Anda di halaman 1dari 49

STEP 7

1. Bagaimana Anatomi , fisiologi vesica fellea?


Menurut anatomi : fundus, corpus dan colum . VF di hepar emnempati fossa
VF di bagian fascies visceral . di collum ada pelebaran ada harman pouch
predileksi tersering batu empedu. Cavum abdomen , regio hypochondriaca
dextra.
Vaskularisasi : vasa cystica
Penggantung :omentum minus
Persyarafan: N. Vagus , simpatis : thoracal VI-X
Fisiologi VF
Kandung empedu sebagai menyimpan dan menmekatkan fungsinya dengan
cara untuk absorbsi elektrolit dan air . cairan kandung empedu 10x dari
empedu hepatosit.
2. Bagaimana metabolisme garam empedu ?
Garam empedu primer dan garam empedu sekunder .
Sel-sel hepatosit kanalikuli duktus biliaris ductus hepaticus dextra et
sinistra ductus hepaticus ductus cysticus di dalam ditampung dan
dipekatkan hormon CCK ductus choledochus ampula vater
Sekunder : hasil reabsorsi ulang
Garam-garam empedu dan fungsinya?
3. Kenapa nyeri selama 1 jam kemuadian setelah itu hilang , nyeri
dirasakan perut kanan
atas menjalar hingga ke bahu ?? bagaimana persyarafan visceral pada
abdomen ?
Nyeri 1 jam
1 jam nyerinya:
Organ organ yang ada pada perut kanan atas adalah hepar, vesica fellea,
usus besar, usus kecil.
Pada skenario didapatkan pula adanya penjalaran nyeri ke bahu kanan, maka
kita curiga adanya gangguan pada vesica fellea atau kandung empedu yang
menyebabkan nyeri tersebut.
Gangguan pada kandung empedu bisa disebabkan oleh karena sumbatan
pada kandung empedu dan juga adanya peradangan akibat sumbatan
tersebut ataupun akibat infeksi bakteri.
Kandung empedu normal mempunyai fungsi menyimpan dan memekatkan
cairan empedu. Cairan empedu berguna dalam penyerapan lemak dan
beberapa vitamin (vit. A,D, E, dan K).
Empedu merupakan campuran dari asam empedu, protein, garam
kalsium,pigmen dan unsure lemak yang disebut kolesterol. Sebagian cairan
empedu yang memasuki usus halus diteruskan dan dikeluarkan melalui feses.
Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilitas empedu
( supersaturasi ), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan
terdispersi sehingga menggumpal menjadi kolesterol monohidrat yang padat,
dan lama lama menjadi batu.

Oleh karena adanya batu kandung empedu, maka saat kandung empedu
berkontraksi akibat adanya makanan berlemak, maka terjadi peningkatan
tekanan pada dinding kandung empedu tersebut yang akan menekan saraf
saraf disekitarnya, hal ini berlangsung sekitar 30 90 menit dan akan
mengalami relaksasi.

Nyeri bahu kanan


vesica fellea
Sumbatan / peradangan/infeksi bakteri
Konsentrasi kolestrol lebih (supersaturasi)
Tidak terdispersi
Menggumpal
Batu
Vesica fellea kontraksi
Peningkatan tekanan
menyentuh cartolago costa IX dan X kanan
Menekan saraf-saraf
Selama 30-90menit
Relaksasi

Sumber :
http://doktersehat.com/batu-empedu-penyakittersembunyi/#ixzz1qS4W4icm
Patologi Robin Kumar

Sumbatan(batu empedu)aliran tersumbatdistensifundus mnyentuh


abdomen cartilago costa IX dan Xmerangsang sarafmengeluarkan
bradikinin dan serotoninmempengaruhi loglnosireseptorsaraf
aferenmghslkn neurotransmitter dimedulla spinalissaraf eferen di
hipotalamusnyerimenjalar ke bahu karena persarafannya sama(c3-c5)

Sumber:
Patofisiologi.Sylvia.
Buku Ajar
Bedah
Oleh David C.
Sabiston

( Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, Wim de Jong, EGC )


Stimulus yang dapat mencetuskan nyeri visceral yaitu:
Iskemiaterbentuknya produk metabolik akhir yang asam atau produk
yang dihasilkan oleh jaringan degeneratif, sperti bradikinin, enzim
proteolitik atau bahan lain yang merangsang ujung serabut nyeri.
Stimulus kimiaseringkali bahan2 yang rusak dari gastrointestinal
masuk ke dalam rongga peritoneumrasanya nyeri yang sangat hebat
Spasme viskus beronggaterangsangnya ujung serabut nyeri secara
mekanis, atau sapsme yang mungkin menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otot, dibarengi dengan kebutuhan otot untuk proses
metabolisme sehingga menimbulkan nyeri hebat. Eg pada kram
Distensi berlebihan pada viskus berongga
Teregangnya jaringan ikat yang mengelilingi organ viscera

(Fisiologi Guyton Hall)


Serabut aferen yang menyertai suplai vaskuler memberikan persarafan
sensoris pada usus dan terkait peritoneum viseral. Sehingga, penyakit pada

proksimal duodenum(foregut) merangsang serabut aferen celiac axis


menghasilkan nyeri epigastrium. Rangsangan di sekum atau
apendiks(midgut) mengaktifkan saraf aferen yang menyertai arteri
mesenterika superior menyebabkan rasa nyeri di periumbilikalis, dan penyakit
kolon distal menginduksi serabut saraf aferen sekitar arteri mesenterika
inferior menyebabkan nyeri suprapubik.Saraf prenikus dan serabut saraf aferen

setinggiC3, C4, dan C5 sesuai dermatom bersama-sama dengan arteri prenikus


mempersarafi otot-otot diafragma dan peritoneum sekitar diafragma.
Rangsanganpada diafragma menyebabkannyeri yang menjalar ke bahu.
Peritoneum parietalis, dinding abdomen,dan jaringan lunak retroperitoneal
menerima persarafan somatik sesuai dengan segmen nerve roots.( . Diethelm
et al,1997)

Peritoneum parietalis kaya akan inervasi saraf sehingga sensitif terhadap


rangsangan.
Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal akan
menghasilkan sensasi yang tajam dan terlokalisir di area stimulus. Ketika
peradangan pada viseral mengiritasi pada peritoneum parietal maka akan
timbul nyeri yang terlokalisir. Banyak "peritoneal signs" yang berguna dalam
diagnosis klinis dari acute abdominal pain. Inervasi dual-sensorik dari kavum
abdomen yaitu serabut aferen viseral dan saraf somatik menghasilkan pola
nyeri yang khas yang membantu dalam diagnosis. Misalnya, nyeri pada
apendisitis akut nyeri akan muncul pada area periumbilikalis dan nyeri akan
semakin jelas terlokalisir ke kuadran kanan bawah
saat peradangan
melibatkan peritoneum parietal. Stimulasi pada saraf perifer akan
menghasilkan sensasi yang tajam, tiba-tiba, dan terlokalisir dengan baik.

Rangsangan pada saraf sensorik aferen intraperitoneal pada acute abdominal


pain menimbulkan nyeri yang tumpul (tidak jelas pusat nyerinya), nyeri tidak
terlokalisasi dengan baik, dengan onset gradual/ bertahap dan durasi yang
lebih lama.
Nervus vagus tidak mengirimkan impuls nyeri dari usus. Sistem saraf aferen
simpatik mengirimkan nyeri dari esofagus ke spinal cord. Saraf aferen dari

kapsul hepar, ligamen hepar, bagian central dari diafragma, kapsul lien, dan
perikardium memasuki sistem saraf pusat dari C3 sampai C5. Spinal cord dari T6
sampai T9 menerima serabut nyeri dari bagian diafragma perifer, kantong
empedu, pankreas, dan usus halus. Serabut nyeri dari colon, appendik, dan
visera dari pelvis memasuki sistem saraf pusat pada segmen T10 sampai L11.
Kolon sigmoid, rektum, pelvic renalis beserta kapsulnya, ureter dan testis
memasuki sistem saraf pusat pada T11 dan L1. Kandung kemih dan kolon
rektosigmoid dipersarafi saraf aferen dari S2 sampai S4. Pemotongan, robek,
hancur, atau terbakar biasanya tidak menghasilkan nyeri di visera pada
abdomen. Namun, peregangan atau distensi dari peritoneum akan menghasilkan
sensasi nyeri.Peradangan peritoneum akan menghasilkan nyeri viseral, seperti
halnya iskemia. Kanker dapat menyebabkan intraabdominal pain jika
mengenai saraf sensorik. Abdominal pain dapat berupa viseral pain, parietal
pain, atau reffered pain. Visceral pain bersifat tumpul dan kurang terlokalisir

dengan
baik,
biasanya
di
epigastrium,
regio
periumbilikalisatau
regiosuprapubik.Pasien dengannyeri viseralmungkin juga mengalami gejala
berkeringat, gelisah, dan mual. Nyeri parietalatau nyeri somatikyang terkait
dengan gangguan intraabdominalakan menyebabkan nyeri yanglebih
intendan terlokalisir dengan baik. Referred pain merupakan sensasi nyeri
dirasakanjauh dari lokasi sumber stimulus yang sebenarnya. Misalnya,
iritasipada
diafragmadapat
menghasilkanrasa
sakit
dibahu.
Penyakitsaluranempedu ataukantong empedudapat menghasilkannyeri bahu.
Distensi dari small bowel dapatmenghasilkan rasa sakitke bagian punggung
bawah. Selama minggu ke-5perkembangan janin, ususberkembang diluar
rongga peritoneal, menonjolmelaluidasarumbilical cord, dan mengalami rotasi
180berlawanan dengan arah jarum jam.Selama proses ini, usustetap berada
di
luarrongga
peritonealsampai
kira-kiraminggu10,
rotasiembryologik
menempatkan organ-oraganviserapada posisi anatomis dewasa, dan
pengetahuan tentang proses rotasi semasa embriologis penting secara klinis
untukevaluasipasien denganacute abdominal pain karenavariasi dalamposisi
(misalnya, pelvic atauretrocecal appendix)

(Buschard K, Kjaeldgaard A,1993).


Batu empedu

Aliran empedu tersumbat (saluran duktus sistikus)

Distensi kandung empedu

Bagian fundus (atas) kandung empedu menyentuh bagian abdomen pada


kartilago kosta IX dan X bagian kanan

Merangsang ujung-ujung saraf sekitar untuk


mengeluarkan bradikinin dan serotonin

Impuls disampaikan ke serat saraf aferen simpatis

Menghasilkan substansi P (di medula spinalis)


Thalamus
Korteks somatis sensori Bekerjasama dengan pormatio retikularis
(untuk lokalisasi nyeri)

Serat saraf eferen Hipotalamus


Nyeri hebat pada kuadran kanan atas
dan nyeri tekan daerah epigastrium
terutama saat inspirasi dalam
Penurunan pengembangan thorak Menjalar ke tulang belikat
(sampai ke bahu kanan)

Nyeri meningkat pada pagi hari

Karena metabolisme meningkat di kandung


empedu
Sumber:

Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC


Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta.EGC
Hall,J.Emungkinand A.C.Guyton.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,Jakarta :
EGC
4. Kenapa pasien tersebut mengkonsumsi pil KB hubungan dengan
skenario dan rasa nyeri ?
Kontrasepsi
oral
mengandung
kombinasi
antara
esterogen
dan
progesterone sintetik. Fungsi estrogen adalah menekan FSH, mencegah
perkembangan folikel dominan, menstabilisasi bagian dasar endometrium dan
memperkuat kerja progesterone.
Progesterone menekan LH sehingga mencegah ovulasi. Progesterone juga
menyebabkan penebalan mukus leher rahim dan atrofi endometrium.
Dosis rendah kombinasi kontrasepsi oral mengandung sekitar sepertiga
sampai seperempat dosis esterogen dan sepersepuluh dosis progesterone dari
pil yang sebelumnya.
Estrogen dan progesteron merupakan hormon steroid, dimana
hormon tersebut pembentuk dasarnya adalah kolesterol.
Estrogen menghambat konversi enzematik dari kolesterol jadi asam
empedu sehingga menambah saturasi kolesterol dari cairan empedu.
Sedangkan progesteron meningkatkan nafsu makan sehingga
meningkatkan BB dan bisa menurunkan kerja kandung empedu dan saluran
kemih.

Progesteron dan estrogen adalah dua hormon yang paling penting dalam tubuh
wanita. Kedua hormon ini adalah hormon steroid yang bertanggung jawab untuk
berbagai karakteristik dalam tubuh perempuan. Namun, ada banyak perbedaan
antara kedua hormon ini.
Estrogen, progesteron adalah hormon seks utama dalam tubuh wanita. Mereka
memainkan peran penting dalam proses kehamilan, siklus menstruasi, dll dalam

tubuh wanita. Ketika membandingkan estrogen dengan progesteron, telah diamati


bahwa ada banyak persamaan antara kedua hormon ini daripada perbedaannya.
Keseimbangan hormon ini harus dijaga. Estrogen, dan progesteron, bekerja sama
untuk mempertahankan siklus menstruasi yang normal dan kehamilan.
Baik progesteron dan estrogen, juga memiliki peran dalam pengendalian
kelahiran. Pil KB yang mengandung kedua hormon ini menjaga kadar hormon ini
tetap tinggi dalam tubuh, Sehingga tubuh Anda tertipu mengira Anda sedang
hamil, Oleh karena itu, telur tidak dilepaskan dan kehamilan dapat dihindari.
1. Fungsi hormon hormon ovarium Estrogen dan Progesteron
Kedua jenis hormon kelamin ovarium adalah estrogen dan progeteron.
Sejauh ini yang paling penting dari esrogen adalah hormon estradiol dan yang
paling penting dari progestin adalah progesteron . estrogen terutama
meningkatkan poliferasin dan pertumbuhan sel-sel khusus didalam tubuh,
menebalkan endometrium dan mempersiapkannya untuk kehamilan. sebaliknya
progestin berkaitan hampir seluruhnya persiapan akhir dari uterus untuk
menerima kehamilan dan persiapan dari payudara serta mempersiapkan rahim
untuk implantasi dan juga menjaga elastisitasnya
a. Sintesis estrogen dan progestin.
Hormon estrogen dan progestin merupakan hormon yang disintesis didalam
ovarium terutama dari klesterol yang bersala dari dalam darah, juga walaupun
dalam jumlah kecil diperoleh dari asetil koenzim A, suatu molekkul yang dapat
berkombinasi dan membentuk inti steroid yang tepat.
Selama sintesis terutama progesteron akan disintesis pertama kali selama fase
folikular siklus ovarium., sebelum kedua hormon ini keluar dari ovarium sebagian
progesteron
yang dibentuk semuanya diubah menjadi estrogen oleh sel-sel
garnulosa.
Guyton, Arthur dan Hall E. John. 1997 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
(textbook of medical Physiology) Edisi 9. EGC.Jakarta
Estrogen endogenmenghambat konversi ensimatik dr kolesterol mjd
as.empedusupersaturasi kolesteroltdk dapat ditrasport oleh
micellvesikel2kolesterol tertinggalberagregasi membentuk
intikristalgangguan difusi dan inkorporasi kolesterol sel mukosa kandung
empedu meningkat dan gangguan disfungsi VFkontraksi VF
terganggustasis empedumusin terakumulasi (protein yang berperan dlm
nukleasi kolesterol)lamanya cairan empedu tertampung dalam VFmusin
smakin kentalviskositas tinggigangguan pengosongan VF
Sumber :ILMU PENYAKIT HATI
Kontrasepsi oral mengandung kombinasi antara esterogen dan progesterone
sintetik. Fungsi estrogen adalah menekan FSH, mencegah perkembangan folikel
dominan, menstabilisasi bagian dasar endometrium dan memperkuat kerja
progesterone.
Progesterone menekan LH sehingga mencegah ovulasi. Progesterone juga
menyebabkan penebalan mukus leher rahim dan atrofi endometrium.

Dosis rendah kombinasi kontrasepsi oral mengandung sekitar sepertiga sampai


seperempat dosis esterogen dan sepersepuluh dosis progesterone dari pil yang
sebelumnya.
Estrogen dan progesteron merupakan hormon steroid, dimana hormon tersebut
pembentuk

dasarnya

adalah

kolesterol.

Estrogen

menghambat

konversi

enzematik dari kolesterol jadi asam empedu sehingga menambah saturasi


kolesterol dari cairan empedu.
Sedangkan progesteron meningkatkan nafsu makan sehingga meningkatkan BB
dan bisa menurunkan kerja kandung empedu dan slauran kemih.

Fang H, Tong W, Shi L, Blair R, Perkins R, Branham W, Hass B, Xie Q, Dial S,


Moland C, Sheehan D (2001). "Structure-activity relationships for a large diverse set
of natural, synthetic, and environmental estrogens

5. Bagaimana hubungan makanan berlemak dengan rasa nyeri di skenario?


Oleh karena adanya batu kandung empedu, maka saat kandung empedu
berkontraksi akibat adanya makanan berlemak, maka terjadi peningkatan
tekanan pada dinding kandung empedu tersebut yang akan menekan saraf
saraf disekitarnya, hal ini berlangsung sekitar 30 90 menit dan akan
mengalami relaksasi.

Nyeri bahu kanan


vesica fellea
Sumbatan / peradangan/infeksi bakteri
Konsentrasi kolestrol lebih (supersaturasi)
Tidak terdispersi
Menggumpal
Batu
Vesica fellea kontraksi
Peningkatan tekanan
menyentuh cartolago costa IX dan X kanan
Menekan saraf-saraf

Selama 30-90 menit


Relaksasi
Sumber :
http://doktersehat.com/batu-empedu-penyakittersembunyi/#ixzz1qS4W4icm
Patologi Robin Kumar

6. Bagaimana Hubungan BMI dengan diagnosis nantinya ?


Berat badan berlebih sering dikaitkan dengan peningkatan kadar kolesterol
dalam tubuh terutama kandung empedu yang berhubungan dengan sintesis
kolesterol. Ini karenakan dengan tingginya BB maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu
serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu sehingga mudah
menimbulkan sumbatan atau pengendapan.
Sumber : Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2005.hal: 570-579
Hal ini terjadi kemungkinan adanya proses infeksi pada kantung empedu
(kolesistitis) yang ditandai dengan demam yang dapat sampai menggigil.
Terjadinya Kolesistitis akutmerupakan komplikasi penyakit batu empedu yang
paling sering dan sering menyebabkan kedruratan abdomen, khususnya
diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung
empedu berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus, biasanya timbul dari
impaksi batu empedu kedalam duktus sistikus atau dalam infundibulum. Pada
kasus ini anemia terjadi karena perangan kronis yang terjadi pada kandung
empedu. Respon peradangan selanjutnya timbul mencakup distensi, edema,
hipervaskularitas, dan hipertensi vena. Banyak pasien dengan riwayat kolik
biliaris episodic. Nyeri yang berkaitan dengan peradangan akut kandung
empedu, awal timbul dan karakternya sama dengan kolik biliaris, tetapi
biasanya menetap lebih dari 4-6 jam. Palpasi abdomen seringkali
mencetuskan nyeri lepas. Tanda Murphy positif, dan dalam 20% kasus dapat
dipalpasi adanya massa. Manifestasi sistemik dari peradangan (leukositosis
dan hiperpireksia) membedakan kolesistitis akut dari kolik biliaris sederhana.
Pada kasus ini hasil pemeriksaan laboratorium darah ditemukan peningkatan
alkali fosfatase hal ini biasa terjadi pada fase akut kolesistitis.

Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

Harrison - prinsip-prinsip penyakit dalam


7. Mengapa hasil laboratorium kolesterol total meningkat ? hubungan
dengan interprestasi nilai normal ?
Peningkatan kolesterol sering dikatkan dengan peningkatan berat badan.
tingginya BB maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung
empedu sehingga mudah menimbulkan sumbatan atau pengendapan.
Kolesterol juga merupakan pembentuk dasar dari hormon steroid ( estrogen dan
progesteron ) yang terkandung dalam pil KB. Estrogen menghambat konversi
enzematik dari kolesterol jadi asam empedu sehingga menambah saturasi
kolesterol dari cairan empedu.
Sedangkan progesteron meningkatkan nafsu makan sehingga meningkatkan BB
dan bisa menurunkan kerja kandung empedu dan slauran kemih.

Fang H, Tong W, Shi L, Blair R, Perkins R, Branham W, Hass B, Xie Q, Dial S,


Moland C, Sheehan D (2001). "Structure-activity relationships for a large diverse set
of natural, synthetic, and environmental estrogens

8. Mengapa dirasakan suhu naik hingga 38,5 derajat celcius ?


Karena terjadi inflamasi fagositosis senjata pirogen , endogen IL 1
sebagai anti infeksi --. Sel-sel endotel hipotalamus asam arakidonat
fosfolipase A2 memacu PGE2 enzim COX 2 kompensasi dari COX
akan mempengaruhi thermostat titik naik karena thermpstat tubuh skng
dibawah batas normal (37-38C)
Kenapa dilakukan pemeriksaan murphy sign ?
Cara melakukan pemeriksaan Murphys sign :
Pasien di periksa dalam posisi supine (berbaring). Ketika pemeriksa
menekan/palpasi regio subcostal kanan (hipokondriaka dextra) pasien,
kemudian pasien diminta untuk menarik nafas panjang yang dapat
menyebabkan kandung empedu turun menuju tangan pemeriksa. Ketika
manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri kepada pasien, kemudian
tampak pasien menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti), maka hal ini
disebut Murphys sign positif.
Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang
mengalami inflamasi dengan peritoneum abdomen selama inspirasi
dalam yang dapat menimbulkan reflek menahan nafas karena rasa nyeri.
Bernafas dalam menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan berat beberapa kali
lipat walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasien dengan inflamasi akut
kandung empedu.
Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan manuver ini dan
mungkinkan terjadi penghentian mendadak dari inspirasi (menarik nafas)
ketika kandung empedu yang terinflamasi tersentuh jari pemeriksa.
Sumber : Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery).
Murphy sign : palpasi didaerah subcostal kanan saat pasiennafas dalam, respon
dikatakan positif ketika pasien mengatakannyeri saat dilakukan palpasi dan
menimbulkan henti inspirasi.
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan epigatrium serta
Murphy sign.
Murphy sign positif karena kandung empedu yang meradang. Pada perabaan
hepar ditemukan sedikit pembesaran hepar, hal ini biasa ditemukan pada kasus
batu saluran empedu karena fungsi hepar yang terganggu akibat aliran balik
bilirubin direk ke hepar. Pada kasus ini juga terdapat tanda trias charcot yakni
demam kadang sampai menggigil, nyeri pada daerah epigastrium dan ikterus,
trias ini muncul akibat adanya peradangan pada kandung empedu atau kolangitis.

Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakart

DD?
KOLESISTITIS
Definisi
Radang kandung empedu yang dapat berjalan secara mendadak,
subakut, dan menahun

( Buku Patologi, FKUI )


Etiologi
o
o
o
o
o

penyebab utamanya batu VF (90%) yang terletak di ductus cysticus


yang menyebabkan stasis cairan empedu sedangkan sbagian kecil
kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akalkulosa).
Pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara
parenteral
Pada sumbatan karena keganasan kandung empedu
Batu di sal.empedu
Salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes
mellitus

Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu


empedu.
Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan.
Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung
timbul setelah terjadinya: - cedera,
- pembedahan
- luka bakar
- sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)
- penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan
lewat
infus dalam jangka waktu yang lama).
Sebelum secsara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian
atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung
empedu.
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut,
yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan
penciutan
kandung empedu.Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung
empedu.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat
pada usia diatas 40 tahun.
Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat
kolesistitis akut sebelumnya
Penyebab umumnya adalah batu empedu distensi kandung empedu
dan gangguan aliran darah dan limfe, bakteri komensal kemudian
berkembang biak

Kuman-kuman, eg : E. Coli, Salmonella typhosa

Cacing arkaris

Pengaruh enzim2 pankreas

Kolesistitis akut yang berulang2

( Kapita Selekta, Edisi ke tiga, Jilid 1 )


Klasifikasi

Kolesititis akut

Terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak


didalam kantong Hartmann.
Kolesistitis kronik
Merupakan kelainan kandung empedu yang paling umum ditemukan .
Penyebabnya hampir selalu batu empedu.
Kolesistitis akalkulosa akut
Kolesistitis akut yang terjadi tanpa batu. Kelainan ini sering dijumpai
pada penderita sakit berat yang sedang dirawat karena trauma
multiple , pasca bedah besar , sepsis, keracunan obat , dan gagal
organ multiple.
Penyebab lain penderita yang dipuasakan lama dan dirawat dengan
nutrisi iv.

(R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1997)


Pathogenesis
Respon peradangan biasanya dicetuskan oleh 3 faktor:
a. Peradangan mekanis akibat tekanan intralumen dan regangan yang
menimbulkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu
b. Peradangan kimiawi akibat pelepasan lisolesitin (akibat kerja
fosfolipase pd lesitin dalam empedu) dan faktor jaringan lokal lainnya
c. Peradangan bakteri,yang berperan pada 50-85 persen pasien
kolesistitis akut,msl eschericia coli,Klebsiella,Streptococcus grup
D,Staphylococcus dan Clostridium

Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam,Edisi 13


Manfestasi klinis
kolesistitis akut :
- keluhan yang khas adalah kolik perut di sebelah kanan atas
epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh.
- Kadang kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau scapula kanan
dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda.
- Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya
kelainan inflamasi yang ringan samapi dengan gangren atau perforasi
kandung empedu.
Kolesistitis kronik :
- Gejalanya sangat minimal dibandingkan dengan kolesistitis akut dan
tidak menonjol seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan
nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang
kadang kadang hilang setelah bersendawa.
- Ikterus dan kolik berulang
- Nyeri local di daerak kandung empedu
- Tanda Murphys Sign positif

Kolesistitis akut:
a. Kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium
b. Nyeri tekan
c. Kenaikan suhu tubuh
d. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau scapula kanan dan dapat
berlangsung selama 60 menit tanpa reda

( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI )


Kolesistitis kronik:
a. Dispepsia
b. Rasa penuh di epigastrium
c. Nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi
d. Ikterus
e. Kolik berulang

( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI )


Diagnosis
-

Pemeriksaan fisik :
Teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda
tanda peritonitis local.
Pemeriksaan laboratorium :
Adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian serum
transaminase dan fosfatase alkali.
Bila keluhan nyeri bertambah hebat disertai suhu tinggi dan
menggigil serta leukositosis berat , kemungkinan terjadi
empiema dan perforasi kandung empedu.

( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI )


Kolesistitis akut:
a. Anamnesis:
b. Pemeriksaan fisik:
1) Inspeksi: ikterus ( 20% )
2) Auskultasi:
3) Perkusi:
4) Palpasi: teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritonitis lokal ( tanda Murphy )
c. Pemeriksan penunjang:
1) Pemeriksaan laboratorium: leukositosis, serum transaminase alkali
fosfatase meningkat
2) Fotopolos abdomen: hanya pada 15% pasien yang dapat memperlihatkan
gambaran kolesistitis akut karena batu mengandung kalsium cukup banyak
3) USG: sebaiknya dikerjakan secara ruitn dan sangat bermanfaat unutk
memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu,
dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG
mencapai 90%-95%
4) Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99n
Tc6 Iminodiacetic acid: terlihat gambaran ductus choledocus tanpa adanya
gambaran kandung empedu
5) CT scan abdomen: kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan

adanya abses perikolesistik yang masih kecil

( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI )


Kolesistititis kronik:
a. Anamnesis:
1) RPS:
2) RPD:
3) RPK: riwayat penyakit batu empedu di keluarga
4) RP sosial ekonomi:
b. Pemeriksaan fisik:
1) Inspeksi:
2) Auskultasi:
3) Perkusi
4) Palpasi: nyeri lokal di daerah kandung empedu, tanda Murphy positif,
c. Pemeriksaan penunjang:
1) Kolesistografi oral: memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung
empedu
2) USG: memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu
3) Kolangiografi: memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung empedu
4) Endoscopic
Retrograde
Choledocopancreaticography
(
ERCP
):
memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan ductuc choledocus

( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI )


KOLELITIASIS
J Definisi
Batu kandung empedu
Cholelithiasis berasal dari kata chole yaitu mengenai empedu, lithos yaitu
batu. Jadi cholelithiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu.
Batu

kandung

empedu

merupakan

gabungan

beberapa

unsur

yang

membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung


empedu.

J Etiologi
Pembentukan
batu kolesterol
Terbentuk
melalui
4
tahap
yaitu
penjenuhan
empedu oleh
kolesterol,pembentukan nidus,kristalisasi dan pertumbuhan batu.
Penjenuhan kolesterol itu sendiri disebabkan oleh :
Bertambahnya sekresi kolesterol
Pada keadaan obesitas,diet tinggi kalori dan kolesterol,pemakaian
obat yang mengandung estrogen dan klofibrat.9meningkatkan

sekresi kolestrol biliaris)


Penurunan relatif asam empedu
Adanya gangguan daya pengosongan primer kandung empedu.
Pembentukan batu bilirubin/pigmen
Terbentuk pada gangguan keseimbangan metabolik seperti anemia
hemolitik,dan sirosis hati tanpa didahului infeksi.
E.coli
Sumber:Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2.R.Sjamsuhidajat & Wim De Jong
J Klasifikasi
Batu kolesterol
Mengandung paling sedikit 70% kolesterol dan sisanya adalah kalsium
karbonat,kalsium palmitat,kalsium bilirubinat.Terbentuknya hampir selalu di
kandung empedu,dapat berupa batu soliter atau multiple.Permukaanya
mungkin licin/multifacet,bulat,berduri dan ada yang seperti buah murbei.
Batu Bilirubin
Batu berbentuk tidak teratur,kecil2 dan jumlahnya banyak.Warnanya
bervariasi antara coklat,kemerahan,samapai hitam,dan berbentuk seperti
lumpur atau tanah rapuh.
Sumber:Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2.R.Sjamsuhidajat & Wim De Jong
Batu kolesterol, dimana komposisi kolesterol melebihi 70%. Ada tiga
factor penting yang berperan pada pathogenesis batu kolesterol:
1)hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, 2)percepatan terjadinya
kristalisasi kolestero, 3)gangguan motilitas kandung empedu dan usus.
Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Cabilirubinate sebagai komponen utama. Pathogenesis batu empedu
melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan factor
diet. Kelebihan aktivitas enzim glucuronidase bakteri dan manusia
(endogen) memegang peran kunci dalam pathogenesis batu pigmen.
Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akanmembentuk bilirubin tak
terkonjugasi yang akan mengendap sebagi calcium bilirubinate. Enzim
glucuronidase bakteri berasal dari E.coli dan kuman lainnya di saluran
empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang kadarnya
meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.
Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam terekstraksi.
IPD FK UI
1. Tipe kolesterol
2. Tipe pigmen empedu
3. Tipe campuran
Terjadinya batu kolesterol adalah akibat gangguan hati yang
mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya di atas nilai kritis
kelarutan kolesterol dalam empedu.
Sedangkan tipe pigmen biasanya adalah akibat proses hemolitik atau
infestasi Escherichia coli atai Ascaris lumbricoides ke dalam empedu yang

dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang


mungkin dapat menjadi Kristal kalsium bilirubin.
Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1
Menurut

gambaran

makroskopis

dan

komposisi

kimianya,

batu

empedu

di

golongkankan atas 3 (tiga) golongan:


1. Batu kolesterol
Berbentuk

oval,

berwarna

kuning

pucatmultifokal

atau

mulberry

dan

mengandung lebih dari 70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah
kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol).
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.

Batu pigmen

cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran


empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi,
striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,
khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan
dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat
bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan
terbentuknya

batu pigmen

cokelat.umumnya batu

pigmen cokelat

ini

terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.


b. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk
dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah
tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau
sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized
bilirubin. Patogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu
pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.
Klasifikasi

batu

dalam kandung empedu

2. Patogenesis
Peningkatan sekresi empedu:
Kegemukan
Diet tinggi kalori
Klofibrat
Peningkatan aktivitas hidroksimetilglutaril-koenzim
(enzim yang nentukan kecepatan pembentukan kolestrol hati)
Gangguan konversi kolesterol menjadi asam empedu
Penurunan sekresi garam2 empedu dan fosfolipid oleh hati
(gangguan sintesis hati)
Penurunan aktifitas 7 alfa hidroksilase (enzim penentu kecepatan sintesis
as,empedu primer)

Penurunan jumlah asam empedu


(hilngnya as.empedu primer dgn cpt dr usus hls ke kolon)
Peningkatan konversi asam kolat jadi asam deoksikolat
Disertai penggantian cdngn asam kolat oleh cadngn as.deoksikolat
(peningktn dehidroksilasi as kholat dan peningktn
penyerapn as deoksikolat yg baru terbentuk)
Gangguan
vesikel
(vesikel lebih kaya kolesterol)

pembentukan

Fusi vesikel
(menyebabkan terbentuknya kristal cair ,memadat
Dan menjadi kristal kolesterol monohidrat)
Endapan empedu
Batu empedu kolesterol
Sumber:Harisson,volume 4
E.Coli
Aktivitas beta Glukoronidase

hidrolisis

Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi


Mengendap sbg calcium bilirubinate
Batu bilirubin
Sumber:Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Jilid 1 edisi 4
J Patofisiologi
Penelitian yang berhubungan dengan batu empedu sebagian besar tentang
batu kolesterol. Sedangkan penelitian tentang batu pigmen masih sangat

terbatas.

Saturasi kolesterol
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang
tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu
membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu
ketiganya dikonsentrasikan menjadi 5-7 kali lipat. Pelarutan kolesterol
tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam
keadaan normal antara 1:20 sampai 1:30. Pada keadaan supersaturasi
dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1:13.
Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap. Kadar kolesterol akan
relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:
- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan
lecithin jauh lebih banyak.
- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi

supersaturasi .
- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet) .
- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada
gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi
enterohepatik).
- Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar
chenodeoxycholat rendah. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB
pengaruhnya hanya sampai tiga tahun
Pembentukan Inti Batu (Nukleasi)
Inti batu yang terjadi bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa
berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada
peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri
yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu
Pertumbuhan Batu
Di tambah dengan pengendapan B. II yang dia bekerja sebagai suatu nidus,
dan membentuk suatu pengendapan kolesterol lebih lanjut.

Pada tingkat

saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang
lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan.

3. Manifestasi klinis
Gejala yang paling spesifik dan khas pada penyakit batu empedu adalah 1. kolik
biliaris. Sumbatan duktus cystikus /ductus biliaris komunis oleh batu menyebabkan 2.
peningkatan tekanan intralumen dan distensi viskus yang tidak dapat diatasi oleh
kontraksi biliaris reperitif. Nyeri visera yang timbul biasanya hebat terasa seperti
menekan/perih yang meningkat diepigastrium /kuadran kanan atas abdomen yang
sering menyebar kedaerah antarskapula,skapula kanan atau bahu.
Kolik biliaris timbul menda2k dan dpt menetap dengan intensitas 1-4 jam lalu
menghilang dengan cepat dan lambat. Kadang diikuti nyeri /rasa perih residual ringan
dikuadran kanan atas yang dapat menetap 24 jam. Demam dan menggigil
menunjukkan adanya komlikasite. Kolik biliaris dapat dicetuskan oleh makanan
berlemak,makan banyak setelah berpuasa jangka panjang.
Sumber:Harisson,volume 4
J Dasar diagnosis
Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap

makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik
bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada
30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa
nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
Pemeriksaan Fisik

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti


kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema
kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy sign
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.
Pemeriksaan penunjang:
USG
ERCP(endoscopic retrograde cholangio pankreatografi)
Untuk mendeteksi batu saluran empedu dengan sensitifitas 90%,spesifitas
98%,akurasi 96% tapi invasif,dan dapat menimbulkan komplikasi pankreatitis.
EUS
Memberikan gambaran yang jauh lebih jelas sebab echoprobenya ditaruh didekat
organ yang diperiksa.
MRCP
Batu saluran empedu akan terlihat sebagai sinyal intensitas rendah yang
dikelilingi empedu dengan intensitas tinggi,cocok untuk mendiagnosis batu
saluran empedu.
Sumber:Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Jilid 1 edisi 4
1.,Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi
komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah
dan fosfatase alkali.
2. Foto Polos Abdomen

Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat pada
foto polos abdomen.
3. Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang tembus
sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan
menyatakan
bahwa
reliabilitas
pemeriksaan
kolesistografi
oral
dalam
mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin
serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak
diekskresi ke saluran empedu.

4. Ultra Sonografi
Penggunaan USG dalam
mendeteksi
batu
di
saluran
empedu
sensitivitasnya sampai 98
% dan spesifitas 97,7 %.
Keuntungan lain dari
pemeriksaan cara ini
adalah mudah dikerjakan,
aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa USG
dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak
tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi
menganjurkan agar pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal.
Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang
akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran CBD
(Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal.

. 5.Tomografi Komputer
Keunggulan Tomografi
Komputer adalah dengan
memperoleh
potongan
obyek gambar suara
secara menyeluruh tanpa
tumpang tindih dengan
organ
lain.
Karena
mahalnya
biaya
pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

Sumber: Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
Nilai hasil pemeriksaan laboratorium (dalam buku patofisiologi vol 1)
1.Uji eksresi empedu
Fungsinya
mengukur
kemampuan
hati
untuk
mengonjugasi
mengekresikan pigmen.

dan

Bilirubin direk (terkonjugasi) merupakan bilirubin yang telah


diambil oleh sel-sel hati dan larut dalam air.Makna klinisnya mengukur
kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresi pigmen
empedu. Bilirubin ini akan meningkat bila terjadi gangguan eksresi
bilirubin terkonjugasi.
Nilai normal :
0,1-0,3 mg/dl
Bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) merupakan bilirubin yang
larut dalam lemak dan akan meningkat pada keadaan hemolitik (lisis
darah).
Nilai normal :
0,2-0,7 mg/dl
Bilirubin serum total merupakan bilirubin serum direk dan total
meningkat pada penyakit hepatoselular
Nilai normal :
0,3-1,0 mg/dl
Bilirubin urin / bilirubinia merupakan bilirubin terkonjugasi dieksresi
dalam urin bila kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan
adanya obstruksi pada sel hatiatau saluran empedu. Urin berwarna
coklat bila dikocok timbul busa berwarna kuning.
Nilai normal :
0 (nol)

2.Uji enzim serum


Asparte aminotransferase (AST / SGOT ) dan alanin aminotransferase
(ALT / SGPT) merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung,
hati, dan jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti
nekrosis atau terjadi perubahan permeabilitas sel dan akan meningkat
pada kerusakan hati. Nilai normal AST / SGOT dan ALT / SGPT : 5-35
unit/ml.
Alkaline posfatase dibentuk dalam hati dan dieksresikan ke dalam
empedu, kadarnya akan meningkat jika terjadi obstuksi biliaris. Nilai
normalnya : 30-120 IU/L atau 2-4 unit/dl.

J Penatalaksanaan

ERCP terapeutik dengan melakukan sfingteretomi endoskopik untuk


mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi .Selanjutnya batu didalam
saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat/balon ekstraksi melalui
muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu
dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.
Pada electrohydraulic /pulse dry laser lithotripsy pemecahan batu melalui
koledoskopi per oral dengan sistem mother baby scope.Stent bilier dapat
dipasang didalam saluran empedu sepanjang batu besar /terjepit yang sulit
dihancurkan dengan tujuan drainase empedu.

Sumber:Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Jilid 1 edisi 4


A. TINDAKAN NON OPERATIF
a. DIETETIK
Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi istirahat
pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan
batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya
untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh
Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :
-Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
-Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi.
-Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
-Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.
Makanan yang tidak merangsang.
b. Terapi Disolusi
Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu
melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo,
Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan. 1
Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada
sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15 mg/kg berat
badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu
larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.
Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :

- Wanita hamil
- Penyakit hati yang kronis
- Kolik empedu berat atau berulang-ulang
- Kandung empedu yang tidak berfungsi. 1
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan
hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare.
Asam Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak
mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat
ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan
dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena
kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari. 1
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase
sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain
dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta
tidak selalu berhasil.
c. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah
disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil.
Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu
menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi
kandung empedu juga menjadi lebih mudah.
ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam
kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit
di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati,
penebalan dinding dan atropi kandung empedu.
B.TINDAKAN OPERATIF
1. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.
Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan
pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli
menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat
silent stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka

mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu
kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan
umum penderita baik.
Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.
- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.
- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes
Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.

Sumber:. Devid, Jr.


Sabiston
(1994),
Sistem Empedu, Sars
MG,
L
John
Cameron,
Dalam
Buku Ajar Bedah,
Edisi 2, hal 121,
Penerbit
EGC,
Jakarta.
Terapi
1.Ranitidin
Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml
injeksi.
Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus
duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat
mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik).
Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma
lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.
2.Buscopan (analgetik /anti nyeri)
Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi
Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita.
Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat.
3. Buscopan Plus
Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg,.
Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada
saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.
4. NaCl
i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan
osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh.
ii. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan
osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh.

CHOLANGITIS

Definisi
Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada
obstruksi saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat pula
ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.
Patofisiologi
Faktor utama dalam patogenesis dari cholangitis akut adalah obstruksi saluran
bilier, peningkatan tekanan intraluminal, dan infeksi saluran empedu. Saluran bilier yang
terkolonisasi oleh bakteri namun tidak mengalami pada umumnya tidak akan
menimbulkan cholangitis. Saat ini dipercaya bahwa obstruksi saluran bilier menurunkan
pertahanan antibakteri dari inang. Walaupun mekanisme sejatinya masih belum jelas,
dipercaya bahwa bakteria memperoleh akses menuju saluran bilier secara retrograd
melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta. Sebagai hasilnya, infeksi akan naik
menuju ductus hepaticus, menimbulkan infeksi yang serius. Peningkatan tekanan bilier
akan mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier, vena hepatica, dan saluran limfatik
perihepatik, yang akan menimbulkan bacteriemia (25%-40%). Infeksi dapat bersifat
supuratif pada saluran bilier.
Saluran bilier pada keadaan normal bersifat steril. Keberadaan batu pada kandung
empedu (cholecystolithiasis) atau pada ductus choledochus (choledocholithiasis)
meningkatkan insidensi bactibilia. Organisme paling umum yang dapat diisolasi dalam
empedu adalah Escherischia coli (27%), Spesies Klebsiella (16%), Spesies Enterococcus
(15%), Spesies Streptococcus (8%), Spesies Enterobacter (7%), dan spesies Pseudomonas
aeruginosa (7%). Organisme yang ditemukan pada kultur darah sama dengan yang
ditemukan dalam empedu. Patogen tersering yang dapat diisolasi dalam kultur darah
adalah E coli (59%), spesies Klebsiella (16%), Pseudomonas aeruginosa (5%) dan spesies
Enterococcus (4%). Sebagai tambahan, infeksi polimikrobial sering ditemukan pada
kultur empedu (30-87%) namun lebih jarang terdapat pada kultur darah (6-16%).
Saluran empedu hepatik bersifat steril, dan empedu pada saluran empedu tetap
steril karena terdapat aliran empedu yang kontinu dan keberadaan substansi antibakteri
seberti immunoglobulin. Hambatan mekanik terhadap aliran empedu memfasilitasi
kontaminasi bakteri. Kontaminasi bakteri dari saluran bilier saja tidak menimbulkan
cholangitis secara klinis; kombinasi dari kontaminasi bakteri signifikan dan obstruksi
bilier diperlukan bagi terbentuknya cholangitis.
Tekanan bilier normal berkisar antara 7 sampai 14 cm. Pada keadaan bactibilia
dan tekanan bilier yang normal, darah vena hepatica dan nodus limfatikus perihepatik
bersifat steril, namun apabila terdapat obstruksi parsial atau total, tekanan intrabilier akan
meningkat sampai 18-29 cm H2O, dan organisme akan muncul secara cepat pada darah
dan limfa. Demam dan menggigil yang timbul pada cholangitis merupakan hasil dari

bacteremia sistemik yang ditimbulkan oleh refluks cholangiovenososus dan


cholangiolimfatik.
Penyebab tersering dari obstruksi bilier adalah choledocholithiasis, striktur jinak,
striktur anastomosis bilier-enterik, dan cholangiocarcinoma atau karsinoma periampuler.
Sebelum tahun 1980-an batu choledocholithiasis merupakan 80% penyebab kasus
cholangitis yang tercatat.
Insidensi
Di Amerika Serikat, Cholangitis cukup jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain yang menimbulkan obstruksi bilier dan bactibilia (misal: setelah
prosedur ERCP, 1-3% pasien mengalami cholangitis). Resiko tersebut meningkat apabila
cairan pewarna diinjeksikan secara retrograd.
Insidensi Internasional cholangitis adalah sebagai berikut. Cholangitis pyogenik
rekuren, kadangkala disebut sebagai cholangiohepatitis Oriental, endemik di Asia
Tenggara. Kejadian ini ditandai oleh infeksi saluran bilier berulang, pembentukan batu
empedu intrahepatik dan ekstrahepatik, abses hepar, dan dilatasi dan striktur dari saluran
empedu intra dan ekstrahepatik.
Mortalitas/Morbiditas
Mortalitas dari cholangitis tinggi karena predisposisinya pada penderita dengan
penyakit penyerta yang lain. Pada zaman dahulu, tingkat mortalitasnya mencapai 100%.
Dengan ditemukannya Endoscopic retrograde cholangiography, sphincterotomy
terapeutik secara endoskopik, ekstraksi batu dan stenting bilier, tingkat mortalitas telah
menurun sampai kira-kira 5-10%.
Pasien-pasien dengan karakteristik berikut berhubungan dengan tingkat
morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi:
o Hipotensi
o Gagal ginjal akut
o Abses hepar
o Sirosis
o Inflammatory bowel disease
o Striktur karena malignansi
o Radiologic cholangitis post percutaneus transhepatic cholangiography
o Jenis kelamin perempuan
o Usia lebih tua dari 50 tahu
o Kegagalan merespon terhadap terapi antibiotik dan konservatif.
Usia lanjut, masalah medis penyerta, dan keterlambatan dekompresi bilier
meningkatkan tingkat kematian operatif yang timbul (17-40%). Tingkat mortalitas dari
pembedahan elektif setelah stabilisasi keadaan pasien lebih rendah secara signifikan
(kira-kira 3%). Pada masa lalu, cholangitis suppurativa diduga meningkatkan morbiditas;
namun, studi prospektif tidak menunjukkan bahwa dugaan tersebut benar.

Cholangitis seringkali terjadi secara sekunder karena batu empedu yang


mengobstruksi ductus choledochus, oleh karena itu memiliki faktor resiko yang sama
dengan cholelithiasis. Prevalensi batu empedu tertinggi terdapat pada orang-orang
berkulit terang keturunan Eropa utara, juga pada populasi Hispanik, Suku-suku asli
amerika, dan Indian Pima.
Sebagai tambahan, populasi Asia tertentu dan penduduk negara dimana insidensi
parasit intestinal tinggi juga memiliki resiko yang lebih tinggi. Orang Asia lebih mungkin
memiliki batu primer karena infeksi bilier kronis, parasit, stasis bilier, dan striktur bilier.
Cholangitis pyogenik Rekuren jarang terjadi di Amerika Serikat. Orang kulit hitam
dengan penyakit sickle cell anemia memiliki resiko yang lebih tinggi.
Walaupun batu empedu lebih sering terjadi pada wanita daripada pada pria, rasio
pria-wanita sama pada cholangitis.
Pasien berusia lanjut dengan batu empedu asimtomatik lebih mungkin mengalami
komplikasi serius dan cholangitis. Cholangitis pada pasien tua yang datang dengan sepsis
dan perubahan status mental harus selalu dipikirkan, pasien tua lebih rentan terhadap batu
kandung empedu dan batu saluran empedu, dan oleh karena itu, cholangitis. Usia median
presentasi cholangitis adalah antara usia 50-60 tahun.
Pemeriksaan klinis
Riwayat
Pada tahun 1877, Charcot menjelaskan cholangitis sebagai triad yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik berupa: nyeri kuadran kanan atas, demam, dan
Jaundice. Pentad Reynolds menambahkan perubahan status mental dan sepsis pada triad
tersebut. Terdapat berbagai spektrum cholangitis, mulai dari gejala yang ringan sampai
sepsis. Apabila terdapat shock septik, diagnosis cholangitis mungkin dapat tidak terduga.
Pikirkan cholangitis pada setiap pasien yang nampak septik, terutama pada pasien-pasien
tua, mengalami jaundice, atau yang mengalami nyeri abdomen. Riwayat nyeri abdomen
atau gejala kolik bilier dapat merupakan petunjuk bagi penegakkan diagnosis.
Triad Charcot terdiri dari demam, nyeri abdomen kanan atas, dan Jaudice.
Dilaporkan terjadi pada 50%-70% pasien dengan cholangitis. Namun, penelitian yang
dilakukan baru-baru ini mengemukakan bahwa gejala tersebut terjadi pada 15%-20%
pasien. Demam terjadi pada kira-kira 90% kasus. Nyeri abdomen dan jaundice diduga
terjadi pada 70% dan 60% pasien. Pasien datang dengan perubahan status mental pada
10-20% kasus dan hipotensi terjadi pada 30% kasus. Tanda-tanda tersebut , digabungkan
dengan triad Charcot, membentuk pentad Reynolds.
Banyak pasien yang datang dengan ascending cholangitis tidak memiliki gejalagejala klasik tersebut. Sebagian besar pasien mengeluhkan nyeri pada abdomen kuadran
lateral atas; namun sebagian pasien (misal: pasien lansia) terlalu sakit untuk melokalisasi
sumber infeksi.

Gejala-gejala lain yang dapat terjadi meliputi: Jaundice, demam, menggigil dan
kekakuan (rigors), nyeri abdomen, pruritus, tinja yang acholis atau hypocholis, dan
malaise.
Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu. Contohnya riwayat dari
keadaan-keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis:
o Batu kandung empedu atau batu saluran empedu
o Pasca cholecystectomy
o Manipulasi endoscopik atau ERCP, cholangiogram
o Riwayat cholangitis sebelumnya
o Riwayat HIV atau AIDS: cholangitis yang berhubungan dengan AIDS
memiliki ciri edema bilier ekstrahepatik, ulserasi, dan obstruksi bilier.
Etiologinya masih belum jelas namun dapat berhubungan dengan
cytomegalovirus atau infeksi Cryptosporidium. Penanganannya akan
dijelaskan di bawah, dekompresi biasanya tidak diperlukan.
Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya, pasien dengan cholangitis nampak sakit cukup berat dan cukup
sering datang dalam keadaan shock septik tanpa sumber infeksi yang jelas.
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan keadaan sebagai berikut:
o Demam (90%) walaupun pasien tua dapat tidak mengalami demam
o Nyeri abdomen kuadran lateral atas (65%)
o Hepatomegali ringan
o Jaundice (60%)
o Perubahan status mental (10-20%)
o Sepsis
o Hipotensi (30%)
o Takikardia
o Peritonitis (jarang terjadi, dan apabila terjadi, harus dicari diagnosis
alternatif yang lain)
Penyebab
Pada negara-negara barat, Choledocholithiasis merupakan penyebab utama
cholangitis akut, diikuti oleh ERCP dan tumor.
Setiap kondisi yang menimbulkan stasis atau obstruksi saluran bilier pada ductus
choledochus, termasuk striktur jinak atau ganas, infeksi parasit, ataupun kompresi
ekstrinsik yang ditimbulkan oleh pancreas, dapat menimbulkan infeksi bakteri dan
cholangitis. Obstruksi parsial memiliki tingkat infeksi yang lebih tinggi daripada infeksi
komplit.
Batu saluran empedu merupakan predisposisi bagi cholangitis. Kira-kira 10-15%

pasien dengan cholecystitis memiliki choledocholithiasis, kira-kira 1% pasien pasca


cholecystectomy memiliki choledocholithiasis yang tersisa. Sebagian besar
choledocholithiasis bersifat simtomatik, sementara sebagian dapat bersifat asimtomatik
selama bertahun-tahun.
Tumor yang bersifat obstruktif dapat menyebabkan cholangitis. Obstruksi parsial
berhubungan dengan peningkatan tingkat infeksi dibandingkan dengan obstruksi
neoplastik total. Tumor-tumor yang dapat menyebabkan cholangitis adalah:
o Kanker pancreas
o Cholangiocarcinoma
o Kanker ampulla vateri
o Tumor porta hepatis atau metastasis
Penyebab lain yang dapat menimbulkan cholangitis adalah:
o Striktur atau stenosis
o Manipulasi CBD secara endoskopik
o Choledochocele
o Sclerosing cholangitis (dari sklerosis bilier)
o AIDS cholangiopathy
o Infeksi cacing Ascaris lumbricoides.
Diagnosis Diferential
o Cholecystitis dan kolik Bilier
o Penyakit Divertikuler
o Hepatitis
o Iskemia mesenterika
o Pancreatitis
o Shock Septik
Diagnosis lain yang perlu dipertimbangkan:
o Sirosis
o Liver Failure
o Abses hepar
o Appendicitis accuta
o Ulcus pepticum yang mengalami perforasi
o Pyelonephritis
o Diverticulitis colon kanan
Pemeriksaan Penunjang
Uji Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin: Leukositosis: Pada pasien dengan cholangitis, 79%
memiliki sel darah putih melebihi 10.000/mL, dangan angka rata-rata 13.600. Pasien

sepsis dapat leukopenik.


Pemeriksaan elektrolit dengan fungsi ginjal dapat dilakukan. Pemeriksaan kadar
kalsium darah diperlukan untuk memeriksa kemungkinan pancreatitis, yang dapat
menimbulkan hipokalsemia, dicurigai. Tes fungsi liver kemungkinan besar konsisten
dengan keadaan cholestasis, hiperbilirubinemia terdapat pada 88-100% pasien dan
peningkatan kadar alkali fosfatase pada 78% pasien. SGOT dan SGPT biasanya sedikit
meningkat.
PTT dan aPTT biasanya tidak meningkat kecuali bila terdapat sepsis yang
menimbulkan Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) atau apabila terdapat sirosis pada
pasien tersebut. Pemeriksaan koagulasi tersebut diperlukan apabila pasien memerlukan
intervensi operatif. Golongan darah, screening darah dan crossmatch biasanya dilakukan
apabila pasien memerlukan cadangan darah untuk operasi.
Kadar C-reactive protein dan LED pada umumnya meningkat. Kultur darah (2
set): antara 20% dan 30% kultur darah memberikan hasil yang positif, banyak
diantaranya menunjukkan infeksi polimikrobial
Hasil urinalisis biasanya normal
Lipase: keterlibatan ductus choledochus bagian bawah dapat menimbulkan
pancreatitis dan peningkatan kadar lipase. Sepertida dari pasien mengalami sedikit
peningkatan pada kadar lipase. Peningkatan enzim pankreas menunjukkan bahwa batu
saluran empedu menimbulkan cholangitis, dengan ataupun tanpa gallstone
pancreatitis(pancreatitis yang disebabkan oleh batu empedu). Kultur empedu: kultur
empedu dilakukan apabila pasien mengalami drainase bilier oleh interventional radiology
atau endoscopy.
Studi Pencitraan
Studi pencitraan penting untuk mengkonfirmasi keberadaan dan penyebab
obstruksi bilier dan untuk menyingkirkan kondisi yang lain. Ultrasonografi dan CT scan
merupakan pemeriksaan yang paling sering dilakukan.
Ultrasonografi sangat baik untuk melihat batu empedu dan cholecystitis.
Pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik untuk memeriksa kandung empedu dan
menilai dilatasi saluran bilier, namun pemeriksaan ini sering melewatkan batu yang
terdapat pada ductus biliaris distal.
Ultrasonografi transabdominal merupakan pemeriksaan awal pilihan.
Ultrasonografi dapat membedakan obstruksi intrahepatik dari obstruksi ekstrahepatik dan
memperlihatkan dilatasi ductus. Pada sebuah penelitian, hanya 13% choledocholithiasis
dapat diamati pada USG, namun dilatasi CBD terdapat pada 64% kasus. Keuntungan
USG adalah dapat dilakukan secara cepat di UGD (dengan USG portabel), kemampuan
untuk melihan struktur lain (aorta, pancreas, liver), kemampuan untuk mengidentifikasi
komplikasi (misal perforasi, empyema, abscess) dan tidak terdapatnya resiko radiasi
Kerugian dari USG adalah hasil pemeriksaan yang bergantung pada kemampuan

operator dan pasien (kadar lemak pasien dll), tidak mampu untuk melihat ductus cysticus,
dan penurunan sensitivitas bagi batu saluran empedu distal. Hasil USG yang normal tidak
dapat menyingkirkan diagnosis cholangitis.
Endoscopic
retrograde
cholangiopancreatography (ERCP)
merupakan
pemeriksaan yang bersifat diagnostik dan terapeutik, dan merupakan kriteria standar bagi
pencitraan sistem bilier. ERCP hanya dilakukan bagi pasien yang memerlukan intervensi
terapeutik. Pasien dengan kecurigaan klinis yang tinggi bagi cholangitis sebaiknya segera
dilakukan ERCP. ERCP memiliki tingkat keberhasilan yang besar (98%) dan dianggap
lebih aman daripada intervensi bedah dan percutaneus.
Penggunaan ERCP sebagai alat diagnostik memiliki tingkat komplikasi sebesar
1,38% dan tingkat mortalitas sebesar 0,21%. Komplikasi utama dari ERCP terapeutik
sebesar 5,4% dan tingkat mortalitasnya sebesar 0,49%. Komplikasinya meliputi
pancreatitis, perdarahan, dan perforasi.
Pemeriksaan CT bersifat tambahan dan dapat menggantikan USG. CT helical atau
spiral dapat meningkatkan pencitraan saluran bilier. CT cholangiography
mempergunakan zat kontras yang diambil oleh hepatosit dan disekresi menuju saluran
bilier. Hal ini meningkatkan kemampuan untuk memvisualisasikan batu radioluscent dan
meningkatkan tingkat deteksi dari patologi bilier lain. Ductuc intrahepatik dan
ekstrahepatik dan inflamasi saluran bilier dapat terlihat pada CT scan. Batu empedu tidak
dapat terlihat dengan baik pada CT Scan biasa,
Keuntungan dari CT adalah: Kemampuan untuk melihat proses patologis lain
yang merupakan penyebab ataupun komplikasi dari cholangitis (misal: tumor ampulla,
cairan pericholecystic, abses hepar). Diagnosis diferential juga kadang dapat terlihat
(misal: diverticulitis kolon kanan, nekrosis papilla, sebagian bukti pyelonephritis, iskemia
mesenterium, dan appendix yang ruptur. Deteksi patologi bilier dengan CT
cholangiography lewat pendekatan ERCP.
Kerugian dari CT meliputi kemampuan pencitraan batu empedu yang buruk,
reaksi alergi terhadap kontras, paparan terhadap radiasi, dan kurangnya kemampuan
untuk memvisualisasikan saluran bilier dengan kadar bilirubin serum yang meningkat.
Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) merupakan studi
noninvasif yang semakin sering dipergunakan untuk diagnosis batu bilier dan patologi
bilier lain. MRCP akurat untuk mendeteksi choledocholithiasis, neoplasma, striktur, dan
dilatasi sistem bilier. Keterbatasan MRCP meliputi ketidakmampuan untuk melakukan tes
diagnostik invasif seperti pengambilan sample empedu, uji sitologis, pengambilan batu,
ataupun stenting. Pemeriksaan MRCP memiliki keterbatasan dalam melihat batu dengan
ukuran kecil (<6mm>
Kontraindikasi absolutnya sama dengan MRI tradisional, termasuk keberadaan
alat pacu jantung (pacemaker), klip aneurisma serebral, implan okuler atau cochlear, dan
benda asing pada okuler. Kontraindikasi relatif meliputi terdapatnya prosthesa katup

jantung, neurostimulator, prosthese logam dan implan pada penis. Resiko MRCP pada
kehamilan masih belum diketahui.
Pada umumnya, foto polos abdomen tidak banyak membantu pada diagnosis
cholangitis akut. Ileus dapat diamati pada kasus tersebut. Antara 10-30% batu empedu
memiliki cincin kalsium, sebagai akibatnya bersifat radioopak. Foto abdomen dapat
menunjukkan udara dalam saluran bilier setelah manipulasi endoscopik apabila pasien
mengalami cholecystitis emphysematosa, cholangitis, ataupun fistula cholecystic-enteric.
Udara dalam dinding kandung empedu mengindikasikan cholecystitis emphysematosa.
Pemeriksaan lain
Scintigrafi bilier (hepatic 2,6-dimethyliminodiacetic acid [HIDA] dan diisopropyl
iminodiacetic acid [DISIDA]). Scan HIDA dan DISIDA merupakan uji fungsional dari
kandung empedu. Obstruksi CBD menimbulkan nonvisualisasi dari usus kecil. Scan
HIDA pada obstruksi total dari saluran bilier tidak memperlihatkan saluran bilier.
Keuntungannya adalah kemampuan untuk menilai fungsi empedu dan hasilnya dapat
positif dapat muncul sebelum pembesaran ductus dapat dilihap melalui USG.
Kerugiannya adalah apabila terdapat kadar bilirubin yang tinggi (>4,4) dapat
menurunkan sensitifitas pemeriksaan ini. Keadaan baru makan atau tidak makan selama
24 jam juga dapat mempengaruhi pemeriksaan ini, selain itu pencitraan anatomis bagi
struktur-struktur lain selain saluran bilier tidak memungkinkan. Pemeriksaan ini
memerlukan waktu beberapa jam, sehingga tidak direkomendasikan pada pasien kritis
atau pada pasien yang tidak stabil.
Penanganan
Leukositosis, hiperbilirubinemia, dan peningkatan fosfatase alkali dan
transaminase cukup sering terjadi, dan apabila terjadi, mendukung diagnosis klinis dari
cholangitis. USG berguna apabila pasien belum pernah didiagnosa dengan batu empedu,
karena USG dapat memperlihatkan batu kandung empedu, memperlihatkan ductus yang
berdilatasi, dan dapat menentukan lokasi obstruksi. Tes diagnostik definitif adalah ERCP.
Pada kasus dimana ERCP tidak dapat dilakukan, PTC diindikasikan. ERCP dan PTC
akan menunjukkan tingkat obstruksi, namun penyebabnya tidak dapat ditentukan dengan
cara ini. ERCP dan PTC dapat memungkinkan kultur empedu, memungkinkan
pengangkatan batu (apabila ada), dan drainase saluran empedu dengan kateter drain atau
stent.
Pengobatan pertama pada pasien dengan cholangitis meliputi antibiotik intravena
dan resuscitasi cairan. Antibiotik cephalosporin (misal cefazolin, cefoxitin) merupakan
obat pilihan pada kasus-kasus ringan sampai sedang. Apabila kasusnya berat atau
memburuk secara progresif, obat-obatan aminoglikosida ditambah clindamycin ataupun
metronidazole sebaiknya ditambahkan pada regimen pengobatan. Pasien tersebut

mungkin memerlukan pemantauan di ICU dan dukungan vassopressor. Sebagian besar


pasien akan merespon terhadap tindakan ini. Namun, saluran empedu yang mengalami
obstruksi harus didrainase sesegera mungkin setelah pasien stabil. Sekitar 15% pasien
tidak akan merespon terhadap terapi antibiotik intravena dan resusitasi cairan, dan
dekompresi bilier darurat mungkin diperlukan. Dekompresi bilier dapat diakukan melalui
endoskopi, melalui rute transhepatic percutaneus, ataupun secara bedah. Pemilihan
prosedur tersebut sebaiknnya berdasarkan pada tingkat dan sigat obstruksi bilier. Pasien
dengan choledocholithiasis atau keganasan periampuler paling baik ditangani
menggunakan pendekatan endoskopik, dengan sphincterotomy dan pengangkatan batu,
atau dengan penempatan stent bilier secara endoskopi. Pada pasien dengan obstruksi yang
lebih proksimal atau terletah pada perihiler, atau penyakitnya disebabkan striktur pada
anastomosis enterik-bilier, atau apabila usaha melalui jalur endoskopi mengalami
kegagalan, drainase transhepatik perkutaneus dipergunakan. Apabila ERCP atau PTC
tidak memungkinkan, operasi darurat dan dekompresi ductus choledochus dengan T tube
mungkin diperlukan untuk menyelamatkan nyawa. Namun perlu diingat bahwa mortalitas
pasien yang diobati dengan terapi bedah lebih tinggi daripada pasien yang berhasil
diobati dengan endoskopi. Secara keseluruhan tingkat kematian pada pasien dengan
cholangitis karena batu empedu sebesar 2% dan kematian pada pasien dengan toxic
cholangitis adalah sebesar 5%.
Terapi operasi definitif sebaiknya ditunda sampa cholangitis selesai ditangani dan
diagnosis yang tepat ditegakkan. Pasien dengan stent yang terpasang dan mengalami
cholangitis biasanya memerlukan uji pencitraan berulang dang penggantian stent dengan
guidewire.
Intervensi segera (misal: sphincterotomy endoscopik, PTC, atau operasi
dekompresi) diperlukan pada 10% pasien dengan cholangitis akut. 90% sisanya pada
akhirnya akan diobati dengan pembedahan elektif atau sphincterotomy endoskopik
setelah terapi antibiotik dan evaluasi diagnostik yang seksama.
Cholangitis akut berhubungan dengan tingkat mortalitas total sebesar 5%. Saat
terdapat gagal ginjal, gangguan jantung, abses hepar dan keganasan, tingkat mortalitas
dan morbiditasnya jauh lebih tinggi.
Pengobatan Lain
Extracorporeal shock-wave lihotripsy (ESWL) pertama kali dipergunakan untuk
menghancurkan batu ginjal. Teknik ini telah dikembangkan untuk pengobatan batu
empedu, baik pada kandung empedu maupun pada saluran empedu. Pengobatan ini sering

dikombinasikan dengan prosedur endoskopik untuk memudahkan lewatnya batu yang


telah terfragmentasi atau pengobatan oral yang dapat melarutkan fragmen tersebut.
Kadang kala, batu dapat dilarutkan dengan mempergunakan berbagai bahan kimia yang
dimasukkan langsung pada slauran bilier,

KOLESISTISIS
Definisi :
peradangan kandung empedu
kolesistitis akut bentuk peradangan yg biasanya disebabkan oleh
obstruksi saluran keluar kandung empedu, dengan tanda yang
bervariasi dari edema dan kongesti ringan sampai infeksi ringan
sampai infeksi berat dengan gangren dan perforasi

kolesistitis kronik peradangan kandung empedu dengan gejala


yang relatif ringan yang menetap untuk waktu yang panjang

Dorland, 2006
Etiologi:
kalkulosa batu empedu, akalkulosapasca operasi, luka bakar,infeksi,
gangguan sirkulasi
Faktor resiko:
wanita lbh rentan, umur >50, aktftas fisik, obesitas, fertile
Gambaran klinis:
Nyeri kolik perut sebelah kanan atas epigastrium .
Nyeri tekan.
Kenaikan suhu tubuh.
Nyeri menjalar ke pundak atau skapula kanan, berlangsung sampai 60
menit tanpa reda.
Pemeriksaan fisik:
Teraba massa kandung empedu
Nyeri tekan
Peritonitis lokal (tanda Murphy)
Pemeriksaan Lab:
Leukositosis
Apabila keluhan nyeri bertambah berat, suhu tinggi, menggigil,

leukositosis berat pertimbangan terjadi empiema dan perforasi


kandung empedu
Serum transaminase (naik)
Serum fosfatase alkali (naik)

Pemeriksaan Penunjang:
USG besar, bentuk, penebalan dinding, batu, saluran empedu ekstra
hepatik.
Skintigrafi saluran empedu dengan zat radioaktif HIDA gambaran duktus
koledochus, tanpa gambaran kandung empedu
Penatalaksanaan:
akut:
istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, penghilang nyeri
seperti petidin dan antispasmodic, antibiotik golongan ampisilin, sefalosporin
dan metronidazol.
Kronis: kolisistektomi
Prognosis:
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung
empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi.
Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut
berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema, dan perforasi kandung
empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik diawal.
Tindakan bedah akut pada pasien tua >75 th mempunyai prognosis
jelek,disamping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.
Sumber: Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi V
KOLELITIASIS

Definisi:
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang
memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi.
Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun
terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia
lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Patologi:
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang
terdiri dari : kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam
lemak, fosfolipid (lesitin) dan elektrolit.
Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas 3 jenis :

1. batu pigmen
2. batu kolesterol
3. batu campuran (kolesterol dan pigmen)

KOLELITIASIS, KOLESISTITIS, DAN KOLESTASIS Oleh dr. Herry Setya


Yudha Utama, Sp. B MHKes FinaCS
Etiologi:
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti,adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan
terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung
empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu
kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu
(dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu
empedu.

Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan


supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan
unsur-insur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme
spingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal
(hormon
kolesistokinin
dan
sekretin)
dapat
dikaitkan
dengan
keterlambatan pengosongan kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan
batu. Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri
dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbul
akibat dari terbentuknya batu ,dibanding panyebab terbentuknya batu.

Patofisiologi:
Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak
Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu.
Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin
tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim
glokuronil
tranferase
tersebut
yang
akan
mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin
tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama
kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa
menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan
operasi
Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh
dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air,
kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin
(fosfolipid).
Proses degenerasi dan adanya penyakit hati

Penurunan fungsi hati

Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme

Mal absorpsi garam empedu Penurunan sintesis (pembentukan) asam


empedu

Peningkatan sintesis kolesterol

Berperan sebagai penunjang


iritan pada kandung empedu Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh
kolesterol


Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol
kandung empedu

Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu


Penyakit kandung
empedu (kolesistitis)
Pengendapan kolesterol

Batu empedu
BATU KOLESTEROL
Ada 3 kondisi pembentukan batu kolesterol:
Kondisi 1: kenaikan HMG COA reduktase berfungsi untuk retlimeting
enzim/menstok enzim.
Kondisi 2:penurunan 7 alfa hidroksinase fungsi untuk sintesis asam empedu
Kondisi 3: penuruan MDR 3 fungsi untuk sekresi lesitin.
BATU PIGMEN
Infeksi bakteri gram (-) di saluran empedu ngeluarin beta glukoronildase di
tubuh manusia ada menghambat glukoronalakton menghidrolisis bilirubin
terbentuk B1 banyak endapan kalsium bilirubinate endapan kayak lumpur
batu pigmen.
Pemeriksaan Lab:
1.Uji eksresi empedu
Fungsinya
mengukur
kemampuan
hati
untuk
mengonjugasi
dan
mengekresikan pigmen.
Bilirubin direk (terkonjugasi) merupakan bilirubin yang telah diambil oleh
sel-sel hati dan larut dalam air.Makna klinisnya mengukur kemampuan hati
untuk mengonjugasi dan mengekresi pigmen empedu. Bilirubin ini akan
meningkat bila terjadi gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi.
Nilai normal :
0,1-0,3 mg/dl

Bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) merupakan bilirubin yang larut dalam


lemak dan akan meningkat pada keadaan hemolitik (lisis darah).
Nilai normal :
0,2-0,7 mg/dl

Bilirubin serum total merupakan bilirubin serum direk dan total meningkat
pada penyakit hepatoselular
Nilai normal :
0,3-1,0 mg/dl

Bilirubin urin / bilirubinia merupakan bilirubin terkonjugasi dieksresi dalam


urin bila kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan adanya
obstruksi pada sel hatiatau saluran empedu. Urin berwarna coklat bila
dikocok timbul busa berwarna kuning.
Nilai normal :
0 (nol)

2.Uji enzim serum


Asparte aminotransferase (AST / SGOT ) dan alanin aminotransferase (ALT /
SGPT) merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan
jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau
terjadi perubahan permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati.
Nilai normal AST / SGOT dan ALT / SGPT : 5-35 unit/ml.
Alkaline posfatase dibentuk dalam hati dan dieksresikan ke dalam empedu,
kadarnya akan meningkat jika terjadi obstuksi biliaris. Nilai normalnya : 30120 IU/L atau 2-4 unit/dl.
Pemeriksaan diagnostic:
1. Ronsen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu.
Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan
pemeriksaan pilihan.
2. Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan
Yaitu melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier.
Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua
komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan
kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari
kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan
syok septik.
3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk
mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan
ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan
ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk
menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung
empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/
infeksi
Penatalaksanaan:
Non Bedah, yaitu :
Therapi Konservatif
Pendukung diit : Cairan rendah lemak
Cairan Infus
Pengisapan Nasogastrik
Analgetik
Antibiotik
Istirahat
Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk
melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari
kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien
yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk

karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh
garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia
Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu
berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu :
3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batubatu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun ,
dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
1.Ranitidin
Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml
injeksi.
Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina,
ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis
ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik).
Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma
lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.
2.Buscopan (analgetik /anti nyeri)
Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi
Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita.
Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat.
3. Buscopan Plus
Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg,.
Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik
pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.
4. NaCl
i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan
osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh.
ii. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan
osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma
tubuh.
Pembedahan Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis
atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan
konservatif.
Sumber:

Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC


Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta.EGC
Hall,J.Emungkinand A.C.Guyton.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,Jakarta :
EGC
Ikataan sarjana Farmasi Indonesia.2004.ISO.Jakarta
Joanne MD & Gloria MB. 2004. Nursing Intervention Clasification Jhonson,
Marion 2000. Nursing Outcome Clasification. Philadelpia : Mosby (NIC)
Fourth Edition. Philadelpia : Mosby
Kee,L.J.Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.Jakarta : EGC
Mansjoer,Arif M.2001.Kapita Selekta Kedokteran .Jakarta :Media Aesculapius
Moory,Mary Courney.1997.Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi.Jakarta : EGC
Sherwood,L.2001.Fisiologi Manusia.Jakarta :EGC

Wilkison, Judit M. 2006. Buku Saku Diagnisis Keperawatan. Jakarta : EGC


KOLESISTITIS
Etiologi:
95% penderita kolesistitis memiliki batu empedu.
Infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan.
Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan
cenderung timbul setelah terjadinya:
Luka bakar yang serius
Pembedahan
Sepsis / infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh
Adenokarsinoma kandung empedu
Diabetes mellitus
Torsi kandung empedu
Klasifikasi:
Kolesistitis akut:
Perikolesistitis
Peradangan pankreas (pankreatitis)
Perforasi
Kolesistitis kronis:
Hidrop kandung empedu
Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik
Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Patofisiologi:
Peradangan mekanis akibat tekanan intralumen dan regangan yang
menimbulkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu.
Peradangan kimiawi akibat pelepasan lisolesitin (akibat kerja
fosfolipase pada lesitin dalam empedu) dan faktor jaringan local
lainnya.
Peradangan bakteri yang mungkin berperan pada 50-85% pasien
kolesistitis akut.
Pemeriksaan:
Pemeriksaan fisik (Triad: nyeri akut kuadran kanan atas abdomen,
demam, leukositosis berkisar anatara 10.000-15.000 shift to the left
pada hitung jenis: bilirubin serum sedikit meningkat (< 85,5 mol/L);
peningkatan sedang aminotransferase serum (> dari 5 kali lipat)
USG menunjukkan batu (90-95% kasus) dan penebalan pada dinding
kandung empedu

Penatalaksanaan:
Konservatif
Lisis batu dengan obat-obatandisolusi
Litotripsi (ESWL)
Terapi Diet
makanan cair rendah lemak. hindari kolesterol yang tinggi
terutama lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan
karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun
makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela,
daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti,
kopi / teh.
Operatif
Open kolesistektomi
Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi mini laparotomi
Kolesistotomi
ERCP

KOLELITIASIS, KOLESISTITIS, DAN KOLESTASIS Oleh dr. Herry Setya


Yudha Utama, Sp. B MHKes FinaCS
9. Apa yang dimaksud kolestitis akut ?
10. Patofisiologi patogenesis kolenstitis akut ?
11. Faktor resiko kolesistitis akut ?
12. Empiema VF ?
13. Hidrops VF ?
14. Gejala dan tanda penyakit batu empedu ?
15. Tanda dan gejala kolesistitis akut ?
TERAPI
Penatalaksanaan :
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak.
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah
dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan
kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak
menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan
pembatasan makanan.
Pilihan penatalaksanaan antara lain :
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera
duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan
untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding
operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada
jantung dan paru.
Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis
akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang
mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

Gambar
Kolesistektomi
laparaskopi 15

5.
3. Disolusi
medis

Masalah
umum
yang mengganggu
semua
zat
yang
pernah
digunakan
adalah
angka
kekambuhan yang
tinggi dan biaya
yang
dikeluarkan.
Zat disolusi hanya
memperlihatkan
manfaatnya untuk
batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara
lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada
50% pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini dan sukses. 2 Disolusi
medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya batu
kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu
baik dan duktus sistik paten. 2
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-TerButil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan
per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasienpasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat
ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benarbenar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Gam
bar

6.

Litotripsi
Gelombang
Elektrosyok
(ESWL)
6. Kolesis
totomi
Kolesistotomi
yang dapat
dilakukan

dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut
sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis
7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam
saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi
telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita
yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada
penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah
diangkat
Gambar 7.
Endoscopic Retrograde

Cholangiopancreatography (ERCP)

Anda mungkin juga menyukai