Anda di halaman 1dari 14

Yohana Puspita Sari/ 10-2009-107

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


yohana_bebek@ymail.com
Fakultas Kedokteran Ukrida, Jl.Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Struma difusa toksik


I. Pendahuluan
Latar Belakang
Kelenjar tiroid yang membesar disebut goiter atau struma. Goiter dapat menyertai hipotiroid
maupun hipertiroid. Bila secara klinik tidak ada tanda-tanda khas, disebut goiter non toksik.
Penyakit grave merupakan bentuk hipertitorid yang paling umum, juga disebut eksoftalmik
goiter diffus toxic goiter atau penyakit basedow, dan hipertiroidi primer.
Tujuan
Untuk memenuhi tugas PBL blok 21 Metabolik Endokrin 2 dan mengetahui semua tentang
kasus yang sudah ditentukan, dimana didalam makalah ini berisi anamnesa, pemeriksaan fisik
dan penunjang, diagnosa, etiologi, faktor resiko, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, dan juga pencegahan.

II. Pembahasan 1-7


Pasien dengan penyakit tiroid biasanya akan mengeluh (1) pembesaran tiroid, yang mana bisa
difus atau nodular; (2) gejala-gejala defisiensi tiroid atau hipotiroidisme; (3) gejala-gejala
kelebihan hormon tiroid, atau hipertiroidisme atau (4) komplikasi spesifik hipertiroidismePenyakit Graves-yang muncul dengan mata yang sangat menonjol (eksofalmus) atau, yang
lebih jarang, penebalan kulit tungkai bawah (dermatopati tiroid). Perlu dibedakan antara
pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis
kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tiroksikosis
yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. 1 Apapun sebabnya manifestasi
kliniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin
penuh. Penggolongan sebab tiroksikosis dengan atau tanpa hipertiroidisme amat penting,
disamping pembagian berdasarkan etiologi, primer maupun sekunder. Kira kira 70%
tiroksikosis karena penyakit graves, sisanya karena gondok multinoduler toksik dan adenoma
toksik.
Anamnesis1
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk ini telah dikenal
1

indeks klinis Wayne dan New castle yang didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti.

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada posisi
duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan
atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk
(diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan palpasi pada
permukaan pembengkakan.

Palpasi

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi
fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari
kedua tangan pada tengkuk penderita.

Auskultasi

Terdengar bunyi bising atau sistolik jantung pada apeks jantung akibat palpitasi (rasa yang
tidak nyaman yang diakibatkan karena denyut jantung yang tidak teratur/lebih keras)
2

Pemeriksaan fisik yang ada pada kasus ini sebagai berikut:

Tekanan darh 140/90 mmHg


Denyut nadi 110x/ menit
Frekuensi Napas 26x/ menit
Suhu 370C
Rosenbach sign (+)
Von Grave sign dextra (+)
Lingkar leher 36 cm
Bising sistol diapeks

Pemeriksaan Penunjang 2
Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk
mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur
dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi
yang

secara

metabolik

aktif.

Kadar TSH

plasma

dapat

diukur

dengan

assay

radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid.
Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada
pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian
pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan
untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
Foto Rontgen leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menelan atau menyumbat trakea
(jalan nafas).
Ultrasonografi (USG)

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV.
USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang
mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis
dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.

Sidikan (Scan) tiroid


3

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan


yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di
bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan
radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian
tiroid.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum
tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat.
Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif
palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.
Diagnosis Pasti 3
Goiter toksik difusa (Penyakit Graves), penyakit Graves adalah bentuk tirotoksikosis yang
paling umum dan dapat terjadi pada segala umur, lebih sering pada wanita dengan pria.
Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari hal-hal ini : (1) tirotoksikosis (2) goiter (3)
oftalmopati (eksoftalmos) dan (4) dermopati (miksedema pretibial). Tirotoksikosis adalah
sindroma klinis yang terjadi bila jaringan terpajan hormon tiroid beredar dalam kadar tinggi.
Pada kebanyakan kasus, tiroksikosis disebabkan hiperaktivitas kelenjar tiroid atau
hipertiroidisme. Kadang-kadang, tirotoksikosis bisa disebabkan sebab-sebab lain seperti
menelan hormon tiroid berlebihan atau sekresi hormon tiroid berlebihan dari tempat-tempat
ektopik.
Diagnosis Banding 4,5,6
1. Goiter Toksik Multinodular

Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai
fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma nodular toksik
(Plummers disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer pada tahun 1913.
Struma nodular toksik merupakan penyebab hipertiroid terbanyak kedua setelah Graves
disease. Kelainan ini terjadi pada pasien-pasien tua dengan goiter multinodular yang lama.
Oftalmopati sangatlah jarang. Klinis pasien menunjukkan takikardi, kegagalan jantung atau
aritmiadan kadang-kadang penurunan berat badan, nervous, tremor dan berkeringat.
Pemeriksaan fisik memperlihatkan goiter multinodular yang dapat kecil atau cukup besar dan
bahkan membesar sampai substernal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan TSH
tersupresi dan kadar T3 serum yang sangat meningkat, dengan peningkatan kadar T4 serum
4

yang tidak terlalu menyolok. Scan radioiodin menunjukkan nodul fungsional multipel pada
kelenjar atau kadang-kadang penyebaran iodin radioaktif yang tidak teratur dan bercakbercak. Hipertiroidisme pada pasien-pasien depgan goiter multinodular sering dapat
ditimbulkan dengan pemberian iodin (efek "jodbasedow" atau hipertiroidisme yang diinduksi
oleh iodida). Beberapa adenoma tiroid tidak mengalami efek efek ini didorong oleh kelebihan
produksi hormon karena kadar iodida sirkulasi yang tinggi. Ini adalah mekanisme untuk
berkembangnya hipertiroidisme setelah pemberian obat antiaritmia amiodaron . Penanganan
goiter nodular toksika cukup sukar. Penanganan keadaan hipertiroid dengan hipertiroid
dengan obat-obat antitiroid diikuti dengan tiroidektomi subtotal tampaknya akan menjadi
terapi pilihan, namun sering pasien-pasien ini sudah tua dan memiliki penyakit lain sehingga
pasien-pasien ini seringkali merupakan pasien dengan risiko operasi yang buruk. Nodul
toksik dapat dihancurkan dengan 131-I, tapi goiter multinodular akan tetap ada, dan nodulnodul lain dapat menjadi toksik, sehingga dibutuhkan dosis ulangan 131-I. Amiodaron adalah
obat antiaritmia yang mengandung 37,3% iodin. Dalam tubuh, obat ini disimpan dalam
lemak, miokardium, hepar dan paru-paru dan memiliki waktu paruh kira-kira 50 hari. Kirakira 2% pasien diobati dengan amiodaron mengalami tirotoksis. Hal ini menimbulkan
masalah yang paling sukar. Pasien yang mendapat amiodaron mempunyai penyakif jantung
serius yang mendasari, dan pada banyak kasus obat ini tidak dapat dihentikan. Jika
tirotoksikosis ringan, dapat dikendalikan dengan metimazol 40-60 mg sehari, sementara
terapi amiodaron diteruskan. Jika penyakit berat, KClO4 dengan dosis 250 mg tiap 6 jam
dapat ditambahkan untuk menjenuhkan iodida trap dan mencegah ambilan iodida lebih lanjut.
KClO4 jangka panjang telah dihubungkan dengan anemia aplastik dan butuh pemamtauan.
Satu-satunya jalan untuk menghilangkan cadangan hormon tiroid yang besar adalah
pembedahan untuk mengangkat goiter.

2. Karsinoma tiroid adalah suatu pertumbuhan yang ganas dari kelenjar tiroid. Keganasan

tiroid dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdiferensi baik, yaitu bentuk papiler,
folikuler, atau campuran keduanya, karsinoma meduler yang berasal dari sel parafolikuler
yang mengeluarkan kalsitonin (APUD-oma), dan karsinoma berdiferensiasi
buruk/anaplastik. Karsinoma sekunder pada kelenjar tiroid sangat jarang dijumpai.
Perubahan dari struma endemik menjadi kasinoma anaplastik dapat terjadi
terutama pada usia lanjut. Diagnosis pasti adalah pemeriksaan histopatologi,
pemeriksaan FNAB belum dapat menggantikan pemeriksaan ini.

Etiologi 1,3
Grave dissease adalah sindrom hiperplasia tiroid difus, dan paling sering pada wanita;
sindrom ini mempunyai etiologi autoimun dan terkait dengan tiroiditis autoimun. Gejala khas
termasuk hipertiroiditis, biasanya disertai struma dan gejala oftalmik. Kebanyakan pasien
memiliki imunoglobulin perangasang tiroid yang beredar dalam tubuh yang menyebabkan
sekresi berlebihan hormon tiroid dengan cara mengikuti reseptor TSH pada sel tiroid. Disebut
juga basedows, flajanis, parrys disease, dan difuse toxic goiter.
Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme

Tiroksikosis tanpa

Hipertiroidisme sekunder

primer

hipertiroidisme

Penyakit graves

Tiroiditis subakut

TSH-secreting

Gondok multinoduler

Silent tiroiditis

Tiroksikosis gestasi

toksik

Destruksi kelnjar: amiodarone

Resistensi Hormon

Adenoma toksik

I-131, radiasi, adenoma, infark

tiroid

Obat: yodium lebih, litium

hormon tiroid berlebih

Karsinoma tiroid
yang berfungsi
Struma ovarii (ektopik)
Faktor resiko 4,5,6
Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang penyebabnya tidak
diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai
keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit
Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang beredar di darah. Dari kasus-kasus
hipertiroidisme yang paling banyak adalah penyakit grave. Insidensi tertinggi pada kelompok
usia 15-40 tahun. Terdapat kecenderungan familial dan hubungan dengan antigen
histokompatibilitas HLA-DR3 dan B8 pada ras Kaukasia, HLA-Bw36 pada orang Jepang,
dan HLA-Bw46 pada orang Cina. Penderita penyakit grave sering menderita penyakit
autoimun lain (misal, anemia pernisiosa) dan terjadi tumpang tindih dengan penyakit
hashimoto. Penyakit grave adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya
autoantibodi kelas IgG dalam serum yang ditujukan untuk melawan reseptor Tsh pada sel
tiroid. Kombinasi antibodi dengan reseptor TSH menyebabkan stimulasi sel untuk
menghasilkan hormon tiroid.
Epidemiologi 4,5,6
6

Graves penyakit adalah bentuk paling umum dari hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus

disebabkan oleh tirotoksikosis penyakit Graves. Kejadian tahunan penyakit Graves


ditemukan 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20 tahun, dengan terjadinya puncak
pada orang berusia 20-40 tahun.

Insiden penyakit Graves dan beracun perubahan multinodular goiter dengan asupan

yodium. Dibandingkan dengan daerah dunia dengan asupan yodium yang kurang,
Amerika Serikat memiliki lebih banyak kasus penyakit Graves dan lebih sedikit kasus
gondok multinodular beracun.

Penyakit tiroid autoimun terjadi dengan frekuensi yang sama di Kaukasia, Hispanik, dan

Asia dan dengan frekuensi kurang dalam populasi kulit hitam. Semua penyakit tiroid
terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Penyakit Graves autoimun
memiliki rasio laki-perempuan 1:5-10. Rasio laki-perempuan untuk multinodular goiter
beracun dan beracun adalah adenoma 1:2-4. Ophthalmopathy Graves lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan pada pria. Penyakit tiroid autoimun memiliki insiden puncak
pada orang berusia 20-40 tahun. Multinodular gondok beracun terjadi pada pasien yang
biasanya memiliki sejarah panjang gondok beracun dan yang karena itu biasanya hadir
ketika mereka lebih tua dari usia 50 tahun. Pasien dengan adenoma beracun hadir pada
usia yang lebih muda daripada pasien dengan goiter multinodular beracun.

Patogenesis Struma 1,4,5,6


Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh
hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah
yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin
dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin
bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4
dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar
300-500 gram. Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang
menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
(goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves.
Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa
hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan
metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Eutiroidisme
7

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi
kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH
dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan
gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat
mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis
dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar
plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang
mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop
atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala
hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia,
sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon
jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan.
Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang
merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan
tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin,
sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai
bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot.

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :

a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik.
Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana
struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan
tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik
8

teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik
(tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon
tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok
eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan
diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun
telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar
dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil
pengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah
pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam
jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir
yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat
meninggal.
b. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non
toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium
yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter
koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung
yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam
pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa.
Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma
nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan
karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena
keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya
gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya
tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul Struma non toksik
disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan
ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh
hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang
dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik
sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.
9

Manifestasi Klinis 1
Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan Penyakit Graves
Sistem

Gejala dan tanda

Umum

tak tahan hawa panas


hiperkinesis, capek, BB turun,
tumbuh cepat, toleransi obat,
hiperdefekasi, lapar

G.I.T

makan banyak, haus, muntah,


disfagia, splenomegali, rasa lemah

Muskular

infertil, ginekomastia

Genitourinaria kulit

hair dan onikolisis

Psikis , saraf, jantung

labil, iritabel,tremor, psikosis, nervositas,


paralisis periodik dispneu, hipertensi, aritmia,
palpitasi, gagal jantung, limfositosis, anemia ,
splenomegali, leher membesar

Darah, limfatik, skelet

osteoporosis, epifisis cepat menutupo dan nyeri


tulang

Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan:


Optalmopati

(50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus


kornea

Dermopati

(0,5-4%)

Akropaki

(1%)

Penatalaksanaan 7

10

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang


berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid
(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal)
1. Obat antiroid

Digunakan dengan indikasi:


a. Terapi untuk memperpanjang remisis atau mendapatkan remisi yang menetap, pada
b.
c.
d.
e.

pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis


Obat untuk mengontrol tiroksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah
pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif
Persiapan tiroidektomi
Pasien dengan krisis tiroid
Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

Obat antitiroid yang sering digunakan


Obat

Dosis awal (mg/hari)

Pemeliharaan

Karbimazol

30-60

5-20

Metimazol

30-60

5-20

Propiltiourasil

300-600

50-200

Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresan dan menurunkan konsentrasi tiroid
stimulating antibody (TSAb) yang bekerja pasa sel tiroid. Obat ini umumnya diberikan
sekitar 18-24 bulan. Pemakaian obat-obatan ini dapat menimbulkan efek samping berupa
hipersensitivitas dan agrunalositosis. Apabila timbul hipersensitivitas maka obat diganti,
tetapi bila timbul agrunalositosis maka obat dihentikan

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi pengobatan yodium radioaktif diberikan pada:


a. Pasien umur 35 tahun atu lebih
b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah operasi
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid
e. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Digunakan I-131 dengan dosis 5-12 mCi peroral. Dosis ini dapat mengendalikan tiroksikosis
dalam 3 bulan, namun 1/3 pasien menjadi hipotiroid pada tahun pertama. Efek samping
11

pengobatan dengan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme, eksaserbasi hipertiroidisme, dan


tiroiditis.

3. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi operasi adalah:


a. Pasien umur dengan struma besar serta tidak berespon dengan obat antitiroid
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid yang dosis

besar
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima obat yodium radioaktif
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
e. Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Sebelum oiperasi biasanya pasien diberi onat antitiroid sampai eutiroid kemudian diberi
cairan kalium yodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15 tetes/hari selama 10 hari
sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelnjar tiroid.

4. Pengobatan tambahan
a. Sekat adrenergik

Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda hipertiroidisme. Dosis
diberikan 40-200mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang lanjut usia diberi
10mg/6jam
b. Yodium
Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan dengan
yodium radioaktif, dan pada krisis tiroid. Biasanya diberikan dalam dosis 100300mg/hari
c. Ipodat
Ipodat kerjanya lebih cepat dibanding propiltiourasil dan sangat baik digunakan pada
keadaan akut seperti krisis tiroid. Kerja ipodat adalah menurunkan konversi T4
menjadi T3 diperifer, mengurangi sintesis hormon tiroid, serta mengurangi
pengeluaran hormon dari tiroid
d. Litium
Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas keuntungannya
dibandingkan dengan yodium. Litium dapat digunakan pada pasien dengan krisis
tiroid yang alergi terhadap yodium.
Komplikasi 1-7

12

Krisis Tirotoksikosis ("thyroid strom") adalah eksaserbasi akut semua gejala


tirotoksikosis, sering terjadi sebagai suatu sindroma yang demikian berat sehingga dapat
menyebabkan kematian. Kadang-kadang krisis tiroid dapat ringan dan nampak hanya sebagai
reaksi febris yang tidak bisa dijelaskan setelah operasi tiroid pada pasien yang persiapannya
tidak adekuat. Lebih sering, terjadi dalam bentuk yang lebih berat, setelah operasi, terapi
iodin radioaktif atau partus pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terkontrol adekuat
atau selama penyakit atau kelainan stres yang berat, seperti diabetes yang tidak terkontrol,
trauma, infeksi akut, reaksi obat yang berat, atau infark miokard. Manifestasi klinis krisis
tiroid adalah hipermetabolisme yang menonjol dan respons adrenergik berlebihan.
Febris dari 38 sampai 41C (100-106F) dan dihubungkan dengan muka kemerahan
dan keringat banyak. Terdapat takikardi berat sering dengan fibrilasi atrium, tekanan
nadi tinggi dan kadang-kadang gagal jantung. Gejala susunan saraf pusat termasuk
agitasi berat, gelisah, delirium, dan koma. Gejala gastro-intestinal termasuk nausea,
muntah, diare dan ikterus. Akibat fatal ada hubungannya dengan gagal jantung dan syok.
Pernah diduga bahwa krisis tiroid adalah akibat bahwa pelepasan mendadak atau "dumping"
cadangan tiroksin dan triiodotironin dari kelenjar tirotoksis. Pemeriksaan lebih teliti telah
mengungkapkan bahwa kadar T4 dan T3 serum pada pasien dengan krisis tiroid tidaklah lebih
tinggi daripada pasien tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Tidak ada bukti bahwa krisis tiroid
disebabkan oleh produksi triiodotironin berlebihan. Ada bukti bahwa pada
tirotoksikosis terdapat peningkatan jumlah tempat pengikatan untuk katekolamin,
sehingga jantung dan jaringan saraf mempunyai kepekaan yang meningkat terhadap
katekolamin dalam sirkulasi. Tambahan pula, terdapat penurunan pengikatan terhadap
TBG, dengan peningkatan T3 dan T4 bebas. Teori saat ini bahwa dalam keadaan seperti
ini, dengan tempat pengikatan yang bertambah yang tersedia untuk katekolamin, suatu
penyakit akut; infeksi atau stres bedah memacu pengeluaran katekolamin, yang
bersama-sama kadar T4 dan T3 bebas yang tinggi, menimbulkan problem akut ini.
Gambaran diagnostik klinis yang paling menonjol dari krisis tirotoksikosis adalah
hiperpireksia yang jauh lebih berat dari tanda-tanda lain. Penemuan laboratorium termasuk
T4, FT4 dan T3 serum, juga TSH yang tersupresi.
Prognosis 1-7
Kemampuan dan pengetahuan seorang pemeriksa sangat dibutuhkan untuk menentukan
prognosis penyakit ini. Kegagalan terapi memberikan prognosis yang buruk terhadap
penyakit hipertiroidism.
13

Pencegahan
Pencegahan dilakukan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah
proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi
adanya kekambuhan atau penyebaran.
Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan

III. Kesimpulan
Grave dissease adalah sindrom hiperplasia tiroid difus, dan paling sering pada wanita;
sindrom ini mempunyai etiologi autoimun dan terkait dengan tiroiditis autoimun. Gejala
khas termasuk hipertiroiditis, biasanya disertai struma dan gejala oftalmik. Kebanyakan
pasien memiliki imunoglobulin perangasang tiroid yang beredar dalam tubuh yang
menyebabkan sekresi berlebihan hormon tiroid dengan cara mengikuti reseptor TSH pada sel
tiroid. Disebut juga basedows, flajanis, parrys disease, dan difuse toxic goiter.1-7

IV.Daftar Pustaka
1. H.M.S. Markum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Penerbit
2.
3.
4.
5.
6.
7.

interna publishing; 2009.h. 2003-4.


Gleadle J. At a Glance : Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
2005. h.275.
Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland., alih bahasa huriawati hartanto.
Edisi 29, EGC, Jakarta, 2002 : h. 636.
Price A.S. & Wilson M.L., Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Alih Bahasa Anugerah
P., Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995 : hal 1049 1058, 1070 1080
Corwin. E J, Patofisiologi, Edisi 1, EGC, Jakarta, 2001 : hal 263 265
Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Prof.Dr.Ahmad H. Asdie,
Sp.PD-KE, Edisi 13, Vol.5, EGC, Jakarta, 2000 : hal 2144-2151
Mansjoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Media Aesculapius, Jakarta, 2000 : h.
594-8.

14

Anda mungkin juga menyukai