Kegiatan produksi adalah kegiatan menciptakan atau menambah nilai tambah (value added).
Oleh karena itu, dalam perhitungan pendekatan produksi, hanya mencakup perhitungan nilai
tambah di setiap lahan produksi. Jadi, perhitungan bukan menggunakan produksi bahan mentah,
setengah jadi, dan barang baku yang berasal dari luar negeri. Dengan pendekatan produksi,
pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai tambah (value added) dari semua
sektor produksi selama satu periode tertentu (biasanya dalam satu tahun).
Nilai tambah yang dimaksud adalah selisih antara nilai produksi (nilai output) dan nilai biaya
antara (nilai input), yang terdiri atas bahan baku dan bahan penolong yang digunakan dalam
proses produksi.
Keterangan :
Y = Pendapatan Nasional
Q1, Q2, Q3, dan Qn = jumlah jenis barang ke-1, ke-2, ke-3, ke-n
P1, P2, P3, dan Pn = harga jenis barang ke-1, ke-2, ke-3, ke-n
Contoh :
Seandainya seorang pengusaha pakaian akan memulai usahanya, langkah pertama yang
dilakukan adalah membeli kapas dari para petani dengan harga Rp300,00. Pengusaha pabrik
akan mengolah kapas menjadi benang dengan biaya Rp400,00. Para pedagang akan menjual
benang kepada pabrik tekstil untuk diolah menjadi kain dengan biaya Rp600,00. Kain tersebut
masuk ke pabrik garmen untuk diproduksi menjadi pakaian jadi dengan biaya sebesar Rp800,00.
Seterusnya, pakaian jadi tersebut dijual kepada pedagang di pasar dengan harga Rp1.000,00.
Ilustrasi di atas terlihat dalam tabel dibawah ini.
Untuk menghindari perhitungan ganda (double-counting), nilai PDB dihitung dengan cara
menjumlahkan nilai tambah setiap sektor (bukan pada nilai outputnya). Hasil perhitungan
pendapatan nasional (PDB) dengan metode produksi, terlihat dalam tabel dibawah ini.
Data tabel diatas menunjukan bahwa perekonomian Indonesia terbagi ke dalam sembilan sektor,
yang sebenarnya terbagi lagi ke dalam beberapa subsektor. Angka – angka dalam tabel diatas
menunjukkan besarnya nilai tambah setiap sektor ekonomi di Indonesia.
Pendekatan kedua yang digunakan untuk menghitung pendapatan nasional adalah pendekatan
pendapatan. Berdasarkan pendekatan pendapatan, nilai pendapatan nasional dihitung dengan cara
menjumlahkan tingkat balas jasa bruto (belum dikurangi pajak) dari faktor produksi yang
dipakai. Perhitungan dengan pendekatan pendapatan akan memberikan hasil yang lebih realistis.
Namun, dalam kenyataannya tidak terealisasi karena sulitnya menentukan pandapatan
masyarakat yang sebenarnya.
Total balas jasa atas seluruh faktor produksi tersebut disebut pendapatan nasional (PN). Jadi
secara matematis, menurut pendekatan pendapatan, pendapatan nasional dirumuskan sebagai
berikut:
PN = w + i + r + π
Hasil perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan, terlihat dalam tabel
dibawah ini.
Tabel Pendapatan Nasional Indonesia pada 1994 (dalam miliar dolar AS)
Maka : PN = C + G + I + (X–M)
Data pendapatan nasional Indonesia berdasarkan pendekatan pengeluaran dapat dilihat dalam
Tabel berikut ini.
Tabel Perkembangan PDB Indonesia berdasarkan Pengeluaran tahun 1999-2002 (dalam triliun
rupiah)
Tabel PDB, PNB dan Pendapatan Nasional Indonesia Tahun 2001 dan 2002 Menurut Harga
Konstan 1993 (triliun rupiah)
Tahun
Jenis Pengeluaran
2001 2002
Konsumsi rumah tangga 297 302
Konsumsi pemerintah 31 35
Investasi 94 96
Konsep pendapatan yang berhubungan dengan pendapatan nasional adalah pendapatan per
kapita. Pendapatan per kapita adalah tingkat rata-rata pendapatan penduduk suatu negara pada
periode tertentu yang diperoleh dengan membagi jumlah pendapatan nasional (biasanya dalam
PDB) dengan jumlah penduduk di negara tersebut. Semakin tinggi angka PDB per kapita,
kemakmuran rakyat dianggap makin tinggi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggunakan
angka PDB per kapita untuk menyusun kategori tingkat kemakmuran suatu negara. Berdasarkan
standar tahun 1992, sebuah negara dikatakan miskin, jika PDB per kapitanya lebih kecil dari
US$450. Berdasarkan standar tersebut, sebagian besar negara-negara di dunia adalah negara
miskin. Suatu negara dikatakan makmur, jika PDB per kapitanya lebih besar dari US$8.000.
Dengan menggunakan standar tersebut, hanya sebagian kecil negara di dunia yang dianggap
kaya/makmur. Negara-negara tersebut umumnya terdapat di Eropa Barat dan Amerika Utara.
Bank Dunia (World Bank) pada tahun 2001 telah mengelompokkan negara-negara di seluruh
dunia menjadi lima kelompok berdasarkan pendapatan per kapitanya, yaitu:
Indonesia pernah termasuk salah satu negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle
income). Hal tersebut didasarkan atas laporan Bappenas yang menunjukkan bahwa pada 1995,
PNB per kapita Indonesia mencapai US$1.023. Kemudian meningkat menjadi US$1.055 dan
US$1.088 pada 1996 dan 1997. Namun, berdasarkan laporan Bank Dunia, pada 2005 Indonesia
memiliki PNB per kapita sebesar US$3.700 yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu
negara berpendapatan rendah berdasarkan kriteria Bank Dunia tersebut.