Anda di halaman 1dari 20

Tata Cara Pengurusan Jenazah

disertai gambar!
AGU 1

Posted by Fadhl Ihsan

Berikut ini kami sajikan kepada anda secara ringkas tata cara mengkafani, memandikan dan
menguburkan jenazah sesuai tuntunan syariat disertai ilustrasi gambar pendukungnya. Semoga
bermanfaat.

A. TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH


1. Alat dan bahan yang dipergunakan

Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:

Kapas
Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
Sebuah spon penggosok
Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus Spon-spon plastik
Shampo
Sidrin (daun bidara)
Kapur barus
Masker penutup hidung bagi petugas
Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
Air
Pengusir bau busuk
Minyak wangi

>Daun Sidr (Bidara)


2. Menutup aurat si mayit

Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta
menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi yang
tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua kakinya agar air
dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.

3. Tata cara memandikan

Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku
jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin, maka
jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas mengangkat kepala
jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya dengan perlahan untuk
mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang keluar.

Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung
tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus
melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.

4. Mewudhukan jenazah

Selanjutnya petugas berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta membaca basmalah. Lalu
petugas me-wudhu-i jenazah tersebut sebagaimana wudhu untuk shalat. Namun tidak perlu
memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup dengan memasukkan jari yang telah
dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua
lubang hidungnya sampai bersih.

Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan daun bidara atau
dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur
jasad si mayit.

5. Membasuh tubuh jenazah

Setelah itu membasuh anggota badan sebelah kanan si mayit. Dimulai dari sisi kanan tengkuknya,
kemudian tangan kanannya dan bahu kanannya, kemudian belahan dadanya yang sebelah kanan,
kemudian sisi tubuhnya yang sebelah kanan, kemudian paha, betis dan telapak kaki yang sebelah
kanan.

Selanjutnya petugas membalik sisi tubuhnya hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh
belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas membasuh
anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga miring ke sebelah kanan dan
membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan setiap kali membasuh bagian perut si mayit
keluar kotoran darinya, hendaklah dibersihkan.

Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah memandikannya satu kali
dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika belum bisa bersih, maka ditambah lagi
memandikannya sampai bersih atau sampai tujuh kali (atau lebih jika memang dibutuhkan). Dan
disukai untuk menambahkan kapur barus pada pemandian yang terakhir, karena bisa mewangikan
jenazah dan menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya kapur barus ini pada pemandian
yang terakhir agar baunya tidak hilang.

Dianjurkan agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali jika
petugas yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga menggunakan sabun untuk menghilangkan
kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga
membersihkan gigi si mayit dengan siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit,
sebab rambutnya akan gugur dan berjatuhan.

Setelah selesai dari memandikan jenazah ini, petugas mengelapnya (menghandukinya) dengan kain
atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang, serta
mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya) dan
diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah
tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di
belakang (punggungnya).

Faedah

Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh
kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci
kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah
dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat
merepotkan.

Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka
menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun
bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu
ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam
mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.

Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah dimakamkan
bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan.
Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya hendaklah
dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia hanyalah sekerat daging
yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.

Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah
yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di
antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua
punggung telapak tangan si mayit.

Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik untuk disaksikan
pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si mayit, atau cacat yang terdapat
pada tubuh si mayit dll.

B. TATA CARA MENGKAFANI JENAZAH


1. Kafan-kafan mesti sudah disiapkan setelah selesai memandikan jenazah dan
menghandukinya

Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain kafan tersebut dibeli dari harta si mayit.
Hendaklah didahulukan membeli kain kafannya dari melunaskan hutangnya, menunaikan wasiatnya
dan membagi harta warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka keluarganya boleh
menanggungnya.

2. Mengkafani jenazah

Dibentangkan tiga lembar kain kafan, sebagiannya di atas sebagian yang lain. Kemudian didatangkan
jenazah yang sudah dimandikan lalu diletakkan di atas lembaran-lembaran kain kafan itu dengan
posisi telentang. Kemudian didatangkan hanuth yaitu minyak wangi (parfum) dan kapas. Lalu kapas
tersebut dibubuhi parfum dan diletakkan di antara kedua pantat jenazah, serta dikencangkan dengan
secarik kain di atasnya (seperti melilit popok bayi).

Kemudian sisa kapas yang lain yang sudah diberi parfum diletakkan di atas kedua matanya, kedua
lubang hidungnya, mulutnya, kedua telinganya dan di atas tempat-tempat sujudnya, yaitu dahinya,
hidungnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya, ujung-ujung jari kedua telapak kakinya, dan
juga pada kedua lipatan ketiaknya, kedua lipatan lututnya, serta pusarnya. Dan diberi parfum pula
antara kafan-kafan tersebut, juga kepala jenazah.

Selanjutnya lembaran pertama kain kafan dilipat dari sebelah kanan dahulu, baru kemudian yang
sebelah kiri sambil mengambil handuk/kain penutup auratnya. Menyusul kemudian lembaran kedua
dan ketiga, seperti halnya lembaran pertama. Kemudian menambatkan tali-tali pengikatnya yang
berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulunglah lebihan kain kafan pada ujung kepala dan kakinya agar tidak
lepas ikatannya dan dilipat ke atas wajahnya dan ke atas kakinya (ke arah atas). Hendaklah ikatan tali
tersebut dibuka saat dimakamkan. Dibolehkan mengikat kain kafan tersebut dengan enam utas tali
atau kurang dari itu, sebab maksud pengikatan itu sendiri agar kain kafan tersebut tidak mudah lepas
(terbuka).

[Untuk pembahasan tata cara shalat jenazah, insya Allah akan kami jadikan artikel tersendiri]

C. TATA CARA MENGUBURKAN JENAZAH

Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari
keempat sudut usungan.

Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa. Bagi para


pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua
cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan binatang buas,
dan agar baunya tidak merebak keluar.

Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah ini Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam bersabda:

Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita (non muslim).
(HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Ahkamul Janaaiz hal. 145)

Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian
arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya (membentuk huruf U
memanjang).

Jenazah siap untuk dikubur. Allahul mustaan.

Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.

Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang lahat dari arah
kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan. Jika tidak memungkinkan, boleh
menurunkannya dari arah kiblat.

Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah mengucapkan: BISMILLAHI WA


ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam). ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.

Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya (dalam posisi
miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali kepala dan kedua kaki.

Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab tidak ada dalil
shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya, kecuali bila si mayit meninggal
dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang telah dijelaskan.

Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala dan kaki dilepas,
maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau papan kayu/bambu dari atasnya
(agak samping).

Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi sesuatu yang
masuk sekaligus untuk menguatkannya.

Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam liang kubur
setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi
wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke atas jenazah tersebut.

Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak dilanggar
kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk makam Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam (HR. Bukhari).

Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki air, berdasarkan
tuntunan sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam (dalam masalah ini terdapat riwayat-riwayat mursal
yang shahih, silakan lihat Irwaul Ghalil II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya
agar mudah dikenali.

Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi batu nisan. Dan
diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta bersandar padanya. Karena Rasulullah
shallallahu alaihi wassalam telah melarang dari hal tersebut. (HR. Muslim)
Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab pertanyaan dua
malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya dikembalikan dan ia ditanya di
dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti
sebentar untuk mendoakan kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah,
tetapi sendiri-sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.

Wallahu alam bish-shawab.

Referensi:

1. Pengurusan Jenazah oleh Al Imam Muhyidiin Muhammad Al Barkawi & Wizaratu Asy Syuuni Al
Islamiyati Wal Auqafi Wad Dawati Wal Irsyadi (Departemen Agama Islam, Urusan Waqaf, Dakwah
dan Pengajaran) Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia. Penerjemah: Abu Yahya, penerbit: Maktabah Al-
Ghuroba, cet. Pertama, Mei 2010.

2. Shalat Jenazah Disertai dengan Tata Cara Mengurusnya oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al
Jibrin, penerjemah: Abu Ihsan Al-Maidani Al-Atsari, penerbit: At-Tibyan, cet. Kedua, Maret 2001.

Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam


A. Syarat-syarat wajib memandikan jenazah
Syatat-syarat wajib untuk memandikan jenazah menurut syariat agama Islam adalah sebagai
berikut.
1. Jenazah itu adalah orang yang beragama Islam. Apa pun aliran, mazhab,
suku, dan profesinya.
2. Didapati tubuhnya walaupun hanya sedikit.
3. Bukan mati syahid (mati dalam peperangan dalam membela agama Islam
seperti yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw.).
B. Yang berhak memandikan jenazah
Adapun orang-orang yang memiliki hak untuk memandikan jenazah menurut syariat agama
Islam adalah sebagai berikut.
1. Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya harus laki-laki pula.
Perempuan tidak boleh memandikan jasad laki-laki, kecuali istri dan mahram-nya.
2. Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah ia dimandikan oleh perempuan
pula, laki-laki tidak boleh memandikan jasad tersebut kecuali suami atau mahram-
nya.
3. Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-nya ada
semua, yang lebih berhak memandikannya adalah suaminya.
4. Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya ada
semua, istrinya lebih berhak untuk memandikan suaminya.
5. Kalau jenazahnya adalah anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh
memandikannya. Begitu juga kalau jenazah itu anak perempuan masih kecil, laki-laki
boleh memandikannya.
Tata Cara Memandikan Jenazah Menurut Syariat Islam
Sebelum membahas tata cara memandikan jenazah, perlu kita ketahui peralatan-peralatan
yang perlu dipersiapkan untuk memandikan jenazah, yaiut antara lain sebagai berikut.
Tempat tidur atau meja dengan ukuran kira-kira tinggi 90 cm, lebar 90 cm, dan
panjang 200 cm, untuk meletakkan mayit.
Air suci secukupnya di ember atau tempat lainnya (6-8 ember).
Gayung secukupnya (4-6 buah).
Kendi atau ceret yang diisi air untuk mewudukan mayit.
Tabir atau kain untuk menutup tempat memandikan mayit.
Gunting untuk melepaskan baju atau pakaian yang sulit dilepas.
Sarung tangan untuk dipakai waktu memandikan agar tangan tetap bersih, terutama
bila mayitnya berpenyakit menular.
Sabun mandi secukupnya, baik padat maupun cair.
Sampo untuk membersihkan rambut.
Kapur barus yang sudah dihaluskan untuk dicampur dalam air.
Kalau ada daun bidara juga bagus untuk dicampur dengan air.
Tusuk gigi atau tangkai padi untuk membersihkan kuku mayit dengan pelan.
Kapas untuk membersihkan bagian tubuh mayit yang halus, seperti mata, hidung,
telinga, dan bibir. Kapas ini juga bisa digunakan untuk menutup anggota badan mayit yang
mengeluarkan cairan atau darah, seperti lubang hidung, telinga, dan sebagainya.

Berikut ini adalah tata cara memandikan jenazah menurut syariat Islam.

1. Dilaksanakan di tempat tertutup agar yang melihat hanya orang-orang yang


memandikan dan yang mengurusnya saja.
2. Mayat hendaknya diletakkan di tempat jenazah yang tinggi seperti dipan.
3. Jenazah dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terbuka.
4. Jenazah didudukkan atau disandarkan pada sesuatu, lantas disapu perutnya
sambil ditekan pelan-pelan agar semua kotorannya keluar, kemudian dibersihkan
dengan tangan kirinya, dianjurkan mengenakan sarung tangan. Dalam hal ini boleh
memakai wangi-wangian agar tidak terganggu bau kotoran si mayat.
5. Setelah itu, hendaklah mengganti sarung tangan untuk membersihkan mulut
dan gigi jenazah tersebut.
6. Membersihkan semua kotoran dan najisnya.
7. Mewudhukan jenazah, setelah itu membasuh seluruh badannya.
8. Disunahkan membasuh jenazah sebanyak tiga sampai lima kali.
9. Air untuk memandikan jenazah sebaiknya dingin. Kecuali udara sangat dingin
atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh menggunakan air hangat
Catatan :
Apabila jenazah berusia 7 tahun atau kurang dari itu, tidak ada batasan auratnya, baik
jenzah itu laki laki maupun perempuan.
Janin yang berusia di bawah 4 bulan, tidak perlu dimandikan, dikafan maupun
dishalatkan. Cukup digali lubang dan kemudian dikebumikan. Adapun janin yang berusia di
atas 4 bulan sudah dianggap manusia karena roh telah ditiupkan kepadanya. Jenazahnya
dimandikan, seperi memandikan jenazah anak berusia 7 tahun.
Jika jenazah mengenakan gigi palsu yang terbuat dari emas, hendaknya dibiarkan
saja, tidak perlu ditanggalkan. kecuali jika gigi palsu itu tidak melekat kokoh. Hal tersebut
boleh dilakukan jika mulut jenazah terbuka. Jika tidak, dibiarkan saja tidak perlu
membukanya hanya untuk menanggalkan gigi palsu jenazah tersebut.

Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memandikan mayit yang terkena kena
penyakit rabies atau yang sejenisnya:
1. Mayit hendaknya direndam dulu dengan air yang dicampur rinso atau obat
selama 2 jam.
2. Setelah itu mayit disiram dengan air bersih dan disabun selama kira-kira 10
menit lalu dibilas dengan air bersih.
3. Siramlah mayit dengan air yang dicampur dengan cairan obat seperti lisol,
karbol, atau yang sejenisnya. Ukurannya 100 cc (setengah gelas cairan obat)
dicampur air satu ember.
4. Yang terakhir siramlah dengan air bersih kemudian dikeringkan.
5. Setelah itu dikafani dengan beberapa rangkap kain kafan. Kapas yang
ditempelkan pada persendian hendaknya dicelupkan ke cairan obat.
6. Setelah itu masukkan ke peti dan langsung dihadapkan ke arah kiblat. Tali-tali
kain kafan tidak perlu dilepas dan dalam peti ditaburi kaporit.
7. Setelah peti ditutup mati lalu dishalatkan.
8. Barang-barang bekas dipakai mayit yang kena rabies hendaknya dimusnahkan
(dibakar).
9. Orang yang memandikan mayit hendaknya memakai sarung tangan,
mengenakan kacamata renang, memakai sepatu laras panjang, dan setelah
memandikan tangan dan kakinya dicuci dengan cairan obat seperti lysol, dettol, dan
sebagainya.
Tata cara mengkafani jenazah lebih lengkap dapat dibaca pada artikel ini. Adapun untuk
mengetahui tata cara shalat jenazah dapat dibaca pada artikel ini.

Sumber :
PERAWATAN JENAZAH, Dr. Marzuki, M.Ag.
Sumber-sumber lain yang terkait

ATARIAU.COM - Seiring perkembangan zaman, banyak tata cara penyelenggaraan mayit,


mulai dari sekaratul maut hingga menziarahi kuburan, berbenturan dengan Syari'at Agama
Islam yang diajarkan oleh Rasulalloh. Seperti dalam memandkan mayit, menguburkan, hingga
melakukan ta'ziah ke rumah duka, kini sudah berubah total.

Seperti apa sebenarnya tata caramenyelenggarakan jenazah, mulai dari mendampingi dari
sekaratul maut hingga menziarahi kuburan sesuai yang diajarkan Nabi kita? Berikut redaksi
memuat cara lengkappenyelenggaraan jenazah yang sesuai dengan sunnah.

Dimulai dari sakit: "Orang yang sakit wajib menerima ketentuan Allah Ta'ala dan bersabar
terhadap takdirnya serta berbaik sangka kepada Rob-nya,karena itu lebih baik baginya". (HR.
Muslim, Al-Baihaqi: Ahkamul janaiz: 11)

"Sepantasnya dia berada diantara rasa takut dan harap, takut atas siksa Alloh atas dosa-
dosanya dan mengharap rahmat Allah Ta'ala". (HR.Tirmidzi: Ahkamul Janaiz: 11).

Bagaimanapun parah sakitnya maka tidak boleh mengharap kematian, jika dia terpaksa maka
hendaklah dia mengucapkan do'a: "Ya Allah hidupkanlah aku jika memang baik bagiku, dan
matikanlah aku jika memang itu baik bagiku". (HR. Bhukhori-Muslim)

"Jika dia memiliki tanggungan-tanggungan maka hendaklah dia segera menunaikan kepada
pemilik-pemiliknya". (HR. Bukhori dan Al-Baihaqi)

"Jika tidak maka hendaklah dia mewasiatkan hal tersebut kepada orang lain". (HR. Bukhori)

Dalam Hadits lain: "Dianjurkan untuk segera membuat wasiat". (HR. Bukhori-Muslim)

SEBELUM KEMATIAN (SAAT SAKARATUL MAUT)

Jika sakaratul maut mendatangi seseorang, maka orang-orang yang ada di sisinya wajib
melakukan hal-hal berikut:

1. Hendaknya mereka mengajari syahadat "laa ilaaha illallah" (mentalqinkannya). Rosulullah


shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Tuntunkalah (talkinkan) orang yang hendak meninggal
diantara kalian "laa ilaaha illallah" (HR.Muslim).
Ini dilakukan agar orang ini mengakhiri hidupnya dengan mengucapkan "laa ilaaha illalloh".

Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang akhir perkataannya


(mengucapkan) "laa ilaaha illallah", Dia masuk surga" (HR. Abu Dawud; Shohih Abu Dawud;
2673)

2. Hendaklah mendo'akan kebaikan untuknya dan tidak berkata-kata di dekatnya kecuali


kebaikan". (HR. Muslim-Baihaqi).

"Adapun membacakan surat yasin dan menghadapkan wajah orang yang hendak meninggal
ke arah kiblat, maka haditsnya tidak shohih dan tidak boleh diamalkan". (Ahkamul janaiz: 20).

Seorang muslim tidak mengapa menghadiri orang kafir yang akan meninggal untuk
menawarkan Islam kepadanya dengan harapan dia masuk Islam di akhir hidupnya.

Sebagaimana seperti hadits riwayat Bukhori: "Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam pernah


menjenguk seorang anak yahudi yang akan meninggal kemudian baliau shallallahu 'alaihi
wasallam menawarkan Islam kepadanya dan akhirnya anak tersebut masuk Islam" (HR,
Bhukhori).

SAAT SETELAH KEMATIAN

Jika seseorang telah meninggal dan ruh telah keluar maka orang yang hadir wajib melakukan
hal-hal berikut:

1. Memejamkan kedua mata jenazah (HR. Muslim). Ketika beliau shollahu'alaihi wa sallam
menemui Abu Salamah yang terbelalak matanya, lalu beliau pejamkan kedua mata Abu
Salamah seraya berkata: "Sesungguhnya jika ruh itu telah dicabut, maka pandangan akan
mengikutinya" (HR. Muslim).

2. Mendo'akan kebaikan untuknya. (HR. Muslim).

3. Menutupi seluruh tubuhnya dengan kain (HR. Bukhori-Muslim) jika dia bukan orang yang
sedang melakukan ihrom, haji, maupun umroh. Namun "Bagi orang yang malakukan ihrom,
maka kepala dan wajahnya tidak ditutupi". (HR. Bukhori-Muslim).

4. Jika telah yakin akan wafatnya, "Bersegera mengurus dan mengeluarkannya untuk segera
dikuburkan". (HR. Bukhori-Muslim).

5. Menguburkannya di daerah tempat dia meninggal. (HR. Ahmad: Ahkamul Janiaz:25). Tidak
boleh memindahkan ke tempat lain karena hal ini bertentangan dengan perintah
menyegerakan pengurusan jenazah. (Ahkamul Janaiz: 24).

6. Hendaknya sebagian mereka (yang masih hidup) membayarkan hutang-hutangnya yang


diambil dari hartanya, walaupun menghabiskan seluruhnya. (HR. Ahmad-Ibnu Majah). Jika dia
tidak mampu, maka Negara yang membayar hutang-hutangnya (Ahkamul janaiz: 25). Orang-
orang yang hadir juga boleh menanggung hutang-hutangnya, sebagaimana sahabat Abu
Qotadah pernah menanggung hutang sahabat lain yang telah meninggal. (HR. Hakim-
Baihaqi: Ahkaml Janaiz: 27).

YANG BOLEH DILAKUKAN OLEH KERABAT DAN PELAYAT

Mereka boleh membuka wajah mayat dan menciumnya, serta boleh menangisinya (selama 3
hari) dengan tanpa meratap. (HR. Bukhori).

Dan menangisi mayat (tanpa meratap) hanya diperbolehkan 3 hari, tidak boleh lebih. (HR.
Abu Dawud, Nasa'i: Shohih Sunan Nasa'i 3/329).

Ketika kabar kematian sampai kepada karib kerabat, mereka wajib melakukan dua hal:

1. Wajib bersabar dan menerima takdir dan ketentuan Alloh Ta'ala. (Al-Baqoroh: 155-156).
Sabar itu hanyalah pada hentakan yang pertama. Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam
bersabda: "Sesungguhnya kesabaran itu ada pada hentakan (goncangan) yang pertama"
(HR. Bukhori, Muslim).
Maksudnya: "Sabar yang diganjar pahala adanya keteguhan hati ketika ada hal-hal yang
menyedihkan datang dan inilah sabar yang terpuji yaitu sabar yang langsung mengiringi
datangnya masalah." (Fathul Baari, Kitab Janaiz, Bab Ziarah Kubur).

Dan bagi "seorang wanita yang ditinggal mati oleh dua (atau lebih) anaknya dan dia bersabar,
maka hal itu akan melindunginya dari api neraka." (HR. Bukhori, Muslim).

2. Istirja' yaitu mengucapkan "Innalillahi wainnailaihi rojiun" (Al-Baqoroh: 156), kemudian


disunnahkan untuk berdo'a: "Ya Alloh berikanlah aku pahala atas musibah ini dan gantikanlah
bagiku dengan yang lebih baik". (HR. Muslim).

Dan do'a ini pernah dibaca oleh Ummu Salamah rodhiyallahu 'anha tatkala suaminya (Abu
Salamah) wafat, kemudian Alloh Ta'ala mengabulkan do'a beliau dengan menjadikan
Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam sebagai suami beliau.(HR. Muslim).

YANG TIDAK BOLEH (HARAM) DILAKUKAN PADA SAAT KEMATIAN

Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam telah mengharamkan beberapa perkara jika ada


seseorang yang telah meninggal dunia, namun disayangkan sekali sebagian orang masih
tetap melakukannya. Maka oleh sebab itu wajib mengetahuinya untuk menghindarinya.

Hal-hal yang diharamkan itu adalah:

1. Meratap (Niyahah), yaitu lebih dari sekedar menagis. Misalnya berteriak-teriak, menampar
wajah, merobok baju dan lainnya. Dan meratap adalah dosa besar yang diancam oleh beliau
Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam: "Wanita yang meratap, jika tidak bertobat sebelum
kematiannya, akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan memakai pakaian dari
cairan ter (aspal) dan gaun dari kudis" (HR. Muslim).

Termasuk niyahah adalah menyebut jasa-jasa kebaikan mayat dengan penuh kesedihan dan
penyesalan. (Syarah Masail Jahiliyah: 243-Masalah: 40)

Demikian juga menampar-nampar pipi dan merobek-robek baju. (HR. Bukhori, Muslim).
Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Bukan termasuk golongan kami yang
menampar-nampar pipi, merobek-robek baju, dan berteriak dengan teriakan jahiliyah." (HR.
Bukhori, Muslim).

2. Mengurai rambut, yaitu mengacak-ngacak rambut dan membentangkannya. (HR. Abu


Dawud: Ahkamul Janaiz: 43). Demikian pula mencukur rambut karena musibah. (HR. Bukhori,
Muslim).

Abu Musa Al-Asy'ari Rodhiyallahu 'anhu pernah berkata: "Sesungguhnya Rasululloh berlepas
diri dari ash-sholiqoh (menangis menjerit-jerit), al-haliqoh (mencukur ramut), asy-syaqqoh
(merobek-robek bajunya)" (HR. Bukhori, Muslim).

Adapun meminta orang-orang untuk mengirimkan bacaan Al-Fatihah kepada mayat, maka ini
merupakan perkara bid'ah atau mengada-ada dalam agama Islam, dan hal ini dilarang,
karena tidak ada contohnya dari Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam dan para sahabat
Rodhiyallahu 'anhum.

MEMBERITAKAN KEMATIAN

Boleh memberitakan kematian jika tidak menyerupai cara jahiliyah. Dan terkadang hukumnya
wajib jika tidak ada di dekatnya orang-orang yang melaksanakan hak mayat berupa
memandikan, mengkafani, menyolatkan, dan semacamnya. (Ahkamul Janaiz: 45).

Orang yang memberitakan kematian boleh meminta orang-orang untuk meminta ampun bagi
mayat. (HR. Ahmad).

TANDA-TANDA HUSNUL KHOTIMAH

Telah shohih dari Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam bahwa beliau menyebutkan dari tanda-
tanda nyata yang dijadikan petunjuk sebagai husnul khotimah bagi seseorang -semoga Alloh
menjadikan kita sebagai seseorang yang mati dalam keadaan husnul khotimah-. Maka siapa
saja yang mati dengan salah satu dari tanda-tanda berikut ini, hal itu merupakan kabar
gembira baginya.
Tanda-tanda husnul khotimah yaitu:

1. Mengucapkan Laa ilaha illalloh ketika akan meninggal. (HR. Bukhori, Ahmad, Ibnu Majah).
2. Mati dengan keringat di dahi. (HR. Ahmad, An-Nasa'i, Hakim).
3. Mati pada malam jum'at atau siangnya. (HR. Ahmad, Tirmidzi).
4. Mati syahid atau terbunuh di medan perang. (HR. Ahmad, Tirmidzi).
5. Mati di jalan Alloh. (HR. Muslim, Ahmad).
6. Mati karena penyakit radang selaput dada. (HR. Ahmad, Abu Dawud).
7. Mati karena wabah penyakit tho'un. (HR. Bukhori, Ahmad).
8. Mati karena sakit perut. (HR. Muslim, Ahmad).
9. Mati karena tenggelam. (HR. Bukhori, Muslim).
10. Mati karena keruntuhan. (HR. Bukhori, Muslim).
11. Kematian wanita dalam kehamilannya dengan sebab anaknya. (HR. Ahmad, Ad-Darimi).
12. Mati karena penyakit TBC. (HR. Thobroni).
13. Mati dalam membela agama atau nyawa. (HR. Ahmad, Abu Dawud).
14. Mati dalam membela harta yang akan dirampas. (HR. Bukhori, Muslim).
15. Mati dalam keadaan berjaga di jalan Alloh Ta'ala. (HR. Muslim, An-Nasa'i).
16. Mati tatkala beramal sholeh. (HR. Ahmad).
17. Mati karena terbakar. (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'i) (Ahkamul Janaiz: 48-59).

PUJIAN TERHADAP JENAZAH

Pujian kebaikan terhadap mayat dari kalangan kaum muslimin, paling sedikit 2 orang diantara
tetangganya dari kalangan orang sholeh dan berilmu akan menyebabkan surga baginya.
(Ahkamul Janaiz: 60).

Dari Anas bin Malik:

"Pada suatu ketika lewatlah jenazah seorang muslim di depan para sahabat lalu mereka
memuji sambil menyebut kebaikan-kebaikannya, lantas Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam
bersabda: "wajib", kemudian lewatlah jenazah yang lain, maka para sahabat mencelanya
sambil menyebutkan keburukan-keburukannya. Lantas Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam
bersabda: "wajib" Lantas Umar bin Khotob mengatakan: "Ya Rosulullah, apa maksud ucapan
'wajib'?. Lalu Beliau-pun bersabda: "Jenazah pertama yang kalian sebut kebaikanya maka
baginya surga, dan jenazah kedua yang kalian sebut keburukan maka baginya neraka, kalian
adalah saksi Alloh di muka bumi.

Jika kematian seseorang bersamaan dengan gerhana matahari atau bulan, hal itu TIDAK
menunjukan apapun juga. Keyakinan bahwa hal itu menunjukan keagungan orang yang mati,
termasuk khurofat jahiliyyah yang batil. (Ahkamul Janaiz: 63).

MEMANDIKAN JENAZAH

Dalam memandikan mayat, perhatikan hal-hal berikut ini:

1. Memulai tempat-tempat kanan dan tempat-tempat wudhu. (Ahkamul Janaiz: 65). Rosulullah
shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Mulailah dari bagian-bagian sebelah kanannya dan
anggota-anggota badan yang biasa dibasuh anggota wudhu." (HR. Bukhori, Muslim).

2. Memandikannya (sebanyak) 3, 5 atau 7 kali atau lebih dari itu sesuai dengan yang
diperlukan dan dengan bilangan yang ganjil. (Ahkamul Janaiz: 64). Rosulullah shollahu'alaihi
wa sallam bersabda: "Mandikanlah tiga kali, lima kali, tujuh kali, atau lebih dari itu jika kalian
memandang perlu." (HR. Bukhori, Muslim).

3. Sebagian air (pemandian) dicampur dengan daun sidr/bidara, atau yang bisa
menggantikannya dalam membersihkan (SABUN atau SHAMPO dapat digunakan sebagai
pengganti daun sidr)." (Ahkamul Janaiz: 64). Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam bersabda:
"(Mandikanlah) dengan air dan (dicampur) daun bidara." (HR. Bukhori, Muslim).

4. Pintalan rambut dibuka (untuk wanita) dan rambut dicuci dengan baik. "(HR. Bukhori,
Muslim).

5. Menyisir rambut. (HR. Bukhori, Muslim).

6. Rambut wanita dipintal menjadi 3 dan diletakan di belakang (kepalanya). (HR. Bukhori,
Muslim: Ahkamul Janaiz: 65).

7. Memandikan dengan secarik kain, atau semacamnya (seperti kaus tangan, lap, atau
semisalnya di bawah kain penutup badannya setelah pakaiannya dilepaskan. (HR. Abu
Dawud: Ahkamul Janaiz: 66). Kain penutup laki-laki mulai dari bagian pusar sampai lutut.
Adapun untuk wanita mulai dari bagian dada, pusar, sampai lutut. Jika suami memandikan
istri atau istri memandikan suami, maka tidak perlu menggunakan kain penutup karena tidak
ada batasan aurat bagi mereka berdua.

8. Akhir pemandian dicampur sesuatu yang wangi seperti kamper (kapur barus), dan ini yang
terbaik. (Ahkamul Janaiz: 65). Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Dan jadikanlah
siraman terakhir dengan air yang dicampur kapur barus atau sedikit dari kapur barus". (HR.
Bukhuri, Muslim). "...kecuali orang yang meninggal ketika ihrom maka tidak boleh diberi
wewangian." (HR. Bukhori, Muslim: Ahkamul Janaiz: 66).

9. Laki-laki dimandikan oleh laki-laki dan wanita dimandikan oleh wanita. (Ahkamul Janaiz:
65). "....terkecuali suami istri keduanya boleh saling memandikan karena tidak ada dalil yang
melarangnya, bahkan hal tersebut dijelaskan dalam sunnah Rosulullah shollahu'alaihi wa
sallam. (Ahkamul Janaiz: 67).

10. Yang memandikan hendaknya yang paling tahu tentang sunnah memandikan, apalagi dari
keluarga atau kerabatnya. (Ahkamul Janaiz: 68).

11. Orang yang memandikan akan mendapatkan pahala yang besar dengan 2 syarat:
Pertama: Dia menutupi cacat (mayat) dan tidak menceritakan perkara yang dibencinya yang
dia lihat ketika memandikan mayat. (HR. Hakim, Baihaqi). Kedua: Hal itu dia lakukan ikhlas
karena Alloh Ta'ala, tidak mencari balasan dan terima kasih, atau perkara-perkara duniawi
lainnya. (Ahkamul Janaiz: 69).

12. Bagi orang yang memandikan mayat disunnahkan untuk mandi. (HR. Abu Dawud:
Ahkamul Janaiz: 71), akan tetapi tidak diwajibkan.

13. Tidak disyari'atkan memandikan (jenazah) orang yang mati syahid (HR. Bukhori),
walaupun saat itu diketahui dia berada dalam keadaan junub.

14. Kaum laki-laki ataupun wanita boleh memandikan anak laki-laki ataupun perempuan yang
berusia dibawah 7 tahun sebab tidak ada batasan aurat bagi mereka. (Sholat Jenazah: Syaikh
Jibrin: 12).

15. Apabila seorang laki-laki wafat diantara kaum wanita (tanpa ada seorang lelaki muslim
diantara mereka), atau sebaliknya, jika seorang wanita wafat diantara kaum pria maka
jenazahnya tidak perlu dimandikan, cukup ditayamumkan. (Sholat Jenazah, Syaikh Al-Jibrin:
12-13).

16. Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan maka, jenazahnya
dimandikan, disholatkan dan diberi nama baginya. (Sholat Jenazah, Syaikh Al-Jibrin: 24). Ini
berdasarkan hadits riwayat Muslim yang menerangkan bahwasannya bayi yang berusia 4
bulan (120 hari) dalam kandungan ibunya, maka ruh manusia akan ditiupkan. Adapun
sebelum 4 bulan maka ia hanyalah sekerat daging, boleh dikuburkan dimana saja tanpa harus
dimandikan dan disholatkan. (Sholat Jenazah, Syaikh Al-Jibrin: 25-26).

17. Jika terdapat halangan untuk memandikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi
jenazah sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukup ditayamumkan saja. (Sholat Jenazah,
Syaikh Al-Jibrin: 26). Yaitu salah seorang diantara hadirin menepuk tanah dengan kedua
tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayat.

TATA CARA MEMANDIKAN JENAZAH

Inilah tata cara memandikaan jenazah yang telah diajarkan oleh Nabi shollahu'alaihi wa
sallam:

1. Mewudhukan jenazah tersebut sebagaimana biasanya kita berwudhu untuk mengerjakan


sholat yaitu: Membaca BASMALAH, Mencuci kedua telapak tangan si mayat sebanyak tiga
kali, Kemudian membersihkan mulut dan hidungnya sebanyak tiga kali, Membasuh wajahnya
sebanyak tiga kali, Mencuci tangan kanan dan kirinya sampai siku sebanyak tiga kali,
Mengusap kepalanya dimulai dari pangkal depan kepala sampai kebelakang, kemudian
mengembalikannya ke depan, serta mengusap kedua telinganya. Lalu mencuci kaki kanan
dan kaki kirinya sebanyak tiga kali,

2. Menyiramkan air yang dicampur perasan daun bidara atau yang menggantikan daun
bidara, seperti sabun, sampo, dan yang lainnya. Kita menyiramkan kepala si mayat dengan
air tersebut sambil membasuh dengan busanya.

3. Membasuh kedua sisi tubuh simayat dimulai: Membasuh bagian kanan tubuh si mayat
dimulai dari pundak sampai telapak kaki kanan dengan membalikan tubuhnya ke sebelah kiri,
Membasuh bagian kiri tubuh si mayat dimulai dari pundak sampai telapak kaki kiri dengan
membalikan tubuhnya kekanan, ini adalah pembasuhan sebanyak sekali, Kemudian kita
mengulangi pembasuhan sekali lagi dengan alas dan aurat mayat harus tetap tertutup, Jika
kita hendak menjadikan pembasuhan sebanyak tiga kali maka pada siraman terakhir kita
siramkan air kapur barus, Pada siraman ketiga ini kita siramkan kepala si mayat dengan air
kapur barus, kewajahnya, kemudian kita membasuh bagian tubuh sebelah kanan si mayat
dari pundak sampai telapak kaki kanan dengan membalikan tubuhnya kesebelah kiri,
Kemudian membasuh bagian tubuh sebelah kiri si mayat dari pundak sampai ke telapak kaki
kiri dengan membalikan tubuhnya kesebelah kanan dengan catatan aurat mayat harus tetap
tertutup.

4. Setelah itu tubuh si mayat dikeringkan dengan handuk, kemudian rambutnya (untuk wanita)
dikepang menjadi tiga dan diletakan dibelakang tubuhnya. Setelah selesai memandikan
mayat, maka wajib mengkafaninya...

MENGKAFANI MAYAT

Kafan atau harganya (uang kafan) wajib diambil dari harta si mayat walaupun
menghabiskannya. (HR. Bukhori, Muslim: Ahkamul Janaiz: 86).

Sebaiknya kafan itu menutupi seluruh badannya. (HR. Muslim: Ahkamul Janaiz: 88).

Jika tidak mudah mendapatkan kafan yang menutupi seluruh badannya, maka kepala dan
badannya yang panjang ditutupi dengan kain kafan dan badannya yang masih terbuka ditutup
dengan idzkhir (sejenis rumput yang bau harumnya) atau rumput jerami lainnya. (HR. Bukhori,
Muslim: Ahkamul Janaiz: 78).

Disukai dalam kafan beberapa perkara: Disukai kain kafan berwarna putih. (Ahkamul Janaiz:
82). Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Pakaikanlah pakaian kalian yang putih,
karena ia sebaik-baik pakaian kalian, dan kafanilah (mayat) dengannya. (HR. Abu Dawud,
Tirmidzi: Ahkamul Janaiz: 82).

Hendaknya kain kafan terdiri dari tiga lapis kain. (HR. Bukhori, Muslim: Ahkamul Janaiz: 82).
Salah satu dari tiga kain tersebut adalah kain yang bergaris. (HR. Abu Dawud: Ahkamul
Janaiz: 83). "Jika salah seorang dari kalian wafat dan berkemampuan hendaklah ia dikafani
dengan kain yang bergaris". (HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 83).

Jika tidak memungkinkan, maka tidak mengapa memakai kain putih semua (tanpa kain
bergaris).

4. Tidak boleh berlebihan dalam kafan dan melebihkannya di atas tiga lembar, karena hal ini
menyelisihi kafan Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam dan termaasuk menyi-nyiakan harta.
(Ahkamul Janaiz: 84).

Kafan wanita sama dengan kafan laki-laki, karena tidak ada dalil shohih yang
membedakannya...

Berkaitan dengan tata cara mengkafani, baik itu tata cara membungkus jenazah dengan kafan
ataupun tata cara mengikat kain kafan, maka tidak ada dalil yang mengkhususkan tata cara
pelaksanaannya. Selama seluruh tubuh mayat tertutupi oleh kain kafan dengan baik, insya
Alloh itu sudah cukup. Wallahu a'lam.

SHOLAT JENAZAH

Menyolatkan Jenazah kaum Muslimin hukumnya FARDHU KIFAYAH. (Ahkamul Janaiz: 103,
Al-Wajiz: 166). Dua orang yang boleh disholatkan akan tetapi hukumnya tidak wajib:
1. Anak kecil yang belum baligh.

Sebagaimana Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam tidak menyolatkan Ibrohim (anak beliau)


yang meninggal pada usia 18 bulan. (HR. Ahmad, Abu Dawud). Demikian juga bayi yang
keguguran, adapun jika gugur dalam umur sebelum 4 bulan, maka tidak disyari'atkan untuk
disholatkan.

2. Orang yang mati Syahid.

Sebagaimana Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam dan para Sahabat Rodhiyallahu 'Anhum


tidak menyolatkan para Syuhada yang gugur di perang Uhud. (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi).

Dan juga tidak disyari'atkan untuk menyolatkan kaum Muslimin yang:

1. Terbunuh di dalam Had.

2. Durhaka, terjerumus dalam kemaksiatan dan hal-hal yang haram.

3. Berhutang dan tidak meninggalakan harta untuk membayar hutangnya.

4. Belum disholatkan padahal sudah dikubur, maka boleh menyolatkan dikuburnya.

5. Meninggal di daerah yang tidak ada kaum Muslimin di sana yang menyolatkannya, maka
kaum Muslimin di tempat lain menyolatkan dengan sholat Ghoib. Dan sholat Ghoib ini hanya
dilakukan apabila orang yang meninggal atau mayat berada di suatu tempat yang dia belum
disholatkan oleh kaum Muslimin yang lainnya. Adapun jika dia telah disholatkan, maka tidak
perlu diadakan sholat Ghoib. (Ahkamul Janaiz: 106-115).

Haram menyolatkan, memohonkan ampun, memohonkan rahmat untuk orang kafir dan
munafik. (Ahkamul Janaiz: 120).

"Dan janganlah kamu sekali-kali menyolatkan (jenazah) seorang yang mati diantara mereka,
dan janganlah kamu berdiri (mendo'akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir
kepada Alloh dan Rosul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (At-Taubah: 84).

Berjama'ah dalam sholat jenazah hukumnya WAJIB sebagaimana kewajiban dalam sholat-
sholat wajib. (Ahkamul Janaiz: 205)

Jika kaum Muslimin menyolatkan sendiri-sendiri (tidak berjama'ah) maka kewajiban


menyolatkan gugur akan tetapi mereka berdosa karena meninggalkan berjama'ah, wallahu
a'lam. (Ahkamul Janaiz: 125).

Terjadinya jama'ah paling sedikit 3 orang, jika jama'ah semakin banyak maka semakin baik.
(Ahkamul Janaiz: 126). Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidaklah seorang muslim meninggal, lalu ia disholatkan oleh 40 orang yang tidak berbuat
syirik kepada Allah dengan suatu apapun, melainkan pasti Allah kabulkan syafaat mereka
untuknya," (HR. Muslim).

Makmum disukai berbaris dibelakang imam menjadi 3 shof atau lebih. (Ahkamul Janaiz: 127)

Sebagaimana Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah seorang muslim


meninggal lalu disholatkan oleh tiga shof kaum muslimin, melainkan pasti (Allah) kabulkan.
(HR. Tirmidzi)

Jika makmum hanya satu orang laki-laki maka dia tidak berdiri sejajar dengan imam, akan
tetapi berdiri dibelakang imam. (HR. Hakim). Penguasa atau wakilnya lebih berhak menjadi
imam sholat jenazah. (Ahkamul Janaiz: 128)

Jika tidak ada maka yang paling berhak adalah orang yang paling banyak hafalan Al-
Qur'annya. (Ahkamul Janaiz: 131).

Jika kita menyolatkan banyak jenazah laki-laki dan wanita, maka mayat laki-laki (walaupun
kecil) ditempatkan di dekat imam dan mayat wanita mendekati kiblat. (HR. Nasa'i, Baihaqi,
Ahkamul Janaiz: 132). Boleh juga menyolatkannya sendiri-sendiri, dan ini adalah asalnya.
(Ahkamul Janaiz: 133).

Imam berdiri di belakang kepala mayat laki-laki. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi: Ahkamul Janaiz :
139) dan ditengah (mayat) wanita. (HR Bukhori, Muslim).

Mengucapkan takbir 4 kali (inilah pendapat yang paling kuat). Rosululloh shollahu'alaihi wa
sallam bersabda: "Bahwa Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam menyolatkan jenazah, maka
beliau bertakbir 4 kali dan melakukan salam sekali. (HR. Hakim: Ahkamul Janaiz: 163).

Boleh juga bertakbir 5 kali (HR. Muslim), 6 kali, 7 kali (HR. Thohawi) atau 9 kali (HR.
Thohawi), (Ahkamul Janaiz: 142-145).

Disyari'atkan mengangkat kedua tangan hanya pada takbir pertama saja. Rosululloh
shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Dari Ibnu 'Abbas : Bahwasnnya Rosululloh shollahu'alaihi
wa sallam mengangkat kedua tangannya pada takbir pertama dalam sholat jenazah, lalu tidak
mengulanginya (pada takbir selanjutnya." (HR. Daruquthni: Ahkamul Janaiz: 167).

Boleh juga mengangkat kedua tangan pada setiap takbir, sebagaimana yang dilakukan oleh
Ibnu 'Umar rodhiyallahu 'anhu. (HR. Al-Baihaqi). Setelah takbir, kemudian meletakan tangan
kanan di atas tangan kiri dan meletakan di dada. (HR. Bukhori).

Takbir yang pertama:


Membaca Al-Fatihah dan surat lain. (HR. Bukhori, Abu Dawud) "Berkata Abu Tholhah: "aku
pernah menyolatkan jenazah di belakang Ibnu 'Abbas. Beliau membaca Al-Fatihah dan surat".
(HR. Bukhori, Abu Dawud).

Bacaan dalam sholat jenazah adalah sir atau pelan-pelan/tidak dikeraskan. (HR. Nasa'i)

Takbir yang kedua:


Membaca sholawat kepada Nabi shollahu'alaihi wa sallam. (HR. Baihaqi).

Takbir yang lainnya:


Mengikhlaskan do'a kepada Alloh untuk jenazah. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah). Hendaknya
berdo'a dalam sholat jenazah dengan do'a-do'a yang ditutunkan oleh Rosulullah
shollahu'alaihi wa sallam.

Setelah itu mengucapkan salam dua kali, (1) ke kanan dan (1) ke kiri. (HR. Baihaqi). Atau
boleh mencukupkan hanya satu salam saja. (HR. Hakim). "Bahwa Rosulullah shollahu'alaihi
wa sallam menyolatkan jenazah. Maka beliau bertakbir, empat kali dan melakukan salam
sekali." (HR. Hakim: Ahkamul Janaiz: 16). Salam diucapkan dengan pelan baik imam maupun
makmum. (HR. Baihaqi).

Tidak boleh sholat jenazah pada waktu-waktu yang terlarang, yaitu tatkala matahari terbit,
pada tengah hari, dan ketika matahari akan tenggelam (kecuali karena darurat).

Sebagaimana Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Dari 'Uqbah bin 'Amir berkata:
Tiga waktu yang Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam melarang kami untuk sholat atau
mengubur mayat, yaitu: Ketika terbit matahari sampai meninggi, ketika matahari di tengah-
tengah langit sampai tergelincir, dan ketika matahari akan terbenam sampai terbenam. (HR.
Muslim).

MEMIKUL DAN MENGIKUTI JENAZAH


Wajib memikul mayat dan mengikutinya, hal ini termasuk hak mayat muslim atas kaum
muslimin lainnya. (HR. Bukhori, Muslim).

Mengikuti mayat ada dua derajat:


1. Mengikutinya di keluarganya sampai menyolatkannya.
2. Mengikutinya di keluarganya sampai selesai penguburannya dan inilah yang lebih utama.

Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa menyolatkan jenazah namun


tidak mengiringinya, maka baginya pahala satu qiroth. Jika ia sampai mengiringinya, baginya
dua qiroth. Dikatakan: apa itu qiroth? Qiroth itu yang paling kecil seperti gunung uhud. (HR.
Muslim).

Mengikuti Jenazah hanya diperuntukan untuk laki-laki, tidak untuk wanita. Berdasarkan
larangan Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam: "Berkata Ummu 'Athiyyah rodhiyallahu 'anha:
"Kami para wanita dilarang mengiringi jenazah, namun (larangan itu) tidak ditegaskan atas
kami." (HR. Bukhori, Muslim).

LARANGAN DI ATAS SIFATNYA TANZIIH (TIDAK SAMPAI KEPADA HARAM)

Jenazah tidak boleh diikuti dengan apa-apa yang menyelisihi syari'at seperti menagis dengan
keras dan mengikutinya dengan kemenyan. (Ahkamul Janaiz: 91). "...termasuk juga ucapan-
ucapan yang tidak dicontohkan oleh Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam dalam mengiringi
jenazah.

Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak boleh jenazah diiringi dengan suara
atau api." (HR. Abu Dawud). Adapun yang diperintahkan adalah diam, tidak berbicara, berpikir
serta merenung, terhadap apa yang dilihatnya. Wajib berjalan cepat membawa mayat akan
tetapi tidak sampai berlari-lari kecil. (Ahkamul Janaiz: 93).

Boleh berjalan di depan mayat, di belakangnya (ini yang paling utama) atau di sebelah
kanannya, atau di sebelah kirinya. (Ahkamul Janaiz: 94-96). Adapun yang paling utama
berjalan di belakang mayat, karena Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Dan
ikutilah jenazah..." (Al-Wajiz: 173).

Boleh berkendaraan ketika kembali dari penguburan dan tidak makruh. (Ahkamul Janaiz: 97).
Adapun membawa jenazah dengan kereta atau mobil yang dikhususkan untuk jenazah dan
para pelayat mengantarkannya dengan mobil-mobil, maka ini tidak disyari'atkan. (Ahkamul
Janaiz: 99-100).

Karena hal itu merupakan kebiasaan orang-orang kafir dan menghalangi tujuan mengiringi
jenazah dan memikulnya yaitu mengingatkan manusia akan akhirat, apalagi hal itu akan
menyedikitkan orang yang mengiringi dan mengharapkan pahala dari mengiringi jenazah.

Berdiri untuk (menghormati) jenazah sudah dihapus hukumnya (dimansukh) maka tidak
dilakukan. (Ahkamul Janaiz: 100).

Disunnahkan bagi orang yang telah memikul jenazah untuk berwudhu, (akan tetapi tidak
diwajibkan. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi).

MENGUBUR JENAZAH

Wajib mengubur mayat walaupun orang kafir. (Ahkamul Janaiz: 167)

Hal ini sebagaimana sabda Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam ketika paman beliau (Abu
Tholib) meninggal: "Pergilah dan kuburkan ia..." (HR. An-Nasa'i: Ahkamul Janaiz: 169)

Mayat muslim tidak boleh dikuburkan dengan mayat orang kafir, dan mayat orang kafir tidak
boleh dikubur dengan mayat muslim. (Ahkamul Janaiz: 172).

Menurut Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam, mengubur mayat adalah di pekuburan umum.


(Ahkamul Janaiz: 173) Kecuali para Syuhada, mereka dikubur di tempat meninggalnya dan
tidak boleh dipindahkan di pekuburan.

Adapun Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam beliau dikubur di kamarnya (bukan di pekuburan


umum), maka ini merupakan kekhususan bagi beliau. (Ahkamul Janaiz: 174).

Tidak boleh mengubur jenazah pada waktu-waktu yang terlarang: Tatkala matahari terbit,
pada tengah hari dan tatkala matahari akan terbenam. (HR. Muslim). Juga tidak boleh di
waktu malam kecuali karena terpaksa. (HR. Muslim). Sebagaimana Rosululloh shollahu'alaihi
wa sallam pernah menguburkan mayat pada waktu malam dengan diterangi lampu. (HR.
Tirmidzi: Ahkamul Janaiz: 180).

Wajib hukumnya untuk mendalamkan kubur, meluaskannya dan membaguskannya


(galiannya). Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Galilah, luaskan dan
baguskanlah. (HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 182).

Diperbolehkan dua hal dalam kubur, yaitu lahad dan syaq. (Ahkamul Janaiz: 182)

Namun yang pertama (lahad) lebih utama. (Ahkamul Janaiz: 182)


Tidak mengapa dalam satu kubur dikuburkan dua mayat atau lebih ketika dalam keadaan
darurat dan didahulukan mayat yang lebih utama.

Sebagaimana sabda Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam untuk para Syuhada Uhud karena
banyaknya mereka: "Kuburkanlah dua atau tiga orang di satu kubur, dan dahulukanlah yang
paling banyak hafalan Qur'annya". (HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 182).

Adapun yang menurunkan mayat adalah laki-laki meskipun mayatnya adalah wanita.
(Ahkamul Janaiz: 186).

Wali-wali mayat (keluarga/kerabat) lebih berhak untuk menurunkan mayat. (Ahkamul Janaiz:
186).

Sebagaimana Firman Alloh Ta'ala: "Dan orang-orang yang memiliki hubungan darah satu
sama lain lebih berhaq (waris-mewarisi) di dalam kitab Alloh dari pada orang-orang Mukmin
dan Muhajirin" (Al-Ahzab: 6).

Suami boleh mengurusi sendiri penguburan istrinya. (HR. Ibnu Majah: Ahkamul Janaiz: 67).

Disyaratkan bagi orang yang menurunkan mayat ke dalam kubur, pada malam harinya tidak
menggauli istrinya (bersetubuh dengan istrinya). (HR. Bukhori).

Hal ini sebagaimana tatkala pemakaman anak perempuan Rosululloh shollahu'alaihi wa


sallam, maka Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam memerintahkan kepada Abu Tholhah
rodhiyallahu 'anhu untuk turun ke kubur, atau menguburkannya karena beliau (Abu Tholhah)
tidak mempergauli istrinya semalam sebelum pemakaman.

Sunnah Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam memasukan jenazah adalah dari kaki kubur
(arah kaki). Sebagaimana sabda Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam: "Al-Harits mewsiatkan
agar ia disholatkan oleh 'Abdullah bin Zaid, maka Abdulloh bin Zaid-pun mensholatkannya lalu
memasukannya ke dalam kubur dari arah kaki kubur seraya berkata: "ini termasuk sunnah".
(HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 190).

Mayat dibaringkan di atas lambung kanannya dan wajahnya dihadapkan ke qiblat. (Ahkamul
Janaiz: 193).

Orang yang meletakan mayat ke dalam kubur mengucapkan: "Dengan nama Alloh dan di atas
sunnah Rosulullah" (HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 193).

Disunnahkan bagi orang yang menghadiri penguburan untuk menaburkan tanah sebanyak
tiga kali dengan kedua tangannya.

Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam pernah menyolatkan jenazah, kemudian tatkala selesai


penguburannya, beliau menaburkan tanah sebanyak tiga kali ke kuburnya. (HR. Ibnu Majah:
Ahkamul Janaiz: 193).

Setelah penguburan, disunnahkan melakukan hal-hal sebagai berikut:


1. Menaikan kubur dari tanah dengan tinggi satu jengkal (tidak diratakan dengan tanah). (HR.
Baihaqi: Ahkamul janaiz: 195).
2. Memberinya tanda dengan batu, atau yang semisalnya agar dapat dikenali. (HR. Abu
Dawud: Ahkamul Janaiz: 197).
3. Berdiri di sekitar kubur dan mendo'akan kemantapan bagi mayat dan memohonkan
ampunan serta memerintahkan orang-orang untuk melakukan (hal serupa). (HR. Abu Dawud:
Ahkamul Janaiz: 197).

Adapun Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam ketika selesai menguburkan mayat dan berkata:
"Mintakanlah ampun untuk saudara kalian, dan mohonkanlah keteguhan baginya, karena ia
sekarang sedang dimintai pertanggung jawaban". (HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 198).

Adapun mengucapkan Laa ilaaha illallah atau perkataan-perkataan lainnya yang tidak
dicontohkan oleh Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam tatkala penguburan, maka hal ini adalah
BID'AH. Dan ini masuk dalam perkataan Abdulloh bin 'Umar rodhiyallahu 'anhumaa tatkala
berkata: "Setiap bid'ah itu sesat walau dipandang baik oleh manusia...!

Maka dari itu, wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk menjauhi perkara-perkara (bid'ah)
yang tidak dicontohkan oleh Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam.
Selama penguburan, boleh duduk-duduk di sekitar kubur dengan maksud untuk mengingat
kematian dan apa-apa yang terjadi setelah kematian. (Ahkamul Janaiz: 198).

TA'ZIYAH
Takziyah artinya menghibur dan menyabarkan. Disyaratkan takziyah kepada keluarga mayat,
yaitu dengan mendorongnya untuk sabar dan menyebutkan janji pahala kesabaran serta
mendo'akan kebaikan untuk mayat. (Ahkamul Janaiz: 65).

Dalam takziyah disyari'atkan mengucapkan: "Sesungguhnya milik Alloh-lah apa yang


diambilNya, juga apa yang diberiNya, dan segala sesuatu di sisiNya menurut batas waktu
yang ditentukan", ...perintahkanlah ia untuk bersabar dan mengharap pahala. (HR. Bukhori,
Muslim).

Disyariatkan juga untuk bertakziyah dengan mengucapkan perkataan yang baik yang
ditujukan untuk menghibur dan membesarkan hati keluarga mayat selama hal tersebut tidak
menyelisihi syari'at, seperti perkataan "semoga hidupmu kekal di muka bumi ini", padahal di
dunia ini tidak ada yang kekal. Ini sudah jelas menyelisihi firman Alloh Ta'ala: "Semua yang
ada di bumi akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan". (Ar-Rahman: 26-27).

Takziyah tidak mesti dilakukan pada waktu dan tempat tertentu, namun bisa dilaksanakan
kapan dan di mana saja tatkala bertemu dengan orang yang tertimpa musibah, baik itu di
jalan, di tempat umum, maupun di tempat lainnya, selama musibah tersebut masih terasakan
olehnya, karena hakikat ta'ziyah itu sendiri yaitu menghibur dan membesarkan hati orang
yang ditimpa musibah.

Ta'ziyah tidak dibatasi dengan tiga hari, bahkan kapan saja seorang muslim melihat adanya
faidah di dalam ta'ziyah tersebut, maka hendaklah ia melakukannya. (Masalah Jenazah: 66).

Dalam ta'ziyah, hendaklah dijauhi dua perkara, walaupun kebanyakan manusia pada saat ini
banyak melakukannya. (Ahkamul Janaiz: 210).
1. Burkumpul-kumpul untuk melakukan ta'ziyah di tempat khusus, seperti di rumah,
perkuburan, atau masjid.

2. Keluarga mayat membuatkan makanan untuk menjamu orang-orang yang datang untuk
berta'ziyah.

Kedua hal tersebut dilarang, bahkan termasuk ke dalam niyahah, sebagaimana yang
dituturkan oleh sahabat Jarir bin 'Abdilloh Al-Bajali rodhiyallahu 'anhu beliau mengatakan:
"Kami (para sahabat Nabi) menganggap berkumpul-kumpul di tempat keluarga mayat, dan
membuat jamuan setelah penguburan mayat termasuk niyahah (meratap)....! (HR. Ibnu
Majah: Ahkamul Janaiz: 210).

Oleh karena itu, tidak sangsi lagi. Bahwa peringatan 3 hari, 7 hari, 40 hari 1000 hari, ini
semua termasuk bid'ah yang harus dijauhkan oleh setiap muslim dan muslimah.

Yang sesuai dengan sunnah Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam adalah, kerabat dan
tetangga membuatkan makanan yang mengenyangkan untuk keluarga mayat. (Ahkamul
Janaiz: 221).

Sebagaimana datangnya kabar gugurnya Ja'far maka Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam


bersabda: "Sediakanlah makanan bagi keluarga Ja'far, karena telah datang pada mereka
perkara atau sesuatu yang menyibukkan mereka". (HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 211).

YANG BERMANFAAT BAGI JENAZAH

Ada beberapa hal yang bisa bermanfaat bagi si mayat setelah meninggalnya:

1. Do'a seorang muslim untuk mayat. Hal ini sebagaimana firman Alloh Ta'ala: "Dan orang-
orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdo'a: "Ya Rabb kami,
beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam heti kami terhadap orang-orang yang
beriman: Ya Rabb kami, Sesungguhnya engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" (Al-
Hasyr: 10).
Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Do'a seorang muslim kepada saudaranya
yang tidak ada di hadapannya, mustajab (terkabul). Di sisi kepalanya ada malaikat yang
berdo'a disetiap dia mendo'akan saudaranya dengan kebaikan maka berkatalah malaikat itu:
Aamiin dan bagimu semisalnya". (HR. Muslim).

2. Wali mayat menunaikan puasa nadzarnya. (Ahkamul Janaiz: 213). Sebagaimana sebuah
hadits yang berbunyi: Sa'ad bin 'Ubadah meminta fatwa kepada Rosululloh shollahu'alaihi wa
sallam: "Sesunnguhnya ibuku meninggal sedang ia punya nadzar (bagaimana)" Nabi
bersabda: "Tunaikanlah nadzar ibumu". (HR. Bukhori, Muslim).

3. Membayarkan hutang sang mayat oleh siapa saja, baik wali mayat atau selainnya.
(Ahkamul Janaiz: 216).

4. Amal-amal sholeh yang dilakukan oleh anaknya yang sholeh. (Ahkamul Janaiz: 216). Dan
Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam bersaabda: "Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan
seseorang adalah hasil usahanya sendiri, dan anaknya termasuk hasil usahanya". (HR. Abu
Dawud; Ahkamul Janaiz: 216)

5. Apa yang ditinggalkannya dari hal-hal yang baik dan shodaqoh jariyah. (Ahkamul Janaiz:
223). Hal ini sebagaimana sabda Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam: "Jika seseorang
manusia mati, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga hal: dari shodaqoh jariyah, atau
ilmu yang bermanfaat, atau anak yang sholih yang mendo'akannya". (HR. Muslim).

ZIYARAH KUBUR

"Aku dulu pernah melarang kalian dari berziyarah kubur, tetapi kini berziyarahlah! Karena ada
pelajaran di dalamnya, namun jangan ucapkan apa-apa yang membuat Allah murka". (HR.
Hakim Ahkamul Janaiz: 228).

Disyari'atkan berziyarah kubur dengan tujuan mengambil pelajaran dan mengingatkan akhirat,
namun disana tidak boleh mengucapkan perkataan yang dapat mendatangkan murka Alloh
Ta'ala, seperti berdo'a kepada orang yang di kubur, Istighotsah kepada penghuni kubur bukan
kepada Alloh, memuji-muji penghuni kubur, dan menetapkan kepastian baginya dengan
masuk surga atau memastikannya dengan masuk surga dan semua yang semisalnya seperti
perkataan "SYAHID FULAN" oleh karena itu Imam Bhukhori membuat bab khusus dalam kitab
shohihnya dengan bab "TIDAK BOLEH DIKATAKAN SIFULAN SYAHID".

Seperti laki-laki, wanita juga disunnahkan untuk ziyarah kubur. (Ahkamul Janaiz: 229).
Dengan syarat: Menjauhi Ikhtilat (bercanpur baur dengan laki-laki yang bukan mahromnya).
Menjauhi meratap. Menjauhi Tabarruj (menampakkan perhiasan dan aurotnya. Dan
kemungkaran-kemungkaran nyata lainnya yang banyak memenuhi kuburan-kuburan saat ini.

Akan tetapi wanita tidak boleh memperbanyak ziarah kubur dan bolak-balik ke kuburan,
karena hal tersebut dapat membawa kaum wanita kepada penyelisihan syari'at. (Ahkamul
Janaiz: 235).

Boleh menziyarahi kubur orang kafir dengan maksud mengambil pelajaran dan nasihat saja.
(Ahamul Janaiz: 235). Maksud ziyarah kubur ada dua:

1. Mengambil manfaat dan mengingat kematian dan orang-orang yang telah mati dan bahwa
tempat kembali mereka mungkin ke surga atau ke neraka.

2. Memberi manfaat kepada penghuni kubur dan berbuat baik kepadanya dengan
mengucapkan salam dan mendo'akannya. (Ahkamul Janaiz: 339)

Ucapan salam kepada penghuni kubur: "Semoga keselamatan atas kalian wahai penghuni
kubur dari kalangan mukminin dan muslimin, dan kami insya Alloh menyusul kalian, kami
mohon kepada Alloh bagi kami dan kalian agar dianugrahi keselamatan". (HR. Muslim).

Boleh mengangkat kedua tangan saat mendo'akan penghuni kubur. (Ahkamul Janaiz: 246).
Akan tetapi tidak boleh menghadap kubur, namun harus menghadap kiblat tatkala berdo'a.

Tidak boleh berjalan diantara kubur kaum muslimin dengan memakai sandal (akan tetapi
hendaklah dia melepas kedua sandal tersebut). (HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 252).

Jika menziarahi kubur orang kafir, maka tidak boleh mengucapkan salam dan mendo'akannya
akan tetapi memberitakan dengan neraka. (Ahkamul Janaiz: 251). Tidak disyari'atkan
meletakkan tanaman wewangian atau bunga di atas kubur karena itu bukanlah perbuatan
salaf, seandainya perbuatan ini baik niscaya mereka telah mendahului kita dalam
melakukannya. (Ahkamul Janaiz: 259).

PERINGATAN !!!

MENDO'AKAN PENGHUNI KUBUR SEWAKTU ZIARAH KUBUR ADALAH DENGAN


MEMOHONKAN AMPUNAN SERTA KESELAMATAN BAGI PENGHUNI KUBUR. DAN
BUKAN BERDO'A UNTUK MEMINTA-MINTA KEPADA PENGHUNI KUBUR, KARENA HAL
INI MERUPAKAN SYIRIK BESAR YANG DAPAT MERUSAK KEISLAMAN SESEORANG,
NA'UDZUBILLAHI MIN DZALIK.

YANG HARAM DILAKUKAN DI KUBURAN:


Ada beberapa hal yang diharamkan di kuburan:

1. Menyembelih binatang di kuburan. (Ahkamul Janaiz: 259). Rosululloh shollahu'alaihi wa


sallam bersabda: "Tidak ada penyembelihan (di kuburan) dalam Islam". (Hr. Abu Dawud:
Ahkamul Janaiz: 228).

2. Haram mengecat kubur dengan kapur atau yang semisalnya. (Ahkamul Janaiz: 260)

3. Diharamkan untuk duduk di atas kubur. (Ahkamul Janaiz: 260).

4. Diharamkan membangun (di atas) kubur. (Ahkamul Janaiz: 260).

5. Dilarang meninggikan kubur lebih dari satu jengkal dengan tanah dari luar. (Ahkamul
Janaiz: 260).

6. Diharamkan menulisi kubur. (Ahkamul Janaiz: 260). Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam


bersabda: "Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam melarang menyemen/mengapur kubur, duduk
di atasnya, membangunnya, menambahnya atau menulisnya. (HR. Abu Dawud: Ahkamul
Janaiz: 260).

Sebagian 'Ulama memperbolehkan menulis sekedar namanya saja, sebagai tanda agar kubur
dapat dikenali (namun jika tanpanya suatu kubur dapat dikenali, maka itu lebih utama untuk
dilakukan). (Fatawa Ta'ziyah Syaikh Al-Utsaimin)

7. Diharamkan sholat dekat kubur, baik menghadap kubur, ataupun tidak. (Ahkamul Janaiz:
269-270). Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian sholat
menghadap kubur". (HR. Muslim). Dan juga: "Bumi semuanya adalah masjid, kecuali kuburan
dan kamar mandi". (HR. Abu Dawud; Ahkamul Janaiz: 228).

Adapun bagi kaum muslimin yang belum mensholatkan jenazah, dan dia ingin
mensholatkannya padahal jenazah sudah dikubur, maka boleh mensholatkan dikuburan,
sebagaimana hal ini pernah dilakukan oleh Nabi shollahu'alaihi wa sallam (dengan tata cara
sebagaimana biasa mensholati jenazah baik lelaki maupun perempuan). (HR. Bukhori,
Muslim).

8. Haram membangun masjid di atas kuburan. (Ahkamul Janaiz: 275). Rosulullah


shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Semoga Alloh melaknat orang-orang Yahudi dan
Nashroni, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid". (HR.
Bukhori-Muslim).

9. Haram menjadikan kuburan sebagai 'Ied, yaitu sebagai tempat berkumpul dan tempat yang
didatangi pada waktu-waktu tertentu (untuk beribadah). (Ahkamul Janaiz: 280). Rosulullah
shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai 'Ied".
(HR. Abu Dawud; Ahkamul Janaiz: 280).

10. Diharamakan bersafar menuju kubur. (Ahkamul Janaiz: 280). Bila seseorang berangkat
haji dan mengunjungi Masjid Nabawi yang di dalamnya terdapat kuburan Nabi shollahu'alaihi
wa sallam dan dua sahabatnya, maka hendaknya menjadikan tujuan utama adalah
mengunjungi Masjid Nabawi, bukan untuk berziarah ke makam Nabi shollahu'alaihi wa sallam.
(Al-Wajiz: 267). Karena Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam melarang untuk bersusah payah
menempuh perjalanan dalam rangka ibadah kecuali ke tiga masjid. Beliau Rosulullah
shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak boleh bersusah payah menempuh perjalanan
(dalam rangka ibadah) melainkan ketiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Rasul, dan masjid Al-
Aqsha". (HR. Bukhori-Muslim).

11. Menyalahkan lampu di dekat kubur atau menerangi kubur. (Ahkamul Janaiz: 294).
Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Setiap Bid'ah itu sesat dan setiap kesesatan
tempatnya di neraka". (HR. Abu Dawud, Tirmizi, Ibnu Majah).

12. Haram memecahkan tulang mayat seorang muslim. (HR. Abu Dawud; Ahkamul Janaiz:
295).

Daftar referensi:
- Ahkaamul Janaaiz wa Bida'uhaa, Al-Imam Albany rahiimahullahu ta'ala, Maktabah Al-
Ma'aarif, Riyadh 1412 H.
- Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah Wal Kitaabil 'Aziz, Asy-Syaikh 'Abdul 'Azhim Badawi
hafidzohullahu ta'ala.
- Syarhu Masaail Jahiliyyah, Asy-Syaikh Sholih Fauzan hafidzohullahu ta'ala.
- Bimbingan Praktis Penyelenggaraan Jenazah, Asy-Syakh 'Abdurrahman Al-Ghoits
hafidzohullahu ta'ala, At-Tibyan.
- Sholat Jenazah, Asy-Asyaikh 'Abdullah Al-Jibrin hafidzohullah ta'ala, At-Tibyan.
- Ringkasan Hukum-Hukum Lengkap Masalah Jenazah, Asy-Syaikh 'Ali bin Hasan Al-Halabi
Al-Atsari hafidzohullah ta'ala, Pustaka Imam Bukhori.
- Fatwa-Fatwa Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin tentang Ta'ziyah, Asy-Syaikh Fadh
'Abdurrahman Asy-Syamiry hafidohullahu ta'ala, Darul Qolam. (*)

Anda mungkin juga menyukai