Anda di halaman 1dari 131

PERBANDINGAN PERSEROAN TERBATAS DI

BEBERAPA NEGARA

Oleh :
Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH., M.S
Guru Besar Hukum Bisnis Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta

Ditulis
Dalam Rangka Pelaksanaan Kegiatan Penulisan Karya Ilmiah
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional
Badan Pembinaan Hukum Nasional
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.

Tahun Anggaran
2012

KATA PENGANTAR

Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Penulisan Karya Ilmiah yang
berjudul Perbandingan Perseroan Terbatas Di Beberapa Negara dapat kami
selesaikan sebagaimana tersaji di sini.
Dalam tulisan ini kami menguraikan beberapa hal sebagai sebuah
perbandingan hukum perseroan terbatas di beberapa Negara, dengan
mengamati kondisi regulasi di Indonesia, dan melihat adakah sistem hukum di
Negara lain tersebut yang dapat diadopsi di Negara Indonesia untuk perbaikan
Undang-undang Perseroan Terbatas di masa yang akan datang, serta dalam
tulisan ini kami berupaya menganalisa hal-hal yang perlu dibaharui dengan
kondisi Undang-undang Perseroan Terbatas yang ada sekarang, setelah
mengetahui dan membandingkan dengan sistem hukum Negara lain tersebut.
Kami menyadari atas penyajian tulisan ini mungkin masih terdapat
berbagai hal yang belum sempurna, oleh sebab itu terhadap saran dan kritik
atas tulisan ini tentunya akan menjadi masukan berharga bagi Penulis dan
menjadi buah pikir yang akan selalu berkembang untuk selalu melengkapi dan
menyempurnakan.
Dari tulisan ini, Penulis juga berharap agar tulisan ini dapat dimanfaatkan
oleh berbagai khalayak, baik bagi instansi-instansi pemerintah, praktisi
maupun akademisi sebagai penambah khasanah ilmu yang terus berkembang
ataupun

landasan

penyempurnaan

kebijakan

perkembangan perseroan terbatas di Indonesia.

yang

terkait

dengan

Melalui pengantar ini, Penulis berterima kasih atas kepercayaan Badan


Pembinaan Hukum Nasional yang telah mempercayakan penulisan karya
ilmiah ini dan merupakan suatu kehormatan bagi Penulis dapat berperan dan
memberikan kontribusi pemikiran bagi Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan
Pembinaan Hukum Nasional dan kepada seluruh pihak yang telah membantu
tersusunnya tulisan ini.

Jakarta, November 2012

Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH., M.S

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... iii
A.

Pendahuluan ...................................................................................................................... 1

B.

Karakteristik PT Dalam Perkembangan Dengan Negara Lain ................... 5

C.

Konsep Tanggung Jawab Terbatas atau Limited Liability atau


Limitatief Aansprakelijkheid dan Piercing the Corporate Vell ..................... 15

D.

Perbandingan Tentang Pendirian Perseroan ..................................................... 30

E.

Modal dan Saham Perseroan...................................................................................... 45

F.

Organ Perseroan .............................................................................................................. 51

G.

Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan ............................................. 80

H.

Pemeriksaan dan Pembubaran Perseroan .......................................................... 95

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 127

A.

Pendahuluan
Dari sudut pandang hukum bisnis, Perseroan Terbatas , disingkat
PT adalah sebuah bentuk perusahaan atau organisasi usaha yang diakui
oleh hukum sebagai badan hukum. Sebagai badan hukum, PT dapat
bertindak layaknya orang atau dalam bahasa Belanda disebut natuurlijk
persoon, yang dapat dibebani atau menyandang hak dan kewajiban
seperti halnya orang atau natuurlijk persoon tadi. Dalam lalu lintas bisnis
PT

dapat

menjadi

debitur

ataupun

kreditur,

bahkan

dalam

perkembangan bisnis modern PT dapat dikenai pidana, seperti misalnya


pidana denda.
Hukum positif di Indonesia mengenal adanya badan usaha yang
berbadan hukum, serta badan usaha non-badan hukum. Pada dasarnya,
pengaturan mengenai badan hukum yang dalam bahasa Belanda dikenal
dengan istilah rechtspersoon , sebelum keluarnya UU No.1 Tahun 1995
Tentang Perseroan Terbatas, selanjutnya di singkat PT , yang kemudian
diubah lagi dengan Undang-undang No.40 Tahun 2007 Tentang PT,
dahulu diatur dalam Buku Kesatu Bab III Bagian ke I Kitab UndangUndang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel, Staatsblad
1847:23, disingkat KUHD atau WvK.
Dalam KUHD, dikenal ada 2 ( dua ) golongan atau kelompok bentuk
perusahaan atau bentuk badan usaha, yaitu Persekutuan Dengan Firma
atau Vennootschap Onder Firma disingkat FA, Persekutuan Komanditer
atau Commanditaire Vennootschap, disingkat CV dan Perseroan Terbatas
atau Naamloze Vennootschap, disingkat NV. Bentuk-bentuk perusahaan
atau badan usaha yang di kena dalam KUHD ini semuanya menganut

faham atau prinsip atau doktrin perjanjian atau overeenkomst dalam


sistem hokum Eropa Kontinental , termasuk Belanda sebagaimana di atur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata , disingkat KUHPerdata
yang merupakan terjemahan tidak resmi dari Burgelijk Wetboek
Nederland Indie waktu itu, disingkat BW. Induk dari bentuk perusahaan
yang didirikan dengan bekerjasama dengan orang lain seperti yang
dikenal dalam KUHD adalah bentuk Persekutuan Perdata atau Maatschap
atau Partnership sebagaimana diatur di dalam Pasal 1618 sampai dengan
!652 KUHPerdata.
Di samping seperti yang diatur oleh KUHD, terdapat bentuk badan
usaha lain yang diakui oleh hukum positif saat ini di Indonesia yaitu
Koperasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian yang bulan Oktober yang lalu baru saja diganti
dengan disahkannya RUU Koperasi oleh DPR sebagai pengganti UU
Koperasi Tahun 1992 tersebut , karena dirasakan sudah ketinggalan
jaman. Koperasi dalam lalu lintas kegiatan bisnis juga dipandang sebagai
entitas bisnis yang dapat menjalankan kegiatan bisnis seperti halnya
perusahaan-perusahaan yang lain.

Kemudian dalam perkembangan

bentuk perusahaan sebagaimana di atur di dalam KUHD dan KUHPerdata


sebagaimana disebutkan di atas, dikenal bentuk perusahaan PT (Persero)
dan Perusahaan Umum , disingkat Perum berdasarkan UU No.19 Tahun
2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara . 1 Diantara beberapa bentuk
badan usaha sebagamana diuraikan di atas, bentuk Perseroan Terbatas
atau PT merupakan bentuk yang banyak dan lazim digunakan, dibanding
1

Bandingkan : Pramono, Nindyo, Hukum Perseroan Terbatas, hal. 4.2.

dengan bentuk usaha yang lain. Hal tersebut dikarenakan PT sebagai


bentuk persekutuan modal mempunyai status badan hokum, yang
mempunyai persona standi in judicio.
Dalam perkembangannya, Perseroan Terbatas yang diatur dalam
KUHD dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan dunia usaha
serta perkembangan hukum yang ada di masyarakat. Oleh karena itu,
pemerintah kemudian melahirkan suatu bentuk peraturan perundangundangan yang secara khusus mengatur mengenai Perseroan Terbatas,
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
yang kemudian pada tahun 2007 diubah dengan Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, selanjutnya disebut dengan
UUPT.
Dalam perkembangan globalisasi saat ini, UUPT Indonesia yang
masih berkiblat atau mengacu pada sistem hukum Belanda , mengatur
tentang seluk beluk atau ruang lingkup PT dengan segala aktivitasnya
yang selalu berinteraksi dengan PT-PT dari Negara-negara lain, termasuk
Negara-negara tetangga Indonesia, seperti Malaysia, Singapore, bahkan
Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris yang semuanya tidak
menganut sistem hukum PT seperti yang dianut Indonesia yang masih
konkordan dengan sistem hukum Belanda.
Investor-investor

asing

yang

harus

berbentuk

hukum

PT,

kebanyakan datang dari Negara-negara yang menganut sistem hukum


dengan tradisi common law. Oleh sebab itu tidak jarang di dalam praktek
timbul ketidakharmonisan dalam pelaksanaan pengurusan PT yang
berinteraksi dalam kegiatan bisnis di Indonesia. Sebagai contoh : sistem

hukum PT Indonesia berdasarkan UUPT mengenal 3 (tiga) organ PT yang


masing-masing otonom, yaitu : RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi.
Sistem hukum Common Law tidak menganut sistem demikian. Di sana
cukup dikenal dua organ PT, yaitu : RUPS atau General Meeting Of
Shareholder dan Direksi atau Board Of Director. Dari contoh ini saja, jika
PT Asing dengan tradisi common law datang berinvestasi ke Indonesia,
kemudian wajib menjadi PT Indonesia , disebut PT PMA dengan tunduk
pada UUPT Indonesia, maka PT PMA wajib mempunyai 3 (tiga) organ PT
itu. Oleh karena tradisi hukum mereka tidak mengenal organ Dewan
Komisaris, maka dalam prakteknya struktur Dewan Komisaris tetap
dibuat atau diatur di dalam Anggaran Dasar PT, namun praktis fungsi
organ tersebut tidak optimal untuk tidak mnegatakan hanya sebagai
pajangan saja -- dalam melakukan fungsi pengawasan dan memberikan
nasehat kepada Direksi dalam perbuatan pengurusan dan penguasaan PT
Buku ini akan mencoba menguraikan beberapa hal sebagai sebuah
perbandingan hukum PT di beberapa Negara. Bagaimana kondisi regulasi
di Indonesia, adakah sistem hukum di Negara lain tersebut yang dapat
diadopsi di Negara Indonesia untuk perbaikan UUPT di masa yang akan
datang, adakah hal yang perlu dibaharui dengan kondisi UUPT yang ada
sekarang, apa saja kendalanya -- jika ada -- dan strategi atau solusi apa
yang mungkin dapat direkomendasikan, setelah mengetahui dan
membandingkan dengan sistem hukum Negara lain tersebut.

B.

Karakteristik PT Dalam Perbandingan Dengan Negara Lain


Berdasarkan Pasal 1 Angka (1) UUPT, yang dimaksud dengan
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Berdasarkan definisi perseroan menurut UUPT, dapat dipahami
bahwa perseroan memiliki unsur-unsur sebagai berikut :2
1) Berbentuk badan hukum :
Setiap perseroan adalah badan hukum, artinya badan hukum yang
memenuhi syarat sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam UU PT
secara tegas dinyatakan bahwa PT adalah badan hukum.
2) Didirikan berdasarkan perjanjian :
Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, artinya harus ada
sekurang-kurangnya

dua

orang

yang

bersepakat

mendirikan

perseroan, yang dibuktikan secara tertulis yang tersusun dalam Akta


Pendirian yang wajib dibuta dalam bentuk Akta Notaris yang di
dalamnya berisi Anggaran Dasar yang wajib memperoleh pengesahan
dari Menteri Hukum dan HAM serta wajib diumumkan di Tambahan
Berita Negara RI untuk kepentingan publikasi
3) Melakukan kegiatan usaha :

Ibid, hal. 4.3.

Setiap perseroan melakukan kegiatan usaha, yaitu kegiatan dalam


bidang perekonomian yang bertujuan mendapat keuntungan dan/atau
laba.
4) Modal dasar :
Setiap perseroan harus mempunyai modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham. Modal dasar merupakan harta kekayaan
perseroan sebagai badan hukum, yang terpisah dari harta kekayaan
pribadi dari pendiri atau promotor, organ perseroan, dan pemegang
saham.
5) Memenuhi persyaratan undang-undang :
Setiap perseroan harus memenuhi persyaratan undang-undang
perseroan dan peraturan pelaksanaannya.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa salah satu unsur dari
perseroan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum. Secara
teoritis di Indonesia dikenal 2 (dua) kelompok badan usaha , yaitu :
badan usaha yang berbadan hukum dan badan usaha bukan badan
hukum. Selain bentuk perseroan, badan usaha yang berbentuk badan
hukum dapat ditemukan dalam bentuk yayasan atau stichting ( Belanda ),
Foundation , Caritable Trustee ( Inggris) dan koperasi. Sementara itu,
badan usaha yang bukan badan hukum antara lain adalah Persekutuan
Perdata atau Maatschap ( Belanda ) , Partnership ( Inggris ) , Firma atau
Vennotschap Onder Firma ( Belanda ) , Partnership ( Inggris ) ,
Persekutuan Komanditer atau Limited Partnership ( Inggris ) ,

Commanditaire Vennootschap ( Belanda ) seperti dikemukakan di atas.


Badan hukum memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah : 3
1) Memiliki kekayaan sendiri;
2) Anggaran Dasar disahkan oleh Menteri;
3) Ada pengurus;
4) Mempunyai tujuan sendiri
5) Mempunyai kepentingan sendiri.
Pengaturan mengenai badan hukum juga diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Pada dasarnya, Burgerlijk Wetboek
(BW) tidak mengatur mengenai istilah badan hukum. Istilah yang
digunakan menurut BW adalah Zedelijk Lichaam.4 Menurut BW atau
KUHPerdata, yang dimaksud dengan badan hukum atau rechtspersoon
adalah sekumpulan orang yang didalam lalu lintas hukum bertindak
seakan-akan ia adalah satu badan pribadi tunggal atau corporatie. 5
Sementara itu, van Apeldoorn menyatakan bahwa badan hukum adalah
tiap-tiap kekayaan dengan tujuan tertentu, tetapi tanpa eigenaar atau
owner atau pemilik, yang didalam lalu lintas hukum diperlakukan sebagai
satu badan pribadi , seperti yayasan atau stichting.6
Menurut BW, badan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
badan hukum yang kenegaraan atau publiekrechtelijke rechtpersonen dan
badan hukum

keperdataan

atau

privaatrechtelijke rechtpersonen.

Singkatnya, dadan hukum kenegaraan adalah badan-badan yang


susunannya dibentuk oleh hukum publik, sedangkan badan hukum
Ibid, hal.4.3-4.4.
Koesoemadi, Kumpulan Asas-Asas Hukum Perdata, 1950, hal.18.
5 Ibid.
6 Ibid.
3
4

keperdataan pendirian dan susunannya diatur oleh hukum perdata


(BW).7 Badan hukum keperdataan itu sendiri masih dibedakan menjadi :8
a) Perhimpunan , yang terdiri dari orang-orang atau corporatie atau
vereniging;
a. Memliki tujuan dan organisasi yang ditentukan oleh para
anggota;
b. Anggota sewaktu-waktu dapat diganti oleh orang lain;
c. Pelaksanaan tujuan dan pekerjaan yang harus dilakukan,
dilaksanakan oleh anggota-anggota atau alat perlengkapan lain
dari badan itu.
b) Yayasan atau stichting
Badan hukum perhimpunan, dilihat dari sifat organisasinya, menurut
BW dapat diperinci menjadi :
1)

Perhimpunan-perhimpunan

yang

menyelenggarakan

harta

kekayaan para anggotanya, yaitu :


1.1. Perseroan Terbatas (Naamloze Vennootschap atau N.V.);
1.2. Commanditaire vennootschap (C.V.);
1.3. Cooperatieve vereniging;
1.4. Perseroan Pertanggungan
2). Perhimpunan-perhimpunan

lainnya

yaitu

yang

tidak

menyelenggarakan harta kekayaan para anggotanya.


Di Amerika, terdapat beberapa bentuk organisasi bisnis, di
antaranya adalah persekutuan (partnership) dan korporasi (corporation).

7
8

Ibid, hal.23.
Ibid, hal.25.

Persekutuan atau partnership sebagaimana diatur oleh Uniform


Partnership Act (UPA) di definisikan sebagai asosiasi dari dua atau lebih
pemilik untuk menjalankan usaha yang bertujuan untuk menghasilkan
keuntungan atau profit. Selain itu, beberapa aspek yang ada dalam
partnership adalah bahwa hak dan kewajiban dari tiap sekutu diatur oleh
perjanjian khusus.9 Di sisi lain, suatu korporasi adalah suatu entitas
hukum yang dibentuk berdasarkan prosedur formal, sebagai contoh,
adanya keharusan untuk mengisi sejumlah dokumen yang jika telah
terpenuhi akan diberikan sertifikat pendirian.10
Sementara itu, di dalam sistem hukum common law yang dianut di
Inggris, mereka mengenal beberapa bentuk organisasi bisnis atau forms
of business organisations, yang di antaranya adalah :11
a)

Pedagang tunggal atau the sole trader, yaitu dimana hanya terdapat
satu pihak yang bertindak sebagai seorang pedagang atau trader.
Pedagang tunggal umumnya menyediakan modal yang berasal dari
miliknya sendiri atau personal savings atau hasil pinjaman dari
bank;

b)

Persekutuan atau the partnership, yang berdasarkan Partnership Act


1890 Section 1, dijelaskan bahwa persekutuan atau partnership
adalah hubungan yang timbul antara pihak-pihak yang bersamasama melakukan suatu usaha atau business dengan tujuan untuk
mendapatkan profit atau keuntungan. Partnership dapat timbul dari

Robert C. Clark, Corporate Law, Little, Brown and Company (1986), p.5.
Ibid.
11 Alan Dignam & John Lowry, Company Law, Sixth Edition, Oxford University Press, p. 4-5.
9

10

kesepakatan verbal atau lisan atau verbal agreement ataupun


melalui suatu perjanjian tertulis;
c)

Perseroan atau the company, yaitu suatu entitas bisnis yang pada
umumnya didirikan oleh pihak-pihak yang biasanya dibentuk untuk
menjalankan suatu perdagangan komersial. Menurut hukum yang
berlaku di Inggris, pembentukan suatu perseroan diatur oleh
Companies Act 2006.
Pengaturan mengenai hukum perseroan di Inggris mengalami

sejarah yang sangat panjang. Jauh sebelum diatur oleh Companies Act
2006, beberapa regulasi yang mengatur tentang perseroan diatur melalui
The Joint Stock Companies Act 1844, The Joint Stock Companies Act 1856,
dan Companies Act 1985.
Menurut Companies Act (CA) 2006, beberapa bentuk perseroan
adalah:
1. perseroan privat dan perseroan publik atau private company and
public company; (Section 4);
2. perseroan terbatas dan perseroan tidak terbatas

atau limited

company and unlimited company; (Section 3);


3. perseroan terbatas oleh jaminan dengan modal saham atau company
limited by guarantee and having share capital; (Section 5);
4. perseroan untuk kepentingan komunitas atau community interest
company; (Section 6).
Perseroan privat menurut Section 4 sub-section (1) CA 2006 adalah
ketika investasi dilakukan oleh perseroan, sebagian besar modal
disediakan oleh pendiri perseroan yang berasal baik dari dana pribadi

ataupun dari hasil pinjaman bank , yang di Indonesia dikenal dengan PT


Tertutup atau di Belanda di kenal dengan nama Besloten Vennotschap ,
disingkat BV , sedangkan perseroan publik menurut Section 4 sub-section
(2) CA 2006 adalah ketika perseroan tersebut bermaksud untuk
menghimpun dana dari masyarakat umum.12 Di Indonesia dikenal
dengan PT Go Public atau PT Terbuka atau PT Tbk . Di Belanda di kenal
dengan Naamloze Vennootschap . Selain itu, perseroan public adalah
perseroan yang terbatas pada saham atau terbatas oleh jaminan dan
memiliki modal saham yang mana pada akta pendirian perseroan
dinyatakan bahwa perseroan merupakan perseroan publik dan
pendaftaran atau pendaftaran ulang sebagai perseroan publik harus
tunduk pada atau setelah tanggal yang ditentukan oleh CA 2006.
Sementara itu, masih terdapat beberapa perbedaan karakteristik
antara perseroan publik dan perseroan privat yang diterapkan di Inggris.
Beberapa diantaranya adalah :13

Jenis Perseroan
Privat

Karakteristik
a. Perseroan cenderung lebih terbatas kepada
Anggaran

Dasar

perseroan

yang

telah

disetujui oleh Direksi. Dalam hal salah satu


anggota

perseroan

ingin

meninggalkan

perseroan dengan menjual sahamnya atau


salah satu anggota perseroan meninggal,

12
13

Ibid, p.8.
Ibid, p.8-9.

Direksi harus mengumumkan pihak yang


akan menggantikan;
b. Terdapat pre-emptive clause dalam Anggaran
Dasar yang berarti jika salah satu anggota
perseroan ingin menjual saham mereka,
anggota tersebut harus menawarkan saham
yang ingin dijualnya itu kepada anggota
lainnya terlebih dahulu;
c. Perseroan

tidak

boleh

mengundang

masyarakat umum untuk membeli saham


(CA 2006, Section 755), namun tidak seperti
perseroan publik, tidak memiliki batasan
modal minimum;
d. Anggota dari perseroan memiliki tanggung
jawab

terbatas

maksudnya

(limited

anggota

liability)

perseroan

yang
hanya

bertanggung jawab sebatas kepada saham


yang mereka tanamkan dan tidak atas
hutang perseroan;
e. Perseroan harus memiliki frasa limited atau
ltd setelah nama perseroan.
f. Dalam hal perseroan berbasis di Wales,
maka dapat ditambahkan frasa cyfyngedig
atau cyf. (see CA 2006 Section 59 sub

section (2))
Publik

a. Perseroan bertujuan untuk mengamankan


modal

atau

menjaring

investasi

dari

masyarakat umum, yang dilakukan dengan


menjual sejumlah saham perseroan kepada
masyarakat

umum.

menyediakan

Perseroan

prospektus

yang

harus
berisi

deskripsi atau definisi tentang perseroan dan


rencana kerja perseroan. Hal itu bertujuan
untuk melindungi kepentingan pemegang
saham publik;
b. Adanya batasan modal minimum (minimum
capital requirements) yang menurut Section
763 CA 2006 sejumlah 50,000 Poundsterling;
c. Perseroan tidak harus terdaftar di bursa efek
London Stock Exchange;
d. Perseroan harus menyatakan jika perseroan
bersifat publik, dan seperti halnya perseroan
privat, anggota perseroan memiliki tanggung
jawab terbatas;
e. Perseroan harus menambahkan frasa public
limited company atau p.l.c setelah nama
perseroan (diatur dalam CA 2006 Section 58
sub section (1)), untuk menegaskan jika

tanggung jawab para anggotanya bersifat


terbatas dan menyatakan kepada publik jika
perseroan

juga

menjaring

dana

dari

masyarakat umum.
f. Dalam hal perseroan merupakan perseroan
yang berbasis di Wales, maka pada akhir
naman perseroan dapat digunakan frasa
cwnmi cyfyngedig cyhoddus atau c.c.c. (See
CA 2006 Section 58 sub section (2))

Di Malaysia, yang juga menerapkan sistem hukum common law


sebagaimana yang diterapkan di Inggris dan beberapa negara
Commonwealth lainnya, menjadikan hukum perseroan yang digunakan
hampir serupa. Menurut Companies Act 1965 of Negara Malaysia, yang
dimaksud dengan perseroan privat adalah :14
a. Memberikan batasan atas hak untuk mengalihkan atau mentransfer
saham;
b. Membatasi jumlah anggota perseroan tidak lebih dari 50 orang;
c. Melarang tiap upaya untuk mengajak masyarakat umum untuk
memiliki saham atau obligasi perseroan;
d. Melarang tiap upaya untuk mengajak masyarakat umum untuk
menyimpan dana di perseroan untuk periode tertentu atau dapat
dibayarkan jika dimintakan.

14

Malaysian Companies Act 1965 (Act 125) Section 15 Sub-section (1), p.45.

Sementara itu, suatu perseroan terbatas atau limited company


menurut hukum perseroan Malaysia, diharuskan untuk menggunakan
frasa Berhad atau disingkat menjadi Bhd. sebagai bagian dari nama
perseroan yang ditempatkan setelah nama perseroan (CA 1965 Section
22 sub-section (3)), sedangkan untuk perseroan privat, diharuskan untuk
menggunakan frasa Sendirian atau disingkat menjadi Sdn, yang
ditempatkan sebelum frasa Berhad, atau jika perseroan merupakan
perseroan tidak terbatas atau unlimited company, maka ditempatkan
dibelakang nama perseroan (CA 1965 Section 22 sub-section (4)).15
Di Indonesia, pemberian nama perseroan harus di dahului dengan
frasa Perseroan Terbatas atau disingkat PT, sedangkan untuk
Perseroan Terbuka, nama perseroan tetap harus di dahului dengan frasa
Perseroan Terbatas, namun pada akhir nama perseroan ditambah frasa
singkatan Tbk.16

C.

Konsep Tanggung Jawab Terbatas atau Limited Liability atau


Limitatief Aansprakelijkheid dan Piercing the Corporate Veil
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu hal yang sangat
fundamental dari hukum perseroan adalah terkait dengan prinsip
tanggung jawaban terbatas atau limited liability atau limitatief
aansprakelijheid. Limited liability atau limitatief aansprakelijheid atau
tanggung jawab terbatas adalah suatu kondisi dimana pemegang saham
atau shareholder atau aandeelhouder

dari suatu perseroan hanya

Malaysian Companies Act 1965 (Act 125) Section 22, p.51


Pasal 16 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.

15
16

bertanggung jawab sebatas pada sejumlah saham yang mereka miliki di


perseroan tersebut. Di dalam tradisi hukum Amerika, terkait dengan
prinsip tanggung jawab terbatas tidak dapat dipisahkan dari kasus
Salomon v Salomon & Co (1897)17. Kasus Salomon vs Salomon & Co
tersebut

menjadi

pelajaran

yang

sangat

penting

untuk

dapat

membedakan terkait dengan konsep limited liability dan konsep


corporate personality. Mana yang harus menjadi tanggung jawab
pemegang saham dan mana yang harus menjadi tanggung jawab
perseroan, jika pada suatu ketika dalam hubungan hokum dengan pihak
ketiga Perseroan merugikan pihak ketiga.
Pada dasarnya, suatu perseroan memiliki beberapa legal rights,
yang diantaranya adalah:18
a) Hak untuk memiliki atau menguasai properti (right to own property);
b) Hak untuk mengadakan atau membuat suatu perjanjian (right to a
corporate seal);
c) Hak untuk menuntut dan dituntut di muka pengadilan (right to sue or
to be sued);
Berdasarkan Section 19 sub-section (1) of Companies Act 1965,
menyebutkan bahwa suatu perseroan, baik yang didirikan sebelum atau

Salomon v Salomon & Co (1897), adalah kasus dimana Mr. Salomon seorang penjual sepatu
yang mendirikan suatu perusahaan bernama Salomon & Co Ltd bersama dengan ke-6 anggota
keluarga lainnya. Pada awalnya, Mr. Salomon adalah seorang penjual sepatu yang bekerja
sendiri (sole trader). Dengan demikian, Mr. Salomon memiliki tanggung jawab pribadi atas
segala hutang yang timbul oleh usahanya itu. Namun, Mr. Salomon yang kemudian mendirikan
Salomon & Co Ltd berganti kedudukan sebagai managing partner yang juga menjadi pemegang
saham pada perusahaan yang dibentuknya itu, sehingga dari yang sebelumnya Mr. Salomon
memiliki personal liability atau unlimited liability atas seluruh hutang yang timbul, berubah
menjadi limited liability dikarenakan Mr. Salomon berkedudukan sebagai pemegang saham di
Salomon & Co Ltd.
18 Ibid, p.16.
17

sesudah berlakunya Companies Act 1965, dapat memiliki kewenangan


atau powers untuk:
a. Power to make donations for patriotic or for charitable purposes;
b. Power to transact aby lawful business in aid of Malaysia in the
prosecution of any war or hostilities in which Malaysia is engaged; and
c. Unless expressly excluded or modified by the memorandum or articles,
the powers set forth in the Third Schedule but the powers of a company
which has by the licence of the Minister pursuant to section 24 been
registered without the word Berhard or pursuant to any corresponding
previous written law been registered without the addition of the word
Limited to its name shall not include any of the powers set forth in the
Third Schedule unless expressly included in the memorandum or articles
with the approval in writing of the Minister.
Terkait dengan hak untuk menguasai tanah, perseroan di Malaysia
yang dibentuk untuk tujuan menyediakan sarana rekreasi atau promosi
bisnis, industry, kesenian, science, keagamaan tidak berhak untuk
menguasai tanah tanpa ada izin atau lisensi dari Menteri, namun Menteri
dapat memberikan lisensi penguasaan tanah dalam jumlah dan dengan
kondisi tertentu terhadap beberapa perseroan yang dianggap pantas.
Konsep limited liability

atau limitatief aansprakelijheid atau

tanggung jawab terbatas, memiliki sisi positif dan negatif. Beberapa


diantaranya adalah:19

19

Ibid, p.47-48.

Advantages
Encourages

investment

Disadvantages
as

the

members risk is minimised.


Encourages risk taking on the part
of management who can take risks
sure in the knowledge that the Risk is moved to the creditors. Less
members will not lose everything.

protection

for

Facilitate a public share market.

creditors

and

small

trade

involuntary

Protect the shareholders from the creditors.


companys creditors.
Serve to put the business assets of
an individual out of reach of that
individuals personal creditors.

Bahwa sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa konsep limited


liability atau limitatief aansprakelijheid adalah salah satu instrument
fundamental dalam hukum perseroan. Konsep tersebut tidak dapat
dipisahkan dari prinsip piercing the corporate veil atau yang dapat
diartikan sebagai membuka cadar atau tabir perseroan. Prinsip
tersebut adalah keadaan di mana pengadilan dapat memutuskan bahwa
prinsip separation of personality yang melekat pada pengurus perseroan
ataupun perseroan itu sendiri sebagai entitas hukum, dapat diabaikan. 20
Menurut Blacks Law Dictionary, pengertian piercing the corporate veil
adalah suatu proses peradilan di mana pengadilan akan mengabaikan
20

Ibid, p.30.

kekebalan yang biasa dari pengurus perseroan atau officers atau Board of
Directors atau badan atau entities dari tanggung jawab atau kesalahan
atau pelanggaran dalam melakukan kegiatan perseroan dan tanggung
jawab pribadi dikenakan kepada pemegang saham , para direktur dan
para pejabat perseroan.21 Kasus Salomon v Salomon & Co Ltd (1897)
memberikan gambaran terkait dengan prinsip tersebut diberlakukan,
sebagaimana dijelaskan berikut.22 Setelah beberapa saat Mr. Salomon
mendirikan Salomon & Co Ltd, salah satu pemegang surat hutang meminta
agar Mr. Salomon menyerahkan jaminan berupa asset dari perusahaannya,
namun hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh Mr. Salomon. Mr Broderip,
pemegang surat hutang, menyatakan bahwa Salomon & Co Ltd adalah
sebagai alat atau agent dari Mr. Salomon sehingga layak untuk
dinyatakan pailit dan dilikuidasi. Atas alasan tersebut, Court of Appeals
menguatkan hal tersebut dengan melihat alasan kepada motif dari Mr
Salomon dan anggota keluarga lainnya dalam menjalankan perusahaan.
Court of Appeals, dalam hal ini Kay LJ, melihat bahwa keenam anggota
keluarga lainnya tidak memliki niatan untuk berperan dalam bisnis
tersebut, namun hanya bertindak sebagai pemegang saham untuk
memenuhi persyaratan teknis pendirian perusahaan yang diatur oleh the
Joint Stock Companies Act 1844. Sehingga atas putusan Court of Appeals
tersebut, Mr. Salomon dinyatakan mampu untuk menjamin kerugian
perusahaannya.

21
22

Pramono, Nindyo, Hukum Perseroan Terbatas, p. 4.5.


Alan Dignam & John Lowry, Company Law, Sixth Edition, Oxford University Press. p.20.

Gambaran di atas dapat menjelaskan bagaimana pengadilan, dalam


hal ini Courts of Appeals, dapat menembus atau menyingkap batasanbatasan yang dimiliki oleh prinsip limited liability, tentu dengan
didasarkan kepada syarat tertentu. Seperti disebutkan sebelumnya,
penerapan prinsip piercing the corporate veil ini tidak hanya dapat
dikenakan kepada pemegang saham dan pengurus atau Direksi dan
bahkan Komisaris Perseroan, namun juga kepada perseroan itu sendiri
sebagai suatu entitas hukum mandiri yang memiliki persona standi in
judicio. Hal tersebut didasari atas kesadaran bahwa suatu perseroan
dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan tujuan jahat

atau

fraudulent purposes.23 Di dalam hokum perseroan kelanjutan dari doktrin


pircing the corporate veil di kenal doktrin alter ego, yang ingin
menjelaskan bahwa jika seorang pemegang saham suatu perseroan
menguasai mayoritas saham di perseroan tertentu, kemudian perseroan
tersebut dipakai untuk tujuan-tujuan tertentu oleh pemegang saham
tersebut melalui kekuasaan mayoritasnya sebagai pemegang saham,
maka secara tidak langsung perseroan digunakan sebagai alat oleh
pemegang saham untuk tujuan tertentu dari si pemegang saham, untuk
mencapai keuntungan pribadi dan bahkan tidak tertutup dapat
merugikan pihak ke tiga. Dalam keadaan demikian perseroan dikatakan
hanya sebagai alter ego atau agent atau alat.
Dalam hal suatu grup usaha atau concern ( Belanda ) atau holding
atau conglomeration ( Inggris ) atau perusahaan kelompok yang terdiri
dari beberapa perusahaan, maka prinsip piercing the corporate veil dapat
23

Ibid, p.32.

juga diterapkan. Suatu perusahaan induk atau holding company dapat


dinyatakan bertanggung jawab atas tindakan perusahaan anaknya atau
subsidiaries company atau sisters company , harus dibuktikan melalui tiga
hal berikut:24
a) Control of the subsidiary by the parent;
b) Use of control by the parent to commit fraud or a dishonest and unjust
act in contravention of legal rights, or to perpetrate a violation of
statutory or other positive duty; and
c) Proximate causation of plaintiffs injury or loss by the controlling
partys breach of duty.
Insolvency Act 1986 dalam hal ini mengatur mengenai civil
sanctions yang dapat digunakan untuk menerapkan prinsip piercing the
corporate veil. Section 213 Insolvency Act 1986 menyatakan bahwa: 25
1) If in the course of the winding up of a company it appears that any
business of the company has been carried on with intent to defraud
creditors of the company or creditors of any other person, or for any
fraudulent purposes, the following has effect.
2) The court, on the application of the liquidator may declare that any
persons who were knowingly parties to the carrying on of the business in
the manner abovementioned are to be liable to make such contributions
(if any) to the companys assets as the court thinks proper.
Pada

prakteknya,

terdapat

hambatan

untuk

menerapkan

pengaturan pada Section 213 Insolvency Act 1986, yang dikarenakan

24
25

Robert C. Clark, Corporate Law, Little, Brown and Company (1986), p.72.
Alan Dignam & John Lowry, Company Law, Sixth Edition, Oxford University Press, p. 32.

oleh

adanya

kemungkinan

indikasi

perbuatan

kriminal

yang

menyertainya. Oleh karena itu, pengaturan pada Section 214 Insolvency


Act 1986 memberikan pengaturan mengenai wrongful trading. 26
Wrongful trading adalah keadaan dimana adanya suatu tindakan
kealpaan yang dikombinasikan dengan penyalahgunaan terhadap
corporate personality dan tanggung jawab terbatas (limited liability).
Section 214 Insolvency Act 1986 menyatakan bahwa:
1) ..if in the course of winding up of a company it appears that subsection
(2) of this section applies in relation to a person who is or has been a
director of the company, the court, on the application of the liquidator,
may declare that that person is to be liable to make such contribution (if
any) to the companys assets as the court thinks proper.
2) This subsection applies in relation to a person if
a. The company has gone into insolvent liquidation;
b. At some time before the commencement of the winding up of the
company, that person knew or ought to have concluded that there
was no reasonable prospect that the company would avoid into
insolvent liquidation,
3) That person was a director of the company at that time.
Bentuk penerapan menurut Section 214 Insolvency Act 1986 adalah
ketika suatu perusahaan telah dinyatakan pailit, namun terdapat salah
satu direktur yang masih melakukan aktivitas perdagangan, maka
direktur tersebut memiliki risiko untuk turut berkontribusi terhadap

26

Ibid.

hutang perusahaannya. Salah satu contoh penerapan Section 214 ada


pada kasus Re Produce Marketing Consortium Ltd (No 2) (1989).27
Dalam sejarah sistem hukum common law yang dianut di Inggris,
penerapan prinsip piercing the corporate veil ini sudah berkembang sejak
awal abad 20. Salah satu kasus yang menjadi pioneer adalah ketika
pengadilan Inggris memberikan putusan dalam kasus Salomon v Salomon
& Co Ltd. Namun, dalam perkembangannya, penerapan prinsip piercing
the corporate veil ini dapat dikategorikan kedalam beberapa kelompok,
yaitu:28

Periode

Contoh Putusan Pengadilan

Classical Veil Lifting Pada periode ini, terdapat beberapa putusan


(1897-1966)

pengadilan tentang penerapan prinsip piercing the


corporate veil, diantaranya adalah:
1. Daimler Co Ltd v Continental Tyre and Rubber
Co (Great Britain) Ltd (1916) yang mana
pengadilan memutuskan untuk menyingkap
tabir perusahaan untuk menentukan apakah
perusahaan Daimler merupakan musuh
pada saat Perang Dunia Ke-1, pada akhirnya
karena mayoritas pemegang saham adalah

Ibid. Pada kasus Re Produce Marketing Consortium Ltd (No 2) (1989) dijelaskan bahwa pada
periode 7 tahun perusahaan dinyatakan dalam keadaan insolvent. Tidak ada bukti bahwa dua
direktur pada perusahaan tersebut telah melakukan kesalahan apapun, namun
permasalahannya adalah kedua direktur tersebut tidak menyatakan perusahaan ke dalam
likuidasi secara tepat waktu, sehingga mereka dinyatakan harus berkontribusi terhadap
hutang perusahaan tersebut yang berjumlah 75,000 Poundsterling.
28 Ibid, p.34-38.
27

warga negara Jerman, maka pengadilan


memutuskan bahwa perusahaan tersebut
merupakan musuh;
2. Gilford Motor Co Ltd v Horne (1933) dimana
seorang mantan pekerja, yaitu Mr. Horne,
dari perusahaan Gilford Motor Co Ltd yang
terikat

pada

perjanjian

untuk

tidak

mengambil pelanggan dari bekas tempatnya


bekerja,

namun

Mr.

Horne

kemudian

mendirikan perusahaan untuk menyaingi


Gilford Motor Co Ltd. Pengadilan kemudian
memutuskan bahwa perusahaan tersebut
didirikan untuk tujuan yang tidak baik
sehingga pengadilan memutuskan untuk
memberikan injunction;
3. Jones v Lipman (1962) yang mana Mr. Lipman
setuju untuk menjual tanahnya kepada Mr.
Jones. Namun kemudian Mr. Lipman berubah
pikiran

dan

memutuskan

untuk

tidak

menjual tanahnya. Mr. Lipman kemudian


mendirikan perusahaan untuk menghindari
transaksi dan mengalihkan tanahnya kepada
perusahaan

yang

ia

dirikan

tersebut,

sehingga Mr. Lipman mengklaim telah tidak

menguasai tanah tersebut dan tidak bisa


memenuhi jual beli kepada Mr. Jones.
Pengadilan kemudian memutuskan bahwa
perusahaan
maksud

tersebut

yang

memerintahkan

tidak
Mr.

didirikan
baik

dengan
sehingga

Lipman

untuk

memenuhi jual belinya dengan Mr. Jones.


Interventionist years Pada periode ini, pengadilan di Inggris merubah
(1966-1989)
cara pandang dari yang sebelumnya sangat berhatihati untuk menerapkan prinsip piercing the
corporate veil, menjadi lebih aktif untuk melakukan
intervensi. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Lord
Denning dalam kasus Littlewoods Mail Order Stores
v IRC (1969) yang menyatakan bahwa :
[t]he doctrine laid down in Salomons case has to be
watched very carefully. It has often been supposed to
cast a veil over the personality of a limited company
through which the courts cannot see. But thats is not
true. The courts can, and often do, pull off the mask.
They look to see what really lies behind. The
legislature has shown the way with group accounts
and the rest. And the courts should follow suit.
Beberapa putusan pengadilan tentang penerapan
prinsip piercing the veil pada periode ini yaitu :

1. DHN Food Distributors Ltd v Tower Hamlets


(1976)

yang

menurut

pendapat

Lord

Denning bahwa suatu grup usaha pada


realitasnya

merupakan

entitas

tunggal

sehingga harus diperlakukan sebagai satu


kesatuan. Namun dalam kasus Woolfson v
Strathclyde Regional Council (1978), House of
Lords tidak sependapat dengan pendapat
Lord Denning dalam kasus DHN Food
Distributors Ltd v Tower Hamlets (1976).
House

of

pengadilan

Lords

menyatakan

bahwa

memutus

untuk

dapat

menerapkan prinsip piercing the veil hanya


dalam

keadaan

tertentu

saja.

Tetapi,

pendapat Lord Denning tersebut masih


menjadi salah satu pertimbangan seperti
dalam kasus Re a Company (1985), dimana
Court of Appeal menyatakan bahwa :
[i]n

our

view

the

cases

before

and

after

Wallersteiner v Moir [1974] 1 WLR 991 [another


Lord Denning case] show that the court will use its
power to pierce the corporate veil if it is necessary to
achieve justice irrespective of the legal efficacy of the
corporate structure under consideration.

Back
to
basics Pada periode ini, salah satu putusan pengadilan
(1989-present)
yang cukup terkenal adalah dalam kasus Adams v
Cape Industries Plc (1990). Dalam kasus ini
pengadilan memutuskan untuk tidak menyatakan
bahwa Cape Industries Plc sebagai satu entitas
tunggal dengan subsidiaris lainnya. Hal penting
dalam kasus Adams v Cape Industries Plc (1990)
adalah timbulnya pendapat bahwa pengadilan
dapat menerapkan prinsip piercing the corporate
veil dalam tiga keadaan, yaitu:
a) Jika

pengadilan

memutuskan

untuk

menginterpretasikan statuta atau peraturan,


yaitu ketika Court of Appeal dalam SamengoTurner v J&H Marsh & McLennan (Services) Ltd
(2008) menyatakan grup usaha sebagai satu
entitas dengan dasar bahwa adanya kesamaan
bisnis sebagai bentuk penerapan dari EU
Regulation;
b) Adanya

tindakan

yang

dilakukan

untuk

menyembunyikan fakta yang sesungguhnya


terjadi di perusahaan, sehingga dalam hal ini
pengadilan

berwenang

untuk

prinsip piercing the corporate veil;


c) Penerapan prinsip agensi.

menerapkan

Dalam periode ini, terdapat beberapa putusan


pengadilan yang cukup menarik terkait dengan
penerapan prinsip piercing the veil, diantaranya
adalah Creasey v Breachwood Motors Ltd (1993) dan
Ord v Belhaven Pubs Ltd (1998). Kedua kasus
tersebut mengilustrasikan penerapan classic veil
lifting,

bahwa

perusahaan

apakah

untuk

pembentukan

menjalankan

bisnis

suatu
yang

legitimate atau hanya merupakan motif untuk


menghindari kewajiban. Jika tujuannya untuk
menghindar dari kewajiban seperti dalam Creasey v
Breachwood Motors Ltd (1993),

maka

dapat

dimungkinkan untuk menerapkan prinsip piercing


the veil.

Di Amerika, pengaturan terhadap penerapan prinsip piercing the


corporate veil tidak berbeda jauh dengan yang diatur oleh common law di
Inggris.

Menurut

hukum

Amerika,

terdapat

tiga

kondisi

yang

menyebabkan pengadilan dapat mengabaikan statuta perseroan, yaitu:


1) Tujuan perseroan dan formalitas-formalitas diabaikan, pemegang
saham memperlakukan asset perseroan sebagai harta mereka sendiri,
serta para pejabat perseroan gagal menjaga catatan atau dokumen
yang diperlukan;

2) Perseroan

tidak

cukup

modal.

Sedangkan

peraturan

umum

menyebutkan bahwa para pemegang saham harus cukup modal awal


untuk menutupi setiap pasiva yang terjadi dalam menajalankan usaha;
3) Perseroan diatur untuk tujuan-tujuan curang. Contohnya, statuta
perseroan secara curang dimafaatkan oleh individu pemegang saham
yang

mengalihkan

semua

kekayaannya

ke

perseroan,

untuk

menghindari membayar hutang pribadi.


Sementara itu, UUPT di Indonesia juga telah memberikan
pengaturan terhadap prinsip piercing the corporate veil. Pasal 3 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengatur mengenai prinsip
tanggung

jawab

terbatas

atau

limited

liability

atau

limitatief

aansprakelijkheid sedangkan Pasal 3 Ayat (2) mengatur mengenai


batasan terhadap prinsip limited liability tersebut. Pasal 3 Ayat (2) UU PT
menyebutkan bahwa ketentuan yang diatur pada ayat (1) dinyatakan
tidak berlaku jika :
a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak
terpenuhi;
b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk
kepentingan pribadi;
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan;
d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan,

yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk


melunasi utang perseroan.
Selain itu, prinsip piercing the veil ini dapat ditemukan pula pada
ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (6) UU PT yang menyatakan
bahwa dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Ayat (5)
telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari dua orang,
pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan
dan

kerugian

perseroan,

dan

atas

permohonan

pihak

yang

berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan


tersebut.

D. Perbandingan Tentang Pendirian Perseroan


a) Persyaratan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
Menurut UUPT ditegaskan bahwa suatu perseroan didirikan oleh
dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa
Indonesia.29 Dari ketentuan tersebut mendiirkan PT keculi PT ( Persero )
yang tunduk pada UU BUMN, wajib didirikan oleh minimal 2 ( dua ) orang
pendiri. Hal ini terkait dengan faham perjanjian yang dianut dalam UUPT
Indonesia. Kemudian wajib dibuat dalam akta notaris dengan ancaman
batal. Pasal 1 Angka (1) UU PT menyebutkan bahwa perseroan adalah
badan

hukum

yang

merupakan

persekutuan

modal,

didirikan

berdasarkan perjanjian. Bahwa syarat adanya minimal dua orang


29

Pramono, Nindyo, Hukum Perseroan Terbatas, p. 4.6.

pendiri yang akan menjadi pemegang saham pertama , karena faham


pembentukan perseroan adalah faham perjanjian tadi. Apabila setelah
perseroan memperolah status badan hukum dan pemegang saham
menjadi kurang dari dua orang, maka dalam jangka waktu paling lama
enam bulan sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan
wajib untuk mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau
perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain . Demikian diatur
di dalam Pasal 7 Ayat (5) UU PT. Pengertian orang lain di sini adalah
orang yang tidak merupakan kesatuan dalam harta kekayaan dengan
pemegang saham. Dalam hal ini adalah seorang istri dan suaminya tidak
bisa dianggap sebagai orang lain apabila pada saat melangsungkan
perkawinannya mereka tidak mempunyai atau tidak membuat perjanjian
kawin, yang berarti bahwa mereka tidak memiliki harta terpisah atau
dengan kata lain merupakan kesatuan harta.30
Terhadap persyaratan yang mengharuskan adanya dua orang atau
lebih dan kewajiban untuk mengalihkan sebagian sahamnya kepada
orang lain, tidak diberlakukan bagi perseroan yang merupakan Badan
Usaha Milik Negara atau BUMN yang mana terhadap PT ( Persero )
sebagai BUMN tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang
khusus mengaturnya, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara.31
Kemudian, Pasal 7 Ayat (6) UU PT menyatakan jika dalam jangka
waktu enam bulan telah terlampaui, dan pemegang saham tetap kurang

30
31

Ibid.
Ibid.

dari dua orang, maka pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi
dan atas permohonan pihak yang berkepentingan dapat meminta
pengadilan negeri untuk membubarkan perseroan dimaksud. Dari
ketentuan ini terbuka kemungkinan saham PT hanya akan dikuasai atau
dimiliki oleh satu orang pemegang saham, dengan konsekuensi hokum
hanya akan dipertanggungjawabkan secara pribadi. Ketentuan demikian
menurut hemat kami merupakan penyimpnagan dari filosofi PT sebagai
asosiasi modal. Namun itulah yang terjadi dengan UUPT Indonesia.

Companies Act 1965 of Negara Malaysia


Berdasarkan hukum negara Malaysia, Companies Act 1965 Section
14 ss (1) menyatakan jika perseroan dapat didirikan oleh dua orang atau
lebih dengan tujuan yang tidak bertentangan dengan hukum. Perseroan
yang didirikan dapat berupa:
a. A company limited by shares;
b. A company limited by guarantee;
c. A company limited both by shares and guarantee;
d. An unlimited company.
Bahwa pihak yang tercantum dalam Anggaran Dasar sebagai first
secretary dari perseroan harus membuat atau mengusulkan suatu surat
pernyataan kepada pihak Registrar bahwa telah memenuhi dan patuh
terhadap seluruh ketentuan yang diatur oleh Companies Act 1965 dn
menyediakan seluruh informasi yang diperlukan, dan pihak Registrar
akan menerima dokumen pernyataan ini sebagai bukti kepatuhan.
Sementara itu, tiap promoter dari calon perseroan, harus membuat dan

mengusulkan kepada Registrar dan Official Receiver suatu surat


pernyataan bahwa ia tidak akan melakukan tindakan yang bertentangan
dengan pengaturan pada Section 125 dan Section 130 Companies Act
1965.
Companies Act 2006 of the United Kingdom
Pada dasarnya, pengaturan mengenai hukum perseroan di Britania
Raya atau Great Britain yang mengacu kepada Companies Act 2006 tidak
jauh berbeda dengan yang diatur dalam Companies Act 1965 of Negara
Malaysia. Hal tersebut dikarenakan bahwa kedua negara tersebut
menganut sistem hukum yang sama, yaitu common law system. Malaysia
sebagai salah satu negara anggota persemakmuran (commonwealth)
tentu merujuk kepada hukum Britania sebagai hukum negaranya.
Namun, disamping adanya kesamaan sistem hukum diantara kedua
negara, tentu tetap terdapat perbedaan.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa dasar hukum
mengenai hukum perseroan di Britania Raya saat ini mengacu kepada
Companies Act 2006. Berdasarkan Section 7 sub-section (1) Companies
Act 2006, suatu perseoran dapat didirikan oleh satu atau dua orang yang
mendaftarkan nama mereka kedalam memorandum of association, serta
patuh terhadap segala persyaratan yang diatur dalam CA 2006
khususnya terkait dengan pendaftaran perseroan. Sedangkan sub-section
(2) menyatakan bahwa perseroan tidak dapat didirikan untuk tujuan
yang melawan hukum. Bahwa berdasarkan Section 8, yang dimaksud
dengan memorandum of association adalah suatu pernyataan tertulis
yang berisi tentang niatan untuk mendirikan perseroan berdasarkan CA

2006 dan setuju untuk menjadi anggota dari perseroan dan dalam hal
perseroan memiliki modal saham, setidaknya paling sedikit memiliki satu
saham.
b) Akta Pendirian
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 207 Tentang
Perseroan Terbatas
Pengaturan mengenai Akta Pendirian perseroan diatur secara
khusus di Pasal 8 UU PT. Menurut Pasal 8 Ayat (1) UU PT, Akta Pendirian
memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berkaitan dengan
pendirian perseroan. Beberapa hal yang harus tercantum pada Akta
Pendirian, setidaknya adalah:
a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat
kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan
Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri perseroan;
b. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan angora Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama
kali diangkat;
c. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian
jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan
disetor.
Menurut Pasal 15 UU PT, Anggaran Dasar perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:
a. Nama dan tempat kedudukan perseroan;

Menurut Pasal 16 ayat (1) UU PT, perseroan tidak boleh memakai


nama yang telah secara sah oleh perseroan lain atau sama pada
pokoknya dengan nama perseroan lain, bertentangan dengan
ketertiban umum dan/atau kesusilaan, serta beberapa ketentuan
lainnya yang diatur dalam pasal tersebut;
Terkait dengan tempat kedudukan, perseroan dapat memiliki tiga
macam tempat kedudukan, yaitu :32
i.

Tempat

kedudukan

formal,

yaitu

tempat

kedudukan

sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar;


ii.

Tempat kedudukan usaha, yaitu tempat dimana perseroan


menyelenggarakan usahanya;

iii.

Tempat kedudukan kantor pengurus, yaitu tempat yang dipakai


para pengurus sebagai pusat pengelolaan usaha perseroan.

b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;


Kegiatan usaha perseroan adalah kegiatan yang dilakukan perseroan
dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan tersebut.
Maksud dan tujuan perseroan dapat dilihat pada Akta Pendirian. Pasal 2
UU PT menyatakan bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan
tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan
ketentuan

perundang-undangan,

ketertiban

umum,

dan/atau

kesusilaan. Jika kegiatan usaha perseroan diselenggarakan diluar


maksud dan tujuannya, maka apabila menimbulkan kerugian bagi
pihak ketiga yang harus bertanggung jawab adalah Direksi secara
pribadi.
32

Ibid.

c. Jangka waktu berdirinya perseroan;


Pada dasarnya jangka waktu berdirinya perseroan tidak terbatas, namun
jika ingin ditentukan hal tersebut harus dinyatakan secara tegas pada
Anggaran Dasar (Pasal 6 UU PT).
d. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham
untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan
nilai nominal setiap saham;
f. Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS
h. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi
dan Dewan Komisaris;
i. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa Anggaran Dasar
adalah salah satu bagian dari Akta Pendirian. Namun, Anggaran Dasar
merupakan bagian penting dari Akta Pendirian itu sendiri, di mana jika
mengubah Anggaran Dasar berarti mengubah Akta Pendirian, begitu
sebaliknya. Namun, Pasal 15 Ayat (3) UU PT mengatur mengenai hal-hal
yang tidak boleh dimuat dalam Anggaran Dasar diantaranya adalah
ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham dan ketentuan
tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Perubahan Anggaran Dasar perseroan dapat dilakukan, baik
sebelum perseroan disahkan maupun setelah perseroan disahkan oleh
Menteri Hukum dan HAM. Apabila akan melakukan perubahan Anggaran
Dasar, maka ada beberapa persyaratan yang harus ditempuh oleh

perseroan. Menurut Pasal 19 Ayat (1) UU PT, perubahan Anggaran Dasar


harus ditetapkan oleh RUPS dan usulan acara mengenai perubahan
Anggaran Dasar wajib dicantumkan dengan jelas dalam panggilan RUPS.
Perubahan Anggaran Dasar dapat dibagi menjadi dua yaitu perubahan
yang bersifat mendasar dan perubahan lain. Perubahan bersifat
mendasar adalah perubahan-perubahan tertentu yang telah ditetapkan
oleh Undang-Undang. Perubahan Anggaran Dasar tertentu harus
mendapat persetujuan Menteri Hukum dan HAM RI. Demikian diatur di
dalam Pasal 21 Ayat (1) UU PT. Perubahan Anggaran Dasar tertentu
sebagaimana diatur Pasal 21 ayat (2) UU PT yaitu:
a. Nama perseroan dan/atau tempat kedudukan perseroan;
b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
c. Jangka waktu berdirinya perseroan;
d. Besarnya modal dasar;
e. Pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
f. Status perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau
sebaliknya.
Sementara itu, Pasal 21 Ayat (3) menyatakan jika perubahan
Anggaran Dasar selain dimaksud pada Ayat (2) cukup diberitahukan
kepada Menteri Hukum dan HAM. Selain itu pada perubahan Anggaran
Dasar, baik itu yang bersifat mendasar maupun perubahan lainnya, harus
dimuat dan dinyatakan dalam akta notaris ke dalam bahasa Indonesia.

Companies Act 1965 of Negara Malaysia


Berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang hukum
perseroan di Malaysia yaitu Companies Act 1965 Section 18 sub-section
(1), tiap memorandum dari setiap perseroan harus dicetak dan
dipisahkan ke dalam beberapa paragraf dan harus menyebutkan:
a. The name of the company;
Menurut Section 22 Companies Act 1965 mengatur mengenai nama
perseroan, yaitu:
a) Except with the consent of the Minister, a company shall not be
registered by a name that, in the opinion of the Register, is
undesirable or is a name, or a name of a kind, that the Minister has
directed the Registrar not to accept for registration.
b) The Minister shall cause a direction given by him under sub-section
(1) to be published in the Gazette.
c) A limited company shall have Berhard or the abbreviation
Bhd. As part of and at the end of its name.
d) A private company shall have the word Sendirian or the
abbreviation Sdn. as part of its name, inserted immediately
before the word Berhard or before the abbreviation Bhd. or in
the case of an unlimited company, at the end of its name.
Bahwa berdasarkan Section 22 sub-section (7), jika pihak Registrar
sudah merasa bahwa aplikasi yang diajukan terkait sudah terpenuhi
semua, maka pihak Registrar akan menyimpan nama perseroan untuk
diusulkan dalam jangka waktu tiga bulan sejak aplikasi usulan diajukan.
Section 22 sub-section (7) menyebutkan bahwa:

If the Registrar is satisfied as to bona fides of the application and that the
proposed name is a name by which the intended company, company or
foreign company could be registered without contravention of sub-section
(1), he shall reserve the proposed name for a period of three months from
the date of the lodging of the application.
Sementara itu, sub-section (9) menyebutkan bahwa dalam hal
usulan nama perseroan yang telah di pilih (reserve) dan sedang diajukan
untuk didaftarkan, tidak dapat dijadikan objek pendaftaran nama
perseroan oleh perseroan dalam dan luar negeri, apakah nama tersebut
akan di daftarkan untuk perseroan baru atau perubahan nama perseroan,
dalam hal pihak Registrar merasa nama tersebut dirasa mirip dengan
naman perseroan yang sedang diusulkan. Section 22 sub-section (9)
menyebutkan bahwa:
During a period for which a name is reserved, no company or foregin
company (oher than the intended company, company or foreign company
in respect of which the name is reserved) shall be registered under this Act,
whether originally or change of name, under the reserved name ir under
any other name that, in the opinion of the Registrar, so closely resembles
the reserved name as to be likely to be mistaken for that name.
b. The objects of the company;
c.Unless the company is an unlimited company, the amount of share capital,
if any, with which the company proposes to be registered and the
division therof into shares of a fixed amount;
d. If the company is a company limited by shares, that the liability of th
members is limited;

e. If the company is a company limited by guarantee, that the liability of


the members is limited and that each member undertakes to contribute
to the assets of the company, in the event of its being wound up while he
is a member or within one year after he ceases to be a member, for
payment of the debts and liabilities of the company contracted before he
ceases to be a member and of the cost, charges and expenses of winding
up and for adjustment of the rights of the contributories among
themselves, such amount as may be required not exceeding a specified
amount in addition to the amount, if any, unpaid on any shares held by
him;
f. If the company is an unlimited company, that the liability of the members
is unlimited;
g. The full names, addresses and occupations of the subcribers therto; and
h. That the subscribers are desirous of being formed in to a company in
pursuance of the memorandum and (where the company is to have a
share capital) respectively agree to take the number of shares in the
capital of the company set out opposite their respective names.

Companies Act 2006 of the United Kingdom


Jika

kemudian

pihak

Registrar

berpendapat

jika

seluruh

persyaratan dan dokumen yang dibutuhkan untuk mendaftarkan dan


mendirikan suatu perseroan telah seluruhnya terpenuhi, maka Registrar
harus mendaftarkan dokumen-dokumen yang dikirimkan kepadanya.
Registrar juga harus memberikan sertifikat pengesahan pendirian
perseroan yang didalamnya mencantumkan:

o Nama dan nomor registrasi perseroan;


o Tanggal pendirian perseroan;
o Keterangan apakah perseroan merupakan perseroan terbatas atau
perseroan tidak terbatas, dan jika merupakan perseroan terbatas
maka apakah terbatas oleh saham atau terbatas oleh jaminan;
o Keterangan apakah perseroan merupakan perseroan privat atau
perseroan publik;
o Keterangan apakah kantor perseroan yang terdaftar berlokasi di
Inggris dan Wales (atau di Wales), di Skotlandia atau di Irlandia Utara.

c) Pengesahan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
Dalam hal untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 Ayat (4) UU PT, para pendiri bersama-sama atau kuasanya yaitu notaris
atau orang lain yang ditunjuk berdasar surat kuasa khusus, mengajukan
permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan
hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi isian format
sebagaimana

telah

ditentukan

dalam

Undang-Undang.

Sebelum

melakukan pengisian format isian, harus didahului dengan pengajuan


nama perseroan. Pengesahan diberikan paling lambat 40 ( empat puluh
empat ) hari sejak pernyataan tidak keberatan dari Menteri atas
pemohonan pengesahan.

Companies Act 2006 of the United Kingdom


Sementara itu berdasarkan Section 16 sub-section (1), perseroan
dinyatakan sah berdiri sejak tanggal ditetapkan pendirian perseroan.
Pihak pengusul yang tercantum dalam memorandum, bersama-sama
dengan pihak lainnya yang dari waktu ke waktu menjadi anggota
perseroan, adalah merupakan organ perseroan yang namanya tercatat
pada sertifikat pendirian. Organ perseroan tersebut dapat bertindak
untuk melakukan fungsi-fungsi perseroan.
d) Pendaftaran dan Pengumuman
Pasal 29 Ayat (2) UU PT mangatur mengenai data tentang
perseroan yang harus didaftarkan, yaitu meliputi :
a. Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan;
b. Alamat lengkap perseroan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5;
c. Nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenaik
pengesahan badan hukum perseroan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 Ayat (4);
d. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (2);
e. Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian
dan akta perubahan anggaran dasar;
f. Nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan
anggota Dewan Komisaris perseroan;

g. Nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal


penetapan pengadilan tentang pembubaran perseroan yang telah
diberitahukan kepada Menteri;
h. Berakhirnya status badan hukum perseroan;
i. Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi
perseroan yang wajib diaudit.
Perseroan yang telah didaftarkan akan diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara RI yang terdiri dari :
a. Akta pendirian perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (4);
b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta Keputusan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (1);
c. Akta

perubahan

anggaran

dasar

yang

telah

diterima

pemberitahuannya oleh Menteri.

Companies Act 1965 of Negara Malasia


Sementara itu, hukum perseroan Malaysia berdasarkan Section 16
sub-section (1) Companies Act 1965 mengatur mengenai pendaftaran
perseroan dimana pihak-pihak yang berniat mendirikan perseroan wajib
mengusulkan memorandum dan anggaran dasar, jika ada, dari perseroan
yang diusulkan bersama-sama dengan dokumen lainnya yang dibutuhkan
berdasarkan
pendaftaran

peraturan
usulan

perundang-undangan.

memorandum,

Registrar

Terkait
harus

dengan

menentukan

termasuk ke dalam kategori apakah perseroan tersebut, apakah dibentuk


sebagai:

a. A company limited by shares;


b. A company limited by guarantee;
c. A company limited both by shares and guarantee;
d. An unlimited company.
Selanjutnya, Section 16 sub-section 5 menyatakan bahwa sejak
tanggal

pendirian

perseroan

sebagaimana

tercantum

dalam

memorandum, tiap orang yang namanya tercantum dalam memorandum


tersebut memiliki kewenangan untuk melakukan tiap fungsi-fungsi
sebagai suatu perseroan dan memiliki kewenangan untuk menuntut atau
dapat dituntut dan memiliki kewenangan untuk menguasai tanah dan
bertanggung jawab sebagai bagian dari anggota perseroan untuk
berkontribusi terhadap asset perseroan dalam hal terjadi pembubaran
perseroan sebagaimana diatur melalui Malaysian Companies Act 1965.

Companies Act 2006 of the United Kingdom


Sementara itu, Section 9 sub-section (1) menyatakan bahwa dalam
hal pendaftaran perseroan, memorandum of association harus diserahkan
kepada Registrar bersama-sama dengan surat pengajuan pendaftaran
perseroan, dokumen-dokumen yang dibutuhkan berdasarkan Section 9
sub section (2) serta surat pernyataan kepatuhan (statement of
compliance).

Surat

pengajuan

pendaftaran

perseroan

harus

mencantumkan:
a) Usulan nama perseroan;
b) Apakah kantor perseroan yang terdaftar berlokasi di Inggris dan
Wales (atau di Wales), di Skotlandia atau di Irlandia Utara;

c) Apakah tanggung jawab dari anggota perseroan merupakan terbatas,


dan jika demikian apakah bentuk terbatas oleh saham atau oleh
jaminan; dan
d) Apakah perseroan merupakan perseroan privat atau perseroan
publik.
Sebagaimana diatur dalam Section 15 sub-section (3), sertifikat
pengesahan tersebut harus ditandatangi oleh petugas pendaftaran.
Sertfikat tersebut merupakan bukti bahwa segala persyaratan untuk
pendaftaran perseroan telah dipenuhi dan perseroan dinyatakan
terdaftar berdasarkan ketentuan dalam Companies Act 2006.

E. Modal dan Saham Perseroan


1. Modal
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
Modal perseroan terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan dan
modal disetor. Modal dasar adalah modal perseroan sebagaimana yang
ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Modal dasar perseroan terdiri atas
seluruh nilai nominal saham yang dapat dikeluarkan atas nama dan atau
atas tunjuk. Menurut Pasal 32 Ayat (1) UU PT, modal dasar perseroan
besarnya paling sedikit adalah Rp. 50.000.000.- (lima puluh juta rupiah).
Namun Undang-Undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat
menentukan jumlah minimum modal perseroan lebih besar daripada
ketentuan modal dasar sebagaimana ketentuan dalam Ayat (1).

Modal ditempatkan dalam modal perseroan yang oleh para


pendirinya disanggupi untuk disetor ke kas perseroan yang didirikan.
Menurut Pasal 33 Ayat (1) jumlah modal yang ditempatkan paling sedikit
25% dari modal dasar yang dimaksud dalam Pasal 32, dan harus disetor
penuh.
Modal yang disetor adalah modal PT yang berupa sejumlah uang
tertentu yang telah diserahkan oleh para pendiri perseroan kepada kas
perseroan. Modal yang disetor harus berupa uang tunai, oleh karena itu
modal inilah yang benar-benar merupakan kemampuan finansial dari
perseroan yang baru berdiri.
Pengeluaran saham lebih lanjut setiap kali untuk menambah modal
yang ditempatkan harus disetor penuh. Pada umumnya, penyetoran atas
saham adalah dalam bentuk uang, namun juga dapat dilakukan dalam
bentuk lainnya. Demikian diatur dalam Pasal 34 Ayat (1) UU PT. Dalam
hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk selain uang, maka
penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang
ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi
dengan perseroan, yang dapat berupa orang perseorangan maupun
badan hukum yang disahkan oleh pemerintah, yang berdasarkan
keahlian atau pengetahuannya mempunyai kemampuan untuk menilai
harga suatu benda. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak
bergerak harus diumumkan dalam minimal satu surat kabar, dalam
jangka waktu 14 ( empat belas ) hari setelah akta pendirian
ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham
tersebut.

Pemegang saham dan kreditor lain yang memiliki tagihan terhadap


perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi
kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya, kecuali
mendapat persetujuan RUPS.
2. Saham
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas
Setiap

saham

perseroan

harus

dikeluarkan

atas

nama

pemiliknya. Setiap saham yang telah dan akan dikeluarkan harus


mempunyai nilai nominal tertentu. Nilai nominal saham harus
dicantumkan dalam Rupiah (Rp). Saham yang tanpa nilai nominal
tidak dapat dikeluarkan. Direksi perseroan wajib menyimpan daftar
pemegang saham, yang memuat sekurang-kurangnya :
a. Nama dan alamat pemegang saham;
b. Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang
saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu
klasifikasi saham;
c. Jumlah yang disetor atas setiap saham
d. Nama dan alamat dari orang perseorangan atau baan hukum yang
mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan
fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal
pendafaran jaminan fidusia tersebut;
e. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (2).

Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk


saham yang dimilikinya. Saham memberikan hak kepada pemiliknya
untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima
pembayaran

dividen

dan

sisa

kekayaan

hasil

likuidasi

dan

menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang.


Anggaran Dasar menetapkan satu klasifikasi saham atau lebih.
Dalam hal terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, anggaran dasar
menetapkan salah satu diantaranya sebagai saham biasa. Klasifikasi
saham sebagaimana dimaksud pada Pasal 53 Ayat (3) UU PT adalah :
a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi
dan/atau angora Dewan Komisaris;
c. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau
ditukar dengan klasifikasi saham lain;
d. Saham yang memberikan hak kepada pemengangnya untuk
menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi
lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;
e. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas
pembagian sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.
Dalam Anggaran Dasar perseroan ditentukan cara pemindahan
hak atas saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pemindahan hak atas saham atas nama, dilakukan dengan
akta pemindahan hak, bisa akta yang dibuat dihadapan notaris
maupun akta dibawah tangan. Akta pemindahan hak tersebut atau

salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan. Selain itu,


Anggaran Dasar juga mengatur persyaratan mengenai pemindahan
hak atas saham, yaitu :
a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham
dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;
b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ
Perseroan; dan/atau
c. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Selanjutnya, menurut KUHPerdata , saham dipandang sebagai
barang atau benda bergerak. Bahasa asli dalam bahasa Belanda
menggunakan istilah goed; goederen, yang artinya barang, harta
benda atau milik ( hak ), di mana menurut Pasal 499 KUHPerdata
difinisi barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi
obyek dari hak milik. Kemudian lebih lanjut, mulai Pasal 503 dan
Pasal-pasal selanjutnya dalam KUHPerdata, kemudian memerinci satu
persatu pembagian atau penggolongan barang itu antara lain
menyebutkan adanya : barang bertubuh dan tidak bertubuh atau
barang berujud dan batrang tidak berujud. Silahkan di baca ketentuan
di dalam Pasal 503 dan 511 KUHPdt dan setersunya. Jika saham adalah
benda berherak, maka Pemegang saham atau aandeelhouder yang
memiliki saham berarti mempunyai hak kebendaan terhadap saham
tersebut. Dalam hal ini sebagai subjek hukum, pemegang saham
memiliki hak dan kewajiban yang timbul atas saham mempertahankan

haknya terhadap setiap orang. Hak dan kewajibannya terhadap


perseroan dan pemegang saham lainnya berada dalam hubungan
perikatan sebagaimana diatur dalam UU PT juga dinyatakan bahwa
saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan
atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan
kepada pemegangnya. Hak tersebut dapat dipertahankan terhadap
setiap orang. Di sini perlu dipahami bahwa apabila saham tersebut
dicetak dalam lembat saham, maka lembar saham tersebut beserta hak
dan kewajiban yang menyertai atau terdapat di dalamnya dianggap
sebagai benda bergerak. Namun demikian perkembangan hokum
perseroan saat ini di mana saham sudah tidak lagi dicetak dalam
lembar-lembar saham melalui sistem scripless stocks atau scripless
shares, maka saham adalah masuk dalam kategori benda bergerak
yang tidak bertubuh atau tidak berujud. Scripless shares sudah
merupakan bagian dari mekanisme bursa pasar modal di Indonesai
maupun Negara-nagara maju lainnya yang memiliki Bursa Pasar
Modal di negaranya.
Di dalam UUPT, dengan tegas disebutkan dalam Pasal 60 bahwa :
1. saham

merupakan

benda

bergerak

dan

memebrikan

hak

sebagimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya;


2. saham dapat dagunkan dengan gadai atau jaminan fiducia
sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar.
Mengenai lembaga jaminan fiducia ini merupakan bentuk
perkembangan lembaga jaminan bagi saham yang sbeelumnya tidak
diatur di dalam UUPT No.1 Tahun 1995, sebelum diganti dengan UUPT

No.40 Tahun 2007. Hal ini terjadi akibat dari perkembangan saham di
bursa pasar modal yang mengintrodusir scriplessshares tersebut yang
menginginkan dimungkinkannya saham dalam sistem scripless
dijaminkan dengan fiducia agar saham tetap dapat diperdagangkan di
bursa, sementara sahamnya dijaminkan dengan fiducia. Yang penting
pada saat settlement saham dapat diserahkan oleh Penjual kepada
Pembeli saham di bursa efek.

F. Organ Perseroan
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas
Seperti diketahui bahwa organ perseroan terdiri dari Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi.
RUPS, berdasarkan Pasal 1 Angka (4) UU PT adalah organ
perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroran
dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada
Direksi dan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UndangUndang dan/atau Anggaran Dasar. RUPS sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam PT mempunyai kewenangan untuk
menetapkan kebijaksaan umum perseroan, mengangkat dan
memberhentikan Direksi dan Komisaris serta mengesahkan laporan
tahunan Direksi dan Komisaris.
Berdasarkan Pasal 76 Ayat (1) UU PT, disebukan bahwa RUPS
diadakan di tempat kedudukan perseroan atau di tempat perseroan

melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan


dalam Anggaran Dasar. Terkait dengan lokasi diselenggarakannya
RUPS, UU PT mengatur bahwa tempat RUPS harus terletak di
wilayah negara Republik Indonesia . Demikian diatur di dalam Pasal
76 ayat (3).
Rapat Umum Pemegang Saham terdiri dari RUPS tahunan dan
RUPS lainnya. RUPS tahunan, diadakan dalam waktu paling lambat
6 ( enam ) bulan setelah tahun buku berakhir, dan harus diajukan
semua dokumen dari laporan tahunan perseroan. Sementara itu,
RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan
untuk kepentingan perseroan.
Direksi perseoran adalah pihak yang menyelenggarakan RUPS
tahunan, serta menyelenggarakan RUPS lainnya dengan didahului
pemanggilan RUPS. Penyelenggaran RUPS dapat dilakukan atas
permintaan dari 1 orang atau lebih pemegang saham yang bersamasama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar
menentukan suatu jumlah yang lebih kecil atau berdasarkan
permintaan

dari

Dewan

Komisaris

perseroan.

Permintaan

penyelanggaran RUPS diajukan kepada Direksi dengan Surat


Tercatat dan harus disertai dengan alasan-alasannya, yang mana
harus disampaikan oleh pemegang saham dan ditembuskan
disampaikan kepada Dewan Komisaris. Dalam hal pemanggilan
RUPS, Direksi perseroan wajib untuk melakukan pemanggilan RUPS
dalam jangka waktu paling lambat 15 ( lima belas ) hari terhitung

sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Jika


kemudian Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS, maka dapat
dimintakan pengajuan kembali kepada Dewan Komisaris, atau
Dewan Komisaris dapat melakukan pemanggilan sendiri RUPS.
Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada
pemohon atau pemegang saham yang meminta penyelenggaraan
RUPS untuk melakukan sendiri pemanggilan RUPS apabila Direksi
atau

Dewan

Komisaris

tidak

melakukan

pemanggilan

penyelenggaraan RUPS dalam waktu yang telah ditentukan. Jika


Ketua

Pengadilan

Negeri

menetapkan

pemberian

izin

penyelenggaraan RUPS, penetapan tersebut juga memuat ketentuan


terkait :
a. Bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan
pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum
kehadiran,

dan/atau

ketentuan

tentang

persyaratan

pengambilan keputusan RUPS, serta penujukkan ketua rapat,


sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang
atau Anggaran Dasar; dan/atau
b. Perintah yang mewajiban Direksi dan/atau Dewan Komisaris
untuk hadir dalam RUPS.
Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham
sebelum menyelanggarakan RUPS, namun dalam kondisi tertentu
pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris atau
pemegang saham berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri.

UU PT menentukan bahwa pemanggilan RUPS dilakukan dalam


jangka waktu paling lambat 14 ( empat belas ) hari sebelum tanggal
RUPS diadakan. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat
Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar. Terhadap
Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib
didahului dengan pengumuman ,dalam jangka waktu paling lambat
14 hari dari sebelum diadakan RUPS, mengenai akan diadakan
pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan dibidang
pasar modal. Tekait dengan pemanggilan penyelenggaraan RUPS,
Pasal 82 UU PT menyatakan yaitu :
a. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat. Maksudnya
adalah untuk memastikan panggilan tersebut telah dilakukan
dan ditujukan ke alamat pemengang saham. Pemanggilan RUPS
untuk perseroan terbuka dilakukan dalam dua surat kabar
harian;
b. Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat,
dan mata acara rapat disertai dengan pemberitahuan bahwa
bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor
perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai
dengan tanggal RUPS diadakan;
c. Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan,
keputusan RUPS tetap dinyatakan sah jika semua pemegang
saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan
keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

Terkait dengan penyelanggara RUPS, RUPS dapat dilangsukan


jika dalam RUPS lebih dari bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar. Anggaran Dasar tidak
boleh menetukan kuorum yang lebih kecil daripada kuorum yang
ditentukan oleh UU PT dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Dalam hal kuorum pada Pasal 86 ayat (1) tidak terpenuhi, maka
dapat dilakukan pemanggilan RUPS kedua. Dalam pemanggilan
RUPS kedua tersebut harus menyatakan bahwa RUPS pertama
telah dilakukan dan tidak mencapai kuorum (lihat Pasal 86 ayat
(2));
b. RUPS kedua dinyatakan sah dan berhak mengambil keputusan
jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali ditentukan
lain oleh Anggaran Dasar;
c. Jika RUPS kedua tidak memenuhi kuorum, maka ketua
pengadilan negeri dapat menetapkan kuorum untuk RUPS ketiga
berdasarkan permohonan dari perseroan. Sama halnya dengan
pemanggilan RUPS kedua, pemanggilan RUPS ketiga harus
menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak
mencapai kuorum. RUPS kedua dan ketiga diselenggarakan
dalam jangk waktu paling cepat 10 hari dan paling lambat 21
hari setelah diselenggarakannya RUPS sebelumnya.
Pasal 87 ayat (1) UU PT menyatakan bahwa keputusan RUPS
diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Jika kemudian

tidak tercapai kata mufakat, maka keputusan dianggap sah jika


disetujui oleh lebih dari bagian dari suara yang dikeluarkan,
kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang dan/atau Anggaran
Dasar.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa RUPS
merupakan organ perseroan yang berkedudukan paling tinggi
diantara organ perseroan lainnya. Kata tertinggi sebenarnya
sudah tidak lagi dipakai dalam UU PT yang baru yaitu : UU No.40
Tahun 2007. UUPT yang baru mengatakan bahwa RUPS adalah
Organ

Perseroan yang mempunyai wewenang

yang tidak

diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang


ditentukan dalam Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
Perubahan ini terjadi karena UPRS sebagai organ PT yang
sebenarnya mempunyai wewennag tertinggi , namun di dalam
praktek

sering

dipahami

dan

disalahartikan

bahwa

RUPS

mempunyai wewenang yang tidak terbatas. Apapun boleh


diputuskan oleh RPS sebagai organ PT. Karena itulah UU No.40
Tahun 2007 tidak lagi menggunakan kata : tertinggi itu, yang
dahulu dipakai di dalam UU N.1 Tahun 1995. Namun dmeikian
hakekatnya adalah RUPS adalah organ PT yang mempunyai
wewenang utama, wewenang mendasar yang tidak dipunyai atau
oleh Undang-undang tidak diberikan kepada Direksi dan/atau
Dewan Komisaris. Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh RUPS
adalah mengubah Anggaran Dasar.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 88 UU PT, dalam hal akan


diadakan perubahan atas Anggaran Dasar perseroan, maka RUPS
dapat dilakukan jika dihadiri paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah
seluruh saham dengan hak suara atau diwakili, dinyatakan hadir
dalam RUPS. Sementara itu, keputusan RUPS dianggap sah jika telah
disetujui oleh paling sedikit 2/3 bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali ditentukan lain oleh Anggaran Dasar.
Dalam hal adanya upaya dari pemegang saham perseroan
yang melakukan pengambilan keputusan di luar RUPS, maka hal
tersebut dimungkinkan untuk dilakukan asalkan jika disetujui
secara tertulis dan ditanda tangani oleh seluruh pemegang saham
yang memiliki hak suara.

Companies Act 1965 of Negara Malaysia


Sebagaimana dibahas sebelumnya, bahwa Rapat Umum Pemegang
Saham atau General Meeting of Shareholder ( Inggris ) atau Vergadering
van Aandeelhouders ( Belanda ) merupakan organ perseroan yang
berkedudukan paling tinggi dalam arti kedudukan dan/atau
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris. .
Akan halnya dengan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Companies Act 165 Malaysia juga mengatur mengenai general
meeting of shareholders atau RUPS ini. Dasar hukum pengaturan terhadap
RUPS dalam Companies Act 1965 dapat dijumpai pada Division 3 of
Meetings and Proceedings. Berdasarkan Section 142 sub-section (1),
menyebutkan bahwa tiap perseroan public yang merupakan perseroan

terbatas dan memiliki modal berupa saham, dalam jangka tidak kurang
dari 1 (satu ) bulan dan tidak lebih dari 3 ( tiga ) bulan setelah tanggal
perseroan berwenang untuk menjalan bisnisnya, harus mengadakan
rapat umum pemegang saham (RUPS) yang terdiri dari anggota-anggota
perseroan yang dinamakan statutory meeting. Sebelum diadakannya
statutory meeting tersebut, Direksi harus membagikan laporan yang
disebut statutory report minimal 7 ( tujuh ) hari sebelum
dilaksanakannya statutory meeting kepada seluruh anggota perseroan.
Laporan tersebut harus disahkan oleh setidaknya dua Direktur perseroan
yang isinya memuat antara lain:
a. The total number of shares allotted distingusishing shares allotted as
fullu or partly paid up otherwise than in cash, and stating in the case of
shares partly paid up the extent to which they are so paid up, and in
either case the consideration for which they have been allotted;
b. The total amount of cash received by the company in respect of all the
shares allotted and so distinguished;
c.An abstract of the receipts of the company and of the payments made
therout up to a date within seven days of the date of the report
exhibiting under distinctive headings the receipts from shares and
debentures and other sources the payments made thereout an
particulars concerning tbe balance remaining in hand, and an account
or estimate of the premilinary expenses;
d. The names and addresses and description of the directors, trustees for
holders of debentures, if any, auditors, if any, managers, if any, and
secretaries of the company; and

e. The particulars of any contract, the modification of which is to be


submitted to the meeting for its approval together with the particulars
of the modification or proposed modification.
Sementara itu, terkait dengan Rapat Umum Pemegang Saham
tahunan

atau di sana disebut Annual General Meeting, diatur dalam

Section 143 CA 1965. Ketentuan dalam Section tersebut mengatur bahwa


RUPS diadakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu ) tahun dan tidak lebih dari 15
(limabelas) bulan setelah diadakannya RUPS sebelumnya, tetapi
sepanjang perseroan mengadakan RUPS pertamanya dalam jangka waktu
18 (delapan belas) bulan sejak pendiriannya, maka perseroan tidak perlu
mengadakan RUPS tersebut di tahun pendirian perseroan ataupun di
tahun berikutnya. Namun, ketentutan di atas memiliki pengecualian di
mana jangka waktu 15 ( lima belas ) bulan atau 18 ( delapan belas ) bulan
tersebut dapat diperjanjang tergantung kepada keputusan dari pihak
Registrar. Ketiadaan mengadakan RUPS dapat mengakibatkan perseroan
dan tiap pekerja perseroan dinyatakan tidak patuh pada ketentuan dalam
CA 1965 dan dapat dikenakan denda sebesar limaribu ringgit dan
Pengadilan dapat memutuskan untuk memerintahkan seluruh anggota
perseroan untuk mengadakan RUPS.
Terkait dengan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) atau extraordinary general meeting, diatur bahwa RUPS-LB
berdasarkan CA 1965 dapat diadakan atas dasar permohonan.
Permohanan diadakannya RUPS-LB tersebut harus memuat hal yang
menjadi obyek diadakannya RUPS LB tersebut dan harus ditandatangani
oleh pihak Pemohon dan harus disimpan pada bagian administrasi

perseroan. Namun jika dalam jangka waktu 21 ( dua puluh satu ) hari
sejak tanggal diajukannya permohonan pengadaan RUPS-LB oleh
Pemohon, Direksi tidak melakukan panggilan untuk mengadakan RUPSLB, atau jika Dewan Direksi mewakili lebih dari satu setengah dari total
hak suara yang dimiliki oleh Dewan Direksi, maka RUPS-LB tersebut
dapat diadakan namun tidak lebih dari 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal
diajukannya permohonan RUPS-LB.
Sementara itu, dalam rangka mengadakan RUPS, CA 1965 Section
145 mengatur bahwa annual general meeting dapat diadakan jika dua
atau lebih anggota perseroan atau pemegang saham yang menguasai
tidak kurang dari 1/10 saham, atau jika perseroan tidak menerbitkan
saham, maka anggota perseroan yang jumlahnya tidak kurang dari 5
persen atau jumlah yang lebih sedikit sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar, dapat melakukan pemanggilan RUPS. Pemanggilan
penyelenggaraan RUPS tersebut harus didahului dengan adanya
pemberitahuan tertulis dalam jangka waktu tidak kurang dari 14 (empat
belas ) hari atau berdasar yang diatur dalam Anggaran Dasar perseroan.
Dalam hal RUPS dilakukan dalam suatu perseroan public, maka
pemberitahuan tertulis tersebut harus diumumkan dalam jangka waktu
kurang dari 21 (dua puluh satu) hari atau berdasar yang diatur oleh
Anggaran Dasar. Namun, pemberitahuan pengadaan RUPS dimungkinkan
lebih singkat dari pada 14 ( empat ) atau 21 ( dua puluh satu ) hari jika
sebelumnya telah disetujui:
a. In the case of a meeting called as the annual general meeting, by all the
members entitled to attend and vote thereat; or

b. In the case of any other meeting, by a majority in number of the


members having a right to attend and vote thereat, being a majority
which together holds not less than ninety-five per centum in nominal
value of the shares giving a right to attend and vote or, in the case of a
company not having a share capital, together represents not less than
ninety-five per centum of the total voting rights at that meeting of all the
members.
Dalam hal lokasi pengadaan RUPS, CA 1965 mengatur bawah RUPS
harus diadakan di Malaysia, dan dimungkinan bagi peserta RUPS di
Malaysia untuk mengadakan pertemuan di lebih dari satu lokasi dengan
menggunakan teknonologi yang memungkinkan bagi setiap anggota
untuk berpartisipasi dalam RUPS tersebut. Kemungkinann RUPS
dilakukan dengan media elektronik juga dikenal di dalam UUPT
Indonesia, melalui media telekonferensi, video konferensi atau sarana
media elektronik

lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS

saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam


rapat. Demikian diatue di dalam Pasal 77 Ayat (2) UUPT Indonesia.
Sementara itu, terkait dengan kuorum, pimpinan, serta hak voting
dalam RUPS, CA 1965 Section 147 mengatur bahwa:
a. Two members of the company, personally present shall be a quorum;
b. Any member elected by the members present at the meeting may be
chairman thereof;
c.In the case of a company having a share capital:
a. on a show of hands each member who is personally present and
entitled to vote shall have one vote; and

b. on a poll each member shall have one vot in respect of each share
held by him and where all or part of the share capital consists of
stock or units of stock held by him which is or are or were
originally equivalent to one share; and
d. in the case of a company not having a share capital every member shall
have one vote.
Terkait dengan hak-hak yang dimiliki oleh anggota perseroa dalam
RUPS, maka Section 148 menyebutkan bahwa tiap anggota memiliki hak
untuk menghadiri tiap RUPS perseroan dan memiliki hak bicara serta hak
pilih terhadap tiap resolusi. Namun harus dicatat bahwa Anggaran Dasar
perseroan memungkinkan untuk mencegah tiap

anggota untuk

menghadiri RUPS kecuali semua anggota telah hadir atau adanya


pelunasan hutang yang dimiliki oleh seorang member telah dilunasi.
Sama halnya dengan yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, CA 1965 juga memberikan kewenangan
kepada Pengadilan untuk memerintahkan kepada perseroan untuk
mengadakan rapat umum pemegang saham. Section 150 CA 1965
menyebutkan bahwa Pengadilan dapat melakukan pemanggilan untuk
mengadakan RUPS, baik itu yang berdasarkan pendapat Pengadilan
sendri ataupun berdasarkan permohonan dari salah satu atau beberapa
Direktur atau anggota perseroan yang memiliki hak suara atau
perwakilan resmi dari tiap anggota perseroan.
CA 1965 juga mengatur mengenai special resolutions yang
menyebutkan bahwa a resolution shall be a special resolution when it has
passed by a majority of not less than three-fourths of such members as

being entitled so to do vote in person or, where proxies are allowed, by


proxy, at a general meeting of which not less than twenty one days notice
specifying the intention to propose the resolution as a special resolution has
been duly given.

Companies Act 2006 of the United Kingdom


Sementara itu, dalam hal pengaturan mengenai Rapat Umum
Pemegang Saham atau General Meeting of Shareholders, harus tunduk
pada pengaturan yang diatur dalam Section 302 CA 2006. Section 302
tersebut menyatakan bahwa Direksi perseroan dapat mengadakan
General Meeting Of Shareholders. Berdasarkan Section 307 sub-section
(2) CA 2006, dalam hal PT Go Public , maka General Meeting
pemberitahuan General Meeting tersebut harus dilakukan paling tidak 21
( dua puluh satu ) hari sebelum pelaksanaan atau dalam kasus tertentu
setidaknya 14 ( empat belas ) hari. Jangka waktu pemberitahuan adanya
General Meeting dapat diatur lebih pendek daripada yang diatur dalam
sub-section (2) jika hal itu disetujui oleh 95% mayoritas pemegang
saham perseroan. Jangka waktu pemberitahuan ini memberikan
kesempatan kepada pemegang saham untuk mempertimbangkan
permasalahan yang akan dibahas, untuk mengumpulkan data dan
informasi dan mempersiapkan rencana keberangkatan.33 Pemberitahuan
adanya General Meeting sebagaimana diatur dalam Section 310 subsection (1) harus diberikan kepada seluruh anggota dan Direksi

33

Alastair Hudson, Understanding Company Law, Routledge, p. 109.

perseroan termasuk kepada perwakilan anggota perseroan yang telah


meninggal.
Berdasarkan Section 281 sub-section (3), disebutkan bahwa yang
diperlukan adalah suatu ordinary resolutions, yang sebagaimana diatur
dalam Section 282 subsection (2) bahwa ordinary resolution merupakan
simple majority.

2. Direksi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas
Selain daripada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
sebagaimana dibahas sebelumnya, salah satu organ perseroan
berikutnya adalah Direksi. Menurut Pasal 1 Angka (5) UU PT,
dijelaskan bahwa Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang
dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Pasal 92 Ayat (3) UU PT
mengatur bahwa Direksi perseroan terdiri atas 1 ( satu ) orang
anggota Direksi atau lebih, sedangkan terhadap perseroan yang bidang
usahanya bergerak di bidang penghimpunan dana masyarakat
dan/atau mengelola dana masyarakat , misalnya bank atau asuransi,
menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau suatu
Perseroan Terbuka, Undang-Undang mengatur bahwa wajib terdapat
setidaknya 2 ( dua ) orang anggota Direksi.

Pihak yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang


perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak
pernah dinyatakan pailit, atau yang menjadi anggota Direksi, atau
Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan
dinyatakan pailit atau yang pernah dihukum karena melaksanakan
tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka waktu 5
tahun sebelum pengangkatan . Demikian diatur di dalam Pasal 93 Ayat
(1 ) UU PT.
Sebagaimana disebutkan diatas, yang dimaksud dengan orang
perseorangan dalam anggota Direksi adalah individu (individual) dan
bukan merupakan badan hukum. Selanjutnya yang dimaksud mampu
melaksanakan perbuatan hukum, diartikan bahwa orang tersebut
harus cakap dalam pengertian hukum, seperti dalam hal membuat
perikatan-perikatan tertentu. Menurut pasal 1329 KUHPerdata,
dinyatakan bahwa setiap orang dinyatakan cakap untuk membuat
perikatan-perikatan, jika ia oleh Undang-Undang tidak dinyatakan
sebaliknya.
RUPS sebagai organ perseroan tertinggi, memiliki kewenangan
untuk mengangkat Direksi. Sebagai organ perseroan, Direksi
bertanggung jawab atas pengurusan perseroan, yang dilakukan
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Sebagaimana dijelaskan
sebelumnya

berdasarkan

prinsip

corporate

veil lifting,

maka

berdasarkan Pasal 97 Ayat (3) UU PT, Direksi dapat dinyatakan


bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila
dinyatakan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Namun

sebaliknya, anggota Direksi juga dapat dinyatakan tidak bertanggung


jawab atas kerugian yang dialami perseroan apabila :
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaian;
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik (good faith) dan
kehati-hatian (duty of care) untuk kepentingan dan sesuai dengan
maksud and tujuan perseroan;
c. Tidak memiliki bentukan kepentingan (conflict of interest) baik
langsung mupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang
mengakibatkan kerugian;
d. Telah

mengambil

tindakan

untuk

mencegah

timbul

atau

berlanjutnya kerugian perseroan.


Sebagaimana telah disebutkan, bahwa Direksi bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan serta mewakili perseroan
baik di dalam maupun di luar pengadilan. Apabila anggota Direksi
terdiri lebih dari 1 (satu) orang maka setiap anggota Direksi
berwenang mewakili perseroan kecuali ditentukan lain dalam
Anggaran Dasar. Kewenangan Anggota Direksi dalam mewakili
perseroan tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain
oleh Undang-Undang, Anggaran Dasar, atau keputusan RUPS.
Sementara itu, berdasara Pasal 99 Ayat (1) UU PT, anggota Direksi
tidak berwenang mewakili perseroan apabila :
a. Terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota
Direksi yang bersangkutan; atau
b. Anggota

Direksi

yang

bersangkutan

kepentingan dengan perseroan.

mempunyai

benturan

Jika terjadi kondisi sebagaimana diatas, maka pihak yang dapat


mewakili perseroan adalah :
a. Anggota Direksi lainnya yang tidak memiliki benturan kepentingan
dengan perseroan;
b. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai
benturan kepentingan dengan perseroan; atau
c. Pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS jika seluruh Direksi dan
Komisaris punya benturan kepentingan dengan perseroan.
Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi mempunyai
beberapa kewajiban-kewajiban yang diantaranya adalah :
a. Membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, daftar khusus,
risalah RUPS dan risalah rapat Direksi; membuat laporan tahunan dan
dokumen keuangan perseroan, yang mana keseluruhannya disimpan
di tempat kedudukan perseroan;
b. Melaporkan kepada perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota
Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan
dan perseroan lain untuk dicatat dalam daftar khusus;
c. Meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan
jaminan utang atas kekayaan perseroan. Jika perbuatan hukum
tersebut dilakukan tanpe melalui persetujuan RUPS, maka tetap
mengikat perseroan sepanjang pihak lain melakukannya dengan itikad
baik.
Anggota
berdasarkan

Direksi

dapat

sewaktu-waktu

keputusan

RUPS

dengan

pemberhentiannya.

Keputusan untuk

diberhentikan

menyebutkan

alasan

memberhentikan anggota

Direksi hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi


kesempatan untuk membela diri terlebih dahulu dalam RUPS. Jika
anggota Direksi tidak keberatan terhadap alasan pemberhentiannya,
maka tidak diperlukan adanya upaya pembelaan diri oleh anggota
Direksi yang akan diberhentikan.

Companies Law 1965 of Negara Malaysia


Sementara itu, sama halnya dengan pengaturan dalam UndangUndang NOmor 40 Tahun 2007, Companies Act 1965 yang berlaku
sebagai dasar hukum perseroan di Malaysia juga mengatur dengan
cukup detail terkait dengan posisi Direksi perseroan. Namun tetap
terdapat beberapa perbedaan didalam pengaturannya.
Menurut Section 122 Companies Act 1965, disebutkan bahwa
tiap perseroan di Malaysia harus memiliki paling sedikit dua Direktur.
Section 122 sub section (1) menyebutkan bahwa every company
shall have at least two directors, who each has his principal or only place
of residence within Malaysia. Kemudian, tiap orang yang dapat
menjadi Direktur adalah orang-orang yang telah dinyatakan cukup
umur berdasarkan peraturan perundang-undangan di Malaysia. Salah
satu pihak yang menjabat sebagai Direktur di suatu perseroan harus
menyertakan namanya di memorandum atau Anggaran Dasar
perseroan.
Selain itu, diatur pula kategori mengenai pihak-pihak yang dapat
dikatakan memiliki hubungan dengan Direktur, yaitu jika mereka:
a. a member of that Directors family;

Yang dimaksud dengan anggota keluarga berdasarkan huruf (a)


tersebut termasuk kepada pasangang (suami/istri), orang tua, anak
(termasuk kepada anak adopsi atau anak tiri), saudara laki-laki,
saudara perempuan, maupun pasangan dari anaknya, saudara lakilaki atau saudara perempuannya.
b. a body corporate which is associated with that director;
Body corporate dianggap memiliki hubungan dengan Direktur jika
dalam hal (a) the body corporate is accustomed or is under an
obligation, whether formal or informal, or its directors are
accustomed, to act in accordance with the directions, instructions or
wishes of thath director; (b) that the director has a controlling
interest in the body corporate; or (c) that directors or persons
connected with him, or that directors and persons connected with
him, are entitled to exercise, or control the exercise of, not less thah
fifteen per centrum of the votes to voting shares in the body
corporate.
c. a trustee of a trust under which that director or a member of his
family is a benefiaciary;
d. a partner of that director or a partner if a person connected with that
director.
Sementara itu, Companies Act 1965 juga mengatur mengenai
kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang Direktur perseroan.
Section 124 menyebutkan bahwa:
1) Without affecting the operation of any of the preceding provisions of
this Division, every director, who is by the articles required to hold a

specified share qualification and who is not already qualified, shall


obtain his qualification within two months after his appointment or
such shorter period as is fixed by the articles.
2) Unless otherwise provided by the articles the qualification of any
director of a company must be held by him solely and not as one of
several joint holders.
3) A director shall vacate his office if he has not within the period
referred to in subsection (1) obtained his qualification or if after so
obtaining it he ceases at any time to hold his qualification.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan denda
sebesar seribu ringgit.
4) A person vacating office under this section shall be incapable of being
reappointed as director until he has obtained his qualification.
Kemudian,

Companies

Act

1965

mengatur

mengenai

kewenangan untuk mengganti atau menarik seseorang dari posisinya


sebagai Direktur. Sebagaimana diatur dalam Section 128 sub-section
(1), dijelaskan bahwa suatu perseoran public dengan berdasar kepada
suatu resolusi dapat menarik seorang Direktur dari posisinya sebelum
habis masa jabatannya. Namun, penarikan yang didasarkan atas
kepentingan sejumlah pemegang saham dan pemegang obligasi tidak
berlaku efektif sebelum ditunjuk seseorang untuk menggantikan posisi
Direktur yang ditarik tersebut. Berdasarkan sub-section (2) bahwa
perseroan harus membuat pemberitahuan khusus terkait dengan
penarikan seseorang dari posisinya sebagai Direktur atau ketika akan
menunjuk seseorang menduduki posisi Direktur. Surat pemberitahuan

khusus tersebut harus ditujukan kepada Direktur yang akan ditarik


dari posisinya dan Direktur tersebut harus diberikan hak untuk
memberikan keterangan dalam rapat pemegang saham.
Berdasarkan Section 129 Companies Act 1965, diatur pula
mengenai batasan usia bagi Direktur untuk suatu perseroan di
Malaysia. Berdasarkan Section 129 sub-section (1), diatur bahwa
seseorang yang berusia 70 tahun atau diatas 70 tahun, tidak dapat
ditunjuk untuk menjabat sebagai Direktur dari suatu perseroan publik
atau anak perusahaan dari suatu perseroan publik. Seluruh tindakan
yang dilakukan oleh seorang Direktur dianggap sah (valid) kecuali
dikemudian hari di temukan adanya kesalahan pada penunjukannya
atau penunjukannya dibatalkan berdasarkan pengaturan pada Section
129 sub-section (2). Sub-section (2) mengatur bahwa the office of
director of a public company or of a subsidiary of a public company shall
become vacant at the conclusion of the annual general meeting
coomencing next after he attains the age of seventy years or if he has
attained the age of seventy years before the commencement of this Act at
the conclusion of the annual general meeting commencing next after the
commencement of this Act. Namun, Section 129 sub-section (6)
memberikan pengecualian terhadap seorang Direktur yang telah
berusia 70 ( tujuh puluh ) tahun atau lebih dari 70 ( tujuh puluh )
tahun untuk menduduki jabatannya kembali sebagai Direktur di
perseroan sampai dengan Rapat Umum Pemegang Saham selanjutnya.
Ketentuan tersebut mengharuskan adanya persetujuan sekurang-

kurangnya dari anggota perseroan yang mempunyai hak untuk


memilih yang dilakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
Sementara itu, terdapat pengaturan yang mencegah seseorang
untuk dapat bertindak sebagai pengurus pada suatu perseroan, jika
orang tersebut, baik dilakukan di wilayah Malaysia ataupun diluar
Malaysia, dinyatakan bersalah atas:
a. Of any offence in connection with the promotion formation or
management of a corporation;
b. Of any offence involving fraud or dishonestly punishable on conviction
with imprisonment for three months or more; or
c. Of any offence under section 132, 132A or 303.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat berakibat pada
diberikannya hukuman penjara selama 5 tahun atau denda sebesar
seribu ringgit atau dikenakan kedua-duanya.
Companies Act 1965 juga mengatur mengenai ketentuan untuk
melakuan diskualifikasi terhadap direksi atas perseroan yang telah
dianggap insolvent. Bahwa kewenangan untuk menyatakan seorang
Direktur untuk menjabat dimiliki oleh Pengadilan dengan berdasar
kepada alasan:
a. That a person
a. Is or has been a director of a company which has at any time gone
into liquidation (whether while he was a director or subsequent)
and was insolvent at that time;

b. Is or has been a director of such other company which has gone


into liquidation within five year of the date on which the first
mentioned company went into liquidation;
b. That his conduct as director of any of those companies makes him
unfit to be concerned in the management of the company.
Kemudian, bahwa berdasarkan hukum perseroan di Malaysia,
seorang

Direktur

diharuskan

untuk

men-disclose

atau

mendeklarasikan jika memiliki kepentingan terkait dengan perjanjianperjanjian, property ataupun hal-hal yang berkaitan dengan perseroan
lainnya. Section 131 sub-section (1) menyatakan bahwa subject to this
section every director of a company who is in any way, whether directly
or indirectly, interested in a contract or proposed contract with the
company shall, as soon as practicable after the relevant facts have come
to his knowledge, declare the nature of his interest at a meeting of the
directors of the company. Sementara itu, terkait dengan penguasaan
atas sejumlah property oleh Direktur yang harus dilaporkan pada saat
rapat direktur perseroan, section 131 sub-section (5) mengatur bahwa
every director of a company who holds any office or possesse any
property wherby whether directly or indirectly duties or interests might
be created in conflict with his duties or interests as director shall declare
at a meeting of the directors of the company the fact and the nature,
character and extent of the conflict.
Deklarasi harus dilakukan pada saat rapat direksi pertama yang
diadakan setelah orang tersebut ditunjuk menjadi Direktur atau jika
orang tersebu sudah menjadi Direktur maka setelah dinyatakan

menguasai property yang dimaksud. Masih terkait dengan Direktur


yang memiliki kepentingan pada suatu kontrak atau usulan kontrak,
menurut Companies Act 1965, Direktur tersebut tidak dapat
berpartisipasi dalam setiap diskusi yang dilakukan dalam rapat direksi
yang membahas kontrak atau usulan kontrak tersebut. Section 131A
sub-section (1) menyatakan bahwa Direktur tersebut hanya dihitung
untuk memenuhi kuorum pada rapat direksi dan tidak dapat
berpartisipasi dalam diskusi serta tidak memiliki kewenangan untuk
melakukan voting atas suatu kontrak atau usulan kontrak yang mana
dia memiliki kepentingan di dalamnya. Namun, terdapat pengecualian
terhadap ketentuan yang diatur dalam sub-section (1), yang
menyatakan bahwa ketentuan dalam sub-section (1) tidak dapat
diberlakukan terhadap:
a. A private company unless it is a subsidiary to a public company;
b. A private company which is wholly-owned subsidiary of a public
company, in respect of any contract or proposed contract to be
entered in the private company with the holding company or with
another wholly-owned subsidiary of that same holding company;
c. Any contract or proposed contract of indemnity against any loss
which any director may suffer by reason of becoming or being a
surety for a company;
d. Any contract or proposed contract entered into or to be entered
into by a public company or a private company which is subsidiary
of a public company, with another company in which the interest
of the director consists solely of

a. In him being a director of the company and the holder of


shares not more than the number or value as is required ti
qualifiy him for the appointment as a director; or
b. In him having an interest in not more than five per centum
of its paid up capital.
Sebagaimana umumnya, Direktur pada suatu perseroan memiliki
kewenangan untuk menjalankan perseroan. Kewenangan bagi seorang
Direktur untuk menjalankan perseroan, berdasarkan Companies Act
1965 diatu dalam Section 131B tentang Fungsi dan Kewenangan
Direktur. Section 131B sub-section (1) menyatakan bahwa setiap
bisnis dan kepentingan dari perseroan harus berada dalam
pengaturan atau berdasarkan arahan dari Dewan Direksi. Sementara
itu, Dewan Direksi juga memiliki segala kewenangan yang dibutuhkan
untuk mengatur, atau mengarahkan, atau memberikan supervisi
terhadap management perseroan dalam melakukan seluruh bisnis dan
kepentingan

perseroan

yang

diatur

dalam

tiap

modifikasi,

pengecualian atau batasan yang diatur dalam Companies Act 1965


atau dalam memorandum atau Anggaran Dasar perseroan. Sementara
itu, setiap Direksi perseroan harus menggunakan kewenangannya
sebagaimana mestinya dan dengan itikad baik untuk kepentingan
perseroan serta Direksi perseroan harus mengutamakan prinsip
kehati-hatian, bertindak berdasarkan keahlian dan kecermatan (see
section 132 Companies Act 1965).

Terkait tugas dan tanggung jawab Direksi dalam hal membuat


keputusan bisnis (business judgment), Companies Act 1965 mengatur
sebagaimana berikut:
a. A director who makes a business judgment is deemed to meet the
requirements of the duty under sub-section (1A) and the equivalent
duties under the common law and in equity if the director:
a. Makes the business judgement in good faith for a proper purpose;
b. Does not have a material personal interest in the subject matter of
the business judgment;
c. Is informed about the subject matter of the business judgement to
the extent the director reasonably believes to be appropriate under
the circumstances;
d. Reasonably believes that the business judgment is in the best
interest of the company.
Sementara itu, beberapa tugas dan tanggung jawab lain yang
dimiliki oleh Direktur sebagaimana diatur dalam Section 132 adalah:
a. tanggung jawab dalam hal bergantung kepada informasi-informasi
yang diberikan oleh pihak lain;
b. tanggung jawab dari Direktur yang ditunjuk oleh pemegang saham,
pegawai, atau pemegang surat hutang, tanggung jawab dalam
mendelegasikan kewenangan kepada pihak lain;
c. larangan terhadap penggunaan barang-barang milik perseroan
secara tidak bijak atau bersaing dengan perseroan;

d. keharusan untuk memperoleh persetujuan perseroan dalam hal


Direktur melakukan trasaksi yang berkaitan dengan property
perseroan (see Section 132C);
e. keharusan untuk memperoleh persetujuan perseroan dalam hal
Direktur akan menerbitkan saham baru (see Section 132D);
Companies Act 1965 juga mengatur mengenai keharusan bagi
perseroan untuk mendaftarkan Direktur perseroan yang diajukan
kepada Registrar dalam jangka waktu satu bulan sejak perseroan
didirikan. Beberapa hal yang harus dicantumkan dalam pendaftaran
Direksi adalah:
a. nama lengkap Direktur, alamat tempat tinggal resmi, tanggal lahir,
pekerjaan, dan kartu identitas diri; serta
b. menyertakan keterangan jika menjabat sebagai Direktur di
perseroan publik lainnya atau perseroan yang merupakan anak
perseroan dari suatu perseroan publik.

Companies Act 2006 of the United Kingdom


Sementara itu, Companies Act 2006 juga memberikan pengaturan
terhadap posisi Direksi di suatu perseroan yang didirikan berdasarkan
dengan Companies Act 2006. Sebagaimana diatur dalam Part 10
mengenai Direksi Perseroan, Section 154 sub section (1) dan (2)
mensyaratkan bagi perseroan privat untuk mempunyai setidaknya satu
Direktur, sedangkan bagi perseroan public setidaknya terdapat dua
Direktur. Perseroan harus setidaknya memiliki satu orang Direktur yang
merupakan orang perseroangan (natural person), bukan badan hukum

atau legal entity atau legal body . Section 157 mengatur bahwa batas usia
minimum seseorang dapat ditunjuk menjadi Direktur adalah usia 16
tahun. Namun, Sekretaris Negara dapat membuat pengecualian terkait
penunjukan seorang Direktur yang belum berusia 16 tahun, dan harus
menyertakan alasan serta kondisi yang menjadi latar belakang
penunjukkannya.
Selain itu, berdasarkan Section 162 sub-section (1), tiap perseroan
wajib untuk menyimpan daftar registrasi dari tiap Direksinya. Registrasi
untuk Direktur perseroan secara pribadi harus berisi tentang:
a) name and any former name;
b) a service address;
c) the contry or state (or part of the UK) in which he usually resident;
d) nationality;
e) business occupation (if any);
f) date of birth.
Sementara itu, untuk Companies Act 2006 juga mengatur mengenai
kewenangan untuk menarik Direktur perseroan. Section 168 mengatur
bahwa perseroan berdasar pada resolusi dalam suatu rapat umum dapat
menarik atau mengganti Direktur perseroan sebelum masa jabatan
Direktur tersebut habis. Perseroan harus mengirimkan salinan dari surat
pemberitahuan penarikan Direktur tersebut kepada Direktur yang dituju.
Direktur tersebut (baik dia merupakan anggota atau bukan anggota dari
perseroan) berhak untuk menyampaikan keterangan atau pernyataan
dalam rapat umum perseroan. Seorang Direktur perseroan berdasarkan

Companies Act 2006 memiliki beberapa tugas, yang umumny dimiliki


oleh seseorang yang menjabat sebagai Direktur, diantaranya adalah:
a) Duty to act within powers (Section 171);
b) Duty to promote the success of the company (Section 172);
c) Duty to exercise independent judgment (Section 173);
d) Duty to exercise reasonable care, skill and diligence (Section 174);
e) Duty to avoid conflict of interest (Section 175;)
f) Duty not to accept benefits from third parties (Section 176);
g) Duty to declare interest in proposed transaction or arrangement
(Section 177);

3. Dewan Komisaris
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
Berdasarkan Pasal 1 Angka (6) UU PT, yang dimaksud dengan
Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan Anggaran
Dasar serta memberi nasihat kepada Direksi dalam menjalankan
perseroan. Pasal 108 Ayat (1) UU PT menyatakan bahwa Dewan
Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya
pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha
perseroan.
Pada dasarnya, persyaratan pengangkatan seorang Komisaris tidak
berbeda dengan pesyaratan pengangkatan bagi Direksi. Kewajiban bagi
Dewan Komisaris adalah :

a. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;


b. Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya
da/atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain;
c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan
selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS;
d. Melakukan pengawasan terhadap kebijaksanaan DIreksi dalam
menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi;
e. Menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan dengan
itikad baik.
Selain itu, perseroan dengan mengacu kepada Anggara Dasar, juga
dapat menunjuk 1 orang atau lebih Komisaris Independen dan 1 orang
Komisaris Utusan. Komisaris Independen diangkat berdasar keputusan
RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama,
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris. Sedangkan
Komisaris Utusan merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk
berdasar keputusan rapat Dewan Komisaris.

G. Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan


1. Penggabungan atau Merger
Menurut Pasal 1 angka (9) UU PT, yang dimaksudkan dengan
Penggabungan (merger) adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan
perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari
perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada

perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan


hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Teorinya, proses merger dapat dibedakan antara merger horisontal
dan merger vertikal. Merger horisontal adalah penggabungan dari dua PT
atau lebih yang memproduksi hasil yang sama atau sejenis dan menjual
pada daerah yang sama. Sedangkan merger vertikal adalah penggabungan
dua perseroan atau lebih yang mempunyai hubungan bertingkat yaitu
antara perseroan yang memproduksi barang dengan perseroan yang
memasarkan barang. Secara lebih sederhana, karakteristik dari merger
adalah:34

Status Badan Hukum

Merger

Aktiva dan Pasiva

Perseroan yang

Aktiva dan pasiva perseroan

menggabungkan diri

yang menggabungkan diri

lenyap dan berakhir

beralih sepenuhnya kepada

statusnya sebagai badan

perseroan yang menerima

hukum.

penggabungan.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4635/perbedaan-mendasar-merger-danakuisisi diakses pada 23 Oktober 2012.

34

Sementara itu, proses penggabungan atau merger dapat dilihat dari


bagan berikut ini:
Perusahaan A
Perusahaan A
Atau
Perusahaan B

Perusahaan B

Sebelum dilaksanakannya proses penggabungan antara satu


perseroan atau lebih, harus diperhatikan terlebih dahulu beberapa
persyaratannya. Secara umum, syarat penggabungan diatur dalam Pasal
126 UU PT jo. Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas. Menurut regulasi diatas, bahwa perbuatan hukum berupa
penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan wajib
memperhatikan kepentingan:35
a) Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan;
b) Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan; atau
c) Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Menurut Yahya Harahap sebagai mantan Hakim Agung yang banyak
menangani perkara-perkara hokum bisnis tentunya termasuk masalah
hokum perseroan bahwa syarat-syarat tersebut sifatnya kumulatif,
sehingga jika terdapat satu diantara syarat-syarat tersebut tidak
terpenuhi atau terlanggar, maka akibatnya adalah perbuatan hukum

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d1358d8a0a80 diakses pada 23 Oktober


2012.

35

penggabungan tidak dapat dilaksanakan.36 Selain itu, menurut Yahya


Harahap bahwa Pasal 123 Ayat (4) UU PT menambahkan syarat bagi
perseroan tertentu yang akan melakukan penggabungan, dengan terlebih
dahulu harus mendapatkan persetujuan dari instansi terkait. Dalam hal
ini yang dimaksud adalah suatu perseroan yang memiliki bidang usaha
khusus, seperti pada lembang keuangan bank dan non-bank yang
memerlukan persetujuan dari Bank Indonesia dalam hal adanya
penggabungan perseroan perbankan.37
Jika persyaratan diatas telah dipenuhi, maka berdasar kepada Pasal
123 UU PT jo. Pasal 7 PP 27/1998, perseroan harus membuat rancangan
penggabungan :38
1. Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan yang menerima
penggabungan menyusun rancangan penggabungan;
2. Rancangan penggabungan harus memuat sekurang-kurangnya:
a. Nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan yang akan
melakukan penggabungan;
b. Alasan serta penjelasan Direksi perseroan yang aan melakukan
penggabungan dan persyaratan penggabungan;
c. Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang
menggabungkan diri terhadap saham perseroan yang menerima
penggabungan;
d. Rancangan

perubahan

Anggaran

menerima penggabungan jika ada;

Ibid.
Ibid.
38 Ibid.
36
37

Dasar

perseroan

yang

e. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat


(2) huruf a yang meliputi 3 tahun buku terakhir dari setiap
perseroan yang akan melakukan penggabungan;
f. Rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari
perseroan yang akan melakukan penggabungan;
g. Neraca proforma perseroan yang menerima penggabungan
sesuai dengan prinsi akuntasi yang berlaku umum di Indonesia;
h. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi,
Dewan Komisaris, dan karyawan

perseroan

yang

akan

melakukan penggabungan diri;


i.

Cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan yang akan


menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;

j.

Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju


terhadap penggabungan perseroan;

k. Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji,


honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan
Komisaris perseroan yang menerima penggabungan;
l.

Perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan;

m. Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang


dicapai

dari

setiap

perseroan

yang

akan

melakukan

penggabungan;
n. Kegiatan utama setiap perseroan yang melakukan penggabungan
dan perubahan yang terjadi selama satu tahun buku yang sedang
berjalan;

o. Rincian masalah

yang timbul selama satu tahun buku yang

sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan perseroan yang


akan melakukan penggabungan.
3. Kemudian terhadap rancangan penggabungan tersebut dimintakan
persetujuan kepada Dewan Komisaris dari setiap perseroan yang
menggabungkan diri.
Jika rancangan penggabungan disetujui oleh Dewan Komisaris
masing-masing

perseroan

yang

menggabungkan

diri,

kemudian

rancangan tersebut harus diajukan kepada RUPS tiap-tiap perseroan


untuk mendapatkan persetujuan. Berdasarkan kepada Pasal 89 ayat (1)
UUPT,

bahwa

RUPS

untuk

menyetujui

penggabungan

dapat

dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit bagian dari jumlah


seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan
keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit bagian dari jumlah
suara yang dikeluarkan. Jika kemudian RUPS pertama tidak mencapai
kuorum, maka untuk pelaksanaan RUPS kedua mengacu kepada
ketentuan dalam Undang-Undang.
Setelah tiap-tiap RUPS setuju dengan rancangan penggabungan
yang diajukan oleh tiap-tiap Dewan Komisaris, maka rancangan
penggabungan akan dituangkan dalam sebuah Akta Penggabungan.
Kemudian, salinan Akta Penggabungan tersebut dilampirkan untuk
menyampaikan pemberitahuan penggabungan kepada Menteri Hukum
dan HAM untuk dicatat dalam daftar perseroan. Terkait dengan proses
penggabungan, tidak memerlukan persetujuan Menteri, kecuali terdapat

perubahan atas Anggaran Dasar yang diatur dalam Pasal 21 ayat (2) UU
PT:39
Terhadap Direksi perseroan yang menerima penggabungan,
berdasarkan Pasal 133 ayat (1) UU PT wajib untuk mengumumkan hasil
penggabungan yang bertujuan agar pihak ketiga yang berkepentingan
mengetahui bahwa telah dilakukan penggabungan. Dalam hal ini,
pengumuman dilakukan dengan cara:
Diumumkan dalam 1 surat kabar atau lebih;
Dilakukan paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal berlakunya
pengambilalihan.
Bahwa pada perkembangannya, tidak tertutup kemungkinan
persetujuan penggabungan antara satu perseoran atau lebih dapat
dibatalkan. Hal tersebut dimungkinkan dengan mengacu kepada Pasal 47
ayat (1) dan ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ketentuan pada Pasal tersebut menyatakan bahwa Komisi Pengawas
Persaingan Usaha berwenang untuk menjatuhkan sanksi berupa tindakan
administrative
pembatalan

terhadap

atas

pelaku

usaha

penggabungan,

yang

peleburan

berupa
badan

penetapan
usaha

dan

pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.40

2. Peleburan (consolidation/konsolidasi)

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d26b0b3720ba diakses pada 23 Oktober


2012.
40 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d093b3ba6c8f/pembatalan-merger diakses
pada 23 Oktober 2012.
39

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka (10) UU PT, yang dimaksud


dengan peleburan

atau konsolidasi adalah perbuatan hukum yang

dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan
cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh
aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan
hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum. Dengan
demikian,

berdasarkan

definisi

diatas,

sama

halnya

dengan

penggabungan maka pada peleburan juga mengakibarkan perseroan


yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Secara sederhana, proses peleburan dapat dijelaskan melalui skema
berikut:
Perusahaan A

Perusahaan C

Perusahaan B

Berdasarkan skema diatas, maka dapat dilihat bahwa proses


peleburan terjadi antara dua perseroan yaitu perseroan A dan perseroan
B. Ketika memutuskan untuk melebur, maka perseroan A dan perseroan
B hilang dan membentuk perseroan baru yaitu perseroan C.
Lebih lanjut untuk proses peleburan, juga berlaku ketentuan yang
diterapkan pada proses penggabungan. Demikian diatur dalam Pasal 124
UU PT . Dengan demikian, langkah-langkah yang harus ditempuh adalah:

1. Direksi perseroan yang akan meleburkan diri dan yang menerima


penggabungan menyusun rancangan peleburan;
2. Rancangan peleburan harus memuat sekurang-kurangnya:
a. Nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan yang akan
melakukan peleburan;
b. Alasan serta penjelasan Direksi perseroan yang aan melakukan
peleburan dan persyaratan peleburan;
c. Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang
meleburkan diri terhadap saham perseroan yang menerima
peleburan;
d. Rancangan

perubahan

Anggaran

Dasar

perseroan

yang

menerima peleburan jika ada;


e. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat
(2) huruf a yang meliputi 3 tahun buku terakhir dari setiap
perseroan yang akan melakukan peleburan;
f. Rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari
perseroan yang akan melakukan peleburan;
g. Neraca proforma perseroan yang menerima peleburan sesuai
dengan prinsi akuntasi yang berlaku umum di Indonesia;
h. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi,
Dewan Komisaris, dan karyawan

perseroan

yang

akan

melakukan peleburan diri;


i.

Cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan yang akan


meleburkan diri terhadap pihak ketiga;

j.

Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju


terhadap peleburan perseroan;

k. Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji,


honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan
Komisaris perseroan yang menerima peleburan;
l.

Perkiraan jangka waktu pelaksanaan peleburan;

m. Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang


dicapai dari setiap perseroan yang akan melakukan peleburan;
n. Kegiatan utama setiap perseroan yang melakukan peleburan dan
perubahan yang terjadi selama satu tahun buku yang sedang
berjalan;
o. Rincian masalah yang timbul selama satu tahun buku yang
sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan perseroan yang
akan melakukan peleburan.
3. Kemudian terhadap rancangan peleburan tersebut dimintakan
persetujuan kepada Dewan Komisaris dari setiap perseroan yang
meleburkan diri.
3. Pengambilalihan atau acquisition/akuisisi
Menurut Pasal 1 Angka (11) UU PT, yang dimaksud dengan
pengambilalihan atau akuisisi adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya

pengendalian atas perseroan tersebut. Karakteristik dari akusisi atau


pengambil alihan dapat dilihat berikut ini:41

Status Badan Hukum

Akuisisi

Aktiva dan Pasiva

Perseroan yang diambil alih

Aktiva dan pasiva perseroan

sahamnya, badan hukumnya

yang diambil alih tetap ada

tidak menjadi bubar atau

pada perseroan yang diambil

berakhir, hanya terjadi

alih sahamnya.

beralihnya pengendalian.

Sementara itu, secara sederhana skema pengambilalihan atau akuisisi


adalah sebagai berikut:
sebelum akuisisi

setelah akuisisi

Perusahaan A

Perusahaan A

Pengendali

Perusahaan B

Perusahaan B

Jika berdasarkan kepada skema diatas, maka dapat dilihat jika


sebelum proses akuisisi dilakukan, perseroan A dan perseroan B adalah
perseroan

yang

terpisah.

Kemudian,

perseroan

melakukan

pengambilalihan (akuisisi) terhadap sebagian besar saham dari


http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4635/perbedaan-mendasar-merger-danakuisisi diakses pada 23 Oktober 2012.

41

perseroan

B,

sehingga

perseroan

menjadi

perseroan

yang

mengendalikan perseroan B.
Sama halnya pada penggabungan dan peleburan, dalam proses
pengambilalihan juga harus memperhatikan kepentingan-kepentingan
yang diatur dalam Pasal 126 Ayat (1) UU PT. Akuisisi dilakukan dengan
cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan
dikeluarkan oleh suatu perseroan. Menurut Yahya Harahap, saham
perseroan yang dapat diambil alih adalah saham yang telah ditempatkan
dan disetor (geplaats en gestort aandeel, subscribed and paid-up share).
Namun, dapat juga terhadap saham yang belum dikeluarkan atau yang
akan dikeluarkan (aandelen in portefeulle) atau saham portefel
(portpolio).42 Berdasar Pasal 125 Ayat (1) UU PT, cara pengambilalihan
saham perseroan dapat dilakukan dengan melalui Direksi perseroan atau
langsung dari pemegang saham.
Jika akan melakukan pengambil alihan melalui Direksi perseroan,
maka beberapa tahapan yang harus ditempuh adalah:43
1. Pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksud melakukan
pengambil alihan kepada Direksi perseroan yang akan diambil alih;
2. Menyusun rancangan pengambil alihan yang memuat sekurangkurangnya berisi:
a. Nama dan tempat kedudukan dari perseroan yang akan
mengambil alih dan perseroan yang akan diambil alih;

42
43

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2895 diakses pada 23 Oktober 2012.


Ibid.

b. Alasan serta penjelasan Direksi perseroan yang akan mengambil


alih dan Direksi perseroan yang akan diambil alih;
c. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat
(2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari perseroan yang akan
mengambil alih dan perseroan yang akan diambil alih;
d. Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang akan
diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran
pengambil alihan dilakukan dengan saham;
e. Jumlah saham yang akan diambil alih;
f. Kesiapan pendanaan;
g. Neraca konsolidasi proforma perseroan yang akan mengambil
alih setelah pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prins
akuntasi yang berlaku umum di Indonesia;
h. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju
terhadap pengambilalihan;
i.

Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi,


Dewan Komisaris, dan karyawan perseroan yang akan diambil
alih;

j.

Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termasuk


jangka waktu pemberian

kuasa pengalihan saham dari

pemegang saham kepada Direksi perseroan;


k. Rancangan

perubahan

Anggaran

Dasar

perseroan

menerima penggabungan jika ada;


3. Mendapat persetujuan RUPS;
4. Wajib mengumumkan Ringkasan Rancangan Pengambilalihan.

yang

Sebelum RUPS diselenggarakan untuk membahas Rancangan


Pengambilalihan, Ringkasan Rancangan Pengambilalihan harus terlebih
dahulu diumumkan oleh Direksi perseroan yang akan mengambil alih
dan yang akan diambil alih dengan ketentuan:
Diumumkan paling sedikit dalam 1 Surat Kabar;
Mengumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang akan
mengambil alih;
Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sebelum
pemanggilan RUPS;
Pengumuman wajib memuat pemberitahuan bahwa pihak yang
berkepentingan dapat memperoleh Rancangan Pengambilalihan di
kantor perseroan, sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS
diselenggarakan.
5. Kreditor berhak mengajukan keberatan;
6. Rancangan Pengambilalihan dituangkan dalam Akta Pengambilalihan;
7. Salinan Akta Pengambilalihan dilampirkan pada penyampaian
pemberitahuan kepada Menteri.
Sementara itu, jika akan melakukan pengambilalihan secara
langsung dari pemegang saham, maka beberapa tahapan yang harus
ditempuh adalah:44
1. Proses yang tidak perlu dilakukan:
a. Pihak yang mengambil alih tidak perlu menyampaikan maksud
untuk melakukan pengambil alihan kepada Direksi;

44

Ibid.

b. Tidak perlu membuat Rancangan Pengambilalihan, namun


berdasar pada Pasal 125 ayat (8) UUPT disyaratkan bahwa
pengambilalihan

wajib

memperhatikan

Anggaran

Dasar

perseroan yang akan diambil alih mengenai:


i. Pemindahan hak atas saham; dan
ii. Perjanjian yang telah dibuat oleh perseroan dengan pihak
lain.
2. Proses yang harus dilakukan:
a. Mengadakan perundingan dan kesepakan langsung yaitu antara
para pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham
dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar perseroan yang
diambil alih;
b. Mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan;
i. Diumumkan paling sedikit dalam 1 Surat Kabar;
ii. Mengumumkan

secara

tertulis

kepada

karyawan

perseroan yang akan mengambil alih;


iii. Pengumuman dalam jangka waktu paling lambat 30 hari
sebelum pemanggilan RUPS;
c. Kreditor dapat mengajukan keberatan;
d. Kesepakan

pengambilalihan

dituangkan

dalam

Akta

Pengambilalihan;
e. Salinan Akta Pemindahan hak atas saham dilampirkan pada
penyampaian

pemberitahuan

kepada

perubahan susunan pemegang saham.

Menteri

tentang

Sementara itu, dalam hal proses akuisisi terhadap perseroan


terbuka

(Tbk),

maka

harus

diperhatikan

beberapa

peraturan

perundang-undangan yang terkait, seperti diantaranya:45


1. Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan
Transaksi Tertentu;
2. Peraturan Bapepam No. IX.E.2 tentang Transaksi Material dan
Perubahan Kegiatan Usaha Utama;
3. Peraturan Bapepam No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan
Terbuka;
4. Peraturan Bapepam No.X.K.1 tentang Informasi yang Harus Segera
Diumumkan Kepada Publik.

H. Pemeriksaan dan Pembubaran Perseroan


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas
1. Pemeriksaan Perseroan
Berdasar kepada Pasal 138 ayat (1) UU PT, pemeriksaan terhadap
perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau
keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa:
a. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan
pemegang saham atau pihak ketiga; atau
b. Anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan
melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham
atau pihak ketiga.
45

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6433 diakses pada 23 Oktober 2012.

Pemeriksaan dilakukan dengan mengajukan permohonan secara


tertulis beserta alasanya ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan perseroan. Permohonan dapat dilakukan bila
sebelumnya pemohon terlebih dahulu meminta data atau ketertangan
kepada perseroan dalam RUPS namun perseroan tidak memberikan
keterangan atau data yang dimohonkan. Permohonan hanya dapat
diajukan oleh:
a. 1 pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
b. Pihak

lain

yang

berdasarkan

peraturan

perundang-undangan,

Anggaran Dasar perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi


wewenang untuk mengajukan permohonan pemerikasaan; atau
c. Kejaksaan untuk kepentingan umum.
Ketua Pengadilan Negeri dapat menolak permohonan yang
ditujukan kepadanya apabila permohonan tersebut tidak didasarkan
pada alasan yang wajar dan tidak dengan itikad baik, atau mengabulkan
permohonan

tersebut

dengan

mengeluarkan

penetapan

bagi

pemeriksaan dan pengangkatan paling banyak tiga orang ahli untuk


melakukan pemeriksaan.
Jika permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, maka
Ketua Pengadilan Negeri akan menetukan jumlah maksimum biaya
pemeriksaan yang akan dibayarkan oleh perseoran, namun atas
permohonan perseroan, Ketua Pengadilan Negeri juga dapat menetapkan
penggantukan seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan kepada
pemohon, anggota Direksi, dan/atau anggota Dewan Komisaris.

2. Pembubaran Perseroan
Undang-Undang mengatur mengenai dasar suatu perseroan dapat
dibubarkan. Menurut Pasal 142 ayat (1) UU PT, suatu perseroan dapat
dibubarkan apabila:
a. Berdasarkan keputusan RUPS;
b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran
Dasar telah berakhir;
c. Berdasarkan penetapan pengadilan;
d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan
tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
e. Karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada
dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f. Karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan
perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sebelumnya, harus dibedakan terlebih dahulu terkait dengan
likuidasi dan kepailitan. Berdasarkan Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, yang dimaksud dengan kepailitan adalah sitai umum
atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Sedangkan likuidasi adalah
pembubaran

perusahaan

sebagai

badan

hukum

yang

meliputi

pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang


tersisa kepada para pemegang saham. Menurut Pasal 143 Ayat (1)
disebutkan

bahwa

pembubaran

perseroan

tidak

mengakibatkan

perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya


likuidasi dan pertanggung jawaban likuidator diterima oleh RUPS atau
pengadilan. Singkatnya, bahwa likuidasi dilakukan dalam rangka
pembubaran badan hukum, sedangkan kepailitan tidak dilakukan dalam
rangka pembubaran badan hukum, dan tidak berakibat pada bubarnya
badan hukum yang dipailitkan.46
Pada dasarnya, perseroan didirikan untuk jangka waktu yang
ditentukan oleh Anggaran Dasar. Pasal 6 UU PT mengatur bahwa jangka
waktu perseroan adalah sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar.
Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa Undang-Undang mengatur
mengenai beberapa penyebab suatu perseroan dapat dibubarkan. Berikut
akan dibahas mengenai alasan-alasan sebagaimana dimaksud pada Pasal
142 Ayat (1) UU PT tersebut.
a. Pembubaran perseroan berdasarkan keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham.
Pasal 89 UU PT mengatur mengenai keputusan RUPS dalam hal
pembubaran perseroan. Ketentuan tersebut mengatur bahwa dalam
hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan,
pengajuan

permohonan

agar

perseroan

dinyatakan

pailit,

perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4bfb70d601097/perbedaan-pailit-denganlikuidasi diakses pada 23 Oktober 2012.

46

keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang


mewakili paling sedikit bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit bagian dari
jumlah suara tersebut. Perseroan dinyatakan bubar pada saat
ditetapkan dalam keputusan RUPS yang kemudian diikuti dengan
likuidasi oleh likuidator. Perseroan juga tidak dapat melakukan
perbuatan hukum, kecual diperlukan untuk membereskan semua
urusan perseroan dalam rangka likuidasi. Jika pada prosesnya RUPS
tidak menunjuk likuidator, maka Direksi perseroan yang akan
bertindak sebagai likuidator.
b. Pembubaran perseroan karena jangka waktu berdirinya yang
ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.
Dalam hal pembubaran perseroan karena jangka waktu berdiri yang
ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir, maka dalam jangka
waktu paling lambat 30 hari setelah jangka waktu berdirinya
perseroan berakhir maka RUPS menetapkan penunjukkan likuidator.
Undang-Undang mengatur bahwa dalam hal jangka waktu berdirinya
perseroan telah berakhir sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar
perseroan, maka Direksi tidak diizinkan untuk melakukan perbuatan
hukum baru atas nama perseroan.
c. Pembubaran perseroan karena penetapan pengadilan.
Menurut Pasal 146 Ayat (1) UU PT, Pengadilan Negeri dapat
membubarkan perseroan atas:

a. Permohonan kejaksaan berdasarkan alasa perseroan melanggar


kepentingan umum atau perseroan melakukan perbuatan yang
melanggar peraturan perundang-undangan;
b. Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan aalasan
adanya cacat hukum dalam akta pendirian;
c. Permohonan pemegang saham, Direksi, atau Dewan Komisaris
berdasarkan alasan perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
Sementara itu, yang dimaksud bahwa perseroan tidak mungkin
untuk dilanjutkan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 146 Ayat (1)
huruf c adalah:
a. Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3 tahun
atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang
disampaikan kepada instansi pajak;
b. Dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak lagi diketahui
alamatnya walaupun telah dipanggil melalui iklan dalam Surat Kabar
sehingga tidak dapat diadakan RUPS;
c. Dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam perseroan demikian
rupa sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah;
d. Kekayaan perseroan telah berkurang demikian rupa sehingga dengan
kekayaan yang ada perseroan tidak mungkin lagi melanjutkan
kegiatan usaha.
Selanjutnya, Pasal 147 UU PT mengatur bahwa dalam hal perseroan
bubar, maka dalam jangka waktu 30 hari likuidator wajib:

a. Memberitahukan kepada semua kreditor mengenai pembubaran


perseroan dengan cara mengumkan pembubaran perseroan dalam
Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
b. Memberitahukan pembubaran perseroan kepada Menteri untuk
dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi.
Likuidator dari perseroan yang telah bubar wajib memberitahukan
kepada semua kreditor dalam Surat Kabar dan Berita Negara RI
mengenai bubarnya perseroan. Pemberitahuan itu memuat:
a. Pembubaran perseoran dan dasar hukumnya;
b. Nama dan alamat likuidator;
c. Tata cara pengajuan tagihan; dan
d. Jangka waktu pengajuan tagihan, yang tidak boleh lebih dari 60 hari
terhitung sejak tanggal pengumuman.
Dalam hal terdapat kreditor yang tidak mengajukan tagihan,
maka kreditor tersebut dapat mengajukan tagihannya tersebut kepada
Pengadilan Negeri dalam jangka waktu dua tahun sejak bubarnya
perseroan didaftakan dan diumumkan. Ketentuan ini hanya berlaku bagi
kreditor yang tidak diketahui identitas maupun alamat pada saat proses
likuidasi berlangsung. Tagihan yang diajukan kreditor tersebut hanya
dapat dilakukan terhadap sisa kekayaan perseroan yang belum dibagikan
kepada pemegang saham.

Companies Act 1965 of Malaysia


Pengaturan mengenai pembubaran perseroan juga diatur oleh
Companies Act 1965. Menurut Section CA 1965, bahwa suatu perseroan
dapat dibubarkan apabila:
a. Ditetapkan oleh Pengadilan; atau
b. Secara sukarela.
a. Pengaturan Umum Mengenai Pembubaran Perseroan
Sementara itu, CA 1965 juga mengatur mengenai bentuk tanggung
jawab anggota perseroan. Pertama adalah bentuk pertanggung jawaban
sebagaimana diatur dalam Section 214. Menurut Section 214 sub-section
(1), dalam hal perseroan akan dibubarkan, tiap anggota perseroan, baik
itu saat ini maupun yang lalu, harus bertanggung jawab untuk
berkontribusi terhadap asset perseroan terhadap sejumlah dana yang
cukup untuk pembayaran atas hutang dan biaya-biaya lainnya atas
pembubaran perseroan. Serta dalam hal hak-hak dari pihak yang turut
berkontribusi, terdapat beberapa kualifikasi yaitu:
a) A past member shall not be liable to contribute if he has ceased to be a
member for one year or more before the commencement of the winding
up;
b) A past member shall not be liable to contribute in respect of any debt or
liability of the company contracted after he ceased to be a member;
c) A past member shall not be liable to contribute unless it apperats to the
Court that the existing members are unab le to satisfy the contributions
required to be made by them in pursuance of this Act;

d) In the case of a company limited by shares, no contribution shall be


required from any member exceeding the amount, if any, unpaid on the
shares in respect of which he is liable as a present or past member;
e) In the case of a company limited by guarantee, no contribution shall,
subject to sub-section (4), be required from any member exceeding the
amount undertaken to be contributed by him to the assets of the
company in the event of its being wound up;
f) Nothing in this Act shall invalidate any provision contained in any policy
of insurance or other contract whereby the liability of individual
members on the policy or contract is restricted or whereby the funds of
the company are alone made liable in respect of the policy or contract;
g) A sum due to any member in his character of a member by way of
dividends, profits or otherwise shall not be a debt of the company
payable to that member in a case of competition between himself and
any other creditor not a member, but any such sum may be taken into
account for the purpose of the final adjustment of the rights of the
contributories among themselves.
Sementara itu, Section 214 sub-section (2) mengatur mengenai
bentuk tanggung jawab tidak terbatas (unlimited liability) bagi Direksi
perseroan, yaitu bahwa in the winding up of a limited company any
director, whether past or present, whose liability is unlimited shall in
addition to his liability, if any, to contribute as an ordinary member be
liable to make a further contribution as if he were, at the commencement of
the winding up, a member of an unlimited company. Selain itu, menurut
Section 216 sub-section (1) disebutkan bahwa dalam hal pihak yang

harus turut berkontribusi atas hutang-hutang dinyatakan meninggal, baik


itu setelah atau sebelum dia dinyatakan harus turut berkontribusi, maka
perwakilan dari pihak tersebut harus bertanggung jawab dalam hal
pengurusan

administrasi

untuk

turut

mengkontribusikan

asset

perseroan. Section 216 sub-section (2) juga mengatur mengenai perihal


keadaan pihak yang harus turut berkontribusi dinyatakan pailit, atau
menunjuk propertinya untuk kepentingan kreditur, baik itu sebelum atau
setelah dia dimasukkan kedalam daftar pihak yang turut berkontribusi,
maka:
a) His trustee shall represent him for all the purposes of the winding up and
shall be a contributory accordingly; and
b) There may be proved against his estate the estimated value of his
liability to future calls as well as calls alreade made.
b. Pembubaran Perseroan Berdasarkan Penetapan Pengadilan atau
Winding Up by the Court
Section 217 Companies Act 1965 mengatur mengenai pengajuan
permohonan pembubaran perseroan. Menurut section tersebut, suatu
perseroan dapat dinyatakan pembubarannya oleh Pengadilan jika
berdasarkan kepada permohonan yang diajukan secara resmi oleh:
a) The company;
b) Any creditor, including a contingent or prospective creditor, of the
company;
c) A contributory or any person who is the personal representative of a
deceased contributory or the trustee in bankruptcy or the Official
Assignee of the estate of a bankrupt contributory;

d) The liquidator;
e) The Minister pursuant to Section 205 or on the ground specified in
paragraph 218(1)(d);
f) In the case of a company which is licensed institution, or a scheduled
institution in respect of which the Minister charged with responsibility
for finance has made an order under sub-section 24(1) of the Banking
and Financial Institution Act 1989, or a non-scheduled institutiton in
respect of which such Minister has made an order under subsection
93(1) of that Act, Bank Negara Malaysia;
g) In the case of a company which is licensed under the Insurance Act 1996,
Bank Negara Malaysia;
h) The Registrar on the ground specified in paragraph 218(1)(m) or (n);
i) In the case of a member institution under the Malaysia Deposit
Insurance Corporation Act 2005, the Malaysia Deposit Insurance
Corporation under section 71 of that Act.
Sementara itu, Section 218 sub-section (1) mengatur bahwa
Pengadilan dapat menetapkan pembubaran suatu perseoran jika:
a) The company has by special resolution resolved that it be wound up by
the Court;
b) Default is made by the company in lodging the statutory report ot in
holding the statutoty meeting;
c) The company does not commence business within a year from its
incorporation or suspends its business for a whole year;

d) The number of members is reduced in the case of a company (other that


a company the whole of the issued shares in which are held by a holding
company) below two;
e) The company is unable to pay its debts;
Menurut Section 218 sub-section (2), yang dimaksud dengan keadaan
tidak mampu membayar hutang adalah jika:
a) A creditor by assignment or otherwise to whom the company is
indebted in a sum exceeding five hundred ringgit then due has served
on the company by leaving at the registered office a demand under his
hand or under the hand of his agent thereunto lawfully authorized
requiring the company to pay the sum so due, and the company has fir
three weeks thereafter neglected to pay the sum or to secure or
compound for it to reasonable satisfaction of the creditor;
b) Execution or other process issued on a judgment, decree or other of
any court in favour of a creditor of the company is returned
unsatisfied in whole or in part; or
c) It is proved to the satisfaction of the Court that the company is unable
to pay its debt; and determining whether a company is unable to pay
its debts the Court shall take into account the contigent and
prospective liabilities of the company.
f) The director have acted in the affairs of the company in their own
interests rather than in the interests of the members as a whole, or in any
other manner whatsoever which appears to be unfair or unjust to other
members;
g) An inspector appointed under Part XI has reported that he is of opinion

a. That the company cannot pay its debts and should be wound up; or
b. That it is in the interests of the public or of the shareholders or of
the creditors that the company should be wound up;
h) When the period, if any, fixed for the duration of the company by the
memorandum or articles or the event, if any, occurs on the occurance of
which the memorandum or articles provide that the company is to be
dissolved;
i) The Court is of opinion that it is just and equitable that the company be
wound up;
j) The company has held a licence under the Banking and Financial
Institution Act 1989 or the Islamic Bankin 1983, and that licence has been
revoked or surrended;
k) The company has carried on Islamic banking business, licensed business,
or scheduled business, or it has accepted, received or taken deposits in
Malaysia, in contravention of the Islamic Banking Act 1983 or the
Banking and Financial Institution Act 1989, as the case may be:
l) The company has held a licence under the Insurance Act 1996 and:
a. That licence has been revoked;
b. Bank Negara Malaysia has petitioned for its winding up under
subsection 58(4) of the Insurance At 1996; or
c. An order udner paragraph 59(4) (b) of the Insurance Act 1996 has
been made in respect of it;
m) The company is being used for unlawful purposes or any purpose
prejudicial to or incompatiblewith peace, welfare, security, public order,
good order or morality in Malaysia;

n) The company is being used for any purpose prejudicial to national


security or public interest.
Sementara itu, dalam hal pengurusan perseroan yang dinyatakan
bubar, maka Pengadilan dapat menunjuk likuidator. Dalam hal
Pengadilan tidak menunjuk likuidator, maka yang dapat menjadi
likuidator, berdasarkan kepada Section 227 sub-section (7), Official
Receiver akan bertindak sebagai likuidator dari perseroan. Namun,
likuidator untuk perseroan yang oleh Pengadilan dinyatakan bubar,
dapat juga dilaksanakan oleh pihak selain Official Receiver sebagaimana
diatur pada Section 227 sub-section (7). Jika kemudian hal tersebut yang
diberlakukan, maka terdapat beberapa batasan-batasan yang harus
dipatuhi oleh likuidator tersebut yang diatur dalam Section 228, yang
menyatakan bahwa likuidator tersebut tidak mampu menjalankan
tugasnya sebagai likuidator sampai memberitahukan penunjukannya
sebagai likudiator kepada pihak Registrar dan memberikan jaminan
kepada pihak Official Receiver serta harus memberikan informasi dan
akses penuh atas seluruh dokumen perseroan kepada pihak Official
Receiver. Sementara itu, terhadap likuidator yang ditunjuk oleh
Pengadilan, Pengadilan memiliki keweanangan untuk menarik likuidator
atau likuidator tersebut dapat mengajukan pengunduran diri.
Dalam menjalankan tugasnya, likuidator berkewajiban untuk
membuat laporan kepada Pengadilan yang mana laporannya memuat:
a) As to amount of capital issued, subscribed and paid up and the estimated
amount of assets and liabilities;
b) If the company has failed, as to the causes of the failure; and

c) Whether in his opinion further inquiry is desirable as to any matter


relating to the promotion, formation or failure of the company or the
conduct of the business therof;
Sementara itu, berdasarkan Section 236, likuidator memiliki
kewenangan untuk:
a) Carry on the business of the company so far as is necessary for the
beneficial winding up thereof, but the authority shall not be necessary to
so carry on the business during the four weeks after the date of the
winding up order;
b) Subject to Section 292 pay any class of creditors in full;
c) Make any compromise with creditors or persons claiming to be creditors
or having or alleging themselves to have any claim, present or future,
certain or contingent, ascertained or sounding only in damages against
the company, or whereby the company may be rendered liable;
d) Compromise any calss and liabilities to calls, debts and liabilities capable
of resulting in debts and any claims, present or future, certain or
contingent, ascertained or sounding only in damages subsisting or
proposed to subsist between the company and a contributory or other
debtor or person apprehending liability to company, and all questions in
andy way relating to or affecting the assets or the winding up of the
company, on such terms as are agreed, and take any security for the
discharge of any such call, debt, liability or claim, and give a complete
discharge in respect thereof;
e) Appoint an advocate to assist him in his duties;

f) Bring or defend andy action or other legal proceeding in the name and
on behalf of the company;
g) Compromise any debt due to the company other than calls and liabilities
for the calls and other than a debt where the amount claimed by the
company to be due to it exceeds 1,500 ringgit;
h) Sell the immovable and movable property and things in action of the
company by public auction, public tender or private contract with power
to transfer the whole thereof to any person or company or to sell the
same in parcels;
i) Do all acts and execute in the name and on behalf of the company all
deeds, receipts, and other than documents and for that purpose use when
necessary the companys seal;
j) Prove rank and claim in the bankruptcy of any contributory or debtor
for any balance against his estate, and receive dividends in the
bankruptcy in respect of that balance as a separate debt due from the
bankrupt and rateably with the other separate creditors;
k) Draw, accept, make and indorse any bill of exchange or promissory note
in the name and on behalf of the company with the same effect with
respect to the liability of the company as if the bill or note had been
drawn, accepted, made or indorsed by or on behalf of the company in the
course of its business;
l) raise on the security of the assets of the company any money requisite;
m)take out letter of administration of the estate of any deceased
contributory or debtor, and do any other act necessary for obtaining
payment of any money due from a contributory or debtor or his estate

which cannot be conveniently done in the name of the company, and in


all such cases the money dye shall for the purposes of enabling the
liquidator to take out the letters of administration or recover the money
be deemed due to the liquidator itself;
n) appoint an agent to do any business which the liquidator is unable to do
himself; and
o) do all such other things as are necessary for winding up the affairs of the
company and distributing its assets.
c. Pembubaran Perseroan Secara Sukarela atau Voluntary Winding
Up
Berdasarkan hukum yang berlaku di Negara Malaysia, suatu
perseroan dapat dibubarkan selain atas ketetapan Pengadilan, juga dapat
dibubarkan secara sukarela. Section 254 sub-section (1) of Companies
Act 1965 mengatur mengenai alasan suatu perseroan dapat dibubarkan
secara sukarela, jika:
a) The period, if any, fixed for the duration of the company by the
memorandum or article expires, or the event, if any, occurs, on the
occurrence of which the memorandum or articles provide that the
company is to be dissolved and the company in general meeting has
passd a resolution requiring the company to be wound up voluntarily;
b) If the company so resolves the special resolution.
Sementara itu, sub-section (2) mengatur bahwa suatu perseroan
yang dibubarkan secara sukarela, harus:
a) Within 7 days after the passing of a resolution for voluntarily winding up
lodge a printed copy of the resolution with the Registrar; and

b) Within 10 days after the passing of the resolution give notice of the
resolution in a newpaper circulating generally throughout Malaysia.
Dalam prosesnya, Direksi suatu perseroan dapat menunjuk
likuidator untuk menjadi provisional liquidator, dalam hal Direksi
perseroan tersebut telah memberikan pernyataan yang telah diajukan
kepada Registrar dan Official Receiver, yang berisi bahwa:
a) The company cannot by reason of its liabilities continue its business; and
b) That meetings of the company and of its creditors have been summoned
for a date within one month of the date of the declaration.
Section 255 sub-section (6) mengatur bahwa pembubaran
perseroan secara sukarela dinyatakan berlaku ketika:
a) Where a provisional liquidator has been appointed before the resolution
for voluntary winding up was passed, at the time when the declaration
referred to in subsection (1) was lodged with the Registrar; and
b) In any other case, at the time of the passing of the resolution for
voluntary winding up.
Dalam hal penujukkan likuidator dalam pembubaran perseroan
secara sukarela, section 261 mengatur bahwa perseroan dan kreditur
dapat bersama-sama mengusulkan seseorang untuk menjadi likuidator
dalam

hal

pengurusan

pembubaran

perseroan

dan

untuk

mendistribusikan asset-asset perseroan. Jika kemudian perseroan dan


pihak kreditur mengusulkan dua nama yang berbeda, maka pihak yang
diusulkan oleh kreditur akan menjadi likuidator. Sementara jika pihak
kreditur tidak mengusulkan nama untuk menjadi likuidator, maka nama
yang diusulkan oleh pihak perseroan yang akan menjadi likuidator.

Likuidator dalam hal pembubaran perseroan secara sukarela


memiliki kewenangan dan kewajiban yaitu:
a) Liquidator may:
a. In the case of a members voluntary winding up, with the approval
of a special resolution of the company and, in the case of a
creditors voluntary winding up, with the approval of the Court or
the committee of inspection, exercise any of the powers given by
paragraphs 236(1)(b),(c),(d) and (e) to a liquidator in a winding
up by the Court;
b. Exercise any of the other powers by this Act given to the liquidator
in a winding up by the Court;
c. Exercise the power of the Court under this Act of settling a list of
contributories, and the list of contributories shall be prima facie
evidence of the liability of the persons named therein to be
contributories;
d. Exercise the power of the Court of making calls; or
e. Summon general meetings of the company for the purpose of
obtaining the sanction of the company by special resolution in
respect of any matter or for any other purpose he thinks fit.
b) Liquidator shall pay the debts of the company and adjust the rights of
the contributories themselves;
c) When several liqudators are appointed, any power given by this Act may
be exercised by such one or more of them as is determined at the time of
their appointment, or in default of such determination by any number
not less than two.

Seluruh biaya-biaya yang timbul selama proses pembubaran


perseroan, termasuk pemberian remunerasi terhadap likuidator, harus
dibayarkan dengan tidak menggunakan assets perseroan yang digunakan
sebagai pelunasan terhadap klaim-klaim yang ada.
d. Pembubaran atas Perseroan Yang Tidak Terdaftar (Winding Up Of
Unregistered Company)
Menurut Section 314 subsection (1), yang dimaksud dengan
unregistered company adalah termasuk kepada perseroan asing dan
tiap persekutuan, asosiasi atau perseroan yang terdiri lebih dari lima
orang namun tidak termasuk kepada perseroan yang didirikan
berdasarkan Companies Act 1965 atau peraturan-peraturan sebelumnya.
Dalam hal pembubaran perseroan yang tidak terdaftar, terdapat
beberapa ketentuan yang harus dipahami adalah:
a) The principal place of business of the company in Malaysia shall for all
the purposes of the winding up be the registered office of the company;
b) No such company shall be wound up voluntarily; and
c) The circumstances in which the company may be wound up are:
a. If the company is dissolved or has ceased to have a place of
business in Malaysia or has a place of business in Malaysia only for
the purpose of winding up its affairs or has ceased to carry on
business in Malaysia;
b. If the company is unable to pay its debts; and
Unable to pay its debts if:
a) A creditor by assignment or otherwise to whom the
company is indebted in a sum exceeding 500 ringgit then

due has served on the company, by leaving as its principal


place of business in Malaysia or by delivering to the
secretary or some director, manager or principal officer of
the company or by otherwise serving in such manner as the
Court approves or directs, a demand under his hand
requiring the company to pay the sum so due and the
company has for 3 weeks after the service of the demand
neglected to pay the sum or to secure or compound for it to
the satisfaction of the creditor;
b) Any action or other proceeding has been instituted against
any member for any debt or demand due or claim to be due
from the company or from him in his character of member,
and, notice in writing of the institution of the action or
proceeding having been served on the company by leaving
it at its principal place of business in Malaysia or by
delivering it to the secretary or some director, manager or
principal officer of the company or by otherwise serving it
in such manner as the Court approves or directs, the
company has not within ten days after service of the notice
paid, secured or compounded for the debt or demand or
procured the action or proceeding to be stayed or
indemnified the defendant to his reasonable satisfaction
against the action or proceeding and against all costs,
damages, and expenses to be incurred by him by reason
thereof;

c) Execution or other process issued on a judgement, decree or


order obtained in any court in favour of a creditor against
the company or any member thereof as such or any person
authorized to be sued as nominal defendant on behalf of the
company is returned unsatisfied;
d) It is otherwise prived to the satisfaction of the Court that
the company is unable to pay its debts.
c. If the Court is of opinion that it is just and equitable that the
company should be wound up.
Dalam hal pelunasan terhadap hutang perseroan tidak terdaftar
yang dinyatakan bubar, setiap anggota perseroan harus saling
berkontribusi dalam hal:
a) Who is liable to pay or contribute to the payment of
a. Any debt or liability of the company;
b. Any sum for the adjustment of the rights of the members among
themselves; or
c. The costs and expenses of winding up
b) Where the company has been dissolved in the place in which it is formed
or incorporated, who immediately before the dissolution was so liable.

Insolvency Act 1986 of the United Kingdom


Berdasarkan hukum di Inggris Raya, pengaturan mengenai keadaan
pailit dan pembubaran perseroan diatur lebih spesifik dalam Insolvency
At 1986. Insolvency Act 1986 dibentuk untuk mengatur mengenai
beberapa hal yaitu keadaan insolvent serta pembubaran atas suatu

perseroan, termasuk juga pembubaran atas perseroan yang tidak


insolvent dan juga perseroan yang tidak terdaftar; keadaan insolvent atas
suatu individu; mengatur mengenai fungsi dan kualifikasi pakar atau
praktisi kepailitan, administrator publik, serta bentuk denda dan ganti
rugi atas suatu tindakan malpraktek .
Berdasarkan Insolvency Act 1986, dapat diketahui terdapat tiga jenis
pembubaran perseroan, yaitu:
a) Pembubaran perseroan secara sukarela atau Voluntary winding up;
b) Pembubaran perseroan berdasarkan penetapan Pengadilan atau
Compulsory winding up; dan
c) Pembubaran perseroan dengan dasar kepentingan publik atau On
grounds of public interest or winding up47 on the just and equitable
ground48.
Suatu perseroan dapat dinyatakan dibubarkan dalam hal perseroan
dianggap

tidak

mampu

untuk

membayar

hutang

perseroan,

sebagaimana diatur dalam Section 122 sub-section (1) (f) IA 1986.


Namun, pada prakteknya, suatu perseroan yang sedang dalam keadaan
mampu membayar hutang atau solvent dapat juga dibubarkan dengan
beberapa alasan, yaitu apabila anggota atau manager pada suatu
perseroan yang berbentuk quasi-partnership memutuskan pensiun; atau
terjadi kebuntuan diantara anggota atau manager perseroan dalam
mengatasi suatu masalah (see Re Yenidje Tobacco Co Ltd (1916)); atau
maksud dari didirikannya perseroan sudah tercapai (see German Date

47
48

Alan Dignam & John Lowry, Company Law, Seventh Edition, Oxford University Press, p. 453.
Alastair Hudson, Understanding Company Law, Routledge, p. 247.

Coffee Co (1882)).49 Sementara itu, menurut Dignam & Lowry, hal-hal


yang diatur dalam rezim Insolvency Act 1986 terkait dengan
pembubaran perseroan diantaranya adalah:50
a) To maximized the return to creditors where the company cannot be
save;
b) To establish the fair system for the rangking of competing claims by
creditors; and
c) To provide a mechanism by which the causes of the companys failure
can be identified and those guilty of mismanagement can be made
answerable.
Berdasarkan kepada Section 84 IA 1986, suatu perseroan dapat
dibubarkan secara sukarela berdasarkan kepada tiga kondisi, yaitu:51
a) Jika jangka waktu pendirian perseroan yang ditentukan di Anggaran
Dasar telah berakhir, atau dalam keadaan yang mana Anggaran
Dasar perseroan menyatakan bahwa perseroan harus dibubarkan,
dan perseroan melalui Rapat Umum Pemegang Saham, telah
mengeluarkan resolusi yang mengharuskan perseroan dibubarkan
secara sukarela (when the period (if any) fixed for the duration of the
company by the articles expires, or the event (if any) occurs, on the
occurrence of which the articles provide that the company is to be
dissolved, and the company in general meeting has passed a resolution
requiring it be wound up voluntarily);

Alan Dignam & John Lowry, Company Law, Seventh Edition, Oxford University Press, p. 452.
Ibid.
51 Ibid.
49
50

b) Jika suatu perseroan yang berdasarkan ketentuan dari suatu


resolusi khusus dinyatakan bubar secara sukarela (if the company
resolves by special resolution that it be wound up voluntarily); and
c) Jika suatu perseroan yang ditentukan oleh resolusi luar biasa yang
perseroan dianggap tidak, dengan alasan seluruh tanggung jawab
yang dimiliki oleh perseroan, mampu menjalankan bisnisnya dan
perseroan disarankan untuk dibubarkan (if the company resolves by
extraordinary resolution to the effect that it cannot by reason of its
liabilities continue its business and that it is advisable to wind up).
Berdasarkan kepada Section 85 sub-section (1) IA 1986, ketika
suatu perseroan telah mengeluarkan resolusi terkait pembubaran
perseroan secara sukarela, maka dalam jangka waktu 14 hari setelah
resolusi tersebut dikeluarkan, harus memberitahukan mengenai
resolusi tersebut untuk dicantumkan di dalam Gazette atau Lembaran
Negara. Jika ketentuan dalam sub-section (1) tersebut tidak dipenuhi,
maka perseroan dan tiap pegawai perseroan yang tidak memenuhi
ketentuan tersebut dapat dikenakan denda.
Sementara itu, berdasarkan Section 86 IA 1986, suatu pembubaran
perseroan secara sukarela dimulai pada waktu dikeluarkannya resolusi
untuk pembubaran perseroan secara sukarela.
a. Pembubaran perseroan secara sukarela atau voluntary winding up.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa suatu perseroan dapat
dibubarkan secara sukarela yang mana ketentuannya diatur dalam
Section 84 Insolvency Act (IA) 1986. Sebagaimana diatur dalam Section
90 IA 1986, pembubaran perseroan secara sukarela dapat dibagi

kedalam dua bentuk, yaitu members voluntary winding-up dan creditors


voluntary winding-up.52
a) Members voluntary winding-up
Dalam hal pembubaran perseroan secara sukarela, Section 89
Insolvency Act 1986 mengatur mengenai perlunya suatu deklarasi atau
pernyataan yang menyatakan bahwa perseroan memiliki kemampuan
untuk melunasi seluruh tanggung jawab dan hutang atau sebagaimana
diatur dalam Section 89 sebagai declaration of solvency. Declaration of
solvency memiliki peranan penting dalam pembubaran perseroan
secara sukarela. Deklarasi tersebut menyatakan bahwa perseroan
mampu untuk membayar hutang secara penuh, termasuk juga dengan
bunga sebagaimana telah ditentukan dalam Section 251 IA 1986, yang
mana hutang tersebut akan dilunasi dalam jangka waktu tertentu tidak
lebih

dari

12

bulan dari

dimulainya pembubaran

perseroan

sebagaimana dinyatakan juga dalam deklarasi. Deklarasi tersebut juga


harus memuat pernyataan mengenai jumlah aset dan tanggung jawab
perseroan menggunakan data yang paling mutakhir sebelum deklarasi
tersebut dinyatakan. Direktur yang menyatakan declaration of solvency
tersebut harus memiliki dasar yang wajar (reasonable ground) atas
pendapatnya bahwa perseroan akan mampu untuk melunasi seluruh
hutang-hutangnya, termasuk juga bunga, dalam jangka waktu yang
telah ditentukan dalam pernyataan tersebut atau jika tidak maka
Direktur tersebut akan bertanggung jawab sebagaimana yang diatur
dalam Section 89 sub-section (4) IA 1986. Jika kemudian perseroan
52

Ibid.

tidak mampu untuk melunasi hutang-hutang secara penuh dalam


jangka waktu yang ditentukan maka Direktur perseroan dapat dianggap
tidak memiliki dasar yang wajar atas pendapatnya tersebut.
Menurut Section 91 IA 1986, dalam suatu members voluntary
winding-up diatur mengenai penujukkan liquidator. Section tersebut
menyatakan bahwa General Meeting menujuk satu atau lebih liquidator
dengan maksud melakukan pengurusan terhadap upaya pembubaran
perseroan serta mendistribusikan aset perseroan atau dengan kata lain
liquidator bertindak sebagai agent perseroan untuk melakukan setiap
hal yang diperlukan dalam hal pembubaran perseroan.53 Jika liquidator
sudah ditunjuk, maka berakhirlah seluruh kewenangan yang dimiliki
oleh Direksi, kecuali sebagaimana diatur dalam Section 91 sub-section
(2). Jika kemudian liquidator berpendapat bahwa perseroan dianggap
tidak mampu untuk melunasi seluruh hutang-hutangnya beserta
dengan bunganya dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam
declaration of solvency, maka liquidator berwenang untuk mengubah
status pembubaran perseroan dari members voluntary winding-up
menjadi creditors voluntary winding-up, yang mana tunduk pada
ketentuan Section 95 IA 1986.
b) Creditors voluntary winding-up
Sementara itu, sebagaimana disebutkan diatas bahwa declaration of
solvency memiliki peranan penting. Hal tersebut berdasarkan kepada
alasan bahwa tidak dinyatakannya declaration of solvency dalam suatu
pembubaran perseroan secara sukarela maka pembubaran perseroan
53

Alastair Hudson, Understanding Company Law, Routledge, p. 250.

tersebut akan diklasifikasikan sebagai creditors voluntary winding-up,


yang mana berakibat hutang-hutang dapat tidak dipenuhi seluruhnya.
Dalam hal creditors voluntary winding up, sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam IA 1986 mengharuskan adanya pertemuan antara
seluruh kreditur perseroan setelah resolusi terkait pembubaran
perseroan disetujui pada tingkat General Meeting (see Section 98 IA
1986). Menurut Hudson, pembubaran perseroan pada tipe ini, anggota
dan kreditur perseroan sama-sama memiliki kewenangan untuk
bertindak, namun kreditur perseroan memiliki hak untuk mengontrol
secara penuh. Hal tersebut dikarenakan baik kreditur maupun
perseroan memiliki hak untuk menominasikan liquidator. Sama halnya
dengan members voluntary winding up, dalam pembubaran perseroan
tipe ini liquidator juga berperan sebagai agent dari perseroan.54
Sementara itu, pihak kreditur perseroan juga dapat menunjuk
komite likuidasi yang terdiri tidak lebih dari lima orang untuk bertindak
bersama-sama dengan liquidator dalam melakukan proses likuidasi.
Pada masa akhir proses likuidasi perseroan, liquidator harus
mengadakan final meeting atau rapat terakhir bersama-sama dengan
pihak perseroan dan kreditur untuk mempresentasikan mengenai
pelaksanaan likuidasi atau pembubaran perseroan.55
b. Pembubaran perseroan berdasarkan ketetapan Pengadilan (Compulsory
winding-up)

54
55

Ibid.
Ibid.

Dalam
pengadilan,

hal

pembubaran

perseroan

Insolvency Act 1986

berdasarkan

memberikan

penetapan

beberapa

dasar

sebagaimana diatur dalam Section 122 sub-section (1), yaitu:


a) The company has by special resolution resolved that the company be
wound up by the court;
b) Being a public company which was registered as such on its original
incorporation, the company has not been issued with a trading
certificate under Section 761 of the Companies Act 2006 (public
company share capital requirement) and more than a year has
expired since it was so registered;
c) It is an old public company, within the meaning of the Consequential
Provisions Act;
d) The company does not commence its business within a year from its
incorporation or suspends its business for a whole year;
e) The number of members is reduced below two;
f) The company is unable to pay its debts;
g) The court is of the opinion that it is just and equitable that the
company should be wound up.
Suatu perseroan dapat dibubarkan jika dinyatakan tidak mampu
untuk melunasi seluruh hutang-hutangnya. Terkait dengan ketentuan
tersebut, Insolvency Act 1986 Section 123 sub-section (1) menyatakan
bahwa suatu perseroan dapat dinyatakan tidak mampu membayar
hutang-hutangnya jika memenuhi beberapa keadaan sebagai berikut:56

56

Ibid.

a) A creditor who is owed more than 750 GBP, has served a demand on
the company in the prescribed form and the company neglects to make
its payment on that debt; or
b) Execution on a judgment is returned either wholly or partly
unsatisfied; or
c) The court is convinced the company is unable to pay its debts as they
become due on the basis of evidence laid before it; or
d) It is proved to the courtss satisfaction that the companys liabilities
exceeded its assets (including any future and contingent assets and
liabilities)
Sementara itu, Section 124 IA 1986 memberikan pengaturan
mengenai pihak-pihak yang dapat mengajukan petisi pembubaran
perseroan, yang didalamnya termasuk kepada perseroan atau Direksi
dari perseroan, kreditur atau sejumlah kreditur perseroan, contributory
or contributories, liquidator, petugas dari Magistrates Court serta
Secretary of State. Pada umumnya, pengajuan petisi pembubaran
perseroan diajukan oleh unsecured creditor, namun tidak tertutup
kemungkinan juga dapat diajukan oleh secured creditor. Sementara itu,
pengajuan petisi pembubaran perseroan yang diajukan oleh Secretary
of State lebih kepada suatu perseroan harus dibubarkan demi
kepentingan umum. Pada prosesnya, pengadilan akan memutuskan
apakah perseroan dapat dinyatakan bubar dengan tujuan demi
kepentingan umum.
Section 125 IA 1986 mengatur mengenai kewenangan pengadilan
untuk

mendengarkan

permohonan

petisi.

Menurut

Hudson,

berdasarkan Section 125 tersebut, pengadilan memiliki beberapa


kewenangan diantaranya:
a) Grant the petition;
b) Refuse to grant a petition but make an interim order;
c) Adjourn the proceedings; or
d) Dismiss the petition outright.
Sementara itu, Section 135 mengatur mengenai kewenangan
pengadilan untuk menunjuk provisional liquidator. Terdapat perbedaan
terkait dengan penunjukkan provisional liquidator. Di Inggris dan Wales,
penunjukkan provisional liquidator dapat dilakukan tiap saat sebelum
adanya permohonan pembubaran perseroan, dan baik itu official
receiver atau orang lain yang dianggap pantas dapat ditunjuk.
Sedangkan untuk di Skotlandia, penujukkan provisional liquidator dapat
dilakukan tiap saat sebelum penunjukkan likuidator untuk kali pertama.
Setelah penunjukkan provisional liquidator tersebut, maka liquidator
mengambil alih seluruh property perseroan kedalam pengawasannya
(see Section 144 IA 1986). Sama seperti sebelumnya, peran liquidator
disini juga sebagai agent dari perseroan.
c. Pembubaran perseroan demi kepentingan umum (On ground of public
interest or winding up on the just and equitable ground)
Sebagaimana diatur dalam Insolvency Act 1986, pembubaran
perseroan demi kepentingan umum dinyatakan dalam Section 124A.
Pembubaran perseroan demi kepentingan umum ini merupakan suatu
upaya yang merupakan kewenangan dari Secretary of State untuk
melakukan intervensi serta penilaian bahwa perseroan dianggap

merugikan banyak kreditur, sehingga kemudian mengajukan usulan


pembubaran

perseroan.

Dalam

pembubaran

perseroan

demi

kepentingan umum ini tidak diperlukan adanya pembuktian apakah


perseroan dalam keadaan pailit atau tidak.
Sementara itu, dalam hal pengadilan menyetujui permohonan yang
diajukan dari Secretary of State tersebut, maka segala biaya akan
dibebankan kepada perseroan yang dimohonkan untuk dibubarkan,
sedangkan Court of Appeal dalam putusannya pada kasus Secretary of
State for Trade and Industry v Aurum Marketing Ltd (2002) dan Re North
West Holding plc (2001) menyatakan bahwa biaya tersebut dapat
dibebankan secara personal kepada Direksi pengendali perseroan.57

57

Alan Dignam & John Lowry, Company Law, Seventh Edition, Oxford University Press, p. 466.

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Clark, Robert C, Corporate Law (Little, Brown and Company, 1986).
Dignam, Alan and Lowry, John, Company Law, Sixth Edition (Oxford, OUP,
2010) .
Dignam, Alan and Lowry, John, Company Law, Seventh Edition (Oxford,
OUP, 2012) pp 453-466.
Hudson, Alastair, Understanding Company Law (Routledge, 2012) pp 109250.
Harahap, Yahya, M., 2009., Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika,
Jakarta.
Koesoemadi, 1950,
dipublikasikan.

Kumpulan Asas-Asas

Hukum Perdata.

Tidak

Pramono, Nindyo, 2001., Sertifikasi Saham PT Go Public Dan Hukum Pasar


Modal Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756).
Companies Act 1965 of Negara Malaysia.
Companies Act 2006 of the United Kingdom.
Insolvency Act 1986 of the United Kingdom.
Website
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4635/perbedaanmendasar-merger-dan-akuisisi diakses pada 23 Oktober 2012.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d1358d8a0a80
pada 23 Oktober 2012.
Acuan Kasus
Salomon v Salomon & Co (1897).

diakses

Anda mungkin juga menyukai