Berita
o Nasional
o Internasional
Artikel
o
Mengenal ISLAM
o
Kisah Nabi
o
Islam Itu Indah
Download Ebook
Info Palestina
AL QURAN ONLINE
TRANSLATE BAHASA ARAB
BELAJAR TAJWID ONLINE
RADIO ISLAM ONLINE
Cari artikel
Share it Please
disyariatkan untuk ditalqini dengan kalimat " Laa ilaaha illallah " Berdasarkan sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Talqinilah orang-orang yang akan mati dari kalian (dengan ucapan): 'Laa ilaaha illallah'."
(HR. Muslim dalam shahihnya)
Yang dimaksud dengan kata "Mautaakum" dalam hadits ini adalah orang-orang sedang
sekarat, yaitu orang yang sudah tampak padanya tanda-tanda kematian.
Dalam hal ini, dia tidak perlu dimandikan dan tidak perlu juga dishalatkan. Dia hanya cukup
dikuburkan dengan pakaiannya. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memandikan
orang-orang yang meninggal di perang Uhud dan tidak pula menshalatkan mereka.]
Kapas
Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
Sebuah spon penggosok
Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik
Shampo
Sidrin (daun bidara)
Kapur barus
Masker penutup hidung bagi petugas
Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
Air
Pengusir bau busuk dan Minyak wangi Daun Sidr (Bidara)
Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta
menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi
yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua
kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
B. Membersihkan Kotoran
Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-
kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu
kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas
mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya
dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah
memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.
Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau
sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit)
tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke
atas.
C. Mewudhukan Jenazah
Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca
basmalah. Lalu petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat.
Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan
memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu
menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun
bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk
membasuh sekujur jasad si mayit.
Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian
membasuh belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama
petugas membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga
miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali
membasuh bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.
Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya
satu kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka
ditambah lagi memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang
dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir,
karena bisa mewangikan jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya
kapur barus ini pada pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali
jika petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-
kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk
menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan
keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan
juga menyisir rambut si mayit, sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya)
dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika
panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum
memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan.
Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal)
menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Pertama-tama, aurat jenazah ditutupi kemudian diangkat sedikit lalu bagian perutnya dipijat
perlahan (untuk mengeluarkan kotorannya, pen.). Setelah itu orang yang memandikannya
memakai sarung tangan atau kain atau semacamnya untuk membersihkannya (dari kotoran
yang keluar, pen.). Kemudian diwudhukan seperti wudhu untuk shalat. Lalu dibasuh kepala
dan jenggotnya (kalau ada) dengan air yang dicampur dengan daun bidara atau semacamnya.
Selanjutnya, dibasuh sisi bagian kanan badannya kemudian bagian kiri. Kemudian basuh
seperti tadi untuk yang kedua dan ketiga kali. Dalam setiap kalinya dipijat bagian perutnya.
Bila keluar sesuatu (kotoran) hendaklah dicuci dan menutup tempat keluar tersebut dengan
kapas atau semacamnya. Kalau ternyata tidak berhenti keluar hendaklah ditutup dengan tanah
yang panas atau dengan metoda kedokteran modern seperti isolasi khusus dan semacamnya.
Kemudian mengulangi wudhunya lagi. Bila dibasuh tiga kali masih tidak bersih ditambah
menjadi lima atau sampai tujuh kali. Setelah itu dikeringkan dengan kain, lalu memberikan
parfum di lipatan-lipatan tubuhnya dan tempat-tempat sujudnya. Lebih baik, kalau sekujur
tubuhnya diberi parfum semua. Kafannya diberi harum-haruman dari dupa yang dibakar. Bila
kumis atau kukunya ada yang panjang boleh dipotong, dibiarkan saja juga tidak apa-apa.
Rambutnya tidak perlu disisir, begitu pula rambut kemaluan-nya tidak perlu dicukur dan
tidak usah dikhitan (kalau memang belum dikhitan, pen.). Karena memang tidak ada dasar-
dasar yang menerangkan hal tersebut. Dan bila jenazahnya seorang perempuan maka
rambutnya dikepang tiga dan dibiarkan terurai ke belakang.
Orang yang paling berhak untuk memandikan, menshalatkan dan menguburkannya secara
berurutan ialah mereka yang men-dapatkan wasiat untuk itu, kemudian ayah, kakek
kemudian kerabat-kerabat terdekat yang berhak mendapatkan ashabah.
Sementara, untuk jenazah perempuan, yang paling berhak untuk memandikannya ialah orang
yang mendapatkan wasiat untuk itu, kemudian ibu, nenek, lalu kerabat-kerabat perempuan
terdekat.
Bagi suami isteri diperbolehkan bagi salah seorang dari keduanya untuk memandikan yang
lain (suami boleh memandikan isteri dan isteri boleh memandikan suami). Karena jenazah
Abu Bakar As-Shiddiq dimandikan oleh isterinya dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu
ikut memandikan jenazah isterinya Fatimah radhiallahu 'anha.
Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si
mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya,
menunaikan wasiatnya dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta,
maka keluarganya boleh menanggungnya.
B. Mengkafani Jenazah
Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian
didatangkan jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain
kafan itu dengan posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi
(parfum) dan kapas. Lalu kapas tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua
pantat jenazah, serta dikencangkan dengan secarik kain di atasnya (seperti melilit popok
bayi).
Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya,
kedua lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya,
yaitu dahinya, hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua
telapak kakinya, dan juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta
pusarnya. Dan diberi parfum pula antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.
Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru kemudian
yang sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul kemudian
lembaran kedua dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan tali-
tali pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada ujung
kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas
kakinya (ke arah atas). Hendaklah ikatan tali tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan
mengikat kain kafan tersebut dengan enam utas tali atau kurang dari itu, sebab maksud
pengikatan itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas (terbuka).
Faedah :
untuk jenazah laki-laki dikafani tiga lapis kain putih (satu untuk menutupi bagian
bawah -semacam sarung- satu lagi untuk bagian atas -semacam baju- dan yang
terakhir kain untuk pembungkusnya). Tidak perlu gamis (baju panjang) dan surban.
Hal ini, sama seperti apa yang dilakukan terhadap jenazah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam. Tapi, tidak mengapa jika dikafani dengan gamis (baju panjang), izar
(sema-cam sarung untuk menutupi bagian bawah) dan kain pembungkus.
Adapun jenazah perempuan, dikafani dengan lima lapis: Baju, kerudung, sarung
untuk bagian bawah dan dua kain pembungkus.
Dan yang wajib, baik bagi jenazah laki-laki atau perempuan adalah menutupinya
dengan satu lapis kain yang dapat menu-tupinya secara sempurna. Tetapi, bila ada
jenazah laki-laki yang meninggal dalam keadaan ihram, maka dia cukup dimandikan
dengan air dan daun bidara. Kemudian dikafani dengan sarung dan baju yang dipakai
atau yang lainnya dan tidak perlu menutup kepala dan wajahnya, juga tidak usah
diberi parfum. Karena pada hari Kiamat nanti dia akan dibangkitkan dalam keadaan
membaca talbiyah: "Labbaik allahumma labbaik" seperti yang diriwayatkan dalam
hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila yang meninggal
dalam keadaan ihram tadi seorang perem-puan maka dia dikafani seperti perempuan
yang lain, hanya tidak perlu diberi wewangian, wajahnya tidak perlu ditutup dengan
cadar, begitu pula tangannya tidak usah dipakaikan sarung tangan, tetapi cukup
ditutup dengan kafan yang membungkusnya, seperti yang disebutkan dalam cara
mengkafani jenazah perempuan.
Dan anak kecil laki-laki, dikafani dengan satu lapis sampai tiga lapis, sementara anak
kecil perempuan dikafani dengan satu gamis (baju panjang) dan dua kain
pembungkus.
Shalat jenazah, dilakukan dengan empat kali takbir. Setelah takbir pertama, membaca surat
Al-Fatihah. Bila ditambah dengan membaca surat pendek lainnya atau dilanjutkan dengan
membaca satu atau dua ayat, hal ini baik dan tidak apa-apa.
Sebab ada hadits shahih yang menyatakan hal tersebut sebagaimana diriwa-yatkan Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhu. Kemudian bertakbir kedua dan membaca shalawat kepada Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sama seperti dalam tasyahhud. Kemudian bertakbir
ketiga dan membaca do'a:
"Ya Allah, ampunilah orang yang hidup dan orang yang mati di antara kami, orang yang
hadir dan orang yang tidak hadir di antara kami, orang yang muda dan orang yang dewasa di
antara kami, yang laki-laki dan perempuan di antara kami.
Ya Allah orang yang Engkau hidupkan di antara kami, hendaklah Engkau hidupkan dia atas
ke-Islaman, dan orang yang Engkau wafatkan di antara kami, hendaklah Engkau wafatkan dia
atas keimanan.
Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia, maafkanlah dia, muliakanlah
tempat singgahnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air dan salju.
Sucikanlah dia dari kesalahan-kesalahan sebagaimana dibersihkannya baju putih dari kotoran.
Berilah untuknya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari
keluarganya. Masukkanlah ke dalam Surga dan jauhkanlah dia dari adzab kubur dan siksa
Neraka. Luaskanlah kuburnya, berilah dia cahaya di dalamnya.
Ya Allah, janganlah Kau cegah kami (mendapat) pahalanya dan janganlah Kau sesatkan kami
sesudahnya."
Kemudian bertakbir yang keempat dan selanjutnya bersalam satu kali saja ke sebelah kanan.
Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan untuk setiap kali takbir.
Bila yang meninggal masih kanak-kanak, maka sebagai ganti dari permohonan ampun yang
ada dalam do'a di atas, dibaca do'a berikut:
"Ya Allah, jadikanlah dia sebagai simpanan pahala bagi kedua orangtuanya, sebagai pemberi
syafaat yang diterima. Ya Allah, beratkanlah dengannya timbangan amal baik kedua
(orangtua)nya, besarkanlah pahala keduanya, dan kumpulkan dia dengan orang-orang mu'min
shalih yang terdahulu. Jadikanlah dia berada dalam asuhan Ibrahim 'alaihis salam dan
selamatkanlah dia dengan rahmatMu dari siksa Neraka."
Disunnahkan bagi yang menjadi imam shalat jenazah berdiri sejajar dengan kepala bila
jenazahnya laki-laki, dan berdiri di tengah bila jenazahnya perempuan.
Bila jenazah yang dishalatkan lebih dari satu maka yang ada di depan imam adalah jenazah
laki-laki dewasa dan jenazah perempuan dewasa posisinya setelah kiblat. Bila ditambah
dengan jenazah anak-anak, maka jenazah anak laki-laki didahulukan atas jenazah perempuan,
lalu jenazah anak perempuan. Posisi kepala anak laki-laki sejajar dengan kepala jenazah laki-
laki dewasa dan pertengahan jenazah perempuan dewasa sejajar dengan kepala laki-laki
dewasa. Begitu pula anak perempuan, posisi kepalanya sejajar dengan kepala perempuan
dewasa.
Posisi makmum semuanya di belakang imam, kecuali bila ada seorang makmum yang tidak
mendapatkan tempat di belakang imam, dia boleh berdiri di samping kanannya.
Klik disini untuk melihat Tata Cara Sholat Jenazah Secara Lengkap
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul
Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur
pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk
huruf U memanjang).
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam
posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua
kaki.
E. Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak
ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si
mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
F. Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu
dari atasnya (agak samping).
G. Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu
yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
H. Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang
kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
I. Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
J. Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan
batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
K. Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu
nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya.
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR.
Muslim)
Faedah :
Menurut aturan syariat, kuburan itu dibuat dengan kedalaman sampai pertengahan tinggi
seorang laki-laki dan dibuatkan ke dalamnya liang lahad di arah kiblat, dan jenazah
diletakkan di dalam liang lahad dengan bertumpu pada sisi kanan badannya (miring ke kanan,
pen.) kemudian tali-tali pengikat kafan itu dibuka, tidak dicabut tapi dibiarkan begitu saja,
dan wajahnya tidak perlu disingkap baik jenazah laki-laki atau perempuan. Kemudian diberi
batu bata besar yang didirikan dan (celah-celahnya) diberi adonan pasir supaya kuat dan bisa
menjaganya (jenazah) agar tidak ber-jatuhan debu/tanah. Bila sulit mendapatkan batu bata
boleh diganti yang lain seperti; papan, batu atau bambu yang dapat mengha-langi agar tanah
tidak masuk ke dalam. Setelah itu, baru ditimbun dengan tanah. Dan disunnahkan ketika itu
membaca:
Tidak boleh bagi keluarga jenazah membuat makanan untuk orang-orang. Berdasarkan
perkataan seorang sahabat yang mulia Jarir bin Abdillah Al-bajali radhiallahu 'anhu
Adapun membuatkan makanan untuk keluarga yang berkabung atau tamu-tamu mereka maka
tidak apa-apa. Bahkan dianjurkan oleh agama, agar para kerabat dan para tetangga membuat
makanan bagi mereka. Karena, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar kabar
kematian Ja'far bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu di Syam, beliau meminta keluarga beliau
untuk membuat makanan yang diberikan kepada keluarga Ja'far. Beliau bersabda:
"Sesungguhnya telah menimpa kepada mereka musibah yang telah menyibukkan mereka."
Keluarga jenazah boleh memanggil para tetangga dan yang lainnya untuk makan makanan
yang telah dihadiahkan bagi mereka dan menurut pengetahuan kami tentang hukum syara',
tidak ada batasan waktu untuk hal itu.
Tidak dibolehkan bagi seorang perempuan berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga
hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya. Saat itu dia harus berkabung selama empat
bulan sepuluh hari, kecuali kalau dia hamil maka sampai dia melahirkan. Berdasarkan hadits
shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini.
Adapun bagi seorang laki-laki tidak boleh mempunyai masa berkabung atas kematian
seorang kerabat dan yang lainnya.
Disyariatkan bagi kaum pria untuk berziarah kubur dari waktu ke waktu. Tujuannya untuk
mendo'akan yang mati, memohon-kan rahmat untuk mereka, juga untuk mengingatkan akan
kematian dan apa yang ada setelah itu. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ziarahilah kubur itu, sesungguhnya dia akan mengingatkan kalian tentang alam akhirat."
(Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada para sahabatnya apabila
mereka berziarah kubur untuk mengucapkan:
"Keselamatan untuk kalian wahai ahli kubur dari kaum mu'minin dan muslimin, dan
sesungguhnya kami --Insya Allah-- akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah
keselamatan untuk kami dan untuk kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mati
lebih dahulu dari kami dan juga orang-orang yang akan mati belakangan."
Adapun kaum wanita, maka dia tidak boleh melakukan ziarah kubur, karena Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat kaum wanita yang menziarahi kubur. Alasannya
adalah karena takut terjadi fitnah dan tidak mampu menahan kesabaran. Begitu pula, mereka
tidak boleh ikut mengantar jenazah sampai ke kuburan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam juga melarang hal tersebut. Akan tetapi, menshalatkan jenazah --baik di masjid
maupun di tempat lain-- dibolehkan untuk pria dan wanita semuanya.
Sign in
Sign in
Welcome!Log into your account
your username
your password
Forgot your password?
Password recovery
Recover your password
your email
Tanda Pagar
Berita
Inspirasi
TV
Kirim Konten
Informasi
Syarat dan Tata Cara Memandikan
Jenazah
39675
Cara Memandikan Jenazah. Hukum memandikan jenazah termasuk dalam fardhu kifayah
menurut golongan jumhur ulama, Fardhu Kifayah berarti kewajiban yang bagi setiap
mukallaf. Apabila ada sebagian mukallaf yang mengurus jenazah tersebut, berarti sudah
gugur kewajibannya.
Artinya, “Dari Ibnu Abbas, bahwa Rosululloh bersabda mengenai seseorang yang
jatuh dari kendaraannya, kemudian meninggal.”Mandikanlah ia dengan air dan daun
bidara.” (HR Bukhari 1186 dan Muslim 2092)
Orang yang berhak untuk memandikan jenazah diantaranya memenuhi syarat sebagai berikut:
Apabila jenazah laki-laki, maka yang berhak memandika jenazah adalah laki-laki dari
keluarganya. Jika dari pihak keluarga tidak ada yang bisa memandikan, maka boleh diwakili
oleh orang laki-laki lain yang bisa memandikannya. Jika tidak ada orang laki-laki, maka yang
diutamakan untuk memandika adalah istrinya maupun mahram-mahramnya perempuan.
Apabila jenazahnya perempuan, maka yang paling utama berhak memandikannya adalah
keluarganya. Jika dari pihak keluarga tidak ada yang mampu untuk memandikannya, maka
boleh perempuan lain yang mampu dan biasa memandikan jenazah. Jika tidak ada yang
mampu maka suaminya sendiri, setelah itu baru mahram-mahramnya yang laki-laki.
Apabila jenazahnya perempuan yang tidak memiliki suami dan semua penduduk yang ada di
daerah tersebut laki-laki semuanya, maka jenazah tersebut tidak dimandikan. Akan tetapi
jenazah tersebut ditayamumkan dengan lapis tangan. Hal ini sesuai dengan sabda Rosululloh:
Dalam memandikan jenazah ada beberapa cara yang harus dipenuhi. Sebagai umat muslim
hendaklah dalam keadaan suci, baik ketika hidup maupun mati. Berikut tata dan cara
memandikan jenazah:
microcyber2.blogspot.com
Air.
Kapas.
Shampo.
Kapur barus.
Daun bidara.
Minyak wangi.
Pengusir bau busuk.
Sebuah spon penggosok.
Penutup aurat jenazah.
Dua sarung tangan (Untuk petugas yang memandikan).
Alat penggerus (Sebagai penghalus kapur barus dan spon-spon plastik).
Masker (Penutup hidung bagi petugas).
Gunting (Sebagai pemotong pakaian jenazah).
fiqhindonesia.com
Disarankan ketika jenazah dimandikan, auratnya tertutup dan melepas pakaiannya serta
menutupinya dengan kain agar tidak terlihat oleh orang banyak, karena untuk menjaga bagian
dari jenazah yang tidak patut untuk dilihat.
Diusahakan agar tempat pemandian agak miring ke arah kakinya, tujuannya agar air dan
semua yang keluar dari jasadnya bisa mengalir dengan mudah.
Memandikan Jenazah
fiqhindonesia.com
Pertama kali yang harus dilakukan oleh petugas yaitu melunakkan persendian jasad tersebut
terlebih dahulu. apabila kuku jenazah panjang, hendaklah memotongnya, begitu juga dengan
bulu ketiaknya, adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya, karena merupakan aurat
besar.
Setelah itu kepala jenazah diangkat sampai setengah duduk dan mengurut perutnya dengan
perlahan hingga semua kotoran dalam perutnya keluar.
Petugas yang memandikan jenazah hendaknya memakai sarung tangan maupun kain untuk
membersihkan qubul dan dhuburnya tanpa harus melihat maupun menyentuh auratnya.
Mewudhukan Jenazah
fiqhindonesia.com
akan tetapi petugas cukup membasahi jari yang dibungkus dengan kain, kemudian
membersihkan bibir jenazah, menggosok gigi dan kedua lubang hidungnya hingga bersih.
Selanjutnya disarankan untuk menyela jenggot dan mencuci rambut jenazah menggunakan
busa perasan daun bidara atau dengan menggunakan perasan sabun, kemudian sisa perasan
daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur tubuh jenazah.
Selanjutnya petugas membalikkan tubuhnya dengan posisi miring ke sebelah kiri, kemudian
membasuh belahan punggungnya sebelah kanan. Setelah anggota tubuh sebelah kanan telah
selesai, kemudian dengan cara yang sama membasuh anggota badan yang sebelah kiri.
Dalam memandikan jenazah diwajibkan satu kali, akan tetapi jika sebanyak tiga kali
dihukumi sebagai sunnah atau lebih baik (Afdhal). Jumlah dalam memandikan jenazah
tergantung pada kotoran yang terdapat pada jenazah.
Apabila satu atau tiga kali kotoran tersebut belum dikatakan suci atau bersih, maka dapat
dimandikan sebanyak tujuh kali mandi.
Disarankan air yang digunakan untuk memandikan yang terakhir kalinya dicampur dengan
kapur barus. Dalam hal ini agar airnya menjadi sejuk dan menimbulkan bau harum pada
jenazah.
Dianjurkan juga untuk menggunakan air yang sejuk, kecuali jika dibutuhkan air panas untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada jenazah. Diperbolehkan juga menggunakan
sabun dalam menghilangkan kotoran pada jenazah.
Akan tetapi dilarang untuk mengerik atau menggosoknya. Diperbolehkan juga untuk
menyiwaki gigi jenazah dan menyisir rambutnya.
Jika jenazah tersebut perempuan, maka rambut kepalanya dipintal atau dipilah menjadi tiga
pilahan, kemudiann diletakkan di sebelah belakang punggungnya.
Peringatan-peringatan
fiqhindoa.com
Apabila jenazah sudah dimandikan sampai tujuh kali, akan tetapi masih keluar
kotoran tinja dan sebagainya, maka hendaklah dibersihkan dengan menggunaka air
dan menutupnya dengan kapas. akan tetapi jika keluarnya setelah dikafani, maka
dibiarkan saja, karena hal tersebut akan merepotkan.
Apabila ada orang yang meninggal dalam keadaan mengenakan kain ihram saat haji,
maka cara pemandiannya sama seperti yang telah dijelaskan diatas dan ditambah
dengan siraman dari perasan daun bidara. Akan tetapi yang membedakan adalah tidak
perlu dikasih pewangi dan tidak perlu ditutupi kepalanya. Hal ini sesuai sabda Nabi
tentang jenazah yang menunaikan haji.
Orang meninggal karena peperangan membela agama atau syahid, maka jasadnya
tidak perlu dimandikan dan disholatkan, hendakklah di kubur bersama pakaian yang
dikenakannya.
Janin yang gugur berusia empat bulan, maka wajib di urus sebagaimana mestinya
orang dewasa meninggal dan di beri nama.
Apabila ada halangan dalam memandikan jenazah, misalnya karena tidak ada air atau
jenazahnya dalam keadaan tidak utuh, maka cukup ditayamumkan. Cara
mentayamumkannya yaitu petugas menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah,
kemudian mengusapkannya ke bagian wajah dan punggung jenazah.
Hendaknya petugas yang memandikan atau yang mengurus jenazah menutupi semua
aib yang ada pada jenazah, baik dari segi fisik maupun kejadian-kejadian yang lain.
ilmupengetahuan4aha
Cari
Lanjut ke konten
Perihal
Jenazah (Mayat atau Jasad) adalah orang yang telah meninggal dunia. Setelah proses
pengurusan jenazah, termasuk di dalamnya memandikan, mengkafani, dan menyolatkannya,
atau proses lainnya berdasar ajaran agama masing-masing, biasanya mayat dikuburkan atau
dikremasi (dibakar). Proses pengurusan jenazah ini biasanya dilakukan oleh keluarga jenazah
dengan dukungan pemuka agama.
Setiap orang muslim yang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan
terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum
memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya,
kewajiban ini dibebankan kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan
oleh sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang
menjelaskan kewajiban memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah
SAW, yakninya:
Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda mengenai orang yang melakukan ihram, yang
dicampakkan oleh untanya: “Mandikanlah dia dengan air dan bidara.” (H.R. al-Bukhari:
1208, dan Muslim: 1206) Waqashathu: unta itu mencampakkannya lalu menginjak lehernya.
اغسلوه بماء: فقال النبي صلى هللا عليه وسلم، فأقعصته: أو قال، إذ وقع عن راحلته فوقصته،بينما رجل واقف بعرفة
وسدر…الحديث
“Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arofah, tiba-tiba dia terjatuh dari hewan
tunggangannya dan patah lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi shollallohu ‘alaihi wa
sallam berkata: “Mandikanlah ia dengan air campur sidr (bidara)…” (HR Bukhori)
إن رأيتن، أو خمسا أو أكثر من ذلك، اغسلنها ثالثا: فقال،( ونحن نغسل ابنته )زينب،دخل علينا النبي صلى هللا عليه وسلم
ذلك…الحديث
“Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam memasuki tempat kami, sedangkan kami tengah
memandikan jenazah anak beliau (yaitu Zainab). Maka beliau bersabda: “Mandikanlah dia
dengan tiga atau lima atau lebih jika hal itu diperlukan…” (HR. Bukhori dan Muslim)
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu
diperhatikan yaitu:
Orang yang utama memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya,keluarga terdekat
dari pihak wanita serta suaminya.
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk
mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
1. Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya hanya
laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal
sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri,
maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang
dari mereka dengan memakai lapis tangan.[3] Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
SAW, yakninya:
اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ نهما ييممان و
(يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء )رواه ه بو داود و ا لبيحقى
Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada perempuan
lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak ada laki-laki
selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan, karena kedudukannya sama
seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan Baihaqi)
b.Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal tidak
dimandikan
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat
menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan bukan
mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut:
ها جر نا سع ر سو ل ا هلل صلى ا هلل عليه و سلم كلتمس و جه ا هلل فو قع ا جرنا على هللا فمنا من ما ت لم يأ كل من ا جر ه
و ا ذا, ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت ر جال ه,شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا ال بر د ة
غطينا بها ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم ا ن نغطي ر أ سه و ا ن نجعل على ر جليه من ا ال ذ
(خر )رواه ا لبخا ر ى
Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan Allah
SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang
meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin
Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar
kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup, maka
tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan
menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R Bukhari)
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi
seluruh tubuh mayat.
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat
perempuan 5 lapis.
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain
kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang terdiri dari:
Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu kifayah. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
1. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah.
2. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
3. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
4. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
5. Keluarga terdekat.
6. Kaum muslimim seluruhnya.
1. Niat
“Ushalli ‘alaa haadzal mayyiti arba’a takbiirotin fardlal kifaayatin makmuuman lillaahi
ta’aalaa”
Setiap shalat dan ibadah lainnya kalo tidak ada niat dianggap tidak sah, termasuk niat
melakukan Shalat jenazah. Niat dalam hati dengan tekad dan menyengaja akan melakukan
shalat tertentu saat ini untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta’atan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah : 5).
Hadits Rasulullah SAW dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya. Setiap orang mendapatkan sesuai
niatnya.” (HR. Muttafaq Alaihi)
2.membaca alfatihah
Catatan:
· Doa yang saya berikan di atas adalah untuk mayit lelaki satu orang.
· Kalau dua orang laki-laki atau perempuan, diganti dengan: HUMA.
· Kalau perempuan satu orang, diganti dengan: HA.
· Kalau banyak mayit lelaki: HUM.
· Kalau banyak mayit wanita: HUNNA.
· Kalau gabung banyak mayat lelaki dan wanita, bisa pakai: HUM.
Contoh : Allahummaghfir lahum warhamhum, wa’aafihi wa’fu ‘anhum
2. 5. Menguburkan Jenazah
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari
keempat sudut usungan.
Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang
buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non
muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul
Janaaiz” hal. 145)
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur
pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk
huruf U memanjang).
– Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari
arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak
memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
– Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah
mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut
Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam).” ketika
menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam.
Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam
posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua
kaki.
– Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak
ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si
mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.
– Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki
dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu
dari atasnya (agak samping).
– Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu
yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.
– Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang
kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.
– Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).
– Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air,
berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat
riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil” II/206). Lalu diletakkan
batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
– Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu
nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya.
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR.
Muslim)
Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil beberapa hikmah,
antara lain:
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia sebagi makhluk yang
mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati kemuliannya itu perlu mendapat perhatian
khusus dalam hal penyelenggaraan jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah seorang
muslim itu hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada
seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugurlah
kewajiban seluruh mukallaf.
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalatkan
4. Menguburkan
Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara lain:
Mutiara Hikmah
Media Berbagi ilmu dan Dakwah Menjalin Ukhuwah
Mutiara Hikmah
Media Berbagi ilmu dan Dakwah Menjalin Ukhuwah
Cari Disini..
Contact Us
About Us
Jadwal Rilis
Privacy Policy
Disclaimer
B. MEMANDIKAN JENAZAH.
a. Orang yang berhak memandikan jenazah.
1. Jika mayyit telah mewasiatkan kepada seseorang untuk memandikannya, maka orang
itulah yang berhak.
2. Jika mayyit tidak mewasiatkan, maka yang berhak adalah ayahnya atau kakeknya atau
anak laki-lakinya atau cucu-cucunya yang laki-laki (kalau mayatnya laki-laki, kalau
perempuan maka dari jenis putri).
3. Jika tidak ada yang mampu, keluarga mayyit boleh menunjuk orang yang amanah lagi
terpercaya buat mengurusnya.
C. MENGKAFANI JENAZAH.
a. Ukuran kain kafan yang digunakan.
Ukurlah lebar tubuh jenazah. Jika lebar tubuhnya 30 cm, maka lebar kain kafan yang
disediakan adalah 90 cm. 1 : 3.
b. Ukurlah tinggi tubuh jenazah.
1. Jika tinggi tubuhnya 180 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 60 cm.
2. Jika tinggi tubuhnya 150 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 50 cm.
3. Jika tinggi tubuhnya 120 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 40 cm.
4. Jika tinggi tubuhnya 90 cm, maka panjang kain kafannya ditambah 30 cm.
5. Tambahan panjang kain kafan dimaksudkan agar mudah mengikat bagian atas kepalanya
dan bagian bawahnya.
c. Tata cara mengkafani.
1. Jenazah laki-laki.
Jenazah laki-laki dibalut dengan tiga lapis kain kafan. Berdasar dengan hadits.
“Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dikafani dengan 3 helai kain sahuliyah yang putih
bersih dari kapas, tanpa ada baju dan serban padanya, beliau dibalut dengan 3 kain tersebut.
a. Cara mempersiapkan tali pengikat kain kafan.
1. Panjang tali pengikat disesuaikan dengan lebar tubuh dan ukuran kain kafan. Misalnya
lebarnya 60 cm maka panjangnya 180 cm.
2. Persiapkan sebanyak 7 tali pengikat. ( jumlah tali usahakan ganjil). Kemudian dipintal dan
diletakkan dengan jarak yang sama diatas usungan jenazah.
b. Cara mempersiapkan kain kafan.
3 helai kain diletakkan sama rata diatas tali pengikat yang sudah lebih dahulu , diletakkan
diatas usungan jenazah, dengan menyisakan lebih panjang di bagian kepala.
c. Cara mempersiapkan kain penutup aurat.
1. Sediakan kain dengan panjang 100 cm dan lebar 25 cm ( untuk mayyit yang berukuran
lebar 60 cm dan tinggi 180 cm), potonglah dari atas dan dari bawah sehingga bentuknya
seperti popok bayi.
2. Kemudian letakkan diatas ketiga helai kain kafan tepat dibawah tempat duduk mayyit,
letakkan pula potongan kapas diatasnya.
3. Lalu bubuhilah wewangian dan kapur barus diatas kain penutup aurat dan kain kafan yang
langsung melekat pada tubuh mayyit.
d. Cara memakaikan kain penutup auratnya.
1. Pindahkan jenazah kemudian bubuhi tubuh mayyit dengan wewangian atau sejenisnya.
Bubuhi anggota-anggota sujud.
2. Sediakan kapas yang diberi wewangian dan letakkan di lipatan-lipatan tubuh seperti ketiak
dan yang lainnya.
3. Letakkan kedua tangan sejajar dengan sisi tubuh, lalu ikatlah kain penutup sebagaimana
memopok bayi dimulai dari sebelah kanan dan ikatlah dengan baik.
e. Cara membalut kain kafan :
1. Mulailah dengan melipat lembaran pertama kain kafan sebelah kanan, balutlah dari kepala
sampai kaki .
2. Demikian lakukan denngan lembaran kain kafan yang kedua dan yang ketiga.
f. Cara mengikat tali-tali pengikat.
1. Mulailah dengan mengikat tali bagian atas kepala mayyit dan sisa kain bagian atas yang
lebih itu dilipat kewajahnya lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri.
2. Kemudian ikatlah tali bagian bawah kaki dan sisa kain kafan bagian bawah yang lebih itu
dilipat kekakinya lalu diikat dengan sisa tali itu sendiri.
3. Setelah itu ikatlah kelima tali yang lain dengan jarak yang sama rata. Perlu diperhatikan,
mengikat tali tersebut jangan terlalu kencang dan usahakan ikatannya terletak disisi sebelah
kiri tubuh, agar mudah dibuka ketika jenazah dibaringkan kesisi sebelah kanan dalam kubur.
4. Mengkafani jenazah wanita.
Jenazan wanita dibalut dengan lima helai kain kafan. Terdiri atas : Dua helai kain, sebuah
baju kurung dan selembar sarung beserta kerudungnya. Jika ukuran lebar tubuhnya 50 cm dan
tingginya 150 cm, maka lebar kain kafannya 150 cm dan panjangnya 150 ditambah 50 cm.
Adapun panjang tali pengikatnya adalah 150 cm, disediakan sebanyak tujuh utas tali,
kemudian dipintal dan diletakkan sama rata di atas usungan jenazah. Kemudian dua kain
kafan tersebut diletakkan sama rata diatas tali tersebut dengan menyisakan lebih panjang
dibagian kepala.
a. Cara mempersiapkan baju kurungnya.
1. Ukurlah mulai dari pundak sampai kebetisnya, lalu ukuran tersebut dikalikan dua,
kemudian persiapkanlah kain baju kurungnya sesuai dengan ukuran tersebut.
2. Lalu buatlah potongan kerah tepat ditengah-tengah kain itu agar mudah dimasuki
kepalanya.
3. Setelah dilipat dua, biarkanlah lembaran baju kurung bagian bawah terbentang, dan
lipatlah lebih dulu lembaran atasnya (sebelum dikenakan pada mayyit, dan letakkan baju
kurung ini di atas kedua helai kain kafannya ).lebar baju kurung tersebut 90 cm.
b. Cara mempersiapkan kain sarung.
Ukuran kain sarung adalah : lebar 90 cm dan panjang 150 cm. Kemudian kain sarung tersebut
dibentangkan diatas bagian atas baju kurungnya.
c. Cara mempersiapkan kerudung.
Ukuran kerudungnya adalah 90 cm x90 cm. Kemudian kerudung tersebut dibentangkan diatas
bagian atas baju kurung.
d. Cara mempersiapkan kain penutup aurat.
1. Sediakan kain dengan panjang 90 cm dan lebar 25 cm.
2. Potonglah dari atas dan dari bawah seperti popok.
3. Kemudian letakkanlah diatas kain sarungnya tepat dibawah tempat duduknya, letakkan
juga potongan kapas diatasnya.
4. Lalu bubuhilah wewangian dan kapur barus diatas kain penutup aurat dan kain sarung serta
baju kurungnya.
e. Cara melipat kain kafan.
Sama seperti membungkus mayat laki-laki.
f. Cara mengikat tali.
Sama sepert membungkus mayat laki-laki.
Catatan :
1. Cara mengkafani anak laki-laki yang berusia dibawah tujuh tahun adalah membalutnya
dengan sepotong baju yang dapat menutup seluruh tubuhnya atau membalutnya dengan tiga
helai kain.
2. Cara mengkafani anak perempuan yang berusia dibawah tujuh tahun adalah dengan
membalutnya dengan sepotong baju kurung dan dua helai kain.
D. MENYOLATKAN JENAZAH.
Dari Abu Hurairoh Rodhiyallohu ‘Anhu bersabda Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam :
Barangsiapa yang menghadiri penyelenggaraan jenazah hingga ikut menyalatkannya, maka ia
memperoleh pahala satu qiroth. Adapun yang menghadirinya sampai jenazah tersebut
dikebumikan, maka ia memperoleh pahala dua qirath. Ditanyakan kepada beliau apakah dua
qirath itu?. Beliau menjawab Seperti dua gunung besar. (H.R. Bukhori Muslim).
1. Tata cara menyolatkan jenazah.
a) Kepala jenazah berada disebelah kanan imam dengan menghadap kiblat.
b) Jika jenazah laki-laki imam berdiri sejajar dengan kepala jenazah, jika perempuan imam
berdiri sejajar dengan pusar jenazah.
c) Kalau jenazah lebih dari satu dan berlainan jenis kelamin, maka posisinya sebagai berikut :
Barisan pertama dari imam adalah jenazah laki-laki, kemudian anak laki-laki kemudian
jenazah wanita kemudian anak perempuan.
2. Sholat jenazah dilakukan dengan empat takbir, dan dianjurkan mengangkat tangan disetiap
takbir.
a) Takbir pertama baca taawudz dan surat Al Fatihah.
b) Takbir kedua baca sholawat seperti yang dibaca dalam tasyahud.
“Ya Alloh, Ampunilah kami baik yang hidup maupun yang mati, yang hadir maupun yang
tidak hadir, yang kecil maupun yang besar, yang laki-laki maupun yang perempuan, Engkau
Maha Tahu tempat kami kembali dan tempat istirahat kami. Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Ya Alloh, Barang siapa yang Engkau hidupkan diantara kami, maka hidupkanlah
diatas islam, dan barangsiapa yang Engkau wafatkan kami, maka wafatkanlah kami dalam
keadaan diatas iman.
c) Takbir keempat membaca doa :
“ Ya Alloh, janganlah Engkau tahan pahala bagi kami, dan jangan Engkau timpakan musibah
sepeninggalnya atas kami. Anugrahkanlah Ampunan Mu bagi kami dan baginya.
d) Kemudian salam kekanan dan kekiri. Kalau jenazah wanita maka gantilah kata “ Hu “
menjadi “ Ha “
E. MENGUBURKAN JENAZAH.
1. Tata cara menggali kubur.
a). Untuk orang besar adalah panjang 200 cm, kedalaman 130 cm, lebar 75 cm, kedalaman
lahat 55 cm, lebar lahat 50 cm, yang menjorok ke dalam dan keluar 25 cm.
b). Besar kecil ukuran kuburan tergantung jenazahnya (disesuaikan).
2. Tata cara menguburkannya.
Hendaklah dua-tiga orang turun keliang kubur, dan hendaklah orang yang kuat, lalu dua lagi
diatas tepat di sisi kubur sebelah kiblat untuk membantu menurunkan jenazah. Ketika
menurunkan hendaklah berdoa “ Bismillahi wa ‘ala millati rasulullah “ “ Dengan nama Alloh
dan menurut sunnah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam. “
Jenazah dibaringkan diatas tubuhnya sebelah kanan dalam posisi miring, dengan dihadapkan
kearah kiblat, kenudian letakkan bantalan dari tanah atau potongan batu bata dibawah
kepalanya, setelah itu buka tali pengikatnya dan singkaplah kain kafan yang menutupi
wajahnya, kemudian lahat ditutup dengan batu atau cor-coran atau sejenisnya dan usahakan
kalau bisa jangan yang mudah terbakar seperti kayu atau sejenisnya, lalu diturunkan kembali
galian tanah kuburan. Boleh diberi sedikit gundukan, tapi tidak boleh lebih dari satu jengkal,
lalu berilah tanda dari batubata pada arah kepala dan kaki, selanjutnya taburkan batu kerikil
dan perciki dengan air supaya tanah menjadi lengket dan padat.
Beranda
Buku Tamu
Download
Menu Blog
Tautan
Info Penting
– – ASSALAFIYYAH – –
INDAHNYA HIDUP DALAM NAUNGAN SUNNAH
Stay updated via RSS
Cari
search this site
Menu Blog
o ADAB dan AKHLAQ
Adab2 Islam; Bersin, Sakit, Bertetangga, Memandang, dll
Akhlaq Salaf
Birrul walidain
Pasutri
o AQIDAH
Al Wala' wal Baro'
Aqidah Shohihah – Seputar Tauhid
Bermimpi Melihat Nabi
Dunia Jin dan Alam Ghaib
Istighosah, Ghuluw
Muamalah dg Non-Muslim, Natal, Tahun Baru, Tasyabuh
Nama2 dan Sifat Alloh
Seputar Kubur
Sihir dan Dukun
Syahadat, Iman – Kufur, Ikhlas – Riya
Taqdir, Tawakal, Hidayah
Tawasul, Syirik, Perkara Jahiliyah
o BID'AH
Bid'ah & seluk-beluknya
Bid'ah 'Sholawat'
Bid'ah Hasanah?
Bid'ah Hizbiyah, Demokrasi, Demonstrasi, Pemilu
Bid'ah Maulid Nabi, Isro' Mi'roj, Nuzulul Qur'an
Bid'ah Tahlilan, Kirim Pahala, dll
Bid'ah Yasinan
o BULAN HIJRIYAH
Dzulhijjah
Dzulqo'dah
Muharrom
Ramadhan & Syawal
Rojab
Sya'ban
o DOWNLOAD
Download AUDIO
Download E-BOOK
Download VIDEO
o FIQH
Ahkam
Dunia Remaja
Dzikir & Do'a
Haji, Umroh
Halal Harom
Isbal
Jenazah, Ziaroh Kubur
Jenggot
Jihad
Jual Beli, Hutang piutang, Kredit
Kaidah Fiqh
Keluarga
Kisah, Ibroh, Siroh, Tokoh
Kontemporer, Saham, Bank, Koperasi, Riba
Muamalah, Rizki
Musik/ Nasyid
Muslimah, Hijab
Nadzar & Sumpah
Qur'an & Hadist
Qurban/ Aqiqoh
Sholat, Adzan, Iqomah, masjid
Shoum, 'ied
Toharoh/ Bersuci
Zakat, Infak, Sedekah, dll
o FIRQOH
Firqoh Ahmadiyah
Firqoh Asy'ariyah
Firqoh Hizbut Tahrir
Firqoh Ikhwanul Muslimin
Firqoh Ingkarus Sunnah
Firqoh Jama'ah Tabligh
Firqoh Jama'ah Takfir
Firqoh JIL (Jaringan Islam liberal)
Firqoh LDII
Firqoh NII
Firqoh Sufi, Thoriqot & Tasawuf
Firqoh Surury
Firqoh Syiah
o MANHAJ
Daulah Islam & Penegakan Hukum Islam
Fitnah Surury, Tahdzir, Hajr
Fitnah Takfir, Terorisme
Hizbiyah, Baiat, Ikhtilaf
Ilmu & Ulama
Jalan Kebenaran
Madzab, Fanatisme, Taqlid, Ittiba'
Memahami Al Qur'an & Hadist
Mengenal Manhaj Salaf
Muamalah dg Pemerintah
Syubhat & Bantahan
WAHABI & Saudi Arabia
o PERISTIWA ACTUAL
o TAZKIYATUN NUFUS
Fitnah Dunia
Istiqomah, Zuhud & Tawadhu'
Maksiat & Taubat
Muhasabah, Kematian
Musibah & Cobaan
Neraka & Surga
Sabar & Syukur
Bisnis Keluarga (FB)
Muslim Afiyah
Kajian Kediri
Yulian Purnama
Abahna Jibril
Abu Ayaz
Abu Zaid
Abu Zuhri
Abu Iram
Abul-Jauzaa
Aslibumiayu
Alim Albantuliy
Ibnu Salim
Anwar
Jurnal Salafiyun
Jurnal Sakinah
Ibnu Ramadan
Maramis Setiawan
Abu Sahal
Abu Hafsh
As-Sunnah Qatar
Artikel As-Sunnah
Quran-dan-Sunnah
Rizky Al-Magetaniy
Sunni Salafy
Problema Muslim
Media Salaf
o 1,427,447 Pengunjung
Diriwayatkan dari Abu Hurairah yang mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam:
Hukum shalat jenazah adalah fardhu kifayah, yaitu apabila sudah ada sebagian dari kaum
muslimin yang mengerjakannya, maka gugur dosa dari sebagian kaum muslimin yang
lainnya. Jadi bagi sebagian kaum muslimin yang lain mengerjakannya adalah sunnah.
Sedangkan apabila semuanya tidak mengerjakan, maka mereka semuanya berdosa.
Syarat-syaratnya:
1. Niat
2. Menghadap kiblat
3. Menutup aurat
4. Orang yang mengerjakan dalam keadaan suci
5. Menjauhi najis
6. Yang menshalatkan maupun yang dishalatkan harus beragama Islam 7. Menghadiri
jenazah tersebut apabila jenazah itu berada di dalam negerinya 8. Orang yang menshalatkan
adalah orang yang mukallaf
Rukun-rukunnya:
Sunnah-sunnahnya:
1. Seorang imam atau seorang munfarid berdiri di sisi kepala jenazah laki-laki. Adapun jika
jenazah itu perempuan, maka berdiri di sisi tengahnya (di sisi pusar). Sedangkan makmum
berdiri di belakang imam. Dan disunnahkan untuk menjadikannya tiga shaf.
2. Kemudian melakukan takbiratul ihram dan setelah itu langsung membaca ta’awwudz,
tanpa membaca doa istiftah. Lalu membaca basmalah dan surat Al Fatihah.
3. Kemudian bertakbir yang kedua dan setelah itu mendoakan shalawat atas Nabi shallallahu
‘alaihi wassalam sebagaimana shalawat yang dibaca di dalam tasyahhud (at tahiyat) di dalam
shalat pada umumnya.
4. Kemudian bertakbir yang ketiga, lalu membaca doa kebaikan untuk si mayit dengan doa-
doa yang terdapat di dalam As Sunnah. Di antaranya adalah doa:
Artinya:
“Ya Allah ampunilah orang yang masih hidup maupun orang yang sudah mati di antara kami,
orang yang hadir maupun orang yang tidak hadir di antara kami, orang yang masih kecil
maupun orang yang sudah tua di antara kami, yang laki-laki maupun perempuan di antara
kami. Sesungguhnya Engkau mengetahui tempat kembali dan tempat tinggal kami. Dan
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah ampunilah ia dan berikan rahmat
kepadanya, serta sejahterakanlah dan maafkanlah ia. Muliakanlah tempat kedatangannya dan
luaskanlah tempat masuknya. Mandikanlah ia dengan air, salju dan embun. Bersihkanlah ia
dari dosa-dosanya sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dari kotoran. Gantilah ia
dengan rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, istri
yang lebih baik dari istrinya. Masukkanlah ia ke dalam Jannah dan lindungilah ia dari azab
kubur dan azab Neraka. Dan ltaskanlah kubur untuknya serta terangilah ia di dalamnya. Ya
Allah barangsiapa yang Engkau hidupkan di antara kami maka hidupkanlah ia di atas Islam.
Dan barangsiapa yang Engkau wafatkan di antara kami maka wafatkanlah ia di atas iman.”
Bisa pula mengambil sebagian dari doa di atas sesuai dengan lafazh yang disebutkan dalam
nash hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Nasaa’i, dan Imam Ibnu Majah
maupun yang lain:
“Allahummaghfir lahu warhamhu, wa ‘aafihi wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzulahu, wa
wassi’ mudkhalahu. Waghsilhu bil maa-i wats tsalji wal barad. Wa naqqihi minadz
dzunuubi wal khathaayaa kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minad danas. Wa abdilhu
daaran khairan min daarihi, wa zaujan khairan min zaujihi. Wa adkhilhul jannata wa
a’idz-hu min ‘adzaabil qabri wa min ‘adzaabin naari.”
Artinya:
“Ya Allah ampunilah ia dan berikan rahmat kepadanya, serta sejahterakanlah dan maafkanlah
ia. Muliakanlah tempat kedatangannya dan luaskanlah tempat masuknya. Mandikanlah ia
dengan air, salju dan embun. Bersihkanlah ia dari dosa-dosanya sebagaimana dibersihkannya
kain yang putih dari kotoran. Gantilah ia dengan rumah yang lebih baik dari rumahnya,
keluarga yang lebih baik dari keluarganya, istri yang lebih baik dari istrinya. Masukkanlah ia
ke dalam Jannah dan lindungilah ia dari azab kubur dan azab Neraka.”
Atau sebagaimana yang terdapat di dalam riwayat Imam Abu Dawud, Imam Ibnu Majah dan
Imam Al Baihaqi maupun yang lain:
Artinya:
“Ya Allah ampunilah orang yang masih hidup maupun orang yang sudah mati di antara kami,
orang yang hadir maupun orang yang tidak hadir di antara kami, orang yang masih kecil
maupun orang yang sudah tua di antara kami, yang laki-laki maupun perempuan di antara
kami. Ya Allah barangsiapa yang Engkau hidupkan di antara kami maka hidupkanlah ia di
atas Islam. Dan barangsiapa yang Engkau wafatkan di antara kami maka wafatkanlah ia di
atas iman. Ya Allah jangan Engkau haramkan (halangi) kami dari mendapat pahala (atas
musibah kematian)-nya dan jangan Engkau sesatkan kami sepeninggalnya.”
Adapun jika jenazah tersebut adalah seorang wanita, maka lafazh doanya dengan
menggunakan dhamir mu’annats (kata ganti untuk wanita, yakni dhamir HU diganti HA),
menjadi:
Sedangkan apabila jenazah tersebut adalah anak kecil, maka mengucapkan doa:
Artinya:
“Ya Allah, jadikanlah ia sebagai simpanan bagi kedua orang tuanya, sebagai pendahulu,
tambahan pahala, dan pemberi syafaat yang mustajab (bagi kedua orang tuanya). Ya Allah,
beratkanlah timbangan kedua orang tuanya dengan sebab musibah kematiannya, perbesarlah
pahala bagi keduanya, susulkanlah ia kepada orang-orang shalih dari salaf (pendahulu) kaum
mukminin, masukkanlah ia ke dalam asuhan Ibrahim dan peliharalah ia dari azab Neraka
Jahim.”
“Allahumma laa tahrimnaa ajrahu wa laa taftinnaa ba’dahu.” (Dhamir HU juga diganti
dengan HA apabila jenazahnya wanita)
Artinya:
“Ya Allah jangan Engkau halangi kami dari mendapat pahala (atas musibah kematian)-nya
dan jangan Engkau menguji kami sepeninggalnya.”
6. Kemudian diam berdiri sejenak lalu mengucapkan satu kali salam seraya menoleh ke arah
kanan. Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Daruquthny, Imam Al Hakim dan
Imam Al Baihaqi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan:
Boleh juga salam dua kali ke kanan dan ke kiri berdasar kepada hadits yang dikeluarkan oleh
Imam Al Baihaqi dengan sanad yang jayyid dari Abdullah Ibnu Mas’ud yang mengatakan:
“Tiada cabang yang selalu dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, tetapi
ditinggalkan oleh manusia, salah satunya adalah salam dalam shalat jenazah seperti salam di
dalam shalat (yang lain).”
Barangsiapa ketinggalan sebagian dari shalat jenazah, maka ia bisa langsung masuk
bersama imam mengikuti shalat imam yang tersisa. Kemudian apabila imam melakukan
salam, maka ia menyelesaikan shalatnya yang terluput sesuai dengan tata cara (urutan) yang
telah disebutkan di atas. Adapun jika ia khawatir jenazah akan segera diangkat, maka
melakukan takbir-takbir saja secara langsung (tanpa bacaan pemisah antar takbir-takbir itu)
lalu melakukan salam.
Barangsiapa terluput dari menshalatkan jenazah, tetapi jenazah itu belum dikubur, maka ia
bisa menshalatkannya di atas kuburnya. Boleh pula ia menshalatkan jenazah yang telah
dikubur. Caranya, ia berdiri menghadap makam dan kiblat sekaligus, kemudian melakukan
shalat sebagaimana shalat jenazah.
Barangsiapa ghaib (tidak hadir) di negeri tempat jenazah itu berada, sedangkan ia mengetahui
tentang kematiannya, maka ia boleh menshalatkan jenazah itu secara ghaib dengan niat.
Namun pendapat yang rajih bahwa shalat jenazah secara ghaib ini hanya dilakukan
apabila di tempat jenazah tersebut tidak ada yang menshalatkannya, seperti apabila ia
meninggal di negeri kafir.
Janin seorang wanita yang gugur dalam keadaan mati dan usianya benar-benar telah
genap empat bulan atau lebih, maka dishalatkan sebagaina shalat jenazah. Adapun
apabila kurang dari empat bulan, maka tidak dishalatkan. Berdasarkan hadits Al
Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda:
“Para pengendara (berjalan) di belakang jenazah, yang berjalan kaki terserah, (bisa di
belakangnya, depannya, kanannya atau kirinya yang dekat dengannya). Dan anak kecil juga
dishalatkan (kedua orang tuanya didoakan dengan maghfirah dan rahmat).”
Beranda
Privacy Policy
Daftar Isi
Contact Us
Buku Tamu
1. Kubur harus digali dalam-dalam, diluaskan, diperbaiki. Apabila telah sampai bagian
bawah kubur, digalilah padanya yang mengarah kiblat satu tempat sekadar
diletakkan mayit padanya, dinamakan lahad. Ia lebih utama dari pada syaqq. Dan
yang memasukkannya membaca: ‘Bismillah wa ‘ala millati rasulillah’(dengan nama
Allah Subhanahu wa ta’ala & atas agama Rasulullah ). HR: Abu Daud & at-Tirmidzi.
Dan meletakkannya di lahadnya di atas bagian kanannya, menghadap kiblat.
Kemudian dipasang bata atasnya & disertakan di antaranya dengan tanah.
Kemudian dikuburkan dengan tanah & diangkat kubur di atas bumi sekadar
sejengkal dgn permukaan yang melengkung (seperti punuk unta).
2. Diharamkan membangun di atas kubur, mengapur & menginjaknya, shalat di
sampingnya, menjadikannya masjid & lampu-lampu atasnya,menghamburkan
bunga-bunga di atasnya, thawaf (berkeliling) dengannya, menulis atasnya, &
menjadikannya sebagai hari raya.
3. Tidak boleh membangun masjid di atas kubur & tidak boleh menguburkan
jenazah di dalam masjid. Jika masjid itu telah dibangun sebelum dimakamkan,
kubur itu diratakan, atau digali jika masih baru & dimakamkan di pemakaman
umum. Jika masjid dibangun di atas kubur, bisa jadi masjid yang dibongkar & bisa
jadi bentuk kuburan yang dihilangkan. Dan setiap masjid yang dibangun di atas
kuburan, tidak boleh dilaksanakan shalat fardhu & shalat sunnah di dalamnya.
4. Sunnah bahwa kubur digali dengan kedalaman yang menghalangi keluar bau
darinya & galian binatang buas. Jika bagian bawahnya berbentuk lahad seperti yang
disebutkan diatas, itulah yang lebih utama. Atau Syaqq: yaitu digali di dasar kubur
satu galian di tengah, diletakkan mayat padanya, kemudian dipasang bata atasnya,
kemudian ditutupi.
5. Sunnah menguburkan jenazah di siang hari & boleh menguburkan di malam hari.
6. Tidak boleh di masukkan ke dalam satu liang kubur lebih dari satu jenazah kecuali
karena terpaksa, seperti banyak nya yang terbunuh & sedikit yang memakamkan
mereka. Didahulukan di lahad yang lebih utama dari mereka. Tidak dianjurkan bagi
laki-laki menggali kuburnya sebelum ia meninggal dunia.
7. Boleh memindahkan jenazah dari kuburnya ke kubur yang lain, jika ada maslahat
untuk Jenazah, seperti kuburannya yang digenangi air atau dikuburkan di
pemakaman orang-orang kafir & semisalnya. Kuburan adalah negeri orang-orang
yang sudah mati, tempat tinggal mereka, & tempat saling ziarah di antara mereka, &
mereka telah mendahului kepadanya, maka tidak boleh menggali kubur mereka
kecuali untuk kepentingan Jenazah.
8. Laki-laki yang bertugas menurunkan jenazah di kuburnya, bukan perempuan, para
wali jenazah lebih berhak menurunkannya. Disunnahkan memasukkan jenazah di
kuburnya dari sisi 2 kaki kubur, kemudian dimasukkan kepalanya secara perlahan
di dalam kubur. Boleh memasukkan jenazah ke dalam kubur dari arah mana pun.
Dan haram mematahkan tulang mayit.
9. Perempuan tidak boleh mengikuti jenazah, karena mereka memililki sifat lemah,
perasaan yg halus, keluh kesah, & tidak tabah menghadapi musibah, lalu keluar dari
mereka ucapan & perbuatan yang diharamkan yang bertolak belakang dengan sifat
sabar yang diwajibkan.
10. Disunnahkan bagi keluarga jenazah memberi tanda di kuburnya dengan batu &
semisalnya, agar ia memakamkan yang meninggal dari keluarganya & ia mengenal
dengan tanda itu kubur yg meninggal dari keluarganya.
11. Barang siapa yang meninggal dunia di tengah laut & dikhawatirkan berubahnya, ia
dimandikan, dikafani, dishalatkan, & di tenggelamkan di air.
12. Anggota tubuh yang terpotong dari seorang muslim yang masih hidup karena sebab
apapun, tidak boleh membakarnya, tidak dimandikan & tidak dishalatkan. Tetapi
dibalut pada sepotong kain & dikuburkan di pemakaman.
13. Dianjurkan berdiri bagi jenazah apabila sedang lewat, & siapa yang duduk tidak ada
dosa atasnya.
14. Disunnahkan duduk apabila jenazah diletakkan & saat pemakaman, & terkadang
disunnahkan mengingatkan yang hadir dengan kematian & yang sesudahnya.
15. Disunnahkan setelah menguburkan mayit agar orang yang hadir berdiri di atas
kubur & mendoakan ketetapan untuknya, memohon ampunan baginya & meminta
kepada orang-orang yang hadir agar memohon ampunan untuknya & tidak
mentalqin nya, karena talqin ada saat menjelang wafat sebelum mati.
16.
17.