PENDAHULUAN
Seperti orang yang hidup, Jenazah pun harus dimandikan sebelum dishalatkan dan dikuburkan.
Memandikan jenazah merupakan bahagian dari fardhu kifayah dalam mengurus jenazah.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa fardhu kifayah merupakan sebuah kewajiban yang harus
dilaksanakan, apabila tidak seorangpun yang melakukan hal tersebut maka seluruh bahagian
kampung dan penduduk di sekitar kediaman jenazah tersebut akan berdosa, Oleh karena itu,
memandikan jenazah merupakan keharusan yang mesti dikerjakan. Dan apabila hal tersebut
telah dilaksanakan, maka putuslah kewajiban penduduk muslim setempat [1].
Dalil mengenai kewajiban seorang muslim untuk memandikan jenazah terdapat dalam hadis
yang disabdakan Rasulullah Saw yaitu:
Dari Abu Hurairah r.a berkata, aku mendengar Rasulllulah saw bersabda, “hak seorang Muslim
yang lain ada lima hal: menjawab salam, membesuk orang sakit, mengantar jenazah,
mendatangi undangan, dan menjawab orang bersin.” (HR Bukhari)
Walaupun kata memandikan dalam hadis diatas tidak ada, namun sebagaimana yang diketahui
bahwa memandikan jenazah merupakan bahagian fardhu kifayah dalam pengurusan jenazah.
Itulah sebabnya memandikan jenazah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan
segera.
Dalam Makalah ini saya Ibrahim Lubis[2] akan membahas mengenai makalah yang berjudul
“Tata Cara Memandikan Jenazah”
B. PEMBAHASAN
Makalah Tata Cara Memandikan Jenazah
1. Mengurus Jenazah
Walaupun demikian ada sedikit perbedaan dalam memandikan jenazah, tidak saja meratakan air
keseluruh tubuh, namun dalam memandikannya juga harus dengan hati-hati dan lemah lembut.
Memandikan jenazah adalah hal yang harus dilakukan atas jenazah seorang muslim, sebelum ia
dishalatkan. Mandi ini dilakukan dengan cara membersihkan segala najis yang ada di badannya
dahulu, utamanya bagian kemaluan, kemudian meratakan air ke seleruh tubuhnya, ini harus di
usahakan dengan hati-hati upaya mayat tersebut tidak membawa kotoran ke hadapan Allah[3].
Dalam memandikan mayat wajib adanya niat mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena ia
termasuk bagian dari ibadah. Demikian pula muthlak, suci dan halalnya air. Menghilangkan najis
dari badan mayat terlebih dahulu, dan tidak adanya penghalang yang dapat mencegah
sampainya air ke kulit mayat, semua itu harus dipenuhi dalam memandikan mayat[4].
c. Jenazah tersebut bukan mati syahid (mati dalam peperangan membela agama Allah).
Jumhur Ulama atau golongan terbesar dari ulama berpendapat bahwa memandikan mayat
muslim, hukumnya adalah fardhu kifayah artinya bila telah dilakukan oleh sebagian orang maka
gugurlah kewajiban seluruh mukallaf[5].
Klasifikasi ini bertujuan untuk memberikan perbedaan dalam memandikan jenazah. Hal ini
disebabkan bahwa tidak semua jenazah yang ada dapat atau harus dimandikan. Berikut 2 hal
yang perlu untuk diperhatikan dalam memandikan jenazah.
Jenazah yang wajib dimandikan adalah orang Islam dan orang yang meninggal bukan karena
mati syahid di Medan pertempuran[6]
Jenazah yang tidak boleh dimandikan adalah jenazah yang mati syahid di medan pertempuran
karena setiap luka atau setetes darah akan semerbak dengan bau wangi pada hari Kiamat[7].
Jenazah orang kafir tidak wajib dimandikan. Ini pernah dilakkan Nabi saw terhadap paman
beliau yang kafir [10]. Juga berdasarkan firman Allah SWT: “Dan janganlah sekali-kali kamu
menyalatkan jenazah salah seorang yang mati diantara mereka, dan janganlah kamu berdiri
(mendoakan) di kuburnya[8].”
Janin yang dibawah usia empat bulan tidak perlu dimandikan, dikafani, dan dishalatkan. Cukup
digali lubang dan dikebumikan.
Tidak semua orang berhak dalam memandikan jenazah, hal ini dimaksudkan untuk menjaga
kerahasian aib atau cacat penyakit yang masih ada di dalam tubuh jenazah tersebut. Tujuan
menjaga dan membatasi bagi orang yang ingin memandikan jenazah adalah agar tidak terjadi
fitnah yang dapat memalukan keluarga jenazah tersebut. Adapun Orang yang berhak
memandikan Jenazah Adalah:
Apabila mayat itu laki-laki, hendaklah memandikannya laki-laki pula, perempuan tidak
boleh memandikan mayat laki-laki, kecuali istri dan muhrimnya. Jika mayat perempuan,
hendaklah dimandikan permpuan pula, laki-laki tidak boleh memandikan mayat
perempuan kecuali suami atau muhrimnya[9].
Orang Yang berhak memandikan Jenazah adalah orang yang telah ditunjuk oleh si mayit
sendiri sebelum wafatnya (berdasarkan wasiatnya)[10]
Kemudian bapaknya, sebab ia tentu lebih tahu mengenali si mayit daripada anak si mayit
tersebut. Kemudian keluarga terdekat si mayit.
Jenazah wanita dimandikan oleh pemegang wasiatnya[11] . Kemudian ibunya lalu anak
perempuannya setelah itu keluarga terdekat.
Seorang suami boleh memandikan jenazah istrinya berdasarkan sabda Nabi saw
kepada’Aisyah Radhiallahu ‘Anha: “Tentu tidak ada yang membuatmu gundah, sebab
jika kamu wafat sebelumku, akulah yang memandikan jenazahmu” [12]
Sebelum Memandikan jenazah, Maka harus dilakukan beberapa Persiapan, adapun Hal-hal
yang perlu dipersiapkan sebelum proses pemandian adalah:
Masker dan kaos tangan untuk memandikan jenazah agar terhindar dari kuman jika si
jenazah memiliki penyakit.
Sampo untuk mengeramasi rambut si jenazah agar bersih dari kuman dan kotoran
Air secukupnya untuk proses memandikan. Boleh memakai air yang dialiri oleh selang,
boleh juga menyiapkan air sebanyak tiga ember besar.
Meja besar atau dipan yang cukup dan kuat serta tahan air untuk tempat meletakkan
jenazah ketika dimandikan
Kapas, kapur barus, daun bidara, atau wewangian yang lain serta bedak.
Meletakkan jenazah diatas dipan atau meja, usahakan kepala lebih tinggi dari kaki
Tempat jenazah harus tertutup, baik dinding maupun atapnya agar aurat dan cela
jenazah tidak terlihat.
Menutup aurat jenazah dengan handuk besar dan kain. Untuk jenazah putra dari pusar
sampai lutut, sedangkan untuk jenazah perempuan dari dada sampai mata kaki.
Bersihkan kotoran dengan cara mengangkat pundak dan kepala sambil menekan perut
dan dada
Memiringkan ke kanan dan ke kiri sambil ditekan dengan mempergunakan sarung
tangan atau kain perca dan disiram berkali-kali agar kotoran hilang.
Siram dari mulai yang kanan anggota wudhu dengan bilangan gasal menggunakan air
dan daun bidara, kemudian seluruh tubuh jenazah diberi sabun termasuk pada lipatan-
lipatan yang ada.
Kemudian, rambut jenazah dikeramas dan disiram agar bersih. Dan jika jenazahnya
wanita, setelah rambutnya dikeringkan kemudian dipintal menjadi tiga.[16]
Siramkan pada siraman yang terakhir dengan kapur barus dan miringkan ke kanan dan
ke kiri agar air keluar dari mulutnya dan dari lubang yang lain.
Setelah selesai, badannya dikeringkan dengan handuk, kewmudian ditutup dengan kain
yang kering agar auratnya tetap tertutup.
Bersihkan segala najis yang ada di badannya, utamanya bagian kemaluan, kemudian
meratakan air ke seluruh tubuh atau sebaiknya tiga kali yaitu dengan air yang bersih, air
sabun dan air yang bercampur dengan kapur barus. Apabila sudah selesai kesemuanya
yang terakhir adalah di wudhukan.
Setiap mayat muslim itu wajib di mandiakn dengan tiga kali ; pertama dengan air yang
dicampur sedikit kapur dan bidara ; kedua dengan air yang dicapur sedikit kapur kecuali
yang mati dalam keadaan ihram, maka tidak boleh dicampur dengan kapur ; ketiga
dengan aiir murnbi tanpa dicampur apapun. Daun bidara dan kapur yang dicampur
dengan air itu jangan terlalu banyak, karena dikhawatirkan air tersebut menjadi air
mudhaf, sehingga tidak dapat menyucikan.[3] Antara tiga kali mandi tersebut, diwajibkan
pula tertib antara anggota tubuh yang tiga, yakni dimulai dengan kepala berikut leher,
lalu anggota tubuh yang kanan, dan ketiga anggota tubuh yang kiri.
2. yaitu cara yang sempurna sehingga memenuhi as-sunnah yakni agar orang memandikan
mayit melakukan hal-hal berikut :
a. letakkanlah mayit di tempat kosong, diatas tempat yang tinggi, papan umpamanya, dan
tutuplah auratnya dengan kain atau semisalnya.
c. Kepala dan wajah si mayat di basuh dengan sabun atau bisa juga digunakan dengan
pembersih lainnya. Dilepas rambutnya kalau dia mempunyai rambut yang panjang, dan kalau
ada yang tercabut, maka rambut itu harus dikembalikan dan ditanam bersamanya.
d. Sisi kanan mayat sebelah depan terlebih dahului, barulah kemudian sisi depan sebelah kiri,
sesudah itu basuh pula sisi kanannya sebelah kiri, sesudah itu basuh pula sisi kanannya sebelah
belakang, kemudian sisi belakang sebelah kiri, dengan demikian seluruh tubuhnya bisa di ratai
air.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Di dalam memandikan mayat harus teliti supaya mayat itu tidak membawa kotoran ke hadapan
Allah. Perut si mayat harus di tekan, karena di dalam perutnya itu mungkin masih ada kotoran.
Di dalam memandikan mayat terlebih dahulu adalah niat, karena niat adalah bahagian dari
ibadah. Kemudian siramlah tubuhnya sebelah kanan baru sebelah kiri sampai air itu merata
dalam tubuhnya, setelah semuanya siap, lalu mayat tersebut diwudhukan.
Demikianlah isi makalah saya ini dan sebelumnya penulis terlebih dahulu mohon maaf kepada
bapak atas kekurangan yang terdapat di dalam makalah saya ini. Dan saya berterima kasih atas
bapak yang sudi memberikan judul ini terhadap saya, karena saya sudah mengetahui lebih jelas
lagi tentang cara-cara memandikan mayat.
DAFTAR PUSTAKA
Sumaji, Muhammad Anis dan Salmah, Af Idah, Panduan Praktis Pengurusan Jenazah,
Solo: Tinta Medina, 2011
Munir, A dan Sudarsono. Dasar-Dasar Agama Islam, Jakarta : Rineka cipta, 1992.
Sitanggal, Umar Anshary. Fiqih Syafi`I Sistematis, Semarang : CV Asy Syifa`, 1992.
Muqhniyah, Jawab, Muhammad. Fiqih Imam Ja`far Shadiq, Jakarta : lentera, 1995.
________________
[1] Abu Ihsan Al-Maidani Al-Atsari, Shalat Jenazah (TP, TT, 2001), h 10
[2] Ibrahim Lubis adalah Mahasiswa Pascasarjana IAIN-SU Medan yang saat ini sedang
meyelesaikan tugas akhir yaitu Membuat tesis
[3] A. Munir dan Sudarsono. Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hlm. 134
[4] Muhammad Jawab Mughniyah. Fiqih Iman Ja`far Shadiq, (Jakarta : Lentera, 1995), hlm. 90
[5] Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah, (Bandung : PT Al-ma`arif, 1994), hlm. 78
[6] Muhammad Anis Sumaji, Panduan Pengurusan Shalat Jenazah, 2011, hlm. 13-18
[7] Muhammad Anis Sumaji, Panduan Pengurusan Shalat Jenazah, 2011, hlm. 22-23
[8] QS At-Taubah-84
[10] Abu Ihsan Al-Maidani Al-Atsari, Shalat Jenazah, 2001, hlm 10-13
[11] Abu Ihsan Al-Maidani Al-Atsari, Shalat Jenazah, 2001, hlm 10-13
[12] Ibid
✚
Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
RELATED POST:
AL-HALLAJ
Taat Kepada Pemerintah
Biografi AL-QUSYAIRI
Next
Makalah Bentuk Ungkapan Hadis Nabi Muhammad Saw
Previous
Makalah Dampak Rokok dan Merokok
ARSIP MAKALAH
Makalah Tentang Agama
1. Agama Islam
3. Arti Pendidikan
27. Zakat
KATEGORI
MAKALAH TERLARIS
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved