Pendahuluan
Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang
mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma
nodular toksik (Plummers disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer pada
tahun 1913. Struma nodular toksik merupakan penyebab hepertiroid terbanyak kedua setelah
Graves disease.
Patofisiologi
Struma nodular toksik menampilkan spectrum penyakit mulai dari nodul hiperfungsi
tunggal (toxic adenoma) sampai ke nodul hiperfungsi multipel (multinodular thyroid).
Riwayat dari multinodular struma melibatkan suatu variasi pertumbuhan nodul dimana
menuju ke perdarahan dan degenerasi, yang diikuti oleh proses penyembuhan dan fibrosis.
Proses kalsifikasi juga bisa terjadi di area yang sebelumnya terjadi perdarahan. Beberapa
nodul bisa berkembang menjadi fungsi yang otonomik. Hiperaktifitas otonomik terjadi oleh
karena adanya mutasi somatik dari reseptor thyrotropin atau hormon TSH pada 20 80
% adenoma toksik dan beberapa nodul dari multinodular struma. Fungsi otonomik bisa
menjadi toksik pada 10 % pasien. Hipertiroidism terjadi ketika nodul tunggal sebesar 2,5 cm
atau lebih. Tanda dan symptom dari struma nodular toksik sama dengan tipe hipertiroid
lainnya.
Epidemiologi
Internasional
Pada area endemik kekurangan iodium, struma nodular toksik terjadi sekitar 58 % dari kasus
hipertiroidism, 10 % berbentuk nodul toksik yang solid. Grave disease terjadi sekitar 40 %
dari kasus hipertiroidism
Morbiditas dan mortalitas
Kompresi local yang terjadi yang berhubungan dengan perkembangan nodul dan kelenjar
mengakibatkan terjadinya dyspnea, serak, dan dysphagia.
Jenis Kelamin
Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Pada wanita dan pria
berusia diatas 40 tahun, rata rata prevalensi nodul yang bisa teraba adalah 5 7 % dan 1 2
%.
Umur
Kebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun. Thyrotoksikosis sering
terjadi pada pasien dengan riwayat struma yang berkepanjangan. Toksisitas terjadi pada
pasien dengan perkembangan fungsi yang otonomik. Toksisitas meningkat pada dekade 6 dan
7 dari kehidupan khususnya orang dengan riwayat keluarga mengalami struma nodular
toksik.
Manifestasi Klinis
Riwayat
Thyrotoxic symptoms
Kebanyakan pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan symptom yang tipikal
dengan hipertiroid seperti tidah tahan terhadap udara panas, palpitasi, tremor, kehilangan
berat badan, kelaparan dan peningkatan frekuensi pergerakan saluran cerna.
Pada pasien yang berusia tua terdapat beberapa gejala atipikal diantaranya
-
menjadi serak
Asymptomatik
Kebanyakan pasien mengetahui mengalami hipertiroidism ketika skrining rutin.
Kebanyakan pada hasil lab menunjukkan penekanan TSH dengan lvel throxine (T4)
yang normal
Pemeriksaan Fisik
Terdapat pelebaran, fisura palpebral, takikardia, hiperkinesis, banyak berkeringat, kulit
lembab, tremor, dan kelemahan otot proksimal. Pembesaran kelenjar thyroid bervariasi.
Nodul yang dominan ataupun multiple irregular dengan variasi ukuran biasanya dijumpai.
Kelenjar yang kecil dengan multinodul hanya bisa dijumpai dengan USG. Suara serak dan
deviasi trakea bisa dijumpai pada pemeriksaan. Obstruksi mekanis bisa menyebabkan
terjadinya superior vena cava syndrome berupa penekanan vena di leher dan kepala sehingga
menghasilkan Pemberton sign. Stigmata Grave disease seperti eksoftalmus, pretibial
myedema tidak dijumpai.
Penyebab
Fungsi otonomik dari kelenjar tiroid berhubungan dengan kekurangan iodium. Berbagai
variasi mekanisme telah diimplikasikan, akan tetapi pathogenesis molecular belum begitu
jelas
membuat
factor
autokrin
yang
mempromosikan
pertumbuhan
yang
multinodu
Laporan frekuensi mutasi ini bervariasi, sekitar 10 80 %. Insidensi tertinggi
Mutasi ini terdapat pada jalur sel yang lain, indikasi mutasi germline. Salah satunya,
D727E memiliki frekuensi lebih besar pada pasien struma nodular toksik dari orang
yang sehat. Ini menunjukkan polymorphism mempunyai hubungan dengan penyakit
ini
Kehadiran tahap heterozigot dari Varian D727E dari reseptor TSH manusia tidak
berhubungan langsung pada struma nodular toksik. Sekitar 10 % dari individu yang
sehat memiliki polymorphism
toksik menunjukkan pewarnaan positif dari struma akan tetapi negative pada sel
folikular. Signifikansi dari temuan ini belum jelas, akn tetapi ET-1 merupakan suatu
vasokonstriktor, mitogen dari vascular endothelium, sel otot polos dan sel folkular
-
tiroid.
Pada sistem invitro menunjukkan stimulasi dari proliferasi sel folikular tiroid dengan
insulin-like growth factor, epidermal growth factor dan fibroblast growth factor.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding struma nodular toksik diantaranya:
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hipertiroid subklinis
Beberapa pasien memiliki penekanan kadar TSH dengan nilai T4 dan T3 yang normal
2. Pemeriksaan pencitraan
Nuclear scintigrafi
Pemindaian nuclear bisa dilakukan pada pasien dengan hipertiroidism
biomolekular. Nuclear medicine bisa dilakukan dengan radioaktif iodine 123 ( 123 I)
atau dengan technetium 99m (99m Tc). Isotop ini dipilih karena memiliki waktu paruh
yang pendek dan memiliki paparan radiasi yang kecil pada pasien jika disbanding
131
I).
99m
99m
Tc bisa
menghasilkan hasil yang salah. Beberapa nodul menunjukkan hasil panas ataupun
hangat pada pemindaian
123
99m
123
3. Prosedur
BAJAH
BAJAH tidak selalu diindikasikan pada nodul tiroid fungsional otonomik (hot). Risiko
terjadinya keganasan sangatlah kecil. Interpretasi dari specimen sangat sulit, karena
tampilannya menyerupai keganasan pada sel folikular dan menimbulkan kerancuan
antara lesi jinak dan lesi ganas tanpa pemotongan jaringan untuk melihat adanya
vaskularisasi dan invasi kapsular. BAJAH dilakukan jika menunjukkan suatu nodul
dingin (cold) yang dominan pada struma multinodular. Nodul yang secara klinis
signifikan lebih besar dari 1 cm dengan diameter maksimum berdasarkan pada palpasi
dan USG, kecuali pada penningkatan risiko keganasan. NOdul yang tidak teraba bisa
dibiopsi dengan bantuan USG.
Penatalaksanaan
1. Terapi Medis
Terapi optimal pada penatalaksanaan struma nodular toksik masih merupakan suatu
controversial. Pasien dengan nodul dengan fungsional otonomik ditatalaksana dengan
radioaktif iodine ataupun pembedahan. Pasien dengan hipertiroidsm subklinis harus
dimonitor dengan ketat.
a. Na131I, di Amerika Serikat dan Eropa radioaktif iodine merupakan prenatalaksanaan
pilihan pada struma nodular toksik. Mengenai dosis optimal masih merupakan suatu
perdebatan. Pasien dengan struma nodular toksik mempunyai uptake yang lebih sedikit
dari pasien dengan Graves disease. Maka dari itu lebih memerlukan dosis yang lebih
besar. Radioiodine terapi dengan dosis tunggal menunjukkan keberhasilan sekitar 85
100 % pada pasien dengan struma nodular toksik. Terapi radioiodine bisa mengecilkan
ukuran struma hingga 40 %. Kegagalan terapi inisial dengan radioaktif iodine
mempunyai hubungan dengan peningkatan ukuran struma dan peninggian kadar T3 dan
T4 yang bebas, yang menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan dosis Na 131I.
Korelasi positif terjadi antara dosis radiasi pada tiroid dan penurunan volume tiroid. Pada
pasien dengan uptake kurang dari 20 %, tatalaksana awal dengan lithium , PTU dan TSH
recombinan bisa meningkatkan kefektifan uptake iodine.
Komplikasi yang bisa timbul diantaranya hipotiroidsm, symptom throtoxic ringan,
eksaserbasi dari CHF dan atrial fibrilasi pada pasien dengan usia tua, tiroid storm.
b. Farmakoterapi
Obat antitiroid dan beta bloker digunakan untuk pengobatan jangka pendek struma
nodular toksik. Hal ini sangat penting pada untuk persiapan melakukan radioiodine dan
pembedahan. Pasien dengan penyakit subklinis dengan risiko komplikasi yang tinggi
diberikan methimazole dosis rendah (5 15 mg / hari) atau beta bloker dan dimonitor
perubahan symptom atau progrefisitas penyakit yang diperlukan untuk terapi definitif.
- Thiamide (PTU dan methimazole) adalah terapi untuk mencapai euthiroidsm
sebagai langkah awal dari terapi definitive radioiodine dan pembedahan.
Direkomendasikan untuk menghentikan obat antitiroid sedikitnya 4 hari sebelum
terapi radioiodine untuk memaksimalisasi efek radioiodine. Obat antitiroid diberikan
2 8 minggu sebelum terapi radioiodine untuk mencegah risiko terjadinya tiroid
storm. Obat antitiroid dan beta bloker ini memiliki efek samping berupa gatal
gatal, demam, dan gangguan saluran cerna. PTU memiliki efek samping yang serius
yaitu kerusakan hati, maka dari itu PTU digunakan sebagai terapi garis kedua
-
2. Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan pada individu muda, dan pasien dengan 1 nodul besar
atau lebih dengan symptom obstruktif, pasien dengan dominan nonfungsi, pasien dengan
kehamilan, pasien dengan kegagalan terapi radioiodine. Subtotal thyroidectomi mandapatkan
kesembihan hipotiroid yang cepat pada 90 % pasien dan dengan cepat menghilangkan
symptom kompresi. Komplikasi pembedahan yang timbul diantaranya
terjadinya
hipotiroidsm (15 25 %), permanen vocal cord paralysis (2,3%), permanen hypoparatiroidsm
(0,5 %), temporary hypoparatiroidsm (2,5 %) dan perdarahan pascaoperasi yang signifikan
(1,4 %). Komplikasi lainya seperti tracheostomy, infeksi luka, myocard infark, atrial
fibrillation, dan stroke.
Follow up
Setelah memulai pemberian PTU atau methimazole pada pasien dengan struma nodular
toksik, lakukan penilaian T4 bebas dan index T4 bebas pada minggu ke 4 6. Kadar TSH
meningkat dengan lambat dikarenakan adanya supresi oleh peningkatan level hormone tiroid
dan memerlukan waktu beberapa bulan untuk normal.
Ablasi radioiodine memerlukan waktu 10 minggu untuk mencapai respon klinis. Pasien
memerlukan tatalaksana dengan obat antitiroid dan beta bloker dalam periode tersebut. Cek
evaluasi biokimia dari fungsi tiroid sekitar 4 minggu setelah terapi inisial.
Pasien dengan total tirodectomy memulai levotiroksin pada saat itu juga, kecuali adanya
tanda klinis hipertiroid. Evaluasi fungsi tiroid 4 6 setelah pembedahan.
Monitor pasien dengan hipertiroid subklinis dengan evaluasi biokimia setiap 6 bulan.
Prognosis
Kebanyakan pasien yang diobati memiliki prognosis yang baik. Prognosis yang jelek
berhubungan dengan hipertiroidsm yang tidak terobati. Pasien harusnya mengetahui jika
hipertiroid tidak diobati maka akan menimbulkan osteoporosis, arrhythmia, gagal jantung,
koma, dan kematian. Ablasi dari Na131 I menghasilkan hipertiroid yang kontiniu dan
membutuhkan terapi ulang dan pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid.
Referensi
1. American Association of Clinical Endocrinologists and Associazione Medici
Endocrinologi medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and management
of thyroid nodules. Endocr Pract. Jan-Feb 2006;12(1):63-102
2. Cerci C, Cerci SS, Eroglu E, et al. Thyroid cancer in toxic and non-toxic multinodular
goiter. J Postgrad Med. Jul-Sep 2007;53(3):157-60.
3. van Soestbergen MJ, van der Vijver JC, Graafland AD. Recurrence of hyperthyroidism in
multinodular goiter after long-term drug therapy: a comparison with Graves' disease. J
Endocrinol Invest. Dec 1992;15(11):797-800.