dan hasil-hasil
penghitungannya.

II. INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR)


ICOR adalah suatu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara penambahan capital
dengan penambahan output yang dihasilkan. Dalam makroekonomi, ICOR lebih
menggambarkan perbandingan antara pembentukkan modal tetap (Fixed Capital Formation)
dengan penambahan nilai tambah baik sektoral maupun keseluruhan, dengan perumusan
sebagai berikut :
ICOR=

CF t
Yt

Dimana

CF t

= Fixed capital formation merupakan selisih antara capital stock (CS)

tahun berjalan dengan tahun sebelumnya.


CF t =CSt CS t 1
Yt

= Kenaikkan nilai tambah (GDP), atau

GDPt GDPt1

Walaupun perumusan dan penghitungan ICOR sangat sederhana dan mengandung banyak
kelemahan, tetapi sampai sekarang ini masih banyak para perencana yang menggunakannya
untuk berbagai kepentingan. Antara lain untuk menentukan besarnya investasi yang
dibutuhkan

apabila

diketahui

(ditentukan)

besarnya

target

pertumbuhan

ekonomi

nasional/sektoral yang diinginkan. Lebih jauh dalam prakteknya, faktor time-lag (tanggap
waktu) bagi berlakunya investasi yang juga diperhitungkan dalam perumusan ICOR. Apabila
diasumsikan bahwa investasi yang ditanam pada satu tahun berpengaruh langsung pada
peningkatan GDP tahun itu juga (time-lag = 0 ), maka perumusannya adalah :
ICOR=

CF t
GDP tGDP t1

Selanjutnya apabila diasumsikan bahwa investasi baru akan berpengaruh pada


peningkatan GDP tahun berikutnya (time lag = 1), maka perumusan menjadi :
ICOR=

CF t
GDP t+1 GDPt

Kelemahan yang paling mendasar dalam penggunaan ICOR adalah asumsi bahwa kenaikkan
GDP hanya semata-mata disebabkan adanya pembentukkan modal (capital formation),
padahal faktor lain seperti tenaga kerja dan teknologi tidak diperhitungkan lagi. Demikian
juga barang modal yang tidak digunakan lagi pada tahun tertentu yang justru dapat
menurunkan penciptaan GDP, tidak diperhitungkan dalam perumusannya. Akibatnya dalam
kenyataan (lihat angka-angka GDP menurut penggunaannya), bisa terjadi secara riil
mengalami penurunan walaupun pembentukkan modal tetap dilakukan.

Tabel 1. Contoh Perhitungan ICOR


No

1983

1984

1985

Rata-rata

(3)
73697.6

(4)
78213.4

(5)
79697.1

(6)
-

2336.9

4515.8

1465.7

18973.8

17980.3

17189.5

4.

Pembentukkan
Modal
Tetap/Investasi
Fisik (milyar
Rupiah)

8.12

3.98

11.73

7.94

5.

ICOR (timelag = 0 )

8.02

4.20

12.27

8.16

(1)
1.

2.

Uraian

(2)
Produk
Domestik
Bruto (milyar
Rupiah)
Kenaikkan
Produk
Domestik
Bruto (milyar
Rupiah)

3.

ICOR (timelag = 1 )
Catatan : Semua nilai diatas didasarkan pada harga konstan 1983

Karena situasi perekonomian Indonesia kurang menggembirakan 3 tahun terakhir ini,


maka angka ICOR yang diperoleh cenderung ketinggian (rata-rata 7.94, dengan time-lag 0 ).
Dalam keadaan normal, angka ICOR tahun 1984 sebesar 3.98 dan 4.20 dianggap cukup
wajar.

Perhitungan Kebutuhan Investasi


Katakanlah rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan selama Pelita IV
sebesar 5 % pertahun, tetap berlaku untuk tahun 1986-1988. Dengan demikian produk
domestik bruto (GDP) untuk tahun-tahun tersebut dapat diproyeksikan. Selanjutnya dengan
menggunakan angka ICOR tahun 1984 sebesar 3.98 dapat diperkirakan kebutuhan
investasinya.

Tabel 2. Perhitungan Kebutuhan Investasi


No

Uraian

1985

1986

1987

1988

(3)
79 679.1

(4)
83 663.1

(5)
87 846.3

(6)
92 238.6

Kenaikkan
Produk
Domestik
Bruto (milyar
Rupiah)

3984,0

4183.2

4392.3

3.

Kebutuhan
Investasi Fisik
(Pembentukka
n modal),
milyar Rupiah

15 856.3

16 649.1

17 481.4

4.

Tingakat
Pertumbuhan
Ekonomi

5%

5%

5%

5.

ICOR yang
digunakan

3.98

3.98

3.98

(1)
1.

(2)
Produk
Domestik
Bruto
(milyar
Rupiah)

2.

Catatan : Semua nilai, atas dasar harga konstan 1983.

Kenaikkan angka-angka ICOR untuk nasional keseluruhan, dikenal juga angka-angka


ICOR untuk masing-masing sektor (lapangan usaha).

Tetapi karena data mengenai

pembentukkan modal masing-masing sektor tidak tersediah dan memang sulit diperoleh,
maka penelitian empiris terhadap ICORnya belum pernah dilakukan. Satu-satunya sektor

yang pernah diteliti ICORnya adalah sektor industri, dan hasil penelitian empirisnya dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. ICOR Sektor Industri (Hasil Penelitian Tahun 1984)
No

Kode
Industri

1.

31

2.

32

3.

33

4.

34

5.

35

6.

36

7.

37

8.

38

9.

39

Uraian

Estimasi Selang

Estimasi
Point

Industri Makanan,
Minuman, dan
Tembakau
Industri Tekstil,
Pakaian dan Kulit
Industri Kayu dan
Barang-Barang Kayu
Industri kertas, BarangBarang dari Kertas,
Percetakkan dan
Penerbitan
Industri Kimia,
Barang-Barang dari
Kimia, BBM, Karet
dan Plastik
Industri Barang-Barang
Galian bukan Logam
Industri Dasar Besi,
Baja dan Logam
Industri Barang-Barang
dari Logam, Mesin dan
Perlengkapannya
Industri lainnya

2.33-2.90

2.47

1.81 4.86

2.19

2.92 - 3.47

3.32

3.97 5.53

4.48

1.35 2.89

2.34

2.57 4.89

3.70

5.61 7.05

6.50

2.24 3.44

3.32

2.10 2.50

2.20

Rata-rata

4.07

Kecuali ICOR yang telah dijelaskan diatas, dikenal juga rasio lain yang disebut COR
(Capital Output Rasio), yaitu suatu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara capital
stock dengan nilai tambah (GDP) yang diciptakan. Perumusannya adalah :
COR=

CSt
GDPt

Karena data mengenai apital stock sampai saat ini tidak tersedia dan sulit diperoleh,
maka penelitian empiris terhadap COR ini belum pernah dilakukan. Lagipula dalam kaitan
memperkirakan kebutuhan investasi, angka COR kurang populer.

III.

INCREMENTAL LABOR OUTPUT RATIO (ILOR)

ILOR adalah suatu bilangan yang menunjukkan perbandingan antara penambahan tenaga
kerja dengan penambahan output yang dihasilkan. Dalam makroekonomi, seperti juga ICOR,
ILOR lebih menggambarkan perbandingannya dengan nilai tambah baik sektoral maupun
keseluruhan. Perumusannya adalah:
L Lt 1
< = t
,
Yt Y t Y t 1 dimana : Lt = kenaikan tenaga kerja tahun t dibandingkan tahun t-1
ILOR=

Yt = kenaikan GDP atau kenaikan nilai tambah sektoral tahun t dibandingkan


tahun t-1
Seperti juga ICOR, ILOR dengan berbagai kelemahannya masih digunakan oleh para
perencana untuk merumuskan kebijaksanaan ekonominya; antara lain menentukan besarnya
kebutuhan tenaga kerja tambahan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang telah
ditentukan.

Tabel 4. Perhitungan ILOR Nasional


No

Uraian

(1)
1

(2)
Produk
Domestik
Bruto (milyar
rupiah)
Kenaikan
Produk
Domestik
Bruto (milyar
rupiah)
Jumlah
tenaga kerja
Indonesia
(orang)
Kenaikan
jumlah
tenaga kerja
(orang)
ILOR
LOR (Lt/Yt)

5
6

Catatan :

1983

1984

1985

Rata-rata

(3)
73697,6

(4)
78213,4

(5)
79679,1

(6)
-

2336,9

4515,8

1465,7

65378290

67934581

70590823

2460101

2556291

2656242

1053
887

556
869

1812
886

1144
881

1. Produk domestik bruto dinyatakan atas dasar harga konstan 1983


2. Angka ILOR di atas menyatakan besarnya kenaikan tenaga kerja per satu milyar
rupiah kenaikan GDP
3. Angka LOR dapat dihitung karena data mengenai jumlah tenaga kerja tersedia
setiap tahun.

Berbeda dengan ICOR, ILOR untuk masing-masing sektor sebenarnya dapat dihitung
karena data tenaga kerja menurut sektor ekonomi juga tersedia. Penelitian empiris yang
pernah dilakukan adalah terhadap sektor industri, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. ILOR Sektor Industri Menurut 3 dan 2 digit ISIC


No

Kelompok Industri

(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

(2)
311
312
314
321
322
323
324
331
332
341
342
351
352
355
356
361
362
363
364
369
371
381
382
383
384
385

Besaran ILOR
(Orang/ Rp 1milyar)

(3)
146
1058
391
648
1916
1392
3748
265
740
1699
261
1669
172
1449
36
1059
3854
50
1133
5126
1152
470
1232
187
960
510

27
28

385
390
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Rata-rata

1394
797
557
2605
851
672
237
885
470
486
797
1381

Tabel 6. Estimasi Kebutuhan Tambahan Tenaga Kerja Sektor Industri Selama


Repelita IV
Kelompok
Industri

(1)
311
312
313
314
321
322
323
324
331
332
341
342
351
352
355
356
361
362
363
364
369
371
381
382
383
384

Estimasi nilai
tambah sektor
Industri 1984
(Rp Milyar)

(2)

Estimasi nilai
tambah sektor
Industri 1989
(Rp Milyar)

(3)
146,64
18,64
31,34
421,22
183,20
16,98
3,18
11,32
145,24
1,97
18,33
17,81
142,10
131,52
87,17
12,54
6,04
26,78
120,82
6,33
1,10
257,03
63,40
15,63
120,07
229,10

ILOR
(Orang / per
Milyar
rupiah)

(4)
165,76
23,99
36,68
554,19
226,92
35,94
4,20
13,42
244,96
2,17
21,78
20,50
199,84
187,94
137,75
15,45
9,60
43,30
183,42
17,57
1,33
808,62
81,72
18,50
177,69
352,81

Kebutuhan
tambahan
tenaga kerja
pada sektor
industri (orang)

(5)
146
1058
391
648
1916
1392
3748
265
740
1699
261
1669
172
1449
36
1059
3854
50
1133
5126
1152
470
1232
187
960
510

2792
5660
2088
86165
83768
26392
3823
557
73793
340
901
4490
9931
81753
1821
3082
13720
826
70926
57616
265
259247
22570
537
55315
63092

385
390
Total
Catatan :

0,91
6,50
2242,91

1,19
8,61
3595,85

1394
797
xx

390
1682
933542

1. Rata-rata tingkat pertumbuhan nilai tambah sektor industri selama Repelita IV=
9,9%.
2. Angka-angka di atas tidak termasuk Industri Pengilangan Minyak & Gas.
3. Kolom (5) = [Kolom (3) kolom (2)] x kolom (4)

IV.

ELASTISITAS TENAGA KERJA


Elastisitas tenaga kerja (labor elasticity) adalah suatu bilangan yang menunjukkan

perbandingan antara perubahan relatif dari tenaga kerja pada suatu tahun tertentu terhadap
perubahan relatif dari GDP (nilai tambah) pada tahun yang sama. Angka-angka elastisitas ini
penting untuk mengetahui sektor-sektor produksi apa saja yang peka terhadap perubahan
tenaga kerja akibat adanya peningkatan nilai tambah.
Elastisitas tenaga kerja dihitung berdasarkan rumus :
Li , tLi ,t 1 Li
Li , t1
L
e i=
= i ,
Y i , tY i , t1 Y i
Y i ,t 1
Yi
dimana:
Li,t = jumlah tenaga kerja sektor i pada tahun t
Li,t-1 = jumlah tenaga kerja sektor i pada tahun t-1
Yi,t = Nilai tambah sektor i pada tahun t
Yi, t-1 = nilai tambah sektor i pada tahun t-1
ei = elastisitas tenaga kerja sektor i
Tabel 7 berikut ini menyajikan hasil perhitungan elastisitas tenaga kerja nasional tahun
1980-1983 menurut 15 sektor.
Tabel 7. Elastisitas Tenaga Kerja Nasional tahun 1980-1983 (menurut 15 sektor)

sektor

No.

(1)
(2)
1 Pertanian pangan
2
3
4
5
6

Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan

7 Industri
pengolahan
8 Listrik, Gas, dan
Air
9 Bangunan
10 Perdagangan
11
12
13
14
15

Pengangkutan
Lembaga keuangan
Sewa rumah
Penmerintah
Jasa-jasa
Jumlah

Jumlah TK
(000 orang)

1980
(3)
2950
8
2427
1218
405
840

PDB
(milyar rupiah)

tingkat pertumbuhan pertahun

1980
(7)

1983
(8)

Elastisitas TK

1983
(4)

1980
(5)

1983
(6)

34424

9661,1

11057,4

5,27

4,60

1,15

2738
1375
597
961

2367,0
1538,4
1620,3
1116,3
16077,
8

2670,2
1754,3
994,2
1220,1

4,10
4,12
13,81
4,59

4,10
4,47
-15,02
3,01

1,00
0,92
-1,23
1,55

13967,9

5,26

-4,58

-1,27

(9)

367

428

5109

5778

7304,4

8211,3

4,19

3,98

1,05

63

74

312,1

524,3

5,51

18,88

0,26

1571

1772

4597,2

4,09

6,09

0,66

6331

7225

12009,4

4,50

5,24

0,85

1410
107
137
2013
4760
5626
6

1588
128
155
2313
5821

3849,8
10303,
2
2910,5
1262,5
1683,0
4053,0
2663,3
66722,
7

3978,0
2039,2
1961,8
5711,5
3000,8

4,04
6,16
4,20
4,74
6,94

10,98
17,33
5,24
12,11
4,06

0,34
0,32
0,79
0,36
1,76

73697,6

5,13

3,37

1,55

65377

V. KOEFISIEN TENAGA KERJA


Koefisien tenaga kerja (labor coefficient) adalah suatu bilangan yang menunjukkan besarnya
kebutuhan tenaga kerja untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien tenaga kerja diperoleh
dengan membandingkan jumlah tenaga kerja terhadap nilai produksi (output), untuk masingmasing sektor, perumusannya adalah:
li=

Li
Xi

Dimana:
li = koefisien tenaga kerja sektor i
Li = jumlah tenaga kerja sektor i
Xi = nilai produksi (output) sektor i, dinyatakan dalam unit rupiah

Dalam prakteknya, koefisien tenaga kerja digunakan untuk memperkirakan besarnya


kebutuhan tenaga kerja apabila diketahui besarnya output tambahan yang diciptakan.
Hubungan antara output sektoral dengan variabel penentu lainnya akan diuraikan dalam
kerangka Tabel Input-Output.
Tabel 8. Koefisien Tenaga Kerja Indonesia 1983 (menurut 18 sektor)
No.

sektor

(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

(2)
Padi
Tanaman bahan makanan lainnya
Tanaman perkebunan
Peternakan dan hasilnya
Kehutanan
Perikanan
Pertambangan dan penggalian
Industri makanan, minuman,& tembakau
Industri lainnya
Pengilangan minyak bumi
Listrik, Gas, dan air minum
Bangunan/konstruksi
Perdagangan
Restoran dan hotel
Pengangkutan dan komunikasi
Lembaga keuangan dan sewa bangunan
Pemerintahan dan pertahanan
Jasa-jasa
Jumlah

Catatan:

VI.

Jumlah TK
(orang)

Output
(juta rupiah)

koefisisen
TK

(3)
(4)
11073336
5924587,1
23350626
8093128,4
2738404
4075984,9
1374980
2846580,6
596604
1150980,3
961148
1537186,3
427996 17396745,6
1368866
9740978,0
4384064 13654213,4
25073
2233519,3
74424
1197589,4
1772135 13118352,4
5706164 10815678,4
1519116
3828682,4
1587999
7167835,7
282814
5080451,5
2313433
4994016,4
5821108
5544047,5
65378290 118400557,6

(5)
1,8690
2,8852
0,6718
0,4830
0,5183
0,6253
0,0246
0,1405
0,3211
0,0112
0,0621
0,1351
0,5276
0,3968
0,2215
0,0557
0,4632
1,0500
0,5522

koefisien TK diatas menyatakan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk setiap
satu juta rupiah output yang diciptakan

TERMS OF TRADE
Pertama, perlu dijelaskan bahwa produk domestik bruto (GDP) selalu dihitung dengan

dua cara penilaian, yaitu dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan (current
prices) dan dengan harga konstan suatu tahun dasar (constant prices). Penggunaan harga
yang berlaku dimaksudkan untuk memperoleh nilai nominal GDP yang sesungguhnya,
sehingga berguna misalnya untuk menilai jumlah uang yang beredar, level income perkapita,
dsb. Penggunaan harga konstan suatu tahun dasar dimaksudkan untuk memperoleh nilai riil
GDP, yang berguna untuk menilai perkembangan nyata (volume) dari barang dan jasa yang

dihasilkan, dan menghilangkan sama sekali pengaruh kenaikan harga yang terjadi. Lebih
lanjut, GDP yang dihitung atas dasar harga konstan disebut juga sebagai real product.
Pengertian mengenai terms of trade (nilai tukar) suatu negara selalu dikaitkan dengan
perkembangan harga barang-barang ekspor dan impor. Terms of trade pada dasarnya ekses
yang timbul akibat perkembangan yang berbeda dari harga ekspor dan impor. Kalau harga
ekspor lebih cepat peningkatannya dari pada harga impor, berarti terjadi ekses positif (gain)
terhadap pendapatan negara, dan sebaliknya.
Dalam real product, ekspor dan impor atas dasar harga konstan diperoleh dengan
mendeflate nilai masing-masing dengan indeks harga ekspor dan impor, atau E/Pe dan M/Pm.
Tetapi kalau persoalannya adalah berapa besarnya nilai riil (the real value) dari ekspor dalam
hubungannya membelanjai impor, maka nilai impor harus dideflate dengan indeks harga
impor dan bukan dengan indeks harga ekspornya, atau E/Pm. Sebab tujuan ekspor sebenarnya
adalah memperoleh devisa dalam rangka membeli barang-barang impor yang tidak
diproduksi di dalam negeri atau tidak mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan
barang impor. Oleh karena itu apakah kapasitas ekspor yang dilakukan suatu negara
mendatangkan lebih banyak barang impor atau sebaliknya akan tergantung pada
perkembangan harga ekspor dan impornya. Untuk kasus Indonesia sendiri, pada waktu
terjadinya lonjakan harga minyak ekspor (boom oil) tahun 1973-1974 dan 1979-1980,
kapasitas ekspor Indonesia meningkat secara luar biasa dibandingkan kewajiban membayar
impor. Disinilah pentingnya terms of trade dalam menentukan real income, sebagai sisi lain
dari real product yang telah disinggung sebelumnya.
Perumusan Terms of trade
Jumlah keuntungan atau kerugian (gains or looses) dalam pendapatan riil yang
disebabkan oleh perubahan terms of trade dinyatakan sebagai:
TOT effect=

E
E

Pm P e

Dimana E merupakan ekspor atas dasar harga yang berlaku, Pm dan Pe masing-masing
indeks harga impor dan indeks harga ekspor. Keuntungan terhadap pendapatan riil berarti
E/Pe > M/Pm , dan sebaliknya. Selanjutnya untuk mengetahui secara eksplisit indeks terms of
trade nya maka perumusan di atas dapat diubah sebagai berikut:

TOT effect=

E
E P E
E
= e

Pm Pe P e P m P e

E Pe E
E Pe

=
1
Pe P m P e P e P m

) (

Pe
1 , merupakan indeks TOT, dimana bila P > P yang berarti
e
m
Pm
Pe
1> 0 , maka TOT effect juga akan positif, dan sebaliknya.
Pm
Hubungan antara real income dan real product akan menjadi:
Real income = real product + TOT effect
Penghitungan terhadap TOT effect dan hubungannya dengan GDP dapat dilihat pada
tabel 9 dan 10.

Anda mungkin juga menyukai