Anda di halaman 1dari 14

Etos Kerja Kristen

oleh :

Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.


Etos Kerja Kristen-1
(ringkasan khotbah 5 Desember 1999)
Nats : Efesus 4:28 (2)
Minggu lalu kita telah membicarakan tentang pengaruh dan konsep daripada
Utilitarianisme yang sudah meracun sistem ekonomi, pekerjaan dan etos kerja di tengah
dunia sehingga akibatnya banyak orang salah mengerti dalam menjalankan kerja. Seringkali
kalau kita mendengar kalimat, "Jangan mencuri," kita hanya melihat aspek ketiganya saja
yaitu aspek material bahwa mencuri hanya sebatas mengambil dompet orang lain, tetapi itu
bukan yang Alkitab maksudkan. Mencuri adalah ketika saudara mengambil hak yang bukan
hak saudara sehingga akhirnya itu menjadi pencurian, dengan mendapatkan sesuatu yang
bukan milik kita tetapi kita miliki dengan cara yang tidak tepat dan tidak halal. Sehingga
pencurian bukan sekedar mengutil tetapi justru masuk dalam satu aspek yang sangat
mendasar dalam pemikiran Kristen.
"Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan
pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang
yang berkekurangan." Ini merupakan prinsip yang Alkitab katakan dan hari ini kita akan
melanjutkan dengan aspek kedua yaitu, "Bekerja keraslah!" Disini kita harus balik pada
pengertian etos kerja Kristen sesungguhnya yang terdapat dalam Kej 2:15 (prinsip ekonomi/
oikos-nomos), yaitu: "Tuhan Allah mengambil untuk mengusahakan dan memelihara taman
itu," yang kalau kita bandingkan dalam Kej 3:17-19, " dengan bersusah payah engkau akan
mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu." Pdt. Stephen Tong selalu mengatakan
bahwa abad 20 merupakan abad yang bodoh karena menjalankan filsafat perusak yang
dicipta di abad 19 tanpa koreksi dan secara kritis memperhatikan bahaya yang disodorkan.
Salah satu bahaya yang disodorkan oleh filsafat abad 19 adalah Utilitarianisme (asas
manfaat) oleh John Stuart Mill. Filsafat tersebut sangat bersifat hedonistik, mencari
keuntungan pribadi dengan cara kenikmatan duniawi yang luar biasa ditutup dengan satu
slogan yang sangat manis: "Marilah kita memperjuangkan manfaat terbesar bagi orang yang
terbanyak."
Maka Utilitarianisme memberikan bahaya yang besar, karena 1). Memicu prinsip
egoisme dan mereka menyangkal konsep babwa manusia hakekatnya berdosa, cenderung
melawan Allah, tidak suka pada kebenaran dan lebih suka merugikan orang daripada
menjadi berkat. Konsep Utilitarianisme yang diterima diseluruh dunia membawa dampak
terhadap globalisasi yang menghasilkan penghancuran dunia dan hari ini terjadi kerusakan
ekonomi secara global. 2). Utilitarianisme menjadi perusak yang luar biasa karena akhirnya

menjadi asas yang mengabsahkan pengusuran dan perugian bagi kaum minoritas. Alasanalasan dengan menggunakan format mayoritas untuk menyingkirkan kelompok minoritas
sehingga mereka tidak mempunyai hak dan kekuatan yang sama dengan kelompok
mayoritas. Betapa bahayanya kalau konsep Utilitarianisme diterima oleh seseorang, karena
itu akan mengorbankan orang lain dan menghancurkan kelompok lain. Konsep ini harus
dikikis dari konsep pikiran manusia, ini harus kita kerjakan dan tularkan pada banyak orang
sehingga pikiran kita tidak diracun oleh konsep tersebut. 3). Konsep utilitarian menjadi
racun yang besar karena pada akhirnya menimbulkan satu konsep pencurian dengan
menggunakan konsep risk and gain, makin besar resiko yang dilalui maka kita makin berhak
untuk untung besar. Sehingga muncul konsep ditengah dunia kalau kita gagal akibat orang
lain yang mencapai untung, maka itu memang resiko yang harus kita tanggung. Hal ini
menimbulkan kerusakan moral dan etika kerja. Yang kuat yang akan menang sudah
mensahkan kita boleh menipu orang lain dengan alasan bahwa resiko harus kita tanggung
sendiri. Ini akibatnya dunia menjadi rusak didalam ekonomi karena tidak ada batasan moral
terhadap hal tersebut.
Setelah kita mengerti konsep tesebut, ada 3 hal dimana kita dapat memikirkan hal ini
dengan lebih teliti, yaitu: 1). Etos kerja Kristen yang sesungguhnya dalam Alkitab. 2).
Bagaimana kita melihat secara paradoks kondisi dari sebelum dan sesudah kejatuhan
(antara natur dengan realita) sehingga kesadaran ini muncul dalam format yang sangat kuat
di tengah kekristenan. Satu jiwa paradoks antara keharusan ideal yang Tuhan tetapkan
dengan fakta realita yang berlawanan jauh daripada apa yang menjadi natur kerja. 3).
Dengan mengerti bagaimana memparadokskan hal diatas maka kita dapat melawan 3
filsafat dunia yang sangat meracuni konsep kerja.
Dalam Kej 2:15, sebelum manusia dicipta, Tuhan sudah menciptakan alam semesta dan
isinya untuk menjadi tempat manusia berdayaguna dan manusia dicipta adalah untuk
mengusahakan dan memelihara taman tersebut. Prinsip daripada Ekonomi (oikos-nomos),
pengelolaan rumah tangga mengandung beberapa prinsip, yaitu: Pertama, Allah bekerja dan
Ia menginginkan manusia yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah juga bekerja. Ketika
kita melihat bagaimana Tuhan Yesus bekerja, Allah yang berinkarnasi adalah Allah yang
menunjukkan contoh bekerja sehingga kita seharusnya malu kalau tidak bekerja. Tuhan
mencipta kita bukan sejak dunia jatuh dalam dosa tetapi sejak dunia berada dalam
kemurnian dan kebenaran untuk mengelola dan memelihara taman. Berarti sejak semula
tidak ada natur apapun yang tidak menyetujui manusia harus bekerja dan ketika tidak
bekerja maka kita sedang melanggar natur kita. Tetapi hari ini, natur ini terus dikikis
perlahan-lahan supaya seolah-olah kita boleh terus dipermudah bahkan kalau mungkin
tidak perlu bekerja. Terjadi satu kesalahan efek dari satu sikap dimana sebenarnya melalui
perkembangan teknologi kita dapat mengerjakan lebih banyak hal sehingga tidak dikunci
dengan pekerjaan yang dapat digantikan oleh mesin dan kita dapat mendayagunakan
pikiran, tenaga untuk mengerjakan hal-hal yang membutuhkan bijaksana, kemampuan serta
ketrampilan yang hanya dapat dikerjakan manusia sebagai mahkluk yang lebih tinggi
daripada sekedar mekanik.
Natur kerja yang Tuhan ingin manusia kerjakan harus selalu mengandung dua unsur
yaitu mengusahakan dan memelihara sehingga ekonomi dapat berjalan dengan benar.

Ekonomi modern sedang menghadapi tantangan besar karena menghadapi ketegangan


antara dua beban besar, dimana disatu pihak gerakan rasionalisme dan perkembangan
teknologi telah salah mengerti konsep mengusahakan menjadi satu citra eksplorasi yang liar
luar biasa sehingga pemeliharaan tidak dikerjakan. Tetapi dilain pihak, ajaran New Age
movement mengajarkan back to nature dengan hanya memelihara tanpa mengembangkan
alam. Memelihara tanpa mengusahakan alam merupakan perusakan pasif terhadap alam.
Oikos-nomos didalamnya harus selalu megandung dua unsur yaitu mengembangkan dan
memelihara, itulah yang disebut dengan etos kerja Kristen dan kedua hal itu harus
dijalankan secara bersama (paradoks). Sehingga waktu saudara menjalankan apa yang
Tuhan tuntut dalam Kej 2:15 maka saudara dapat dipakai Tuhan ditengah dunia untuk
menyadarkan bagaimana mereka seharusnya bekerja.
Dan yang kedua, natur kerja yang sudah ditata oleh Tuhan begitu rupa, menjadi satu
natur yang seharusnya begitu indah dan dapat dikerjakan secara tepat, sekarang oleh
manusia dirusak karena manusia melawan dan menghancurkan prinsip yang Tuhan
tetapkan. Kalau sebelum manusia jatuh antara ideal dengan realita terjadi keselarasan yang
sangat indah tetapi ketika manusia telah jatuh maka tingkat natur ideal menjadi senjang
jauh dengan realita yang dihadapi. Bumi, tempat kita garap sudah tidak bersahabat lagi
sehingga akhirnya segala pekerjaan yang seharusnya menjadi natur yang cocok dengan jiwa
kita sekarang menjadi sesuatu yang sangat menyulitkan dan menyusahkan serta kerja keras
dengan berpeluh sampai kita boleh mencapai apa yang kita mau kerjakan (Kej 3:17-19).
Idealisme kerja yang Tuhan tanam di dalam diri manusia tidak hilang, tetapi realitanya
sekarang bertentangan sama sekali dari fakta itu. Seringkali ketika kita menghadapi situasi
seperti ini, hati kita mulai berontak karena disatu pihak natur kerjanya masih menuntut
untuk mau bekerja tetapi begitu berhadapan dengan realita kesulitan yang begitu besar,
hatinya mulai memberontak bahkan tidak rela karena faktanya begitu susah dan
menyakitkan. Itu semua karena kita sedang mencoba melinierkan dan bukannya
memparadokskan antara dua hal tersebut. Kalau kita kembali pada Firman Tuhan hari ini,
kita tahu bahwa terjadi konflik antara idealisme dengan realita yang tidak kita selesaikan
secara paradoks tetapi secara linier. Bagaimana realita yang begitu jelek dan ideal yang
begitu indah digarap dan dipertemukan dalam perkembangan pertumbuhan sampai
akhirnya mencapai apa yang harus kita kerjakan di dalam hidup kita. Kalau kita tidak
mampu demikian maka akibatnya kita tidak mampu bekerja secara tepat di tengah dunia
dan akhirnya konsep kerja kita berubah menjadi konsep materialis.
Ini yang harus kita waspadai karena kalau hal ini terjadi maka langsung ada beberapa
filsafat yang akan membuka mulutnya untuk menelan kita. 1). Hedonisme (filsafat Garfield).
Garfield adalah satu figur yang sengaja disodorkan sebagai figur hedonisme modern yang
selalu menyodorkan filosofi hedonostik dengan slogan dan penampilannya yang
menggambarkan kemalasan kerja. 2). Utilitarianisme 3). Humanisme. Filsafat ini sengaja
ditiupkan supaya akhirnya menimbulkan dampak orang ingin mendapatkan keuntungan
secara membabi buta dan mendapatkan perlakuan yang sangat baik padahal ia tidak
bekerja. Orang Kristen harus belajar menempatkan belas kasihan secara tepat. Berdasarkan
etos kerja, seseorang berhak mendapatkan upahnya dan hidup secara layak. Dunia kita ini
selalu mengalami penyimpangan dalam pola berpikir kerja karena filsafat dunia berusaha
menyodorkan konsep-konsep yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan kebenaran Firman.

Bagaimana saudara dan saya, dengan jiwa dan sistem kerja yang kita pakai? Bagaimana
saudara dan saya menjadi orang-orang yang dipakai Tuhan untuk bekerja di tengah dunia
secara tepat serta bagaimana kita menularkan prinsip dan etos kerja kepada orang lain,
sehingga banyak orang yang disadarkan bahwa cara kerja yang tidak beres akan merusak
seluruh masyarakat. Cara kerja yang tepat, yang kembali kepada Firman adalah yang
membawa kita kepada kebenaran. Amin.

Etos Kerja Kristen-2


(ringkasan khotbah 12 Desember 1999)
Nats : Efesus 4:28 (3); 2 Tes 3:1-15
Beberapa saat ini kita terus memikirkan tentang bagaimana Kekristenan menegakkan
prinsip etos kerjanya. Kekristenan adalah manusia yang secara natur dalam dirinya dicipta
dengan jiwa dan natur bekerja, seperti dalam Alkitab dikatakan mengusahakan dan
memelihara taman dan itu dijalankan secara seimbang. Hal itu sesuai dengan prinsip dasar
ekonomi (oikos-nomos) yaitu bagaimana kita diberi akal budi dan kemampuan, dipanggil
oleh Tuhan menjadi pengelola sehingga menyejahterakan semua bagian. Manusia diberi
kuasa pengelolaan namun juga harus bertanggungjawab terhadap pemberi otoritas,
sehingga ketika bekerja itu harus direlasikan dengan bertanggungjawab terhadap Tuhan. Ini
yang menjadikan kita harus sadar posisi kita secara tepat.
Waktu saya sedang mengumulkan hal ini, salah satu masalah yang paling serius
dibicarakan dalam bagian ini adalah dalam II Tes 3 dimana seolah-olah Kekristenan menjadi
agama yang penuh cinta kasih sehingga harus berbelas kasihan, memberikan segala sesuatu
dan memperhatikan kemiskinan dengan luar biasa. Kekristenan memang merupakan agama
cinta kasih tetapi itu tidak sedemikian saja dilakukan karena kita harus mengerti bagaimana
memberi secara tepat. Sehingga Paulus mengingatkan dengan perkataan, "Kami katakan ini
karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk
dengan hal-hal yang tidak berguna" (II Tes 3:11). Dan dikatakannya pula, ", jika seorang tidak
mau bekerja, janganlah ia makan." Saya rasa prinsip ini harus tegas sehingga kita mengerti
bagaimana kita harus berdaya guna. Ketika mempersiapkan bagian ini, saya tertarik dengan
satu buku yang ditulis dua orang Belanda, profesor bidang sosiologi dan sosial dari World
Council of Churches (Dewan Gereja-gereja sedunia). Buku "Dibalik Kemiskinan dan
Kemakmuran" (Beyond Poverty & Affluence) oleh Bob Goudzwaard & Harry de Lange
diterbitkan Yayasan Kanisius, 1998. Di dalam membicarakan aspek kekayaan dan
kemiskinan, mereka mengemukakan 6 paradoks permasalahan yang kita hadapi. Mereka
membuka fakta 6 paradoks ditengah abad modern yang berkembang yang kelihatannya
sangat bertentangan tetapi sebenarnya sangat terkait satu sama lain.
1). Paradoks Kelangkaan. Ditengah kekayaan manusia yang seharusnya dapat dipakai
untuk mengelola kesejahteraan manusia tetapi justru terjadi kelangkaaan yang bukan
disebabkan oleh tidak adanya kekuatan mendayagunakan namun karena begitu banyak
produksi yang diperlakukan secara tidak beres. Berjuta liter susu dibuang di sungai padahal
banyak anak dalam kondisi kekurangan gizi dan membutuhkan susu. Demikian juga halnya

dengan jeruk yang seharusnya dapat menjadi vitamin tanpa harus minum minuman yang
mengandung bahan kimia tetapi itu semua dihancurkan demi harga produksi menjadi tidak
murah. Ketika daya begitu besar, pada saat yang sama terjadi pengerusakan dan
penghancuran sumber yang seharusnya dapat dipakai oleh manusia.
2). Paradoks Kemiskinan. Ketika negera-negara adidaya semakin kaya, namun
peningkatan kemiskinan persentasinya lebih besar daripada peningkatan incomenya karena
hanya sekelompok orang yang bertambah kaya. Seperti yang pernah saya katakan bahwa
jikalau tidak hati-hati maka di Indonesia akan tercipta generasi pengemis dan orang-orang
yang menciptakan citra kemiskinan masa depan. Karena sistem, pola dari cara kerja atau
kebijaksanaan pemerintah telah kehilangan harga diri sehingga menjadikan kita mudah
menjadi pengemis. Sungguh paradoks karena disatu pihak kita melihat dunia semakin hari
semakin sejahtera dan makmur namun kenyataannya tidak meniadakan jumlah pengemis
yang semakin meningkat jumlahnya.
3). Paradoks Sensitifitas Keperdulian. Disatu pihak harusnya setiap kita makin maju dan
makmur, semakin memikirkan kesejahteraan orang lain tetapi justru sebaliknya, berpikir
bagaimana dapat menggunakan dan memanipulasi orang lain. Karena etos dan format kerja
yang dicipta begitu rupa dengan jiwa utilitarian yang begitu menguasai dan mencengkeram
seluruh cara hidup kita.
4). Paradoks Ketenagakerjaan. Disatu pihak banyak yang membutuhkan tenaga kerja
tetapi dilain pihak tidak ada tenaga kerja yang memadai dan tidak adanya kesempatan
bekerja karena tidak adanya kemampuan untuk pekerjaan yang dibutuhkan, sehingga
pengganguran semakin meningkat. Disini persoalannya adalah bagaimana mendidik dan
menuntut kualitas orang bekerja untuk masuk dalam garis manusia. Fakta yang harus kita
lihat dimana berjuta tenaga kerja bekerja dalam kondisi non human karena seringkali
mereka sengaja tidak diberikan kesempatan agar kualitas mereka meningkat supaya mereka
dapat diatur dan dimanipulasi. Itu merupakan pemikiran yang sangat pragmatis dan
mengakibatkan kerugian besar karena berarti mereka tidak mampu memikirkan
kesejahteraan secara totalitas.
5). Paradoks Waktu. Makin kita mempunyai kemampuan teknologi yang
mengefisienkan waktu namun kita bukan semakin kelebihan waktu tetapi justru
kekurangan waktu dan semakin kekurangan kemampuan untuk menata waktu. Alkitab
menuntut keseimbangan bekerja secara tepat. Yang pertama, Kekristenan menuntut kita
memberikan waktu untuk melayani dan mencurahkan pikiran bagi Tuhan (Ef 4:1-16). Kedua,
Tuhan memanggil kita untuk dikirim kembali ke dalam dunia, bekerja, menghasilkan buah
dan menjadi contoh. Ketiga, bagaimana kita menjadi orang yang hidup sepadan ditengah
keluarga sehingga mampu melayani Tuhan, bekerja serta memberikan kesaksian yang baik
ditengah keluarga (Ef 5). Ini kembali pada pengertian kita tentang apa itu kerja, bagaimana
kerja yang tepat dan diseimbangkan dengan pelayanan, keluarga serta semua aspek yang
lain.
6). Paradoks Kesehatan. Ketika negara makin maju, ternyata penyakit juga semakin
banyak. Kemajuan teknologi, perkembangan sosial masyarakat tidak menjadikan manusia
bertambah sehat. Goudzwaard & de Lange menyatakan 3 problem utama yang

menyebabkan terjadinya keenam hal diatas, yaitu: 1). Kemiskinan. 2). Ketenagakerjaan, 3).
Environment (lingkungan). Namun saya sangat tidak setuju dengan solusi yang sangat
humanis yang mereka kemukakan yaitu, "Mari kita kembali pada inti Ekonomi, man and his
needs (manusia dan kebutuhannya)." Sebab Firman Tuhan mengajarkan bagaimana saya
bertanggungjawab dihadapan Allah mengelola alam semesta demi kesejahteraan manusia.
Kalau manusia hanya memikirkan kebutuhannya maka yang menjadi pusat adalah manusia
dan itu akan merusak seluruh system karena yang terjadi adalah saling berbenturnya
kebutuhan yang akhirnya menjadi titik terciptanya destruksi dan tidak adanya penyelesaian
apapun.
Selanjutnya, bagaimana kita menurunkan format Kristen yang seharusnya di dalam
bekerja? Kembali pada Kej 2:15 dan Ef 4:28 yang kemarin kita pelajari yaitu mari kita mulai
bekerja keras memikirkan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya dan
mengerjakannya dengan tangan kita sendiri supaya dapat menjadi berkat bagi orang lain.
Dengan demikian citra kerja Kristen :
1). God Centre Work (kerja yang berorientasi kepada Allah) dan bukan kepada diri,
uang, kenikmatan serta sekularisme atau keduniawian. Mari kita mulai berpikir mengubah
paradigma total, yang berarti mengubah dari format dasarnya menjadi: "Segala sesuatu
adalah dari Allah, kepada Allah, dan untuk Allah, bagi Allah kemuliaan untuk selamalamanya." Sehingga bagaimana bagaimana kita bekerja dan mulai studi hingga mulai
menyelesaikan dan sampai masuk ke dunia kerja memikirkan pekerjaan apa yang Tuhan
bebankan kepada kita itulah yang akan kita genapkan. Sekalipun mungkin beban begitu
besar namun kita mempunyai kekuatan untuk menerobos dan tidak mudah patah karena itu
dikerjakan bukan demi kepentingan kita sendiri.
2). Orientasi kerja berada di dalam tanggung jawab dan bukan hasil. Seringkali waktu
kita bekerja dan sekolah selalu orientasinya pada hasil dan akibatnya kita tidak mungkin
mencapai ketenangan. Dalam Alkitab dikatakan bahwa berikanlah kepada kami makanan
kami yang secukupnya hari ini, sehingga disini kita belajar bagaimana dapat bersandar, tahu
mana bagian Tuhan dan bagian kita.
3). High Quality Effort (perjuangan mencapai kualitas tertinggi yang mungkin kita
capai). Orang Kristen tidak pernah diajar untuk berbanding dengan orang lain, semangat
kerja mengejar mutu yang tertinggi yang kita mampu perjuangkan, tidak pernah takut
susah dan mau berkembang mencapai titik maksimal, itu yang harus kita munculkan. Kalau
kita berhenti, kecuali itu merupakan titik maksimal maka itu berarti kita sangat tidak
bertanggungjawab untuk setiap talenta yang Tuhan berikan.
4). Truth Ethics (etika yang sejati). Truth ethics adalah panggilan kerja Kristen. Orang
Kristen bukan hanya sekedar semangat kerja keras tetapi dalam Ef 4 dikatakan "melakukan
pekerjaan baik" berarti pekerjaan itu harus mencapai kualitas etik tertentu yaitu kalau ketiga
hal yaitu tujuan, motivasi dan caranya baik. Ini merupakan satu prinsip yang penting di
dalam cara bekerja! Karena kalau orang Kristen bekerja namun tidak dapat menjadi garam
ditengah dunia kerja, maka seperti dalam Alkitab dikatakan, kalau garam asinnya telah
hilang maka tinggal dibuang dan diinjak orang.

5). Altruistic Consideration (pertimbangan altruistik/ memikirkan berkat bagi orang


lain). Berpikir bahwa apa yang Tuhan percayakan kepada kita juga harus disalurkan pada
orang lain karena baik otak, kemampuan, kesempatan, harta dan segala sesuatu adalah dari
Tuhan. Sehingga dikatakan ketika kita bekerja keras melakukan pekerjaan baik dengan
tangan kita, supaya kita dapat dan dimampukan oleh Tuhan untuk memberi bagi mereka
yang membutuhkan di dalam kekurangan.
6). Menjadi berkat buat seluruh alam semesta. Bagaimana kita bekerja
mendayagunakan dan mengembangkan seluruh budidaya dan potensi alam untuk
kesejahteraan seluruh alam. Sehingga kerja Kristen merupakan kerja yang memikirkan 6
aspek yang menjadikan seluruh cara kerja dari mulai studi hingga bekerja akan diberkati
sehingga kita mempunyai keunikan dalam bekerja. Mungkin tidak mudah mendobrak
konsep yang bertahun-tahun saudara pegang, tetapi saya minta setiap kita mempunyai jiwa
mengubah konsep tersebut, berproses satu langkah demi satu langkah maju, mengubah cara
kerja, hidup pelayanan dan seluruh inti utama dari kerja dan studi kita supaya boleh
kembali untuk kemuliaan Tuhan. Amin.

Etos Kerja Kristen-3


(ringkasan khotbah 13 Februari 2000)
Nats : Efesus 4:28
Hari ini kita akan melanjutkan mengumulkan satu ayat yang saya harap dapat menjadi
ciri yang membentuk mentalitas dan ethos kerja kita sebagai seorang anak Tuhan. Orang
yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi tetapi baiklah ia bekerja keras, dan melakukan pekerjaan baik
dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.
Berhenti mencuri, seperti beberapa minggu yang lalu telah kita bahas, bukan sekedar seperti
maling yang mencuri barang, dan bukan berarti pula bahwa orang yang bekerja keras pasti
bukan pencuri. Sebab ada juga pencuri yang mencuri dengan teknologi canggih dan bekerja
keras dengan jam kerja yang kadangkala lebih panjang dari orang yang bekerja secara
umum di kantor-kantor, sehingga dengan demikian mereka justru tidak bermoral dalam
tugas dan etika kerjanya. Oleh sebab itu, etos kerja merupakan upaya bagaimana kita
mengerti hakekat kerja yang sesungguhnya, dan kita tidak cukup hanya melihat secara
fenomena tetapi harus masuk kedalam motivasi dari kerja yang sesungguhnya.
Salah satu hal yang begitu menyentuh ketika merenungkan ayat ini, saya membayangkan Pdt. Stephen Tong waktu kemarin memimpin rapat. Seorang yang berusia 60 tahun dengan beban yang begitu besar dan berat, namun mampu bekerja dengan penuh semangat,
dan setelah ia mendapat berkat maka berkatnya ia bagi. Bekerja keras, tidak takut susah dan
berani mengalami pengorbanan demi mengerjakan pekerjaan baik dengan tangannya sendiri untuk menghasilkan sesuatu. Hal kedua yang saya belajar kemarin adalah dimana kita
mengumulkan bagaimana gereja menghadapi moralitas jaman? Kalau kita menghadapi situasi seperti ini, maka bagaimana kita masih dapat mengumulkan panggilan iman kristen
kita? Kekristenan termasuk teologi Reformed bukan merupakan doktrin yang hanya diotak
tetapi teologi yang mau menyatukan pengertian esensial iman Kristen yang harus

diterapkan di dalam kehidupan. Dan hari ini kita akan melihat bagaimana etos kerja itu
dibicarakan. Kita sekarang hidup ditengah terpaan slogan-slogan yang sangat humanis,
egois dan hedonistik yang disodorkan di depan diri kita yaitu tidak mau kerja atau hidup
susah tetapi mau hidup nikmat sehingga akibatnya kita menjadi orang yang hidup seperti
Garldfield.
Apa sebenarnya etika kerja? Kalau di Alkitab dikaitkan antara jangan mencuri dengan
pekerjaan baik, berarti disini kita melihat adanya etika kerja di dalam kerja. Sonny Keraf, di
bagian belakang bukunya yang berjudul Etika Bisnis (tuntutan dan relevansinya),
mengatakan, Etika bisnis adalah tuntutan bahwa bisnis harus beretika mutlak tidak dapat
ditawar jika bisnis ingin berkembang dan lestari. Kalimat itu sangat tepat, namun sayang di
dalam solusinya ia tidak memberikan penyelesaian yang tuntas sekalipun ia sangat berusaha
menguraikan dari aspek kekristenan. Sehingga disini saya merasakan pentingnya kita lebih
tajam lagi melihat bagaimana etika dalam satu kehidupan itu merupakan satu kemutlakan.
Dan kalau kita masuk di dalam satu etos kerja maka etika kerja merupakan syarat mutlak
yang tidak boleh ditiadakan atau menjadi heteronom (tidak boleh tergantung pada individu).
Ketika saudara mengabaikan tuntutan etika dan moralitas dalam hidup saudara, itu akan
menjadi ekses saudara menghancurkan orang lain dan yang paling parah menghancurkan
diri sendiri tanpa disadari. Etika sekarang justru digeser menjadi etika relatif, yaitu baik dan
jahatnya jika hal itu diperhitungkan merugikan orang lain. Selama tidak merugikan orang
lain maka seolah-olah itu menjadi hak kita untuk melakukan dan mengembangkan apa saja.
Indonesia hari ini mengalami kerusakan seperti ini karena kita tidak mempunyai moralitas
dan kemutlakan hukum. Kalau dunia sudah mulai masuk dalam semangat dan cara berpikir
demikian, maka betapa rusaknya seluruh cara penyelesaian ini. Dosa yang sudah dikerjakan, pelangaran hukum dan perusakan etika ketika satu kali saudara lakukan, ingatlah
bahwa hari itu saudara sedang mengalami kerugian yang terlalu besar karena saudara
sedang mencacatkan sejarah hidup yang tidak akan pernah dapat dihapus kembali, karena
itu sudah ditandai dengan tanda kekekalan di dalam dosa. Ketika Paulus begitu giat menganiaya orang Kristen maka setelah bertobat sejarah cacatnya tidak pernah dapat dihapus habis dari sejarah hidupnya, sehingga setiap kali ia pergi ke satu kota dicurigai walaupun ia
sudah mencoba membuktikan bahwa ia melayani secara sungguh-sungguh. Sehingga disini
etika merupakan tuntutan tegar yang harus kembali ditengah kehidupan Kristen.
Yang kedua, Etika tidak boleh dipermainkan. Etika merupakan satu tuntutan yang
mutlak harus kita kerjakan karena etika menyangkut tata hidup seseorang yaitu bagaimana
ia hidup berelasi dengan sesama, alam dan Tuhan. Ketika kita hidup di dalam satu tatanan
norma etika maka disitu dapat dan mutlak akan terjadi perbedaan konsep dan persepsi karena ada dua pihak yang akan mencapai satu tuntutan etika yang berbeda. Dan kalau kita
berdiri diatas satu relatifitas konsep dimana relasi harus terjadi di dalam konsep etika maka
mau tidak mau kita harus mempunyai standar mutlak dan ada satu kemutlakan sejati yang
harus kita terima. Yang berhak menentukan saudara baik atau jahat bukanlah manusia
tetapi harus firman yang menghakimi dan menjadi patokan dari semua unsur serta
penilaian etika yang harus dikerjakan di tengah dunia. Ini adalah dua basis pengertian dasar
di dalam kita membicarakan etika. Bagaimana kita melihat etika tentang permainan Falas
dan Saham pada jaman ini dimana itu merupakan perusakan cara kerja yang tidak beres
dan tidak ada bedanya dengan membuka kasino sebanyak-banyaknya. Tetapi justru cara kerja dan etika moral seperti ini yang dipromosikan begitu besar di dunia termasuk dalam uni-

versitas Kristen. Kalau kita memikirkan hal seperti ini maka bagaimana kekristenan mempunyai nilai yang sejati di dalam membicarakan masalah moral. Bekerjalah keras! Disini tidak ada prinsip perjudian ditengah kekristenan, dan ini prinsip keras yang ditekankan oleh
firman. Tanpa kerja keras maka tidak ada hasil yang boleh dicapai.
Standar kembali kepada firman menjadi basis etika yang menentukan apa yang benar
dan itu menjadi satu titik tolak didalam seluruh pola pikir kita. Ketika kita mulai
membicarakan etika, maka disini kunci pertama yang dikatakan Paulus yaitu, Bekerja
keras. Pekerjaan baik harus disertai dengan bekerja keras sebab menyangkut beberapa
aspek: 1). Effort (upaya/ kesungguhan). Kalau kita mencari pekerjaan yang tidak susah, tidak
perlu tenaga dan otak serta menghasilkan uang banyak maka itu pasti bad work/evil work.
Ketika Kristus datang ke tengah dunia, Ia tahu bahwa perjalanan hidupnya adalah
perjalanan Via Dolorosa (jalan salib). Dan dari sejak mulai pelayanannya Yesus dengan sikap
tegas mau bekerja keras dari pagi hari sebelum matahari terbit hingga malam hari ketika
matahari sudah terbenam dan akhirnya hingga naik ke kayu salib. Orang yang tidak mempunyai jiwa kerja (perjuangan) tidak akan pernah hidup dan kalau terus dipaksakan maka
ia akan menjadi pelaku kejahatan. Kalau kita punya otak dan pengertian yang baik maka
bagaimana kita dibangun mentalitasnya sehingga mempunyai semangat kerja yang beres
dan mempunyai jiwa tidak takut susah untuk bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baik
dengan tangan kita.
2). Good work is an Quality (bekerja adalah menginginkan hasil yang terbaik untuk dipersembahkan kepada Tuhan). Aristoteles mengatakan, Very difficult to find out what is good. Kecuali kembali kepada standar sejati daripada kebajikan karena tidak ada kebajikan yang memadai. Seperti dalam Mat 19:16-26 Yesus menjawab orang muda yang kaya dengan mengatakan, Hanya Satu yang baik. Di tengah dunia yang pragmatis hari ini kita seringkali
bekerja dengan sembarangan dan semangat pragmatis yang begitu menguasai kita, dimana
semua tidak memikirkan bagaimana untuk mencapai kualitas yang memadai. Tuhan
menuntut kita bekerja dengan kualitas maksimum yang Ia bebankan kepada kita dan
masing-masing kita diberi kualitas yang berbeda oleh Tuhan. Sehingga kualitas di mata
Tuhan bukan diperbandingkan dengan orang lain tetapi berapa yang dituntutkan kepada
kita, itu yang harus kita penuhi. Dengan demikian setiap kita memikirkan yang terbaik yang
dapat kita kerjakan di hadapan Tuhan.
3). Good Work is a Result (hasil). Pekerjaan baik bukan sekedar perjuangan lalu mengidamkan sesuatu yang terbaik tetapi akhirnya tidak dilakukan sama sekali. Seharusnya kita
sadar akan anugerah keselamatan yang diberikan Tuhan dengan harga yang sangat mahal
dan pekerjaan baik yang Ia limpahkan kepada kita sehingga apa yang kita kerjakan
seharusnya kita pertanggungjawabkan kembali kepada Tuhan. Dan kesadaran itulah yang
dapat membuat kita untuk tidak berhenti bekerja keras. Selama Tuhan masih memberikan
kesempatan kepada kita untuk bekerja maka ingatlah bahwa kerja itu anugerah yang Tuhan
percayakan dan apabila Tuhan mau ambil maka dalam tempo satu haripun itu semua dapat
lenyap. Saya harap apa yang menjadi contoh dan pergumulan para tokoh firman dan
sejarah, seperti: John Calvin, dsb. dapat mendorong kita untuk berani mengarap dengan
baik apa yang Tuhan percayakan kepada kita.

Pekerjaan baik merupakan bagian daripada tuntutan moral yang harus kita kerjakan
dengan keras. Disinilah kita melihat bahwa pekerjaan baik dikaitkan kedalam diri kita, dan
kadangkala kita dapat terjebak masuk kedalam dua konsep yang berbahaya sekali: 1). Kita
dapat menjadi work alkoholic (orang yang gila kerja dan kalau tidak bekerja, ia akan mati).
Dan work alkoholic dapat menimbulkan satu dampak atau timbal balik dimana seolah
manusia tidak perlu kerja sehingga hal itu mengakibatkan dampak yang sangat negatif serta
menghancurkan seluruh keseimbangan. Paulus memberikan gambaran yang sangat cermat
dengan mengatakan, Bekerja keras untuk melakukan pekerjaan baik. Dan dua unsur itu tidak
boleh dilepaskan. Yesus memberikan contoh yang indah, BapaKu bekerja sampai hari ini
dan itu alasannya Aku bekerja juga. Sehingga pekerjaan manusia gambarkan sebagai
miniatur pola yang harus kembali kepada Tritunggal sebagai dasarnya. Seorang tokoh yang
pernah belajar teologi namun menjadi atheis dan akhirnya gila yaitu Friedrich W. Nietzsche
(abad 19), seorang filsuf yang terkenal dengan istilah The dead of God Theology dimana di
dalam seluruh bukunya ia berjuang keras untuk membunuh Allah secara konsep. Namun
satu hal yang dikatakannya dalam konsep tersebut adalah dimana etika merupakan satu
ilmu untuk menghimbau manusia supaya mempunyai moralitas tuan dan bukan moralitas
budak atau hamba. Sehingga etika bukan berarti kita didikte, dijepit dan dimatikan dan akibatnya tidak mempunyai pilihan ya atau tidak. Seperti dalam Yoh 8 dikatakan bahwa di
dalam ketaatan, kebebasan kita kerjakan secara bertanggungjawab. Begitu kebebasan kita dicabut oleh Tuhan, maka saat itulah kita berada dalam keterjepitan yang dikatakan oleh
Agustinus, non posse non peccare (tidak dapat tidak berdosa), yang artinya ia mau tidak mau
berada dalam belenggu dosa dan yang paling parah, kita kehilangan seluruh kebebasan
tersebut. Mari kita kembali pada prinsip bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik
sehingga cara kerja kita sungguh-sungguh bertanggungjawab dihadapan Tuhan. Dan suatu
ketika kita dapat berkata kepada Tuhan bahwa ini yang telah saya kerjakan dihadapan
Tuhan dan saya pertanggungjawabkan semua ini dihadapanNya. Barangsiapa sudah berada
di dalam Tuhan maka ia pasti dimampukan untuk mengerjakannya, sekalipun banyak
kesulitan yang akan dihadapi. Mari kita bersama-sama mengerjakannya dengan penuh
bertanggungjawab di hadapan Tuhan. Amin.

Etos Kerja Kristen-4


(ringkasan khotbah 20 Februari 2000)
Nats : Efesus 4:28.
Saudara, ketika merenungkan ayat yang relatif pendek ini, saya melihat satu hal yang
begitu agung didalam seluruh prinsip ekonomi Kristen yang Paulus ungkapkan. Dimana dikatakan, Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan
melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan
sesuatu kepada orang yang berkekurangan. Kalau kalimat ini hanya sampai pada melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, maka nilai tambah ekonomi Kristen belum terlihat secara tuntas. Di dalamnya memang sudah terdapat satu prinsip yang begitu
penting dimana kalau seseorang tidak bekerja maka sewajarnyalah ia tidak usah makan
(secara kasarnya). Itu kalimat yang diungkapkan oleh Alkitab dengan begitu tegas bahwa

Tuhan menginginkan kita bekerja dan dengan demikian kita boleh menghasilkan nilai sebagai crown of the univers (mahkota ciptaan). Orang dunia juga mempunyai filsafat yang sama
dalam hal ini sehingga akhirnya menjadi satu pengertian umum yang dianggap sangat positif di dunia.
Secara dunia kalau kita bekerja dan akhirnya menghasilkan sesuatu, maka itulah yang
dikatakan hasil jerih payah dan milik kita sehingga kita boleh mempergunakan dan menikmatinya. Namun disini kita melihat bahwa Paulus justru mengkontraskan bagian pembuka
dengan bagian terakhir dari ayat tersebut, karena disitulah titik balik daripada paradigma
hidup dan kerja kita. Justru ketika kita telah mendapatkan sesuatu biarlah didalam hati kita
ada keinginan untuk berbagi dengan mereka yang berada didalam kesulitan. Inilah yang disebut dengan jiwa altruistik dan bukannya jiwa egoistik. Didalam dunia etika dikontraskan
antara semangat egoistik dengan altruistik. Semangat egoistik adalah semangat dimana
orang mau mencari kepentingan diri sendiri. Tetapi justru dalam Alkitab dikatakan, Sebab
segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh dia, kepada dia, bagi Dialah kemuliaan untuk selama-lamanya, Amin. Maka disini terjadi satu kontras antara semangat yang mau mencari
kepentingan diri sendiri dengan jiwa yang mau memperhatikan dan menjadi berkat bagi
orang lain. Disinilah saya merasakan keagungan yang Tuhan berikan dan ini menjadikan seluruh daripada prinsip iman Kristen mengerti pekerjaan dibangun secara tuntas. Mari kita
mulai melihat mengapa kita dituntut oleh Tuhan mempunyai altruistik action sehingga
setelah kita bekerja dan mendapat sesuatu kita mempunyai kekuatan untuk berbagi dengan
orang-orang yang berkesulitan. Betapa indahnya kalau kekristenan mempunyai semangat
seperti ini!
Di sini ada beberapa alasan mengapa aksi altruistik ini bukan sekedar opsi tetapi merupakan kewajaran hidup Kristen, yaitu:
1). Kita harus sadar bahwa apapun yang ada pada kita secara hakekatnya bukan milik
kita tetapi harta yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Firman Tuhan dalam Ef 2:8-10
menjelaskan dengan tegas bahwa kita diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan
pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup didalamnya. Maka kalau saudara dan saya dapat bekerja didalam jalur Tuhan, itu merupakan anugerah yang Tuhan persiapkan bagi kita, dan sebaliknya kalau kita menghasilkan sesuatu itu
anugerah yang harus dikembalikan kepada Tuhan. Seperti dalam prinsip perumpamaan
talenta, ketika Tuhan memerintahkan kita bekerja maka Ia memberikan perlengkapan kerja
yang cukup dan talenta bagi kita untuk bekerja. Dalam konteks saat itu, satu talenta bukan
merupakan angka yang kecil karena berkisar antara 5 juta (sebelum dolar naik) dan itu
merupakan modal yang cukup bagi kita untuk menghasilkan suatu usaha. Se-mua yang kita
mililki baik tenaga, kepandaian/otak dan kesempatan studi merupakan anugerah Tuhan
dan jikalau Tuhan tidak memberikan talenta itu kepada saudara maka tidak mungkin
saudara dapat bekerja. Beberapa saat yang lalu ketika terjadi kasus Mataram, saya mendengar ada orang yang dalam satu hari seluruh hartanya habis terbakar sehingga ia hanya dapat keluar dengan apa yang menempel di badannya dan sedikit apa yang ia dapat bawa. Kadang saya memikirkan, mungkinkah kita mempunyai konsep pikiran posesif (pemilikan
harta, anak, dsb) secara tepat seperti Ayub, sehingga ketika seluruh miliknya dihabisi atas
perkenanan Tuhan, ia tetap dapat memuji nama Tuhan. Ayub tidak berdosa sedikitpun karena ia tahu tepat apa yang menjadi haknya dan yang bukan. Ditengah kekristenan saat ini,

berapa diantara kita yang benar-benar mempunyai pemikiran seperti ini, sehingga ketika
kita sudah mendapatkan sesuatu kita dapat berbagi dengan orang lain. Itulah satu persekutuan yang Tuhan inginkan dimana kita saling memperhatikan dan berbagi.
2). Karena inilah citra persekutuan Kristen, esensi dari umat Allah dan misi pekerjaan
Allah. Yesus pernah berkata, Hendaklah kamu saling mengasihi, dengan demikian orang
akan tahu bahwa kamu adalah muridKu dan dengan demikian BapaKu dipermuliakan
(Yoh 13:34-35). Ketika kita diajar Tuhan untuk mengasihi, kasih yang kita miliki seharusnya
tidak sama dengan yang dimiliki oleh dunia. Jemaat adalah jemaat yang harusnya saling
memperhatikan satu sama lain, saling menguatkan, menopang dan saling membangun.
Saya rasa kita perlu merombak dan menyadarkan jemaat untuk saling mengasihi. Kita bukan datang ke gereja karena ingin mencari dan menuntut sesuatu sebab itu semua hanya
akan mendatangkan kerugian. Tetapi siapa yang berada dalam pekerjaan Tuhan, berjiwa
membagi sehingga akhirnya semuanya mendapatkan, dan dengan demikian kita akan selalu
mau memikirkan orang lain lebih daripada diri kita sendiri. Inilah cinta kasih sejati! 3).
Merupakan jiwa seorang yang bermartabat (jiwa seorang yag mempunyai semangat tuan).
Dalam bukunya Grow in Grace, Sinclair B. Ferguson mengambarkan satu hal yang begitu indah, dimana ketika seseorang mulai dinobatkan menjadi raja atau mencapai kedudukan tertentu biasanya ia langsung melakukan perbuatan amal seperti membagikan hadiah, memberikan grasi pada beberapa ratus narapidana, dsb. Ini menunjukkan bahwa seseorang yang
mendapatkan kedudukan yang baik ia mendapat hak membagi sebagai tanda otoritas
seorang tuan. Jiwa seperti ini dimengerti di tengah dunia tetapi justru seringkali orang
Kristen tidak sadar bahwa Tuhan mencipta kita menjadi seorang yang bernilai tuan, bahkan
mencapai posisi sebagai The Second Lord sesudah Tuhan yang menjadi tuan atas alam semesta. Namun sayang, justru seringkali jiwa tuan ini tidak ada di dalam diri kita dan sebaliknya muncul jiwa pengemis. Itu sebabnya saya ingin kita memikirkan baik-baik bagaimana
jiwa kerja yang sesungguhnya. Jiwa pengemis ini yang saya rasa perlu didobrak di tengah
kekristenan. Mari berubah!
Ketika saya merenungkan hal ini maka saya teringat kembali apa yang Pdt. Stephen
Tong pernah syaringkan. Ada orang yang menanyakan, mengapa Pak Tong harus sampai
kerja keras sedemikian berat? Saya rasa kalau ia mau mengatakan, ia bukannya ingin seperti
itu tetapi keadaan yang susah sekali mengharuskan dia seperti itu. Ketika berumur 4 tahun,
ibunya telah menjadi janda dengan harus membesarkan 8 anak, namun ibunya adalah seorang yang sangat cinta Tuhan dan rajin mendoakan anak-anaknya. Dan pada umur 15 tahun ia sudah harus mengajar hingga malam sambil belajar. Keluarga ini benar-benar hidup
dalam kesulitan dan kekurangan. Setiap hari Jumat malam ketika ibunya pergi membesuk,
ia selalu membawa 2 kaleng beras dan 1 kaleng gula untuk diberikan kepada orang-orang
yang hidupnya jauh lebih susah daripada mereka. Mereka bukanlah keluarga yang
berlebihan tetapi mereka masih ingin mencoba berbagi. Itu jiwa yang saya rasa sekalipun susah tetapi masih memiliki jiwa tuan, jiwa dignity sebagai ciptaan Allah (the image of God)
yang begitu agung yang tidak dibuang. Dia sadar bahwa ia dicipta sebagai gambar dan rupa
Allah dan bukan hidup sebagai pengemis. Kita seringkali berpikir bahwa kita paling susah
dan tidak ada jiwa mau menolong orang lain. Bagaimana jiwa Kristen kita? Sekalipun susah
tetapi kalau kita masih mau bekerja keras dengan sungguh-sungguh, maka kita masih dapat

berbagi, dan apa yang kita punyai itulah yang dapat kita bagi. Namun, dalam hal ini kita harus mengerti bagaimana membagi kepada orang yang tepat. Seringkali, orang yang sungguh-sungguh hidup didalam kesulitan justru diam dan tetap rela bekerja keras sekalipun
sulit. Dunia kita mempunyai cara berpikir yang berbeda sekali dari apa yang Alkitab katakan tetapi justru apa yang Alkitab katakan itulah yang teragung. Kita tidak akan merasa
rugi kalau berbagi tetapi kita justru akan merasakan sukacitanya memberi, dimana hal itu
tidak dapat dihitung dengan uang atau nilai berapapun, sebab disitu kita dapat melihat kerelaan orang tersebut dalam memberi. Bahkan Alkitab mengatakan, lebih berbahagia orang
yang memberi daripada yang menerima.
4). Kita perlu berbagi baik kepandaian, kemampuan dan seluruhnya. Kalau saya bayangkan Pdt. Stephen Tong kalau tidak menjadi pendeta maka ia dapat menjadi pengusaha
yang luar biasa, namun ia tetap rela melepaskan itu semua demi pekerjaan Tuhan. Tetapi
terlalu sedikit anak-anak muda yang mempunyai kepandaian dan talenta yang banyak mau
menyerahkan diri dipakai oleh Tuhan. Saya harap ada orang yang mempunyai kepandaian
dan kemampuan yang terbaik diserahkan untuk pekerjaan Tuhan, sehingga gereja Tuhan
mempunyai orang-orang yang mempunyai talenta pikiran untuk melayani Tuhan. Relakah
saudara berbagi? Jaman ini sangat membutuhkan hamba-hamba Tuhan yang berkualitas
tinggi, yang menyerahkan hidup untuk pekerjaan Tuhan. Saya rindu gereja ini juga boleh
mengutus hamba-hamba Tuhan yang bermutu yang nantinya boleh dipakai di abad yang
akan datang. Kalau kita memiliki hal yang terbaik biarlah itu bukan buat diri kita sendiri
tetapi dengan demikian saudara rela berbagi. Inilah prinsip kerja Kristen dimana kita mempunyai semangat mau memperhatikan dan berbagi, itulah yang menjadi jiwa kita
sesungguhnya. Mau saudara? Amin.

Profil Pdt. Sutjipto Subeno :


Pdt. Sutjipto Subeno, S.Th., M.Div. dilahirkan di Jakarta pada tahun 1959. Beliau
menyerahkan diri untuk menjadi hamba Tuhan ketika sedang kuliah di Fakultas Teknik
Elektro Universitas Trisakti Jakarta. Menyelesaikan studi Sarjana Theologia (S.Th.)-nya di
Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili Indonesia di Jakarta tahun 1995 dan tahun 1996
menyeleselaikan gelar Master of Divinity (M.Div.)-nya di sekolah yang sama.
Setelah pelayanan di Malang dan Madura, sejak tahun 1990 beliau bergabung dengan
Kantor Nasional Lembaga Reformed Injili Indonesia di Jakarta. Beliau melayani di bidang
literatur yang meliputi penerjemahan dan penerbitan buku-buku teologi. Selain itu beliau
juga mengelola Literatur Kristen Momentum di Jl. Tanah Abang III/1 (sejak tahun 1993) dan
di Jl. Cideng Timur 5A-5B (sejak tahun 1995).
Beliau ditahbiskan sebagai pendeta pada Mei 1996 dan mulai Juni 1996 menjadi
gembala sidang Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Surabaya. Selain sebagai gembala
sidang, saat ini beliau juga sebagai direktur operasional dari penerbitan dan jaringan toko
buku Momentum, direktur dari Sekolah Theologia Reformed Injili Surabaya (STRIS) di
Andhika, Surabaya dan direktur International Reformed Evangelical Correspondence Study
(IRECS), sebuah sekolah teologi korespondensi untuk awam berbahasa Indonesia dengan
jangkauan secara internasional. Selain itu beliau adalah dosen terbang di Sekolah
Theologia Reformed Injili (STRI) Jakarta dan Institut Reformed di Jakarta.
Beliau juga banyak melayani khotbah dan seminar di berbagai gereja, persekutuan
kampus dan persekutuan kantor, baik di dalam negeri maupun di luar negeri; seperti
Yogyakarta, Palembang, Batam, Singapura, Australia dan Eropa (Jerman dan Belanda).

Beliau menikah dengan Ev. Susiana Jacob Subeno, B.Th. dan dikaruniai dua
orang anak bernama Samantha Subeno (1994) dan Sebastian Subeno (1998).
Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai