Oleh karena adanya batu kandung empedu, maka saat kandung empedu
berkontraksi akibat adanya makanan berlemak, maka terjadi peningkatan
tekanan pada dinding kandung empedu tersebut yang akan menekan saraf
saraf disekitarnya, hal ini berlangsung sekitar 30 90 menit dan akan
mengalami relaksasi.
Sumber :
http://doktersehat.com/batu-empedu-penyakittersembunyi/#ixzz1qS4W4icm
Patologi Robin Kumar
Sumber:
Patofisiologi.Sylvia.
Buku Ajar
Bedah
Oleh David C.
Sabiston
kapsul hepar, ligamen hepar, bagian central dari diafragma, kapsul lien, dan
perikardium memasuki sistem saraf pusat dari C3 sampai C5. Spinal cord dari T6
sampai T9 menerima serabut nyeri dari bagian diafragma perifer, kantong
empedu, pankreas, dan usus halus. Serabut nyeri dari colon, appendik, dan
visera dari pelvis memasuki sistem saraf pusat pada segmen T10 sampai L11.
Kolon sigmoid, rektum, pelvic renalis beserta kapsulnya, ureter dan testis
memasuki sistem saraf pusat pada T11 dan L1. Kandung kemih dan kolon
rektosigmoid dipersarafi saraf aferen dari S2 sampai S4. Pemotongan, robek,
hancur, atau terbakar biasanya tidak menghasilkan nyeri di visera pada
abdomen. Namun, peregangan atau distensi dari peritoneum akan menghasilkan
sensasi nyeri.Peradangan peritoneum akan menghasilkan nyeri viseral, seperti
halnya iskemia. Kanker dapat menyebabkan intraabdominal pain jika
mengenai saraf sensorik. Abdominal pain dapat berupa viseral pain, parietal
pain, atau reffered pain. Visceral pain bersifat tumpul dan kurang terlokalisir
dengan
baik,
biasanya
di
epigastrium,
regio
periumbilikalisatau
regiosuprapubik.Pasien dengannyeri viseralmungkin juga mengalami gejala
berkeringat, gelisah, dan mual. Nyeri parietalatau nyeri somatikyang terkait
dengan gangguan intraabdominalakan menyebabkan nyeri yanglebih
intendan terlokalisir dengan baik. Referred pain merupakan sensasi nyeri
dirasakanjauh dari lokasi sumber stimulus yang sebenarnya. Misalnya,
iritasipada
diafragmadapat
menghasilkanrasa
sakit
dibahu.
Penyakitsaluranempedu ataukantong empedudapat menghasilkannyeri bahu.
Distensi dari small bowel dapatmenghasilkan rasa sakitke bagian punggung
bawah. Selama minggu ke-5perkembangan janin, ususberkembang diluar
rongga peritoneal, menonjolmelaluidasarumbilical cord, dan mengalami rotasi
180berlawanan dengan arah jarum jam.Selama proses ini, usustetap berada
di
luarrongga
peritonealsampai
kira-kiraminggu10,
rotasiembryologik
menempatkan organ-oraganviserapada posisi anatomis dewasa, dan
pengetahuan tentang proses rotasi semasa embriologis penting secara klinis
untukevaluasipasien denganacute abdominal pain karenavariasi dalamposisi
(misalnya, pelvic atauretrocecal appendix)
Progesteron dan estrogen adalah dua hormon yang paling penting dalam tubuh
wanita. Kedua hormon ini adalah hormon steroid yang bertanggung jawab untuk
berbagai karakteristik dalam tubuh perempuan. Namun, ada banyak perbedaan
antara kedua hormon ini.
Estrogen, progesteron adalah hormon seks utama dalam tubuh wanita. Mereka
memainkan peran penting dalam proses kehamilan, siklus menstruasi, dll dalam
dasarnya
adalah
kolesterol.
Estrogen
menghambat
konversi
Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakart
DD?
KOLESISTITIS
Definisi
Radang kandung empedu yang dapat berjalan secara mendadak,
subakut, dan menahun
Cacing arkaris
Kolesititis akut
Kolesistitis akut:
a. Kolik perut di sebelah kanan atas atau epigastrium
b. Nyeri tekan
c. Kenaikan suhu tubuh
d. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau scapula kanan dan dapat
berlangsung selama 60 menit tanpa reda
Pemeriksaan fisik :
Teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda
tanda peritonitis local.
Pemeriksaan laboratorium :
Adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian serum
transaminase dan fosfatase alkali.
Bila keluhan nyeri bertambah hebat disertai suhu tinggi dan
menggigil serta leukositosis berat , kemungkinan terjadi
empiema dan perforasi kandung empedu.
kandung
empedu
merupakan
gabungan
beberapa
unsur
yang
J Etiologi
Pembentukan
batu kolesterol
Terbentuk
melalui
4
tahap
yaitu
penjenuhan
empedu oleh
kolesterol,pembentukan nidus,kristalisasi dan pertumbuhan batu.
Penjenuhan kolesterol itu sendiri disebabkan oleh :
Bertambahnya sekresi kolesterol
Pada keadaan obesitas,diet tinggi kalori dan kolesterol,pemakaian
obat yang mengandung estrogen dan klofibrat.9meningkatkan
gambaran
makroskopis
dan
komposisi
kimianya,
batu
empedu
di
oval,
berwarna
kuning
pucatmultifokal
atau
mulberry
dan
mengandung lebih dari 70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah
kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol).
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
Batu pigmen
batu pigmen
cokelat.umumnya batu
pigmen cokelat
ini
batu
2. Patogenesis
Peningkatan sekresi empedu:
Kegemukan
Diet tinggi kalori
Klofibrat
Peningkatan aktivitas hidroksimetilglutaril-koenzim
(enzim yang nentukan kecepatan pembentukan kolestrol hati)
Gangguan konversi kolesterol menjadi asam empedu
Penurunan sekresi garam2 empedu dan fosfolipid oleh hati
(gangguan sintesis hati)
Penurunan aktifitas 7 alfa hidroksilase (enzim penentu kecepatan sintesis
as,empedu primer)
pembentukan
Fusi vesikel
(menyebabkan terbentuknya kristal cair ,memadat
Dan menjadi kristal kolesterol monohidrat)
Endapan empedu
Batu empedu kolesterol
Sumber:Harisson,volume 4
E.Coli
Aktivitas beta Glukoronidase
hidrolisis
Bilirubin
terbatas.
Saturasi kolesterol
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang
tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu
membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu
ketiganya dikonsentrasikan menjadi 5-7 kali lipat. Pelarutan kolesterol
tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam
keadaan normal antara 1:20 sampai 1:30. Pada keadaan supersaturasi
dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1:13.
Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap. Kadar kolesterol akan
relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:
- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan
lecithin jauh lebih banyak.
- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi
supersaturasi .
- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet) .
- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada
gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi
enterohepatik).
- Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar
chenodeoxycholat rendah. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB
pengaruhnya hanya sampai tiga tahun
Pembentukan Inti Batu (Nukleasi)
Inti batu yang terjadi bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa
berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada
peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri
yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu
Pertumbuhan Batu
Di tambah dengan pengendapan B. II yang dia bekerja sebagai suatu nidus,
dan membentuk suatu pengendapan kolesterol lebih lanjut.
Pada tingkat
saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang
lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan.
3. Manifestasi klinis
Gejala yang paling spesifik dan khas pada penyakit batu empedu adalah 1. kolik
biliaris. Sumbatan duktus cystikus /ductus biliaris komunis oleh batu menyebabkan 2.
peningkatan tekanan intralumen dan distensi viskus yang tidak dapat diatasi oleh
kontraksi biliaris reperitif. Nyeri visera yang timbul biasanya hebat terasa seperti
menekan/perih yang meningkat diepigastrium /kuadran kanan atas abdomen yang
sering menyebar kedaerah antarskapula,skapula kanan atau bahu.
Kolik biliaris timbul menda2k dan dpt menetap dengan intensitas 1-4 jam lalu
menghilang dengan cepat dan lambat. Kadang diikuti nyeri /rasa perih residual ringan
dikuadran kanan atas yang dapat menetap 24 jam. Demam dan menggigil
menunjukkan adanya komlikasite. Kolik biliaris dapat dicetuskan oleh makanan
berlemak,makan banyak setelah berpuasa jangka panjang.
Sumber:Harisson,volume 4
J Dasar diagnosis
Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan
yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap
makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik
bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada
30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa
nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
Pemeriksaan Fisik
Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat pada
foto polos abdomen.
3. Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang tembus
sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan
menyatakan
bahwa
reliabilitas
pemeriksaan
kolesistografi
oral
dalam
mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin
serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak
diekskresi ke saluran empedu.
4. Ultra Sonografi
Penggunaan USG dalam
mendeteksi
batu
di
saluran
empedu
sensitivitasnya sampai 98
% dan spesifitas 97,7 %.
Keuntungan lain dari
pemeriksaan cara ini
adalah mudah dikerjakan,
aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa USG
dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak
tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi
menganjurkan agar pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal.
Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang
akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran CBD
(Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal.
. 5.Tomografi Komputer
Keunggulan Tomografi
Komputer adalah dengan
memperoleh
potongan
obyek gambar suara
secara menyeluruh tanpa
tumpang tindih dengan
organ
lain.
Karena
mahalnya
biaya
pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.
Sumber: Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512.
Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
Nilai hasil pemeriksaan laboratorium (dalam buku patofisiologi vol 1)
1.Uji eksresi empedu
Fungsinya
mengukur
kemampuan
hati
untuk
mengonjugasi
mengekresikan pigmen.
dan
J Penatalaksanaan
- Wanita hamil
- Penyakit hati yang kronis
- Kolik empedu berat atau berulang-ulang
- Kandung empedu yang tidak berfungsi. 1
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan
hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare.
Asam Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak
mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat
ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan
dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena
kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari. 1
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase
sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain
dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta
tidak selalu berhasil.
c. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah
disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil.
Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu
menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi
kandung empedu juga menjadi lebih mudah.
ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam
kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit
di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati,
penebalan dinding dan atropi kandung empedu.
B.TINDAKAN OPERATIF
1. Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.
Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan
pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli
menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat
silent stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka
mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu
kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan
umum penderita baik.
Indikasi kolesistektomi sebagai berikut :
- Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.
- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.
- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes
Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.
CHOLANGITIS
Definisi
Kolangitis akut merupakan superimposa infeksi bakteri yang terjadi pada
obstruksi saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu, namun dapat pula
ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.
Patofisiologi
Faktor utama dalam patogenesis dari cholangitis akut adalah obstruksi saluran
bilier, peningkatan tekanan intraluminal, dan infeksi saluran empedu. Saluran bilier yang
terkolonisasi oleh bakteri namun tidak mengalami pada umumnya tidak akan
menimbulkan cholangitis. Saat ini dipercaya bahwa obstruksi saluran bilier menurunkan
pertahanan antibakteri dari inang. Walaupun mekanisme sejatinya masih belum jelas,
dipercaya bahwa bakteria memperoleh akses menuju saluran bilier secara retrograd
melalui duodenum atau melalui darah dari vena porta. Sebagai hasilnya, infeksi akan naik
menuju ductus hepaticus, menimbulkan infeksi yang serius. Peningkatan tekanan bilier
akan mendorong infeksi menuju kanalikuli bilier, vena hepatica, dan saluran limfatik
perihepatik, yang akan menimbulkan bacteriemia (25%-40%). Infeksi dapat bersifat
supuratif pada saluran bilier.
Saluran bilier pada keadaan normal bersifat steril. Keberadaan batu pada kandung
empedu (cholecystolithiasis) atau pada ductus choledochus (choledocholithiasis)
meningkatkan insidensi bactibilia. Organisme paling umum yang dapat diisolasi dalam
empedu adalah Escherischia coli (27%), Spesies Klebsiella (16%), Spesies Enterococcus
(15%), Spesies Streptococcus (8%), Spesies Enterobacter (7%), dan spesies Pseudomonas
aeruginosa (7%). Organisme yang ditemukan pada kultur darah sama dengan yang
ditemukan dalam empedu. Patogen tersering yang dapat diisolasi dalam kultur darah
adalah E coli (59%), spesies Klebsiella (16%), Pseudomonas aeruginosa (5%) dan spesies
Enterococcus (4%). Sebagai tambahan, infeksi polimikrobial sering ditemukan pada
kultur empedu (30-87%) namun lebih jarang terdapat pada kultur darah (6-16%).
Saluran empedu hepatik bersifat steril, dan empedu pada saluran empedu tetap
steril karena terdapat aliran empedu yang kontinu dan keberadaan substansi antibakteri
seberti immunoglobulin. Hambatan mekanik terhadap aliran empedu memfasilitasi
kontaminasi bakteri. Kontaminasi bakteri dari saluran bilier saja tidak menimbulkan
cholangitis secara klinis; kombinasi dari kontaminasi bakteri signifikan dan obstruksi
bilier diperlukan bagi terbentuknya cholangitis.
Tekanan bilier normal berkisar antara 7 sampai 14 cm. Pada keadaan bactibilia
dan tekanan bilier yang normal, darah vena hepatica dan nodus limfatikus perihepatik
bersifat steril, namun apabila terdapat obstruksi parsial atau total, tekanan intrabilier akan
meningkat sampai 18-29 cm H2O, dan organisme akan muncul secara cepat pada darah
dan limfa. Demam dan menggigil yang timbul pada cholangitis merupakan hasil dari
Gejala-gejala lain yang dapat terjadi meliputi: Jaundice, demam, menggigil dan
kekakuan (rigors), nyeri abdomen, pruritus, tinja yang acholis atau hypocholis, dan
malaise.
Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu. Contohnya riwayat dari
keadaan-keadaan berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis:
o Batu kandung empedu atau batu saluran empedu
o Pasca cholecystectomy
o Manipulasi endoscopik atau ERCP, cholangiogram
o Riwayat cholangitis sebelumnya
o Riwayat HIV atau AIDS: cholangitis yang berhubungan dengan AIDS
memiliki ciri edema bilier ekstrahepatik, ulserasi, dan obstruksi bilier.
Etiologinya masih belum jelas namun dapat berhubungan dengan
cytomegalovirus atau infeksi Cryptosporidium. Penanganannya akan
dijelaskan di bawah, dekompresi biasanya tidak diperlukan.
Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya, pasien dengan cholangitis nampak sakit cukup berat dan cukup
sering datang dalam keadaan shock septik tanpa sumber infeksi yang jelas.
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan keadaan sebagai berikut:
o Demam (90%) walaupun pasien tua dapat tidak mengalami demam
o Nyeri abdomen kuadran lateral atas (65%)
o Hepatomegali ringan
o Jaundice (60%)
o Perubahan status mental (10-20%)
o Sepsis
o Hipotensi (30%)
o Takikardia
o Peritonitis (jarang terjadi, dan apabila terjadi, harus dicari diagnosis
alternatif yang lain)
Penyebab
Pada negara-negara barat, Choledocholithiasis merupakan penyebab utama
cholangitis akut, diikuti oleh ERCP dan tumor.
Setiap kondisi yang menimbulkan stasis atau obstruksi saluran bilier pada ductus
choledochus, termasuk striktur jinak atau ganas, infeksi parasit, ataupun kompresi
ekstrinsik yang ditimbulkan oleh pancreas, dapat menimbulkan infeksi bakteri dan
cholangitis. Obstruksi parsial memiliki tingkat infeksi yang lebih tinggi daripada infeksi
komplit.
Batu saluran empedu merupakan predisposisi bagi cholangitis. Kira-kira 10-15%
operator dan pasien (kadar lemak pasien dll), tidak mampu untuk melihat ductus cysticus,
dan penurunan sensitivitas bagi batu saluran empedu distal. Hasil USG yang normal tidak
dapat menyingkirkan diagnosis cholangitis.
Endoscopic
retrograde
cholangiopancreatography (ERCP)
merupakan
pemeriksaan yang bersifat diagnostik dan terapeutik, dan merupakan kriteria standar bagi
pencitraan sistem bilier. ERCP hanya dilakukan bagi pasien yang memerlukan intervensi
terapeutik. Pasien dengan kecurigaan klinis yang tinggi bagi cholangitis sebaiknya segera
dilakukan ERCP. ERCP memiliki tingkat keberhasilan yang besar (98%) dan dianggap
lebih aman daripada intervensi bedah dan percutaneus.
Penggunaan ERCP sebagai alat diagnostik memiliki tingkat komplikasi sebesar
1,38% dan tingkat mortalitas sebesar 0,21%. Komplikasi utama dari ERCP terapeutik
sebesar 5,4% dan tingkat mortalitasnya sebesar 0,49%. Komplikasinya meliputi
pancreatitis, perdarahan, dan perforasi.
Pemeriksaan CT bersifat tambahan dan dapat menggantikan USG. CT helical atau
spiral dapat meningkatkan pencitraan saluran bilier. CT cholangiography
mempergunakan zat kontras yang diambil oleh hepatosit dan disekresi menuju saluran
bilier. Hal ini meningkatkan kemampuan untuk memvisualisasikan batu radioluscent dan
meningkatkan tingkat deteksi dari patologi bilier lain. Ductuc intrahepatik dan
ekstrahepatik dan inflamasi saluran bilier dapat terlihat pada CT scan. Batu empedu tidak
dapat terlihat dengan baik pada CT Scan biasa,
Keuntungan dari CT adalah: Kemampuan untuk melihat proses patologis lain
yang merupakan penyebab ataupun komplikasi dari cholangitis (misal: tumor ampulla,
cairan pericholecystic, abses hepar). Diagnosis diferential juga kadang dapat terlihat
(misal: diverticulitis kolon kanan, nekrosis papilla, sebagian bukti pyelonephritis, iskemia
mesenterium, dan appendix yang ruptur. Deteksi patologi bilier dengan CT
cholangiography lewat pendekatan ERCP.
Kerugian dari CT meliputi kemampuan pencitraan batu empedu yang buruk,
reaksi alergi terhadap kontras, paparan terhadap radiasi, dan kurangnya kemampuan
untuk memvisualisasikan saluran bilier dengan kadar bilirubin serum yang meningkat.
Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) merupakan studi
noninvasif yang semakin sering dipergunakan untuk diagnosis batu bilier dan patologi
bilier lain. MRCP akurat untuk mendeteksi choledocholithiasis, neoplasma, striktur, dan
dilatasi sistem bilier. Keterbatasan MRCP meliputi ketidakmampuan untuk melakukan tes
diagnostik invasif seperti pengambilan sample empedu, uji sitologis, pengambilan batu,
ataupun stenting. Pemeriksaan MRCP memiliki keterbatasan dalam melihat batu dengan
ukuran kecil (<6mm>
Kontraindikasi absolutnya sama dengan MRI tradisional, termasuk keberadaan
alat pacu jantung (pacemaker), klip aneurisma serebral, implan okuler atau cochlear, dan
benda asing pada okuler. Kontraindikasi relatif meliputi terdapatnya prosthesa katup
jantung, neurostimulator, prosthese logam dan implan pada penis. Resiko MRCP pada
kehamilan masih belum diketahui.
Pada umumnya, foto polos abdomen tidak banyak membantu pada diagnosis
cholangitis akut. Ileus dapat diamati pada kasus tersebut. Antara 10-30% batu empedu
memiliki cincin kalsium, sebagai akibatnya bersifat radioopak. Foto abdomen dapat
menunjukkan udara dalam saluran bilier setelah manipulasi endoscopik apabila pasien
mengalami cholecystitis emphysematosa, cholangitis, ataupun fistula cholecystic-enteric.
Udara dalam dinding kandung empedu mengindikasikan cholecystitis emphysematosa.
Pemeriksaan lain
Scintigrafi bilier (hepatic 2,6-dimethyliminodiacetic acid [HIDA] dan diisopropyl
iminodiacetic acid [DISIDA]). Scan HIDA dan DISIDA merupakan uji fungsional dari
kandung empedu. Obstruksi CBD menimbulkan nonvisualisasi dari usus kecil. Scan
HIDA pada obstruksi total dari saluran bilier tidak memperlihatkan saluran bilier.
Keuntungannya adalah kemampuan untuk menilai fungsi empedu dan hasilnya dapat
positif dapat muncul sebelum pembesaran ductus dapat dilihap melalui USG.
Kerugiannya adalah apabila terdapat kadar bilirubin yang tinggi (>4,4) dapat
menurunkan sensitifitas pemeriksaan ini. Keadaan baru makan atau tidak makan selama
24 jam juga dapat mempengaruhi pemeriksaan ini, selain itu pencitraan anatomis bagi
struktur-struktur lain selain saluran bilier tidak memungkinkan. Pemeriksaan ini
memerlukan waktu beberapa jam, sehingga tidak direkomendasikan pada pasien kritis
atau pada pasien yang tidak stabil.
Penanganan
Leukositosis, hiperbilirubinemia, dan peningkatan fosfatase alkali dan
transaminase cukup sering terjadi, dan apabila terjadi, mendukung diagnosis klinis dari
cholangitis. USG berguna apabila pasien belum pernah didiagnosa dengan batu empedu,
karena USG dapat memperlihatkan batu kandung empedu, memperlihatkan ductus yang
berdilatasi, dan dapat menentukan lokasi obstruksi. Tes diagnostik definitif adalah ERCP.
Pada kasus dimana ERCP tidak dapat dilakukan, PTC diindikasikan. ERCP dan PTC
akan menunjukkan tingkat obstruksi, namun penyebabnya tidak dapat ditentukan dengan
cara ini. ERCP dan PTC dapat memungkinkan kultur empedu, memungkinkan
pengangkatan batu (apabila ada), dan drainase saluran empedu dengan kateter drain atau
stent.
Pengobatan pertama pada pasien dengan cholangitis meliputi antibiotik intravena
dan resuscitasi cairan. Antibiotik cephalosporin (misal cefazolin, cefoxitin) merupakan
obat pilihan pada kasus-kasus ringan sampai sedang. Apabila kasusnya berat atau
memburuk secara progresif, obat-obatan aminoglikosida ditambah clindamycin ataupun
metronidazole sebaiknya ditambahkan pada regimen pengobatan. Pasien tersebut
KOLESISTISIS
Definisi :
peradangan kandung empedu
kolesistitis akut bentuk peradangan yg biasanya disebabkan oleh
obstruksi saluran keluar kandung empedu, dengan tanda yang
bervariasi dari edema dan kongesti ringan sampai infeksi ringan
sampai infeksi berat dengan gangren dan perforasi
Dorland, 2006
Etiologi:
kalkulosa batu empedu, akalkulosapasca operasi, luka bakar,infeksi,
gangguan sirkulasi
Faktor resiko:
wanita lbh rentan, umur >50, aktftas fisik, obesitas, fertile
Gambaran klinis:
Nyeri kolik perut sebelah kanan atas epigastrium .
Nyeri tekan.
Kenaikan suhu tubuh.
Nyeri menjalar ke pundak atau skapula kanan, berlangsung sampai 60
menit tanpa reda.
Pemeriksaan fisik:
Teraba massa kandung empedu
Nyeri tekan
Peritonitis lokal (tanda Murphy)
Pemeriksaan Lab:
Leukositosis
Apabila keluhan nyeri bertambah berat, suhu tinggi, menggigil,
Pemeriksaan Penunjang:
USG besar, bentuk, penebalan dinding, batu, saluran empedu ekstra
hepatik.
Skintigrafi saluran empedu dengan zat radioaktif HIDA gambaran duktus
koledochus, tanpa gambaran kandung empedu
Penatalaksanaan:
akut:
istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, penghilang nyeri
seperti petidin dan antispasmodic, antibiotik golongan ampisilin, sefalosporin
dan metronidazol.
Kronis: kolisistektomi
Prognosis:
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung
empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi.
Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren. Kadang-kadang kolesistitis akut
berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema, dan perforasi kandung
empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik diawal.
Tindakan bedah akut pada pasien tua >75 th mempunyai prognosis
jelek,disamping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.
Sumber: Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi V
KOLELITIASIS
Definisi:
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang
memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi.
Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun
terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia
lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Patologi:
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang
terdiri dari : kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam
lemak, fosfolipid (lesitin) dan elektrolit.
Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas 3 jenis :
1. batu pigmen
2. batu kolesterol
3. batu campuran (kolesterol dan pigmen)
Patofisiologi:
Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini :
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak
Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu.
Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin
tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim
glokuronil
tranferase
tersebut
yang
akan
mengakibatkan
presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin
tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama
kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa
menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
Presipitasi / pengendapan
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan
operasi
Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh
dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air,
kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin
(fosfolipid).
Proses degenerasi dan adanya penyakit hati
Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol
kandung empedu
Batu empedu
BATU KOLESTEROL
Ada 3 kondisi pembentukan batu kolesterol:
Kondisi 1: kenaikan HMG COA reduktase berfungsi untuk retlimeting
enzim/menstok enzim.
Kondisi 2:penurunan 7 alfa hidroksinase fungsi untuk sintesis asam empedu
Kondisi 3: penuruan MDR 3 fungsi untuk sekresi lesitin.
BATU PIGMEN
Infeksi bakteri gram (-) di saluran empedu ngeluarin beta glukoronildase di
tubuh manusia ada menghambat glukoronalakton menghidrolisis bilirubin
terbentuk B1 banyak endapan kalsium bilirubinate endapan kayak lumpur
batu pigmen.
Pemeriksaan Lab:
1.Uji eksresi empedu
Fungsinya
mengukur
kemampuan
hati
untuk
mengonjugasi
dan
mengekresikan pigmen.
Bilirubin direk (terkonjugasi) merupakan bilirubin yang telah diambil oleh
sel-sel hati dan larut dalam air.Makna klinisnya mengukur kemampuan hati
untuk mengonjugasi dan mengekresi pigmen empedu. Bilirubin ini akan
meningkat bila terjadi gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi.
Nilai normal :
0,1-0,3 mg/dl
Bilirubin serum total merupakan bilirubin serum direk dan total meningkat
pada penyakit hepatoselular
Nilai normal :
0,3-1,0 mg/dl
karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh
garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia
Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu
berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu :
3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batubatu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun ,
dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
1.Ranitidin
Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml
injeksi.
Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina,
ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis
ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik).
Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma
lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.
2.Buscopan (analgetik /anti nyeri)
Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi
Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita.
Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat.
3. Buscopan Plus
Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg,.
Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik
pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.
4. NaCl
i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan
osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh.
ii. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan
osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma
tubuh.
Pembedahan Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis
atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan
konservatif.
Sumber:
Penatalaksanaan:
Konservatif
Lisis batu dengan obat-obatandisolusi
Litotripsi (ESWL)
Terapi Diet
makanan cair rendah lemak. hindari kolesterol yang tinggi
terutama lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan
karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun
makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela,
daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti,
kopi / teh.
Operatif
Open kolesistektomi
Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi mini laparotomi
Kolesistotomi
ERCP
Gambar
Kolesistektomi
laparaskopi 15
5.
3. Disolusi
medis
Masalah
umum
yang mengganggu
semua
zat
yang
pernah
digunakan
adalah
angka
kekambuhan yang
tinggi dan biaya
yang
dikeluarkan.
Zat disolusi hanya
memperlihatkan
manfaatnya untuk
batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara
lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada
50% pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini dan sukses. 2 Disolusi
medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya batu
kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu
baik dan duktus sistik paten. 2
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-TerButil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan
per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasienpasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat
ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benarbenar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Gam
bar
6.
Litotripsi
Gelombang
Elektrosyok
(ESWL)
6. Kolesis
totomi
Kolesistotomi
yang dapat
dilakukan
dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut
sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis
7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam
saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi
telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita
yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada
penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah
diangkat
Gambar 7.
Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography (ERCP)