Anda di halaman 1dari 64

REFERAT

Neurogenic Bladder
Aris prasetiawan

Pembimbing:
dr. H. Denny R, Sp. S

NEUROFISIOLOGI

Serabut aferen
Serabut aferen berasal dr buli-buli dan uretra
ketika kandung kemih mulai terisi urin (stretch reseptor) rangsang saraf
diteruskan N. pelvicus ke corda spinalis S2-S4 lalu ke pusat saraf
subkortikal ( ganglia basal dan serebelum) dan pusat kortikal (lobus
frontal) melalui traktus spinothalamicus

Serabut eferen
Simpatis (korda spinalis T11-L2 dibawa N. hipogastrik menuju buli-buli
dan uretra)
Adrenergic-alfa kontraksi leher kandung kemih dan uretra
Adrenergik-beta relaksasi kandung kemih
(berperan dalam proses pengisian)

Parasimpatis (berasal dari S2-S4 yang dibawa N.


eregentes)
Menyebabkan kontraksi otot detrusor kandung kemih
Relaksasi sfingter uretra internus
(berperan dalam proses pengosongan)

Saraf somatik
Berasal dari S2-S4 dibawa oleh N. pudendus
Mengakibatkan kontraksi otot panggul, membuka dan
menutup otot sfingter uretra eksternus sesuai kemauan

DEFINISI
Neurogenic Bladder adalah suatu disfungsi
bladder

akibat

kerusakan

sistem

saraf

pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam


pengendalian berkemih. Keadaan ini bisa
berupa bladder tidak mampu berkontraksi
dengan

baik

untuk

miksi

(underactive

bladder) maupun bladder terlalu aktif dan


melakukan pengosongan bladder berdasar
refleks
bladder)

yang

tak

terkendali

(overactive

ETIOLOGI
Disorders of the central nervous system:
Tumor
Multiple sklerosis
Parkinson disease
Cedera medula spinalis
Stroke recovery
Cacat bawaan medula spinalis

Damage or disorders of the nerve


Konsumsi alkohol berat
Diabetes
Kerusakan saraf karena pembedahan/operasi
Kerusakan saraf karena herniasi

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi sesuai dengan letak
gangguan saraf yang terjadi.
Lesi otak
Lesi medula spinalis
Cedera sakral

Lesi otak
Lesi otak di atas pons merusak pusat kontrol keseluruhan
Mengakibatkan :
Ketidakmampuan mengendalikan eksresi (spastic /
overactive kandung kemih)
Pengosongan kandung kemih yang terlalu cepat atau
terlalu sering, dengan kuantitas yang rendah.
Biasanya, orang dengan masalah ini berlari cepat ke
kamar mandi namun urin keluar sebelum mereka
mencapai tujuan.
Mereka mungkin sering terbangun di malam hari untuk
berkemih.

Lesi antara pusat miksi pons dan


sakral medula spinalis
Beberapa keadaan yang mungkin terjadi antara lain adalah:
Kandung kemih yang hiperrefleksi
Seperti halnya lesi supra pons, hilangnya mekanisme inhibisi normal akan
menimbulkan suatu keadaan kandung kencing yang hiperrefleksi yang
akan menyebabkan kenaikan tekanan pada penambahan yang kecil dari
volume kandung kencing.
Disinergia detrusor-sfingter (DDS)
Pada keadaan normal, relaksasi sfingter akan mendahului kontraksi
detrusor. Pada keadaan DDS, terdapat kontraksi sfingter dan otot detrusor
secara bersamaan. Kegagalan sfingter untuk berelaksasi akan
menghambat miksi sehingga dapat terjadi tekanan intravesikal yang tinggi
yang kadang-kadang menyebabkan dilatasi saluran kencing bagian atas.
Urine dapat keluar dari kandung kencing hanya bila kontraksi detrusor
berlangsung lebih lama dari kontraksi sfingter sehingga aliran urine
terputus-putus

Kontraksi detrusor yang lemah


Kontraksi

hiperrefleksi

yang

timbul

seringkali

lemah

sehingga

pengosongan kandung kencing yang terjadi tidak sempurna. Keadaan


ini

bila

dikombinasikan

dengan

disinergia

akan

menimbulkan

peningkatan volume residu paska miksi.

Peningkatan volume residu paska miksi


Volume residu paska miksi yang banyak pada keadaan kandung
kencing yang hiperrefleksi menyebabkan diperlukannya sedikit volume
tambahan untuk terjadinya kontraksi kandung kencing. Penderita
mengeluh mengenai seringnya miksi dalam jumlah yang sedikit.

Cedera sakral
Cedera pada medula sakrum dan akar saraf
yang keluar dari sakrum dapat mengakibatkan
masalah pengosongan kandung kemih
(parasimpatis S2-4).
Jika terjadi sensory neurogenik bladder, pasien tidak
akan tahu kapan kandung kemihnya penuh.
Pada kasus motor neuriogenik bladder, inidividu
mungkin merasakan kandung kemih penuh, namun
otot detrusor tidak bereaksi, hal ini disebut detrusor
arefleksia.

GEJALA

Urgensi
Frekuensi
Retensi
Inkontinens

DIAGNOSIS
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Urinalisis, kultur urin, sitologi urin
USG
Pemeriksaan urodinamik
Pemeriksaan residu urine

PENATALAKSANAAN
Gangguan pengosongan kandung kemih
dapat dilakukan dengan cara:
Stimulasi kontraksi detrusor, suprapubic
tapping atau stimulasi perianal
Kompresi eksternal dan penekanan
abdomen
Pemasangan kateter

TERIMA KASIH

COMPLETE SPINAL
TRANSECTION

DEFINISI
Adanya lesi transversal pada medula
spinalis

sehingga

menimbulkan

kerusakan total secara mendadak

Keadaan ini akan memunculkan 3 gangguan,


yaitu:
Semua gerak voluntar pada bagian tubuh yang
terletak di bawah lesi akan hilang fungsinya secara
mendadak dan menetap
Semua sensibilitas daerah di bawah lesi menghilang
Semua fungsi reflektorik pada semua segmen di
bawah lesi akan hilang (renjatan spinal / spinal shock)

SPINAL SHOCK
Berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan
(3-6 minggu), anak-anak kurang dari 1 minggu

1) Syok spinal/arefleksia
Sesaat setelah trauma, fungsi motorik (-), otot
flaksid, refleks (-), paralisis atonik VU dan kolon,
atonia gaster, hipestesia, hilangnya tonus
vasomotor, keringat, piloereksi serta fungsi seksual.
Kulit kering, pucat, dapat timbul ulkus pada daerah
yg mendapat penekanan tulang. Sfingter VU dan
anus kontraksi, tp otot detrusor dalam keadaan
atonik. Dilatasi pasif usus besar, retensio alvi, ileus
paralitik, refleks genitalia (-)

2) Aktivitas refleks yang meningkat


Setelah beberapa minggu, respon refleks thd rangsang
mulai timbul, awalnya lemah lalu makin kuat. Tanda
Babinski (+), fleksi tripel (+) (gerak menghindar dari
rangsang

dengan

mengadakan

fleksi

pd

sendi

pergelangan kaki, sendi lutut, sendi pangkal paha)


Setelah beberapa bulan, refleks menghindar meningkat.

Klasifikasi derajat kerusakan


MS
Grade

Tipe

Gangguan

Complete

Incomplete

Fungsi sensorik msh baik tapi motorik


terganggu sampai segmen sakral S4-S5

Incomplete

Fungsi motorik terganggu di bawah level


tapi otot-otot motorik utama msh punya
kekuatan < 3

Incomplete

Fungsi motorik terganggu dibawah level ,


otot-otot motorik utama punya kekuatan >
3

Normal

Tdk ada fungsi motorik & sensorik sampai


S4-S5

Fungsi motorik dan sensorik normal

Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan


inkomplet
Karakteristik

Lesi Komplet

Lesi Inkomplet

Motorik

Menghilang di
bawah lesi

Sering (+)

Protopatik (nyeri, suhu)

Menghilang di
bawah lesi

Sering (+)

Propioseptif (joint
position, vibrasi)

Menghilang di
bawah lesi

Sering (+)

Sacral Sparing

(-)

(+)

Rontgen Vertebra

Sering dgn fraktur, Sering normal


luksasi & listhesis

MRI

Hemoragi (54%),
kompresi (25%),
kontusi (11%)

(Ramon, 1997; penelitian


thdp 55 pasien, 28 komplet & 27
inkomplet)

Edema (62%),
kontusi (26%),
normal (15%)

Lokasi trauma
Pada dan diatas C5

Dampak yang terjadi


Paralisis respirasi dan kuadriplegia
Paralisis pada kaki, pergelangan tangan, dan tangan,

Antara C5 dan C6

lemah bahu abduksi, dan fleksi siku, kehilangan reflex


brachioradialis
Paralisis pada kaki, pergelangan tangan dan tangan

Antara C6 dan C7

kesulitan pergerakan bahu dan fleksi sikut mungkin


terjadi, kehilangan reflex biceps jerk

Antara C7 dan C8
Pada C8 sampai T1

Paralisis pada kaki dan tangan


Dengan lesi melintang, horners syndrome (ptosis, pupil
miosis, anhidrosis wajah), paralisis kaki

Antara T11 dan T12

Paralisis otot kaki atas dan di bawah lutut

Pada T12 sampai L1

Paralisis di bawah lutut


Hiporeflex atau areflex / parese pada ekstremitas bawah,

Cauda equine

sering nyeri dan hiperestesia dalam distribusi dari akar


saraf, and selalu kehilangan control miksi dan defekasi

Pada S3 sampai S5 atau


conus medullaris pada Kehilangan lengkap kontrol fungsi miksi dan defekasi.

PEMERIKSAAN
Foto polos vertebra sesuai lesi
AP/Lateral
CT-Scan/MRI
Pungsi lumbal
Mielografi

TATALAKSANA
PRINSIP
Segera imobilisasi dan diagnosis
dini
Stabilisasi daerah tulang yang
mengalami trauma
Pencegahan progresivitas
gangguan medspin
Rehabilitasi dini

Penanganan trauma medula spinalis


Airway : menjaga jalan nafas tetap lapang
Breathing : mengatasi gangguan pernafasan bila
perlu dpt dilakukan intubasi endotrakeal atau
pemasangan alat bantu nafas supaya oksigenasi
adekuat
Circulation : memperhatikan tanda2 hipotensi
Pasang foley catheter utk monitor hasil urine dan
cegah retensi urine
Pasang NGT (hati-hati pada cedera servikal) utk
dekompresi lambung pada distensi dan nutrisi

Penanganan trauma medula spinalis


Jika terdapat fraktur atau dislokasi kolumna
vertebralis :
Servikal : pasang kerah fiksasi leher atau collar
Torakal : lakukan fiksasi (torakolumbal brace)
Lumbal : lakukan fiksasi dgn korset lumbal

Pemeriksaan radiologi diawali dengan foto polos


servikal, kemudian dapat dilakukan CT Scan /
MRI.
Pemberian steroid untuk mengurangi edema
medula spinalis
Bila

cedera

terjadi

sebelum

jam,

metil

prednisolon dosis tinggi 30 mg/kgBB intravena


bolus perlahan selama 15 menit. Disusul 45
menit kemudian infus 5,4 mg/kgBB/jam selama
23 jam.
Untuk mengobati edema medulla spinalis dapt

Pada lesi medulla spinalis setinggi servikal dan


torakal dapat terjadi vasodilatasi perifer akibat
terputusnya intermediolateral kolumna medulla
spinalis. Akibatnya terjadi hipotensi. Ini dapat
diatasi

dengan

pemberian

simpatomimetik

agents, seperti dopamine atau dobutamin.

Jika terjadi gangguan pernapasan pada cedera


servikal, merupakan indikasi perawatan di ICU.

Profilaksis ulkus peptikum diperlukan karena


insidens

ulcer

profilaksis.

stress

Dapat

sampai

diberikan

29%
H2

tanpa

reseptor

antagonis atau antasid.


Tonus kandung kemih mungkin menghilang
pada pasien cedera spinal oleh karena syok
spinal. Pada pasien ini digunakan kateter Foley
untuk mengeluarkan urin dan memantau fungsi
ginjal.

Indikasi operasi pada cedera medulla spinalis


adalah :
Perburukan progresif karena retropulsi tulang
diskus atau hematoma epidural
Untuk

restorasi

dan

realignment

kolumna

vertebralis

Dekompresi

struktur

penyembuhan
Vertebra yang tidak stabil
Rehabilitasi

saraf

untuk

Kompresi
Medula
Spinalis

Pendahuluan
Dalam
keadaan
normal
medula
spinalis
dilindungi oleh kolumna spinalis, adanya
penyakit tertentu menyebabkan penekanan dan
mengganggu fungsi normalnya
Gawat darurat neurologi
Prognosis
bergantung
cepat/lambatnya
pengobatan

Etiologi
Kompresi epidural

Tumor metastasis
Trauma
Limfoma
Mieloma multipel
Abses/hematoma epidural

Kompresi intradural
Meningioma, Neurofibroma

Ekspansi intrameduler
Glioma, Ependimoma, Malformasi AV

Gejala Klinis
Nyeri punggung
Parestesia tungkai (kesemutan)
Perubahan pola kencing (lebih sering/jarang)
Kelemahan anggota gerak
Konstipasi
Reflek fisiologis dan reflek patologis sering
tidak ditemukan

Pemeriksaan penunjang
Foto polos vertebra
Subluksasi/kolaps vertebra
Erosi tulang sekunder (tumor)
Kalsifikasi (meningioma)
MRI
CT-mielografi

Penatalaksanaan
Operasi
Radioterapi
Kortikosteroid

Spondilitis
TB

Definisi
Potts disease
Adalah infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal
yang mengenai satu atau lebih tulang
belakang
Lokasi :
Vertebra thorakal bawah (40-50%)
Vertebra lumbal (35-45%)
Vertebra servikal (10%)

Patogenesis
Infeksi sekunder Mycobacterium
tuberculosis
Virulensi kuman vs ketahanan tubuh host

Diagnosis
Anamnesis
Onset biasanya beberapa bulan-tahun
Kelemahan umum, nafsu makan , BB , keringat
malam hari, demam.
Nyeri tulang belakang
Riwayat batuk lama
Defisit neurologis

Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Deformitas tulang belakang
Abses teraba massa berfluktuasi dan kulit
diatasnya teraba sedikit hangat (cold abcess)
Perkusi halus di atas proc. spinosus vertebra yang
terkena tenderness

Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
LED
Tuberkulin test (+)
Aspirasi pus paravertebral: BTA (+)
Foto tulang belakang :

destruksi corpus vertebra anterior


kolaps corpus vertebra

Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
CT-scan

Gambaran tulang lebih detail, destruksi tulang dan


kolaps disk
Mendeteksi lesi awal, gambaran bentuk dan kalsifikasi
abses jaringan lunak
MRI

Menunjukkan perluasan penyakit pada jaringan lunak


Paling efektif untuk menunjukkan kompresi neural

Diagnosis Banding
Infeksi piogenik (staphylococcal/suppurative
spondylitis)
Tumor/keganasan

Terapi
Konservatif
Medikamentosa
Rifampisin 10-20 mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari
INH 5-10 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari
Etambutol 15 mg/kgBB, maksimum 1200 mg/hari
Piridoksin 25 mg/kgBB
Imobilisasi

Operatif

Hernia Nukleus Pulposus


(HNP)

DEFINISI
Keluarnya

nucleus

pulposus

dari

discus

melalui robekan annulus fibrosus keluar ke


belakang/dorsal

menekan

medulla

spinalis

atau mengarah ke dorsolateral menekan saraf


spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

PATOFISIOLOGI
Herniasi dapat diakibatkan proses degeneratif atau trauma
Sering terjadi pada daerah lumbal karena lig. longitudinalis
posterior pada daerah ini sangat lemah namun kuat pada
bagian tengah, hal ini mengakibatkan protrusi discus
cenderung terjadi ke arah posterolateral dan menekan radiks
saraf
Peregangan pada lig. longitudinalis posterior mengakibatkan
nyeri punggung bawah
Penekanan pada radiks saraf menimbulkan rasa nyeri
radikuler, gangguan sensorik atau motorik, yang sesuai
dengan distribusi segmen saraf yang terkena.

GEJALA KLINIS
Nyeri pinggang bawah, mendadak dan hebat, dapat didahului
atau tanpa didahului trauma
Bersifat radikuler (menjalar)
Nyeri bertambah hebat saat pasien membungkuk, batuk,
mengejan atau mengangkat benda berat
Biasanya nyeri berkurang dengan berbaring pada sisi yang sehat serta

posisi fleksi pada tungkai yang sakit


Dapat terjadi gangguan sensorik dan motorik sesuai dengan segmen

saraf yang terkena


Jika terjadi kompresi pada cauda equina dapat terjadi paraparese dan

gangguan miksi/defekasi
Gaya berjalan khas: membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri

dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki yang berjingkat

DIAGNOSIS
Anamnesis
Pemeriksaan neurologi
Laseque dan Kernig test, pemeriksaan motorik,
sensorik, refleks

Penunjang
Darah lengkap
X-ray lumbo-sakral (AP/Lat)
CT-Scan/MRI
EMG, kaudografi, LP

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dari herniasi diskus lateral dapat
dilakukan dengan CT scan bila :
Fokus protrusi dari batas diskus lateral dari
foramen intervertebralis
Displacement

lemak

dalam

foramen

intervertebral
Tidak ada deformitas kantong dural
Pada beberapa kasus, masa jaringan lunak lateral
dari foramen intervertebral

Gold standard
adalah

untuk melihat herniasi diskus


MRI

Radik
Saraf

Nyeri

Defisit
sensorik

Defisit motorik

Defisit reflek

Kelemahan quadricep
L2

Paha Medial
Anterior

Paha atas

ringan, fleksi
panggul, adduksi

Penyusutan ringan
suprapatella

paha
L3

Paha lateral
anterior

Kelemahan quadricep,
Paha bawah

ekstensi lutut,
adduksi paha

Patella atau
suprapatella

Paha
Posterolate
L4

ral,

Kaki medial

anterior

Ekstensi pedis dan


lutut

Patella

tibia
L5

Dorsum pedis

Dorsum pedis

S1-2

Lateral pedis

Lateral pedis

S3-5

Perineum

Saddle

Dorsofleksi dari pedis


dan tumit
Plantar fleksi dari pedis
dan tumit
Sphincter

Hamstrings
Achiles
Bulbocavernosus; anal

TATA LAKSANA
Pemberian obat NSAID, analgesik atau
diazepam
Tidak melakukan gerakan-gerakan yang
dapat menimbulkan keluhan
Tirah baring (dengan alas keras)
Fisioterapi : kompres panas/dingin, korset
lumbal, fleksi lumbal

Tirah baring adalah 2-7 hari


NSAID ibuprofen 800 mg/8 jam
Tramadol 50 mg/4-6 jam
Pasien dengan nyeri yang lebih berat
hydrocodone-acetaminophen 5mg/500 mg
setiap 4-6 jam
Terapi fisik
Kegagalan terapi konservatif injeksi
steroid epidural

Operasi
Dilakukan bila:
Dengan terapi di atas (3-4 minggu) tidak memberikan
hasil
Terdapat defisit neurologi
Terdapat gangguan miksi/defekasi (penekanan cauda
equina)

Injeksi

trigger

point

dengan

lidokain

(Xylocaine) 1% sebanyak 1-2 ml tanpa


epinephrine
Indikasi untuk pembedahan termasuk :
Sindroma cauda equine
Penurunan neurologis progresif
Midline disk protusion dg gejala kompresi cauda
equina
Kompresi akar saraf kelumpuhan ototdrop
foot

Mikrodisektomi
Dekompresi sentral
Laminektomi

Diagnosis Banding
Hyperostosis skeletal difus idiopatik
Tumor spinal seperti chondroma vertebra

Anda mungkin juga menyukai