Anda di halaman 1dari 10

Tata Cara Mengurus Jenazah Terlengkap

Assalamualaikum Warahmatullahiwabarakatuh
Tata Cara Mengurus Jenazah Terlengkap Rinciannya adalah sebagai berikut:

1. Orang yang sedang sekarat


disyariatkan untuk ditalqini dengan kalimat " Laa ilaaha illallah " Berdasarkan sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Talqinilah orang-orang yang akan mati dari kalian (dengan ucapan): 'Laa ilaaha illallah'." (HR.
Muslim dalam shahihnya)
Yang dimaksud dengan kata "Mautaakum" dalam hadits ini adalah orang-orang sedang sekarat,
yaitu orang yang sudah tampak padanya tanda-tanda kematian.

2. Bila sudah diyakini orang tersebut sudah meninggal,


Maka hendaklah kedua matanya dipejamkan, karena ada keterangan hadits tentang hal itu

3. Diwajibkan memandikan jenazah/mayit muslim kecuali dia syahid (meninggal


di medan perang fisabilillah).
Dalam hal ini, dia tidak perlu dimandikan dan tidak perlu juga dishalatkan. Dia hanya cukup
dikuburkan dengan pakaiannya. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memandikan
orang-orang yang meninggal di perang Uhud dan tidak pula menshalatkan mereka.]

4. Cara memandikan jenazah


Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:

Kapas

Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan

Sebuah spon penggosok

Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus Spon-spon plastik

Shampo

Sidrin (daun bidara)

Kapur barus

Masker penutup hidung bagi petugas

Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan

Air

Pengusir bau busuk dan Minyak wangi Daun Sidr (Bidara)

A.Menutup Aurat si Mayit


Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta
menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi
yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua kakinya
agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
B. Membersihkan Kotoran
Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku
jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin, maka
jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas mengangkat kepala
jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya dengan perlahan untuk
mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.
Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau
sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit)
tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
C. Mewudhukan Jenazah
Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah.
Lalu petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu
memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang
telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan
kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara
atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh
sekujur jasad si mayit.

D. Membasuh Tubuh Jenazah


Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan
tengkuknya, kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya yang
sebelah kanan, kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan telapak
kaki yang sebelah kanan.
Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh
belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas membasuh
anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan
dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh bagian perut si
mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu
kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi
memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang dibutuhkan). Dan
disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir, karena bisa
mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya kapur barus ini
pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika
petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan
kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga
membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si
mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya) dengan
kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang,
serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya)
dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila
jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan
lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Faedah Tata Cara Memandikan Jenazah

Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak
tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas,
kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan
kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi
memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.

Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka
menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan
daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian
dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah

shallallahu alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram
pada saat menunaikan haji.

Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah
dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka
tidak perlu dishalatkan.

Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya
hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia
hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan
dishalatkan.

Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau
kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan
saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu
mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.

Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik untuk
disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si mayit,
atau cacat yang terdapat pada tubuh si mayit dll.

Cara Singkat Tata Cara memandikan Jenazah seperti ini:


Pertama-tama, aurat jenazah ditutupi kemudian diangkat sedikit lalu bagian perutnya dipijat
perlahan (untuk mengeluarkan kotorannya, pen.). Setelah itu orang yang memandikannya
memakai sarung tangan atau kain atau semacamnya untuk membersihkannya (dari kotoran yang
keluar, pen.). Kemudian diwudhukan seperti wudhu untuk shalat. Lalu dibasuh kepala dan
jenggotnya (kalau ada) dengan air yang dicampur dengan daun bidara atau semacamnya.
Selanjutnya, dibasuh sisi bagian kanan badannya kemudian bagian kiri. Kemudian basuh seperti
tadi untuk yang kedua dan ketiga kali. Dalam setiap kalinya dipijat bagian perutnya. Bila keluar
sesuatu (kotoran) hendaklah dicuci dan menutup tempat keluar tersebut dengan kapas atau
semacamnya. Kalau ternyata tidak berhenti keluar hendaklah ditutup dengan tanah yang panas
atau dengan metoda kedokteran modern seperti isolasi khusus dan semacamnya.
Kemudian mengulangi wudhunya lagi. Bila dibasuh tiga kali masih tidak bersih ditambah
menjadi lima atau sampai tujuh kali. Setelah itu dikeringkan dengan kain, lalu memberikan
parfum di lipatan-lipatan tubuhnya dan tempat-tempat sujudnya. Lebih baik, kalau sekujur
tubuhnya diberi parfum semua. Kafannya diberi harum-haruman dari dupa yang dibakar. Bila
kumis atau kukunya ada yang panjang boleh dipotong, dibiarkan saja juga tidak apa-apa.
Rambutnya tidak perlu disisir, begitu pula rambut kemaluan-nya tidak perlu dicukur dan tidak
usah dikhitan (kalau memang belum dikhitan, pen.). Karena memang tidak ada dasar-dasar yang
menerangkan hal tersebut. Dan bila jenazahnya seorang perempuan maka rambutnya dikepang
tiga dan dibiarkan terurai ke belakang.

Siapa Yang Berhak Memandikan Jenazah. ?


Orang yang paling berhak untuk memandikan, menshalatkan dan menguburkannya secara
berurutan ialah mereka yang men-dapatkan wasiat untuk itu, kemudian ayah, kakek kemudian
kerabat-kerabat terdekat yang berhak mendapatkan ashabah.
Sementara, untuk jenazah perempuan, yang paling berhak untuk memandikannya ialah orang
yang mendapatkan wasiat untuk itu, kemudian ibu, nenek, lalu kerabat-kerabat perempuan
terdekat.
Bagi suami isteri diperbolehkan bagi salah seorang dari keduanya untuk memandikan yang lain
(suami boleh memandikan isteri dan isteri boleh memandikan suami). Karena jenazah Abu Bakar
As-Shiddiq dimandikan oleh isterinya dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu ikut memandikan
jenazah isterinya Fatimah radhiallahu 'anha.

5. Tata Cara Mengkafani Jenazah


A. Kain Kafan Harus sudah Siap setelah Memandikan Jenazah

Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si
mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya, menunaikan
wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka keluarganya
boleh menanggungnya.
B. Mengkafani Jenazah
Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian
didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain
kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi (parfum)
dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah,
serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti melilit popok bayi).
Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya,
kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya, yaitu
dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua telapak
kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan
diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.
Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru kemudian yang
sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul kemudian lembaran
kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan tali-tali
pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada ujung kepala
dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas kakinya (ke arah
atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat kain kafan

tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud pengikatan itu sendiri agar
kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).

Faedah :

untuk jenazah laki-laki dikafani tiga lapis kain putih (satu untuk menutupi bagian bawah
-semacam sarung- satu lagi untuk bagian atas -semacam baju- dan yang terakhir kain
untuk pembungkusnya). Tidak perlu gamis (baju panjang) dan surban. Hal ini, sama
seperti apa yang dilakukan terhadap jenazah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tapi, tidak mengapa jika dikafani dengan gamis (baju panjang), izar (sema-cam sarung
untuk menutupi bagian bawah) dan kain pembungkus.

Adapun jenazah perempuan, dikafani dengan lima lapis: Baju, kerudung, sarung untuk
bagian bawah dan dua kain pembungkus.

Dan yang wajib, baik bagi jenazah laki-laki atau perempuan adalah menutupinya dengan
satu lapis kain yang dapat menu-tupinya secara sempurna. Tetapi, bila ada jenazah lakilaki yang meninggal dalam keadaan ihram, maka dia cukup dimandikan dengan air dan
daun bidara. Kemudian dikafani dengan sarung dan baju yang dipakai atau yang lainnya
dan tidak perlu menutup kepala dan wajahnya, juga tidak usah diberi parfum. Karena
pada hari Kiamat nanti dia akan dibangkitkan dalam keadaan membaca talbiyah:
"Labbaik allahumma labbaik" seperti yang diriwayatkan dalam hadits shahih dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila yang meninggal dalam keadaan ihram tadi
seorang perem-puan maka dia dikafani seperti perempuan yang lain, hanya tidak perlu
diberi wewangian, wajahnya tidak perlu ditutup dengan cadar, begitu pula tangannya
tidak usah dipakaikan sarung tangan, tetapi cukup ditutup dengan kafan yang
membungkusnya, seperti yang disebutkan dalam cara mengkafani jenazah perempuan.

Dan anak kecil laki-laki, dikafani dengan satu lapis sampai tiga lapis, sementara anak
kecil perempuan dikafani dengan satu gamis (baju panjang) dan dua kain pembungkus.

6. Cara Menshalatkan Jenazah


Shalat jenazah, dilakukan dengan empat kali takbir. Setelah takbir pertama, membaca surat AlFatihah. Bila ditambah dengan membaca surat pendek lainnya atau dilanjutkan dengan membaca
satu atau dua ayat, hal ini baik dan tidak apa-apa.
Sebab ada hadits shahih yang menyatakan hal tersebut sebagaimana diriwa-yatkan Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhu. Kemudian bertakbir kedua dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad

shallallahu 'alaihi wa sallam sama seperti dalam tasyahhud. Kemudian bertakbir ketiga dan
membaca do'a:
"Ya Allah, ampunilah orang yang hidup dan orang yang mati di antara kami, orang yang hadir
dan orang yang tidak hadir di antara kami, orang yang muda dan orang yang dewasa di antara
kami, yang laki-laki dan perempuan di antara kami.
Ya Allah orang yang Engkau hidupkan di antara kami, hendaklah Engkau hidupkan dia atas keIslaman, dan orang yang Engkau wafatkan di antara kami, hendaklah Engkau wafatkan dia atas
keimanan.
Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia, maafkanlah dia, muliakanlah tempat
singgahnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air dan salju. Sucikanlah dia
dari kesalahan-kesalahan sebagaimana dibersihkannya baju putih dari kotoran. Berilah untuknya
rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya. Masukkanlah
ke dalam Surga dan jauhkanlah dia dari adzab kubur dan siksa Neraka. Luaskanlah kuburnya,
berilah dia cahaya di dalamnya.
Ya Allah, janganlah Kau cegah kami (mendapat) pahalanya dan janganlah Kau sesatkan kami
sesudahnya."
Kemudian bertakbir yang keempat dan selanjutnya bersalam satu kali saja ke sebelah kanan.
Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan untuk setiap kali takbir.
Bila yang meninggal masih kanak-kanak, maka sebagai ganti dari permohonan ampun yang ada
dalam do'a di atas, dibaca do'a berikut:
"Ya Allah, jadikanlah dia sebagai simpanan pahala bagi kedua orangtuanya, sebagai pemberi
syafaat yang diterima. Ya Allah, beratkanlah dengannya timbangan amal baik kedua
(orangtua)nya, besarkanlah pahala keduanya, dan kumpulkan dia dengan orang-orang mu'min
shalih yang terdahulu. Jadikanlah dia berada dalam asuhan Ibrahim 'alaihis salam dan
selamatkanlah dia dengan rahmatMu dari siksa Neraka."
Disunnahkan bagi yang menjadi imam shalat jenazah berdiri sejajar dengan kepala bila
jenazahnya laki-laki, dan berdiri di tengah bila jenazahnya perempuan.
Bila jenazah yang dishalatkan lebih dari satu maka yang ada di depan imam adalah jenazah lakilaki dewasa dan jenazah perempuan dewasa posisinya setelah kiblat. Bila ditambah dengan
jenazah anak-anak, maka jenazah anak laki-laki didahulukan atas jenazah perempuan, lalu
jenazah anak perempuan. Posisi kepala anak laki-laki sejajar dengan kepala jenazah laki-laki
dewasa dan pertengahan jenazah perempuan dewasa sejajar dengan kepala laki-laki dewasa.
Begitu pula anak perempuan, posisi kepalanya sejajar dengan kepala perempuan dewasa.
Posisi makmum semuanya di belakang imam, kecuali bila ada seorang makmum yang tidak
mendapatkan tempat di belakang imam, dia boleh berdiri di samping kanannya.
7. Tata Cara Menguburkan Jenazah
Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para

pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya.
Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang
buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda:
Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim). (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Ahkamul
Janaaiz hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada
bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf
U memanjang).
A. Jenazah siap untuk dikubur. Allahul mustaan.
B. Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.
C. Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari
arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak
memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
D. Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan:
BISMILLAHI WA ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan
berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam).
ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu
alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi
miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.
E. Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada
dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit
meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
F. Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari
atasnya (agak samping).
G. Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang
masuk sekaligus untuk menguatkannya.
H. Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur
setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu
alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.

I. Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam (HR. Bukhari).
J. Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat Irwaul Ghalil II/206). Lalu diletakkan batu
pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
K. Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan.
Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena
Rasulullah shallallahu alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
L. Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab
pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai
menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit
(dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa
mendapatkan manfaat dari doa mereka.
Faedah :
Menurut aturan syariat, kuburan itu dibuat dengan kedalaman sampai pertengahan tinggi seorang
laki-laki dan dibuatkan ke dalamnya liang lahad di arah kiblat, dan jenazah diletakkan di dalam
liang lahad dengan bertumpu pada sisi kanan badannya (miring ke kanan, pen.) kemudian talitali pengikat kafan itu dibuka, tidak dicabut tapi dibiarkan begitu saja, dan wajahnya tidak perlu
disingkap baik jenazah laki-laki atau perempuan. Kemudian diberi batu bata besar yang didirikan
dan (celah-celahnya) diberi adonan pasir supaya kuat dan bisa menjaganya (jenazah) agar tidak
ber-jatuhan debu/tanah. Bila sulit mendapatkan batu bata boleh diganti yang lain seperti; papan,
batu atau bambu yang dapat mengha-langi agar tanah tidak masuk ke dalam. Setelah itu, baru
ditimbun dengan tanah. Dan disunnahkan ketika itu membaca:
"Dengan nama Allah dan sesuai dengan ajaran Rasulullah."
Disyariatkan bagi yang belum menshalatkannya untuk menshalatkannya setelah dikuburkan.
Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melaksanakan hal tersebut, tapi dengan
catatan hal itu boleh dilakukan dalam jangka waktu satu bulan atau kurang, dari setelah
dikuburkan. Bila sudah lewat dari satu bulan tidak disyariatkan lagi shalat di atas kuburan.
Karena tidak ada keterangan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan shalat di atas
kuburan setelah sebulan dari penguburan.
Tidak boleh bagi keluarga jenazah membuat makanan untuk orang-orang. Berdasarkan perkataan
seorang sahabat yang mulia Jarir bin Abdillah Al-bajali radhiallahu 'anhu
"Dulu kami menganggap, berkumpulnya (orang-orang) di tempat keluarga mayit dan membuat
makanan setelah penguburan, adalah termasuk 'niyahah' (ratapan yang hukumnya haram)." (HR.
Imam Ahmad dengan sanad yang baik).

Adapun membuatkan makanan untuk keluarga yang berkabung atau tamu-tamu mereka maka
tidak apa-apa. Bahkan dianjurkan oleh agama, agar para kerabat dan para tetangga membuat
makanan bagi mereka. Karena, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar kabar
kematian Ja'far bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu di Syam, beliau meminta keluarga beliau untuk
membuat makanan yang diberikan kepada keluarga Ja'far. Beliau bersabda:
"Sesungguhnya telah menimpa kepada mereka musibah yang telah menyibukkan mereka."
Keluarga jenazah boleh memanggil para tetangga dan yang lainnya untuk makan makanan yang
telah dihadiahkan bagi mereka dan menurut pengetahuan kami tentang hukum syara', tidak ada
batasan waktu untuk hal itu.
Tidak dibolehkan bagi seorang perempuan berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga
hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya. Saat itu dia harus berkabung selama empat bulan
sepuluh hari, kecuali kalau dia hamil maka sampai dia melahirkan. Berdasarkan hadits shahih
dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini.
Adapun bagi seorang laki-laki tidak boleh mempunyai masa berkabung atas kematian seorang
kerabat dan yang lainnya.
Disyariatkan bagi kaum pria untuk berziarah kubur dari waktu ke waktu. Tujuannya untuk
mendo'akan yang mati, memohon-kan rahmat untuk mereka, juga untuk mengingatkan akan
kematian dan apa yang ada setelah itu. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ziarahilah kubur itu, sesungguhnya dia akan mengingatkan kalian tentang alam akhirat."
(Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada para sahabatnya apabila
mereka berziarah kubur untuk mengucapkan:
"Keselamatan untuk kalian wahai ahli kubur dari kaum mu'minin dan muslimin, dan
sesungguhnya kami --Insya Allah-- akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah
keselamatan untuk kami dan untuk kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mati lebih
dahulu dari kami dan juga orang-orang yang akan mati belakangan."
Adapun kaum wanita, maka dia tidak boleh melakukan ziarah kubur, karena Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat kaum wanita yang menziarahi kubur. Alasannya adalah
karena takut terjadi fitnah dan tidak mampu menahan kesabaran. Begitu pula, mereka tidak boleh
ikut mengantar jenazah sampai ke kuburan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga
melarang hal tersebut. Akan tetapi, menshalatkan jenazah --baik di masjid maupun di tempat
lain-- dibolehkan untuk pria dan wanita semuanya.
IdRemajaIslam - Wa'salamualaikum Warahmatullahiwabarakatuh

Anda mungkin juga menyukai